unud-340-1211692355-tesis final
TRANSCRIPT
TESIS
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL
PADA BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN WILAYAH VIII
(STUDI PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN KEHUTANAN DI PROVINSI BALI)
KOMANG SRIDANAYASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
TESIS
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL
PADA BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN WILAYAH VIII
(STUDI PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN KEHUTANAN DI PROVINSI BALI)
KOMANG SRIDANAYASA
NIM : 0990561032
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
i
2
Lembar Persetujuan Pembimbing
PROPOSAL PENELITIAN TESIS INI TELAH DISETUJUI DAN DISAHKAN
PADA TANGGAL 21 OKTOBER 2011
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.MH I Gede Yusa. SH, MH NIP. 195304011980031004 NIP. 1958012711985031002
Mengetahui :
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi, SH.SU Prof. Dr..dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP . 1956 0419 1983 031003 NIP. 1959 0215 1985 10 2001
ii
3
Tesis ini Telah Diuji
Oleh Panitia Penguji Pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 21 Oktober 2011
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor : 1978/UN.144/HK/2011 Tanggal 15 September 2011
Ketua : Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.MH
Anggota :
1. I Gede Yusa. SH, MH
2. Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH, M.Hum
3. I Nengah Suantra, SH, MH
4. Gde Marhaendra Wija Atmaja, SH, MH
.
iii
4
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Komang Sridanayasa
Tempat/Tanggal lahir : Busungbiu, 10 Oktober 1965
Jenis kelamin : Laki – laki
Alamat : Perum Sempidi Indah Permai Kec Mengwi, Kab.
Badung – Sempidi
Nomor Telepon : 081337315064
Jurusan : Magister Ilmu Hukum (Hukum Pemerintahan)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini merupakan hasil karya asli
penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan
penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Penulisan Tesis ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi
dari hasil karya penulis lain dan / atau dengan sengaja mengajukan karya atau
pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia
menerima sanksi akademik dan / atau sanksi hukum.
Demikian surat pernyataan ini penulis buat sebagai pertanggungjawaban
ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, Oktober 2011
Yang menyatakan
KOMANG SRIDANAYASA
NIM : 0990561032
iv
5
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan kemudahan bagi penyelesaian tesis ini yang diberi judul “
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural Pada Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII ( Studi pada Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Kehutanan di Provinsi Bali)”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Hukum (MH) pada Program Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas
Udayana Denpasar.
Disadari bahwa tanpa adanya bimbingan, arahan serta nasehat dari berbagai
pihak tesis ini tidak akan dapat diselesaikan. Untuk itu disampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
- Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD, selaku Rektor Universitas Udayana
yang telah menerima saya sebagai mahasiswa pada program studi Magister
Ilmu Hukum.
- Prof. Dr. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana yang memberi kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan S-2 di Universitas Udayana
- Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.MH, sebagai Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana dan sebagai Pembimbing I, memberikan
arahan selama perkuliahan dan juga memberikan dorongan moril dalam
rangka penyelesaian tesis ini. Serta atas ketulusannya telah memberikan
v
6
literature yang dapat memudahkan penyelesaian tesis ini. Atas bimbingan
yang baik serta ketulusan
beliau, semoga mendapat imbalan yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga dalam keadaan selamat dan sukses.
- Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi,S.H., S.U, Ketua Program Studi Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.
- I Gede Yusa, SH, MH, sebagai pembimbing II dalam penulisan tesis ini.
Karena ditengah-tengah kesibukannya beliau masih sempat memberikan
pengarahan, bimbingan dan koreksi dalam penulisan tesis ini. Serta atas
ketulusannya telah memberikan literature yang dapat memudahkan
penyelesaian tesis ini. Semoga mendapat imbalan yang sesuai dari Tuhan
Yang Maha Esa, sehingga dalam keadaan selamat dan sukses.
- Putu Gede Arya Sumertha Yasa, S.H., M.H, selaku Sekretaris Program
Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana atas berbagai
kemudahan selama perkuliahan maupun pada saat ujian proposal, dimana
hal tersebut banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
- Selanjutnya juga kepada tim Penguji Proposal Usulan Penelitian Tesis dan
Tim Penguji Tesis saya ini, yaitu Bapak Prof. Dr. Nyoman Parsa SH.
M.Hum, selaku Ketua Tim, Bapak I Nengah Suantra, SH.MH, Bapak
Marhaendra Wija Atmaja, SH. MH, selaku anggota Tim, yang telah
banyak membantu dan memberikan masukan-masukan yang berguna
dalam menyelesaikan penelitian/tesis saya.
vi
7
- Para guru besar dan para dosen penanggung jawab mata kuliah program
Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Pemerintah yang tidak dapat
saya sebutkan nama beliau satu persatu, saya ucapkan terima kasih yang
tidak terhingga pula, yang telah berkenan memberikan wawasan keilmuan
kepada saya selama mengikuti Program Magister Ilmu Hukum
Konsentrasi Hukum Pemerintah pada Universitas Udayana.
- Seluruh pegawai pada Program Magister Ilmu Hukum yang telah banyak
membantu kelancaran selama perkuliahan.
- Ir. Budi Susetiyo,MM Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
VIII Denpasar yang telah berkenan memberikan wawasan keilmuan dan
dorongan kepada saya selama mengikuti Program Magister Ilmu Hukum
Konsentrasi Hukum Pemerintah Pada Universitas Udayana.
- Khususnya kepada orang tua saya Ayahanda Ketut Ginantra Giri dan
Ibunda Ni Nyoman Normi yang telah mendidik dan mendoakan saya dan
telah mendukung studi saya.
- Istri dan Kedua anak-anak saya tercinta :
- Lilis Mulyani, S.Pd
- Luh Putu Sri Lestari
- Kadek Yunia Puspita Sari
dengan doa tiada henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan moril serta
materiil, sehingga memudahkan penyelesaian penulisan tesis ini.
vii
8
Tidak lupa pula saya sampaikan ucapan terima kasih yang tiada hentinya
kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan,
doa, partisipasi yang diberikan kepada saya, sehingga penyelesaian tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu
memberikan karunia dan kebahagiaan lahir batin kepada kita semua, agar ilmu
saya dapatkan berguna demi kepentingan bangsa dan Negara
Denpasar, September 2011
Penulis
viii
9
ABSTRAK
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural Pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
(Studi pada Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan di Propinsi Bali)
Penelitian ini mengkaji Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII di Propinsi Bali. Ada dua permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yakni berkenaan dengan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang tidak sesuai dengan persyaratan jabatan struktural. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang diperoleh melalui teknik telahan kepustakaan. Bahan hukum maupun informasi penunjang yang telah terkumpulkan tersebut terlebih dahulu dilakukan deskripsi dengan menguraikan proposisi-proposisi hukum dan non hukum yang dijumpai, interpretasikan untuk selanjutnya disitematisasi, dievaluasi serta diberikan argumentasi untuk mendapatkan simpulan atas permasalahan. tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan saat ini Keputusan Menteri Kehutanan yang mengatur jabatan struktural dan Non struktural, tidak terlihat adanya kepastian hukum persyaratan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Seksi Informasi Sumber Daya Hutan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar. Kata-kata kunci : Pengangkatan, Kompetensi, Jabatan Struktural, Keputusan
Menteri Kehutanan
10
ABSTRACT
The Appointment of Civil Servants in the Structural Position at the Central of Forest Stabilization of Regional VIII
(Studies in Technical Implementation Unit Ministry of Forestry in the Province of Bali)
This study examines the Civil Servants Appointment in a structural position at the Central of Forest Stabilization of Regional VIII in the Province of Bali. There are issues examined in this study with regard to the appointment of Civil Servant in a structural position that is incompatible with the requirements of structural positions.
This research is a normative legal research using the conceptual approach
and the legislation approach. Legal materials used in this study came from the research literature in the form of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials obtained through literature study techniques. Legal materials and information that have been collected supporting the first description by describing the propositions of law and non law encountered, interpreted for the next desystematization, evaluated and given an argument to get a conclusion to these problems.
The results of the study showed that up to now the Minister of Forestry
Decreesion governing the structural and non structural positions, shows no legal certainty requirements of the appointment of Civil Servants in structural positions, in the Section of Forest Resources Information, the Central of Forest Stabilization of Regional VIII, Denpasar. Key words: Appointmen, Civil Servent, Structural Position, Competence, Minister
of Forestry Decree
x
11
RINGKASAN
Munculnya masalah “Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Struktural” menjadi suatu persoalan yang menarik untuk dikaji terkait dengan
kompetensi dan konsistensi dalam menegakkan keadilan pelaksanaan
pengangkatan jabatan struktural”. Dengan demikian, pengkajian atas pengaturan
wewenang pemerintah pusat bidang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan struktural untuk mencegah terjadinya birokrasi dan konsistensi.” Menjadi
latar belakang lahirnya 2 (dua) permasalahan hukum yang dibahas pada bab 1
tesis ini. Adapun permasalahan yang dimaksud adalah berkenaan dengan
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar.” Dan mengenai sistim
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar. Pada Bab 1 juga di bahas
mengenai tujuan dan manfaat penelitian untuk kepentingan pragmatis, landasan
teoritis yang dijadikan pisau bedah kedua permasalahan seperti teori Negara
Hukum, Teori Kewenangan, Azas Dekonsentrasi, Azas Preferensi, Pengawasan
dan pembinaan serta metode penelitian yang diterapkan.
Pada Bab II, sebagai penjabaran lebih lanjut dari landasan teoritis
penelitian ini, dibahas tentang kewenangan pemerintah pusat pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Unit Pelaksana Teknis di
daerah dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural.
xii
12
Sebagai Bab pembahasan yaitu pada Bab III didiskripsikan beberapa hal
sebagai jawaban pertama atas isu hukum pertama dalam rumusan masalah.
Dengan demikian yang didiskripsikan adalah mengenai dasar hukum kewenangan
Pemerintah Pusat, pengaturan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
struktural Melalui pembahasan terhadap sub bab itu ditemukan jabatan birokrasi
yang hanya menampung jabatan struktural dan pengisiannya tidak berdasarkan
kompetensi yang dibutuhkan
. Sebagai bab pembahasan isu hukum dalam masalah kedua dilakukan Bab
IV yang diklasifikasikan bahasan yang dimulai dari pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil dalam jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
VIII Denpasar, Pola Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada pembinaan jabatan
struktural, Pola Karir Pegawai Negeri Sipil, Penegakan disiplin, Sengketa
kepegawaian dan Struktur organisasi.Dalam bab V, sebagai bab penutup tesis ini
dikemukakan kesimpulan dan saran penulis sebagai berikut :
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural Kementerian
Kehutanan pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Propinsi Bali
adalah tidak terlihat adanya kepastian hukum dan kosistensi persyaratan
pengangkatan jabatan struktural pada Seksi Informasi Sumber Daya Hutan.
Sebagai saran untuk kedepan Kementerian Kehutanan segera membuat
peraturan yang mengatur teknis persyaratan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural pada Unit Pelaksana Teknis di daerah.
xiii
13
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER ................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... x
ABSTRACT ..................................................................................................... xi
RINGKASAN ................................................................................................. xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah .................................................................... 11
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 11
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................. 12
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 12
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 12
1.5 Landasan Teoritis ..................................................................... 14
1.5.1 Teori Negara Hukum ...................................................... 15
1.5.2 Teori Kewenangan .......................................................... 17
1.5.3 Asas Dekonsentrasi ........................................................ 29
1.5.4 Asas Preferensi ............................................................... 32
1.5.5. Pengawasan dan Pembinaan .......................................... 33
1.6 Metode Penelitian ..................................................................... 41
1.6.1 Jenis Penelitian ................................................................ 41
1.6.2 Jenis Pendekatan ............................................................ 43
xiv
14
1.6.3 Sumber bahan Hukum ..................................................... 44
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .............................. 46
1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ....................................... 47
BAB II PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM
JABATAN STRUKTURAL
2.1 Kewenangan Pemerintah Pusat Dalam Pengangkatan
PNS Jabatan Struktural .......................................................... 49
2.2 Ruang Lingkup Manajemen Pegawai Negeri Sipil
dalam Jabatan Struktural ....................................................... 77
BAB III PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN
STRUKTURAL
3.1 Kedudukan Pemerintah Pusat pada UPT Daerah ..................... 87
3.2 Bentuk pengaturan Pegawai Negeri Sipil
dalam Jabatan Struktura ....................................................... l97
BAB IV SISTEM PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM
JABATAN STRUKTURAL
4.1 Pola Kinerja Pegawai Negeri Sipil dalam sistim pembinaan
jabatan struktural ...................................................................... 119
4.2 Pola Karir Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural ....... 124
4.3 Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil............................... 137
4.4 Sengketa Kepegawaian melalui PTUN ................................... 156
4.5 Struktur Organisasi Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
VIII Denpasar ........................................................................... 160
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 163
5.2 Saran ............................................................................................ 164
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 165
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Organisasi merupakan sekumpulan manusia yang bekerja bersama untuk
mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki baik sumber daya manusia maupun sumber daya
lainnya (modal, perlengkapan, dan sebagainya). Manusia merupakan sumber daya
yang penting bagi organisasi, karena manusia yang melakukan kerjasama,
manusia yang menyusun tujuan, manusia pula yang bekerja untuk mencapai
tujuan tersebut. Meskipun demikian untuk mencapai tujuan organisasi juga harus
didukung oleh tersedianya sumber daya yang lain.
Faktor penting dalam keberhasilan kinerja suatu organisasi adalah adanya
karyawan yang memiliki kemampuan serta mempunyai motivasi kerja yang
tinggi, sehingga dapat diharapkan suatu hasil kerja yang memuaskan. Kenyataan
tidak semua karyawan mempunyai kemampuan serta motivasi kerja sesuai dengan
harapan organisasi. Seorang karyawan yang mempunyai kemampuan sesuai
dengan harapan organisasi, kadang-kadang tidak mempunyai motivasi kerja yang
tinggi sehingga kinerjanya tidak sesuai yang diharapkan. Demikian juga dalam
organisasi Pemerintah Republik Indonesia, kelancaran penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan nasional yang merupakan tujuan organisasi
memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kinerja yang baik.
Setiap Pegawai Negeri Sipil berkedudukan sebagai unsur aparatur negara
yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,
1
2
jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan. Dalam mengemban tugas sebagai aparatur negara maka setiap
Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dimana prinsip pengangkatan dalam
jabatan tersebut harus profesional sesuai kompetensi dan kode etik, prestasi kerja,
jenjang pangkat dan syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin,
suku, agama, ras dan golongan.
Info SDM (2006) menyatakan bahwa :
Kondisi saat ini menunjukkan belum optimalnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, salah satu penyebabnya adalah masih rendahnya profesionalisme di kalangan Pegawai Negeri Sipil. Rendahnya profesionalisme Pegawai Negeri Sipil dikarenakan salah satunya karena kurang tepatnya penempatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan yang dipangkunya. Walaupun banyak Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan tinggi dengan pengalaman kerja yang luas, namun seringkali penempatan dalam jabatannya tidak relevan dengan kompetensi pegawai yang dimiliki. Dalam upaya peningkatan kinerja organisasi, sejak tahun 2002 Departemen Kehutanan telah merintis upaya menyempurnakan proses seleksi pegawai yang akan diangkat dalam jabatan struktural. Metode seleksi yang dikembangkan di Kementerian Kehutanan adalah melalui assesment centre yang di lingkungan Departemen Kehutanan lebih dikenal dengan istilah Personnel Assessment Centre (PAC). Penerapan metode PAC ini bertujuan untuk : 1) Untuk menjamin semua jabatan struktural di lingkungan Kementerian Kehutanan diduduki oleh PNS yang kompeten 2) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap PNS yang memenuhi syarat untuk meniti karier secara optimal sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. 3) Mewujudkan iklim kerja yang kondusif dan transparan sehingga mampu meningkatkan motivasi kerja dan pengembangan potensi diri setiap PNS dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi.
Kenyataan dalam pelaksanaannya, PAC tersebut pada tahun 2007 baru
diberlakukan kepada pegawai yang akan menduduki jabatan struktural eselon II.
Rencananya secara bertahap akan diberlakukan kepada pegawai yang akan
menduduki jabatan struktural eselon III dan IV dan diharapkan pada akhirnya
kepada semua pegawai yang akan menduduki jabatan apapun dalam organisasi.
3
Pegawai Negeri Sipil yang akan menduduki suatu jabatan pada Unit
Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan di Provinsi Bali sudah saatnya uji
kompetensi diberlakukan. Mereka yang akan menduduki jabatan dibutuhkan
instrumen seleksi, hal tersebut ditunjukkan antara lain masih adanya aktivitas
pegawai yang masih kurang produktif seperti bermain game, membaca koran,
mengobrol dan aktivitas lain yang tidak mendukung tugas-tugas pekerjaan.
Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pegawai juga masih kurang inovatif
dan inisiatif dalam melaksanakan tugas, hanya menunggu perintah dari pimpinan
tidak berupaya mengembangkan kreativitas diri untuk menunjukkan prestasi
kerjanya. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan berpengaruh pada kinerja Pejabat
dan Pegawai Negeri Sipil secara keseluruhan.
Motivasi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah iklim
organisasi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa para pegawai bekerja selain
untuk mengharapkan imbalan baik material maupun non material namun mereka
juga menginginkan iklim yang sesuai dengan harapan mereka seperti terdapat
keterbukaan dalam organisasi, terdapat perhatian, dukungan, penghargaan,
pendapatan yang yang layak dan dirasa adil. Penciptaan iklim organisasi yang
berorientasi pada prestasi dan mementingkan pegawai dapat memperlancar
pencapaian hasil yang diinginkan.
Demikian juga pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan
minat dan kemampuan/keterampilan sehingga pejabat yang bersangkutan akan
menyebabkan motivasi berprestasi rendah. Penempatan Pejabat Struktural juga
harus sesuai dengan keinginan dan keterampilannya, sehingga gairah kerja dan
4
kedisiplinannya akan lebih baik, serta lebih efektif dalam menunjang terwujudnya
tujuan organisasi.1
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural seharusnya
menggunakan prinsip ’the right man on the right place’, hasil penelaahan masih
terdapat beberapa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
pada Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
terdapat kompetensi yang tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki seperti
Pendidikan Sarjana Pertanian pada unit kerja yang ditempatkan pada Seksi Teknis
sebagai Kepala Seksi Informasi Sumber Daya Hutan. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor SK.355/Menhut-II/2004 tentang Nama Jabatan dan
Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Departemen Kehutanan dijelaskan Jabatan Kepala Seksi Informasi
Sumber Daya Hutan syarat jabatan adalah pendidikan Sarjana Kehutanan, dan
Sarjana Geografi. Selain itu pengangkatan dalam jabatan struktural juga kurang
mempertimbangkan kompetensi latar belakang pendidikan sehingga kurang
menunjang kinerjanya. Dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
6008/Menhut-II/Peg/2010 Tentang Mutasi Pejabat Struktural Eselon III dan IV
Lingkup Kementerian Kehutanan tidak sesuai dengan pelaksanaan syarat-syarat
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural terutama pada
Kepala Seksi Informasi Sumber Daya Hutan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan
Wilayah VIII. Denpasar. Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural pada pasal 7 1 Sedarmayanti, 2001, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar Maju, Bandung, hal 16
5
dijelaskan (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan atau menduduki jabatan struktural
harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut. dari persyaratan pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural benar-benar diwujudkan dan
konsisten.
Sedangkan hasil penelitian penulis pada Unit Pelaksana Teknis Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar Kementerian Kehutanan
penelitian dilakukan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan
perundang-undangan terdapat norma konflik pada Keputusan Menteri Kehutanan.
Permasalahan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
merupakan permasalahan yang sangat kompleks mengingat pengaturan mengenai
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural diatur secara
sporadis dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk itu pemerintah
pusat dan daerah harus dapat menginterpretasikan peraturan tersebut secara tepat
dan konsisten.
Keaslian dan penulisan dapat dilihat perbandingan terhadap tesis
sebelumnya yang juga mengangkat Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan struktural sebagaimana yang dituliskan oleh Adre, Tesis tahun 2009,
Universitas Udayana yang berjudul “Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
Jabatan Struktural.” dengan rumusan masalah ; 1) Apakah persyaratan yang
dijadikan dasar untuk pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
2.) Bagaimanakah mekanisme pengangkatan Pegawai Negeri Sipil untuk
menduduki jabatan struktural.? Perbedaan permasalahan Pengangkatan Pegawai
6
Negeri Sipil dalam jabatan struktural jika dilihat dari judulnya dan kajian
permasalahan terdapat perbedaan yaitu adanya kekaburan norma yang berkaitan
dengan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural berdampak
pada ketidak pastian hukum terletak persyaratan pengangkatan. Dalam Keputusan
Kepala BKN No. 13 tahun 2002 memang telah dijelaskan tentang klasifikasi dan
tingkat pendidikan namun hanya menjelaskan tentang klasifikasi dan tingkat
pendidikan yang akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatan secara
profesional. Prosedur yang harus ditempuh dalam proses pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural meliputi; inventarisasi lowongan struktural
yang kemudian diinformasikan kepada para pimpinan unit organisasi,
penyampaian calon pejabat struktural kepada pejabat yang berwenang dengan
tembusan kepada badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan melalui badan
pertimbangan jabatan.
Sedangkan penelitian penulis tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Denpasar, dilakukan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan
perundang-undangan dan terdapat norma konflik Keputusan Menteri Kehutanan
yaitu syarat pendidikan untuk menduduki jabatan struktural pada Seksi Informasi
Sumber Daya Hutan.. Prosedur yang ditempuh dalam pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural melalui seleksi oleh Eselon I Ditjen
Planologi Kehutanan untuk diproses Biro Kepegawaian Kementerian Kehutanan..
Tesis pernah ditulis oleh Anak Agung GD Purwana, (2004) dari
Universitas Udayana Denpasar dengan judul ” Wewenang Pengangkatan Pegawai
7
Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural pada Pemerintahan Kota Denpasar. Dalam
tesis tersebut dikaji dengan rumusan ; 1) Apakah dasar wewenang Wali Kota
mengangkat Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. ? 2) Bagaimanakah
wewenang pengangkatan dalam kaitan dengan syarat-syarat Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural ? Wewenang pengangkatan jabatan struktural di Kota
Denpasar merupakan wewenang delegasi Wali Kota Denpasar untuk mengangkat
jabatan Sekretaris Daerah dan jabatan Eselon II b dan III, Untuk pengangkatan
jabatan struktural Eselon IV merupakan wewenang mandat Sekretaris Daerah
Kota Denpasar. Dengan memperhatikan kualifikasi jabatan struktural pada semua
tingkat jabatan struktural agar memenuhi pula kwalifikasi yuridis tentang syarat –
syarat yang bersifat formal dan informal dari bentuk hukum pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil.
Penelitian penulis, Wewenang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
Jabatan Struktural, pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Denapasar Eselon III dan IV adalah kewenangan pemerintah pusat yaitu
Kementerian Kehutanan melalui seleksi Personnel Assesment Centre (PAC) yang
dilandasi Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002.
Tesis yang berjudul ” Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Struktural
Eselon II Kabupaten /Kota pernah ditulis oleh Ida Ayu Putu Surati, (2008), dari
Universitas Udayana Denpasar. Penelitian dilakukan penelitian hukum normatif
yang mengkaji rumusan masalah ; 1) Bagaimanakah Kewenangan Bupati/Wali
Kota dalam hal Pengangkatan, dan Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II
dilingkungan Pemerintah Kabupaten/kota,? 2) Apa implikasi yuridis
8
pengangkatan dan pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II, dilingkungan
pemerintah Kabupaten/kota tanpa konsultasi dengan Gubernur. Untuk itu perlu
adanya pengaturan pelaksanaan mengenai pengaturan tentang pemberian
kesempatan pengangkatan Pejabat struktural Eselon II di Kabupaten / kota dari
Pegawai Negeri Sipil yang bertugas dari luar kabupaten kota yang bersangkutan.
Penelitian penulis masalah kewenangan pengangkatan dan pemberhentian
pejabat struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar
adalah Menteri Kehutanan selaku pembina kepegawaian. Sedangkan pengaturan
pelaksanaan tentang pemberian kesempatan pengangkatan pejabat struktural
dilakukan seleksi sesuai dengan ketentuan dan persyaratan.
Tesis yang berjudul ” Analisis Implementasi Kebijakan Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 1994 (studi Kasus Pelaksanaan Mutasi Pegawai Departemen
Tenaga Kerja di Jakarta, 1999) ditulis oleh Moch Kastori dari FISIP Universitas
Indonesia, 1999 yang mengkaji masalah ; 1) Bagaimana implementasi kebijakan
pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural di Departemen
Tenaga Kerja ? 2) Apakah terdapat hambatan-hambatan dalam implementasi
pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1994 ? Melihat permasalahan yang ada
dalam proses penyusunan kebijakan publik Peraturan pemerintah Nomor 15 tahun
1994 beserta petunjuk pelaksanaannya, maka ketentuan tersebut perlu dikaji
dengan peraturan perundang-undang lainnya yang terkait Peraturan Pemerintah
Nomor 14 tahun 1994.
9
Penelitian penulis tentang Analisis Implementasi Kebijakan
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural pada Kementerian
Kehutanan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 dan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.355/Menhut-II/2004 tentang Nama
Jabatan dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis
di Lingkungan Departemen Kehutanan. Hasil penelitian adanya ketidakpastian
hukum syarat pendidikan untuk menduduki jabatan struktural pada Seksi
Informasi Sumber Daya Hutan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Tesis yang berjudul ” Analisis yuridis pelaksanaan pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural di Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia ” ditulis oleh Saefur Rochim, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2006, yang mengkaji rumusan masalah ; 1) Bagaimana pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam proses pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural sehubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang
baik ? 2) Bagaimana kedudukan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara
sebagai petunjuk teknis pelaksanaan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan struktural ? 3) Bagaimana pelaksanaan pengawasan dan tindakan,
terhadap keputusan pejabat pembina kepegawaian tentang pengangkatan pegawai
negeri dalam jabatan struktural yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku ?
Penelitian penulis, Judul Tesis Analisis yuridis pelaksanaan
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural di Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia ” bahwa Pengaturan sistem pembinaan diatur
10
Undang-Undang No. 8 tahun 1974, dilanjutkan dengan perubahannya Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999. Kedudukan Keputusan Kepala BKN dalam
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural mempunyai kekuatan
hukum yang sama dengan peraturan peraturan yang berada diatasnya. Dengan
demikian pengangkatanan PNS dalam jabatan struktural pelaksanaannya harus
sesuai dengan dengan ketentuan keputusan Kepala BKN nomor 13 tahun 2002.
Untuk tertib dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian
dilakukan tindakan administrasi.
Penelitian penulis pelaksanaan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan struktural pada Unit Pelakasana Teknis Kementerian Kehutanan Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 tahun 2002 dan Keputusan Menteri Kehutanan No..
SK.355/Menhut-II/2004. Pengawasan dan pembinaan dilakukan oleh Insfekturat
Jenderal yang bertanggung jawab kepada Menteri Kehutanan yaitu perumusan
kebijakan, kinerja, keuangan, dan laporan hasil pengawasan.
Sedangkan Tesis ini berjudul Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam
Jabatan Struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII (Studi
pada Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan di Provinsi Bali dengan
rumusan :
1) Bagaimanakah Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar di
Provinsi Bali ? 2) Bagaimanakah sistem Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
11
dalam jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
VIII Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan di Provinsi Bali ?
Jika dilihat dari judul dan kajian permasalahan. Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, dengan sudut pandang yang berbeda
sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan
dapat dipertanggungjawabkan dari segi isinya Oleh sebab itu sangat menarik
untuk membahas Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII (Studi pada Unit Pelaksana
Teknis Kementerian Kehutanan di Provinsi Bali)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka permasalahan
yang dapat dirumuskan adalah :
1. Bagaimanakah Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar di Provinsi
Bali?
2. Bagaimanakah Sistem Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
Struktural pada Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan Kawasan Hutan
Wilayah VIII Kementerian Kehutanan di Provinsi Bali?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
12
Tujuan penelitian yang bersifat umum ( het doel van het onderzoek )
Secara umum penelitian atas kedua permasalahan diatas adalah
bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum atau menambah
khasanah pengetahuan dibidang ilmu hukum, khususnya Hukum
Administrasi, yang berkaitan dengan Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil dalam Jabatan Struktural pada Balai Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah VIII Denpasar.
b. Tujuan Khusus
Sehubungan dengan tujuan umum, maka tujuan khusus ( het doel in
het onderzoek ) yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
1. Mengkaji Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
Struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Denpasar
2. Mengkaji sistem Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
Struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Denpasar
3. Menganalisis implementasi pengaturan Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural pada Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar
1.4 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui
penelitian terhadap kedua permasalahan diatas yakni manfaat yang bersifat
teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.
13
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis adalah dapat menambah khasanah hukum
administrasi negara, dalam menjamin kepastian hukum dan
kemanfaatan bagi masyarakat.
b. Manfaat Praktis
Bermanfaat untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan
dengan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
serta sistem pembinaan terhadap Pejabat Struktural pada Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan bahan
evaluasi dalam menyusun kebijakan pemerintah di kemudian hari
terkait dengan pengangkatan, pembinaan dan pengawasan.
