5.bab 2 revisi 2

15
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella Salmonella adalah golongan bakteri fakultatif gram negatif yang tergabung dalam family Enterobacteriaceae atau yang sering disebut bakteri enterik (Todar, 2014). Jenis bakteri ini umumnya bersifat patogen untuk manusia dan hewan, menular ke hospesnya melalui mulut sehingga menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enterik (Jawetz et al., 2008: 260). 2.1.1 Salmonella typhi a. Taksonomi Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacterialis Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella Spesies : Salmonella enterica Subspesies : Salmonella enteric serovar typhi (Todar, 2014). b. Morfologi Salmonella typhi (S.typhi) merupakan bakteri berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, berukuran 1-3,5 μm, dengan besar koloni rata-rata 2-4 mm. Organisme ini berdasarkan kebutuhan oksigen bersifat fakultatif anaerob, membutuhkan suhu 37 o Celcius untuk pertumbuhannya, memfermentasikan D-glukosa menghasilkan asam, oksidase negatif, katalase positif, menghasilkan H 2 S dan gas dari maltosa dan trehalosa sedangkan asam dari manosa. S. typhi bertahan dalam air yang membeku dalam waktu yang cukup lama, tahan terhadap bahan kimia tertentu seperti brilliant green, natrium tetrationat dan natrium

Upload: citra

Post on 23-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

Page 1: 5.BAB 2 revisi 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Salmonella

Salmonella adalah golongan bakteri fakultatif gram negatif yang tergabung

dalam family Enterobacteriaceae atau yang sering disebut bakteri enterik (Todar,

2014). Jenis bakteri ini umumnya bersifat patogen untuk manusia dan hewan,

menular ke hospesnya melalui mulut sehingga menyebabkan enteritis, infeksi

sistemik, dan demam enterik (Jawetz et al., 2008: 260).

2.1.1 Salmonella typhi

a. Taksonomi

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacterialis

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enterica

Subspesies : Salmonella enteric serovar typhi

(Todar, 2014).

b. Morfologi

Salmonella typhi (S.typhi) merupakan bakteri berbentuk batang, tidak

berspora, pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, berukuran 1-3,5 μm, dengan

besar koloni rata-rata 2-4 mm. Organisme ini berdasarkan kebutuhan oksigen bersifat

fakultatif anaerob, membutuhkan suhu 37o Celcius untuk pertumbuhannya,

memfermentasikan D-glukosa menghasilkan asam, oksidase negatif, katalase positif,

menghasilkan H2S dan gas dari maltosa dan trehalosa sedangkan asam dari manosa.

S. typhi bertahan dalam air yang membeku dalam waktu yang cukup lama, tahan

terhadap bahan kimia tertentu seperti brilliant green, natrium tetrationat dan natrium

Page 2: 5.BAB 2 revisi 2

5

deoksikolat yang menghambat bakteri lain sehingga senyawa-senyawa tersebut sering

ditambahkan pada media kultur selektif Salmonella (Jawetz et al., 2008: 260).

Morfologi bakteri dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Salmonella typhi (Sumber: Todar, 2014)

c. Antigen

Seperti halnya bakteri lain dalam Enterobacteriaceae, S. typhi memiliki

beberapa struktur antigen. Antigen bakteri ini terdiri dari tiga macam yaitu

somatic antigens, surface antigens dan flagellar antigens (Todar, 2014), yang

akan diuraikan dibawah ini.

1) Somatik (O) antigens

Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol. Antigen O merupakan

antigen yang sering digunakan untuk kepentingan diagnosa klinik.

2) Surface (Vi) antigens

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi

bakteri dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, Antigen ini akan rusak

bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60oC atau dengan pemberian asam dan

fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.

3) Flagellar (H) antigens

S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga di miliki

beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu

60oC.

