akhlak tasawuf book

19
8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 1/19 A. PENGERTIAN ILMU AKHLAK Ada dua tipe pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive), akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasimajidafala, yufilu, ifalan yang berarti al-sajiyah (perangai)b, ath-thabiah (kelakuan, tabiat, watakdaasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-sin (agama). Linguistic akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlaq atau khulqun kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-quran maupun dalam hadist, sebagaiberikut : Dan sesungguhnya kamubenar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S.Al-Qalam, 68:4)  (Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu (Q.S.Al-Asyura, 26:137) Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budipekertinya (H.R.Tirmidzi) Dengan demikian merujuk kepada ayat diatas kata akhlak atauk hulqun secara kebahasan berarti budi pekerti, adat kebisaan, atau perangai muruah atau segala sesuatu yang sudah menjaditabiat. Keseluruhan definisi akhlak tersebut diatas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansi saling tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapatmelihat lima ciri yang terdapatdalamperbuatanakhlak, yaitu :

Upload: muhammad-baiquni

Post on 09-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 1/19

A. PENGERTIAN ILMU AKHLAK

Ada dua tipe pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu

pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk

infinitive), akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan)

tsulasimajidafala, yufilu, ifalan yang berarti al-sajiyah (perangai)b, ath-thabiah

(kelakuan, tabiat, watakdaasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-sin (agama).

Linguistic akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak

memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlak

adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak

sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlaq atau khulqun kedua-duanya

dijumpai pemakaiannya baik dalam al-quran maupun dalam hadist, sebagaiberikut :

Dan sesungguhnya kamubenar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S.Al-Qalam, 68:4) 

(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu (Q.S.Al-Asyura, 26:137) 

Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna

budipekertinya (H.R.Tirmidzi) 

Dengan demikian merujuk kepada ayat diatas kata akhlak atauk hulqun secara

kebahasan berarti budi pekerti, adat kebisaan, atau perangai muruah atau segala sesuatu

yang sudah menjaditabiat.

Keseluruhan definisi akhlak tersebut diatas tampak tidak ada yang bertentangan,

melainkan memiliki kemiripan. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansi saling

tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapatmelihat lima ciri yang

terdapatdalamperbuatanakhlak, yaitu :

Page 2: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 2/19

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa

seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakuakan dengan mudah dan

tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan perbuatan, yang

bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Perbuatan akhlak

adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya.

Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang

yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbutaan yang dilakukan dengan

sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang

baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan

karena ingin dipuji atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.

B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU AKHLAK

Ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-pebuatan manusia, kemudian

menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau

perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak berkaitan dengan norma

ataupenilaianterhadapsuatuperbuatan yang dilakukanolehseseorang. Akhlak sebagai

suatu disiplin ilmu agama sudah sejajar dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti tafsir,

tauhid, fiqh, sejarah islam, dll.

Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmua khlak pada intinya adalah

perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik

atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakansebagaiberikut :

Page 3: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 3/19

Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatanmanusia yang selanjutnya perbuatan

tersebut ditentukan baik atau buruk. 

Kemudian menurut Muhammad Al-Ghazali akhlak menurutnya bahwa kawasan

pembahsaan ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebgai individu

maupun kelompok. Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika,

walaupun pengidentikkannya ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikkan

antar aakhlak dengan etika mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah

laku dan sifat manusia. Namun perlu ditegaskan kembali bahwa yang dijadikan objek

kajian Ilmu Akhlak disini adalah perbuatan akhlak yang memiliki ciri-ciri dilakukan atas

kehendak dan kemauan, sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan secara

kontinyu atau terus-menerus dalamk ehidupannya.

Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji

suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dalam keadaan sadar, kemauan sendiri,

tidak terpaksa, dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura.

C. MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK

Berkenaan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan

sebgaai berikut :

Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya yang menyebabkan kita dapat

menetapkan sebagian perbuatan yang lainnya sebagai yang baik dan sebagian

perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat

zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada pemilkinya termasuk

perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang termasuk pebuatan buruk.

Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk

membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan marahsehingga hati menjadi

suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima NUR cahayaTuhan.

Page 4: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 4/19

Seseorang yang memmpelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang criteria

perbuatan baik dan buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang

baik dan perbuatan yang buruk.

Ilmua akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai

berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki IPTEK

yang majudisertaiakhlak yang mulia, niscayailmupengetahuaan yang Ia miliki itu akan

dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang

memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan,

namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan

disalahgunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana dimuka bumi.

Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan

ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha

menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai

perbuatan yang dapat membahyakan dirinya.

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ilmu Akhlak bertujuan untuk

memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan

yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia beruasaha melakukannya,

dan terhadap yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya.

A.  HUBUNGAN ILMU AKHAK DENGAN ILMU TASAWUF

Para ahli Ilmu Tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama

tasawuf falsafi, kedua tasawuf akhlaki, dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf 

ini tujuannya yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari

perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan

demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu

berakhlak mulia. Ketiga macam tasawuf ini berbeda dalam hal pendekatan yang

Page 5: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 5/19

digunakan. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio

atau akal pikiran, karena dalam tasawuf ini menggunakan bahan-bahan kajian atau

pemikiran yang terdapat pada kalangan filosof, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia,

hubungan manusia dengan Tuhan dan lain sebagainya. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari

takhalli (mengosongkan diri dengan akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan

akhlak terpuji), tajalli (terbukanya dinding penghalang (hijab) yang membatasi manusia

dengan Tuhan, sehingga Nur Ilahi tampak jelas padanya. Sedangkan pada tasawuf amali

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliah atau wirid, yang selanjutnya

mengambil bentuk tarikat. Dengan mengamalkan tasawuf baik yang bersifat falsafi,

akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya berakhlak baik. Perbuatan yang

demikian itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan sendiri, dan bukan karena

terpaksa.

Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian

yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya ketika mempelajari Tasawuf ternyata pula

bahwa al-Quran dan al-hadis mementingkan akhlak. Al-Quran dan al-hadis

menekankan kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong

  menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar,pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin,

mencintai ilmu, dan berpikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang

muslim, dan dimasukkan kedalam dirinya dari semasa ia kecil.

Sebagaimana diketauhi bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena

bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa,

haji, zikir, dan lain sebagainya, yangsemuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan

diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erathubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut

mengatakan, bahwa ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan

akhlak. Ibadah dalam al-Quran dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti

melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat

Page 6: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 6/19

baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar maruf nahi

munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencega orang dari hal-hal yang tidak baik.

Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution

lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya

membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu, dalam istilah sufi

disebut dengan al-takhalluq bi akjlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti

Allah, atau al-ittishab bi shifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki

Allah.

B. HUBUNGAN ILMU AKHAK DENGAN ILMU TAUHID

Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu

yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu yang

terpinting di antara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu

Ushul al-Din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam

selalu diberi nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian karena masalah yang pokok

dalam Islam. Selain itu ilmu ini juga dikatakan dengan ilmu aqaid, credo atau keyakinan-

keyakinan, dan buku-buku yang menguppas tentang keyakinan-keyakinan diberi judul

al-Aqaid (ikatan yang kokoh).

Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara harfiah berarti ilmutentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda Tuhan, maka yang

dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada di dalam al-Quran, dan masalah ini pernah

menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras di kalangan ummat Islam di

abad ke sembilan dan kesepuluh Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan

penganiayaan terhadap sesama muslim.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia, maka yang

dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silatlidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.

Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid maka kita dapat memperoleh

kesan yang mendalam bahwa Ilmu tauhid itu pada intinya berkaitan dengan upaya

memahami dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Juga

Page 7: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 7/19

termasuk pula pembahasan ilmu tauhid yaitu rukun Iman.

Nah, bagaimana hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu tauhid? Sekuang-kurangnya dapat

dilihat melalui tiga analisis sebagai berikut:

1. Dilihat dari segi objek pembahasannya.

Ilmu tauhid membahas masalah masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-

Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu akan menjadi landasan

untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju semata-

mata karena Allah SWT. Dan utuk mengarahkan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlsan

ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Alla SWT. Berfirman:

X&YV  V¤(« [  V¡©¹ªY k X½¾!ºª' ¥W X½±I 

Y¦\Y>¥Q  U¡.¥YV  RSUR!d  Uª#¹W¥YV  RSU\   ]|WYV  ¡D   T].LWº 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan

ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka

mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

(QS. Al-Bayyinah, 98:5).

2. Dilihat dari segi fungsinya.

Ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup denganmenghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting

adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang

terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percapa bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang

mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat Allah itu. adapun

rukun iman yang harus dibina itu adalah:

a. Beriman kepada Allah

Jika seorang beriman kepada Allah dan percaya kepada sifat-sifatnya yang sembilanpuluh sembilan itu maka Asmaul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan.