Sedangkan bagi penulis sendiri, karya tulis ini disamping untuk
memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Magister Hukum pada
Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Udayana,
juga akan sangat bermanfaat bagi penulis dalam melaksanakan tugas
sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Instansi Pemerintah di Propinsi
Bali.
Untuk menggambarkan secara tepat dalam kontek pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang merupakan suatu prinsip
dalam ilmu hukum dirumuskan secara normatif dalam peraturan perundang-
undangan. Oleh sebab itu penelitian ini termasuk dalam theoretical research.
Terry Hutchinson menjelaskan bahwa theorytical research adalah “Research
14
wich fosters a more complete understanding of the conceptual buses of legal
principles and of the combined effect of a range of rules and procedures that
touch on particular area of activity .” 2
1.5 Landasan Teoritis
Dalam landasan teoritis akan dipaparkan beberapa kajian teori dan
konsep yang berkaitan dengan penempatan dan pembinaan kepegawaian Pusat di
daerah . Disini juga akan dilengkapi dengan pandangan–pandangan sarjana, dan
pandangan–pandangan ini dipadukan dengan ketentuan konstitusional serta
peraturan perundang-undangan. Sejumlah konsep yang perlu dijelaskan sebagai
landasan teoritis dalam pembahasan permasalahan penelitian teori negara
hukum, teori kewenangan, dan pengawasan Pegawai Negeri Sipil yang
memangku jabatan struktural.
Dalam bagian ini juga dideskripsikan asas-asas, teori negara hukum
maupun pandangan-pandangan beberapa sarjana yang dipergunakan sebagai titik
tolak untuk melakukan pengkajian maupun pembenaran teoritik terhadap
permasalahan yang akan diteliti. Pembenaran-pembenaran tersebut antara lain
berkaitan dengan upaya memahami makna Negara hukum, sumber kewenangan
aparat pemerintah, pengangkatan jabatan struktural dalam penegakan hukum.
Pemikiran-pemikiran tersebut dilengkapi pula dengan pembenaran konstitusional
maupun yuridis sebagaimana diatur dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat 3 berbagai
Peraturan Pemerintah beserta berbagai peraturan pelaksanaan lainnya yang
terkait dengan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
2 Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing in Low, Lawbook Co, Sydney, Australia, hal 9
15
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002.
Sejumlah konsep yang perlu dijelaskan sebagai landasan teoritis dalam
pembahasan penelitian sebagai berikut :
- Teori Negara Hukum
- Teori Kewenangan
- Azas Dekonsentrasi
- Azas Preferensi
- Pengawasan dan pembinaan
Penjelasan dari masing-masing teori tersebut adalah sebagai berikut :
1.5.1 Teori Negara Hukum
Berdasarkan sejarah perkembangan dan pembagian Negara Hukum yang
tumbuh dan berkembang pada dunia barat, maka Negara Hukum yang dianut
Negara Indonesia tidaklah dalam arti formal, namun Negara hukum dalam artian
material yang juga diistilahkan dengan Negara Kesejahteraan (Welfare State,
Welfaarstaat) atau Negara kemakmuran. Sebagai konsekuensi Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum, maka Negara Indonesia telah berkomitmen untuk
menempatkan hukum sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan Negara dan
pemerintahannya (supremasi hukum).3
Dalam hal ini dianut suatu “ajaran kedaulatan hukum” 4 yang menempatkan
hukum pada kedudukan tertinggi. Hukum dijadikan guiding principle bagi segala
aktifitas organ-organ Negara. Pemerintah, pejabat-pejabat beserta rakyatnya.
Dengan demikian, Negara melalui pemerintah di tingkat pusat maupun di tingkat 3 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut UUD 1945, Universitas Pedjajaran, Bandung (selanjutnya disebut bagir Manan 1) hal, 18 4 Ismail Suny, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Aksara Baru, Jakarta hal 8
16
daerah untuk dapat mewujudkan ketertiban masyarakat memerlukan adanya suatu
sistem pengendalian masyarakat, salah satunya berupa hukum. 5
Melalui sistem hukum yang didukung oleh kaidah dan sanksi akan secara
sengaja dan sadar perilaku manusia diatur maupun diarahkan untuk menciptakan
suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kekuasaan Hukum seperti itu
tumbuh karena pada hakikatnya hukum itu merupakan kaidah-kaidah yang berisi
petunjuk-petunjuk tentang tingkah laku sebagai pencerminan dari kehendak
manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan diarahkan.
Menyimak uraian diatas, pemerintah itu dibina dan diarahkan. Hal ini
meletakkan kewajiban-kewajiban kepada masyarakat, maka kewenangan
pemerintah itu harus diketemukan dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Dengan kata lain, badan-badan pemerintah daerah selaku penguasa dapat
diketahui memiliki kewenangan atau tidak melalui peraturan perundang-undangan
yang melandasi kewenangannya. Apabila tindakan pemerintah kurang sempurna
atau tidak didasarkan kepada suatu peraturan perundang-undangan akan dapat
menjadi sebab tindakan yang dilakukan tidak sah, baik bersifat sewenang-wenang
maupun bertentangan dengan hukum yang berlaku, karena Negara Republik
Indonesia juga berdasarkan atas hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Eksistensi pemerintah di tingkat daerah pada hakikatnya dimaksudkan
untuk menciptakan pemerintah yang aspiratif dan dekat dengan rakyatnya. Dalam
5 Lili Rasjidi dan B. Arief Sidarta (ed), 1989, Filsafat Hukum Mazshab dan Refleksinya, Remaja Karya Bandung hal 1
17
Negara demokrasi yang menjungjung tinggi kedaulatan rakyat, maka peran serta
rakyat dibuka luas untuk berpartisipasi dalam pemerintah.
Adanya peran serta rakyat itu diperlukan untuk memberikan pengakuan
terhadap kebenaran pemerintah beserta produk hukumnya dan adanya kepastian
hukum digunakan sebagai pertimbangan hipotesis yang memasang konsekwensi
tertentu terhadap kondisi tertentu, sebagaimana tercantum dalam ” the Natural of
Low readings in Legal Philosophy ” yaitu : ” The rule of low, the term used in a
descriptive sense, is a hypothetical judgment attaching certain consequences to
certain conditions. 6
1.5.2 Teori Kewenangan
Teori dan konsep kewenangan, selalu digunakan dalam konsep hukum
publik. Sebagai konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya
tiga komponen yaitu : pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum.
Komponen pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk
mengendalikan prilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum bahwa wewenang
itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen komformitas hukum
mengandung adanya standar wewenang, yaitu standar umum (Semua jenis
wewenang), dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Dalam kaitan
dengan wewenang sesuai konteks penelitian ini, standard wewenang yang
dimaksud adalah wewenang pemerintah pusat dibidang kepegawaian terkait
dengan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.
6 MP Golding, the Nature of Low Readings in Legal Philosopy, Rondom House, New York, hal 121
18
Dalam penyelenggaraan kepegawaian wewenang yang dapat
dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan meliputi :
1. Pengembangan sistim pengelolaan kepegawaian ;
a. Analisis kebutuhan pegawai
b. Seleksi pegawai baru
c. Seleksi calon peserta diklat
d. Seleksi calon kader pejabat
e. Penempatan PNS baru pada jabatan yang lowong
f. Penempatan kembali PNS pasca tugas belajar
g. Pengembangan sistem tata naskah pegawai
h. Pengembangan SIMPEG berbasis kompetensi
2. Pemantapan profesionalisme, peningkatan kualitas pegawai ;
- Pendidikan formal ( S1, S2, S3)
- Pelatihan /Diklat ( Prajabatan, diklat kepemimpinan, diklat teknis,
diklat fungsional )
- Ujian dinas, Ujian penyesuaian Ijasah (PI/PG)
- Assessmen center
3. Pemberdayaan dan penataan pegawai ;
- Pembinaan pegawai, pemberian penghargaan (Satya Lencana Karya
Satya, Kalpataru, Promosi Jabatan, Kenaikan Pangkat.)
- Sanksi dan hukuman
- Penilaian kinerja pegawai
Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945, ini menunjukkan bahwa segala tindakan yang
dilakukan oleh penguasa dan masyarakat harus berdasarkan pada hukum bukan
berdasarkan pada kekuasaan. Sebagai negara hukum maka setiap peraturan
yang dibuat harus mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum, dan
hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan yang
19
lebih tinggi dan kepentingan umum. Suatu negara dikatakan sebagai negara
hukum, maka untuk menjawabnya dapat dilakukan penelusuran melalui dua
cara. Pertama, melalui konstitusi dari negara yang bersangkutan. Artinya
apakah konstitusi yang dimaksud memuat ketentuan tentang negara hukum.
Berdasarkan teori sistem hukum dikemukakan oleh Lawrence Friedman
terdiri dari tiga komponen yaitu 1) substansi hukum (legal subtance), 2)
struktur hukum (legal strukture) dan 3) budaya hukum (legal culture) menurut
Friedman mengemukakan “ a legal system in actual is a complex in wich
structure, substance and culture interact.7
Pandangan ilmiah dari para ahli, memberikan unsur-unsur/ciri-ciri dari
suatu negara hukum.Friedrich Julius Stahl mengemukakan yaitu :
1. Adanya pengakuan akan hak-hak asasi manusia; 2. Pemisahan Kekuasaan Negara; 3. Pemerintahan berdasarkan Undang-undang; dan 4. Adanya peradilan administrasi.8
Universitas Indonesia Tahun 1966 dalam symposium tentang negara
hukum telah mengambil kesimpulan mengenai ciri-ciri negara hukum Indonesia
yaitu :
1. Pancasila menjiwai setiap peraturan hukum dan pelaksanaannya;
2. Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia;
3. Peradilan bebas; dan
4. Legalitas dalam arti hukum dan segala bentuknya.
Perkembangan berikutnya muncul pemikiran yang berkaitan dengan
ciri-ciri/unsur-unsur negara hukum Indonesia. Pemikiran yang dimaksud 7 Lawrence M Friedman, 1975, The Legal System A Social Sentence Perspective, Russel Sage Foundation, New ork, hal 16 8 Mukthie Fadjar, 2004, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Citra Adittya Bakti, Bandung, hal 5-6
20
dikemukakan Sjachran Basah, bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum
(rechtstaat) berdasarkan Pancasila.9 Dalam kaitan itu, negara hukum yang
dianut Negara Indonesia tidaklah dalam artian formal, namun negara hukum
dalam artian material, yang juga diistilahkan dengan negara kesejahteraan
(welfare state).
D. Notohamidjojo dalam kaitan diatas menyatakan bahwa negara hukum
ialah dimana pemerintah dan semua pejabat-pejabat hukum mulai dari Presiden,
para Menteri, Kepala-Kepala Lembaga Pemerintahan lain, Pegawai, Hakim,
Jaksa dan Kepala-Kepala Pemerintahan lain, anggota Legislatif, semuanya dalam
menjalankan tugasnya di dalam dan di luar jam kantor taat kepada hukum
mengambil keputusan-keputusan, jabatan-jabatan menurut hati nuraninya sesuai
hukum.10 Pendapat D. Notohamidjojo itu lebih tegas dan kongkrit mengatur
mengenai segala tindakan pejabat/pemerintah selaku subyek hukum penegak
hukum dan tidak mengatur subyek hukum warga masyarakat secara keseluruhan.
Selanjutnya Diana Halim Koentjoro mengatakan ada beberapa ciri negara yang
dapat disebut negara hukum, yaitu :
a. Supremacy of the law, b. Equality before the law, c. Constitution based on the human right.11
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) pada Pasal 1 ayat (3) disebutkan
bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Memperhatikan pernyataan
9 Sjachran Basah, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Administrasi di Indonesia, Penerbit Alumni, Cetakan ke-3, Bandung,(selanjutnya disebut Sjahran Basah I), hal. 11 10 D. Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum, BPK, Jakarta, hal. 36 11 Diana Halim Kontjoro, 2004, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 34.
21
tersebut dan melihat ciri pertama dari negara hukum, yaitu supremacy of the law,
hal ini berarti bahwa setiap tindakan administrasi negara haruslah berdasarkan
hukum yang berlaku atau yang disebut Asas Legalitas. Namun menurut Diana
Halim Koentjoro adanya Asas Legalitas saja tidak cukup untuk menyebut suatu
negara adalah negara hukum. Asas Legalitas hanya merupakan satu unsur dari
negara hukum. Selain itu, masih perlu diperhatikan unsur-unsur lainnya, seperti
kesadaran hukum, perasaan keadilan dan perikemanusiaan, baik dari rakyat
maupun dari pemimpinnya. Selanjutnya menurut Diana Halim Koentjoro,
bahwa dalam suatu negara hukum diperlukan asas perlindungan, artinya dalam
UUD ada ketentuan yang menjamin hak-hak asasi manusia. Adapun beberapa
ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memberikan perlindungan tersebut, yaitu :
a. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (Pasal 28), b. Kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
(Pasal 28), c. Berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27), d. Kemerdekaan memeluk agama (Pasal 29) e. Berhak ikut mempertahankan negara (Pasal 30).12
Sedangkan Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa elemen atau ciri-ciri
Negara Hukum Pancasila adalah :13
a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
12 Ibid, hal 35 13 Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, (Selanjutnya disebut Philipus M.Hadjon I), hal. 90.
22
Disamping itu, suatu negara agar dapat dikatakan sebagai Negara
hukum maka perlu diketahui elemen-elemen atau unsur-unsurnya yang tertuang
di dalam Undang-Undang Dasar beserta peraturan pelaksanaannya, untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum.14
Untuk mempertajam pembahasan terhadap penelitian Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah VIII Denpasar, merupakan suatu prinsip dalam ilmu hukum
yang kemudian dirumuskan secara normatif dalam peraturan perundang-
undangan. Tery Hutchinson menjelaskan bahwa maka dalam sub bahasan ini
akan diketengahkan uraian tentang kewenangan.pemerintah dalam menetapkan
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Perihal
kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi
kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya.
Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang
yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.15 Secara
konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah
Belanda “bevoegdheid”. Menurut Hamid S Attamimi yang mengutip
pendapatnya Van Wijk dan Konijnenbelt, didalam suatu negara hukum pada
dasarnya dapat dikemukakan adanya wawasan-wawasan sebagai berikut:16
14 Joenarto 1968, Negara Hukum, Yayasan , Badan Penerbit Gajah Mada Yogyakarta, h.8 15 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal 154 16 A.Hamid Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV, Disertasi, Univ.Indonesia, Jakarta, hal 311
23
a. Pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur), dengan bagian-
bagiannya tentang kewenangan yang dinyatakan dengan tegas tentang
perlakuan yang sama dan tentang kepastian hukum;
b. Perlindungan hak-hak azasi;
c. Pembagian kekuasaan, dengan bagian-bagiannya tentang struktur
kewenangan atau desentralisasi dan tentang pengawasan serta kontrol;
d. Pengawasan oleh kekuasaan peradilan.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengemukakan atribusi itu
sebagai penciptaan kewenangan (baru) oleh pembentuk wet ( wetgever) yang
diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk
baru untuk itu. Terhadap hal tersebut, Philipus M.Hadjon,17 menyatakan bahwa
kalau dikaji istilah hukum kita secara cermat, ada sedikit perbedaan antara istilah
wewenang atau kewenangan dengan istilah “bevoegdheid”. Perbedaannya terletak
dalam karakter hukumnya. Istilah Belanda “bevoegdheid” digunakan baik dalam
konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum privat. Dalam hukum kita,
istilah wewenang atau kewenangan seharusnya digunakan selalu dalam konsep
hukum publik. Selanjutnya F.A.M. Stroink sebagaimana dikutip Philipus M.
Hadjon menyatakan bahwa, dalam konsep hukum publik wewenang merupakan
suatu konsep inti dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Stroink dan Steenbeek sebagaimana dikutip oleh Ridwan,
mengemukakan bahwa hanya ada dua cara untuk memperoleh wewenang, yaitu
atribusi dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru,
sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (organ
yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada orang lain ; jadi
17 Philipus M. Hadjon, 1998, Tentang Wewenang Pemerintahan (bestuursbevoegheid), Pro Justitia, (Selanjutnya disebut Philipus M.Hadjon II), hal. 91.
24
delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi). Mengenai mandat, tidak
dibicarakan mengenai penyerahan wewenang 18
I Dewa Gede Atmadja, dalam penafsiran konstitusi, menguraikan sistim
ketatanegaraan Indonesia dibedakan antara wewenang otoritatif dan wewenang
persuasif. Wewenang otoritatif ditentukan secara konstutional, sedangkan
wewenang persuasif sebaliknya bukan merupakan wewenang konstitutional
secara eksplisit.19 Wewenang otoritatif untuk menafsirkan konstitusi berada
ditangan MPR, karena MPR merupakan badan pembentuk UUD. Sebaliknya
wewenang persuasif penafsiran konstitusi dari segi sumber dan kekuatan
mengikatnya secara yuridis dilakukan oleh :
1. Pembentukan undang-undang disebut penafsiran otentik
2. Hakim atau kekuasaan yudisial, disebut penafsiran yurisprudensi
3. Ahli hukum, disebut penafsiran doktrinal.
Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam
kaitannya dengan kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal,
kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh
Undang-Undang atau dari kekuasaan Eksikutif Administratif. Kewenangan
adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan
terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat,
sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Didalam
18 Ridwan , HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Pres,hal 74-75 19 I Dewa Gede Atmaja. Penafsiran Konstitusi dalam Rangka Sosialisasi Hukum Sisi pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Pidato pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996, hal 2
25
kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk
melakukan sesuatu tindak hukum publik 20
Soerjono Soekanto sebagaimana dikutip oleh Budiman B.Sagala
memberikan perbedaan antara “kekuasaan” dan “wewenang”. Kekuasaan (power)
dikatakan merupakan suatu kemampuan atau kekuatan seseorang/segolongan
untuk mempengaruhi pihak lain dan wewenang (authority) adalah kekuasaan yang
mendapat pengakuan dan dukungan dari masyarakat. 21
Pada sistem pemerintahan, jabatan kenegaraan wajib
dipertanggungjawabkan dengan pembagian kekuasaan Negara dalam bentuk
lembaga-lembaga negara. Untuk menentukan batas dan tanggungjawab masing-
masing lembaga, sesuai dengan prinsip dan hakekat pembagian kekuasaan yaitu :
1. Setiap kekuasaan wajib dipertanggungjawabkan
2. Setiap pemberian kekuasaan harus dipikirkan beban tanggungjawab
untuk setiap penerima kekuasaan
3. Kesediaan untuk melaksanakan tanggungjawab harus secara inklusif
sudah diterima pada saat menerima kekuasaan
4. Tiap kekuasaan ditentukan batasnya dengan teori kewenangan. 22
20 Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Adinistrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta hal 29 21 Budiman B.Sagala, 1982, Tugas dan Wewenang MPR di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 15 22 Ibrahim, R, 2005, Peranan strategis Pegawai Negeri Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Demokratis,(Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap, Dalam Bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Udayana tanggal 24 September 2005), Universitas Udayana, Denpasar, Hal.9
26
Dalam teori beban tanggungjawab, ditentukan oleh cara kekuasaan itu
diperoleh, yaitu pertama-tama kekuasaan diperoleh melalui attributie, setelah itu
dilakukan pelimpahan dan dilakukan dalam dua bentuk yaitu delegatie dan
mandaat. Delegatie dilakukan oleh yang punya wewenang dan hilangnya
wewenang dalam jangka waktu tertentu, penerima bertindak atas nama diri sendiri
dan bertanggungjawab secara eksternal, sedangkan mandate tidak menimbulkan
pergeseran wewenang dari pemiliknya, sehingga tanggungjawab pelaksanaan
tetap berada pada pemberi kuasa.23
Menurut Victor Sitomorang, ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kekuasaan secara vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah antara lain disebabkan oleh : 24
a) Kemampuan pemerintah berikut perangkatnya yang ada di daerah sangat
terbatas,
b) Wilayah negara sangat luas, terdiri dari 13.000 pulau-pulau besar dan kecil
c) Pemerintah tidak mungkin mengetahui seluruh dan segala macam kepentingan
dan kebutuhan rakyat yang tersebar di seluruh pelosok negara.
d) Dilihat dari segi hukum, Undang-Undang Dasar 1945, pasal 18 menjamin
daerah dan wilayah. Sebagai konsekwensinya, maka pemerintah diwajibkan
melaksanakan asas desentralisasi dan dekosentrasi.
Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,
delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :
23 Ibid, Hal 10 24 Viictor M. Sitomorang, 1994, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, hal 33
27
Wewenang yang diperoleh secara ”atribusi”, yaitu pemberian wewenang
pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang
baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan sustu wewenang yang telah ada oleh
Badan atau jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh
adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu
pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau
Jabatan TUN yang satu kepada yang lain. 25
Philipus M Hadjon, membagi cara memperoleh wewenang dengan dua
cara utama, yaitu: a) atribusi ; b) delegasi ; dan kadang-kadang juga mandat.26
Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung
bersumber kepada undang-undang dalam arti material. Atribusi ini dikatakan juga
sebagai suatu cara normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan. Dari
pengertian tersebut jelas nampak bahwa kewenangan yang didapat melalui
atribusi oleh organ pemerintahan adalah kewenangan asli, karena kewenangan itu
diperoleh langsung dari Peraturan Perundang-undangan, dengan kata lain dengan
atribusi berarti timbulnya kewenangan baru yang sebelumnya kewenangan itu
tidak dimiliki oleh organ pemerintah yang bersangkutan.
Delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang untuk membuat besluit
oleh pejabat pemerintahan kepada pihak lain tersebut. Dengan kata penyerahan,
ini berarti adanya perpindahan tanggung jawab dari yang memberi delegasi
25 Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, hal 90 26 Philipus M.Hadjon II, loc. cit
28
(delegans) kepada yang menerima delegasi (delegetaris). Lebih lanjut
dikemukakan, suatu delegasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain :
a. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi
menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu ;
b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu
dalam peraturan perundang-undangan;
c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki
kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;
d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans
berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut;
e. Peraturan kebijakan (beleidsregel) artinya delegans memberikan
instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut . 27
Mandat diartikan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.
Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat
keputusan atas nama pejabat Tata Usaha Negara yang memberi mandat 28. Dari
pengertian mandat ini tampak bahwa tanggung jawab tidak berpindah kepada
mandataris, dengan kata lain tanggung jawab tetap berada ditangan pemberi
mandat.
SF Marbun dan Mahfud MD yang menggunakan istilah kewenangan,
dimana cara untuk memperoleh kewenangan tersebut ada 2 (dua) yaitu :
Pertama, Kewenangan atas inisiatif sendiri berarti bahwa pemerintah (Presiden)
tanpa harus dengan persetujuan DPR diberi kewenangan untuk membuat
27 Ibid hal. 94 28 Ibid, hal. 95
29
peraturan perundangan yang derajatnya setingkat dengan Undang-undang bila
keadaan terpaksa. Kedua, Kewenangan atas delegasi berarti kewenangan untuk
membuat peraturan perundang-undangan yang derajatnya dibawah Undang-
undang.29 Delegasi perundang-undangan berarti administrasi negara diberi
kekuasaan untuk membuat peraturan organik pada undang-undang.30 Berbeda
dengan pendapat Suwoto Mulyosudarmo yang mempergunakan istilah kekuasan
bukan kewenangan (wewenang), hal ini karena tinjauannya dari sudut hukum
tata negara bukan dari hukum administrasi. Cara memperoleh kekuasan dalam
hal ini dapat dibagi atas : a) perolehan kekuasaan yang sifatnya atributif; b)
perolehan kekuasaan yang sifatnya derivatif . 31
1.5.3 Azas Dekonsentrasi
Azas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
kepada aparat pemerintah pusat yang ada didaerah untuk melaksanakan tugas
pemeruntah pusat di daerah, dengan kata lain perpanjangan tangan pemerintah
pusat di daerah. Azas Dekonsentrasi yaitu sebagian besar kegiatan pemerintahan
dipegang dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Kegiatan itu antara lain
politik luar negeri, pertahanan dan keamanan. idiologi negara, kebijakan dalam
negeri, peradilan, perdagangan, pertambangan dan kegiatan strategis lain.
Namun pelaksanaan kegiatan tersebut mengambil tempat di daerah. Kecuali
politik luar negeri. Pelaksanaan kegiatan tersebut di daerah bukan oleh
pemerintah daerah tetapi dilakukan oleh instansi pusat di daerah seperti kantor –
29 SF Marbun & Mahfud MD, 2000, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta, hal. 55. 30 Diana Halim Kontjoro, Op.cit, hal. 42. 31 Suwoto Mulyosudarmo, 1997, Peralihan Kekuasaan Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Pidato Nawaksara, Gramedia, Jakarta, hal. 39.
30
kantor wilayah departemen. Di sini kedudukan pemerintah daerah lemah dan
kegiatan yang diinginkan oleh daerah lainnya bisa diusulkan namun tidak bisa
ditentukan. Kewenangan dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan
pembiayaan tetap ada dipusat. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada
wilayah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah diwilayah provinsi. Gubernur sebagai wakil
pemerintah di wilayah provinsi. sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula
selaku wakil pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah
termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan di daerah kabupaten dan kota. Dasar pertimbangan dan tujuan
diselenggarakannya azas dekonsentrasi :
a. terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan
antar daerah;
c. terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan di daerah;
d. teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya
daerah;
e. tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta
pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum
masyarakat;
f. dan terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam
sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
31
Menurut Bagir Manan dalam Mahfud MD mengidentifikasikan ke
dalam tiga ajaran (asas otonomi), yaitu :32
1). Asas Otonomi Formal. Dalam asas otonomi formal pembagian tugas
wewenang, dan tanggung jawab antara pusat dan daerah untuk
mengatur rumah tangganya sendiri tidak dirinci didalam undang-
undang. Pandangan yang dipakai dalam asas ini adalah bahwa tidak
ada perbedaan sifat antara urusan yang diselenggarakan oleh pusat
dan daerah. Pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab
tersebut semata-mata berdasarkan atas keyakinan bahwa suatu
urusan pemerintahan akan berhasil baik jika diurus dan diatur oleh
satuan pemerintahan tertentu, dan sebaliknya. Dengan demikian asas
otonomi formal memberikan keleluasaan yang luas kepada daerah
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sebagai urusan
rumah tangganya sendiri.
2) Asas Otonomi Material. Asas otonomi material memuat secara rinci
(didalam peraturan perundang-undangan) pembagian wewenang,
tugas dan tanggung jawab antara pusat dan daerah. Semuanya
diterapkan secara pasti dan jelas sehingga daerah memiliki pedoman
yang jelas. Titik tolak pemikiran asas otonomi material adalah
adanya perbedaan mendasar antara urusan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Urusan-urusan pemerintahan itu dapat dipilah-
pilah dalam berbagai lingkungan satuan pemerintahan.
3) Asas Otonomi Riil. Asas ini merupakan jalan tengah antara asas
otonomi formal dan material. Dalam asas ini, penyerahan urusan
kepada daerah otonom didasarkan kepada faktor-faktor riil.
Persoalan yang muncul adalah yang manakah yang lebih dominan
antara asas formal dan material dalam asas riil. Menurut Bagir
Manan terdapat kesan bahwa sebagai jalan tengah asas otonomi riil
32 Mahfud MD, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, Pustaka LP3ES, hal. 95-96.
32
lebih mengutamakan asas formalnya. Karena dalam asas otonomi
formal mengandung gagasan untuk mewujudkan prinsip kebebasan
dan kemandirian bagi daerah, sementara asas otonomi material akan
merangsang timbulnya ketidakpuasan daerah dan ”spanning antara
pemerintah pusat dan daerah”.
1.5.4 Asas Preferensi
Asas preferensi hukum adalah asas hukum lex pesteriori derogat legi periori
( undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan/mengesampingkan
undang-undang yang berlaku terlebih dahulu). Berkaitan dengan asas preferensi
hukum terdapat pertentangan antara dua atau lebih peraturan yang berkaitan
dengan asas preferensi hukum ;
1. Lex superior derogat legi
2. Lex specialis derogat legi
3. Lex posterior derogat legi
Penelitian normatif terhadap pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan struktural pada Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar, terdapat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : SK.355/Menhut-II/2004 tentang Nama Jabatan dan Uraian
Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Departemen Kehutanan dijelaskan syarat jabatan Kepala Seksi Informasi Sumber
Daya Hutan adalah pendidikan Sarjana Kehutanan, dan Sarjana Geografi. Dan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6008/Menhut-II/Peg/2010 Tentang
Mutasi Pejabat Struktural Eselon III dan IV Lingkup Kementerian Kehutanan
yang tidak sesuai dengan pelaksanaan syarat-syarat pengangkatan Pegawai Negeri
33
Sipil dalam jabatan struktural terutama pada Kepala Seksi Informasi Sumber Daya
Hutan sehingga timbul konflik norma. Dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk
kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Kepastian hukum adalah
kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang
sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu
menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum.