Page 3: 5.BAB 2 revisi 2

6

2.1.2 Salmonella typhimurium

a. Taksonomi

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacterialis

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enteric

Subspesies : Salmonella enteric serovar typhimurium

(Todar, 2014).

b. Morfologi

Salmonella typhimurium merupakan bakteri berbentuk batang yang

bersifat gram negatif dan memiliki peritrik flagel yang berfungsi sebagai alat

gerak. Uraian gambaran tersebut dapat dilihat di gambar 2.2. Salmonella

typhimurium memiliki bentuk koloni yang berbeda tergantung media tempat

penanamannya, bila ditanam pada media NA akan terbentuk koloni bulat halus

dengan diameter 2-4mm, sedangkan pada media selektif seperti SS, maka koloni

yang terbentuk menampakkan gambaran biru kehijau-hijauan dengan pusat hitam

yang menunjukkan bahwa spesies ini tidak memfermentasikan laktosa. Terdapat

beberapa metabolit yang digunakan untuk mengidentifikasi S. typhimurium seperti

citrat, lisin dekarboksilase dan hidrogen sulfide (Rosenberger et al., 2000).

Berdasarkan karakteristik metabolitnya S. typhimurium memproduksi H2S,

menghasilkan asam dan gas dari maltosa, xylose, arabinosa, trehalosa, dan inositol

(Ngwai, 2006).

Page 4: 5.BAB 2 revisi 2

7

Gambar 2.2 Salmonella typhimurium (Sumber: Dennis Kunkel Microscopy, 2004)

c. Antigen

Salmonella typhimurium mempunyai tiga macam antigen utama untuk

diagnostik atau identifikasi yaitu: antigen somatic (O), antigen flagel (H) dan

antigen kapsul (Vi) (Todar, 2014).

1) Antigen somatic serupa dengan antigen somatic (O) pada bakteri

Enterobacteriaceae lainnya. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100oC,

alkohol, dan asam. Antibodi yang dibentuk akibat pajanan dari antigen O adalah

IgM.

2) Antigen flagel (H) adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat

dirusak dengan pemanasan diatas 60oC dan alkohol (Chart, 2002).

3) Antigen Vi adalah polimer polisakarida yang bersifat asam dan termolabil.

Terdapat di bagian paling luar dari badan bakteri. Dapat dirusak dengan

pemanasan 60oC selama 1 jam (Brooks et al., 2004).

2.2 Demam Tifoid

2.2.1 Epidemiologi

Indonesia merupakan negara dengan tingkat infeksi bakteri genus

Salmonella yang tinggi sehingga negara ini digolongkan dalam negara endemik

demam enterik. Demam tifoid dan paratifoid termasuk demam enterik. Di negara

endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid (Parry, 2005).

Menurut WHO, terdapat 21 juta kasus dengan 216.000-600.000 kematian yang

didominasi oleh anak-anak usia sekolah dan dewasa muda per tahunnya. Asia

Page 5: 5.BAB 2 revisi 2

8

dengan 274 kasus dari 100.000 populasi menjadi benua dengan insiden demam

tifoid tertinggi di dunia, terutama di negara-negara Asia Tenggara (WHO, 2013).

Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian demam tifoid

yang tinggi yaitu 800 kasus dari 100.000 penduduk, dengan angka kematian 2%

pertahun (Widoyono, 2008: 35).

2.2.2 Patogenesis

Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui

beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat

bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus

pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui

barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement,

dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi

menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah

melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya

tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang

negatif . Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari (Bhutta, 2006).

Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan

berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa,

dan sumsum tulang. Bakteri juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag

(Bhutta, 2006). Setelah periode replikasi, bakteri akan disebarkan kembali ke

dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus

menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan

gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen (Bhan et al., 2005).

Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati

dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum

tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi

pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang meng-akibatkan

nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul

ulserasi (Parry, 2005).

Page 6: 5.BAB 2 revisi 2

9

Kekambuhan dapat terjadi bila bakteri masih menetap dalam organ-organ

sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.

Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa

bakteri atau carrier (Parry, 2005).

2.2.3 Gejala Klinik

Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau

gejala yang bervariasi mulai dari yang ringan hingga gejala berat bahkan disetai

komplikasi yang dapat menyebabkan kematian (Bhutta, 2006).

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini berupa gejala yang mirip

dengan penyakit infeksi akut lainnya seperti demam, nyeri otot, nyeri kepala,

anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare dan perasaan perut tidak enak. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh yang meningkat. Khas demam dari

penyakit ini adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam

hari. Dalam minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi

relatif, lidah berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan

mental seperti somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis (Widodo, 2009:

2798).

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat bermanfaat

untuk mendapatkan hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat mencegah

terjadinya komplikasi. Pengetahuan mengenai gambaran klinis penyakit sangat

penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini. Pada kasus-kasus tertentu,

dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk membantu

menegakkan diagnosis (Zulkarnain, 2000: 6).

Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan

pemeriksaan pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat

dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium

lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis relatif ). Ciri lain yang

Page 7: 5.BAB 2 revisi 2

10

sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofilia (Widodo, 2009:

2798).

Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium

didasarkan pada 3 prinsip yaitu (1) Isolasi bakteri, (2) Deteksi antigen mikroba,

(3) Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab (Mehta, 2008).

Isolasi bakteri didapatkan melalui kultur darah yang merupakan gold

standart dari diagnostik demam tifoid. Sedangkan pemeriksaan yang berfungsi

untuk mendeteksi antigen mikroba adalah uji widal, uji TUBEX, dan uji typhidot.

Uji widal memiliki prinsip untuk mendeteksi adanya reaksi aglutinasi antara

antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang

digunakan pada uji widal adalah suspensi yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium (Widodo, 2009: 2798).

Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik cepat, berguna

untuk mendeteksi antibody anti-S.typhi O9 pada serum pasien (Widodo, 2009).

Sedangkan uji Typhidot adalah uji yang berguna untuk mendeteksi IgM dan IgG.

Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya

IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase pertengahan (Mehta,

2008).

2.2.5 Hewan Model Penelitian Demam Tifoid

Mencit merupakan hewan yang sering digunakan sebagai animal model

demam tifoid (Mathur et al., 2012). Salmonella typhimurium merupakan serotipe

salmonella yang digunakan untuk memberikan infeksi kepada mencit karena

secara normal Salmonella typhi tidak dapat menginfeksi mencit (Crump et al.,

2004). Menurut Mian et al (2011) keberadaan TRL11 pada organ pencernaan

yang menyebabkan kebalnya mencit dari infeksi S.typhi. TRL11 adalah Toll-like

receptor yang mampu mengenali protein ligan dari patogen yang masuk ke organ

pencernaan sehingga TRL11 ini tergabung dalam sistem imun pada mencit

(Mathur et al., 2012).

Page 8: 5.BAB 2 revisi 2

11

2.3 Tanaman Delima (Punica granatum L)

Delima merupakan tanaman berasal dari Persia dan Himalaya (India

Selatan). Tanaman ini tersebar di daerah tropis sampai subtropis, dari dataran

rendah sampai di bawah 1.000m dpl. Tanaman delima menyukai tanah gembur

yang tidak terendam air, dengan air tanah yang tidak dalam (Asy-sayid, 2011).

Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia tetapi tanaman ini mampu

beradaptasi dan tumbuh baik di wilayah Indonesia (Rukmana, 2003). Delima

tersebar luas di Indonesia sehingga buah ini memiliki sebutan-sebutan tersendiri

di setiap daerahnya seperti, Glima (Aceh), Glimau mekah (Gayo), Dalimo

(Batak), Delima (Melayu), Dlima (Jawa Tengah), Dhalima (Madura), Jeliman

(Sasak), Talima (Bima), Dila daelak (Roti), dan Lekokase (Timor) (Asy-sayid,

2011).

