103551208 miastenia gravis

28
1 BAB I PENDAHULUAN Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor possinaptik nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ). Patologi dasar adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot posinaptik disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi. 1 Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot semakin berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot setelah masa istirahat. Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling parah, tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan umum secara berfluktuasi. Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi darurat adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenik krisi dan kolinergik krisis. 1 MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati. Terapi farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin intravena (IVIG). Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati MG. Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien dengan MG memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan dokter perawatan primer. 1 MG ini jarang terjadi. Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per 1.000.000. Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000 orang. Angka ini telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena peningkatan umur pasien dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20% pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut mengalami krisis pertama mereka dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia, adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi meningkat dari 0,75 per 100.000 pada 1958 - 4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986. MG dapat terjadi pada semua usia. Puncak kejadian pada wanita terjadi dalam dekade ketiga

Upload: adhitya-wicaksono

Post on 30-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 103551208 Miastenia Gravis

1

BAB I

PENDAHULUAN

Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap

saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor

possinaptik nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ). Patologi dasar

adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot posinaptik

disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi. 1

Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot

semakin berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot

setelah masa istirahat. Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling

parah, tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan

umum secara berfluktuasi. Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi

darurat adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenik krisi dan kolinergik

krisis. 1

MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati. Terapi

farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti

kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin

intravena (IVIG). Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati

MG. Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien

dengan MG memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan

dokter perawatan primer. 1

MG ini jarang terjadi. Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per

1.000.000. Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000

orang. Angka ini telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena

peningkatan umur pasien dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20%

pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut

mengalami krisis pertama mereka dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di

Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia,

adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi meningkat dari 0,75

per 100.000 pada 1958 - 4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986. MG dapat terjadi

pada semua usia. Puncak kejadian pada wanita terjadi dalam dekade ketiga

Page 2: 103551208 Miastenia Gravis

2

kehidupan, sedangkan puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam

atau ketujuh. Usia rata-rata adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada pria.

MG neonatal Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang memperoleh

antibodi anti-ACHR melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi mungkin

menderita miastenia neonatus sementara karena efek dari antibodi. Kebanyakan

bayi yang lahir dari ibu myasthenic memiliki antibodi anti-ACHR saat lahir,

namun hanya 10-20% berkembang menjadi MG neonatal. Ini mungkin karena

efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang menghambat pengikatan antibodi anti-

ACHR untuk ACHR. Tingginya kadar antibodi serum ACHR ibu dapat

meningkatkan kemungkinan MG neonatal, dengan demikian, menurunkan titer

serum ibu selama periode antenatal dengan plasmaferesis mungkin berguna.

Secara klasik, rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan telah dianggap 3:2,

dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu, pasien berusia 20-

30 tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa yang lebih tua (yaitu,

pasien lebih tua dari 50 tahun). Studi menunjukkan, bagaimanapun, bahwa dengan

peningkatan harapan hidup, laki-laki dan perempuan berada pada rasio yang sama.

MG okular dominan pada laki-laki. Rasio laki-perempuan pada anak dengan MG

dan kondisi autoimun lain adalah 1:5. Permulaan MG di usia muda adalah

cenderung terjadi pada orang Asia dibandingkan ras lain. 2-3

Page 3: 103551208 Miastenia Gravis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Miastenia Gravis

Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis. Miastenia berarti

kelemahan otot motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama yang diinervasi oleh

nukleus motorik di batang otak seperti otot mata, otot kelopa mata, otot

pengunyah, dan otot wajah. Gravis sendiri berasal dari kata “grave” yang berarti

buruk. Miastenia gravis adalah penyakit kelemahan otot motorik yang berfluktuasi

dan prognosisnya buruk.4 Romi dkk mengatakan bahwa Miastenia gravis (MG)

adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan patologis yang

berfluktuasi dengan remisi dan eksaserbasi yang melibatkan kelompok otot satu

atau beberapa rangka, terutama disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor

asetilkolin (ACHR) di lokasi pasca sinaptik dari sambungan neuromuskuler tanpa

adanya gangguan sensorik. 5-6

2.2 Etiologi Miastenia Gravis

MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien. Meskipun penyebab utama di balik

perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah kekacauan

regulasi sistem kekebalan tubuh. MG jelas merupakan penyakit autoimun dimana

antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya. Dalam sebanyak 90% kasus umum,