Dengan cara demikian beriman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap

pembentukan akhlak yang mulia.

b. Beriman kepada malaikat

Page 8: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 8/19

Yang dimaksud disini adalah agar manusia meniru sifat-sifat terpuji yang terdapat pada

malaikat, seperti jujur, amanah, tidak pernah durhaka, dan patuh pelaksanaan segala

yang diperintahkan Tuhan.

c. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Tuhan (Al-Quran)

Secara akhlaki harus diikuti dengan upaya menjadikan al-Quran sebagai wasit, hakim

serta imam dalam kehidupan. Secara tidak sengaja maka kita mengikuti akhlak yang

sesuai dengan akhlak yang terdapat dalam al-Quran.

d. Beriman kepada Rasul-rasul Allah.

Dalam diri para rasul terdapat akhlak yang mulia. Khususnya pada diri Rasulullah

Muhammad SAW. Kita sebagai manusia diperintahkan untuk mecontoh akhlak yang ada

pada diri Rasul Allah tersebut.

Dengan cara demikian beriman kepad para rasul akan mneimbulkan akhlak yang mulia.

Hal ini dapat diperkuat lagi dengan cra meniru sifat-sifat yang wajib pada Rasul, yanitu

sifat shidik (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan ajaran sesuai dengan

perintah Allah), dan fathanah (cerdas).

e. Beriman kepada hari akhirat

Dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa selama amal perbuatan

yang dilakukan selama di dunia ini akan dimintakan pertanggung jawabannya nanti.Kebahagiaan hidup di akhirat yang ditentukan oleh amal perbuatan yang baik dan

sebanyak-banyaknya akan mendorong sesseorang memiliki etos kerja untuk selalu

melakukan perbuatan yang baik selama hidupnya di dunia ini.

f. Beriman kepada qada dan qadar

Agar orang yang percaya kepada qada dan qadar Tuhan itu senantiasa mau bersyukur

terhadap keputusan Tuhan dan rela menerima segala keputusan-Nya. Perbuatan yang

demikian merupakan perbuatan akhlak yang mulia.3. Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal shalih.

Hubungan antara iman dan amal shalih banyak sekali kita jumpai di dalam Al-Quran

maupun hadis. Misalnya:

\W» ]RYYV [ GU¥=&¹W¥  p0]Q \U¡.N]W¥  ].» X]J\k 

Page 9: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 9/19

µ3¡KS=¹X  i2ª3  [  V¡KW   À½   ¸2Lc¢6V  ?DX]Q  e.M& 

`1ºW  U¡.O!`c©YV  :.!µcR$ 

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka

menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian

mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang

kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. Al-Nisa, 4: 65).

].q6  XF\  X%¸UW  X½¾>&¹W¡.º  W  ÀU¥¥¡   R  m 

U¡YYV  Y¦µWY   ¸2¡KS=¹X  FV  U¦U¢X   Y>¹ª.]  

Y>¹ªWVYV    ]vq}WV«YV  ¥2ªH  XFU¡W!º¡.º 

Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan

Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami

mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-

Nur, 24: 51).

].q6  GU¥>&¹W¡.º  X½±k  W  Xª   l  ¶1R!CYV 

 ¸2§O¨Uª!ª  WYV  ¶1Y!ª#   ¸2O¸R!X¥  ~©Q©+}XY¦   ¸2§Oº)]]  

=>}].  R#X¥YV  µ3KRY   XFUª!kYUX+X     ¼±k 

GU¡.¥   RSUR!d  e.&YV   ¸2¡K}Y>º]Y   XFU¢>¥    

]vq}WV«  ¥2ªH  XFU¥>&¹W¡.º  ]]Q     ¸ Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah

gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman

mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-

orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami

berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.

(QS. Al-Anfal, 8: 2-4).

Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut secra seksama akan tampak bahwa ayat-ayattersebut seluruhnya bertemakan keimanan dalam hubungannya dengan akhlak mulia.