2.3.1 Morfologi Tanaman Delima

Tanaman delima merupakan tanaman tahunan yang memiliki akar

tunggang dan sistem perakaran yang cukup dalam. Batang tanaman berkayu,

keras, tegak lurus dan dapat tumbuh sekitar 2m-4m atau lebih (Rukmana, 2003).

Tanaman delima memiliki banyak cabang, ranting bersegi dan berduri pada ketiak

daunnya (Asy-sayid, 2011). Daun tanaman delima tergolong daun tunggal,

bertangkai pendek, dan letaknya berkelompok, memiliki pertulangan yang

menyirip, permukaan mengkilat, panjang 1-9cm, lebar 0,5-2,5cm, dan berwarna

hijau (Morton, 1987). Gambar pohon delima dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pohon Delima (National Tropical Botanical Garden, 2014)

Page 9: 5.BAB 2 revisi 2

12

Delima memiliki bunga tunggal bertangkai pendek, keluar di ujung

ranting atau ketiak daun yang paling atas. Biasanya terdapat 1-5 buah yang

berwarna merah, putih atau ungu. Tanaman ini berbunga setiap tahunnya

(Rukmana, 2003). Gambaran bunga delima dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bunga delima (M’henni, 2011)

Buah delima berbentuk bulat sampai bundar dan bergelantungan pada

dahan. Buah muda berwarna hijau sampai hijau kemerah-merahan, namun setelah

tua berubah menjadi hijau kekuning-kuningan sampai hijau kemerah-merahan

hampir kecoklatan tergantung jenisnya (Rukmana, 2003). Gambar dari uraian

diatas dapat dilihat di gambar 2.5. Di dalam buah delima terdapat biji-biji yang

mewakili 52% berat satu buah delima, biji-biji tersebut yang berbentuk bulat,

kecil, keras dan merah (Morton, 1987).

Gambar 2.5 Buah Delima (National Tropical Botanical Garden, 2014)

Page 10: 5.BAB 2 revisi 2

13

2.3.2 Taksonomi Delima

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi` : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Lythraceae

Genus : Punica

Spesies : Punica granatum

(National Plant Database, 2004).

2.3.3 Kandungan Buah Delima

Kandungan kimia buah delima berbeda-beda setiap buahnya, hal tersebut

dipengaruhi oleh tanah, suhu cara penyimpanan dan lain-lain. Dalam buah delima

terdapat beberapa kandungan kimia inti seperti mineral, glukosa, asam amino,

vitamin, flavonoid dan antosianin (Martos, 2010). Berbeda dengan buahnya,

kandungan kimia pada biji delima didominasi oleh lemak seperti Stigmasterol, β-

Sitosterol, Daucosterol, Camesterol, 17-α-Estradiol, Estrone, Testosterone dan

Estriol (Chaturvedula and Indra, 2011).

2.3.4 Kandungan Kulit Delima

Kandungan kimia dominan pada kulit delima adalah tannin dan flavonoid.

Kedua senyawa tersebut memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Rajan. et al.,

2011), antitumour (Khan et al., 2007), antidiare (Das et al., 1999) dan

antilipoperoksidasi (Reddy et al., 2007). Berikut merupakan uraian dari senyawa

tannin dan flavonoid.

a. Tannin

Tannin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup

tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tannin

Page 11: 5.BAB 2 revisi 2

14

terdapat dalam banyak buah dan sayur. Berdasarkan tipe struktur dasar, tannin

dibagi menjadi 2 grup, yaitu:

1) Tannin terhidrolisis

Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk

jembatan oksigen, maka dari itu tannin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan

asam sulfat atau asam klorida (Hagerman, 2002).

