5.bab 2 revisi 2
DESCRIPTION
bab 2TRANSCRIPT
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salmonella
Salmonella adalah golongan bakteri fakultatif gram negatif yang tergabung
dalam family Enterobacteriaceae atau yang sering disebut bakteri enterik (Todar,
2014). Jenis bakteri ini umumnya bersifat patogen untuk manusia dan hewan,
menular ke hospesnya melalui mulut sehingga menyebabkan enteritis, infeksi
sistemik, dan demam enterik (Jawetz et al., 2008: 260).
2.1.1 Salmonella typhi
a. Taksonomi
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacterialis
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella enterica
Subspesies : Salmonella enteric serovar typhi
(Todar, 2014).
b. Morfologi
Salmonella typhi (S.typhi) merupakan bakteri berbentuk batang, tidak
berspora, pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, berukuran 1-3,5 μm, dengan
besar koloni rata-rata 2-4 mm. Organisme ini berdasarkan kebutuhan oksigen bersifat
fakultatif anaerob, membutuhkan suhu 37o Celcius untuk pertumbuhannya,
memfermentasikan D-glukosa menghasilkan asam, oksidase negatif, katalase positif,
menghasilkan H2S dan gas dari maltosa dan trehalosa sedangkan asam dari manosa.
S. typhi bertahan dalam air yang membeku dalam waktu yang cukup lama, tahan
terhadap bahan kimia tertentu seperti brilliant green, natrium tetrationat dan natrium
5
deoksikolat yang menghambat bakteri lain sehingga senyawa-senyawa tersebut sering
ditambahkan pada media kultur selektif Salmonella (Jawetz et al., 2008: 260).
Morfologi bakteri dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Salmonella typhi (Sumber: Todar, 2014)
c. Antigen
Seperti halnya bakteri lain dalam Enterobacteriaceae, S. typhi memiliki
beberapa struktur antigen. Antigen bakteri ini terdiri dari tiga macam yaitu
somatic antigens, surface antigens dan flagellar antigens (Todar, 2014), yang
akan diuraikan dibawah ini.
1) Somatik (O) antigens
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol. Antigen O merupakan
antigen yang sering digunakan untuk kepentingan diagnosa klinik.
2) Surface (Vi) antigens
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi
bakteri dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, Antigen ini akan rusak
bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60oC atau dengan pemberian asam dan
fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.
3) Flagellar (H) antigens
S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga di miliki
beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu
60oC.
6
2.1.2 Salmonella typhimurium
a. Taksonomi
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacterialis
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella enteric
Subspesies : Salmonella enteric serovar typhimurium
(Todar, 2014).
b. Morfologi
Salmonella typhimurium merupakan bakteri berbentuk batang yang
bersifat gram negatif dan memiliki peritrik flagel yang berfungsi sebagai alat
gerak. Uraian gambaran tersebut dapat dilihat di gambar 2.2. Salmonella
typhimurium memiliki bentuk koloni yang berbeda tergantung media tempat
penanamannya, bila ditanam pada media NA akan terbentuk koloni bulat halus
dengan diameter 2-4mm, sedangkan pada media selektif seperti SS, maka koloni
yang terbentuk menampakkan gambaran biru kehijau-hijauan dengan pusat hitam
yang menunjukkan bahwa spesies ini tidak memfermentasikan laktosa. Terdapat
beberapa metabolit yang digunakan untuk mengidentifikasi S. typhimurium seperti
citrat, lisin dekarboksilase dan hidrogen sulfide (Rosenberger et al., 2000).
Berdasarkan karakteristik metabolitnya S. typhimurium memproduksi H2S,
menghasilkan asam dan gas dari maltosa, xylose, arabinosa, trehalosa, dan inositol
(Ngwai, 2006).
7
Gambar 2.2 Salmonella typhimurium (Sumber: Dennis Kunkel Microscopy, 2004)
c. Antigen
Salmonella typhimurium mempunyai tiga macam antigen utama untuk
diagnostik atau identifikasi yaitu: antigen somatic (O), antigen flagel (H) dan
antigen kapsul (Vi) (Todar, 2014).