IgG terhadap ACHR terbukti. Bahkan pada pasien yang tidak mengembangkan

miastenia klinis, anti-antibodi ACHR kadang-kadang dapat ditunjukkan. 1

Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk

antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase). biopsi otot pada pasien ini

menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang

bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien

positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan

keterlibatan anti MuSK positif MG okulobulbar. 1

Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan

orang dengan leukosit antigen tertentu manusia (HLA) jenis memiliki

Page 4: 103551208 Miastenia Gravis

4

kecenderungan genetik terhadap penyakit autoimun. Profil histokompatibilitas

kompleks meliputi HLA-B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum

terbukti berhubungan dengan bentuk ketat okular MG). Kedua SLE dan RA

mungkin berhubungan dengan MG. 1

Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan

reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi

antigen pemicu belum diidentifikasi. 1

Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG,

termasuk yang berikut: 1

a. Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin,

eritromisin, dan ampisilin)

b. Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi anti-

ACHR titer antibodi terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan,

dan pemulihan penuh dicapai minggu sampai bulan setelah penghentian

obat

c. Beta-adrenergik reseptor memblokir agen (misalnya, propranolol dan

oxprenolol)

d. Lithium

e. Magnesium

f. Procainamide

g. Verapamil

h. Quinidine

i. Klorokuin

j. Prednisone

k. Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)

l. Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)

m. Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini

harus digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk

menghindari blokade neuromuskuler yang berkepanjangan

n. Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular

dalam 1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan

pemulihan lengkap.

Page 5: 103551208 Miastenia Gravis

5

Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki penyakit

timus, 85% memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma. Tumor

Ektratimik mungkin termasuk sel kanker paru-paru kecil dan penyakit Hodgkin.

Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan memiliki hubungan

tertentu dengan MG okular. 1

2.3 Patofisiologi Miastenia Gravis

Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end

plate, molekul asetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui

neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach

(AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka,

memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat otot dan

menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan

berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka

akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk

menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah

AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran

postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor

endplates, sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit

dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir. Hasilnya adalah sebuah

transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari

penelitian antara lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi

endositosis, sehingga terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik,

autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir

situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan

kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah

AChR. 7

Page 6: 103551208 Miastenia Gravis

6

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran

autoantibodi terhadap AChR. (Burmester, Thieme : color atlas of immunology,

2003)

Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka

memiliki antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam

pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari

pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus

(misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat

fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan

timektomi, timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun,

stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.7

Gambar 2. Salah satu penyebab timbulnya autoantibodi terhadap AChR. (

Sumber : Burmester, Thieme : color atlas of immunology, 2003

Page 7: 103551208 Miastenia Gravis

7

2.4 Manifestasi klinis Miastenia Gravis

Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan

kelemahan otot yang umum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi

selama beberapa jam. Tidak terlalu terlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk

seiring berjalannya hari. 3

Tabel 1. Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering terjadi

sampai pada gejala yang jarang terjadi.

Sering terjadi

Jarang terjadi

Otot-otot Gejala

Ocular Ptosis dan penglihatan

ganda

Wajah Kesulitan mengunyah,

menelan, dan berbicara

Leher Kesulitan mengangkat

kepala saat posisi telentang

Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat

lengan setinggi bahu dan

kesulitan berdiri dari posisi

duduk dengan bantuan

tangan

Pernapasan Gangguan pernapasan dan

kesulitan untuk bangundari

posisi tertidur

Ekstremitas distal Kelemahan saat

mengenggam dan

kelemahan

pada pergelangan dan kaki

Sumber : Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia

Gravis. Muscle & Nerve. 2004

Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan

diplopia. Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala

Page 8: 103551208 Miastenia Gravis

8

okular. Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke

mata. Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang

tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak

mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal

sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel

pada arah otot yang lemah. 3

Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset

penyakit mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya

tidak terlihat beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien

melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir,

menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup.

Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot ekstraokular

atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi

setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yang tidak

ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan

jari (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu.

Setiap gangguan motilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil

didapatkan normal, harus mengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG. 3

Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata,

tetapi biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama. Jika sensasi wajah terganggu,

lesi yang mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus

dicurigai. Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua

kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkan gejala MG. Temuan

mungkin akan sulit untuk dilihat. 3

Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum

dari MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata

tertutup atas terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari

pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mata akan memperlihatkan adanya

fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena

pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh

kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan

kelemahan myasthenic. Biasanya tidak ada diplopia atau fotofobia dengan

Page 9: 103551208 Miastenia Gravis

9

blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan dipaksa

dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah. Kelemahan Orbicularis Oris

merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui

kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah.

