unud-296-42715580-tesis analisis karakteristik dan peningkatan kekuatan caed

220

Upload: bayu-andiska

Post on 08-Nov-2015

41 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hhhh

TRANSCRIPT

  • ii

    ANALISIS KARAKTERISTIK DAN PENINGKATAN

    STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

    (CAED)

    Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

    Dalam Program Magister, Program Studi Teknik Sipil

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    I WAYAN MULIAWAN

    NIM 0891561017

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2011

  • iii

  • iv

    Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis

    TESIS INI TELAH DIUJI

    PADA TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

    Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas

    Udayana

    Nomor : 1394/UN.14.4/HK/2011 Tanggal : 3 Agustus 2011

    Ketua : Ir. I Nyoman Arya Thanaya,ME, Ph.D

    Anggota :

    1. Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, MSc, Ph.D 2. Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT 3. Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc. 4. I Putu Alit Suthanaya,ST, MEngSc, Ph.D

  • v

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

    Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas asung kertha wara

    nugraha-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

    Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

    yang sebesar-besarnya kepada Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D selaku

    Pembimbing I dan Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, M.Sc, Ph.D selaku

    Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan

    dorongan, semangat, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam penyelesaian

    tesis ini.

    Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana

    Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang

    diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

    Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada

    Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr.

    A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magistter Teknik Sipil Prof.

    Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA atas kesempatan yang diberikan kepada

    penulis untuk menjadi mahasiswa Magister pada Program Pascasarjana Universitas

    Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Koordinator

    Kopertis Wilayah VIII Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP, Rektor Universitas

    Warmadewa Denpasar Prof. Dr. I Made Sukarsa, SE, MS dan Dekan Fakultas

    Teknik Univeritas Warmadewa Denpasar Ir. I Gst. Made S. Diarsa, MT atas ijin

  • vi

    yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister pada

    Program Pascasarjana Universitas Udayana.

    Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para penguji tesis, yaitu

    Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT, Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc, dan I Putu Alit

    Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan,

    dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulis juga mengucapkan terima

    kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri

    Pendidikan Nasional melalui Tim Managemen Doktor yang telah memberikan

    bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga meringankan beban penulis dalam

    menyelesaikan studi ini.

    Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus

    disertai penghargaan kepada para dosen dan pegawai yang telah membantu dan

    membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi Magister

    Teknik Sipil. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pekerjaan

    Umum Propinsi Bali Ir. Dewa Putu Puniasa, MT, Kepala UPT Ubung Ir. Putu

    Susrama beserta staff atas ijin pemakaian Laboratorium dalam penelitian penulis.

    Tidak lupa pula ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada Ir. Gst. Nyoman

    Putra Wijaya, MT beserta staff Sarana Beton Perkasa di Desa Saba Gianyar atas

    bantuannya menyiapkan bahan agregat, Nusakti Yasa Wedha, ST, MT yang

    membantu pengadaan bahan Aspal Emulsi Produksi PT. Triasindomix, Ir. A.A.

    Gede Sumanjaya,MT yang telah memberikan dorongan semangat, serta mahasiswa

    Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unwar atas bantuannya dalam penelitian di

    Laboratorium Ubung.

  • vii

    Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta Drh. Mippy

    Sadarukmi Winten, serta anak-anak Wayan Angga Kesuma Muliawan, Made Sani

    Damayanthi Muliawan tersayang, yang dengan penuh pengorbanan telah

    memberikan penulis dorongan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

    Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan karunia-

    Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis

    ini. Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan

    diri penulis. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pemegang

    keputusan dalam pembangunan pada waktu yang akan datang.

    Denpasar, 9 Agustus 2011

    Penulis,

  • viii

    ABSTRAK

    Penelitian tentang penggunaan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) di

    Indonesia dan di Bali masih sangat kurang. Hal ini dapat diketahui masih

    sedikitnya peneliti yang mengadakan penelitian dengan bahan aspal emulsi.

    Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Kadar Aspal Residu Optimum

    Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) dengan mempergunakan agregat lokal

    dari wilayah Gesing Selat Karangasem dan Karakteristiknya serta menganalisis

    peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi Dingin tanpa

    penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen sesuai spesifikasi

    Bina Marga.

    Campuran Aspal Emulsi Dingin mempergunakan proporsi agregat

    bergradasi rapat dengan variasi kadar aspal residu 6,0 %, 6,5%, 7%, 7,5%,dan 8% .

    Variasi penambahan semen dilakukan setelah Kadar Aspal Residu Optimum

    ditetapkan, tanpa semen dan dengan 2 % semen dikondisikan dalam suhu ruang

    dan full curing. Proses pembuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin dimulai dari

    persiapan bahan, mengayak bahan, menguji karakteristik agregat, mengestimasi

    Kadar Aspal Emulsi awal, pembuatan proporsi campuran, tes penyelimutan,

    penentuan enersi pemadatan, penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO),

    pengujian campuran untuk variasi penambahan semen (0 % dan 2 %), waktu

    curing 3, 6, 9, dan 12 hari dan full curing. Uji statistik dilakukan hanya pada

    peningkatan stabilitas terhadap variasi penambahan 2 % semen dan tanpa

    penambahan semen.