1) Antigen somatic serupa dengan antigen somatic (O) pada bakteri
Enterobacteriaceae lainnya. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100oC,
alkohol, dan asam. Antibodi yang dibentuk akibat pajanan dari antigen O adalah
IgM.
2) Antigen flagel (H) adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat
dirusak dengan pemanasan diatas 60oC dan alkohol (Chart, 2002).
3) Antigen Vi adalah polimer polisakarida yang bersifat asam dan termolabil.
Terdapat di bagian paling luar dari badan bakteri. Dapat dirusak dengan
pemanasan 60oC selama 1 jam (Brooks et al., 2004).
2.2 Demam Tifoid
2.2.1 Epidemiologi
Indonesia merupakan negara dengan tingkat infeksi bakteri genus
Salmonella yang tinggi sehingga negara ini digolongkan dalam negara endemik
demam enterik. Demam tifoid dan paratifoid termasuk demam enterik. Di negara
endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid (Parry, 2005).
Menurut WHO, terdapat 21 juta kasus dengan 216.000-600.000 kematian yang
didominasi oleh anak-anak usia sekolah dan dewasa muda per tahunnya. Asia
8
dengan 274 kasus dari 100.000 populasi menjadi benua dengan insiden demam
tifoid tertinggi di dunia, terutama di negara-negara Asia Tenggara (WHO, 2013).
Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian demam tifoid
yang tinggi yaitu 800 kasus dari 100.000 penduduk, dengan angka kematian 2%
pertahun (Widoyono, 2008: 35).
2.2.2 Patogenesis
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui
barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement,
dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi
menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah
melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya
tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang
negatif . Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari (Bhutta, 2006).
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa,
dan sumsum tulang. Bakteri juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag
(Bhutta, 2006). Setelah periode replikasi, bakteri akan disebarkan kembali ke
dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus
menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan
gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen (Bhan et al., 2005).
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati
dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum
tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi
pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang meng-akibatkan
nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul
ulserasi (Parry, 2005).
9
Kekambuhan dapat terjadi bila bakteri masih menetap dalam organ-organ
sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.
Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa
bakteri atau carrier (Parry, 2005).
2.2.3 Gejala Klinik
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau
gejala yang bervariasi mulai dari yang ringan hingga gejala berat bahkan disetai
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian (Bhutta, 2006).
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini berupa gejala yang mirip
dengan penyakit infeksi akut lainnya seperti demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare dan perasaan perut tidak enak. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh yang meningkat. Khas demam dari
penyakit ini adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam
hari. Dalam minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan
mental seperti somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis (Widodo, 2009:
2798).
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat bermanfaat
untuk mendapatkan hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat mencegah
terjadinya komplikasi. Pengetahuan mengenai gambaran klinis penyakit sangat
penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini. Pada kasus-kasus tertentu,
dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk membantu
menegakkan diagnosis (Zulkarnain, 2000: 6).
Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan
pemeriksaan pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat
dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium
lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis relatif ). Ciri lain yang
10
sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofilia (Widodo, 2009:
2798).
Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium
didasarkan pada 3 prinsip yaitu (1) Isolasi bakteri, (2) Deteksi antigen mikroba,
(3) Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab (Mehta, 2008).
Isolasi bakteri didapatkan melalui kultur darah yang merupakan gold
standart dari diagnostik demam tifoid. Sedangkan pemeriksaan yang berfungsi
untuk mendeteksi antigen mikroba adalah uji widal, uji TUBEX, dan uji typhidot.
Uji widal memiliki prinsip untuk mendeteksi adanya reaksi aglutinasi antara
antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium (Widodo, 2009: 2798).
Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik cepat, berguna
untuk mendeteksi antibody anti-S.typhi O9 pada serum pasien (Widodo, 2009).
Sedangkan uji Typhidot adalah uji yang berguna untuk mendeteksi IgM dan IgG.
Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya
IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase pertengahan (Mehta,
2008).