Tertawa mengungkapkan apa yang disebut " myasthenic sneer". Pasien tersebut

tidak dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon. 3

Gambar 3. Pasien yang memperlihatkan gejala Miastenia gravis okuli.

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012

Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan

lidah, yang paling mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi

bagian dalam. Dalam kasus ringan MG, bicara cadel dapat terdeteksi hanya

selama berbicara berkepanjangan, seperti menjelang akhir wawancara dengan

dokter. Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah rentan terhadap

atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari atrofi ini. 3

Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam

mengunyah karena kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter),

sedangkan pembuka rahang tetap kuat. Ketika kelemahan parah, rahang mungkin

tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan tangan selama mengunyah. Salah

satu gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia karena kelemahan otot

lidah dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit

untuk ditelan dari yang padat, dan makanan panas lebih sulit daripada makanan

dingin. Adakalanya pasien untuk menggunakan es batu untuk meminum cairan

yang dibutuhkan. regurgitasi cairan ke hidung dapat menjadi masalah jika ada

kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan untuk menelan air liur adalah

Page 10: 103551208 Miastenia Gravis

10

konsekuensi paling parah kelemahan faring dan membutuhkan suktion mulut..

Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan tidak

hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi. 3

Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot

yang menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta

untuk menahan kepala ke atas. Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG

daripada ekstensor leher. Pasien telentang sangat mengalami kesulitan dalam

mengangkat kepala dari bantal. Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh

penutupan glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang

pita suara. Hal tersebut dapat dideteksi dengan adanya “stridor”, selama dalam

usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan darurat medis yang berkembang

kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal. 3

Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. pasien

myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk

mempertahankan jalan napas paten dikatakan crisis. kelumpuhan Vokal dapat

menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi

pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah. Batuk

membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama

dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG. Bahkan jika jalan napas paten,

otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin

terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm

H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus

diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi

wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan

namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk

membungkuk ke depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada diafragma.

Bahkan pasien yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan mungkin

memiliki kelemahan otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka dan dengan

demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan kurang perhatian pada siang

hari. Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam mengidentifikasi masalah

tersebut. 3

Page 11: 103551208 Miastenia Gravis

11

Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari

kelemahan otot pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan

inkontinensia urin mengklaim bahwa itu diringankan oleh obat antikolinesterase.

Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan prostat pada pria myasthenic

sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya dilakukan, sphincter

proksimal akan dihapus selama operasi, suatu sfingter eksternal yang lemah

mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama batuk atau regangan. 3

Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk

transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal

pada MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris. Kelemahan otot

ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk

mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur

menunjukkan kelemahan bahu dan lengan. kelelahan otot ekstremitas atas dapat

diuji secara semikuantitatif dengan kemampuan timing pasien untuk menahan

lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah

karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic syndrome. 3

Kelemahan otot ektrimitas bawah dimana kesulitan dalam berjalan

menaiki tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan

otot tungkai dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di

atas yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul

akan memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG,

dibandingkan dengan sisi tidak aktif. 3

Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.

Kelemahan yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan

pada miopati proksimal dari pada kelemahan otot distal. Kelemahan otot-otot

ekstremitas pada khususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan

prevalensinya hanya 10% saja. 3

Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:

a. Kelelahan, kurang tidur

b. Stres, kecemasan, Depresi

c. Kelelahan, gerakan berulang

Page 12: 103551208 Miastenia Gravis

12

d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim

e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)

f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan

beberapaantibiotik

g. Minuman beralkohol

h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah

i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan

mungkin tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.

j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.5 Klasifikasi Miastenia gravis

Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari

Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas

untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal,

sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang menjalani

terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya,

Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan. Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5

kelas utama dan subclass beberapa, sebagai berikut. 1

Tabel 2. Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of

America (MGFA).

Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat

menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal

Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta

adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.

Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

Kelas IIb

Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau

keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot

aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.

Page 13: 103551208 Miastenia Gravis

13

Kelas III

Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan

otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan

tingkat sedang

Kelas III a

Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot

orofaringeal yang ringan

Kelas III b

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot

anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat

ringan.