    Hasil penelitian seperti berikut: enersi pemadatan 2x75 tumbukan, kadar air

    untuk penyelimutan 5 %, Kadar Aspal Emulsi Residu Optimum sebesar 7 % yang

    memberikan nilai stabilitas 446 kg, porositas (VIM) 8,06 %, penyerapan air 2,22

    %, TFA 19,87 m, VMA 26,29 % ,VFB 69,513 %,dan kelelehan 4,5 mm.

    Dari perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori

    perbandingan lama waktu curing dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil yang

    terbaik terhadap peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan semen dan

    penambahan 2 % semen. Sementara untuk perbandingan stabilitas tanpa

    penambahan semen dan penambahan 2 % semen untuk waktu curing yang sama,

    stabilitas CAED yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari.

    Kata Kunci: campuran dingin, aspal emulsi, stabilitas, porositas, semen

  • ix

    ABSTRACT

    Research on the use of Cold Asphalt Emulsion Mixture (CAEM) in

    Indonesia and Bali is still limited. This is known due to the fact that only few

    researchers conduct research utilizing asphalt emulsion. This research aims at

    determining the Optimum Residual Asphalt (ORAC) and the characteristics of the

    mixture at its ORAC, and to analyze the increase of stability (strength) of the

    CAEM using local aggregates from Gesing Selat of region Karangasem without

    cement and with 2 % added cement, in line with Bina Marga specifications.

    The CAEM investigated use proportioned dense grade aggregate, with

    variation of residual asphalt content at 6.0 %, 6.5%, 7%, 7.5%, and 8%. Variations

    of addition of cements was carried out after the determination of ORAC i.e.

    without added cement and with 2 % added cement. The samples were conditioned

    at room temperature and at full curing condition. The production of CAEM was

    started from preparation, sieving material, testing of aggregate properties,

    estimating initial asphalt emulsion content, preparing proportion of mixture,

    coating test, determination of compaction effort, determination of ORAC, testing

    of samples without and with 2 % added cement, cured at 3, 6, 9 and 12 days, and at

    full curing condition. Statistical analysis was done on the increase of stability

    without and with 2 % added cement.

    The investigation give the following results: compaction energy of 2x75

    blows, 5 % water content for the coating test, ORAC of 7 % gives: 446 kg

    Stability, 8.06% Void in Mixture (VIM), 2.22% Water Absorption, 19.87 m Asphalt Film Thickness, 26.29% Void in Mineral Aggregate, 69.513% Void Filled

    with Bitumen, 4.5 mm Flow, and 92,53% Retained Stability.

    Having compared mean, standard deviation and t values, 3 to 6 days of

    curing time produced the best increase toward CAEM stability including with and

    without 2 % added cement. Meanwhile, for a comparison between with and

    without 2 % added cement, 12 days of curing time would be the best for CAEM

    stability.

    Keywords: Cold mixed, asphalt emulsion, stability, porosity, cement

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    SAMPUL DALAM ................................................................................................. i

    PRASYARAT GELAR .......................................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii

    PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................................... iv

    UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................... v

    ABSTRAK .............................................................................................................. viii

    ABSTRACT ............................................................................................................ ix

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv

    DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi

    DAFTAR ISTILAH ................................................................................................xxiii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xxv

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7 1.5 Batasan Masalah dan Ruang Lingkup....................................................... 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)................................................. 9 2.2 Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) .................. 10

    2.3 Agregat ....................................................................................................... 10

    2.3.1. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya .................. 11

    2.3.2. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya ............ 12

    2.3.3. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya ................... 13

    2.4 Sifat Agregat ............................................................................................. 14

    2.5 Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat ............................................ 20

    2.6 Aspal ......................................................................................................... 21

    2.6.1 Jenis Aspal ................................................................................. 21

  • xi

    2.6.2 Pengujian Aspal Cair ................................................................. 31

    2.6.3 Sifat Aspal .................................................................................. 32

    2.7 Prosedur Desain Campuran Aspal Dingin(CAED)................................... 33

    2.7.1 Penentuan Gradasi Agregat dan Proporsi Agregat .................... 33

    2.7.2. Estimasi Kadar Aspal Emulsi Awal ........................................... 34

    2.7.3 Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 34

    2.7.4 Penyiapan Campuran dan Penentuan Enersi Pemadatan ........... 35

    2.7.5 Variasi Kadar Aspal Residu ....................................................... 38

    2.7.6 Curing Spesimen ........................................................................ 38

    2.7.7 Pengujian Modifikasi Marshall .................................................. 39

    2.7.8 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum ................................. 39

    2.7.9 Perhitungan Tebal Film Aspal (Bitumen Film Thicknees) ......... 40

    2.7.10 Penentuan Stabilitas Sisa (Retained Stability) ........................... 40

    2.7.11 Kekuatan Ultimit CAED ............................................................ 40

    2.8 Gradasi Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) ............................. 40

    2.9 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) ................................ 42