2.2.5 Hewan Model Penelitian Demam Tifoid
Mencit merupakan hewan yang sering digunakan sebagai animal model
demam tifoid (Mathur et al., 2012). Salmonella typhimurium merupakan serotipe
salmonella yang digunakan untuk memberikan infeksi kepada mencit karena
secara normal Salmonella typhi tidak dapat menginfeksi mencit (Crump et al.,
2004). Menurut Mian et al (2011) keberadaan TRL11 pada organ pencernaan
yang menyebabkan kebalnya mencit dari infeksi S.typhi. TRL11 adalah Toll-like
receptor yang mampu mengenali protein ligan dari patogen yang masuk ke organ
pencernaan sehingga TRL11 ini tergabung dalam sistem imun pada mencit
(Mathur et al., 2012).
11
2.3 Tanaman Delima (Punica granatum L)
Delima merupakan tanaman berasal dari Persia dan Himalaya (India
Selatan). Tanaman ini tersebar di daerah tropis sampai subtropis, dari dataran
rendah sampai di bawah 1.000m dpl. Tanaman delima menyukai tanah gembur
yang tidak terendam air, dengan air tanah yang tidak dalam (Asy-sayid, 2011).
Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia tetapi tanaman ini mampu
beradaptasi dan tumbuh baik di wilayah Indonesia (Rukmana, 2003). Delima
tersebar luas di Indonesia sehingga buah ini memiliki sebutan-sebutan tersendiri
di setiap daerahnya seperti, Glima (Aceh), Glimau mekah (Gayo), Dalimo
(Batak), Delima (Melayu), Dlima (Jawa Tengah), Dhalima (Madura), Jeliman
(Sasak), Talima (Bima), Dila daelak (Roti), dan Lekokase (Timor) (Asy-sayid,
2011).
2.3.1 Morfologi Tanaman Delima
Tanaman delima merupakan tanaman tahunan yang memiliki akar
tunggang dan sistem perakaran yang cukup dalam. Batang tanaman berkayu,
keras, tegak lurus dan dapat tumbuh sekitar 2m-4m atau lebih (Rukmana, 2003).
Tanaman delima memiliki banyak cabang, ranting bersegi dan berduri pada ketiak
daunnya (Asy-sayid, 2011). Daun tanaman delima tergolong daun tunggal,
bertangkai pendek, dan letaknya berkelompok, memiliki pertulangan yang
menyirip, permukaan mengkilat, panjang 1-9cm, lebar 0,5-2,5cm, dan berwarna
hijau (Morton, 1987). Gambar pohon delima dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pohon Delima (National Tropical Botanical Garden, 2014)
12
Delima memiliki bunga tunggal bertangkai pendek, keluar di ujung
ranting atau ketiak daun yang paling atas. Biasanya terdapat 1-5 buah yang
berwarna merah, putih atau ungu. Tanaman ini berbunga setiap tahunnya
(Rukmana, 2003). Gambaran bunga delima dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Bunga delima (M’henni, 2011)
Buah delima berbentuk bulat sampai bundar dan bergelantungan pada
dahan. Buah muda berwarna hijau sampai hijau kemerah-merahan, namun setelah
tua berubah menjadi hijau kekuning-kuningan sampai hijau kemerah-merahan
hampir kecoklatan tergantung jenisnya (Rukmana, 2003). Gambar dari uraian
diatas dapat dilihat di gambar 2.5. Di dalam buah delima terdapat biji-biji yang
mewakili 52% berat satu buah delima, biji-biji tersebut yang berbentuk bulat,
kecil, keras dan merah (Morton, 1987).
Gambar 2.5 Buah Delima (National Tropical Botanical Garden, 2014)
13
2.3.2 Taksonomi Delima
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi` : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Punica
Spesies : Punica granatum
(National Plant Database, 2004).
2.3.3 Kandungan Buah Delima
Kandungan kimia buah delima berbeda-beda setiap buahnya, hal tersebut
dipengaruhi oleh tanah, suhu cara penyimpanan dan lain-lain. Dalam buah delima
terdapat beberapa kandungan kimia inti seperti mineral, glukosa, asam amino,
vitamin, flavonoid dan antosianin (Martos, 2010). Berbeda dengan buahnya,
kandungan kimia pada biji delima didominasi oleh lemak seperti Stigmasterol, β-
Sitosterol, Daucosterol, Camesterol, 17-α-Estradiol, Estrone, Testosterone dan
Estriol (Chaturvedula and Indra, 2011).
2.3.4 Kandungan Kulit Delima
Kandungan kimia dominan pada kulit delima adalah tannin dan flavonoid.