1.5.5 Pengawasan dan Pembinaan
Pemerintah pusat dalam hal melaksanakan kewajibannya kepada
masyarakat, maka kewenangan pemerintah itu harus dikemukakan dalam suatu
Peraturan Perundang-undangan.33 Dengan kata lain badan-badan pemerintah pusat
selaku penguasa dapat diketahui memiliki kewenangan atas atau tidak melalui
Peraturan Perundang-Undangan yang melandasai kewenangannya. Apabila
tindakan pemerintah pusat kurang sempurna atau tidak didasarkan pada Peraturan
Perundang-Undangan akan menyebabkan terjadinya perbuatan melanggar hukum
oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad ).
Keberadaan pemerintah pusat pada hakekatnya dimaksudkan untuk
menciptakan pemerintahan yang aspiratif dan dekat dengan rakyatnya. Dalam
negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, maka peran serta
rakyat (insfraak) dibuka luas untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Adanya
peran serta rakyat itu diperlukan untuk memberikan pengakuan terhadap
keberadaan pemerintahan beserta produk hukumnya sebagaimana dikemukakan
33 Philipus M. hadjon dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, cet 1, Gajah Mada University Press, hal 128
34
Hans Kelsen bahwa adanya penerimaan oleh sebagian besar masyarakat terhadap
suatu perintah atau hukum merupakan tujuan dari pemerintahan yang
demokratis (Conformity of the order with the will of the majority is the aim of
democratic organization).
Menurut Muchsan,34 istilah pengawasan juga disebut dengan kontrol yang
dikemukakan sebagai permasalahan pokok dalam studi tentang dasar-dasar
Hukum Administrasi. Oleh karena itu, keduanya mengkaji konsep pengawasan
atau kontrol dikaitkan dengan tindakan atau perbuatan pemerintah. Pendapat ini
sejalan dengan pemikiran S.P Siagian yang memberikan pengertian pengawasan
sebagai suatu ”proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya pekerjaan yang sedang dilaksanakan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya” 35
Selanjutnya menyimak rumusan pengawasan diatas maka pengawasan pada
hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang yang dengan atau
berdasar peraturan perundang-undangan berkewajiban mengadakan pengawasan
terhadap pemenuhan tentang apa yang ditentukan pada saat suatu peraturan
perundang-undangan. Pengertian tersebut mengisyaratkan agar seorang pengawas
harus disebutkan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, dan harus
menunjukkan bukti legitimasinya yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana
pengawas bekerja, wewenang pengawas dibatasi oleh peraturan perundang-
undangan atau surat keputusan organ pemerintah yang menunjuk pengawas.
34 Muchsan, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Yogyakarta, hal 36 35 S.P.Siagian, 1970, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, hal 107
35
Secara normatif, pengawasan titik beratnya adalah suatu usaha untuk
menjamin agar pelaksanaan suatu ketentuan hukum dapat diterapkan sesuai
dengan rencana. Selanjutnya menyimak rumusan pengawasan diatas maka
pengawasan pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang yang dengan atau berdasar peraturan perundang-undangan
berkewajiban mengadakan pengawasan terhadap pemenuhan tentang apa yang
ditentukan pada saat suatu peraturan perundang-undangan. Pengertian tersebut
mengisyaratkan agar seorang pengawas harus disebutkan secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan, dan harus menunjukkan bukti legitimasinya yang
dikeluarkan oleh pemerintah dimana pengawas bekerja, wewenang pengawas
dibatasi oleh peraturan perundang-undangan atau surat keputusan organ
pemerintah yang menunjuk pengawas.
Pengawasan oleh pemerintahan baik pusat maupun daerah dilakukan oleh
otoritas yang lebih tinggi dan organisasi baik organisasi yang terdapat dalam
pemerintah itu sendiri yaitu DPR, dan organisasi masyarakat di luar DPR seperti
organisasi kemasyarakatan, organisasi agama, organisasi profesi, organisasi
berdasarkan kepentingan tertentu (interest group), LSM, Kelompok penekan
(Pressure Group), dan Pengawasan fungsional adalah pengawasan terhadap
Pemerintah dilakukan secara fungsional baik dilakukan oleh Kementerian.
Pemerintah Pusat oleh Inspektorat Jenderal melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas dilingkungan Kementerian Kehutanan.
Pembinaan aparatur pada Kementerian Kehutanan termasuk pengawasan
administrasi keuangan dan administrasi kepegawaian dilakukan secara berkala
36
oleh . Insfekturat Jenderal bertanggung jawab kepada Menteri Kehutanan yang
berfungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan
2. Pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan dan pengawasan untuk tujuan
tertentu atas petunjuk Menteri
3. Pelaksanaan urusan administrasi Inspetorat Jenderal
4. Penyusunan laporan hasil pengawasan
Pengertian fungsi pengawasan itu sendiri, secara leksikal, W.J.S.
Poerwaradarmita mengertikan fungsi sebagai “jabatan ( yang dilakukan);
pekerjaan yang dilakukan” istilah jabatan (ambt) ialah suatu lingkungan
pekerjaan tetap yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan Negara
(kepentingan umum). Dengan demikian istilah fungsi dalam kaitan dengan
penilitian ini dapat diartikan sebagai suatu tugas atau pekerjaan yang ada dalam
menegakkan peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Satjipo Rahardjo yang menyatakan penegak hukum itu sebagai rangkaian
kegiatan atau fungsi sebagai berikut:
Dengan berakhirnya pembentukan hukum, proses hukum baru
menyelesaikan satu tahap saja dari suatu perjalanan panjang untuk mengatur
masyarakat. Tahap pembuatan hukum masih harus disusul oleh pelaksanaan
secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari atau yang disebutnya
sebagai tahap penegakkan hukum.
Bilamana dikaji peristilahan pengertian penegak hukum merupakan istilah
Indonesia yang bermaksud menjelaskan mengenai tindakan untuk memberlakukan
37
kaidah-kaidah hukum positif.36 Istilah ini berusaha menterjemahkan kata
rechtshandhaving dalam bahasa belanda atau low enforcement dalam bahasa
inggris yang masing-masing memiliki arti tersendiri. Seperti dinyatakan Andi
Hamsah orang Amerika dan Kanada mengertikan law enforcement sebagai
penegak hukum secara refresif, sebaliknya rechtshandaving oleh orang Belanda
diartikan dengan penegak hukum yang bersifat refresif dan preventif. Pandangan
ini sesuai anjuran Andi Hamzah yang mengemukakan bahwa penegak hukum
sebenarnya diartikan secara luas, meliputi baik yang preventif (sama compliance),
maupun represif (yang dimulai dengan penyelidikan, penyidikan sampai pada
penerapan sanksi administrasi maupun hukum pidana). Sjachran Basah secara
lebih sederhana lagi mengartikan penegakan hukum itu dengan “berlakunya
hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya patut ditaati”. Sedangkan
keberlakukan hukum itu sendiri, menurut J.H. Bruggink dapat dilihat 3 (tiga)
aspek. yakni:
a. Keberlakuan faktual atau efektif;
Jika para warga masyarakat untuk siapa kaidah hukum itu berlaku,
mematuhi kaidah hukum tersebut, keberlakuan itu di tetapkan dengan
bersarankan penelitian empiris tentang prilaku para warga masyarakat.
b. Keberlakuan normative atau formal;
Jika kaidah itu merupakan bagian dari system kaidah hukum tertentu yang
didalamnya kaidah-kaidah hukum itu saling menunjuk yang satu dengan
yang lain.
c. Keberlakuan evaluatif atau materiil;
36 W.J.S. Poerwardarmitnta,1982, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka Jakarta, hal 1031
38
Jika kaidah hukum itu berdasarkan isinya dipandang bernilai. Kaidah
hukum secara evaluatif berlaku jika kaidah itu oleh seseorang atau suatu
masyarakat diterima karena dipandang bernilai atau penting.37
Dalam penegak hukum itu sendiri jarang mengoptimalkan instrument
pengawasan baik dalam pengaturan maupun dalam pelaksanaan penegakkan
hukum. Pengaturan persoalan pengawasan dalam peraturan perundang-
undangan dalam bidang hukum administrasi hampir jarang dijumpai dibandingan
dengan pengaturan persoalan sanksi hukum yang dapat diterapkan dalam hal
terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan bersangkutan.
P.de Haan sebagaimana dikutip oleh Philipus M. Hadjon, mengatakan
bahwa “penegakan hukum administrasi seringkali diartikan sebagai penerapan
sanksi”. Pendapat ini diperluas oleh J.B.J.M. ten Berge yang menyatakan
penegakkan hukum administrasi tidak semata-mata menerapkan sanksi namun
juga meliputi kegiatan pengawasan. Pengawasan ini dipandang sebagai langkah
preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan
langkah refresif untuk memaksakan kepatuhan. Dengan demikian, “tindakan
pengawasan tersebut sering dilihat sebagai sarana untuk mencegah segala bentuk
penyimpangan tugas pemerintah dari apa yang telah digariskan atau ditetapkan.
Dalam bahasa inggris, ada 2 (dua) istilah yang berkaitan dengan istilah
pengawasan, yakni control dan dan supervision. Dalam Black’s Dictionary,
Control diartikan dengan “the power or authority to manage” dan supervision
37 Satjipto Rahardjo, 1991 Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 181
39
diartikan dengan “watch to make it is done properly”,38 Sujamto dalam kaitan
pengertian pengawasan mengemukakan bahwa “pengawasan adalah segala usaha
atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya
mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya
atau tidak”. Pengertian pengawasan tersebut menunjukkan bahwa tindakan
pengawasan dapat dilakukan baik terhadap suatu proses kegiatan yang sedang
berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut. Bagir
Manan dalam kaitan ini berpendapat pengawasan tersebut sebagai suatu bentuk
hubungan dengan sebuah lembaga ( legal entity ) yang mandiri, bukan
hubungan internal dari entitas yang sama. 39
Bentuk dan isi pengawasan dilakukan semata-mata menurut atau
berdasarkan ketentuan undang-undang, sehingga pengawasan tidak berlaku atau
tidak diterapkan hal yang tidak ditentukan atau berdasarkan undang-undang”.
Mencermati pengertian pengawasan tersebut maka dapat ditarik beberapa unsur
yang terkandung didalamnya, yakni:
a. Adanya aturan hukum sebagai landasan pengawasan;
b. Adanya aparat pengawas;
c. Adanya tindakan pengamatan;
d. Adanya obyek yang diawasi.
Mengenai perlunya fungsi pengawasan dalam penegakan hukum
dilatarbelakangi oleh adanya suatu kecendrungan yang kuat dalam masyarakat
bahwa masyarakat mematuhi hukum karena rasa takut terkena sanksi negative.
38 Bryan A. Garner (ed) 1999, Black’s Law Dictionary seventh Edition, St. Paul Minn, New York, hal 330 39 JJ.H. Bruggink, 1996, Refleksi Tentang Hukum, alih Bahasa Arief Sidharta, PT. Citra Aditya, Bandung, 147-157
40
Efek negative dari hal itu, hukum tidak akan dipatuhi apabila tidak ada yang
mengawasi pelaksanaannya secara ketat. Mengenai tujuan pengawasan sendiri
menurut Paulus Effendi Lotulung adalah “untuk menghindari terjadi kekeliruan
itu, sebagai suatu usaha refresif”. Hal ini sejalan dengan pendapat S.F Marbun
yang mengemukakan tujuan pengawasan dalam kerangka penegakan hukum
adalah untuk mencegah timbulnya segala bentuk pelanggaran hukum oleh
masyarakat (preventif) dan menindak atau memperbaiki penyimpangan yang
telah terjadi (refresif).
Kegiatan pengawasan oleh pemerintah dalam rangka penegakan hukum
tidaklah dapat dilakukan secara sewenang-wenang atau bertentangan dengan
hukum. Dalam Negara hukum kekuasaan Negara dibatasi dan ditentukan oleh
hukum, demikian pula alat-alat kelengkapannya termasuk pemerintah harus
bersumber dan berakar dalam hukum. Pemerintah dalam tindakannya wajib
menjaga keseimbangan perlindungan antara kepentingan umum dan kepentingan
perorangan atau hak-hak masyarakat. Pelanggaran atas kewajiban tersebut dapat
melahirkan adanya sikap – tindak pemerintah yang melanggar hukum yang
bilamana menimbulkan kerugian pada masyarakat akan dapat menjadi sebab
timbulnya gugatan dan sengketa antara masyarakat dengan pemerintah.
Pengawasan dilakukan pemerintah pusat pada Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Kehutanan pada hakekatnya merupakan sub sistem sehingga
secara implesit aktivitas pengawasan terhadap kinerja kelembagaan di daerah
yang merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan urusan
41
pemerintahan diperlukan tindakan pengawasan. unsur-unsur yang diperlukan
adalah :
1. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki aparat pengawas
2. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap
pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi.
3. Tindakan pengawas dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan
yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari
kegiatan tersebut.
4. Tindakan pengawasan berakhir dengan akhir terhadap kegiatan
yang dilaksanakan serta pencocokan hasil yang dicapai dengan
rencana sebagai otak ukurnya dan
5. Selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak
lanjut secara administrasi maupun yuridis.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Usulan penelitian ini merupakan penelitian ilmu hukum normative.
Penelitian normative adalah penelitian ilmu hukum yang beranjak dari
karakter ilmu hukum itu sendiri, yaitu berkarakter normative “ langkah awal
penelitian ilmu hukum normative adalah penelitian pokok masalah secara
tepat dan selanjutnya ditarik isu-isu hukum terkait. Penelitian ini akan
beranjak dari konflik norma yang dapat dijumpai dalam norma hukum yang
mengatur pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang
dilakukan oleh Kementerian Kehutanan.
42
Oleh karena itu dalam membahas pokok permasalahan dalam
penulisan ini akan didasarkan hasil penelitian kepustakaan, baik terhadap
bahan hukum primer, bahkan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier.
Penelitian hukum di dasarkan oleh kaidah perundang-undangan
sebagai inti dari penerapan hukum secara praktek hal tersebut sebagaimana
tercantum dalam buku legal Research yaitu “Legal research is an essential
component of legal pratice it is the process of finding the law that governs an
activiy and materals that explain or analyze that law ”.40 Prosedur yang
demikian sangat diperlukan dalam praktik hukum untuk menentukan baik
dampak peristiwa masa lalu maupun implikasinya pada masa yang akan
datang. Menurut pandangan Meuwissen, ”Jika orang menonjolkan sifat /
karakter normatif dari objeknya itu (dalam hal ini yang menjadi objek adalah
norma) maka orang akan cenderung memandang ilmu hukum dogmatik
sebagai suatu ilmu normatif”.41 Dengan istilah dogmatik hukum atau
rechtsdogmatik atau Jurisprudenz dalam Bahasa Jerman ini dicakup semua
kegiatan ilmiah yang diarahkan untuk mempelajari isi dari sebuah tatanan
hukum positif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji
hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu aspek teori, sejarah, filosofi,
perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi,
penjelasan umum dan Pasal demi Pasal, formalitas dan kekuatan mengikat
40 Morris L.Cohen & Kent C.Olson,, 2000, Legal Research, West Group, ST. Paul,Minn, printed in the United States of America page 1 41 D.H.M. Meuwissen, 1994, “Ilmu Hukum” Tulisan Ilmiah pada Majalah Hukum Triwulan Fakultas Hukum UNIKA Parahyangan, Pro Justitia, hal. 25-26
43
suatu Undang-Undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak
mengkaji aspek terapan atau implementasinya.42 Dalam kaitan itu, penelitian
ini dapat dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif, yaitu penelitian
hukum yang obyeknya norma hukum, dalam hal ini adalah norma yang
berkaitan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar.
Soerjono Soekanto mengemukakan dalam ilmu hukum terdapat dua
jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian
hukum sosiologis atau emperis.43
1.6.2. Jenis Pendekatan
Adapun jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-
undangan (the statute approach), yaitu melihat perumusan norma, peraturan,
perundang-undangan yang berkaitan dan menjadi dasar Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative
approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach), 44 Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah VIII Denpasar. yang digunakan pendekatan analisis konsep
hukum (analytical conceptual approach), yakni dengan menganalisa bahan
hukum menyangkut pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
42 Abdulkadir Muhamad , 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 101 43 Soerjono Soekanto 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta Universitas Indonesia (UI) hal 1 44 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006 hal 93-95
44
seperti yang telah dijelaskan diatas dan dikaitkan dengan konsep negara hukum
yang dianut Negara Indonesia serta dengan mengkaitkannya dengan teori-teori
hukum.
Pendekatan yang akan ditetapkan untuk membahas pokok permasalahan
dalam penulisan ini adalah pendekatan kewenangan dan pendekatan perundang-
undangan.
Untuk menemukan pengertian kewenangan dan fungsinya pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah VIII, selanjutnya pendekatan perundang-undangan diterapkan
untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum yang melandasi kewenangan,
pengaturan, prosedur penerapannya, beserta akibat hukum yang dapat terjadi
dalam kaitan dengan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar
1.6.3 Sumber Bahan Hukum
Sebagai sumber bahan hukum pokok dari penelitian ini adalah
menggunakan dua bahan hukum yang bersumber dari kepustakaan yaitu bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier.45
Bahan Hukum Primer dalam hal ini berupa peraturan-peraturan perundang-
undangan (aturan hukum) yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok – pokok
Kepegawaian
45 Sunaryati Hartono. 1994 Penelitian Hukum di Indonesia pada akhir abad ke 20, penerbit Alumni Bandung, hal 134
45
3. Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang -
Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
5. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.355/Menhut-II/2004 tentang Nama
Jabatan dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Sruktural Unit Pelaksana
Teknis dilingkungan Departemen Kehutanan
6. Keputusan Kepala BKN Nomor 13 tahun 2002 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002
7. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.288/Menhut-II/2009 tentang
Penetapan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
(BAPERJAKAT) Departemen Kehutanan
8. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.6008/Menhut-II/Peg/2010
tentang Mutasi Pejabat Struktural Eselon III dan IV Lingkup Kementerian
Kehutanan.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari
kepustakaan yang berupa buku-buku hukum yang ditulis oleh para ahli hukum
yang erat kaitannya dengan judul dan permasalahan yang di angkat dalam
penelitian ini. Bahan hukum sekunder adalah merupakan bahan hukum yang erat
hubungannnya dengan hukum primer dan dapat membantu menganalisa serta
46
memahami bahan – bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang
dituangkan dalam penelitian ini berupa hasil penelitian atau karya ilmiah kalangan
hukum, buku literatur, makalah-makalah, artikel-artikel yang berkaitan dengan
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Selanjutnya bahan
hukum tersier atau penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-
bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya yang
berkaitan dengan penelitian ini. Selanjutnya bahan hukum primer, sekunder dan
tersier dikumpulkan berdasarkan metode sistematis serta dicatat pada kartu-kartu
dengan ukuran tertentu. Dalam kartu ini juga dicatat sumber dari mana data
tersebut diperoleh (nama pengarang/penulis, judul buku atau artikel, impresium,
halaman, dan lain sebagainya.46 Kartu-kartu tersebut kemudian disusun
berdasarkan pokok bahasan untuk memudahkan analisis dan pada kartu juga
dicatat konsep-konsep yang ada hubungannya dengan pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan truktural.
Bahan hukum tersier diperoleh dari kepustakaan berupa ensiklopedi,
kamus hukum serta dokumen penunjang lainnya yang dapat mendukung maupun
memperjelas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Mengenai teknik yang diterapkan dalam pengumpulan bahan hukum
yang diperlukan adalah melalui telaahan kepustakaan (study document). Telaahan
kepustakaan dilakukan dengan system kartu (card system) yakni dengan cara
46 Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, hal. 60
47
mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari
bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tersier berkenaan dengan
normativisasi peraturan perundang-undangan yang ada di Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar.
Penulisan ini lebih menitik beratkan pada penelitian kepustakaan
(library research) serta bahan-bahan lain yang dapat menunjang dalam kaitannya
dengan pembahasan permasalahan.
1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum maupun informasi yang telah terkumpul berkenaan dengan
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural selanjutnya
dilakukan deskripsi dengan penguraian proposisi-proposisi hukum dan non hukum
yang dijumpai maupun interprestasi atau penafsiran secara normative terhadap
proposisi-proposisi yang dijumpai untuk selanjutnya disistematisasi sesuai
pembahasan atas pokok permasalahan. Hasil dari ketiga teknik analisis tersebut
kemudian dilakukan evaluasi dan analisis menurut isinya (Content Analysis) serta
diberikan argumentasi untuk mendapatkan kesimpulan atas pokok permasalahan
dalam penulisan ini. 47
Analisis dapat dirumuskan sebagai proses penguraian secara sistimatis
dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu.48
Pada tahap sistematisasi dilakukan pemaparan terhadap hubungan
hierarkis antara aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan isu hukum dalam
47 Sumandi Suryabrata, 1992, Metodologi Penelitian, CV Rajawali, Jakarta, hal. 85 48 Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta Rajawali, hal 137
48
penelitian ini. Pada tahapan ini juga dilakukan penyerasian terhadap aturan-aturan
hukum yang bertentangan/konflik sehingga maknanya dapat dipahami secara
logis.
Selanjutnya pada tahap eksplanasi dilakukan analisis terhadap makna
yang terkandung dalam aturan-aturan hukum sehingga keseluruhannya
membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis. Akhirnya pada
tahap argumentasi diberikan pendapat atau pandangan penulis terhadap bahan-
bahan hukum yang telah dideskripsikan, disistematisasi dan dieksplorasi untuk
ditemukan atau diperoleh kesimpulan atas kedua permasalahan yang dikaji dalam
penulisan tesis ini
49
BAB II
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL
2.1 Kewenangan Pemerintah Pusat dalam Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Jabatan Struktural pada Unit Pelaksana Teknis di daerah
Untuk mencapai obyektivitas dan keadilan dalam pengangkatan jabatan
struktural dilakukan dengan penerapan nilai-nilai impersonal keterbukaan dan
penetapan persyaratan jabatan terukur. Disamping itu memperhatikan faktor
senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan yang sudah
diikuti, pengalaman dan sebagainya.
Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Kedudukan dan peranan dari Pejabat Struktural sebagai Pegawai Negeri Sipil
dalam setiap organisasi pemerintahan sangatlah menentukan sebab merupakan
tulang punggung pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Kranenburg memberikan pengertian dari Pegawai Negeri, yaitu Pejabat yang
ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang
memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, Presiden dan sebagainya.
Logeman dengan menggunakan kriteria yang bersifat materiil mencermati
hubungan hubungan antara negara dengan Pegawai Negeri dengan memberikan
pengertian Pegawai Negeri Sipil sebagai pejabat yang mempunyai hubungan
49
50
dinas dengan negara. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tidak menyebutkan apa yang dimaksud
dengan pengertian masing-masing bagiannya, namun disini dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai
Negeri bukan anggota TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan pengertian tersebut, Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari
Pegawai Negeri yang merupakan aparatur negara. Menurut Undang-Undang 43
Tahun 1999 Pasal 2 ayat 2 Pegawai Negeri Sipil dibagi menjadi:
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat, yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil
Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Negara,
instansi vertikal di daerah Provinsi, Kabupaten/kota, Kepaniteraan
pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara
lainnya.
2. Pegawai Negeri Sipil Daerah, Yang dmaksud dengan Pegawai Negeri Sipil
Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota
yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan
bekerja pada Pemerintah Daerah atau dipekerjakan diluar instansi
induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah
51
yang diperbantukan diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada
instansi yang menerima perbantuan.49
3. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tangguung jawab,
wewenang dan hak seorang pegawai Negeri Sipil dalam satuan organisasi
negara .
4. Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggungjawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
rangka memimpin suatu satuan organisasi. Pengangkatan, dalam jabatan
Pegawai Negeri Sipil dilakukan dalam pola pembinaan sesuai dengan pola
karier organisasi yang menggambarkan alur pengembangan karier yang
menunjukan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat,
pendidikan, pelatihan dan kompetensi.
Penempatan pegawai tidak selalu berarti penempatan pegawai baru, tetapi
bisa pula berarti sebagai pengangkatan dalam jabatan, promosi, dan mutasi.
Pengangkatan Pegawai Negeri dalam jabatan struktural dilaksanakan berdasarkan
prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang
pangkat yang ditetapkan untuk jabatan serta obyektif lainnya. Dalam hal
pengangkatan pada jabatan struktural diatur oleh kebijakan melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sepil
dalam jabatan struktural. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 100
tahun 2000, sebagai bentuk lain dari pemberian kedudukan yang menunjukkan
49 Penjelasan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
52
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
memimpin satuan organisasi. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
mengamanatkan bahwa Manajemen Pegawai Negeri Sipil tidak lagi menggunakan
sistem sentralisasi seperti dalam pelaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil
pada era Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974. Sejak era otonomi daerah dan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pelaksanaan manajemen
Pegawai Negeri Sipil di daerah menjadi wewenang daerah masing-masing seperti
yang diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang tersebut, namun demikian dalam
pelaksanaannya, aturan, proses maupun tahapan dalam pelaksanaan manajemen
Pegawai Negeri Sipil masih belum banyak berubah dari pelaksanaan manajemen
Pegawai Negeri Sipil sebelumnya. Dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang
Nomor 43 tahun 1999, Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan
upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan derajat profesionalisme
penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi
perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan promosi,
penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
adalah penting dan menentukan, karena Pegawai Negeri Sipil adalah unsur
aparatur negara yang bertugas untuk melaksanakan tugas dan kewajiban adalah
mewujudkan pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional.
Kelancaran penyelenggaraan tugas dan pemerintahan dan pembangunan
nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya
Pegawai Negeri Sipil dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan,
53
tergantung dari kesempurnaan dan profesional. Untuk mencapai tujuan nasional,
pemerintah harus baik, bermoral, berwibawa, efisien dan efektif, bersih dan
profesional, sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi
negara dan abdi masyarakat. Pegawai Negeri bukan hanya sebagai unsur aparatur
negara tetapi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Oleh sebab itu, dalam
melakukan pembinaan bukan saja dilihat dan diperlakukan sebagai aparatur
negara, tetapi juga harus diperlakukan sebagai warga negara ( Pasal 27 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ). Pegawai Negeri Sipil
(PNS) adalah sumber daya manusia yang menjadi tulang punggung
penyelenggaraan negara yang tersebar diseluruh kawasan Nusantara dalam rangka
melaksanakan tugas sebagai abdi rakyat, guna terwujudnya kesejahteraan
masyarakat, termasuk kesejahteraan mereka sendiri. Sebagai bagian dari rakyat
Indonesia, Pegawai Negeri Sipil layak mendapat pembinaan sehingga dapat
memacu keprofeionalan dalam menjalankan tugasnya.
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil pada Unit Pelaksana Teknis Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar dibawah Direktorat Jenderal
Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.25/Menhut-II/2007 tanggal 6 Juli 2007, Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah VIII merupakan Unit Pelaksana Teknis dibidang
Pemantapan Kawasan Hutan yang berada dibawah Ditjen Planologi Kehutanan
yang mempunyai tugas melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian
perubahan status dan fungsi hutan serta penyajian data informasi sumber daya
hutan. Urusan teknis dan administrasi dimana salah satu urusan tersebut adalah
54
dalam bidang kepegawaian yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 43
Tahun 1999.
Keputusan Menteri Kehutanan N0 55/Kpts-II/2003 tanggal 21 Pebruari
2003 pasal 1 disebutkan Menteri Kehutanan menetapkan dan atau
menandatangani sendiri ;
a) Usul Mutasi Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil untuk menjadi
Golongan IV/c sampai dengan IV/e
b) Surat Keputusan Kenaikan Pangkat Pegawai negeri Sipil untuk menjadi
Golongan IV/a dan IV/b
c) Surat Keputusan Pengangkatan, pemindahan dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Stuktural
d) Surat Keputusan pemberhentian/Pembebasan Sementara dan
Pengangkatan Kembali Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/a dan IV/b
e) Usul pemberhentian dan Pensiun Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/c dan
sampai dengan IV/e
f) Surat Keputusan Pemberhentian dengan hormat, pensiun Janda/Duda dan
Pensiun dipercepat Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/a dan IV/b
g) Surat Keputusan Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri Pegawai Negeri Sipil Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/b
h) Surat Keputusan Pemberhentian Tidak dengan hormat Calon Pegawai
Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil Golongan I/a sampai dengan Golongan
IV/b
55
i) Surat Keputusan Masa Persiapan Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil
Golongan IV/c sampai dengan Golongan IV/e.
Disamping itu dalam pelaksanaan sentralisasi kewenangan pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah, Pegawai Negeri sebagai perekat bangsa
berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang harus
melaksanakan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, yang bebas korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Sebagai bagian dan pembinaan Pegawai Negeri.
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan
berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan peluang bagi Pegawai Negeri yang berprestasi tinggi untuk
meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat.
Dengan demikian, pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem
prestasi kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap prestasi,
kompetensi, dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan
pangkat, di samping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem
karier.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 ditetapkan bahwa
kewajiban Pegawai Negeri adalah
a. Wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan Pemerintah
serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Pasal 4 );
56
b. Wajib mentaati segala Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab ( Pasal 5 );
c. Wajib menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan kepada dan atasan perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-
undang ( Pasal 6 ).