    2.10 Kajian Terhadap Spesifikasi CAED Lain ................................................. 43

    2.11 Kinerja CAED ........................................................................................... 44

    2.12 Statistik Inferensi Uji T ............................................................................. 47

    2.12.1 Uji Hipotesis .............................................................................. 49

    2.12.2 Paired Sample t-Test ................................................................. 50

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 51 3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................... 51

    3.2.1 Bahan ......................................................................................... 51

    3.2.2 Alat ............................................................................................. 51

    3.3 Langkah-Langkah Penelitian .................................................................... 52 3.4 Metode Curing di Dalam Ruang .............................................................. 54 3.5 Pengujian Laboratorium............................................................................ 54

    3.5.1 Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler ... 55

    3.5.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar .......... 56

    3.5.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus .......... 58

    3.5.4 Pemeriksaan Berat Jenis Filler ................................................... 61

  • xii

    3.5.5 Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi) .................................... 62

    3.5.6 Pemeriksaan Keawetan (Soundness Test) .................................. 63

    3.5.7 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung ...................................... 65

    3.5.8 Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) ...... 66

    3.5.9 Pemeriksaan Kadar Aspal Residu .............................................. 67

    3.6 Pemilihan Gradasi dan Proporsi Campuran Agregat DGEM

    Type V .......................................................................................... 67

    3.7 Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi ..................................................... 68

    3.8 Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 69

    3.9 Perhitungan Kebutuhan Aspal .................................................. 69

    3.10 Pemeriksaan Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode

    Modifikasi Marshall ................................................................................. 70

    3.10.1 Pembuatan Benda Uji Campuran Aspal Emulsi Dingin ............ 70

    3.10.2 Pengujian Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode

    Modifikasi Marshall .................................................................. 72

    3.11 Uji Statistik dengan Paired Sample t-Test ............................................... 74

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pemeriksaan Agregat ................................................................................ 78

    4.1.1 Pengayakan Agregat .................................................................. 78

    4.1.2 Berat Jenis Agregat .................................................................... 78

    4.1.3 Penyerapan Agregat ................................................................... 79

    4.1.4 Keausan Agregat ........................................................................ 79

    4.1.5 Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) ........................... 79

    4.1.6 Tes Keawetan Agregat Kasar (Soundness Test) ........................ 80

    4.1.7 Kadar Lumpur/Lempung ........................................................... 80

    4.2 Proporsi Agregat ....................................................................................... 81

    4.3 Hasil Pengujian Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ............................................ 82

    4.4 Estimasi Kadar Aspal Emulsi ................................................................... 82

    4.5 Test Penyelimutan(Coating Test) ............................................................. 83

    4.6 Menentukan Enersi Pemadatan ................................................................. 84

    4.7 Menentukan Kadar Aspal Emulsi Optimum(KARO) ............................... 85

    4.8 Stabilitas Kering dan Stabilitas Sisa ......................................................... 94

  • xiii

    4.9 Variasi Kadar Semen ................................................................................ 95

    4.9.1 Hasil Uji Paired Samples t ............................................................. 97

    4.10 Pengujian dalam Kondisi Full Curing ......................................................102

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Simpulan ...................................................................................................105

    5.2 Saran .........................................................................................................106

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................107

    LAMPIRAN...........................................................................................................109

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat Untuk Penentuan SG ............ 18

    Gambar 2.2 Mekanisme Penggabungan dan Pelekatan Aspal Emulsi ke

    Permukaan Agregat ......................................................................... 26

    Gambar 2.3 Ilustrasi Skematis Potensi Zeta ......................................................... 29

    Gambar 2.4 Contoh Penentuan KARO ................................................................. 39

    Gambar 2.5 Peningkatan Kekuatan CAED ........................................................... 44

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 53

    Gambar 3.2 Curing di Dalam Ruang .................................................................... 54

    Gambar 4.1 Hasil Penyelimutan dengan Kadar Air 2%,3%,4%,5%,dan 6 % ...... 84

    Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Stabilitas ..... 86

    Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Densitas ...... 87

    Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Porositas ..... 88

    Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VMA ........... 89

    Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VFB ............ 90

    Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan

    Penyerapan Air ................................................................................. 91

    Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan TFA ............ 92

    Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Kelelehan .... 93

    Gambar 4.10 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ........................ 94

    Gambar 4.11 Peningkatan Nilai Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen

    dan dengan Penambahan 2 % Semen sesuai Waktu Curing ........... 96

    Gambar H.1 Saringan yang Dipakai untuk Menentukan Gradasi Agregat ...........177

    Gambar H.2 Agregat Digoreng untuk Mempermudah Pengayakan .....................177

    Gambar H.3 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.4 ...........178

    Gambar H.4 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.8 ...........178

    Gambar H.5 Aspal Emulsi Baru Dituangkan dari Drum dan Sudah Diaduk

    di dalam Jerigen ..............................................................................179

    Gambar H.6 Aspal Emulsi Setelah Diaduk Merata, Tidak Ada yang

    Menggumpal ...................................................................................179

  • xv

    Gambar H.7 Agregat Kasar,Agregat Halus dan Abu Batu Dioven pada Suhu

    100oC selama 24 Jam Sebelum Dicampur ......................................180

    Gambar H.8 Persiapan Bahan Sesui Ukuran Sebelum Ditimbang Sesuai

    Proporsinya .....................................................................................180