Kedua senyawa tersebut memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Rajan. et al.,
2011), antitumour (Khan et al., 2007), antidiare (Das et al., 1999) dan
antilipoperoksidasi (Reddy et al., 2007). Berikut merupakan uraian dari senyawa
tannin dan flavonoid.
a. Tannin
Tannin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup
tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tannin
14
terdapat dalam banyak buah dan sayur. Berdasarkan tipe struktur dasar, tannin
dibagi menjadi 2 grup, yaitu:
1) Tannin terhidrolisis
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk
jembatan oksigen, maka dari itu tannin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan
asam sulfat atau asam klorida (Hagerman, 2002).
2) Tannin terkondensasi
Jenis ini lebih banyak ditemukan daripada tannin terhidrolisa. Tannin
terkondensasi disebut juga procyanidins atau leucoanthocyanidins karena banyak
terdapat bentuk cyanidins didalamnya (Deshpande, 2002).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
kulit buah delima. Manfaat Flavonoid diantaranya sebagai anti tumor, anti HIV,
immunostimulant, antioksidan, analgesik, antiinflamasi, antivirus, antifungal,
antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik, dan sebagai vasodilator (de Padua
et al., 1999). Flavonoid memiliki efek antibakteri karena kemampuannya
menghambat pembentukan DNA gyrase bakteri sehingga mendorong terjadinya
kerusakan pada double stranded DNA (Chusnie and Lamb, 2006).
2.4 Antibakteri
Antibakteri ialah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang
merugikan manusia. Dalam pembicaraan ini yang dimaksudkan dengan bakteri
terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Berdasarkan
mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok (Setiabudy, 2009).
2.4.1 Menghambat Metabolisme Sel Bakteri
Antibakteri ini memiliki mekanisme kerja berupa efek bakteriostatik.
Mekanismenya didasari oleh senyawa kunci yaitu asam folat. Mikroba
membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia
yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintesis sendiri
15
asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila
sulfonamide atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan
dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang
nonfungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu. Berdasarkan sifat
kompetisi, efek sulfonamide dapat diatasi dengan meningkatkan kadar PABA.
Antibakteri yang tergabung dalam kelompok ini ialah sulfonamide, trimetoprim,
asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon (Setiabudy, 2009).
2.4.2 Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri
Dinding sel bakteri, terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks
polimer mukopeptida (glikopeptida). Sikloserin menghambat reaksi yang paling
dini dalam proses sintesis dinding sel, diikuti berturut-turut oleh basitrasin,
vankomisin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yang terkahir dalam
rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih
tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan
terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin,
vankomisin, dan sikloserin (Setiabudy, 2009).
2.4.3 Mengganggu Keutuhan Membran Sel Bakteri
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien
serta berbagai antibakteri kemoteraupetik, umpamanya antiseptik surface active
agents. Polimiksin sebagai senyawa ammonium-kuaterner dapat merusak
membrane sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel bakteri
(Setiabudy, 2009).
2.4.4 Menghambat Sintesis Protein Sel Bakteri
Protein merupakan hal yang penting dalam hidup mikroba. Mikroba
mensintesis berbagai protein di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi
dinyatakan sebagai 3OS dan 5O5. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.
Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin
berikatan dengan komponen ribosom 3OS dan menyebabkan kode pada mRNA
salah baca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk
protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik
aminoglikosid lainnya yaitu gentamisin, kan
mekanisme kerja yang sama namun potensialnya berbeda
dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin,
tetrasiklin dan kloramfenikol
2.4.5 Menghambat Sintesis Asam
Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah rif
golongan kuinolon (Setiabudy, 2009).
berikatan dengan enzim polymerase
sintesis RNA oleh enzim tersebut. Sedangkan golongan kuinolon bekerja dengan
menghambat topoisomerase. Salah satu antibiotik yang
kuinolon adalah levofloxacin (Chambers, 2007).
Levofloxacin (gambar 2.6) adalah
yang merupakan isomer L
,3-dihydro-3-methyl-10-
benzoxazine-6-carboxylic acid
Gambar 2.6 Levofloxacin ( Chemnet, 2014)
Mekanisme kerja dari levofloxacin adalah dengan menghambat enzim
DNA-gyrase, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA
(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.
Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin
berikatan dengan komponen ribosom 3OS dan menyebabkan kode pada mRNA
salah baca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk
protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik
aminoglikosid lainnya yaitu gentamisin, kanamisin, dan neomisin memiliki
mekanisme kerja yang sama namun potensialnya berbeda. Obat yang termasuk
dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin,
fenikol (Setiabudy, 2009).
Menghambat Sintesis Asam Nukleat Sel Bakteri
Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, dan
(Setiabudy, 2009). Dalam hal ini, derivat rifampisin akan
berikatan dengan enzim polymerase-RNA (pada sub unit) sehingga menghambat
enzim tersebut. Sedangkan golongan kuinolon bekerja dengan
menghambat topoisomerase. Salah satu antibiotik yang tergabung dalam golongan
kuinolon adalah levofloxacin (Chambers, 2007).
Levofloxacin (gambar 2.6) adalah antibiotika quinolon generasi ketiga
merupakan isomer L-ofloxacin, dengan nama kimianya: (-)-(S)-
-(4-methyl-1-piperazinyl)-7-oxo-7H-pyrido[1,2,3
carboxylic acid (Chemnet, 2014).
Gambar 2.6 Levofloxacin ( Chemnet, 2014)
anisme kerja dari levofloxacin adalah dengan menghambat enzim
, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA
(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk
16
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.
Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin
berikatan dengan komponen ribosom 3OS dan menyebabkan kode pada mRNA
salah baca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk
protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik
amisin, dan neomisin memiliki
. Obat yang termasuk
dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin,
ampisin, dan
Dalam hal ini, derivat rifampisin akan
RNA (pada sub unit) sehingga menghambat
enzim tersebut. Sedangkan golongan kuinolon bekerja dengan
tergabung dalam golongan
antibiotika quinolon generasi ketiga
-9-fluoro-2
pyrido[1,2,3-de]-1, 4-
anisme kerja dari levofloxacin adalah dengan menghambat enzim
, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA-gyrase
(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk
17
memelihara struktur superheliks DNA, juga diperlukan untuk replikasi, transkripsi
dan perbaikan DNA (Nufus, 2012). Levofloxacin diindikasikan untuk sinusitis
maksilaris akut, bronkitis kronis dengan eksaserbasi bakteri akut, pneumonia,
infeksi kulit dan struktur kulit tanpa komplikasi, infeksi saluran kemih dengan
komplikasi dan pielonefritis akut. Selain untuk penyakit-penyakit yang disebutkan
sebelumnya, levofloxacin juga diindikasikan untuk demam tifoid (Martindale,
2002). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nelwan et al, levofloxacin
memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan dengan sangat baik, dapat membunuh
S.typhi intraseluler di dalam monosit/ makrofag. Selain itu Nelwan et al juga
melakukan studi dengan membandingkan levofloxacin terhadap obat standar
ciprofloxacin untuk terapi demam tifoid tanpa komplikasi. Levofloxacin diberikan
dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari dan ciprofloxacin diberikan dengan dosis 500
mg, 2 kali sehari masing-masing selama 7 hari. Kesimpulan dari studi ini adalah
bahwa pada saat ini levofloxacin lebih bermanfaat dibandingkan ciprofloxacin
dalam hal waktu penurunan demam, hasil mikrobiologi dan secara bermakna
memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ciprofloxacin.
Levofloxacin terbagi menjadi dua sediaan yaitu 250mg dan 500mg.
Kontraindikasi untuk obat ini adalah epilepsi, riwayat gangguan tendon, anak-
anak, remaja, wanita hamil dan menyusui (Brusch et al., 2014).
18
2.5 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.7 Skema kerangka teori penelitian
Keterangan Gambar: diteliti: tidak diteliti
2.6 HipotesisEkstrak air kulit buah delima (Punica granatum L) memiliki efektifitas
antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhimurium secara in vivo.
Ekstrak air kulit buah delima (Punica granatum L)
Tannin Flavonoid
Menghambat DNA gyrase
Merusak dinding sel
bakteri
Menghambat pertumbuhan Salmonellatyphimurium
Levofloxacin