Dasar dari adanya hak adalah manusia mempunyai berbagai kebutuhan
yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya, seperti
bekerja untuk memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara
umum tinjauan dari segi sosial ekonomis mengenai Pegawai Negeri Sipil
merupakan suatu kesatuan yang kompleks. Pegawai Negeri disebut sebagai
human Resources adalah manusia yang dalam usia kerja yang mampu
menyelenggarakan pekerjaan fisik maupun mental. Berdasarkan pembahasan
fungsi pegawai dalam konteks kepegawaian, hal ini berkenaan dengan Personnel
Administration. Personnel diartikan golongan masyarakat yang penghidupannya
dilakukan dengan bekerja dalam kesatuan organisatornya yang salah satunya
merupakan kesatuan kerja pemerintahan. Administration yang dimaksudkan
adalah merupakan tata pelaksanaan dengan keterangan yang didalamnya
termaktub organization, management, dan realisasinya. Dalam kajian tersebut,
tata administrasi kepegawaian dalam hubungannya dengan Personnel
Administration berarti Tata yang menunjukkan organization dan management;
57
1. Administrasi yang memberikan pengertian disamping pengertian administratie
dalam bahasa Belanda juga dalam rangka pembinaan Organization dan
Management, sehingga meliputi pengertian usaha, hukum, dan prosedur;
2. Pegawai yang mencakup Pengertian Pegawai Negeri Sipil ( Pemerintah ),
berdasarkan pemahaman tersebut maka Pemerintah memberikan hak kepada
Pegawai Negeri Sipil yang termaktub dalam Pasal 7-10 Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 .
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur,
adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan
pembangunan. Dalam kedudukan dan tugasnya Pegawai Negeri Sipil harus
netral, pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menjamin netralitasnya Pegawai Negeri Sipil juga dilarang
menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, apabila
Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota/pengurus parpol harus diberhentikan
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD
1945, Negara dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa dalam Negara Kesatuan RI (pasal 4 Undang-Undang No 43 Tahun 1999
tentang perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian). Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974,
setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati segala peraturan perundang
58
undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan
kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
Sedangkan menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, setiap
Pegawai Negeri Sipil wajib menyimpan rahasia jabatan. Yang disebut rahasia
jabatan adalah rencana, kegiatan yang akan, sedang atau telah dilakukan yang
dapat mengakibatkan kerugian yang besar atau dapat menimbulkan bahaya,
apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak.
Pemberian otonomi daerah disamping telah sesuai dengan jiwa Pasal 18
UUD 1945 setelah amandemen keempat, juga diharapkan dapat mencegah
timbulnya keinginan daerah yang menghendaki dibentuknya negara federasi.
Dilihat dari segi kewenangan yang dimiliki dalam praktek antara suatu daerah
otonomi yang luas dengan negara bagian dalam negara federal tidaklah terdapat
perbedaan yang prinsipil bila dilihat dari segi kewenangan yang dimiliki,
perbedaan yang tampak adalah pada sumber perolehan wewenang. Pada daerah
otonomi sumber wewenang berasal dari pada negara bagian bersumber dari
negara bagian itu sendiri.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pada dasarnya
menganut 3 (tiga) prinsip yaitu :50
a. Digunakan asas dekonsentrasi, tugas pembantuan dan desentralisasi
b. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang
dilaksanakan di daerah Kabupaten/kota.
50 Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solohin, 2001, Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 6
59
c. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah provinsi,
daerah kabupaten dan daerah kota.
Dalam asas dekonsentrasi, tidak seluruhnya urusan pemerintahan dapat
diserahkan kepada daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun
pembiayaannya. Perencanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun
perencanaan pembangunan daerah sebagai suatu kesatuan dalam sistem
perencanaan nasional.51 Penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan asas
desentralisasi, secara etimologis istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin, de
yang berarti lepas dan centrum yang berarti pusat. Oleh karena itu desentralisasi
berarti melepaskan dari pusat.52 secara terminologi pengertian desentralisasi
adalah pelimpahan wewenang dari pusat kepada satuan-satuan organisasi
pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari
sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah.53 Jadi yang dimaksud
dengan asas desentralisasi dalam kaitan dengan desentralisasi kenegaraan
(staatkundige desentralisatie) adalah penyerahan kekuasaan (wewenang, hak,
kewajiban dan tanggung jawab) untuk mengatur daerah lingkungannya sebagai
usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara.54
Desentralisasi dalam sistem administrasi negara memiliki beberapa
mamfaat dan fungsi tertentu yaitu sebagai pendorong dan pengambilan keputusan
51 H. Siswanto Sunarno, 2008, hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta , hal 86 52 Dharma Setiawan Salam 2001, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan Nilai dan Sumber Daya, Djambatan, Jakarta, hal. 74
53 Juniarto, 1967, Pemerintahan Lokal, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta, hal. 53
54 Kuntana Magnar, 1984, Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Otonomi dan Wilayah Administrasi, Armico, Bandung, hal. 15-16
60
yang lebih tepat dan luas, memperbaiki kualitas pengambilan keputusan,
mendorong organisasi lebih fleksibel, inovatif dan meningkatkan moral serta
komitmen kepada produktivitas tinggi. Selain itu desentralisasi dapat memberikan
iklim yang kondusif bagi pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif, fleksibelitas
aparat lokal dalam memecahkan masalah, meningkatkan sensitivitas aparat
terhadap kebutuhan daerah, meningkatkan dukungan politis dan administratif,
mendorong persatuan dan kesatuan, serta meningkatkan efisiensi.55
Desentralisasi pada prinsipnya memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah dalam kerangka ketentuan negara kesatuan, dengan cara tetap
terkendalikan dan dikontrol oleh pemerintah pusat. Dengan adanya desentralisasi
yang merupakan penyerahan urusan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah maka inilah yang disebut otonomi daerah. Istilah otonomi yang berasal
dari dua kata bahasa yunani, yaitu autos (sendiri) dan nomos (peraturan) atau
undang-undang. Oleh karena itu otonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah
dapat diartikan peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya
diartikan menjadi pemerintahan sendiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimak bahwa pemerintahan daerah
yang dibentuk dalam rangka desentralisasi di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a Pemerintahan di daerah tidak memiliki kedaulatan atau semi
kedaulatan layaknya di suatu Negara federal
55 Pamudji,1985, Pembinaan Perkotaan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, hal. 3
61
b Kekuasan di daerah tidak memiliki kekuasaan membentuk konstitusi
(pouvoir constituent)
c Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau
pengakuan atas urusan baik yang dirinci maupun yang dirumuskan
secara umum.
d Penyerahan atas pengakuan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada butir c tersebut diatas utamanya adalah terkait dengan
pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat
(lokalitas) sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat.
Ciri-ciri daerah otonom sebagaimana dikemukakan diatas dapat
membawa implikasi kepada berbagai persoalan pemerintahan yang dimaksudkan
antara lain berkenaan dengan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan,
pembagian daerah, perumusan hubungan hirarki antar tingkat pemerintahan,
penataan urusan kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota, manajemen personil, pengaturan kawasan khusus,
penyelenggaraan desentralisasi fungsional, serta perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, menegaskan bahwa “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum”. Dengan penegasan itu, maka mekanisme kehidupan
perorangan, masyarakat, dan negara diatur oleh hukum (baik hukum tertulis
maupun hukum tidak tertulis), artinya baik anggota masyarakat maupun
62
pemerintah wajib mematuhi hukum tersebut.56 Bilamana penguasa ingin
meletakkan kewajiban-kewajiban kepada tindakan-tindakan masyarakat, maka
sumber kewenangan pembebanan kewajiban itu harus diketemukan dalam suatu
peraturan perundang-undangan.57
Sehubungan dengan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan,
dimana Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 pada hakikatnya menetapkan bahwa
tanggung jawab di lapangan pemerintahan berada di tangan presiden
(concentration of power responsibility upon the presiden). Presiden sebagai
penangggung jawab pemerintahan (dalam arti sempit) di Indonesia dalam
menyelenggarakan wewenangnya membutuhkan bantuan dan dukungan dari
aparat pemerintahan lainnya termasuk juga pihak masyarakat yang diurusnya.
dimana pemerintah pusat dalam penyelengaraan tugas negara dapat melimpahkan
atau menyerahkan sebagian penyelenggaraan tugas negara kepada perangkat
pemerintahan di daerah atas dasar asas kedaerahan.
Wewenang pemerintahan pusat dalam sistem sentralisasi lahir dari
prinsip pemencaran kekuasaan yang melahirkan badan-badan publik, antara lain
satuan pemerintahan di daerah yang kemudian badan ini diberi wewenang, tugas
dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan yang bertanggungjawab pada
pemerintah pusat.. Kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat antara lain
membuat kebijakan atau peraturan perundang-undangan untuk mengatur dan
penataan pembangunan ekonomi di daerah sehingga dapat dipakai untuk
memberi pelayanan kepada masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
56 Baharuddin Lopa,1987,Permasalahan dan Penegakan Hukum di Indonesia,Bulan Bintang Jakarta,hal.101 57 Philipus M. Hadjon III, Op. cit, hal. 28
63
kesejahteraan rakyat. Sebagai akibat kemajuan pembangunan maka peranan
hukum sangat diperlukan dalam rangka menghadapi timbulnya perubahan dan
peningkatan kepentingan masyarakat. Pemerintahan yang baik adalah
pemerintahan yang melaksanakan fungsi dan kekuasaannya dengan baik dan
organisasi berjalan dengan stabil yang merupakan prasyarat mutlak ketertiban
dalam usaha penegakan supremasi hukum. Kewenangan administrasi negara
untuk membuat peraturan ada tiga yaitu :
1. Penjabaran secara normatif dari pada ketentuan-ketentuan undang-
undang/perundang-undangan menjadi peraturan-peraturan (administratif)
2. Interpretasi dari pada Pasal-Pasal undang-undang dijadikan peraturan atau
instruksi dinas
3. Penentuan atau penciptaan kondisi-kondisi nyata untuk membuat ketentuan-
ketentuan undang-undang dapat diselesaikan (atau menjadi operasional).59
Pemerintah pusat dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, maka
kewenangannya bukan bersifat mandiri akan tetapi merupakan bagian atau
kelanjutan dari urusan negara yang diamanatkan pada alinea keempat Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia 1945. Secara normatif pemberian kewenangan
pemerintah pusat melalui peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian
tanpa dasar wewenang tersebut aparat pemerintah tidak dapat melakukan
tindakan hukum dan mengadakan hubungan hukum antar aparat pemerintah
(termasuk dalam hal ini adalah hubungan hukum antara pemerintah pusat dengan
daerah yang satu dengan yang lainnya), maupun antara pemerintah dengan warga
59 Prajudi Atmosudirjo, Op.cit, hal. 101
64
masyarakat dan/atau pihak lain. Uraian di atas sejalan dengan pendapat Moh.
Kusnardi dan Bintan R. Saragih yang menyatakan “kekuasaan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat “.60
Sehubungan dengan “wewenang” Pemerintah Pusat di bidang
kepegawaian, secara etimologis berasal dari kata dasar “wenang” dan merupakan
terjemahan dari Competentie (Bahasa Inggris) atau bevoegdheid serta gezag
(Bahasa Belanda). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wewenang diartikan
sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak61. Pengertian itu tidak sama dengan
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Prajudi
Atmosudirdjo, seorang ahli pada bidang Hukum Administrasi berpendapat
tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan sebagai
berikut :
Kewenangan (authority, gezag) adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legeslatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif Administratif. Kewenangan dimaksud biasanya terdiri atas beberapa wewenang (kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja.62
Adanya kewenangan suatu badan atau pejabat hukum publik tersebut
pada hakikatnya tidak terlepas dengan Hukum Tata Negara maupun dengan
Hukum Administrasi. Kewenangan negara dapat dilihat pada konstitusi atau
Hukum Tata Negara setiap negara yang memberi suatu legitimasi kepada aparat
60 Moh.Kusnardi dan Bintan R. Saragih, 1994, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama,Jakarta,
hal. 207. 61 W.J.S. Poerwadarminta, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka,
Jakarta, hal 1128 62 Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Indonesia,. Cetakan ke IV, Ghalia, Indonesia, Jakarta, hal. 73-74
65
penyelenggara negara untuk dapat melakukan fungsinya. Selanjutnya terhadap
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menyelenggarakan pemerintahan,
kewenangannya dapat dijumpai pada berbagai produk hukum administrasi yang
menjadi dasar pembentukaannya. Dengan kata lain melalui Hukum Tata Negara
dapat dijumpai susunan negara atau organ dari negara (staats, inrichtingrecht,
organisatierecht) beserta kedudukan hukum bagi warga negara berkaitan dengan
hak-hak dasarnya. Dalam organ atau susunan negara diatur diantaranya mengenai
pembagian kekuasaan dalam negara yang terbagi atas pembagian secara
horizontal dan vertikal.
Bagi Indonesia, khusus terhadap pembagian kewenangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah beserta konsekwensinya dapat
dijumpai dalam Pasal 1 jo Pasal 18, 18A dan 18B UUD NRI 1945. Pasal-Pasal
tersebut menjelaskan wewenang dan kewajiban dari pemerintahan pusat beserta
hubungan dengan pemerintahan daerah. Kewenangan yang telah diamanatkan
dalam UUD 1945, lebih lanjut dinormativisasi melalui kaedah-kaedah Hukum
Tata Negara.
Kewenangan pemerintah pusat memerlukan dukungan hukum positif
guna mengatur dan mempertahankannya. Hal ini berkaitan juga dengan azas
negara hukum, dimana inti pokok dari pemikiran negara hukum
(rechtstaatsdenken) diformulasikan melalui azas wetmatigheid ataupun legaliteit
beginsel sehingga hanya dengan kekuatan hukum maka kewenangan pemerintah
dapat dinyatakan sah dan mengikat. Tanpa adanya dasar wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundangan yang berlaku, segala macam aparat
66
pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang akan mempengaruhi atau
mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya
Mengenai hubungan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam persfektif Hukum Tata Negara seperti di atas pada
dasarnya berkaitan dengan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah
yang secara normatif diatur pada undang-undang tentang pemerintahan daerah.
Cara untuk memperoleh sumber kewenangan ada 2 (dua) cara utama yakni
diperoleh secara atribusi dan delegasi, sedangkan mandat dikemukakan sebagai
cara tersendiri untuk memperoleh wewenang. Delegasi dipandang sebagai
pelimpahan wewenang dari pejabat/badan pemerintahan kepada pejabat/badan
pemerintahan lainnya. Disamping itu pengertian lain dari delegasi yaitu sebagai
“penyerahan kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan dari
delegans (pemegang kewenangan asal yang memberi delegasi) kepada delegataris
(yang menerima delegasi) atas tanggung jawab sendiri. Indroharto mempertegas
lagi bahwa pada delegasi terjadi pelimpahan suatu wewenang pemerintahan secara
atribusi kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara lainnya.
Dilihat dari kewenangan yang dimiliki dalam praktek antara suatu daerah
otonomi yang luas dengan negara bagian dan negara federal tidaklah terdapat
perbedaan yang prinsipil bila dibagi dalam segi kewenangan yang dimiliki,
perbedaan yang tampak pada sumber perolehan wewenangnya. Pada daerah
otonomi sumber wewenang berasal dari pemerintah pusat, sedangkan wewenang
dari negara bagian bersumber dari negara bagian itu sendiri. Sejalan dengan hal
tersebut Bagir Manan mengatakan bahwa kecenderungan perbedaan perjalanan
67
antara negara otonomi dan federal, menjadi titik temu persamaan antara sistem
negara kesatuan berotonomi dengan negara federal, dapat disimpulkan sepanjang
otonomi dapat dijalankan secara wajar dan luas, maka perbedaan antara negara
kesatuan yang berotonomi dengan sistem negara federal menjadi suatu perbedaan
gradual belaka.63.
Menurut Moh. Ma’ruf mengatakan bahwa pembagian urusan pemerintahan
antar tingkat pemerintahan terdapat pembagian jenis urusan secara spesifik 64
yakni :
a. Urusan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (absolut).
Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup
bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan tersebut
meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiscal
nasional, yustisi dan agama.
b. Urusan yang bersifat concurrent atau urusan yang dapat dikelola bersama
antara pusat, provinsi ataupun kabupaten/kota. Pembagian urusan
pemerintahan bersama diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dengan menggunakan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi yang dimaksudkan untuk mewujudkan
proporsionalitas dalam pembagian urusan pemerintahan, sehingga ada
kejelasan pada masing-masing tingkatan pemerintahan.
63 Bagir Manan, 2005, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta,(selanjutnya disebut Bagir Manan I), hal. 3-4
64 Moh. Ma’ruf, 2005, Implementasi Otonomi Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pengarahan Menteri Dalam Negeri Pada Acara Rapat Koordinasi Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara 2005), Jakarta, hal. 5-7
68
Dalam urusan bersama yang menjadi kewenangan daerah terbagi dalam dua
bentuk urusan yakni urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib
adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana
lingkungan dasar dan sebagainya. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat
pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Sebagai Tindak lanjut kewenangan administrasi kepegawaian dari
pemerintah pusat kepada Unit Pelasana Teknis di daerah, masing-masing daerah
baik Provinsi, Kabupaten/Kota tetap mengatur urusan kepegawaiannya sesuai
dengan kebijakan pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan. Formasi dan
kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural Menteri sebagai Pejabat
Pembina Kepegawaian pusat berwenang untuk mengatur administrasi
kepegawaian, menetapkan norma, standard dan prosedur kepegawaian, dalam
pelaksanaan tugas bertanggung jawab sebagai pelayan masyarakat. Permasalahan
lain yang muncul adalah berupa pola pikir yang bias dalam pemahaman adanya
otonomi daerah, kelembagaan pusat dan daerah, kapasitas aparat pemerintah
daerah dan hubungan antara eksekutif dengan legislative.65 Pemberian
kewenangan yang besar pemerintah pusat kepada daerah justru ditafsirkan sebagai
kewenangan yang tanpa batas, sehingga muncul ego masing-masing di daerah
yang memunculkan adanya isu Putra Daerah ( Primordialisme ). Isu Putra Daerah 65 Agus Dwiyanto, dkk, 2003, Teladan dan Pantangan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Otonomi Daerah , Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal 16
69
justru mempersulit mobilitas Pegawai dari satu daerah ke daerah lain, yang justru
bertolak belakang dengan Peran Pegawai Negeri Sipil sebagai pemersatu bangsa.
Pegawai Negeri Sipil yang dahulu dianggap bias mempersatukan daerah Karena
biasa bekerja dari daerah satu ke daerah yang lain sehingga wilayah tanah air bias
dijadikan ladang pengabdian kepada Negara dan bangsa justru hilang akibat
semangat kedaerahan yang disalah tafsirkan. Selain itu, sulit sekali untuk terjadi
mutasi bagi Pegawai Negeri Sipil pusat yang meduduki jabatan struktural dan
Pegawai negeri Sipil pusat mutasi kedaerah karena gaji pegawai diberikan
melalui DAU dari Pemerintah Pusat, sehingga untuk dapat melakukan mutasi
pegawai pusat kedaerah harus lolos butuh, dalam arti tergantung pada daerah yang
akan menerima pegawai apakah membutuhkan pegawai atau tidak.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah merupakan suatu perbaikan sistem terhadap komponen yang terdapat
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang yang baru
ini Pemerintah Pusat menarik kembali sebagian kewenangannya yang sebelumnya
diserahkan kepada Daerah akibat adanya penafsiran yang salah oleh Pemerintah
daerah dalam menerjemahkan pemberian otonomi. Sebagian pakar mengatakan
bahwa Undang-Undang Otonomi daerah yang baru ini kental dengan nuansa
resentralisasi. Perubahan terhadap Undang-Undang Otonomi daerah ini
menyebabkan implikasi terhadap manajemen Pegawai Negeri Sipil khususnya
dalaam hal kepegawaian, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
struktural diperlukan penataan manajemen kepegawaian. Upaya penataan tersebut
merupakan suatu kebutuhan yang amat mendesak untuk melihat seberapa jauh
70
Pejabat Struktural bisa berperan menciptakan tata pemerintahan yang baik ( Good
Governance). Pentingnya peranan good governanc baik pemerintah pusat, dan
daerah Dengan kata lain terjadi sinergi dalam mekanisme pengelolaan sumber
daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non
pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif di Daerah. Idealnya Pemerintahan pusat,
minimalnya memiliki 6 (enam) elemen yang menjadi ciri suatu pemerintahan
yang memenuhi kriteria good governance, antara lain ; Commpetence,
maksudnya setiap pejabat yang dipilih menduduki jabatan tertentu benar-benar
orang yang memiliki kompetensi dari setiap aspek penilaian, baik; dari segi
pendidikan/keahlian, pengalaman, moralitas, dedikasi, maupun aspek lainnya
misalnya the right man on the right place. Transparancy, prinsip keterbukaan
harus benar-benar diterapkan pada setiap aspek dan fungsi pemerintahan di
daerah, apalagi bila dilengkapi dengan prinsip merit system dan reward and
punishment, akan menjadi fungsi pendorong bagi optimalisasi dan keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan, Accountability, sejalan dengan prinsip
transparansi, prinsip akuntabilitas akan mendorong setiap pejabat untuk
melaksanakan tugasnya dengan cara yang terbaik, karena setiap tindakan yang
diambilnya akan dipertanggungjawabkan kehadapan publik dan hukum,
Participation, mengingat tanggung jawab dan intensitasnya di daerah terutama
dihadapkan pada kemampuan untuk mengoptimalisasikan sumber daya yang
dimiliki daerahnya maka diperlukan prakarsa, kreativitas dan peran serta
masyarakat guna memajukan daerah.
71
Rule of Law, merupakan kepastian akan penegakan hukum yang jelas dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Social Justice, bahwa prinsip
kesetaraan dan keadilan bagi setiap anggota masyarakat mesti diterapkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Selanjutnya diperlukan networking
(kerjasama) antar pemerintah pusat dan daerah dalam rangka memanfaatkan
“keunggulan komparatif/keunggulan kompetitif” yang dimiliki oleh masing-
masing daerah, sehingga terbentuk kerjasama yang saling menguntungkan yang
bersifat positif dan saling memperkuat antar daerah, melalui manfaat : Sharing of
experiences, bahwa dengan adanya kerjasama, maka masing-masing daerah akan
dapat belajar/berbagi pengalaman untuk saling memanfaatkan, dengan demikian
kesalahan/kesulitan-kesulitan yang telah dialami tidak akan terulang kembali,
Sharing of Bennefits, Melalui adanya kerjasama yang baik maka potensi–potensi
yang dimiliki masing-masing daerah akan jelas terbudidayakan secara
proporsional, Sharing of Burdens, sejalan dengan prinsip Sharing of Bennefits,
maka biaya operasional dalam usaha bersama tentunya juga akan dipikul secara
bersama-sama pula secara proporsional pula.
Dikarenakan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang good governance itu
bukanlah sesuatu hal yang mudah, sekaligus mampu menciptakan pemerintahan
yang efisiensi dan efektifitasnya tinggi, diperlukan penataan kelembagaan yang
tidak hanya menganut filosofi miskin struktur kaya fungsi, akan tetapi juga
meperhatikan/berfokus pada hasil (output berupa pelayanan yang maksimal),
sesuai dengan mandatnya sebagai Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah,
apapun urusan dan kewenangannya sebagai Aparatur Negara.
72
Pemerintah pusat sebagai perpanjangan tangan dari penyelenggaraan
urusan pemerintahan, maka kewenangannya bukan bersifat absolut akan tetapi
merupakan bagian atau kelanjutan dari urusan negara yang diamanatkan pada
alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945. Secara normatif kewenangan oleh
pemerintah pusat melalui peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian
tanpa dasar wewenang tersebut aparat pemerintah pusat di daerah tidak dapat
melakukan tindakan hukum dan mengadakan hubungan hukum antar aparat
pemerintah (termasuk dalam hal ini adalah hubungan hukum antara pemerintah
pusat dengan daerah yang satu dengan yang lainnya), maupun antara pemerintah
dengan warga masyarakat dan/atau pihak lain. Uraian diatas sejalan dengan
pendapat Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih yang menyatakan “kekuasaan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat “.66
Bagi Indonesia, khusus terhadap pembagian kewenangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah beserta konsekwensinya dapat
dijumpai dalam Pasal 1 jo Pasal 18, 18A dan 18B UUD NRI 1945. Pasal-Pasal
tersebut menjelaskan wewenang dan kewajiban dari pemerintahan daerah beserta
hubungan dengan pemerintahan pusat. Kewenangan yang telah diamanatkan
dalam UUD 1945, lebih lanjut dinormativisasi melalui kaedah-kaedah Hukum
Tata Negara maupun penjabarannya yang lebih kongkret melalui kaedah-kaedah
Hukum Administrasi. Adanya penormaan yang lebih kongkret melalui kaedah
Hukum Administrasi tersebut maka aparat pemerintahan di daerah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya dalam mengimplementasikan amanat dalam UUD
66 Moh.Kusnardi dan Bintan R. Saragih, 1994, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama,Jakarta, hal. 207.
73
NRI 1945 maupun Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang menjabarkannya.
Hal ini berarti, pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah pada
hakikatnya memiliki keterkaitan kewenangan dengan pemerintah pusat yang
dapat dipahami melalui teori perolehan kewenangan (bevoegdheidsverkrijging
theorie).
Uraian diatas menunjukkan keberadaan kewenangan pemerintah daerah
memerlukan dukungan hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya.
Hal ini berkaitan juga dengan azas negara hukum, dimana inti pokok dari
pemikiran negara hukum (rechtstaatsdenken) diformulasikan melalui azas
wetmatigheid ataupun legaliteit beginsel sehingga hanya dengan kekuatan hukum
maka kewenangan pemerintah dapat dinyatakan sah dan mengikat. Tanpa adanya
dasar wewenang yang diberikan oleh peraturan perundangan yang berlaku, segala
macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang akan
mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga
masyarakatnya67.
Dilain pihak tanpa adanya suatu dasar hukum yang jelas, maka perbuatan
pemerintah itu akan menjadi petunjuk sebagai tindakan kesewenang-wenangan.
Pemikiran tersebut juga berlaku bagi Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dalam
bertindak ataupun mengeluarkan keputusan haruslah didukung oleh suatu
kewenangan yang sah, apalagi menyangkut kepegawaian.
Adapun kekuasaan hukum atau kewenangan dari pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan dapat diperoleh melalui 2 cara yakni :
67 Indroharto I, Op.cit, hal. 68
74
a Pengakuan kekuasaan (attributie)
b Pelimpahan kekuasaan (overdrracht)
kemudian, pelimpahan kekuasaan sendiri dapat dibedakan lagi atas 2 macam,
yaitu :
a. Pemberi kuasa (mandaatsverlening)
b Pendelegasian (delegatie)
Atas dasar pembagian tersebut maka hubungan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah dapat dikualifikasikan menjadi dua macam yakni :
a Hubungan dalam kaitannya dengan pelaksanaan desentralisasi
b Hubungan yang berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.
Mengenai hubungan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam persfektif Hukum Tata Negara seperti di atas pada
dasarnya berkaitan dengan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah
yang secara normatif diatur pada undang-undang tentang pemerintahan daerah.
Cara untuk memperoleh sumber kewenangan ada 2 (dua) cara utama yakni
diperoleh secara atribusi dan delegasi, sedangkan mandat dikemukakan sebagai
cara tersendiri untuk memperoleh wewenang. Delegasi dipandang sebagai
pelimpahan wewenang dari pejabat/badan pemerintahan kepada pejabat/badan
pemerintahan lainnya. Disamping itu pengertian lain dari delegasi yaitu sebagai
“penyerahan kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan dari
delegans (pemegang kewenangan asal yang memberi delegasi) kepada delegataris
(yang menerima delegasi) atas tanggung jawab sendiri. Indroharto mempertegas
75
lagi bahwa pada delegasi terjadi pelimpahan suatu wewenang pemerintahan secara
atribusi kepada Badan atau Pejabat TUN lainnya.
Dilihat dari kewenangan yang dimiliki dalam praktek antara suatu daerah
otonomi yang luas dengan negara bagian dan negara federal tidaklah terdapat
perbedaan yang prinsipil bila dibagi dalam segi kewenangan yang dimiliki,
perbedaan yang tampak pada sumber perolehan wewenangnya. Pada daerah
otonomi sumber wewenang berasal dari pemerintah pusat, sedangkan wewenang
dari negara bagian bersumber dari negara bagian itu sendiri. Sejalan dengan hal
tersebut Bagir Manan mengatakan bahwa kecenderungan perbedaan perjalanan
antara negara otonomi dan federal, menjadi titik temu persamaan antara sistem
negara kesatuan berotonomi dengan negara federal, dapat disimpulkan sepanjang
otonomi dapat dijalankan secara wajar dan luas, maka perbedaan antara begara
kesatuan yang berotonomi dengan sistem negara federal menjadi suatu perbedaan
gradual belaka.67 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pada dasarnya menganut
falsafah yang sudah sangat umum dikenal diberbagai negara, yaitu “ no mandate
without funding, artinya setiap pemberian kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan cukup.
Karena itu subsidi merupakan elemen yang sangat penting dalam hal keuangan
daerah, apakah itu berbentuk dana alokasi umum ataupun dana alokasi khusus
serta bantuan keuangan yang lainnya.