2) Tannin terkondensasi

Jenis ini lebih banyak ditemukan daripada tannin terhidrolisa. Tannin

terkondensasi disebut juga procyanidins atau leucoanthocyanidins karena banyak

terdapat bentuk cyanidins didalamnya (Deshpande, 2002).

b. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

kulit buah delima. Manfaat Flavonoid diantaranya sebagai anti tumor, anti HIV,

immunostimulant, antioksidan, analgesik, antiinflamasi, antivirus, antifungal,

antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik, dan sebagai vasodilator (de Padua

et al., 1999). Flavonoid memiliki efek antibakteri karena kemampuannya

menghambat pembentukan DNA gyrase bakteri sehingga mendorong terjadinya

kerusakan pada double stranded DNA (Chusnie and Lamb, 2006).

2.4 Antibakteri

Antibakteri ialah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang

merugikan manusia. Dalam pembicaraan ini yang dimaksudkan dengan bakteri

terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Berdasarkan

mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok (Setiabudy, 2009).

2.4.1 Menghambat Metabolisme Sel Bakteri

Antibakteri ini memiliki mekanisme kerja berupa efek bakteriostatik.

Mekanismenya didasari oleh senyawa kunci yaitu asam folat. Mikroba

membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia

yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintesis sendiri

Page 12: 5.BAB 2 revisi 2

15

asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila

sulfonamide atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan

dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang

nonfungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu. Berdasarkan sifat

kompetisi, efek sulfonamide dapat diatasi dengan meningkatkan kadar PABA.

Antibakteri yang tergabung dalam kelompok ini ialah sulfonamide, trimetoprim,

asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon (Setiabudy, 2009).

2.4.2 Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri

Dinding sel bakteri, terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks

polimer mukopeptida (glikopeptida). Sikloserin menghambat reaksi yang paling

dini dalam proses sintesis dinding sel, diikuti berturut-turut oleh basitrasin,

vankomisin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yang terkahir dalam

rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih

tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan

terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin,

vankomisin, dan sikloserin (Setiabudy, 2009).

2.4.3 Mengganggu Keutuhan Membran Sel Bakteri

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien

serta berbagai antibakteri kemoteraupetik, umpamanya antiseptik surface active

agents. Polimiksin sebagai senyawa ammonium-kuaterner dapat merusak

membrane sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel bakteri

(Setiabudy, 2009).

2.4.4 Menghambat Sintesis Protein Sel Bakteri

Protein merupakan hal yang penting dalam hidup mikroba. Mikroba

mensintesis berbagai protein di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada

bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi

dinyatakan sebagai 3OS dan 5O5. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua

Page 13: 5.BAB 2 revisi 2

komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.

Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin

berikatan dengan komponen ribosom 3OS dan menyebabkan kode pada mRNA

salah baca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk

protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik

aminoglikosid lainnya yaitu gentamisin, kan

mekanisme kerja yang sama namun potensialnya berbeda

dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin,

tetrasiklin dan kloramfenikol

2.4.5 Menghambat Sintesis Asam

Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah rif

golongan kuinolon (Setiabudy, 2009).

berikatan dengan enzim polymerase

sintesis RNA oleh enzim tersebut. Sedangkan golongan kuinolon bekerja dengan

menghambat topoisomerase. Salah satu antibiotik yang

kuinolon adalah levofloxacin (Chambers, 2007).

Levofloxacin (gambar 2.6) adalah

yang merupakan isomer L

,3-dihydro-3-methyl-10-

benzoxazine-6-carboxylic acid

Gambar 2.6 Levofloxacin ( Chemnet, 2014)

Mekanisme kerja dari levofloxacin adalah dengan menghambat enzim

DNA-gyrase, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA

(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk

komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.

Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin

berikatan dengan komponen ribosom 3OS dan menyebabkan kode pada mRNA

salah baca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk

protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik

aminoglikosid lainnya yaitu gentamisin, kanamisin, dan neomisin memiliki

mekanisme kerja yang sama namun potensialnya berbeda. Obat yang termasuk

dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin,

fenikol (Setiabudy, 2009).