    Gambar H.9 Hasil Tes Penyelimutan Aspal dengan Kadar Air 2,3,4,

    5,6 % dan Kadar Aspal esidu Awal 7 % Total Campuran ..............181

    Gambar H.10 Alat untuk Memadatkan Sampel dengan Jumlah Tumbukan

    2x50, 2x75, dan 2x2x75 ...............................................................181

    Gambar H.11 Sampel Dicuring di dalam Cetakan Ditempatkan diatas Pasir

    dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC) ...............................182

    Gambar H.12 Sampel Siap Dikeluarkan dengan Alat Extruder ...........................182

    Gambar H.13 Sampel Setelah Dikeluarkan dari Cetakan dan Dicuring

    Dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC) ............................183

    Gambar H.14 Pengukuran Tinggi Sampel untuk Menentukan Volumenya .........183

    Gambar H.15 Sampel Direndam Setengah Bagian Selama 24 Jam dan Dibalik

    Lalu Direndam Selama 24 Jam .....................................................184

    Gambar H.16 Sampel Direndam Dalam Air Bath Selama 30 40 Menit

    pada Suhu 60oC .............................................................................184

    Gambar H.17 Pengujian Nilai Stabilitas Marshal dan Kelelehan (Flow)

    Sampel ...........................................................................................185

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi ..................................................................... 30

    Tabel 2.2 Penggunaan Aspal Emulsi ................................................................... 31

    Tabel 2.3 Gradasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) ........................ 41

    Tabel 2.4 Persyaratan Sifat Campuran CEBR ................................................... 42

    Tabel 2.5 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) .......................... 43

    Tabel 2.6 Data Spesifikasi CAED ..................................................................... 43

    Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat ........................................... 81

    Tabel 4.2 Hasil Pengujian Contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ........................ 82

    Tabel 4.3 Stabilitas Marshal Rendaman dan Porositas Terhadap Enersi

    Pemadatan .......................................................................................... 84

    Tabel 4.4 Nilai Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin ......................... 93

    Tabel 4.5 Prosentase Peningkatan Kekuatan CAED Sesuai Waktu Curing ....... 96

    Tabel 4.6 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 ke 6 Hari) ................................ 98

    Tabel 4.7 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 ke 9 Hari) ................................ 99

    Tabel 4.8 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 ke 12 Hari) ..............................100

    Tabel 4.9 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 Hari) .......................................100

    Tabel 4.10 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 Hari) .......................................101

    Tabel 4.11 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 Hari) .......................................101

    Tabel 4.12 Paired Sample Test (Waktu Curing 12 Hari) .....................................102

    Tabel 4.13 Nilai Stabilitas CAED dalam Kondisi Full Curing Tanpa

    Penambahan Semen (0 %) dan Penambahan 2 % Semen ..................103

    Tabel A.1 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Kasar .........................111

    Tabel A.2 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Halus .........................112

    Tabel A.3 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Abu Batu (Filler) ....................113

    Tabel A.4 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar/Batu Pecah Asal

    Daerah Gesing Karangasem ...............................................................114

    Tabel A.5 Pemeriksaan Sand Equivalent Agregat Halus ....................................115

    Tabel A.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar ...............116

    Tabel A.7 Pemeriksaan Soundness Agregat Kasar Eks Daerah Gesing

  • xvii

    Karangasem........................................................................................117

    Tabel B.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 2 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk

    Sampel Penyelimutan.........................................................................118

    Tabel B.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 3 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk

    Sampel Penyelimutan.........................................................................118

    Tabel B.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 4 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk

    Sampel Penyelimutan.........................................................................119

    Tabel B.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk

    Sampel Penyelimutan.........................................................................119

    Tabel B.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 6 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk

    Sampel Penyelimutan.........................................................................120

    Tabel C.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1200 gram) untuk

    Menentukan Enersi Pemadatan ..........................................................121

    Tabel C.2 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi

    Pemadatan 2x50 .................................................................................122

    Tabel C.3 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi

    Pemadatan 2x75 .................................................................................122

    Tabel C.4 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi

    Pemadatan 2x2x75 .............................................................................122

    Tabel C.5 Perhitungan Berat Jenis CAED dengan Kadar spal Residu 7 %

    terhadap Total Campuran ...................................................................123

    Tabel C.6 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................124

    Tabel C.7 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman

    dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................125

    Tabel C.8 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman

    dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................125

  • xviii

    Tabel C.9 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman

    dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................125

    Tabel C.10 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air

    dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................126

    Tabel C.11 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air

    dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................126

    Tabel C.12 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air

    dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................126

    Tabel D.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 6 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............127

    Tabel D.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 6,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............127

    Tabel D.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............128

    Tabel D.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 7,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............128

    Tabel D.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal

    Residu Awal 8 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............129

    Tabel D.6 Hasil Pengukuran dan Penimbangan CAED untuk Menentukan

    Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ............................................130

    Tabel D.7 Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall CAED untuk Menentukan

    KARO ................................................................................................131

    Tabel D.8 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Stabilitas untuk Membuat

    Grafik .................................................................................................132

    Tabel D.9 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Flow untuk Membuat Grafik ....133

    Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................134

    Tabel D.11 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Kadar Air pada Saat

    Testing untuk Membuat Grafik ..........................................................135

    Tabel D.12 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................136

    Tabel D.13 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............136

    Tabel D.14 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................136

    Tabel D.15 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............137

  • xix

    Tabel D.16 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................137

    Tabel D.17 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................137

    Tabel D.18 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............138

    Tabel D.19 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................138

    Tabel D.20 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............139

    Tabel D.21 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................139

    Tabel D.22 Specific Grafity of Cationic Slow Setting (CSS-1h/H-60) .................140

    Tabel D.23 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED

    untuk Kadar Aspal Residu 6 % ..........................................................141

    Tabel D.24 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED

    untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .......................................................141

    Tabel D.25 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED

    untuk Kadar Aspal Residu 7 % ..........................................................142

    Tabel D.26 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED

    untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .......................................................142

    Tabel D.27 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED

    untuk Kadar Aspal Residu 8 % ..........................................................143

    Tabel D.28 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Densitas(Kepadatan)

    untuk Membuat Grafik .......................................................................144

    Tabel D.29 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Porositas untuk Membuat

    Grafik .................................................................................................145

    Tabel D.30 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air untuk

    Membuat Grafik .................................................................................146

    Tabel D.31 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6 %

    untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147

    Tabel D.32 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6,5 %

    untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147

    Tabel D.33 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7 %

    untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148

    Tabel D.34 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7,5 %

    untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148

  • xx

    Tabel D.35 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 8 %

    untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................149

    Tabel D.36 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void in Mineral Aggregate

    untuk Menentukan Grafik .................................................................150

    Tabel D.37 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void Filled Bitumen

    untuk Menentukan Grafik .................................................................151

    Tabel D.38 Hasil Perhitungan Luas Permukaan Agregat .....................................152

    Tabel D.39 Hasil Perhitungan Tebal Film Aspal untuk Bervariasi Kadar

    Aspal Residu ......................................................................................153

    Tabel E.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 %

    dan Kadar Air 5 % Tanpa Penambahan Semen terhadap Total

    Campuran (1000 gram) ......................................................................154

    Tabel E.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 %

    dan Kadar Air 5 % dengan Penambahan Semen 2 % terhadap Total

    Campuran (1000 gram) ......................................................................154

    Tabel E.3 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan

    Semen dengan Lama Curing 3 Hari ...................................................155

    Tabel E.4 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan

    Semen 2 % dengan Lama Curing 3 Hari ...........................................155

    Tabel E.5 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan

    Semen dengan Lama Curing 6 Hari ...................................................155

    Tabel E.6 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan

    Semen 2 % dengan Lama Curing 6Hari ............................................156

    Tabel E.7 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan

    Semen dengan Lama Curing 9 Hari ...................................................156

    Tabel E.8 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan

    Semen 2 % dengan Lama Curing 9 Hari ...........................................156

    Tabel E.9 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan

    Semen dengan Lama Curing 12 Hari .................................................157

    Tabel E.10 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan

    Semen 2 % dengan Lama Curing 12 Hari .........................................157

  • xxi

    Tabel E.11 Hubungan antara Waktu Curing dengan Stabilitas Marshall

    Tanpa Penambahan dan dengan Penambahan 2 % Semen ................158

    Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Flow Tanpa Penambahan

    dan dengan Penambahan 2 % Semen.................................................159

    Tabel E.13 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan

    Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing

    3 Hari .................................................................................................160

    Tabel E.14 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan

    Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing

    6 Hari .................................................................................................161

    Tabel E.15 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan

    Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing

    9 Hari .................................................................................................162

    Tabel E.16 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan

    Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing

    12 Hari ...............................................................................................163

    Tabel E.17 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa

    Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %

    antara waktu Curing 3 dan 6 Hari ......................................................164

    Tabel E.18 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa

    Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %

    antara waktu Curing 6 dan 9 Hari ......................................................165

    Tabel E.19 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa

    Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %

    antara waktu Curing 9 dan 12 Hari ....................................................166

    Tabel F.1 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen

    dalam Kondisi Full Curing ................................................................167

    Tabel F.2 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED dengan Penambahan 2 % Semen

    dalam Kondisi Full Curing ................................................................167

    Tabel F.3 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi

    Full Curing Tanpa Penambahan Semen ............................................168

    Tabel F.4 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi

  • xxii

    Full Curing dengan Penambahan 2 % Semen ..........................168

    Tabel F.5 Kadar Air CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan

    Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing ......................169

    Tabel F.6 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada

    Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi

    Full Curing.........................................................................................170

    Tabel F.7 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada

    Saat Testing CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi

    Full Curing.........................................................................................170

    Tabel F.8 Hasil Perhitungan SGmix CAED pada Kadar Aspal Residu

    Optimum (KARO) dengan Penambahan 2 % Semen ........................171

    Tabel F.9 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED Tanpa Penambahan

    Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................172

    Tabel F.10 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED dengan Penambahan 2 %

    Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................173

    Tabel F.11 Ketentuan Sifat-Sifat Latasir .............................................................173

    Tabel F.12 Ketentuan Sifat-Sifat Lataston ...........................................................174

    Tabel F.13 Ketentuan Sifat-Sifat Laston (AC) ....................................................175

    Tabel G.1 Hasil Pengukuran Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen .........176

    Tabel G.2 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall CAED Tanpa Penambahan

    Semen .................................................................................................176

  • xxiii

    DAFTAR ISTILAH

    AASHTO = American Association of State Highway Transportation

    Officials.