Sehubungan dengan implementasi otonomi daerah dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
67 Bagir Manan, 2005, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas
Hukum UII, Yogyakarta,(selanjutnya disebut Bagir Manan I), hal. 3-4
76
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Moh. Ma’ruf mengatakan bahwa
pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan terdapat pembagian
jenis urusan secara spesifik yakni :68
a. Urusan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (absolut).
Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup
bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan tersebut
meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiscal
nasional, yustisi dan agama.
b. Urusan yang bersifat concurrent atau urusan yang dapat dikelola bersama
antara pusat, provinsi ataupun kabupaten/kota. Pembagian urusan
pemerintahan bersama diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dengan menggunakan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi yang dimaksudkan untuk mewujudkan
proporsionalitas dalam pembagian urusan pemerintahan, sehingga ada
kejelasan pada masing-masing tingkatan pemerintahan. Dalam urusan
bersama yang menjadi kewenangan daerah terbagi dalam dua bentuk urusan
yakni urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah
suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal,
prasarana lingkungan dasar dan sebagainya. Sedangkan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara
68 Moh. Ma’ruf, 2005, Implementasi Otonomi Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Pengarahan Menteri Dalam Negeri Pada Acara Rapat Koordinasi Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara 2005), Jakarta, hal. 5-7
77
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.
2.2 Ruang Lingkup Manajemen Pegawai Negeri Sipil
dalam Jabatan Struktural
Manajemen merupakan perkembangan dari pengertian administrasi.
Istilah administrasi dalam Ilmu Administrasi Negara berasal dari bahasa latin
administrare, asal kata ad dan ministrare yang diartikan sebagai pemberian jasa
atau bantuan. Kata administrasi mengandung arti melayani ( to serve ), pimpinan
(manager ), atau memimpin ( to manage ), yang akhirnya berarti manajemen.
Sementara manajemen itu sendiri merupakan inti dari administrasi. Administrasi
pada dasarnya berfungsi untuk menentukan tujuan organisasi dan merumuskan
kebijakan umum, sedangkan manajemen berfungsi untuk melaksanakan kegiatan
yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas
kebijaksanaan umum yang telah dirumuskan. Secara etimologis manajemen
berasal dari kata Manus artinya tangan dan agere berarti melakukan yang
setelah digabung menjadi kata manage yang berarti mengurus, atau managiere (
bahasa latin) yang berarti melatih.
” The art of management is defines as knowing exactly what you want to
do, and than seeing that they do it it in the best and cheapest way” yang artinya
bahwa ilmu manajemen itu dapat diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang
78
mandiri yang sebenarnya akan anda kerjakan, selanjutnya mengkaji apakah
sesuatu itu dikerjakan dengan cara terbaik serta termudah.70
Dalam hukum positif, istilah yang digunakan untuk menyebutkan
administrasi kepegawaian adalah manajemen kepegawaian. Oleh karena itu istilah
tersebut digunakan bersamaan dengan pengertian yang sama. Manajemen
kepegawaian meliputi kegiatan pengangkatan dan seleksi, pengembangan yang
meliputi latihan jabatan ( in service training ), promosi dan pemberhentian.
Manajemen kepegawaian juga termasuk dalam unsur perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap pengadaan, pembinaan,
kompensasi ( pemberian gaji dan upaah ), integrasi, pemeliharaan, dan
pemberhentian serta pensiun. Dalam batasan ini terdapat 2 unsur pokok yaitu :
1. Fungsi manajemen, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembinaan dan
pengawasan;
2. Fungsi operatif kepegawaian, meliputi pengadaan, pembinaan/pengembangan,
kompensasi, perawatan/pemeliharaan, dan pemberhentian/pensiun.
Perencanaan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
merupakan peramalan kebutuhan pada masa yang akan datang dari berbagai jenis
jabatan atas dasar tuntutan organisasi. Peramalan pengadaan jabatan diperlukan
dengan berbagai kualifikasi atau latar belakang pendidikan yang dibutuhkan.
70 Frederick w. Taylor, dalam Inu Kencana Syafiie,2004, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, hal 117-118
79
Suatu organisasi harus selalu memperhatikan kondisi-kondisi serta situasi
baik yang berifat positif maupun yang bersifat negatif sehingga oraganisasi dapat
beroperasi dengan baik berdasarkan faktor yang berkesinambungan. Bahwa
organisasi, tidak dapat melepaskan diri dari beberapa jenis pertanggungjawaban.
Pimpinan organisasi akan bertanggung jawab pada dirinya, bawahannya, dan
masyarakat. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang bersetruktur
yang didalamnya berisi wewenang, tanggung jawab dan pembagian kerja untuk
menjalankan satu fungsi tertentu. Istilah lain dari unsur ini ialah terdapat hierarki .
Konsikwensi dari adanya hierarki ini adalah bahwa didalam organisasi ada
pimpinan atau kepala dan bawahan atau staf.71
Dengan kata lain bidang kegiatan manajemen kepegawaian meliputi
perencanaan, pengaturan, pengarahan dan pengendalian dari kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, dan penggajian dan integrasi tenaga kerja pegawai
dalam suatu organisasi tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa manajemen
kepegawaian meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Pengadaan dan seleksi tenaga kerja/pegawai, yang diketahui dari
rangkaian kegiatan tentang pengadaan, seleksai, dan pengangkatan
memalui ujian calon pelamar menjadi pegawai;
2. Penempatan dan penunjukan, diketahui melalui rangkaian ditempatkannya
calon pegawai pada jabatan atau fungsi tertentu yang telah ditetapkan;
71 Miftah Toha, 1986, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta Hal 125
80
3. Pengembangan, yang diketahui dari segenap proses latihan ( training )
baik sebelum dan sesudah menduduki jabatan dikaitkan dengan promosi
pegawai;
4. Pemberhentian, yang diketahui melalui proses diberhentikannya tenaga
kerja/pegawai, baik sebelum masanya maupun sedah saatnya. Terkait
dengan pemberhentian sebelum masanya adalah karena telah melakukan
tindakan indisipliner.
5. Manajemen kepegawaian adalah perpaduan kata manajemen dan
kepegawaian yang artinya adalah kemampuan atau keterampilan untuk
memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui segala
kegiatan yang berhubungan dengan kedudukan, kewajiban, hak dan
pembinaan pegawai.
Fungsi-fungsi manajemen merupakan kerangka dasar dari peran kegiatan
manajerial secara universal. Fungsi manajemen dikategorikan sebagai berikut :
1. Perencanaan ( planning );
2. Pengorganisasian (organizing ) ;
3. Pemberian motivasi ( motivation ) yang terbagi dalam :
a. Pengisian staf ( staffing );
b. Mengarahkan ( directing )
4. Pengawasan ( controlling );
5. Penilaian ( evaluating ).
Pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, dijelaskan tentang Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
81
yaitu Pasal 13 yang menyatakan bahwa “Kebijaksanaan pembinaan Pegawai
Negeri Sipil secara menyeluruh berada di tangan Presiden”. Hal ini berarti terjadi
pengaturan secara sentralisasi terhadap pembinaan Pegawai Negeri Sipil dan
daerah harus tunduk dengan aturan pusat. Manajemen Pegawai Negeri Sipil
adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian, yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi,
penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan
tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan,
pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian. 72 Kebijakan manajemen Pegawai Negeri Sipil
mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan,
pengembangan kualitas sumber daya, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. Kebijakan manajemen
Pegawai Negeri Sipil berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Presiden
merupakan pembina tertinggi terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil. Untuk
membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan manajemen kepegawaian
dan membantu pertimbangan tertentu, Presiden membentuk Badan Kepegawaian
Negara seperti tercantum dalam pasal 13 ayat (3). Adapun pada pasal 34a ayat (1)
disebutkan bahwa untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil
72 Suradji, 2006 Manajemen Kepegawaian Negara Jakarta, LAN, Hal 8
82
Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah. Melalui Keputusan Presiden No 59
thun 2000, tentang Pedoman pembentukan Badan Kepegawaian Daerah, bagi
Daerah Otonom (Provinsi atau Kabupaten/Kota) yang belum membentuk Badan
Kepegawaian daerah menurut ketentuan ini, manajemen/administrasi
kepegawaian daerahnya dilakukan oleh sebuah Badan atau Unit Pengelolaan
Kepegawaian Daerah dengan bantuan Kantor Regional Badan Kepegawaian
Negara yang bersangkutan.73
Ketentuan tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
struktural diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sepil dalam jabatan struktural. Formasi
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural secara nasional
anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab, setelah
memperhatikan jabatan diperlukan dalam suatu satuan organisasi negara untuk
mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu.
Formasi Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah formasi bagi
Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada suatu satuan organisasi Pemerintah Pusat.
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional
serta Pimpinan Kesekratariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktur
eselon I dan bukan merupakan bagian dan Kementerian/Lembaga Pemerintah non 73 Sukamto Satoto, 2004, Pengaturan Eksistensi & Fungsi Badan Kepegawaian Negara, HK Offset, Yogyakarta, hal 18
83
Kementerian Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur.
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/ Walikota.
Formasi masing-masing satuan organisasi negara disusun berdasarkan analisis
kebutuhan dan peyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia dengan
memperhatikan informasi jabatan yang disusun oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian menyusun formasi masing-masing satuan organisasi. daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 bahwa untuk
mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional dan bertanggung jawab
diperlukan pengangkatan jabatan struktural yang obyektif, transparan dan adil.
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural merupakan salah satu
instrumen atau kegiatan yang bertujuan untuk mengisi formasi berdasarkan
kebutuhan organiasasi pemerintah, baik Pusat maupun di Daerah. pengangkatan
jabatan struktural melalui seleksi khusus. Pegawai Negeri Sipil yang akan atau
menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan
kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut.
Pengangkatan jabatan struktural Pemerintah telah menetapkan kebijakan,
Pegawai Negri Sipil yang menduduki jabatan struktural dapat diangkat dalam
jabatan struktural setingkat lebih tinggi apabila yang bersangkutan sekurang-
kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam jabatan struktural yang pernah dan/atau
masih didudukinya kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural yang menjadi
wewenang Presiden. Sesuai dengan kebijakan pemerintah, pengangkatan jabatan
84
struktural diprioritaskan untuk mengisi lowongan formasi yang dilakukan melalui
seleksi administrasi secara khusus.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural juga
merupakan proses kegiatan pengisian formasi yang lowong dimulai dan
perencanaan, penetapan nama yang akan diangkat, seleksi administrasi, dan lain-
lain.
Pejabat Struktural adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas
tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya dan tunjangan jabatan
menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural dilakukan berdasarkan kebutuhan organisasi untuk
mengisi formasi yang lowong. Pengisian tambahan formasi diprioritaskan untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan dasar serta jabatan tertentu lainnya.
Prinsip-prinsip Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
adalah sebagai benikut:
a) Jabatan struktural Eselon I pada instansi Pusat ditetapkan oleh Presiden
atas usul pimpinan instansi. Instansi setelah mendapat pertimbangan
tertulis Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan
Aparatur Negara..
b) Jabatan Struktural Eselon II kebawah pada instansi pusat ditetapkan oleh
pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri
yang bertanggungjawab dibidang pendayagunaan Aparatur Negara.
85
c) Jabatan Eselon I kebawah di Propinsi dan Jabatan struktural Eselon II
kebawah di Kabupaten ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
d) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural wajib
dilantik dan mengucapkan sumpah dihadapan pejabat yang berwenang.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan diangkat dalam pangkat dan jabatan
tertentu oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil,
dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan. 74
Syarat-syarat untuk dapat di angkat dalam jabatan struktural Pegawai
Negeri Sipil adalah:
a. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik.
Ketentuan tentang Penilaian Pekerjaan diatur lebih lanjut dalam PP
No.10 Tahun 1979.
b. Telah lulus Pendidikan dan Pelatihan /Diklat PIM
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Memenuhi persayaratan dalam pendidikan sesuai kompensi
e. Memenuhi persayaratan Pangkat/Golongan
74 Sastra Djatmika dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, Jakarta hal 95
86
Secara emperis dalam perencanaan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural pada Kementerian Kehutanan dimulai dari inventarisasi
lowongan jabatan yang telah ditetapkan dalam formasi beserta syarat jabatannya
sampai dengan pengangakatan menjadi pejabat dan penempatannya.
Prosedur Pengusulan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada
Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar
dan Penyelesaian Surat Keputusan adalah Unit Pelaksana Teknis Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar mengusulkan calon pejabat
pada Eselon I Ditjen Planologi Kehutanan Jakarta selanjutnya diproses oleh Biro
Kepegawaian Kementerian Kehutanan. Dalam rangka untuk menjamin kualitas
dan obyektivitas dalam pengangkatan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural Eselon I pada Kementerian Kehutanan ditetapkan oleh
Presiden atas usul pimpinan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi
Kepegawaian Negara cq. Tim penilai Akhir yang dibentuk dengan Keputusan
Nomor 104 Tahun 2003 tanggal 14 September 2001.
Untuk jabatan struktural eselon II ke bawah dibentuk Badan Pertimbangan
Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang bertugas memberikan pertimbangan
kepada pejabat Pembina Kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian. Disamping itu juga memberikan pertimbangan dalam pemberian
kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural.
87
BAB III
PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL
3.1. Kedudukan Pemerintahan Pusat pada Unit Pelaksana Teknis
daerah
Sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berdasarkan
pendekatan kesisteman meliputi pemerintahan pusat atau disebut pemerintah dan
sistem pemerintahan daerah. Praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam
hubungan antar pemerintahan dikenal dengan konsep sentralisasi dan
desentralisasi. Konsep sentralisasi menunjukkan karakteristik bahwa semua
kewenangan penyelenggaraan berada dipemerintah pusat.75 Secara etimologis
pemerintahan diartikan sebagai tindakan yang terus-menerus (kontinu) atau
kebijaksanaan, yang dengan menggunakan suatu rencana maupun akal (rasio)
dan tata cara tertentu, untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dikehendaki.76
Menurut Van Vollenhoven77 mengartikan pemerintah Negara dalam arti luas dan
arti sempit. Dalam arti luas seluruh kekuasaan pemerintah negara dapat dibagi
yiatu :
1. Bestuur atau pemerintahan, yaitu kekuasaan untuk melasanakan tujuan
negara.
75 H. Siswanto Sunarno, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta hal 11 76 S.F. Marbun, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta 77 Ateng Syafrudin, 1976, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di daerah, Tarsito, Bandung, hal 5
87
88
2. Politie, ialah kekuasaan kepolisian negara untuk menjamin keamanan dan
ketertiban umum dalam negara atau kekuasaan mencegah timbulnya
pelanggaran-pelanggaran terhadap tertib hukum untuk terciptanya dalam
masyarakat (preventieve rechszorg)
3. Rechsspeak, atau peradilan, yaitu kekuasaan untuk menjamin keadilan
didalam negara.
4. Regeling, atau pengaturan perundang-undangan, yaitu kekuasaan untuk
membuat peraturan-peraturan umum dalam negara.
Selanjutnya dalam arti sempit, pemerintahan negara itu tidak meliputi kekuasaan
perundang-undangan, peradilan dan polisi. Teori lain yaitu :trias Politica” yang
dikemukakan oleh Jhon Locke (pembagian kekuasaan) dan disempurnakan
oleh Montesquieu (pemisahan kekuasaan) yang menyebutkan fungsi
pemerintahan tersebut meliputi 3 (tiga) kekuasaan yaitu :78
1. Kekuasaan legislatif, membuat perundang-undangan
2. Kekuasan eksekutif, melaksanakan perundang-undangan
3. Kekuasaan judikatif, menjalankan peradilan
Konsepsi pemerintahan pusat dalam sub bahasan ini bukanlah dalam
artian suatu lembaga, melainkan menunjuk kepada tempat proses
penyelenggaraan urusan atau tugas negara, yakni di tingkat daerah sebagai
perpanjangan penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah pusat. Dengan
demikian, pengertian "di daerah" bukan semata-mata dalam konteks Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah,
78 Bachan Mustafa, 1985, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Alumni Bandung, hal 42
89
melainkan berkaitan dengan semua undang-undang baik yang pernah maupun
sedang mengatur penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah.
Landasan pemikiran Peraturan Pemerintah No 20 tahun 1975 seperti apa
yang terurai di dalam pasal 13 dan 25 dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974.
Pasal 13 menentukan bahwa kebijaksanaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil
secara menyeluruh berada di tangan Presiden. Dalam penjelasan Pasal 13
ditegaskan bahwa Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah pembina
tertinggi seluruh Pegawai Negeri Sipil baik Pegawai Ndegeri Sipil pusat maupun
Pegawai Negeri Sipil Daerah. 79
Sejak awal tahun 1990 an penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
bersih dipopulerkan dilingkungn administrasi negara. Semula istilah tersebut
dipopulerkan oleh Bank Dunia dan beberapa negara Eropa yang menyebutnya
good governance artinya pemerintahan yang baik dan clen goverment artinya
pemerintah yang bersih..
Berbicara tentang transparansi yang artinya pembuatan keputusan yang
dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat khususnya pers dapat mengetahui .
namun dalam penyelenggaran pemerintahan transparansi juga tidak dapat
dilepaskan tentang partisipasi. Transparansi dan partisipasi adalah dua istilah
yang sering disandingkan, seolah-olah mengandung pengertian bahwa tuntutan
transparansi ini berasal dari partisipasi publik (masyarakat). Berkaitan dengan
tuntutan trasparansi dan partisipasi masyarakat yang mengedepankan pada setiap
proses pengambilan kebijakan publik. Pada era pemerintahan Orde baru sifat
79 Djoko Prakoso ,1983 Pokok-Pokok Kepegawaian di Indonesia, Jakarta, hal 1
90
sentralistik dalam penyelenggaran pemerintahan cendrung bersifat tertutup dan
lembaga perwakilan rakyat belum dapat sepenuhnya memperjuangkan aspirasi
masyarakat.
Dalam teori penyelenggaraan kepemerintahan yang berdasarkan prinsip-
prinsip good governance dapat dikeluarkan beberapa berbagai kebijakan dan
peraturan perundang-undangan antara lain ;
- Undang-Undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
- Undang—Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
- Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
- Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Penyelenggaraan pemerintah telah menerapkan prinsip-prinsip good
governance namum tidak boleh keluar dari platform negara hukum yang telah
disepakati. Agar good governance (kepemerintahan yang baik) dapat menjadi
kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan
semua pihak yang berorientasi pada :Orientasi ideal, negara yang diarahkan pada
pencapaian tujuan nasional
1. Pemerintah yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efesien
dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional
2. Pengawasan
91
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan pada Kementerian
Kehutanan untuk mencapai pelaksanaan pengelolaan administrasi kepegawaian
tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural dibutuhkan
kemantapan pengelolaan manajemen kepegawaian. Dalam lingkup Kementerian
Kehutanan penanggung jawab terwujudnya kemantapan tersebut adalah
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Dengan demikian Direktorat Jenderal
Planologi Kehutanan dapat dikatakan merupakan “Executing agency” bagi
pelaksanaan kegiatan pembangunan pada Kementerian Kehutanan yang akan
dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis di daerah lingkup Kementerian Kehutanan.
Kemantapan pengelolaan kepegawaian khususnya pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil dalam jabatan struktural meliputi hal-hal antara lain:
• Kemantapan Administrasi Kepegawaian.
• Ketersediaan data dan informasi kepegawaian yang lengkap dan up to
date.
• Kebutuhan dan formasi pengangkatan jabatan struktural
Kedudukan pemerintah pusat pada Kementerian Kehutanan sesuai dengan
tugas pokok Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dengan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P. 64/Menhut-II/2008 tanggal 14 November 2008 tentang
Perubahan Ketujuh atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 13/Menhut-
II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan adalah
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
92
perencanaan makro bidang kehutanan dan pemantapan kawasan hutan dengan
menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan norma, standar, prosedur dan kriteria Kementerian di bidang
perencanaan makro bidang kehutanan dan pemantapan kawasan hutan.
2. Pelaksanaan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang perencanaan
makro bidang kehutanan dan pemantapan kawasan hutan.
3. Penyusunan rencana dan program di bidang perencanaan makro bidang
kehutanan, pemanfaatan kawasan hutan, dan penyiapan areal pemanfaatan
kawasan hutan.
4. Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan perizinan dan
standarisasi di bidang perencanaan makro bidang kehutanan, pemanfaatan
kawasan hutan, dan penyiapan areal pemanfaatan kawasan hutan.
5. Pengendalian dan pengamanan teknis operasional di bidang perencanaan
makro bidang kehutanan, pemantapan kawasan hutan pengelolaan dan
penyiapan areal pemanfaatan kawasan hutan.
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan Pegawai Negeri Sipil di
lingkup Kementerian Kehutanan yaitu penerapan Personil Assesment Centre
(PAC), kebijakan PAC. telah diinisiasi pada tahun 2002 yang dibentuk kelompok
kerja PAC (POKJA-PAC). Tugas utama POKJS-PAC yaitu memfasilitasi
penerapan PAC dilingkungan Kemenenterian Kehutanan, menyusun standar
kompetensi jabatan, menyiapkan alat uji kompetensi, menyusun persyaratan
93
calon peserta assessment centre. Lahirnya kebijakan tersebut tidak terlepas dari
aturan yang muncul dari Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2000 jo. Peraturan
Pemerintah No, 13 tahun 2002 tntang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam
Jabatan Struktural, dimana ditentukan persyaratan diangkat dalam jabatan
struktural diantaranya memiliki kompetensi yang diperlukan. Bagaimana
mengukur kompetensi pegawai secara obyektif agar memiliki kualitas seperti
yang diharapkan, diperlukan suatu metode. Salah satu metode yang mempunyai
validitas tinggi dalam pengukuran kompetensi adalah dengan personel assessment
centre.. Sebagai suatu metode atau pendekatan dalam mengukur kompetensi
individu, PAC memiliki beberapa karekteristik diantaranya proses penilaian
terstadarisasi, menggunakan beberapa metode (multiple method) mengacu pada
sejumlah komperensi, melibatkan sejumlah penilai/observer dan informasi yang
diperoleh diintegrasikan menjadi sebuah rekomendasi kompetensi seseorang.
Teknik-teknik yang digunakan dalam proses PAC Kementerian Kehutanan
antara lain ability test, interview, dan simulasi (in-tray dan simulasi kelompok).
Ability test merupakan paper pencil test yang telah distandarisasikan untuk
mengukur kemampuan khusus misalnya cheking informasi & data, verbal,
numerical reasoning dan lain-lain. Pengadministrasian tes ini dilakukan secara
ketat oleh pelaksana PAC, dan biasanya dipegang oleh asssesor yang juga
psikologi. Ability test merupakan alat ukur yang obyektif, dan relative bias
membedakan kemampuan antar individu peserta. In- tray atau in basket adalah
sutu bentuk tes situsional yang mensimulasikan aspek-aspek administrative dari
sebuah pekerjaan. Peserta diminta untuk mereview setiap materi dengan membuat
94
prioritas, mengorganisir masalah, memecahkan permasalahan, membuat
keputusan dan menyusun langkah-langkah tindakan secara tertulis. In-tray
disusun dari berbagai surat, memo, nota dinas, laporan, kliping berita koran,
disertai informasi mengenai organisasi, kebijakan dan lain-lain. Interview
merupakan salah satu metode digunakan dalam seleksi manager. Dalam proses
PAC teknik interview yang digunakan yaitu competncy based in interview
dengan karekeristik wawancara secara tersetruktur menggali kompetensi dari
peserta.. Informasi yang digali dari proses peserta yiatu perilaku kerja pada masa
lalu, untuk mempredeksikan perilakunya di masa datang. Peserta diminta mengisi
formulir erical incedent yang berisi biodata, uraian tugas, kejadian yang dianggap
berhasil dalam tugas, dan kejadian kegagalan dalam melaksanakan tugas.
Komitmen pimpinan dalam penerapan kebijakan PAC dituangkan dalam
SK Menteri Kehutanan No. 277/menhut-II/2004 tanggal 30 Juni 2004 tentang
pengukuran kompetensi Pegawai Negeri Sipil untuk diangkat pada jabatan
struktural Kementerian Kehutanan. Dalam ketentuan ini penyelenggaraan
pengukuran kompetensi melalui PAC dimaksudkan untuk menggali kompetensi
pegawai berdasarkan standar kompetensi jabatan yang ditentukan melalui
berbagai alat uji dan simulasi. Hasil PAC digunakan sebagai bahan rekomendasi
BAPERJAKAT untuk menempatkan pegawai dalam jabatan struktural,
pengembangan kerier dan pembinaan.
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan
pada Unit Pelaksana Teknis di daerah meliputi :
95
BPKH WIL. I MEDAN
BPKH WIL. II PALEMBANG
BPKH WIL. III PONTIANAK
BPKH WIL. IV SAMARINDA
BPKH WIL. V BANJARBARU
BPKH WIL. VI MANADO
BPKH WIL. VII MAKASAR
BPKH WIL. VIII DENPASAR
BPKH WIL. IX AMBON
BPKH WIL. X JAYAPURA
BPKH WIL. XI JOGYAKARTA
BPKH WIL. XII TANJUNG PINANG
BPKH WIL. XIII PANGKALPINANG
BPKH WIL. XIV KUPANG
BPKH WIL. XV GORONTALO
BPKH WIL. XVI PALU
BPKH WIL. XVII MANOKWARI
Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural mengikuti kebijakan
yang telah ditetapkan Pemerintah pusat sebagai pemegang kewenangan tertinggi
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena seperti kita ketahui kewenangan
Pemerintah Pusat adalah:
• Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;
• Dana perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus
untuk mengelola;
• Sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan
peraturan perundang-undangan.
96
• Lembaga perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan;
• Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;
Seperti dijelaskan diatas maka kewenangan pemerintah pusat dalam
melaksanakan otonomi daerah sangatlah penting. Sehingga jika terjadi berbagai
permasalahan yang timbul pemerintahan pusat harus menanganinya secara baik
karena pemerintah pusat masih mempunyai kewenangan untuk mengadakan
berbagi evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga
pemerintah daerah dapat menjalankan kewenanganya secara proporsional.
Pembinaan atas penyelenggaraan oleh pemerintah pusat kementerian
Kehutanan pada Unit Pelaksana Teknis di derah meliputi ;
a. Koordinasi ; dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau
provinsi. Pemberian pedoman dan standar tersebut mencakup aspek
perencanaan, tata laksana,pendanaan
b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan ; mencakup aspek perencanaan,
pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan
pengawasan.
c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan; dilaksanakan
secara berkala dan/atau sewaktu-waktu secara menyeluruh.
d. Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan secara berkala.
97
3.2 Bentuk Pengaturan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam Jabatan Struktural
Ketentuan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 jo Peratutan Pemerintah
Nomor 13 tahun 2002 dan ketentuan pelaksanaannya dengan Keputusan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2001. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2002 disebutkan syarat pengangkatan dalam jabatan struktural
adalah :
1. Serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat di bawah jenjang
pangkat yang ditentukan.
2. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan
3. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik 2
(dua) tahun terakhir
4. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, dan
5. Sehat jasmani dan rohani
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 mengatur
bahwa kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan
norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas
Sumber Daya pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum. Dimana sistem dan proses
manajemen Pegawai Negeri Sipil dan pengangkatan jabatan struktural diuraikan
sebagai berikut berikut :
98
1. Perencanaan
Planning dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan
penentuan secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang
akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Administrative
planning meliputi segala aspek kegiatan dan meliputi seluruh unit organisasi,
sedangkan managerial planning bersifat departemental dan operasional.
Administrative planning bersifat lebih khusus dan terperinci. Hal ini menunjukkan
dengan jelas bahwa perencanaan merupakan fungsi organik pertama, alasannya
adalah tanpa adanya rencana, tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertenti dalam rangka mencapai tujuan. Dalam mencari perencanaan yang
baik, diperlukan penelitian (research ) sebagai proses awal dalam menganalisis
situasi yang ada berupa data dan fakta relevan guna menunjang pelaksanaan
administrasi, khususnya dalam pelaksanaan fungsi manajemen kepegawaian.
Suatu rencana ditujukan untuk masa yang akan datang, karenanya ada beberapa
hal penting dalam hubungannya dengan proses perencanaan. Hal ini disebut
sebagai teori administrasi dan manajemen sebagai planning premises, yang
meliputi :
1. bahwa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, sumber yang tersedia
selalu terbatas sedangkan tujuan yang hendak dicapai tidak pernah
terbatas. Akibat premise ini adalah rencana yang dibuat harus disesuaikan
dengan tersedianya sumber-sumber dan logis pula apabila dikatakan
bahwa sebelum membuat rencana, sumber-sumber apa yang telah, sedang
99
dan akan tersedia perlu diketahui dengan tepat dan tidak hanya didasarkan
pada dugaan;
2. Bahwa suatu organisasi harus selalu memperhatikan kondisi-kondisi serta
situasi dalam masyarakat, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat
negatif, sehingga organisasi dapat beroperasi dengan baik berdasarkan
faktor yang berkesinambungan.