Kelas IV

Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan

dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami

kelemahan dalam berbagai derajat

Kelas IV a

Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan

atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan

dalam derajat ringan

Kelas IV b

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau

keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan

pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya

dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube

tanpa dilakukan intubasi.

Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012

Terdapat klasifikasi menurut osserman dimana miastenia gravis dibagi menjadi : 4

1. Ocular miastenia

Page 14: 103551208 Miastenia Gravis

14

terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan

tidak ada kematian

2. Generalized myiasthenia

a) Mild generalized myiasthenia

Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-

otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap

otot baik.

b) Moderate generalized myasthenia

Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat

tidak memuaskan.

3. Severe generalized myasthenia

Acute fulmating myasthenia

Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi

penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang

memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi

thymoma

4. Late severe myasthenia

Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari

myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma

kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan

tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-

gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak

menurun. 1

2.6 Diagnosis Miastenia Gravis

A. Pemeriksaan Fisik

Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan

sebagai berikut:

a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama

kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi

kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.

Page 15: 103551208 Miastenia Gravis

15

b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.

Lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau

atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian

tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak

lagi.

c. Uji kelelahan otot

Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien

untuk berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat

(uji Simpson). Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda kelelahan.

Peningkatan fenomena ptosis dapat ditunjukkan pada pasien dengan ptosis

bilateral dengan meninggikan dan menjaga kelopak mata yang lebih ptosis

dalam posisi yang tetap. Kelopak mata berlawanan perlahan jatuh dan

mungkin akan menutup sepenuhnya. Tanda kedutan kelopak mata

merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot. Pasien diarahkan untuk

melihat ke bawah selama 10-15 detik dan kemudian kembali dengan cepat

dalam posisi semula. Pengamatan pada gerak kelopak mata yang lebih

keatas ditambah dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi kembali ke

kondisi ptosis, mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi dan

pemulihan yang lambat dari otot. Tanda mengintip terjadi ketika fisura

palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak mata secara

volunter. 1

Muscle Grading Chart

Musle Gradation Description

5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh

4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang

3-sedang ROM penuh melawan gravitasi

2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi

1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi

0-nol Tanpa kontraksi

Tes Lainnya : 9

a. Tensilon atau Prostigmin tes

Page 16: 103551208 Miastenia Gravis

16

Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak

terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara

intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan

otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan

ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka

ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus

diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat

singkat. Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin

methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼

atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis

maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain

tidak lama kemudian akan lenyap. 9

b. Uji Kinin

Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian

diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan

itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,

strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya

disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik

tidak bertambah berat. 9

B. Pemeriksaan Laboratorium

a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi

Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu

miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.

80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita

dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-

asetilkolinreseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa

miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibodi.

Rata-rata titer antibodi pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibodi,

yang dilakukan oleh Tidall, di sampaikan pada tabel berikut: 1

Tabel 3. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia

Gravis.

Page 17: 103551208 Miastenia Gravis

17

Osserman Class Mean antibodi Titer Percent Positive

R 0.79 24

I 2.17 55

IIA 49.8 80

IIB 57.9 100

III 78.5 100

IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB =

moderate generalized,III = acute severe, IV = chronic severe

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07

Juni 2012

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada

penderita miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer

tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit

miastenia gravis.

b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi

Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis.

Tes ini menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita

thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Pada pasien tanpa thymoma

dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkanhasil positif.

c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1

Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-

AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang

positif untuk anti-MuSK Ab. 1

d. Antistriational antibodies

Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan

adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot

rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop

pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu

dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia

muda. Terdeteksinya titin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan

Page 18: 103551208 Miastenia Gravis

18

yang kuat akan adanya thymoma pada pasienmuda dengan miastenia

gravis. 1

C. Imaging

a. Chest x-ray

foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan

lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu

massa pada bagian anterior mediastinum. 7

Hasil roentgen belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma

ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk

mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama

pada penderita dengan usia tua. 7

b. MRI

Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin.

MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari

penyebab defisit pada saraf otak. 7

2.7 Differensial diagnosis Miastenia Gravis

Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen.

