case snnt.docx
Post on 08-Aug-2015
67 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STRUMA NODUSA NON TOKSIK
A. ANAMNESIS
Status pasien
• Nama : Ny. S
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Umur : 32 tahun
• Alamat : Pendem Wetan, Suruh, Tasikmadu
• Agama : Islam
• Pekerjann : Ibu Rumah Tangga
• Tanggal MRS : 16 September 2012
• No. RM : 25.13.XX
B. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : Terdapat benjolan dileher
Riwayat Penyakit Sekarang
• Sekitar 1 tahun sebelum masuk RS pasien merasakan timbul
benjolan dileher depan yang semakin lama semakin membesar.
Awalnya pasien menggunakan kontrasepsi suntik, kemudian
benjolan itu mulai muncul. Benjolan itu dirasakan semakin lama
semakin membesar.
• 3 bulan SMRS: Pasien mengeluh benjolannya itu semakin membesar
sampai sebesar telur burung puyuh, tidak nyeri, tidak ada perubahan
suara, hanya terasa mengganjal.
• HMRS: Pasien mengeluh terdapat benjolan di depan, ukuran sebesar
telur puyuh, tidak nyeri dan ikut bergerak saat menelan, benjolan
terasa mengganjal apabila dipakai untuk menelan, benjolan tidak
terasa panas, dan benjolan itu terasa membesar saat pasien merasa
kelelahan.
Riwayat penykit dahulu
• Riwayat penyakit serupa : diakui, 5 tahun yang lalu,
disebelah lateral dextra sebesar telur ayam, setelah menggunakan KB
suntik.
• Riwayat DM : disangkal
• Riwayat hipertensi : disangkal
• Riwayat penyakit Asam urat : disangkal
• Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat penyakit keluarga
• Riwayat penyakit serupa : disangkal
• Riwayat penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
• Riwayat penyakit Hipertensi : disangkal
• Riwayat penyakit TBC : disangkal
• Riwayat penyakit Asma : disangkal
• Riwayat penyakit kanker : disangkal
• Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat kebiasaan dan lingkungan
• Kebiasaan mengkonsumsi garam halus beryodium kurang (-)
• Kebiasaan sering mengkonsumsi sayur-sayuran dari genus Brassica
terutama Kol (+)
• Disekitar rumah tidak ada yang mengalami sakit serupa.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
Vital Sign
• Tekanan Darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 72 kali/menit
• Respirasi : 20 kali/menit
• Suhu : 37 oC
Pemeriksaan kepala :
• Bentuk kepala : normocephal, simetris
• Pemeriksaan mata
Konjungtiva anemis : (+/+)
Sklera ikterik : (-/-)
Hidung : tidak ada kelainan
Telinga : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
• Pemeriksaan Leher
Simetris, PKGB (-), peningkatan JVP (-), pergeseran trakea (-),
massa abnormal (+) di leher depan sebesar telur puyuh,
Status lokalis regio colli:
Inspeksi
Terlihat massa di leher bagian depan. Kemerahan dan
edem pada massa (-), M. sternokleidomastoideus masih
terlihat jelas.
Palpasi
Teraba massa kenyal-keras ukuran sebesar telur puyuh,
konsistensi keras, batas tegas, licin, tidak berbenjol-
benjol, tidak terfiksasir, nyeri tekan (-). Massa ikut
bergerak ketika pasien menelan.
Auskultasi
Tidak didapatkan bising pada kelenjar tiroid yang
membesar.