Menghambat Sintesis Asam Nukleat Sel Bakteri

Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, dan

(Setiabudy, 2009). Dalam hal ini, derivat rifampisin akan

berikatan dengan enzim polymerase-RNA (pada sub unit) sehingga menghambat

enzim tersebut. Sedangkan golongan kuinolon bekerja dengan

menghambat topoisomerase. Salah satu antibiotik yang tergabung dalam golongan

kuinolon adalah levofloxacin (Chambers, 2007).

Levofloxacin (gambar 2.6) adalah antibiotika quinolon generasi ketiga

merupakan isomer L-ofloxacin, dengan nama kimianya: (-)-(S)-

-(4-methyl-1-piperazinyl)-7-oxo-7H-pyrido[1,2,3

carboxylic acid (Chemnet, 2014).

Gambar 2.6 Levofloxacin ( Chemnet, 2014)

anisme kerja dari levofloxacin adalah dengan menghambat enzim

, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA

(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk

16

komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.

Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin

berikatan dengan komponen ribosom 3OS dan menyebabkan kode pada mRNA

salah baca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk

protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik

amisin, dan neomisin memiliki

. Obat yang termasuk

dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin,

ampisin, dan

Dalam hal ini, derivat rifampisin akan

RNA (pada sub unit) sehingga menghambat

enzim tersebut. Sedangkan golongan kuinolon bekerja dengan

tergabung dalam golongan

antibiotika quinolon generasi ketiga

-9-fluoro-2

pyrido[1,2,3-de]-1, 4-

anisme kerja dari levofloxacin adalah dengan menghambat enzim

, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA-gyrase

(topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk

Page 14: 5.BAB 2 revisi 2

17

memelihara struktur superheliks DNA, juga diperlukan untuk replikasi, transkripsi

dan perbaikan DNA (Nufus, 2012). Levofloxacin diindikasikan untuk sinusitis

maksilaris akut, bronkitis kronis dengan eksaserbasi bakteri akut, pneumonia,

infeksi kulit dan struktur kulit tanpa komplikasi, infeksi saluran kemih dengan

komplikasi dan pielonefritis akut. Selain untuk penyakit-penyakit yang disebutkan

sebelumnya, levofloxacin juga diindikasikan untuk demam tifoid (Martindale,

2002). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nelwan et al, levofloxacin

memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan dengan sangat baik, dapat membunuh

S.typhi intraseluler di dalam monosit/ makrofag. Selain itu Nelwan et al juga

melakukan studi dengan membandingkan levofloxacin terhadap obat standar

ciprofloxacin untuk terapi demam tifoid tanpa komplikasi. Levofloxacin diberikan

dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari dan ciprofloxacin diberikan dengan dosis 500

mg, 2 kali sehari masing-masing selama 7 hari. Kesimpulan dari studi ini adalah

bahwa pada saat ini levofloxacin lebih bermanfaat dibandingkan ciprofloxacin

dalam hal waktu penurunan demam, hasil mikrobiologi dan secara bermakna

memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ciprofloxacin.

Levofloxacin terbagi menjadi dua sediaan yaitu 250mg dan 500mg.

Kontraindikasi untuk obat ini adalah epilepsi, riwayat gangguan tendon, anak-

anak, remaja, wanita hamil dan menyusui (Brusch et al., 2014).

Page 15: 5.BAB 2 revisi 2

18

2.5 Kerangka Teori Penelitian

Gambar 2.7 Skema kerangka teori penelitian

Keterangan Gambar: diteliti: tidak diteliti

2.6 HipotesisEkstrak air kulit buah delima (Punica granatum L) memiliki efektifitas

antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhimurium secara in vivo.

Ekstrak air kulit buah delima (Punica granatum L)

Tannin Flavonoid

Menghambat DNA gyrase

Merusak dinding sel

bakteri

Menghambat pertumbuhan Salmonellatyphimurium

Levofloxacin