Ayat-ayat tersebut memberi petunjuknya dengan akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut

dengan jelas bahwa keimanan harus dimaifestasikan dalam perbuatan akhlak dalam

bentuk kerelaan dalam menerima keputusan yang diberikan nabi terhadap perkara yang

Page 10: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 10/19

diperselisihkan di antara manusia, patut dan tunduk terhadap keputusan Allah dan

rasulnya, bergetar hatinya jika dibacakan ayat-ayat Allah, bertawakkal, melaksanakan

shalat dengan khusyu, berinfaq di jalan Allah, menjauhi perbuatan yang tidak ada

gunanya, menjaga farjinya, dan tidak ragu-ragu dalam berjuang di jalan Allah. Maka

disinilah letaknya hubungan antara keimanan dengan pembentukan Ilmu Akhlaq. Dari

uraian yang agak panjang lebar di atas, dapat dilihat dengan jelas hubungan antara

keimanan yang dibahas dalam Ilmu tauhid dengan perbuatan yang dibahas dalam Ilmu

Akhlak. Ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu

akhlak tampil dengan memberikan penjabaran dan pengalaman dari Ilmu Tauhid.

Tauhid tampa akhlak yang mulia tiada artinya, dan akhlak yang mulia tampa tauhid

maka tidak akan kokoh. Selain itu tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak

memberi isi terhadap arahan tersebut.

C. HUBUNGAN ILMU AKHAK DENGAN ILMU JIWA

Dilihat dari segi bidang garapannya, Ilmu Jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan

yang tampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui psikologis yang

dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan,

misalnya akan melahirkan perbuatan sikap yang enangpula, sebaliknya jiwa yang kotor,

banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat,sesat dan menyesatkan orang lain.

Dengan demikian ilmu jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek batin manusia

dengan cara penginterpretasikan perilakunya yang tampak. Melalui bantuan informasi

yang diberikan ilmu jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan al-Quran, maka secara

teoritis ilmu Akhlak dapat dibangun dengan kokoh. Hal ini lebih lanjut dapat kita jumpai

dalam uraian mengenai akhlak yang diberikan Quraish Shihab, dalam buku terbarunnya,

Wawasan al-Quran. Ia mengatakan bahwa: Kita dapat berkata bahwa secara nyataterlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik, dan juga

sebaliknya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut. Lebih lanjut

mengutip ayat yang berbunyi:

©Q}S=¹]]HYV  ½º±]¶> 

Page 11: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 11/19

Maka Kami telah memberi petunjuk (kepada)nya dua jalan mendaki mendaki (baik dan

buruk). (QS. Al-Balad, 90:10).

Namun demikian dalam kesimpulannya, Quraish Shihab berpendapat bahwa walaupun

kesua potensi ini (baik dan buruk) terdapat dalam diri manusia, namun ditemukan

isyarat-isyarat dalam al-Quran bahwa kebajikan lebih dahulu menghias diri manusia

daripada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.

Selain itu di dalam ilmu jiwa juga terdapat informasi tentang perbedaan psikologis yang

diaami seseorang pada setiap jenjang usianya. Gejala psikologis yang dialami anak usia

di bawah 5 tahun (balita), kanak-kanak (5-6 tahun), anak-anak (7-12tahun), remaja (13-

19 tahun), dewasa (20-40 tahun), orang tua (41-60 tahun), lanjut usia (61-seterusnya)

ternyata berlainan.

Banyak hasil pembinaan akhlak yang telah dilakukan para ahli dengan mempergunakan

 jasa yang diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para psilolog terhadap perbaikan

anak-anak nakal, berperlaku menyimpang dan lain sebaginya.

D. HUBUNGAN ILMU JIWA DENGAN ILMU PENDIDIKAN

Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai

berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam

ilmu ini antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran(kurikulum), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses

belajar-mengajar, dan lain sebagainya.

Semua aspek pendidikan ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan

pendidikan ini dalam pandangan Islam banyak berhubungan dengan kualitas mansuia

yang berakhlak. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan

adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang

mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara ituMohd. Athiyah al-Abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah adalah

  jiwa dari pendidikan islam, dan islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi

pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna

adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa

Page 12: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 12/19

tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul fatah jalal

mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai

hamba Allah.

Jika rumusan dari keempat tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan antara satu dengan

yang lainnya. Maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan Islam adalah

terbentuknya seorang hamba Allah yang patut dan tunduk melaksanakan segala

perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang

mulia. Rumusan ini menggambarkan bahwa antara Pendidikan Islam dan Ilmu Akhlak

ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan

anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.

E. HUBUNGAN ILMU AKHAK DENGAN FILSAFAT

Filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berpikir mendalam, radikal, sampai

ke akar-akarnya, universal dan tematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat

mengenai segala sesuatu. Di dalam filsafat segala sesuatu dibahas untuk ditemukan

hakikatnya.