Ekspresi klinis dari gangguan ini adalah fitur miasthenik dalam bentuk

kelemahan otot variabel dan kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan

kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan patofisiologi yang berbeda

dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun. 4

1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)

Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang

jarang terjadi dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH)

pada sambungan neuromuskuler terjadi peningkatan tenaga pada detik-

detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulutkering, dan

sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama cell carcinoma

pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia

gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah

(2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi padafrekuensi yang tinggi (40

Page 19: 103551208 Miastenia Gravis

19

Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik

sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik,

dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal, sehingga

jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran post sinaptik tidak

mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi. 4

2. Botulisme

Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik,

termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf

parasimpatik, dan ganglia perifer. Blokade ini menghasilkan karakteristik

penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf

otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat

penurunan saraf adrenergik atau sensoris. Botulisme memiliki pola berat,

progresif, dan simetris. 4

2.8 Penatalaksanaan Miastenia Gravis

Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada

konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah

salah satu gangguan neurologis yang paling dapat diobati. Beberapa faktor

(misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan perkembangan penyakit) harus

dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau diubah. 1

Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen

imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan

immune globulin intravena (IVIG). 1

Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG.

Mereka bukan merupakan terapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi mereka

berfungsi dengan cara memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy

merupakan pilihan pengobatan yang penting untuk MG, terutama jika terdapat

thymoma. 1

MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan memburuk selama

beberapa hari atau minggu. Pengobatan memerlukan evaluasi kembali yang

terjadwal dan hubungan dokter-pasien yang dekat. Pasien dengan MG

memerlukan perawatan ketat bekerja sama dengan dokter. 1

Page 20: 103551208 Miastenia Gravis

20

Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien

myasthenic krisis dengan gagal pernapasan. Kegagalan pernapasan yang cepat

dapat terjadi jika pasien tidak diawasi dengan benar. Pasien harus diawasi sangat

hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan mengukur kekuatan inspirasi negatif

dan kapasitas vital. Setelah pasien dengan dugaan MGC telah diidentifikasi,

langkah segera harus diambil untuk mengintubasi pasien. Hal ini harus dilakukan

melalui intubasi oral cepat. Pasien harus disiapkan O2 mask sampai saturasi

oksigen arteri 97%. IV normal saline harus tetes cepat untuk menghindari

hipotensi yang berhubungan dengan intubasi. Pemantauan tekanan darah terus

menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen anestesi umum digunakan pada

dosis IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus dihindari kecuali

mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek mereka. Jika perlu,

agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus. Pengaturan ventilator harus

dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu ekspansi paru.

Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir ekspirasi

positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat badan ideal), dan

tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun dahulu, tidal volum yang besar

(12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG, literatur baru menunjukkan

bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan yang lebih cepat

(12-16 napas / menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang

terintubasi. 2

Page 21: 103551208 Miastenia Gravis

21

Bagan 1. Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.

Sumber : Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s :

Principle of Internal Medicine 16th

ed. McGraw Hill. 2005

Diagnosis MG

MG okular MG generalisata MG krisis

MRI kepala (+)→ reasses

Antikolinesterase

(pyridostigmine)

Intensive care unit

Antikolinesterase

(pyridostigmine)

Evaluasi untuk thimektomi Indikasi : thimoma atau MG

generalisata Evaluasi resiko operasi, FVC

Jika tidak

memuaskan Resiko bagus

FVC bagus

Resiko jelek

FVC jelek Plasmaparesis atau

IVIg

Thimektomi

Evaluasi status klinis, immunosupresan bila ada

indikasi

Imunosupresan

perbaikan Tidak ada

perbaikan

Page 22: 103551208 Miastenia Gravis

22

A. Kolinesterase inhibitor

a. Pyridostigmine

Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan

kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen

intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada

“short-acting” bromida neostigmine dan “long acting” klorida

ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.

MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua

gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada

pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV).

Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg

tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet

timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai

adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic

pada malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan

bervariasi antara pasien. 1

b. Neostigmine

Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga

memfasilitasi transmisi impuls di NMJ. Ini adalah AChE inhibitor

short-acting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk

yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan (SC).

Waktu paruhnya 45-60 menit. Obat ini sulit diserap dalam saluran

gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine

tidak ada. 1

c. Edrophonium

Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk

memprediksi respon terhadap long-acting cholinesterase inhibitor.