    AC = Asphalt Concrete, lapisan aspal beton, Laston

    Agregat = Sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau

    mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan.

    Aspal = Material perekat dengan unsur utama bitumen

    Aspal Emulsi = Campuran aspal denganair dan bahan pengemulsi.

    ASTM = American Society for Testing and Materials.

    Bahan Pengisi (Filler) = Agregat halus yang lolos saringan No.200

    Bitumen = zat perekat terutama mengandung senyawa hidrokarbon

    seperti aspal,tar.

    CAED = Campuran Aspal Emulsi Dingin.

    Curing = Pengkondisian sampel.

    CRS = Cationic Rapid Setting.

    CMS = Cationic Medium Setting.

    CSS = Cationic Slow Setting.

    Degradasi = Perubahan ukuran butiran karena adanya

    penghancuran.

    DGEM/CEBR = Dense Graded Emulsion Mixes / Campuran Aspal

    Emulsi Bergradasi Rapat.

    Flow (kelelehan) = nilai flow yang diperoleh dari pengujian Marshall.

    Gradasi = distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan ukuran

    butir.

    Gradasi ideal = nilai tengah dari rentang gradasi pada spesifikasi

    gradasi agregat, gradasi tengah.

    Hot mix = Campuran aspal panas.

    HRS = Hot Rolled Sheet, Lapis tipis aspal beton, lataston

    ITSM = Indirect Tensile Stiffness Modulus, kekuatan Hot mix

    Kadar aspal optimum = kadar aspal tengah dari rentang kadar aspal yang

    memenuhi semua sifat campuran beton aspal.

    Keawetan (Durability) = kemampuan campuran beton aspal menerima repetisi

    beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan

    antara roda kendaraan dan permukaan jalan, sertauntuk

  • xxiv

    menahan pengaruh cuaca dan iklim seperti udara,air,

    atau perubahan temperatur.

    Kohesi = Kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat

    tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.

    Kelenturan = kemampuan campuran untuk mengakomodasi lendutan

    permanen pada batas-batas tertentu tanpa mengalami

    retak.

    Latasir = Lapisan Tipis Aspal Pasir, beton aspal untuk jalan-jalan

    dengan lalu lintas ringan,khususnya dimana agregat

    kasar tidak atau sulit diperoleh.

    Lataston = Lapisan Tipis Aspal Beton,beton aspal bergradasi

    senjang.

    OGEM = Open Graded Emulsion Mixes .Campuran Aspal

    Emulsi Dingin bergradasi terbuka.

    Pengemulsi(Emulsifier) = Pengemulsi berupa larutan untuk memberikan muatan

    listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim

    emulsi.

    TFA = Tebal Film Aspal / Selimut Aspal / Asphalt Film

    Tickness, tebal lapisan aspal yang menyelimuti butir

    agregat, tidak termasuk yang diserap agregat.

    Stabilitas = kemampuan campuran aspal untuk menahan beban lalu

    lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti

    gelombang, alur, dan bleeding..

    VFB = Voids Filled with Bitumen ,volume pori diantara butir-

    butir agregat didalam campuran aspal padat yang terisi

    oleh aspal,dinyatakan dalam % terhadap VMA.

    VIM = Void in Mixture / Volume pori didalam campuran aspal

    padat, dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton

    aspal padat.

    VMA = Voids in Mineral Aggregates,volume pori diantara

    butir-butir agregat di dalam campuran aspal

    padat,dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton

    aspal padat.

  • xxv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran A Hasil Pengujian Agregat dan Data Sekunder Hasil Pengujian

    Aspal Emulsi .....................................................................................109

    Lampiran B Proporsi CAED untuk Tes Penyelimutan Aspal Emulsi ..................118

    Lampiran C Penentuan Enersi Pemadatan CAED .................................................121

    Lampiran D Karakteristik CAED pada KARO .................................127

    Lampiran E Kinerja CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan 2 %

    Semen .................................................................................................154

    Lampiran F Karakteristik CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan

    2 % Semen pada Kondisi Full Curing ...............................................167

    Lampiran G Stabilitas CAED dalam Kondisi Kering untuk Menentukan

    Stabilitas Sisa pada KARO ................................................................176

    Lampiran H Foto-Foto Kegiatan Penelitian CAED ...............................................177

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan jalan

    dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. Tiap-tiap lapisan perkerasan

    pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang berbeda sesuai

    dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian

    rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam batas daya dukungnya.Lapis

    permukaan adalah bagian perkerasan terletak paling atas. Lapis permukaan ini

    berfungsi antara lain: (1) Sebagai bagian per-kerasan untuk menahan beban roda

    kenderaan, (2) Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari

    kerusakan akibat cuaca, dan (3) Sebagai lapisan aus (wearing course). Jenis

    perkerasan lentur yang digunakan di Indonesia umumnya menggunakan campuran

    aspal panas baik untuk pelapisan ulang, pemeliharaan maupun pembangunan jalan

    baru. Jenis-jenis perkerasan di Indonesia yang sering mempergunakan campuran

    aspal panas antara lain: Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC (Asphalt Concrete),

    Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau HRS (Hot Rolled Sheets) dan Lapis Tipis

    Aspal Pasir (Latasir). Mulai sekitar tahun 1990-an untuk pekerjaan jalan di

    Indonesia mulai dipergunakan jenis aspal lain yaitu aspal emulsi (MPW-RI, 1990).

    Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling banyak

    dipakai. Aspal banyak tersedia di Indonesia, yang diperoleh dari pengolahan

    minyak mentah yang banyak mengandung aspal.

  • 2

    Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas/kekentalan

    yang sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur rendah (dingin)

    aspal akan bersifat keras, dan sebaliknya pada saat temperatur tinggi (panas) aspal

    akan bersifat lunak, dan lebih bersifat plastis. Kepekaan terhadap temperatur dari

    tiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya, walaupun aspal

    tersebut diambilkan dari jenis yang sama.

    Aspal emulsi merupakan jenis aspal dalam bentuk emulsi pada suhu ruang,

    dengan komposisi kandungan aspal (60%-70%), air (30%-40%), dan emulsifier

    (0,2%-0,50%). Pada kasus tertentu, komposisi tersebut ditambah bahan aditif.

    Dalam aplikasinya, aspal emulsi tidak lagi memerlukan pemanasan untuk

    menjadikannya cair, sehingga lebih hemat energi. Aspal Emulsi memiliki tingkat

    viskositas yang rendah, sehingga tidak perlu dipanaskan dan tidak menimbulkan

    polusi, hemat biaya dan waktu (Technokonstruksi, 2010). Sifat aspal emulsi tidak

    akan mengeras jika disimpan, akan tetapi akan mengendap. Kondisi tersebut tidak

    mempengaruhi mutunya, untuk itu perlu dilakukan pengadukan secara berkala.

    CAED dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi jalan atau perkerasan lainnya

    sama halnya dengan campuran aspal panas. Karena sifat fisiknya yang cair dan

    mempunyai viskositas yang rendah, maka dapat langsung dipergunakan atau

    dicampurkan dengan batuan tanpa pemanasan terlebih dahulu. Hal ini merupakan

    kelebihan dari CAED dalam penghematan biaya pemanasan, kemudahan

    pelaksanaan pekerjaan dan ramah lingkungan. Secara umum penggunaan CAED

    memberi kemudahan pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan aspal.

    Menurut Suaryana (Technokonstruksi, 2010) perkembangan aplikasi aspal

    emulsi di Indonesia belum berkembang dengan baik dibandingkan keberhasilan

  • 3

    aplikasinya di Manca Negara. Masih ditemukan kendala-kendala dalam aplikasi

    aspal emulsi, sehingga dianggap belum kompetitif dibandingkan dengan aspal

    konvensional. Namun dengan perkembangan teknologi preservasi dan kebutuhan

    akan penghematan energi dan mengurangi polusi, maka teknologi aspal emulsi

    akan menjadi lebih menarik untuk dikembangkan. Teknologi aspal emulsi dapat

    dimanfaatkan secara optimal apabila pemanfaatannya sesuai dengan kondisi lalu

    lintas dan lingkungan, pemilihan jenis/grade aspal emulsi yang tepat, bahan

    agregat dan aspal emulsi memenuhi syarat (umur penyimpanan), peralatan yang

    memadai, metoda pelaksanaan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan kompetitif.

    Menurut Lutpianto (Technokonstruksi, 2010) dari PT Hutama Prima,

    selama ini aplikasi aspal emulsi di Indonesia hanya digunakan untuk keperluan

    khusus seperti tack coat dan prime coat. Sebenarnya masih banyak teknologi

    khusus aspal emulsi yang telah dikembangkan di luar negeri seperti microseal,

    aspal beton campuran dingin (coldmix), bahan tambal aspal campuran dingin, chip

    seal, dan stabilisasi tanah. Menurut Victor Sitorus (Technokonstruksi, 2010) dari

    PT Widya Sapta Colas, pemanfaatan teknologi aspal emulsi untuk konstruksi jalan

    mempunyai keuntungan dari aspek penghematan energi, rendah polusi, dan efektif

    untuk pekerjaan pemeliharaan jalan, sehingga ke depan aspal emulsi beserta

    aplikasinya harus terus dikembangkan untuk mencapai hasil terbaik serta

    memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya, baik dari segi bisnis maupun

    terhadap kelestarian lingkungan.

    Dalam hal penghematan energi, CAED secara umum lebih efisien dari pada

    campuran aspal panas, dimana keperluan energi untuk CAED berkisar antara 40-

    60% dari energi untuk memproduksi campuran aspal panas (Kennedy, 1998).