• Pemeriksaan thorax :
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, massa (-)
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi :
Batas – batas jantung
Kanan atas SIC II parasternalis dextra
Kanan bawah SIC IV parasternalisdextra
Kiri atas SIC II parasternalis sinistra
Kiri bawah SIC V linea midclavikularis redup
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising
jantung (-)
Paru
Inspeksi : simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-), massa
(-)
Palpasi : fremitus normal, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : SDV(+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : permukaan perut rata, massa (-), bekas luka
operasi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskuler (-)
Pemeriksaan ekstremitas :
Superior : tidak ada kelainan
Inferior : tidak ada kelainan
Akral : hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
• Tanggal 16 September 2012
WBC : /μL
RBC : 106/μL
HGB : 9,9 g/dL
HCT : %
MCV : fL
MCH : pg
MCHC : g/dL
PLT : /μL
GDS : mg/dL
Urea : mg/dL
Creatin : mg/dL
SGOT : U/I
SGPT : U/I
HbsAg : negative
• Tanggal 17 September 2012
HGB : 9,9 g/dL
• Tanggal 18 September 2012
HGB : 11,8 g/dL
E. RESUME
• Perempuan, 32 tahun mengeluh adanya benjolan di leher yang dirasakan
sudah sekitar 1 tahun terakhir. Benjolan itu semakin membesar sampai
sebesar telur puyuh, tidak nyeri, tidak ada perubahan suara, hanya terasa
mengganjal. Benjolan itu muncul setelah pasien menggunakan suntik
KB.
• Sekitar 5 tahun yang lalu pasien juga pernah mengalami hal serupa,
timbul benjolan di leher samping kanan sebesar telur ayam. Benjolan itu
timbul setelah pasien menggunakan suntik KB.
• Pada status lokalis regio colli didapatkan:
Inspeksi
Terlihat massa di leher bagian depan. Kemerahan dan edem
pada massa (-), M. sternokleidomastoideus masih terlihat jelas.
Palpasi
Teraba massa kenyal-keras ukuran sebesar telur puyuh,
konsistensi keras, batas tegas, licin, tidak berbenjol-benjol, tidak
terfiksasir, nyeri tekan (-). Massa ikut bergerak ketika pasien
menelan.
Auskultasi
Tidak didapatkan bising pada kelenjar tiroid yang membesar.
F. DIAGNOSIS KLINIS
Recurent Struma Nodusa Non Toksik
G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Operatif
TINJAUAN PUSTAKA
A. STRUMA
1. Definisi
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan
pembengkakan di bagian depan leher (Dorland, 2002).
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti
tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti
penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid
umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
2. Anatomi
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini
memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-
masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal
1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk
mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja
setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran
darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium
pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar
hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang
dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan
dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung yodium.
Gambar 1. Kelenjar Tiroid
3. Fisiologi
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan
dan metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi
pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan
metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam
ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal
terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam
perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon
ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada
saat lahir dan bayi.
4. Klasifikasi
a. Struma nodusa non toksik
b. Struma difusa non toksik
c. Struma nodusa toksik
d. Struma difusa toksik
Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari
segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipo tiroid,
sedangkan istilah nodusa dan difusa lebih kepada perubahan bentuk
anatomi
5. Etiologi
6. Patogenesis
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula
penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal
tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah
yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid
mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam
folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat
kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan
T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat
bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital
yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon
oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan
autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu
tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh
obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan
metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma
endemik).
7. Klasifikasi
a. Berdasarkan Fisiologisnya
Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid
yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah
normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam
jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika
terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.
Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang
cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai
kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar
tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi
oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.25,26 Gejala
hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban,
konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,
pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.
Gambar 2. Hipotiroidisme
Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.29 Keadaan ini
dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi
besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.
Gambar 3. Hipertiroidisme
b. Berdasarkan klinisnya
Struma toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma
diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan
nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi
dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan
lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau
lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering
adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien
meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang
berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung
menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan
turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan
penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan
terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang
berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan
menelan, koma dan dapat meninggal.