3. Bahwa organisasi tidak dapat melepaskan diri dari beberapa jenis
pertanggungjawaban. Pimpinan organisasi akan bertanggungjawab pada
dirinya, bawahannya, dan masyarakat. Implikasi dari Premise ini adalah
dalam membuat rencana dan dalam melaksanakannya segala sesuatunya
harus didasarkan pada tanggung jawab;
4. bahwa manusia/ yang menjadi anggota organisasi dihadapkan kepada
keserba terbatasan, baik dari fisik, mental dan biologis, karenanya harus
diusahakan terciptanya iklim kerja sama yang baik dengan demikian
manusia sebagai faktor pelaksana rencana dapat turut berbuat lebih
banyak.
Perencanaan adalah unsur yang mengawali seluruh kegiatan administrasi
kepegawaian . Perencanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses
pemikiran dan penentuan secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di
masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dengan demikian pada pihak perencana dituntut kepekaannya terhadap
perkembangan situasi yang akan berdampak pada organisasi berupa berapa jumlah
dan jenis tenaga yang diperlukan, begitu juga dengan pegawai yang naik pangkat
100
atau promosi jabatan. Dalam konteks ini kegiatan perencanaan meliputi pula
kebutuhan dana yang dibutuhkan sehingga pada akhirnya diperoleh gambaran
menyeluruh tentang kegiatan yang akan dilaksanakan.
Perencanaan menjadi unsur yang penting dalam mengawali pelaksanaan
manajemen Pegawai Negeri Sipil, karenanya dalam manajemen kepegawaian
diperlukan suatu perencanaan yang didasarkan pada evaluasi terhadap
permasalahan yang terjadi sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 43
tahun 1999 berupa :
1. Kelembagaan birokrasi pemerintah yang besar dan tidak didukung dengan
sumber daya aparatur yang profesional;
2. Mekanisme kerja yang sentralistik masih mewarnai kinerja birokrasi
pemerintah;
3. Kontrol terhadap birokrasi pemerintah masih dilakukan oleh pemerintah,
dari pemerintah dan untuk pemerintah;
4. Patron-klien ( KKN ) dalam birokrasi pemerintah merupakan halangan
terhadap upaya mewujudkan meritokrasi dan birokrasi;
5. Tidak jelas dan cenderung tidak ada Sense of accountability baik secara
kelembagaan maupun secara individu;
6. Jabatan birokrasi yang hanya menampung jabatan struktural dan
pengisiannya seringkali tidak berdasarkan kompetensi yang
dibutuhkan;
7. Penataan sumber daya aparatur tidak disesuailkan dengan kebutuhan dan
penataan kelembagaan birokrasi.
101
Penyusunan Formasi pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
struktural diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka
waktu tertentu yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Penetapan formasi
berdasarkan beban kerja dengan mempertimbangkan macam – macam pekerjaan,
rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal –
hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia diperlukan.
2. Pengadaan
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural dilakukan
berdasarkan kebutuhan untuk mengisi formasi yang lowong. Formasi dalam suatu
organisasi pada umumnya disebabkan karena adanya pegawai yang berhenti,
pensiun, meninggal dunia atau adanya perluasan organisasi. Setelah jenjang
kepangkatan dan formasi ditentukan dalam tahap perencanaan, diadakan seleksi
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang diperlukan untuk mengisi
posisi lowong yang ada. Pengadaan dapat dilakukan dengan cara rekrutmen.
Kebijaksanaan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural diatur
oleh peraturan pemerintah Nomor 13 tahun 2002, bahwa untuk menciptakan sosok
Pegawai Negeri Sipil dipandang perlu menetapkan norma pengangkatan secara
sistematik dan terukur mampu menampilkan sosok pejabat struktural yang
profesional sekaligus berfungsi sebagai pemersatu serta perekat Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan tetap memperhatikan perkembangan dan intensitas
tuntutan keterbukaan, demokratisasi, perlindungan hak asasi manusia.
Untuk mencapai obyektifitas dan keadilan dalam pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan jabatan struktural menerapkan nilai-
102
nilai impersonal, keterbukaan, dan penetapan persyaratan jabatan yang terukur
bagi pegawai Negeri sipil.
3. Pengembangan Kompetensi
Dalam rangka mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya
diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan
Pegawai Negeri Sipil maksudnya adalah untuk meningkatkan kemampuan
terutama untuk meningkatkan pengabdian, mutu keahlian, keterampilan,
menciptakan pola pikir dan pengembangan metode kerja yang lebih baik dan pola
karier.
Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan yang selanjutnya disebut sebagai
Pendidikan dan Kepemimpinan dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang
jabatan struktural yang meliputi terdiri dari :
1. Pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV, adalah untuk jabatan
eselon IV
2. Pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan Tingkat III adalah untuk jabatan
struktural eselon III
3. Pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan Tingkat II adalah untuk jabatan
struktural eselon II.
4. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II adalah untuk jabatan
struktural eselon I
Upaya pengembangan kualitas merupakan suatu keharusan dalam suatu
organisasi untuk mencapai hasil maksimal dalam pelaksanaan pekerjaannya.
103
Permasalahan yang terjadi dalam struktur birokrasi adalah rendahnya kualitas
pegawai dan kurang memiliki daya saing dalam menghadapi era globalisasi.
Untuk mengatasi permasalahan kualitas pegawai, dinyatakan dalam Pasal 31
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dimana untuk mencapai daya guna dan
hasil guna yang sebesar-besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk
meningkatkan pengabdian, mutu keahlian, kemampuan dan keterampilan. Untuk
melaksanakan Pasal tersebut dikeluarkanlan Peraturan Pemerintah Nomor 10
tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Pasal 1 angka ( 1 ) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2000
disebutkan bahwa Pendidikan dan pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disebut Diklat adalah Proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam
rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. Pendidikan dan
pelatihan Kepegawaian juga merupakan dari sesuah Sistem Pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil yang bermakna pada pengembangan kepegawaian, oleh
karena itu menurut Pasal 3, sasaran pendidikan dan pelatihan adalah untuk
mewujudkan pegawai yang memiliki kewenangan yang sesuai dengan jabatan
masing-masing.
Masih terkait dengan sistem pembinaan karier dalam suatu organisasi,
mutasi merupakan bagian dari proses kegiatan yang dapat mengembangkan posisi
atau status seseorang dalam suatu organisasi. Karena ia merupakan kekuatan yang
mampu mengubah posisi karyawan, maka dikatakan bahwa mutasi merupakan
salah satu cara yang paling ampuh untuk mengembangkan sumber daya manusia
104
dalam lingkungan organisasi. Istilah mutasi sendiri atau yang dalam beberapa
literatur disebut sebagai pemindahan dalam pengertian sempit dapat dirumuskan
sebagai suatu perubahan dari suatu jabatan dalam suatu klas ke suatu jabatan
dalam klas yang lain yang tingkatannya tidak lebih tinggi atau lebih rendah (yang
tingkatnya sama) dalam rencana gaji. Sedangkan dalam pengertian yang lebih
luas konsep mutasi dirumuskan sebagai suatu perubahan
posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun
vertikal (promosi/demosi) di dalam suatu organisasi. Sehingga pada dasarnya
mutasi dalam pengertian perubahan horisontal hanyalah merupakan salah satu
bagian dari pengertian mutasi itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil,
kegiatan mutasi dapat dikategorikan sebagai fungsi pengembangan karyawan,
karena tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam
organisasi tersebut. Mutasi atau pemindahan merupakan suatu kegiatan rutin dari
instansi untuk melaksanakan prinsip “the right man in the right place” agar
pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efektif efisien maka, sebelum pelaksanaan
mutasi, diadakan suatu pertimbangan oleh Tim Baperjakat ( Badan Pertimbangan
Jabatan dan Pangkat ) dengan tujuan apakah Pegawai Negeri Sipil tersebut layak
memperoleh jabatan maupun diberhentikan dari jabatannya. Selain itu mutasi juga
dapat dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil penilaian prestasi
karyawan. Dengan penilaian prestasi kerja pegawai dalam menyelesaikan uraian
pekerjaan (job description) akan diketahui kecakapan pegawai sehingga dapat
diarahkan kepada tugas-tugas yang mempunyai kesesuaian dengan kecakapan
105
prestasi kerjanya masing-masing, yang diharapkan dalam pelaksanaan tugasnya
menjadi efektif dan efesien.
1. Disamping tujuan sebagai pengembangan sumber daya aparatur,
pelaksanaan mutasi juga mempunyai dimensi tujuan yang lebih luas dalam
kerangka manajemen Pegawai Negeri Sipil dan beberapa tambahan
batasan tujuan tersebut, sebagai berikut :
2. untuk meningkatkan produktivitas kerja Pegawai Negeri Sipil;
3. untuk meningkatkan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi
pekerjaan atau jabatan;
4. untuk memperluas atau menambah pengetahuan Pegawai Negeri Sipil;
5. untuk menghilangkan rasa bosan/jemu terhadap pekerjaannya;
6. untuk memberikan perangsangan agar karyawan mau berupaya
meningkatkan karier yang lebih tinggi;
7. untuk melaksanakan hukuman/sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan;
8. untuk memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasinya;
9. untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan
terbuka;
10. untuk tindakan pengamanan yang lebih baik;
11. untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi ;
12. untuk mengatasi perselisihan antara sesama.
Dengan beragamnya tujuan pelaksanaan mutasi tersebut, pada dasarnya bahwa
mutasi selalu ditujukan kepada tercapainya kesepakatan (kondisi tawar seimbang)
106
antara keinginan pribadi pegawai untuk berprestasi dengan kepentingan
organisasi. Untuk itu pada kegiatan mutasi jabatan harus selalu didasarkan kepada
kepentingan kedua pihak tersebut. Dalam hal ini tentunya didasarkan kepada
personnel tranfers maupun production transfers dimana dalam personnel tranfers
keinginan mutasi berasal dari pegawai yang bersangkutan dengan berbagai alasan
pribadi, sedangkan dalam production transfers didasarkan kepada pertimbangan
pimpinan organisasi guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada jabatan atau
jenis pekerjaan tertentu. Kedua hal pertimbangan tersebut dapat lebih diperinci
alasannya sebagai berikut :
Pemindahan dapat terjadi karena dua sebab, yaitu: karena keinginan pegawai dan
keinginan instansi asal tempat bekerja pegawai tersebut, yaitu :
1. Karena keinginan pegawai :
2. pegawai tersebut merasa kurang tepat pada jabatannya.
3. pegawai tersebut merasa bahwa ia tidak dapat bekerjasama dengan teman-
temannya atau atasannya
4. pegawai merasa karena keadaan pekerjaan/tempatnya kurang sesuai
dengan keinginannya.
5. Karena keinginan Instansi asal :
6. Untuk menjamin kepercayaan pegawai bahwa mereka tidak akan
diberhentikan karena kekurangan kecakapan
7. Untuk meniadakan rasa bosan pegawai pada jabatan atau tempat yang
sama terus menerus
107
Meskipun demikian pertimbangan mutasi ini dapat juga disebabkan hal-hal
sebagai berikut : replacement transfers dalam pengertian pemindahan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang mempunyai masa kerja lama ;
versatility transfers yaitu dalam rangka persiapan pejabat struktural agar
mempunyai ketrampilan yang lebih banyak; dan remedial transfers yaitu
pemindahan dalam rangka penyesuaian dengan karakteristik pekerjaan yang baru.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, tentunya pada sisi lain menuntut
adanya suatu pengelolaan mutasi yang komprehensif dalam memadukan antara
kepentingan organisasi dengan keinginan pengembangan karier pribadi, karena
seringkali Pegawai Negeri Sipil berada disubordinasi kepentingan organisasi,
yang pada akhirnya selalu menjadi pihak yang dirugikan. Pengelolaan mutasi
yang demikian ini pada dasarnya merupakan suatu bentuk bagaimana organisasi
menjalankan fungsi kemandirian manajemen mutasi yang ada dengan tetap
memperhatikan keinginan karyawan. Sebagai bentuk perwujudannya adalah
organisasi harus selalu memperhatikan berbagai faktor, antara lain :
1. Perlu ada pedoman mutasi jabatanyang jelas sehingga mutasi tidak
terjebak oleh unsur subyektivitas;
2. Mutasi jabatan dapat membangkitkan semangat dan kegairahan kerja
3. Alat pemacu dalam pengembangan mutasi;
4. Dapat menjadi alat untuk melaksanakan promosi;
5. Mutasi untuk keperluan kesesuaian pendidikan dengan jabatan benar-benar
sesuai dengan kebutuhan yang mendesak;
108
Dengan selalu memperhatikan pertimbangan berbagai faktor tersebut,
maka pelaksanaan mutasi tentunya akan tetap pada koridor kemandirian
manajemen organisasi yang senantiasa menyelaraskan keseimbangan kepentingan
jabatan struktural..
4. Penempatan
Terkait dengan pembahasan sebelumnya, Penempatan pegawai sebagai
hasil dari mutasi ataupun rekrutmen baru merupakan suatu proses yang tidak
dapat terpisahkan dari pengadaan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural..
Setelah proses pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural harus
ditempatkan pada suatu unit organisasi tertentu yang membutuhkan dan mengacu
pada formasi yang ada. Pada dasarnya setiap pegawai memilki jabatan karena
mereka direkrut berdasarkan kebutuhan untuk melaksanakan tugas dan fungsi
yang ada dalam organisasi. Pada prinsipnya penempatan Pegawai Negeri Sipil
dalam jabatan struktural harus mengacu pada kebutuhan dan kemampuan
organisasi dan yang paling penting bahwa pegawai yang bersangkutan harus
memiliki kecakapan dan komptensi dalam bidang kerjanya yang ditunjukkan
dengan Daftar Penilaian pelaksanaan Pekerjaan ( DP-3 ). Daftar penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan adalah suatu daftar yang memuat hasil penilaian pekerjaan
seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu satu tahun yang dibuat oleh
pejabat penilai. Unsur-Unsur yang dinilai antara lain kesetiaan, prestasi kerja,
tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan dan
pemberian nilai dalam DP-3 harus berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor
10 tahun 1979.
109
Salah satu cara efektif yang sering digunakan dalam penempatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural adalah dengan cara orientasi. Pemberian
orientasi dmaksudkan untuk mensosialisasikan mengenai hal-hal yang terkait
dengan organisasi, misalnya kultur dan budaya organisasi itu sendiri, nilai-nilai
organisasi, norma yang berlaku dan lain sebagainya. Program orientasi biasanya
berlaku untuk jangka waktu satu sampai tiga bulan dengan cara berpindah-pindah
unit kerja , sehingga pada saat penempatan sudah memahami cara bertindak.
Penempatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural berarti sebagai
pengangkatan dalam jabatan, promosi, dan mutasi ( perpindahan ). Pengangkatan
pegawai negeri dalah jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme
sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat ang ditetapkan
untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya .
5. Promosi ( Kenaikan Pangkat )
Promosi merupakan suatu penghargaan (reward) yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi untuk memangku tanggungjawab yang
lebih besar berupa kenaikan pangkat atau jabatan. Maksud kenaikan pangkat
adalah sebagai pendorong/motovasi bagi Pegawai Negeri Sipil untuk lebih
meningkatkan pengabdiannya didalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dalam
rangka meningkatkan pelaksanaan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2000 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 1 angka (2) disebutkan bahwa
kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan
110
pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap negara. Kenaikan Pangkat
dilaksanakan berdasarkan 2 (dua) sistem yaitu :
1. Kenaikan pangkat reguler, yaitu penghargaan yang diberikan kepada Pegawai
Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada
jabatan, dimana kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negei Sipil
yang :
a. tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
b. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki jabatan
struktural atau jabatan fungsional tertentu;
c. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi induknya
dan tidak menduduki jabatan fungsional tertentu. Ketentuan kenaikan
pangkat ini diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan
langsungnya
2. Kenaikan pangkat pilihan, yaitu kepercayaan dan penghargaan yang diberikan
kepada Pegawai negeri Sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi. Kenaikan
pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang :
a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan
keputusan Presiden;
c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara;
e. diangkat menjadi pejabat negara;
f. memperoleh Surat tanda tamat Belajar/ijazah;
111
g. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan
struktural atau fungsional;
h. telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar dan
i. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induknya
yang diangkat dalam jabatan pimpinan atau jabatan fungsional tertentu.
1. Penggajian
Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai
Negeri yang bersangkutan. Sebagai imbal jasa dari pemerintah kepada Pegawai
yang telah mengabdikan dirinya untuk melaksanakan sebagian tugas
pemerintahan dan pembangunan, perlu diberikan gaji yang layak baginya. Dengan
adanya gaji yang layak secara relatif akan menjamin kelangsungan pelaksnaan
tugas pemerintahan dan pembangunan, sebab Pegawai Negeri Sipil tidak lagi
dibebani dengan pemikiran akan masa depan yang layak dan pemenuhan
kebutuhan hidupnya sehingga bisa bekerja dengan profesional sesuai dengan
tuntutan kerjanya. Pengertian secara normatif tercantum dalam Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 pada ayat (1) menyebutkan bahwa setiap Pegawai
Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban
pekerjaannya dan tanggungjawabnya, dan pada bagian penjelasan Undang-
Undang ini diterangkan bahwa yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak
adalah bahwa gaji Pegawai Negeri Sipil harus mampu memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya, sehingga Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan pikiran, perhatian
dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Sementara pada ayat (2) diatur bahwa gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri
112
harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan setiap
pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan
beban kerja dan tanggungjawabnya. Secara umum sistem penggajian dapat
digolongkan menjadi ;
a. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang
sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang
memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan berat ringannya
tanggungjawab pekerjaan.
b. Sistem skala ganda
adalah sistem penggajian yang besarnya bukan saja didasarkan pada pangkat
tetapi juga didasrkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang
dicapai dan beratnya tanggungjawab pekerjaan.
Disamping gaji bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan
struktural diberikan tunjangan jabatan sesuai dengan tingkat eselon.
Tunjangan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagai berikut :
No Eselon Tunjangan
1 IA 5.500.000
2 IB 4.350.000
3 IIA 3.250.000
4 IIB 2.050.000
5 IIIA 1.260.000
113
6 IIIB 980.000
7 IVA 540.000
8 IVB 490.000
9 VA 360.000
7. Kesejahteraan
Sebagai salah satu upaya tabungan hari tua untuk meningkatkan
kegairahan bekerja bagi Pegawai Negeri Sipil diselenggarakan usaha
kesejahteraan yang meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi
kesehatan, tabungan pemilikan perumahan dan asuransi pendidikan bagi
putra/putri Pegawai Negeri Sipil. Di dalam rangka penyelenggaraan usaha
kesejahteraan tersebut, Pegawai Negeri Sipil diwajibkan membayar iuran setiap
bulan dari penghasilannya untuk program pensiun dan penyelenggaraan asuransi
kesehatan menanggung subsidi dan iuran yang besarnya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Dalam melaksanakan tugas kewajibannya Pegawai Negeri
Sipil tidak lepas dari kemungkinan mendapatkan resiko kecelakaan, sakit, cacat
atau tewas. Dengan adanya jaminan pengobatan, perawatan dan atau rehabilitasi,
diharapkan Pegawai dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan
rohani serta untuk kepentingan Pegawai negeri. Ketentuan Cuti diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil.
Dimana dalam peraturan pemerintah ini cuti Pegawai Negeri Sipil terdiri atas :
- cuti tahunan;
- cuti besar;
114
- cuti sakit;
- cuti bersalin;
- cuti karena alasan penting;
- cuti diluar tanggungan negara;
Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 43 tahun 1999
disebutkan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil yang ditimpa oleh suatu kecelakaan
dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya, berhak mendapat
perawatan. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban selalu ada kemungkinan
bahwa Pegawai Negeri Sipil menghadapi resiko. Apabila seorang pegawai
mengalami kecelakaan dalam dan karena tugas kewajibannya dia berhak
memperoleh perawatan dan segala biaya perawatan itu ditanggung oleh negara.
Ketentuan tentang perawatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 1981 tentang Perawatan, Tunjangan cacat, dan Uang duka bagi
Pegawai Negeri Sipil.
Pada Pasal 2 ayat (1) peraturan pemerintah diatas disebutkan bahwa
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan karena dinas atau menderita
sakit karena dinas berhak mendapat pengobatan , perawatan, dan/atau rehabilitasi.
Pemberian pengobatan, perawatan, dan/atau rehabilitasi sebagaimanan dimaksud
dengan ayat (1) tersebut ditetapkan dengan Surat keputusan pejabat yang
berwenang, berdasarkan pertimbangan dokter pemerintah setempat kecuali
pengobatan/perawatan diluar negeri.
Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 disebutkan bahwa setiap
Pegawai Negeri Sipil ang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam dan
115
karena menjalankan tugas dan kewajibannya yang mengakibatkannya tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun juga berhak atas tunjangan. Tunjangan
diberikan setelah adanya keterangan dari majelis Penguji Kesehatan Pegawai
Negeri atau dokter penguji tersendiri. Yang dimaksud dengan cacat jasmani atau
rohani yang didapat adalah :
a. dalam dan karena menjalankan kewajiban jabatan;
b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga dapat
disamakan dengan huruf (a) ;
c. karena perbuatan anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai
akibat dari tindakan terhadap anasir tersebut;
4. Uang Duka, Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 disebutkan
bahwa setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak atas uang duka.
Yang dimaksud dengan tewas berdasarkan bagian penjelasan Undang-Undang
ini adalah :
a. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
b. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya,
sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena
menjalankan tugas dan kewajibannya;
c meninggal dunia yang lansung diakibatkan oleh luka atau cacat jasmani dan
cacat rohani yang didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
d. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak bertanggungjawab
ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir tersebut. Maka kepada
116
istri/suami dan atau anak Pegawai Negeri Sipil yang tewas diberikan uang
duka yang diterima sekaligus. Pemberian uang duka yang dimaksud tidak
mengurangi hak pensiun dan hak-hak lainnya yang berhak diterimanya
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
8. Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dari jabatan struktural apabila ;
1. Mengundurkan diri dari jabatan yang diduukinya. Mencapai batas usia
pensiun
2. Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil Diangkat dalam jabatan
struktural lain atau jabatan fungsional
3. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali cuti diluar tanggungan negara
karena persalinan
4. Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan
5. Adanya perampingan organisasi pemerintah
6. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani
7. Hal-hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural dapat diberhentikan dengan
hormat atau tidak diberhentikan karena:
1. Melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan
karena tidak setia kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah;
117
2. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 tahun;
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural diberhentikan tidak dengan
hormat karena :
1) Melanggar sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia
kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah;
2) Melakukan penyelewengan terhadap ideologi negara, pancasila, UUD
1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan pemerintah;
3) Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan.
Terkait dengan Hukum kepegawaian yang merupakan bagian dari hukum
administrasi Negara dalam hal ini bertindak pada Hukum Negara. Sebagaimana
diketahui dalam sistem Hukum Nasional pada garis besarnya terdiri dari tiga
bidang pengaturan hukum, yaitu Hukum Perdata, Hukum Pidana dan Hukum Tata
Negara.80. Hukum Perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur
kepentingan pribadi.81 Keterkaitan antar Hukum Tata Negara dengan Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Kepegawaian dapat dijelaskan bahwa Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara mempunyai hubungan yang sangat
erat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Menurut Abdoel Djamali
80 Adbullah Rozali, 1986, Hukum Kepegawaian , CV Rajawali, Jakarta hal 1 81 Subekti 1957, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Inter Masa, Jakarta, hal 9
118
dalam buku Pengantar Hukum Indonesia mengemukakan bahwa Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi mempelajari satu bidang yang sama, tetapi
pendekatan yang dipergunakan berbeda. Ilmu Hukum Tata Negara bertujuan
untuk tentang organisasi negara dan pengorganisasian alat – alat perlengkapan
negara. Sedangkan ilmu Hukum Administrasi Negara bertujuan untuk mengetahui
tentang cara tingkah laku negara dan alat-alat perlengkapan negara.82
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa adanya pemberhentian Pegawai Negeri Sipil pada jabatan struktural yang
diberhentikan tidak dengan hormat karena adanya tindak pidana atau perbuatan
melawan hukum. Sebagai negara hukum maka setiap peraturan yang dibuat harus
mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum. Suatu negara dikatakan
sebagai negara hukum maka untuk menjawabnya dapat dilakukan penelusuran
melalui konstitusi. Menurut KC. Wheare menyatakan bahwa isi minimum suatu
konstitusi adalah tentang negara hukum dan mengajukan pertanyaan ”what shoul
a constitution contain ?” dan dijawabnya sendiri : The very minimum, and that
minimum to be ” Rule of Law ”83
82 Abdoel Djamali, 1984, Pengantar Hukum Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, hal 108 83 K.C Wheare 1975, Modern Constitution, Oxdord University Pres, London, New York, DSK hal 23-34
119
BAB IV
SISTEM PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN STRUKTURAL
4.1. Pola kinerja Pegawai Negeri Sipil dalam Sistem
Pembinaan Jabatan Struktural
Pada Bab ini diuraikan Sistem Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Denpasar. Untuk menigkatkan pelayanan, pengayoman serta menumbuhkan
prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan, maka perlu dilaksanakan manajemen yang meliputi perencanaan
yang matang, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan yang ketat, Pengawasan
Fungsional (WASNAL), maupun Pengawasan Masyarakat ( WASMAS).
Pengawasan Melekat dilaksanakan intern oleh pimpinan instansi/unit kerja pada
kementerian Kehutanan.Pengawasan Fungsional dilaksanakan oleh aparat
fungsional pengawasan (Itjen Kementerian Kehutanan, BPK, BPKP) dan
Pengawasan Masyarakat dilaksanakan oleh masyarakat yang mengharapkan
pelayanan yang sebaik-baiknya dari aparat pemerintah. Dalam rangka upaya
peningkatan pengawasan melekat vang dilaksanakan oleh pimpinan unit kerja
terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan oleh semua jenjang jabatan yang ada
dibawahnya, maka dibentuk Satuan tugas khusus yang membantu pimpinan unit
kerja dalam melaksanakan pengawasan melekat tersebut dalam bentuk wadah
organisasi "Satuan Pengendalian Intern Pemerintah".Maksud dibentuknya Satuan
Pengendalian Intern Pemerintah adalah ;
119
120
Melakukan inventarisasi dan verifikasi masalah internal Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar. Membantu Kepala Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah VIII dalam melaksanakan pengawasan/pengendalian dan
pembinaan intern secara komprehensif terhadap pelaksanaan Tugas Umum
Pemerintahan dan Pembangunan di lingkup kerja Balai Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah VIII Denpasar yakni ;
1. Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap penyelesaian tindak lanjut
hasil-hasil pemeriksaan pengawasan intern (Itjen Kementerian Kehutanan) dan
Ekstern (BPK dan BPKP).
2. Memberikan saran dan tindak lanjut kepada Kepala Balai atau hasil kerja
pelaksanaan Satuan Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut
1. Disiplin dan kinerja pegawai serta pencapaian sasaran kegiatan meningkat.
2. Penyalahgunaan wewenang, kebocoran/pemborosan Keuangan Negara
dan segala bentuk pungutan liar dapat ditekan sekecil mungkin.
3. Pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan.
4. Pelayanan terhadap Urusan Kepegawaian, Keuangan, Umum dan Rumah
Tangga dapat dipercepat.
5. Kinerja Balai Pemanatapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar
meningkat.
Indikator kinerja pelaksanaan Satuan Pengendalian Intern Pemerintah
dapat dilihat dari Indikator keberhasilan dapat ditunjukkan.
121
Meningkatnya disiplin, prestasi dan perkembangan pencapaian sistem
pelaksanaan tugas antara lain :
1. Tertib pengelolaan keuangan
2. Tertib pengelolaan pelaporan
3. Tertib pengelolaan kepegawaian
4. Tercapainya sasaran pelaksanaan tugas
5. Terciptanya keteraturan, keterbukaan dan kelancaran pelaksanaan tugas
6. Meningkatnya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
7. Menurunnya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme
Berkurangnya penyalahgunaan wewenang (antara lain diukur dari
menurunnya kasus penyalahgunaan wewenang yang terjadi pada instansi yang
bersangkutan, serta meningkatnya penyelesaian tindak lanjut, hal tersebut antara
lain dapat diproleh dari laporan hasil pengendalian. Berkurangnya kebocoran,
pemborosan dan pungutan liar, antara lain diukur dari menurunnya kasus
penyimpangan yang terjadi serta meningkatnya penyelesaian tindak lanjut serta
terjadinya peningkatan kehematan, efisiensi dan efektifitas.
Cepatnya penyelesaian perijinan, diukur dari tertib tidaknya pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat antara lain melalui :
Penatausahaan;
Ketepatan waktu;
Tanggapan masyarakat.
Cepatnya pengurusan kepegawaian, diukur dan tertib tidaknya pelayanan yang
diberikan kepada pegawai melalui :
122
Penatausahaan;
Ketepatan waktu
Ada Tidaknya Pengaduan dari Pegawai dan Masyarakat.
Untuk tercapai tujuan meningkatkan aparatur pernerintah yang
berkualitas, bersih dan bertanggung jawab, WASKAT perlu dilaksanakan
melalui suatu proses yang terintegrasi kesiapan pelaksanaan dan tindak lanjut.