Seperti cholinesterase inhibitor lain, edrophonium menurunkan

metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di NMJ. 1

B. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan

untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun. Obat ini termasuk di

Page 23: 103551208 Miastenia Gravis

23

antara para agen imunomodulasi yang pertama kali digunakan untuk

mengobati MG dan masih sering digunakan dan efektif. Obat ini biasanya

digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon terhadap

AChE inhibitor dan thymectomy. Pengobatan jangka panjang dengan

kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau menyebabkan

perbaikan pada kebanyakan pasien. Perburukan mungkin terjadi awalnya,

perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu. Agen ini biasanya

diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun. Remisi didapatkan 30% dan perbaikan

40%. Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG maupun MG

generalisata. Mereka dapat dikombinasikan dengan obat imunosupresif

lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan durasi

yang lebih singkat. 1

a. Prednisone

Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di

Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka

panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat

hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan

dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi

eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi. Namun,

efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu. Peningkatan

signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun,

biasanya terjadi pada 1-4 bulan. 1

b. Methylprednisolone

Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan

pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral. Ini mengurangi

inflamasi dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan

membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler. 1

C. Imunosupresan

a. Azatioprin

Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan

hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan

steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan

Page 24: 103551208 Miastenia Gravis

24

enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg

BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan

pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan

laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon

bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek

samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan

steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis

yang ditingkatkan secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO.

Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja

azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid. Azathioprine

digunakan bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai

monoterapi. 1

b. Mycophenolate mofetil

sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-

sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama

mimum obat ini, disarankan untuk menghindari paparan sinar

ultraviolet. Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan setelah 1-2

bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6

bulan. Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan

azathioprine tidak dianjurkan. 1

c. Cyclosporine

Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x

sehari; setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari

dengan interval 2 minggu, sampai dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari)

dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang benar-benar

paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam

urat, potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien

secara ketat (setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu

setiap bulan jika pasien sudah stabil). 1

D. Imunoglobulin

IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan

berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti

Page 25: 103551208 Miastenia Gravis

25

dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg. IVIG efektif dalam MG

sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis. Dosis tinggi IVIG

berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui. Hal ini

digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan

periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis.

Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek

berlangsung hanya dalam waktu singkat. 1

E. Plasmaparesis

Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan

menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks

imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi

imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti

IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan

kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak

berlangsung lebih dari 2 bulan. Plasmaferesis merupakan terapi efektif

untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek

pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap

minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat

mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada

komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi

juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun

jarang). 1

F. Thimektomi

Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam

myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah

diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan

myasthenia gravis (MG) umum. Thimectomi dapat menyebabkan remisi.

American Association of Neurology merekomendasikan thimectomi untuk

nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG) autoimun. Thimectomi

direkomendasikan sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan

remisi atau perbaikan. 1

Page 26: 103551208 Miastenia Gravis

26

2.9 Prognosis Miastenia Gravis

a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%

b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%

c. 40% hanya gejala okuler.

Dalam myasthenia gravis (MG) okuler, > 50% kasus berkembang ke

myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%.

Sekitar 15-17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak

lanjut rata-rata hingga 17 tahun. Pasien-pasien ini disebut sebagai myasthenia

gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan kelemahan umum dan disebut

sebagai generalized myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari 37 pasien

myasthenia gravis (MG) menunjukkan bahwa kehadiran thymoma terkait dengan

gejala yang lebih buruk. 1

Page 27: 103551208 Miastenia Gravis

27

BAB III

KESIMPULAN

1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu

kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan

secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila

penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih

kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic

transmission atau pada neuromuscular junction.

2. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis

tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan

ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor

imunologik yang paling banyak berperanan.

3. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.

Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.

Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata .

Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa

kali.

4. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis

Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelas dan menurut

osserman terbagi dalam 4 tipe.

5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan Lab penunjang.

6. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga

tujuan penting: transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau

menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat

alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan

sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan

7. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang

mendapat pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler

Page 28: 103551208 Miastenia Gravis

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 20 Januari 2012. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012.

2. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern

Medical Journal. 2008; 101: 1: 69-63.

3. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis.

Muscle & Nerve. 2004; 29: 505-484.

4. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction.

In: Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victor’s : Principles of Neurology

8th

ed. McGraw Hill. 2005; 53: 1264-1250.

5. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological, and

therapeutic advances. Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.

6. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku

Kedokteran Dorland. 25 ed. EGC. 1998: 723.

7. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The

Neuromuscular Junction Kasper. In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo,

Jameson. Harrison’s : Principle of Internal Medicine 16th

ed. McGraw

Hill. 2005; 366: 2523-2518.

8. Burmester GR, Pezzutto A. Color Atlas of Immunology. 1st ed. Thieme.

2003: 239-238

9. Myasthenia Gravis & Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh

dari http://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 07 Juni

2012.