Struma non toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah
yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan
goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu
nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya
tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita
tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian
pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam
nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi
yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang
masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi
lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10
%-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di
atas 30 %.33
8. Manifestasi Klinis
9. Diagnosis
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan
penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi
atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul,
perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah
nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien
diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta
untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan
pada tengkuk penderita.
c. Tes fungsi hormon
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta
untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan
pada tengkuk penderita.
d. Foto rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah
menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).
e. USG
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran
gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan
ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin
tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang
dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif
bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam
pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu
kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan
dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang
utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
g. Biopsi aspirasi jarum halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.
10. Penatalaksanaan
a. Medis
Operasi atau pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang
kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi
ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi
dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau
kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid
total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid
yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar
tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah
pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan
obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak
cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan
3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
Yodium radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang
tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi
jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid
sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia,
atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam
bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.
Pemberian tiroksin dan obat anti-tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma,
selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid
dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid)
yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol.
11. Komplikasi
12. Prognosis
B. Struma Nodusa Non Toksik
1. Definisi
Struma nodusa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid
yang teraba sebagai suatu nodul,tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
2. Faktor risiko
a. Faktor lingkungan: defisiensi yodium yang tersebar di seluruh dunia,
tanaman goitrogenik yang dikonsumsi oleh penduduk dengan
defisiensi yodium.
b. Genetik: lokasi gen pada kromosom 14 dan kromosom X terkait
dengan kejadian struma, walaupun diperkirakan gen pada lokasi
tersebut tidak berperan utama dalam patogenesis struma.
c. Konstitusi: gender juga berperan penting dalam terjadinya stuma non
toksik, dimana kejadian 5-10x lebih sering pada wanita. Berbagai
kelainan enzimatik tiroid dapat menyebabkan timbulnya struma non
toksik.
d. Lain: merokok dan obat obatan yang mengandung goitrogen.
3. Klasifikasi
a. Berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :
Struma mononodusa non toksik
Struma multinodusa nontoksik
b. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul
dibedakan menjadi :
Nodul dingin
Nodul hangat
Nodul panas
c. Berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi :
Nodul lunak
Nodul kistik
Nodul keras
Nodul sangat keras
4. Diagnosis
a. Anamnesis :
Sejak kapan benjolan timbul
Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
Cara pembesarannya: cepat atau lambat
Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi
beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja
Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan,sesak nafas
Penurunan berat badan
b. Pemeriksaan fisik
Umum
Local
Nodul tunggal, majemuk atau difus
Nyeri tekan
Konsistensi
Permukaan
Perlekatan pada jaringan sekitarnya
Pendesakan atau pendorongan trakea
Pembesaran kelenjar getah bening regional
Index Wayne
Gejala Subyektif Angka Gejala Obyektif Ada Tidak
Dispnneu +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit di atas sistol +2 -2
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Senang panas -5 Lid Retraksi +2 -
Senang dingin +5 Lid Lag +1 -
Keringat berlebih +3 Hiperkenesis +4 -2
Nervous +2 Tangan Panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 80 x/menit -
Nafsu makan naik +3 81-90 x/menit -
Nafsu makan turun -3 > 90 x/menit +3
Berat badan naik -3 <11 eutiroid
11-18 normal
>19 hipertiroid
Berat badan turun +3
Fibrilasi Atrium +4
Jumlah
5. Penilaian Risiko Keganasan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik
penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan
kemungkinan kanker tiroid :
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak
Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid
autoimun
Gejala hipo atau hipertiroidisme
Nyeri berhubungan dengan nodul
Nodul lunak, mudah degerakkan
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan
kearah keganasan tiroid:
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
Gender laki- laki
Nodul disertai disfagi, serak atau obstruksi jalan napas
Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu – bulan)
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa
Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irregular dan sulit
digerakkan
Paralysis pita suara
Temuan limpadenofati servikal
Metastasis jauh (paru-paru)
6. Diagnosis Banding
Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin
saat masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan menopause,
infeksi, stres.
a. Tiroiditis akut
b. Tiroiditis subakut
c. Tiroiditis kronis
d. Struma endemic atau simple goiter
e. Kista tiroid kista degenerasi
f. Soft tissue tumor
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs
b. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid
8. Penatalaksanaan
a. Hasil BAJAH
Ganas: operasi tirodektomi near total
Curiga: operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC)
Bila hasil ganas: operasi tiroidektomi near total
Bila hasil jinak: operasi lobektomi, atau tiroidektomi near
total.