Metode Pelaksanaan Pengendalian Intern dilaksanakan melalui kegiatan
:1. Pengumuman
Pemantauan merupakan rangkaian tindakan mengikuti pelaksanaan suatu
kegiatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk mengetahui sedini mungkin
kemungkinan terjadinya penyimpangan pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan.
2. Pegendalian
Pengendalian merupakan tindakan mencari dan mengumpulkan fakta
yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan
pekerjaan. serta dapat pula diiukuti dengan melaksanakan kunjungan ke obyek-obyek
Pengendalian dimana Pengendalian erat sekali hubungannya dengan Pembinaan kinerja
Pegawai.
Faktor yang mempengaruhi kinerja Pegawai Negeri Sipil adalah Sistem
Pengawasan, adalah merupakan sistem pengawasan melekat yang dilakukan oleh
pimpinan dan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal,
Kementerian dan pejabat struktural merupakan faktor yang mempengaruhi
kinerja. Hal ini dikarenakan budaya yang terbangun untuk dapat bersikap toleran
terhadap pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan oleh Pegawai Negeri Sipil.
123
Bentuk pengawasan tersebut masih bersifat permisif dan masih terdapat keragu-
raguan dalam penegakan hukumnya. Belum dapat dilaksanakannya suatu sistem
yang dapat memonitor pelaksanaan kerja secara komprehensif. Bentuk
pengawasan itu sendiri hanya bersifat temporer dan tidak kontinyu sehingga hasil
yang didapatkan belum maksimal.
Terkait dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil, dapat diketahui bahwa
seringkali terjadi pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai Negeri Sipil,
seperti pulang kantor lebih awal tanpa alasan yang jelas dan masuk akal dan
tanpa izin atasan;
Selama jam kantor tidak melaksanakan pekerjaan ( keluar kantor untuk tujuan
diluar kedinasan atau urusan pribadi ), Mangkir/tidak masuk kerja tanpa alasan
yang jelas dan masuk akal, menyalahgunakan wewenang.
Berdasarkan hal tersebut hal yang paling mendasari terjadinya pelanggaran
disiplin oleh Pegawai Negeri Sipil adalah :
1. Pengaruh lingkungan kerja yang kurang kondusif. Adanya suatu pengaruh
yang signifikan antara lingkungan kerja dengan penyelenggara
pemerintahan, dalam arti kecenderungan pegawai untuk membiarkan
terjadinya pelanggaran karena menganggap bahwa hal tersebut merupakan
hal yang masih dapat ditolerir.
2. Adanya pengaruh yang signifikan antara fungsi penerapan hukum dengan
perbuatan pegawai yang melanggar peraturan, karena terdapatnya
pengawasan yang kurang dan dapat diasumsikan bahwa :
124
a. kurang responnya aparat terhadap sanksi, karena kurangnya pengawasan dari
pihak yang terkait dan membiarkan pelanggaran terjadi;
b. terdapatnya motivasi yang kurang dari Pegawai Negeri Sipil dikarenakan sistem
yang tidak mewajibkan setiap pegawai untuk bekerja mengejar keuntungan bagi
instansi sehingga tidak menuntut mereka untuk saling memberikan prestasi
karena hasil yang diterima setiap bulannya relative tidak berubah. Hal ini
berimbas pada kinerja yang hanya berorientasi pada hasil dan bukanlah proses
penyelenggaraan pemerintahan yang menuntut adanya totalitas dalam
penyelenggaraan tugasnya . pengaruh dari kurangnya motivasi tersebut
membuat pihak penyelenggara pemerintahan hanya menjalankan tugasnya
dalam artian formalitas hanya untuk mengisi jadwal kehadiran kerja dan bekerja
dalam artian mengejar deadline suatu tugas tanpa memperhatikan tujuan yang
diharapkan . Dalam alenia keempat pembukaan Undang-Undang dasarr 1945,
yaitu mengupayakan kesejahteraan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya.
4.2 Pola karir Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
Untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil yang berkemampuan
melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan serta bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, diperlukan peningkatan manajemen
Pegawai Negeri Sipil. Dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi
Kementerian Kehutanan diperlukan pola karir yang dapat mendorong setiap
Pegawai Negeri Sipil bersaing meningkatkan kompetensinya.
Tujuan utama Pola Karir adalah:
1. Mewujudkan iklim kerja yang kondusif, dan transparan di lingkup
Kementerian Kehutanan sehingga mampu meningkatkan motivasi
125
kerja dan pengembangan potensi diri setiap Pegawai Negeri Sipil
sehingga kinerja unit organisasi meningkat.
2. Mewujudkan pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil di lingkup
Kementerian Kehutanan yang menggambarkan alur pengembangan
karir yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan,
pangkat, pendidikan, diklat, kompetensi, dan masa kerja jabatan.
3. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Pegawai Negeri
Sipil untuk meniti karir secara optimal sesuai dengan kompetensinya
Pengertian :
1. Karir adalah perjalanan atau pengalaman jabatan seorang Pegawai Negeri
Sipil Kementerian Kehutanan sejak mulai diangkat, dibina secra terus menerus
sampai dengan batas usia pensiun.
2. Pola Karir adalah pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang
menggambarkan alur pengembangan karir yang menunjukkan keterkaitan
dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan,
kompetensi, serta masa jabatan seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak
pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun.
3. Jalur Karir, adalah lintasan jabatan baik secara horisontal, vertikal, maupun
diagonal yang akan dilalui seseorang selama menjadi Pegawai Negeri Sipil,
sesuai dengan bakat, minat, kompetensi dan tingkat kinerjanya.
4. Jenjang karir adalah kenaikan pangkat, golongan dan jabatan yang dapat
dilalui seseorang Pegawai Negeri Sipil mulai pengangkatan pertama sampai
dengan pensiun.
126
5. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung-jawab,
wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam memimpin suatu
organisasi.
6. Jabatan karir adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat
diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan.
7. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara jelas adalah dalam struktur
organisasi dan dibedakan menurut eselonisasi, mulai dari Eselon IV sampai
dengan Eselon Ia.
8. Jabatan fungsional tertentu adalah jabatan yang menunjukkan tugas,
tanggung-jawab , wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam satu
organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan kepada keahlian dan
atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
9. Jabatan fungsional umum adalah jabatan yang tidak memimpin suatu unit kerja
yang biasanya disebut staf atau pelaksana.
10. Mutasi atau alih jabatan struktural perpindahan jabatan dari satu jabatan ke
jabatan lain yang terdiri dari mutasi horisontal, vertikal dan diagonal.
11. Mutasi horisontal adalah perpindahan jabatan dalam tingkat Eselon yang sama
dan belum pernah dipangkunya.
12. Mutasi diagonal adalah perpindahan dari jabatan struktural ke dalam
jabatan fungsional dan sebaliknya, atau perpindahan dari satu jabatan
struktural ke jabatan struktural yang lebih tinggi pada unit eselon satu
yang berbeda.
13. Mutasi vertikal (promosi) adalah perpindahan jabatan dari jenjang
127
jabatan yang lebih rendah ke jenjang jabatan satu tingkat lebih tinggi
dalam rumpun jabatan yang sama.
14. Kompetensi, adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh
seseorang Pegawai Negeri Sipil, mencakup pengetahuan, keterampilan
dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatanya
secara profesional, efektif dan efisien.
15. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) adalah proses belajar mengajar dan
latihan dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil.
16. Diklat teknis adalah kelompok diklat yang meliputi pengetahuan teknis
bidang Kehutanan. Diklat ini dibedakan menjadi diklat dasar, diklat
spesialisasi dan diklat gabungan.
17. Teknis Kehutanan dalam arti luas adalah semua kegiatan yang
dibutuhkan dalam pengembangan hutan dan kehutanan yang
mendukung pelestarian fungsi sumber daya alam Hayati dan
Ekosistemnya.
18. Teknis fungsional adalah semua kegiatan yang menyangkut bidang
teknis yang secara fungsional melekat pada tugas dan tanggung jawab
suatu jabatan.
19. Kemampuan manajerial adalah kemampuan seseorang untuk
memimpin serta melakukan tindakan yang berhubungan langsung
dengan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
seluruh sumber daya secara berdaya guna dan berhasil guna untuk
mencapai tujuan organisasi.
128
20. Kemampuan teknis fungsional adalah kemampuan teknis di bidang
tugas tertentu yang diperlukan untuk dapat diangkat dalam jabatan
struktural.
21. Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat)
Departemen Kehutanan adalah unit/institusi yang memberikan
pertimbangan kepada pejabat yang berwenang dalam menetapkan
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian, dalam dan dari jabatan
struktural.
22. Personel Assessment Centre (PAC) adalah suatu metoda penilaian
kompetensi pegawai untuk menangani tanggungjawab yang akan
datang melalui berbagainstrumen penilaian kompetensi dan simulasi
perilaku manajerial dan teknis yang mengukur kemampuan pegawai
yang dinilai secara komprehensif dibandingkan dengan standar
kompetensi jabatan.
23. Lembaga/Badan/Yayasan Internasional adalah organisasi non profit yang
dibentuk/didukung oleh suatu/sejumlah negara/masyarakat atau organisasi
di suatu negara yang memiliki kepentingan untuk mencapai tujuan.
24. Organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah yang diakui
sebagai subyek hukum internasional dan mempunyai kapasitas untuk
membuat perjanjian internasional.
25. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang berwenang
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di
lingkunganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
129
Pola pengangkatan pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada
Kementerian Kehutanan dilakukan melalui seleksi daftar urut kepangkatan
sesuai dengan kebutuhan Eselonisasi. Pada Unit Pelaksana Teknis Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar terdapat 4 (empat)
jabatan eselon yaitu Eselon III (Kepala Balai), Eselon IV ( Kepala Seksi
Pemolaan Kawasan Hutan, Kepala Seksi Informasi Sumber Daya Hutan dan
Kepala Sub Bagian Tata Usaha). Prinsip penempatan dalam jabatan adalah
penempatan yang sesuai dengan kompetnsi dan latar belakang pendidikan.
Sistem pembinaan karir yang sehat. antara jabatan dan pangkat artinya
seorang Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk menduduki suatu jabatan
haruslah mempunyai pangkat yang sesuai dengan jabatan. Dalam upaya
menjamin obyektifitas dalam mempertimbangkan dan menetapkan kenaikan
pangkat dalam jabatan perlu diadakan pemberian pelaksanaan pekerjaan dan
urut kepangkatan.84
Pola Pengangkatan jabatan struktural pada Kementerian Kehutanan
diuraikan sebagai berikut :
84 Wursato, 1999, Managemen Kepegawaian , Kamisus, Yogyakarta, Cetakan ke 5, hal 34,35
130
A. Eselon dan Jenjang Pangkat Jabatan Struktural
B. Pengangkatan Jabatan Struktural ;
1. Jabatan struktural terdiri 7 strata, mulai Eselon IVa sampai dengan Eselon
I a.
JENJANG PANGKAT, GOL/RUANG No Eselon Terendah Tertinggi Jabatan
Pangkat Gol Pangkat Gol /ruang
1 I a Pembina
Utama
IV/d Pembina
Utama
I V / e Sekjen, Dirjen,
Irjen, Keapala
2 I b Pembina
Utama
IV/c Pembina
Utama
I V / e Staf Ahli Menteri
3 I I a Pembina
Utama
Muda
IV/c Pembina
Utama
Madya
IV/d Sekretaris
Itjen/Ditjen/
Badan, Direktur,
Kepala Biro,
4 I I b Pembina
Tk I
IV/b Pembina
Utama
Muda
I V / c Kepala Balai
Besar
5 I I I a Pembina IV/a Pembina
Tk I
IV/b Kepala
Bagian/Bidang,
Kepala Sub
Direktorat, Kepala 6 I I I b Penata Tk I I I I / d Pembina I V / a Kepala
Bidang/Bagian
7 IV a Penata I I I / c P e n a t a
Tk I
I I I / d Kepala Sub
Bidang/Bagian,
Kepala Seksi
131
2. Untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural di lingkup Kementerian
Kehutanan, seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Serendah-rendahnya memiliki pangkat 1 (satu) tingkat di bawah
jenjang pangkat yang dipersyaratkan;
b. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam jabatan struktural yang
pernah/sedang dipangkunya bagi PNS yang akan menduduki jabatan
struktural setingkat lebih tinggi, kecuali untuk pengangkatan jabatan
yang menjadi wewenang Presiden;
c. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan; Apabila
untuk satu jabatan struktural terdapat dua orang atau lebih yang
memenuhi syarat, maka Pegawai Negeri Sipil yang memiliki
pendidikan formal lebih tinggi yang diprioritaskan.
d. Diprioritaskan yang telah mengikuti diklat kepemimpinan;
Apabila untuk satu jabatan struktural terdapat dua orang atau lebih
yang memenuhi syarat, maka Pegawai Negeri Sipil yang telah lulus
diklat kepemimpinan dan mendapatkan predikat kelulusan tertinggi
lebih diprioritaskan dalam menduduki jabatan
e. Diprioritaskan yang telah mengikuti Diklat teknis sesuai jabatan yang
akan dipangkunya ;
Apabila untuk satu jabatan struktural terdapat dua orang atau lebih
yang memenuhi syarat, maka Pegawai Negeri Sipil yang telah lulus
diklat teknis yang dipersyaratkan untuk jabatan tersebut dan
132
mendapatkan predikat kelulusan tertinggi lebih diprioritaskan dalam
menduduki jabatan.
f. Semua unsur penilaian kinerja (DP-3) sekurang-kurangnya bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
g. Pengalaman, apabila untuk satu jabatan struktural terdapat dua orang
atau lebih yang memenuhi syarat, maka Pegawai Negeri Sipil yang
memiliki pengalaman yang terkait dengan jabatan yang akan diisi yang
diprioritaskan.
h. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan
3. Untuk mengetahui kompetensi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
butir 2 h di atas, maka dilakukan pengukuran kompetensi melalui Personel
Assessment Centre (PAC) dengan tahapan sebagai berikut:
a. Persyaratan Peserta
Calon peserta PAC dinilai berdasarkan kriteria umum dan kriteria khusus.
Kriteria umum adalah berdasarkan kriteria administrasi kepegawaian yang
meliputi 10 kriteria, yaitu Pangkat, Pendidikan, Pengalaman jabatan,
Penghargaan, Hukuman, Umur, Diklat kepemimpinan, Diklat
teknis/Fungsional, Masa kerja dan DP3.
Disamping kriteria umum, calon peserta juga dipertimbangkan berdasarkan
4 (empat) kriteria khusus, yaitu :
1) Memiliki integritas moral yang tinggi;
2) Memiliki kemampuan kepemimpinan;
3) Memiliki profesionalisme yang tinggi;
133
4) Memiliki kemampuan bekerja sama dalam tim.
b. Mekanisme penetapan peserta
1) Calon pejabat struktural eselon II
Baperjakat I mengusulkan Calon Peserta PAC untuk calon pejabat
struktural eselon II kepada Menteri sesuai hasil skoring;
Menteri menetapkan peserta PAC bagi calon pejabat struktural
eselon II;
2) Calon pejabat struktural eselon III ke bawah
Baperjakat II mengusulkan Calon Peserta PAC untuk calon pejabat
struktural eselon III ke bawah kepada Sekretaris Jenderal sesuai
hasil skoring;
Sekretaris Jenderal menetapkan peserta PAC bagi calon pejabat
struktural eselon III ke bawah.
c. Pelaksanaan PAC
Pelaksanaan PAC meliputi tes kompetensi manajerial (soft competency) dan
kompetensi teknis (hard competency) oleh tim Assessor;
Tim Assessor menyampaikan feedback hasil tes PAC kepada PNS yang
bersangkutan dan atasanya untuk tindaklanjut pengembangan ke depan.
d. Penyampaian Hasil PAC
Tim Assessor menyampaikan hasil tes PAC calon pejabat struktural eselon
II kepada Baperjakat I untuk proses pengusulan kepada Menteri;
Tim Assessor menyampaikan hasil tes PAC calon pejabat struktural eselon
III ke bawah kepada Baperjakat II untuk proses pengusulan kepada
134
Sekretaris Jenderal;
Implementasi PAC di Kementerian Kehutanan sangat tergantung diantaranya
komitmen pimpinan, peraturan pendukung, kelembagaan penyelenggara, SDM
pelaksana dan kesiapan para peserta atau calon PAC. Dari segi institusi
penyelenggara PAC, telah ditetapkan bahwa Sekretariat Jenderal dalam hal ini
Biro Kepegawaian adalah sebagai institusi penyelenggara PAC Departemen
Kehutanan. Dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan lembaga lain yang
memiliki kemampuan dalam melaksanakan assement centre.
Kebijakan pembinaan pola karier Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No 43 tahun 1999 tentang
perubahan Undang-Undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, dan Peraturan Pemerintah No 13 tahun 2002. Implementasi dari
pembinaan pola karier Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kehutanan didasarkan
pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.76/Menhut-II/2006 tanggal 22
Desember 2006 tentang Pola Karir Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kehutanan.
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas dalam menduduki suatu jabatan
struktural pada Kementerian Kehutanan diberlakukan jalur pola karir sebagai
berikut :
135
Jalur Karir Pegawai Negeri Sipil Kemeterian Kehutanan
Penjelasan Jalur Karir PNS Departemen Kehutanan :
136
1) Jenis-jenis jabatan yang dapat dipangku seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
meniti karir di lingkungan Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut :
Jabatan Struktural
Jabatan Fungsional Tertentu
Jabatan Fungsional Umum
2) Pejabat Fungsional Umum dan/atau Pejabat Fungsional tertentu yang telah
memenuhi syarat yang ditetapkan dengan golongan ruang minimal III/b dapat
diangkat sebagai pejabat struktural Eselon IV dengan klasifikasi jabatan B
atau Eselon IV di Balai Besar
3) Apabila memenuhi syarat yang ditetapkan setelah sekurang-kurangnya 2 (dua )
tahun menduduki jabatan Eselon IV, Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat di
promosikan untuk menduduki jabatan dengan tingkat dan bobot yang lebih
tinggi, sebagai berikut :
a. Pejabat eselon IV dapat dipromosikan untuk menduduki Eselon III di UPT
atau Balai Besar.
b. Pejabat eselon IV di Unit Pelaksana Teknis atau Balai Besar dapat
dipromosikan untuk menduduki eselon III di pusat setelah memenuhi
persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh Sekretaris unit Eselon I
masing-masing.
c. Apabila memenuhi syarat yang ditetapkan setelah sekurang-kurangnya 2 (dua )
tahun menduduki jabatan Eselon III, Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat
di promosikan untuk menduduki jabatan dengan tingkat dan bobot yang
lebih tinggi, sebagai berikut :
137
d. Pejabat eselon III di pusat dapat dipromosikan untuk menduduki eselon II
di Pusat atau Balai Besar.
e. Pejabat eselon III dengan klasifikasi A di Unit Pelaksna Teknis dapat
dipromosikan untuk menduduki eselon II di Balai Besar.
f. Pejabat eselon III dengan klasifikasi A di Unit Pelaksana Teknis dapat
dipromosikan untuk menduduki eselon II di Pusat setelah memenuhi
persyaratan tambahan yang ditet apkan oleh Eselon I masing-masing unit.
g. Pejabat eselon III dengan klasifikasi B di Unit Pelaksana Teknis atau di Balai
Besar dapat di promosikan untuk menduduki Eselon II di Balai Besar
setelah memenuhi persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh Pejabat eselon I
masing-masing unit.
4.3 Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
Pengertian :
Disiplin Pegawai Negeri Sipil : Kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk
menaati kewajiban & menghindari larangan yang ditetapkan perundang-undangan
dan/ atau peraturan kedinasan.
Pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil : setiap ucapan, tulisan atau perbuatan
Pegawai Negeri Sipil yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan
ketentuan disiplin Pegawai Negeri Sipil baik di dalam maupun di luar jam kerja.
Hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil : Hukuman yang dijatuhkan Pegawai
Negeri Sipil karena melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
138
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil sesuai Peraturan Pemerintah No.
53 tahun 2010, yang mengatur kewajiban, larangan, hukuman bagi Pegawai
Negeri Sipil yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin.
Tingkat Hukuman Disiplin : 1. Hukuman disiplin Ringan
a) Teguran lisan
b) Teguran tertulis
b) Pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Hukuman Disiplin Sedang
a) Tunda Kenaikan Gaji Berkala selama 1 tahun
b) Tunda kenaikan pangkat selama 1 tahun
c) Turun pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Kewajiban Pegawai Negeri Sipil dan Hukuman Pelanggaran Kewajiban : 1. Mengucapkan sumpah/janji PNS
2, Mengucapkan sumpah/janji jabatan
3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah
4. Taat ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
5. Melaksanakan tugas Kedinasan yg dipercayakan kepada PNS dgn penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab
6. Menjunjung tinggi kehormatan Negara, pemerintah dan martabat PNS
7. Utamakan kepentingan Negara daripada kepentingan sendiri, seseorang
dan/atau golongan.
3. Bekerja jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara
139
4. Lapor dengan segera kepada atasan bila tahu hal-hal yg dapat membahayakan
/merugikan Negara atau pemerintah, terutama bidang keamanan, keuangan
dan meteriil
5. Masuk kerja dan taat ketentuan jam kerja.
6. Mencapai sasaran yang ditetapkan.
7. Menggunakan dan memelihara barang milik Negara dengan baik.
8. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.
9. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas
10. Memberikan kesempatan bawahan untuk mengembangkan karir
11. Taat peraturan kedinasan yang ditetapkan pejabat yang berwenang
Larangan dan Hukuman Pelanggaran : 1. Menyalahgunakan wewenang
2. Menjadi perantara untuk dapat keuntungan pribadi dan/ atau orang lain dengan
menggunakan kewenangan orang lain.
3. Tanpa ijin pemerintah jadi pegawai/ bekerja untuk Negara lain dan/atau
lembaga /organisasi internasional.
4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing dan LSM asing.
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan
barang, dokumen atau surat berharga milik Negara secara tidak syah
6. Melakukan kegiatan bersama atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain
di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya untuk kepentingan pribadi,
golongan atau pihak lain yang langsung atau tidak langsung merugikan
Negara.
140
7. Memberi /menyanggupi memberikan sesuatu kepada siapapun langsung atau
tidak langung dengan dalih apapun untuk diangkat dlm jabatan
8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun, yang
berhubungan dengan jabatan/ pekerjaan.
9. Sewenang-wenang kepada bawahan
10. Melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat menghalangi
/mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga menimbulkan kerugian
bagi yang dilayani
11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan
12. Memberikan dukungan kepada calon anggota DPD atau calon Kepala daerah/
wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai
fotocopy KTP /surat keterangan tanda penduduk
13. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/ Wakil presiden, DPR, DPD,
DPRD dengan Cara:
a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye.
b) Peserta kampanye dengan mengunakan atribut partai atau atribut
Pegawai Negeri Sipil.
c) Peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain dan/atau
d) Sebagai peserta kampanye dgn menggunakan fasilitas Negara
14 Memberikan dukungan kepada calon Presiden/wakil Presiden dengan cara :
a) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu calon selama masa kampanye.
141
b) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keperpihakan terhadap
pasangan calon sebelum, selama dan sesudah masa kampanye, meliputi
pertemuan, ajakan himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS,
anggota keluarga dan masyarakat
15. Memberikan dukungan kepada Calon Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah
dengan cara :
a) Terlibat dalam kampanye.
b) Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye.
c) Membuat keputusan dan /atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu Calon selama masa kampanye.
d) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap calon
sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,
himbauan, atau pemberian barang kepada Pegawai Negeri Sipil, anggota
keluarga, & masyarakat
Pejabat yang berwenang menetapkan hukuman disiplin
1. Presiden RI.
2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat.
3. Pejabat eselon I s/d V atau Pejabat yang setara.
4. Kepala perwakilan RI.
5. Gubernur sebagai wakil pemerintah/PPK Provinsi.
6. Pejabat Provinsi Eselon I s.d V atau yang setara.
7. Pejabat Pembina Kepegawaian,kabupaten/ kota.
142
8. Sekretaris Daerah Kab/Kota s/d pejabat eselon V/ setara 1. Kewenangan Presiden
A. Menetapkan hukuman Disiplin Eselon I dan Pejabat lain yang
pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden.
B. Untuk hukuman disiplin berat:
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah.
Pembebasan jabatan.
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
Pemberhentian tidak dengan hormat.
C. Penjatuhan disiplin tsb, berdasarkan usul pejabat pembina kepegawaian.
2. Kewenangan Menteri (Pejabat Pembina Kepegawaian) Menetapkan :
a. Hukuman Ringan (a, b dan c)
1). PNS di lingkungannya
- Eselon I
- Eselon II instansi vertikal dibawah dan bertanggung-jawab kepada
Menteri
- Fungsional jenjang utama & fungsional Umum IV/d – IV/e
2). PNS dipekerjakan/diperbantukan di lingkungannya
- Eselon I
- Fungsional tertentu jenjang utama
- Fungsional umum gol. IV/d – IV/e
- PNS di negara lain atau Badan Internasional / tugas di Luar Negeri
b. Sedang (a, b dan c)
143
1). Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya dan diperbantukan di
lingkungannya
- Eselon I dan II, fungsional jenjang madya & Utama
- Fungsional Umum Gol. IV/a – IV/e
2). Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan keluar instansi induknya
Eselon I , Fungsional jenjang utama & Fungsional umum IV/e ke
bawah.
3). Pegawai Negeri Sipil dipekerjakan/diperbantukan di Perwakilan RI di
luar negeri, negara lain dan badan internasional atau tugas di luar
negeri
4). Pegawai Negeri Sipil Eselon III ke bawah, fungsional jenjang muda
dan penyelia ke bawah dan fungsional Umum III/d kebawah baik
dilingkungannya maupun diperbantukan di lingkungannya -> khusus
Hukuman Sedang Penurunan Pangkat 1 tahun.
c. Hukuman Berat
1. Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya ;
- Eselon I => khusus Penurunan pangkat 3 tahun
- Fungsional jenjang utama kebawah & Eselon II ke bawah
- Fungsional umum IV/e kebawah, kecuali turun jabatan dan
pembebasan jabatan
2. Pegawai Negeri Sipil dipekerjakan dilingkungannya
144
Eselon II kebawah & Fungsional jenjang utama kebawah ->
pemindahan jabatan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah & pembebasan jabatan
3. Pegawai Negeri Sipil diperbantukan dilingkungannya
‐ Eselon I & Fungsional umum ke bawah -> penurunan pangkat 3
tahun
‐ Fungsional tertentu jenjang utama kebawah -> kecuali
pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil
‐ Eselon II kebawah -> kecuali pemberhentian dengan hormat/tidak
hormat
4. Pegawai Negeri Sipil dipekerjakan keluar Instansi induknya
‐ Eselon I -> Penurunan pangkat 3 tahun
‐ Eselon II kebawah Fungsional jenjang utama kebawah dan
fungsional umum gol IV/e kebawah -> turun pangkat 3 tahun &
pemberhentian dengan hormat / tidak dengan hormat.
5. Pegawai Negeri Sipil diperbantukan keluar instansi induk
‐ Eselon II kebawah, Fungsional tertentu jenjang utama ke bawah &
Fungsional umum gol IV/e ke bawah -> pemberhentian dengan
hormat/tidak hormat
6. Pegawai Negeri Sipil dipekerjakan/diperbantukan pada Perwakilan RI di
Luar Negeri dan pada Negara lain atau Badan Internasional/tugas di
luar negeri -> turun pangkat 3 tahun dan pemberhentian dengan
hormat/tidak hormat.
145
3. Kewenangan Eselon I Menetapkan Hukuman Disiplin
a. Ringan (a, b, c )
Eselon II, fungsional jenjang madya, fungsional umum IV/a–IV/c baik
dilingkungannya maupun dipekerjakan/ diperbantukan dilingkungannya.
b. Sedang (a tunda Kenaikan Gaji Berkala 1 tahun & b. Tunda naik pangkat
1 tahun),
Eselon III, fungsional jenjang muda & penyelia serta fungsional umum
III/b – III/d baik dilingkungannya maupun diperbantukan
dilingkungannya.
4. Kewenangan Eselon II Menetapkan Hukuman Disiplin
a. Ringan (a, b, c)
Bagi Eselon III, fungsional jenjang muda & penyelia serta fungsional
umum III/c – III/d dilingkungannya maupun dipekerjakan/diperbantukan
di lingkungannya
b. Sedang ( tunda Kenaikan Gaji Berkala 1 tahun & tunda naik pangkat 1
tahun.
Bagi Eselon IV, fungsional jenjang pertama dan pelaksana lanjutan,
fungsional umum II/c – III/b di lingkungannya maupun diperbantukan
dilingkungannya
5. Pejabat Eselon II yang Atasan Langsungnya adalah Pejabat Pembina
Kepegawaian dan Pejabat Struktural Eselon I bukan Pejabat Pembina
Kepegawaian, berwenang menetapkan Hukuman disiplin sebagai berikut :
146
a) Sama dengan Kewenangan Eselon II
b) Eselon IV kebawah, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, Fungsional Umum gol. III/d ke bawah, untuk
hukuman disiplin sedang (penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 1 tahun.