Di antara filsafat obyek pemikiran filsafat yan erat kaitannya dengan Ilmu Akhlak adalah

tentang manusia. Para filosof Muslim seperti Ibn Sina (980-1037 M.) dan al-Gazali (1059-

1111 M) memiliki pemikiran tentang manusia sebagaimana terlihat dalam pemikirannyatentang jiwa.

Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibn Sina merupakan petunjuk bahwa

dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan

lebih lanjut menjadi konsep Ilmu Akhlak.

Pemikiran al-Gazali ini memberikan petunjuk adanya perbedaan cara pendekatan dalam

menghadapi seseorang sesuai dengan tingkat dan daya tangkapnya. Pemikiran yang

demikian akan membantu dalam merumuskan metode dan pendekatan yang tepatdalam mengajarkan akhlak.

Pemikiran tentang manusia dapat pula kita jumpai pada Ibn Khaldun. Dalam pemikiran

Ibn Khaldun tampak bahwa manusia adalah makhlik budaya yang kesempurnaannya

baru akan tewujud manakala ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ia

Page 13: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 13/19

menunjukkan tentang perlunya pembinaan manusia, termasuk dalam pembinaan

manusia dalam pembinaan akhlaknya.

Manusia dalam konteks insan adalah manusia yang berakal yang memerankan diri

sebagai subyek kebudayaan dalam pengertian ideal. Gambaran tentang manusia yang

terdapat dalam pemikiran filosof itu akan memberikan masukan yang amat berguna

dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia,

memperlakukannya, berkomunikasi dengannya dan sebagainya. Engan cara demmikian

akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang

aman dan damai.

Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhubungan dengan ilmu akhlak tersebut,

maka seseorang yang akan memperdalam Ilmu Akhlak, perlu pula melengkapi dirinya

dengan berbagai ilmu pengetahuan yang disebutkan di atas. Selain itu urian tersebut di

atas menunjukkan dengan jelas bahwa Ilmu Akhlak adalah ilmu yang sangat akrab atau

berdekatan dengan berbagai permasalahan lainnya yang ada disekitar manusia.

a. Akhlak 

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan

linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive)

dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu

if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat

(kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).

Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas,

sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka

timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau

Page 14: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 14/19

isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang

sudah demikian adanya.

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai

pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal

sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan

bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan

perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam

(pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang

dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah

sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling

dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita

dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan

akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah

menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan

mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang

bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa

perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,

tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan

atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan

akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena

bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak

yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan

karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.[3] 

b. Etika 

Page 15: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 15/19

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti

watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu

pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa

etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.

Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-

beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu

yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh

manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan

menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi

yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah,

dan sebagainya.

Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan

empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya

membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika

bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat

mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan,

kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas

perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan

sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan

penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan

tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika

lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia.

Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi

sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.

Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang

berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik

Page 16: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 16/19

atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik

atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir.

Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran

manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah

laku yang dihasulkan oleh akal manusia.

c. Moral 

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos

yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral

adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan

batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat

dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang

digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik

atau buruk, benar atau salah.

Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat

mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama

membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau

buruk.

Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,

kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk

menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang

digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep,

sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang

berkembang di masyarakat.

Page 17: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 17/19

Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku

manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral

atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk

pengkajian system nilai yang ada.

Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut

conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad.

Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk

melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan

objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai

hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada

setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga,

kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.

Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih

mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh

masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan

memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang

berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai

tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran

moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan

tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

d. Karakteristik dalam ajaran Islam 

Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam

atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal

menempati posisi sebagai sifat.

Page 18: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 18/19

Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja,

mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya

yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan

akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan

social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.

Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai-nilai

universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal

sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini,

bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun

etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama

(akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara

sesame manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika

digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan

sepenuhnya oleh etika atau moral.

Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri,

khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup

berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk (manusia,

binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa).

3.  Penutup 

Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan

akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia

untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki

terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga

sejahtera batiniah dan lahiriyah.

Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang

dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk

Page 19: Akhlak Tasawuf Book

8/8/2019 Akhlak Tasawuf Book

http://slidepdf.com/reader/full/akhlak-tasawuf-book 19/19

berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang

berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan

baik buruk itu adalah al-qur'an dan al-hadis.

Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan

pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih

banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral

dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral

dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.

Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan.

Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari

produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan

baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan

yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila

berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.