Alternatif : sidik tiroid, bila hasil cold nodule, operasi
Tidak cukup sediaan tak representatif
Jika nodul solid ( saat BAJAH ) : ulang BAJAH
Bila klinis curiga ganas tinggi operasi lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah observas
Jika nodul kistik (saat BAJAH ) : aspirasi
Bila kista regresi observasi
Bila kista rekurens,klinis curiga ganas rendah observasi
Bila kista rekurens,klinis curiga ganas tinggi operasi
lobektomi
Jinak: terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis.
Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari )
Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 – 4 hari )
Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis, dosis menjadi
2 x 100 ug sampai 4-6 minggu, kemudian evaluasi TSH
(target 0,1-0,3 ulU /L)
Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau
tidak (berhasil bila mengecil > 50 % dari volume awal)
Bila nodul mengecil atau tetap, L–tiroksin dihentikan dan
diobservasi
Bila setelah itu struma membesar lagi, L-tiroksin dimulsi lagi
(target TSH 0,1-0,3 ul U/L)
Bila setelah 1-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah,
diobservasi
Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi,
obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan
pemeriksaan histopatologi.
b. Hasil PA
Jinak : terapi dengan L_tiroksin ; target TSH 0,5 – 3,0 uI U/L
Ganas : terapi L-tiroksin
Individu dengan risiko ganas tinggi :target TSH < 0,01 – 0,05 uI
U/L
Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 – 0,1 uI
U/L
KOMPLIKASI
Umumnya tidak ada ,kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis
akut /subakut. Pada tiroidektomi dapat terjadi tracheomalaise.
9. Prognosis
Tergantung jenis nodul dan tipe histologis
KESIMPULAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang
teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
Faktor lingkungan, genetik, konstitusi, dan lain lain berperan dalam patogenesis
struma nontoksik. Struma nodosa non toksik di klasifikasikan berdasarkan jumlah
nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, dan berdasarkan
konsistensi.
Diagnosis berdasar anamnesis (Sejak kapan benjolan timbul, Rasa nyeri
spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap, serta cara membesarnya, Pada
awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau
hanya pembesaran leher saja, riwayat keluarga, riwayat penyinaran daerah pada
waktu kecil atau muda, perubahan suara, gangguan menelan, sesak nafas,
penurunan berat badan), pemeriksaan fisik (umum, lokal : nodul tunggal atau
majemuk, atau difus, nyeri tekan, konsistensi, permukaan, perlekatan pada
jaringan sekitarnya, pendesakan atau pendorongan trakea, pembesaran kelenjar
getah bening regional), BMR, Index Wayne, Indeks diagnostik (New Castle).
Penilaian risiko keganasan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya
menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid dengan TSHs dan FT4.
Diagnosis banding struma nodusa yang terjadi pada peningkatan
kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan, pubertas laktasi, menstruasi,
kehamilan menopause, infeksi, stres lain, tiroiditis akut, tiroiditis subakut,
tiroiditis kronis, struma endemic atau simple goiter, kista tiroid, kista degenerasi,
soft tissue tumor.
Pemeriksaan penunjang (Laboratorium: T4 atau T3, dan TSHs, biopsi
aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid, USG tiroid, sidik tiroid, petanda
keganasan tiroid : pemeriksaaan antitiroglobulin)
Terapi dengan operasi tirodektomi near total, operasi, potong beku (VC),
operasi lobektomi, terapi dengan levo-tiroksin (LT 4) dosis subtoksis, supresi
TSH dipertahankan selama 6 bulan, evaluasi dengan USG.
top related