6. Kewenangan Eselon III Menetapkan Hukuman disiplin
a. Ringan ( a, b dan c)
Eselon IV, Fungsional jenjang pertama dan pelaksana lanjutan serta
fungsional umum golongan. II/c – III/b dilingkungannya maupun
diperbantukan dilingkungannya.
b. Sedang ( tunda Kenaikan Gaji Berkala & tunda naik pangkat 1 tahun)
Eselon V, Fungsional jenjang pelaksana dan pelaksana pemula serta
fungsional umum II/a – II/b dilingkungannya maupun diperbantukan
dilingkungannya.
7. Kewenangan Eselon IV Menetapkan Hukuman disiplin
Ringan ( a, b, c )
Eselon V, Fungsional jenjang pelaksana pemula, fungsional umum II/a –
II/b dilingkungannya maupun diperbantukan/ dipekerjakan di
lingkungannya.
Sedang ( a.tunda Kenaikan Gaji Berkala dan b.tunda naik pangkat 1 tahun)
Fungsional umum I/a – I/d dilingkungannya maupun diperbantukan di
lingkungannya.
147
8. Kewenangan Eselon V menetapkan hukuman bagi fungsional umum I/a – I/d,
bila Eselon V tidak ada maka jadi kewenagan eselon diatasnya.
pasal 17
Kepala Perwakilan RI, menetapkan hukuman disiplin bagi Pegawai
Negeri Sipil yang dipekerjakan/diperbantukan pada Perwakilan RI di luar
negeri, untuk hukuman ringan dan berat (pemindahan jabatan dalam rangka
penurunan jabatan setingkat lebih rendah dan pembebasan jabatan).
Pasal 21
Pejabat berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin
kepada Pegawai Negeri Sipil yang melanggar disiplin.
Bila tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan
pelanggaran disiplin, pejabat tsb dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya,
yang jenis hukumannya sama dengan hukuman disiplin yang seharusnya
dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil tersebut.
Atasan tersebut juga menjatuhkan hukuman disiplin kepada Pegawai
Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran .
Pasal 22
Bila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka menjadi
kewenangan pejabat yang lebih tinggi.
Tata Cara Pemanggilan dan Pemeriksaan
1. Pegawai Negeri Sipil yang diduga melanggar disiplin, atasan langsung
wajib memeriksa sebelum dijatuhi hukuman.
148
2. Pemanggilan secara tertulis paling lambat 7 hari kerja sebelum tgl
pemeriksaan.
3. Bila yang bersangkutan tidak hadir, dilakukan pemanggilan kedua paling
lambat 7 hari kerja sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa
pada pemanggilan pertama.
4. Bila yang bersangkutan tidak hadir pada pemeriksaan kedua, maka pejabat
yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan
alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
5. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup & dituangkan dalam BAP.
6. Bila menurut hasil pemeriksaan, kewenangan menghukum :
a) Atasan langsung yang bersangkutan, maka atasan langsung wajib
menjatuhkan hukuman disiplin.
b) Pejabat yang lebih tinggi, maka atasan langsung tsb wajib melaporkan
secara hierarki disertai Berita Acara Pemeriksaan.
7. Khusus pelanggaran disiplin yang ancaman hukuman sedang dan berat
dapat dibentuk Tim Pemeriksa.
8. Tim Pemeriksa terdiri Atasan langsungnya, Unsur Pengawasan, dan Unsur
Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.
9. Tim Pemeriksa dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat
lain yang ditunjuk.
10. Bila diperlukan Atasan langsung, Tim Pemeriksa, atau Pejabat yang
berwenang menghukum dapat minta keterangan dari orang lain.
149
11. Pegawai Negeri Sipil yang kemungkinan akan dijatuhi hukuman berat,
dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh Atasan langsung
sejak yang bersangkutan diperiksa dan berlaku sampai dengan
ditetapkannya keputusan hukuman disiplin.
12. Pegawai Negeri Sipil yang dibebaskan sementara dari tugas jabatan tetap
diberikan hak-hak kepegawaian sesuai peraturan yang berlaku.
13. Bila Atasan langsungnya tidak ada, maka pembebasan sementara
dilakukan Pejabat yang lebih tinggi.
14. Berita Acara Pemeriksaan harus ditandatangani pejabat Pemeriksa &
Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa.
15. Bila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa tidak bersedia tandatangan, BAP
tetap dijadikan dasar untuk menjatuhkan hukuman disiplin.
16. Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak mendapat fotocopy berita
acara pemeriksaan.
Penjatuhan Hukuman Disiplin
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pejabat berwenang menjatuhkan
hukuman disiplin
2. Setiap penjatuhan disiplin ditetapkan dengan Keputusan Pejabat yang
berwenang menghukum.
3. Keputusan Hukuman Disiplin harus disebutkan pelanggaran yang
dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan melakukan beberapa pelanggaran disiplin, maka ybs hanya
150
dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat setelah
mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan
5. Bila Pegawai Negeri Sipil pernah dijatuhi hukuman disiplin, kemudian
melakukan pelanggaran yang sifatnya sama, maka dijatuhi hukuman
disiplin yang lebih berat dari hukuman terakhir yang pernah dijatuhkan.
6. Pegawai Negeri Sipil tidak dapat dijatuhi hukuman dua kali atau lebih
untuk satu pelanggaran disiplin.
7. Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan / diperbantukan dilingkungannya
akan di jatuhi hukuman yang bukan kewenangannya, Pimpinan instansi
mengusulkan kepada pejabat pembina kepegawaian instansi induknya di
sertai berita acara pemeriksaan.
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin
1. Keputusan hukuman disampaikan secara tertutup (tidak diketahui orang
lain) oleh Pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang
ditunjuk kepada ybs, tembusan disampaikan kepada Pejabat instansi
terkait.
2. Penyampaian paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak Keputusan
ditetapkan.
3. Bila yang bersangkutan tidak hadir saat penyampaian keputusan, maka
dikirim kepada yang bersangkutan.
UPAYA ADMINISTRASI
Upaya administrasi terdiri : Keberatan dan Banding administrasi.
Tidak dapat diajukan upaya administrasi yang dijatuhkan oleh :
151
1. Presiden
2. Pejabat Pembina Kepegawaian -> hukuman ringan, sedang dan
berat (kecuali pemberhentian dengan hormat/tidak dengan hormat).
3. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk hukuman berat
(pemindahan jabatan dalam rangka turun jabatan dan pembebasan
jabatan)
4. Kepala Perwakilan RI
5. Pejabat yang berwenang menghukum untuk hukuman ringan.
UPAYA KEBERATAN ADMINISTRASI
Upaya keberatan hanya dapat diajukan untuk Hukuman sedang jenis
penundaan KGB 1 tahun & penundaan kenaikan pangkat 1 tahun, yang
dijatuhkan -> Pejabat Eselon I, II, III dan IV
Keberatan diajukan secara tertulis kepada Atasan Pejabat Yang
Berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan
tembusannya disampaikan kepada Pejabat yang berwenang menghukum,
dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai tanggal yang bersangkutan
menerima keputusan hukuman disiplin.
Pejabat yang berwenang menghukum harus memberikan tanggapan tertulis
atas keberatan yang diajukan yang bersangkutan kepada Atasan pejabat
yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja
terhitung mulai tanggal menerima tembusan surat keberatan.
Atasan Pejabat yang berwenang menghukum mengambil keputusan dalam
jangka 21 hari kerja terhitung mulai tanggal menerima surat keberatan.
152
Bila sampai batas waktu, Pejabat yang berwenang menghukum tidak
memberikan tanggapan, maka atasan pejabat tersebut mengambil
keputusan berdasarkan data yang ada.
Atasan Pejabat yang berwenang menghukum berhak memanggil dan/atau
minta keterangan pejabat yang menghukum, Pegawai Negeri Sipil yang
dihukum dan/atau pihak lain yang dianggap perlu.
Atasan Pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat,
memperingan, memperberat atau membatalkan hukuman disiplin yang
dijatuhkan. Keputusan Atasan Pejabat yang berwenang menghukum
bersifat final dan mengikat.
Bila dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja Atasan pejabat yang
berwenang menghukum tidak mengambil keputusan atas keberatan
tersebut, maka Keputusan Pejabat yang berwenang menghukum batal demi
hukum
UPAYA BANDING ADMINISTRATIF
Banding Administratif, untuk hukuman berat pemberhentian dengan
hormat atau tidak dengan hormat yang dijatuhkan :
1. Pejabat Pembina Kepegawaian .
2. Gubernur selaku wakil pemerintah
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukumam berat pemberhentian dengan
hormat/tidak hormat dapat mengajukan banding administrative kepada
BAPEK,
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, bila :
153
1. Mengajukan banding, gaji tetap dibayar sepanjang yang
bersangkutan tetap melaksanakan tugas. Penentuan dapat atau
tidaknya melaksanakan tugas menjadi kewenangan Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan mempertimbangkan dampak
terhadap lingkungan kerja.
2. Tidak banding, gajinya dihentikan terhitung mulai bulan
berikutnya sejak hari ke 15 keputusan hukuman diterima.
Dalam rangka menjamin tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas
pekerjaan telah dibuat suatu ketentuan tentang Disiplin yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
pihak yang bersangkutan, baik oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan
keberatan maupun oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Pada dasarnya hak untuk membela kepentingan hukum merupakan salah
satu hak azasi yang dimiliki oleh seseorang/sekelompok orang. Untuk itu hak
untuk membela kepentingan hukum, khususnya dalam hubungannya dengan
Keputusan TUN telah dicantumkan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara bahwa orang atau Badan Hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN berhak untuk mengajukan gugatan
tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan
TUN yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa
disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
154
Keputusan Hukum administratif merupakan perbuatan hukum administratif yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara melahirkan hubungan-
hubungan hukum administrasif. Telah diketahui bahwa perbuatan hukum
administratif merupakan pernyataan kehendak Badan atau pejabat yang
mengeluarkan keputusan administrasi karena peraturan dasar yang menjadi
sumber dari wewenang administratif mengharuskan Badan atau pejabat tersebut
untuk mengeluarkan keputusan administratif. Salah satu perbuatan hukum
administratif dapat berupa penetapan tertulis ( beschikking ).
Beradasarkan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 jo
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 bahwa Keputusan Tata Usaha Negara
adalah Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat tata
usaha Negara berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan bersifat konkret, individual dan
final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam konkretnya, isi hubungan hukum administrasi yang ditimbulkan oleh suatu
keputusan administrasif merupakan perbuatan hukum administratif yang dapat
berupa suatu :
1. pembebanan kewajiban untuk berbuat sesuatu, untuk tidak berbuat
sesuatu atau untuk membiarkan sesuatu;
2. pemberian suatu hak untuk menuntut sesuatu;
3. pemberian suatu izin, persetujuan untuk berbuat sesuatu yang
umumnya dilarang;
155
4. suatu kompleks hubungan hukum yang timbul dari status yang
dilahirkan oleh suatu perbuatan hukum administratif
Beschikking merupakan perbuatan hukum administratif. Karena
merupakan suatu keputusan, bentuknya tertulis dengan syarat :
1. Badan atau Pejabat mana yang mengeluarkan;
2. Isi dari nota dan sebagainya itu jelas apa maksud dan tujuannya;
3. Jelas alamat yang dituju;
4. Dapat menimbulkan suatu akibat hukum
Ciri-ciri dari Beschikking adalah :
1. beschikking selalu bersifat hukum publik;
2. beschikking selalu bersifat sepihak;
3. beschikking bersifat konkret, individual dan final
Dalam hal terjadinya ketidakpuasan oleh Pegawai Negeri Sipil yang telah
dijatuhi Hukuman Disiplin, maka dapat diajukan keberatan. Dalam Tata cara
pengajuan keberatan, syarat-syarat yang dapat diajukan berupa :
1. untuk hukuman ringan tidak dapat diajukan keberatan
2. untuk hukuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4)
dapat/berhak mengajukan keberatan
3. Pengajuan keberatan ditujukan pada pejabat yang berwenang menghukum
secara tertulis (dalam jangka waktu 14 hari) melalui saluran hierarki disertai
alasan-alasan yang disebut secara lisan dan lengkap ( Pasal 16 ) Peraturan
Pemerintah Nomor 53 tahun 2010),
156
4.4 Sengketa Kepegawaian melalui PTUN
Salah satu Hak Pegawai Negeri Sipil adalah menyelesaikan sengketa
melalui Peradilan Administrasi dan harus terlebih dahulu menggunakan sarana
administrasi yang ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004, yaitu :
1. Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang
oleh atau berdasarkan Peraturan Perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tersebut,
maka sengketa Tata usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui
upaya administrasi yang tersedia;
2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika
seluruh upaya administrasi yang bersangkutan telah digunakan.
Dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999
menyebutkan bahwa sengketa kepegawaian diselesaikan melalui PTUN.
Kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa sengketa kepegawaian sebagai akibat
pelanggaran terhadap Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan
melalui upaya banding administrasi kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian
(BAPEK). BAPEK dalam Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980,
mempunyai tugas pokok memeriksa dan mengambil keputusan mengenai
keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina
golongan ruang IV/a kebawah tentang hukuman Disiplin yang dijatuhkan
kepadanya berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 53 tahun 2010 sepanjang
157
mengenai hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
BAPEK juga memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai usul
penjatuhan hukuman Disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
negeri Sipil yang berpangkat Pembina TK.I golongan ruang IV/b keatas serta
pembebasan dari jabatan eselon I, yang diajukan oleh Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Lembaga Negara dan Pimpinan Lembaga pemerintah Non
Departemen.
Dalam hal ini, yang dapat diajukan keberatan kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian berupa Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a kebawah yang dijatuhi hukuman disiplin yaitu :
1. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai
Negeri Sipil;
2. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang dan berat,
berhak mengajukan keberatan ke Badan Pertimbangan Kepegawaian ( BAPEK ),
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan . Pengajuan keberatanitu diajukan kepada
pejabat yang berwenang menghukum, harus disertai alasan, tanggapan dan data-
data lain yang diperlukan serta dalam tenggang waktu yang ditentukan yaitu 14
hari terhitung mulai tanggal menerima SK hukuman disiplin. Penyelesaian
sengketa kepegawaian sedapat mungkin dilakukan dalam lingkungan unit kerja di
158
instansinya yang mengeluarkan keputusan hukuman disiplin tingkat berat berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan tidak dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil oleh pimpinan atau pejabat Pembina
kepegawaian, baik di tingkat pusat maupun daerah maka dapat ditempuh upaya
banding administrative. Upaya Administratif merupakan prosedur yang hanya
dapat ditempuh oleh seorang Pegawai Negeri Sipil apabila tidak puas terhadap
suatu keputusan yang dijatuhkan kepada seseorang yang telah melakukan
pelanggaran disiplin tingkat berat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Setelah melakukan keberatan kepada BAPEK seperti yang tercantum
dalam Pasal 4 ayat (3) dalam Keputusan presiden Nomor 67 tahun 1980 tersebut
adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan.
Dari penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa keputusan tersebut tidak tersirat
upaya pembelaan diri dalam hukum peradilan yang ditempuh oleh Pegawai negeri
Sipil yang telah dijatuhi hukuman Disiplin karena melanggar Peraturan
pemerintah Nomor 53 tahun 2010. Namun di dalam penjelasan Pasal 48 ayat(1)
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 jo Undang-undang Nomor 9 tahun 2004
dijelaskan bahwa upaya administratif adalah :
1. Banding administratif, apabila penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan
atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan;
2. Keberatan, apabila penyelesaian sengketa itu dilakukan sendiri oleh Badan
atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan ini
159
Hal ini mengindikasikan bahwa apabila seluruh prosedur telah ditempuh ,
serta pihak yang bersangkutan masih tetap belum puas , maka baru persoalannya
dapat digugat dan dapat diajukan ke Pengadilan tata Usaha Negara sebagaimana
diatur di dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-
Undang Nomor 9 tahun 2004, yaitu :
1. Orang atau Badan Hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada pengadilan yang berwenang dan berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi .
2. Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
azas-azas umum Pemerintahan yang baik;
Penegasan terhadap Pasal diatas bahwa setiap orang atau Badan Hukum
Perdata yang berhak mengajukan gugatan itu yang kepentingannya terkena akibat
hukum Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dan karenanya yang
bersangkutan dirugikan.
4.5 Struktur Organisasi Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Struktur organisasi pada Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan
Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar dipimpin oleh Kepala Balai, Kepala Sub
Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pemolaan Kawasan Hutan dan Kepala Seksi
Informasi Sumber Daya Hutan dan Kelompok Jabatan Fungsional
160
STRUKTUR ORGANISASI BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN
WILAYAH VIII DENPASAR
Secara
Sumber : Laporan Tahunan 2010, Balai Pemnatapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Kegiatan pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan fungsi kerja
berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.25/Menhut-II/2007 tanggal 6 Juli
2007 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No.6188/Kpts-II/2002
tanggal 10 Juni 2002 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai
Pemantapan Kawasan Hutan. Yaitu ;
a. Sub Bagian Tata Usaha
- Melakukan urusan tata persuratan, kepegawaian, keuangan
perlengkapan dan rumah tangga.
b.Seksi Pemolaan Kawasan Hutan
BALAI
SUB BAGIAN TATA USAHA
SEKSI INFORMASI SUMBER
DAYA HUTAN
SEKSI PEMOLAAN KAWASAN
HUTAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
161
- Melakukan identifikasi lokasi dan potensi kawasan hutan yang akan
ditunjuk.
- Penataan batas dan pemetaan kawasan hutan konservasi.
- Penilaian hasil tata batas dalam rangka penetapan kawasan hutan
lindung dan hutan produksi.
- Identifikasi fungsi dan penggunaan dalam rangka penatagunaan
kawasan hutan.
- Identifikasi dan penilaian perubahan status dan fungsi kawasan hutan
serta identifikasi pembentukan unit pengelolaan hutan konservasi,
serta hutan lindung dan hutan produksi lintas administrasi
pemerintahan.
c. Seksi Informasi Sumber Daya Hutan
- Penyusunan program, anggaran dan evaluasi kegiatan.
- Penginderaan jauh.
- Pengelolaan sistem informasi geografis (GIS)
- Perpetaan kehutanan.
- Pemasangan jaringan titik kontrol.
- Penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan.
- Pengamatan dan pengolahan data pertumbuhan dan kondisi hutan.
- Penyaji data dan informasi sumberdaya hutan.
d. Kelompok Jabatan Fungsional.
- Melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-
masing berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan paparan organisasi dan tugas Balai Pemantapanan Kawasan
Hutan Wilayah VIII Denpasar, Pengangkatan Pejabat Eselon IV pada Seksi
162
Informasi Sumber Daya Hutan kewenangan adalah pemerintah pusat dalam hal
ini Kementerian Kehutanan, sebagaimana diatur syarat-syarat menduduki jabatan
sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.355/Menhut-II/2004 tentang
Nama Jabatan dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Departemen Kehutanan. Untuk memberikan kepastian
hukum mengenai pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
perlu diatur dalam bentuk keputusan yang mengatur teknis syarat-syarat untuk
menduduki jabatan struktural pada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
VIII Denpasar, dan memberikan landasan yuridis berdasarkan azas keadilan dan
menghindari adanya kolusi dan nepotisme pada Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Kehutanan di daerah, karena negara kita didasarkan atas hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sehingga segala perbuatan pemerintah harus berdasarkan hukum.
163
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan,
yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Dalam hal pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada
Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Denpasar terdapat ketidakpastian hukum dan konsistensi persyaratan
pengangkatan jabatan pada Seksi Informasi Sumber Daya Hutan.
2. Sistem pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural adalah
penting dan menentukan, karena Pegawai Negeri adalah unsur aparatur negara
yang bertugas untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dalam rangka
mewujudkan pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan
nasional. Dalam hal ini Menteri Kehutanan sebagai Pejabat Pembina
Kepegawaian di Pusat memiliki fungsi, untuk menunjang pelaksanaan sistem
pembinaan Pegawai Negeri Sipil yaitu perencanaan, pengadaan,
pengembangan kompetensi,, penempatan, promusi, penggajian, kesejahteraan
dan pemberhentian, diperlukan lembaga/badan yang membantu pejabat
Pembina Kepegawaian Unit Pelaksana Teknis di daerah, dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah di bidang kepegawaian tentang
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural.
163
164
5.2 Saran
Adapun hal-hal yang dapat disarankan dalam tesis ini adalah :
1. Pengangkatan terhadap Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
pada Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah
VIII, harus lebih konsisten dan jelas dalam artian harus membuat suatu
produk hukum berupa Peraturan yang lebih jelas dan khusus dalam
mengatur hal pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural
agar pihak-pihak yang berkompeten dalam melaksanakan kewenangannya
secara nyata dapat terarah serta tidak ambigu menafsirkan muatan-muatan
yang terdapat dalam suatu produk hukum. Disini diperlukan adanya
interpretasi dalam menafsirkan substansi terhadap produk hukum tersebut.
2. Setelah adanya suatu aturan yang mengatur secara lebih jelas mengenai
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural ini,
diharapkan diimplementasikan sesuai dengan sistim pembinaan Pegawai
Negeri Sipil yang telah ditentukan, persyaratan pendidikan antara lain
Sarjana Kehutanan untuk dapat mengisi jabatan pada Seksi Informasi
Sumber Daya Hutan, Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah VIII Denpasar. Dan mencabut Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : SK.6008/Menhut-II/Peg/2010 tentang Mutasi Pejabat
Struktural Eselon III dan IV Lingkup Kementerian Kehutanan.
165
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU A.Hamid Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis. Atmaja, I Dewa Gede Penafsiran Konstitusi dalam Rangka Sosialisasi Hukum
Sisi elaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Pidato pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996,
Atmosudirdjo Prajudi, 1981, Hukum Administrasi Indonesia,. Cetakan ke IV, Ghalia, Indonesia, Budiman B Sigala,1982, Tugas dan wewenang MPR di Indonesia, Ghalia Indonesia Bratakusumah Deddy Supriady dan Dadang Solohin, 2001, Otonomi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
............,Badan Kepegawaian Nasional, 1984, Pembinaan PNS, Badan
Kepegawaian Nasional, Jakarta, hal 221-222 Djatmika Sastra dan Marsono,1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia,
Djambatan, Jakarta. Djamali Abdoel, 1984, Pengantar Hukum Indonesia, CV Rajawali, Jakarta. Friedman, Lawrence M. 1975, The Legal System A Social Sentence Perspective,
Russel Sage Foundation, New York, seventh Edition, St Paul Minn, New York.
Garner , Bryan A (ed), 1999, Black’s Law Dictionary seventh Edition, St paul
Minn, New York. Golding MP, The Nature of Low Readings in Legal Philosopy, Rondom House,
New York. Hadjon, Philipus M,1998, Tentang Wewenang Pemerintahan
(bestuursbevoegheid), Pro Justitia, (Selanjutnya disebut Philipus M.Hadjon II).
Hartono, Sunaryati, 1994 Penelitian Hukum di Indonesia pada akhir abad ke 20,
166
Penerbit Alumni Bandung. Halim Kontjoro, Diana 2004 Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia Hutchinson, Terry 2002, Researching and Writing in Low, Lawbook Co, Sydney,
Australia,
HR. Ridwan, 2003, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta.
…………, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, cet.1, Gadjah Mada
Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang- Undang tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta
JJ.H. Bruggink, 1996, Refleksi Tentang Hukum, alih Bahasa Arief Sidharta, PT.
Citra Aditya, Bandung. Joenarto,1968,Negara Hukum, Yayasan, Badan Penerbit Gajah Mada Yogyakarta Joenarto,1967, Pemerintahan Lokal, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta, Kusnar di Moh dan Bintan R. Saragih, 1994, Ilmu Negara, Gaya Media
Pratama,Jakarta
Lopa Baharuddin, 1987, Permasalahan dan Penegakan Hukum di Indonesia,Bulan Bintang, Jakarta
L.Cohen Morris & Kent C.Olson,, 2000, Legal Research, West Group, St.
Paul,Minn, printed in the United States of America Manan Bagir, 2005, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta,(selanjutnya disebut Bagir Manan I), Ma’ruf Moh. 2005, Implementasi Otonomi Daerah Dalam Kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pengarahan Menteri Dalam Negeri Pada Acara Rapat Koordinasi Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara 2005), Jakarta
Mukthie Fadjar, 2004, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi
Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, Marbun SF & Mahmud MD, 2000, Pokok - Pokok Hukum Administrasi
Negara, Liberrty, Yogyakarta, Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun
Waktu Pelita I-Pelita IV, Disertasi, Univ.Indonesia, Jakarta,
167
Muchsan, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Yogyakarta,
Magnar Kuntana, 1984, Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Otonomi dan
Wilayah Administrasi, Armico, Bandung, Mulyosudarmo, Suwoto, 1997, Perolehan Kekuasaan Kajian Teoritis dan Yuridis
terhadap Pidato Nawaksara, Gramedia, Jakarta, Mustafa, Bachan 1985, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Alumni
Bandung, Natsir, Irwan, 2007, Pelayanan PNS bukan Extra Money, Perbendaharaan
http;www perbendaharaan.go.id/modul/terkini/index.php Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Adinistrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media
Group. Poerwadarminta W.J.S, 1982, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai
Pustaka Jakarta. Pamudji,1985, Pembinaan Perkotaan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta. Prakoso Djoko,1983 Pokok-Pokok Kepegawaian di Indonesia, Jakarta. P Siagian, 1970, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta Rasjidi Lili dan B. Arief Sidarta (ed), 1989, Filsafat Hukum Mazshab dan R
Refleksinya, Remaja karya Bandung Rozali Adbullah, 1986, Hukum Kepegawaian , CV Rajawali, Jakarta Rasjidi Lili dan B. Arief Sidarta (ed), 1989, Filsafat Hukum Mazshab dan
Refleksinya, Remaja Karya Bandung R. Ibrahim, 2005, Peranan Strategis Pegawai Negeri Untuk Mewujudkan
Pemerintahan Yang Demokratis,(Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap, Dalam Bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Udayana tanggal 24 September 2005), Universitas Udayana, Denpasar.
Rasjidi Lili dan B. Arief Sidarta (ed), 1989, Filsafat Hukum Mazshab dan
Refleksinya, Remaja Karya Bandung
168
Ranuwidjaja Usep, 1955, Swapraja, Sekarang dan di Hari Kemudian, Djambatan Jakarta,
Suny, Ismail1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Aksara Baru, Jakarta
Soekanto Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta Universitas Indonesia (UI) Sitomorang, Viictor M, 1994, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah,
Sinar Grafika, Jakarta SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di
Indonesia, Liberty, Yogyakarta. S.F. Marbun, dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi
Negara, UII Press, Yogyakarta Satjipto Rahardjo, 1991 Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Sedarmayanti, 2001, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar
Maju, Bandung. Soekanto Soerjono 1986,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas
Indonesia (UI Press). Soekanto Soerjono1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Press, Jakarta Salam Dharma Setiawan 2001, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan
Nilai dan Sumber Daya, Djambatan Satoto Sukamto, 2004, Pengaturan Eksistensi & Fungsi Badan Kepegawaian
Negara, HK Offset, Yogyakarta ....................., 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta. Sujamto, 1996. Aspek Pengawasan di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta. Suradji, 2006 Manajemen Kepegawaian Negara, LAN Jakarta. Sunarno Siswanto H, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta. Simorangkir JCT, 1984, Penetapan UUD Dilihat dari Segi Ilmu Hukum Tata
Negara Indonesia, PT.Gunung Agung, Jakarta Subekti, 1957, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Inter Masa, Jakarta,
169
Syafrudin, Ateng 1976, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di daerah, Tarsito, Bandung, hal 5
Taylor Frederick W., dalam Inu Kencana Syafiie,2004, Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara. Toha Miftah, 1986, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Rajawali,
Jakarta Hal 125 Wursanto, 1999, Managemen Kepegawaian, Kamisus, Yogyakarta. Wheare K.C, 1975, Modern Constitution, Oxdord University Pres, London, New
York, DSK.
B. MAKALAH, JURNAL :
Anonim, 2008, Pedoman Penulisan Usulan Tesis Penelitian dan Penulisan Tesis
Ilmu Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar
.............., 2006, Warta Kepegawaian Info SDM Departemen Kehutanan .............., 2009, Warta Kepegawaian Info SDM Departemen Kehutanan .............., 2010, Laporan Tahunan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar .............., 2010, Materi Pembekalan Calon PNS, Kementerian Kehutanan
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Rapublik Indonesia Tahun 1974 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
170
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P. 13/MEMHUT-II/2011
tentang perubahan kedua atas Keoutusan Menteri kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002 tentang Oraganisasi Dan Tata Kerja Balai Pemantapan Kawasan Hutan
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P. 76/MEMHUT-II/2006
tentang Pola Karier Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kehutanan Keputusan Kepala BKN Nomor 13 tahun 2002 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No : 13 Tahun 2002
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.355/Menhut-II/2004 tentang Nama Jabatan
dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis dilingkungan Departemen Kehutanan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.288/Menhut-II/2009 tentang Penetapan
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) Departemen Kehutanan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.6008/Menhut-II/Peg/2010 tentang
Mutasi Pejabat Struktural Eselon III dan IV Lingkup Kementerian Kehutanan