  • 4

    Selain itu, CAED juga memiliki beberapa kelebihan yang lain seperti: ramah

    terhadap lingkungan, tingkat keamanan tinggi karena tidak adanya bahaya

    kebakaran atau bahaya keselamatan akibat panas, tidak membutuhkan proses

    pemanasan dalam pelaksanaannya.

    Selain memiliki kelebihan-kelebihan, CAED juga memiliki beberapa

    kekurangan antara lain: memerlukan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan

    kekuatan (akibat penguapan kandungan air), kurang kuat pada umur awal dan

    memiliki porositas yang tinggi, yang diakibatkan oleh berkurangnya workability

    saat pemadatan. Untuk mempercepat peningkatan kekuatan, CAED bisa

    ditambahkan bahan aditif berupa semen sebanyak 1-2% dari berat agregat. Kadar

    semen yang lebih besar dari 2 % dapat menyebabkan campuran terlaku kaku,

    sehingga menjadi getas (Leech, 1994).

    CAED cocok digunakan di daerah beriklim tropis, karena akan lebih cepat

    meningkatkan kekuatan CAED setelah pemadatan, akibat penguapan kandungan

    air didalamnya. CAED dapat diproduksi secara manual memakai alat pencampur

    sederhana (pan mixer atau concrete mixer yang dimodifikasi). Selain itu CAED

    sangat cocok dipakai untuk ruas jalan dengan lalu lintas ringan sampai dengan

    sedang (Asphalt Institute, 1989), dengan pekerjaan skala kecil yang lokasinya

    menyebar, misalnya untuk pemeliharaan jalan berupa penambalan lubang-lubang

    jalan (potholes), pekerjaan permukaan jalan setelah ada pekerjaan galian utilitas

    (galian pemasangan kabel, pipa air, dan lain-lain) dan perkerasan untuk pejalan

    kaki.

    Di Indonesia sendiri penggunaan dan ketersediaan data/dokumentasi

    tentang kinerja CAED masih sangat minim, begitu pula dengan aplikasinya di

  • 5

    lapangan, padahal kebutuhan terhadap CAED meningkat sejalan dengan tuntutan

    terhadap kelestarian lingkungan, penghematan energi, isu kesehatan dan keamanan

    kerja. Dalam rangka pengembangan teknologi aspal emulsi untuk menunjang

    program preservasi jalan di Indonesia, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia

    (HPJI) bekerja sama dengan Asphalt Innovation A Meadwestvaco-MV Amerika

    Serikat telah mensosialisasikan aplikasi Aspal Emulsi melalui seminar bertajuk

    Teknologi Aspal Emulsi dalam rangka Menunjang Preservasi Jalan , dengan

    harapan agar pengembangan aspal emulsi dan aplikasinya dapat dipertimbangkan

    oleh para pemangku kepentingan. Keberpihakan pemerintah sangat diharapkan

    dalam pengembangan teknologi aspal emulsi untuk mendukung program

    preservasi jalan di Indonesia (Technokonstruksi, 2010). Namun demikian beberapa

    peneliti dari Perguruan Tinggi di Indonesia mengadakan penelitian terhadap

    Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR). Penelitian tentang CEBR

    menggunakan fly ash sebagai filler, dalam kondisi filler optimum tercapai

    stabilitas rendaman 850,9 kg, stabilitas kering 872,35 kg, dan stabilitas sisa 97,54

    % , dan makin banyak filler proses pemadatan tidak optimum (Mutohar, 2002).

    Penelitian CEBR tipe III jenis kationik CSS-1 AE-3 S menggunakan filler debu

    batu dan semen dapat disimpan sampai lebih dari lima hari sebelum dihampar dan

    dipadatkan di lapangan (Abdullah, 2003). Hasil penelitian berdasarkan sifat-sifat

    fisis dan kimiawi abu sekam, dapat dipergunakan sebagai bahan filler pada

    Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR),sama seperti bahan filler yang lain

    seperti abu batu,abu terbang dll (Ridwan, 2007). Selanjutnya Campuran Aspal

    Emulsi Dingin (CAED) yang dicuring didalam ruang (tanpa dan dengan

    penambahan semen 1-2%) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan stabilitas tiap

  • 6

    minggunya namun peningkatan stabilitas dirasakan tidak terlalu besar. Tingkat

    stabilitas yang dihasilkan tiap minggunya berbeda untuk tiap variasi kadar semen.

    CAED dengan variasi kadar semen 2 % memberikan nilai stabilitas tertinggi

    (Prabawa, 2009)

    Untuk meningkatkan pemahaman dan mengetahui lebih detail karakteristik

    CAED, perlu dilakukan suatu penelitian yang mempergunakan agregat lokal Eks

    Daerah Gesing Desa Selat Kabupaten Karangasem Bali.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Berapakah kadar aspal residu optimum, bagaimanakah Karakteristik dari

    Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) yang mempergunakan agregat lokal

    Eks Daerah Gesing Desa Selat Karangasem,dan berapa nilai Stabilitas Sisa

    CAED pada KARO?

    2. Bagaimanakah peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi

    Dingin (CAED) tanpa dan dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu

    curing?

    3. Baimanakah Karakteristik CAED dan perbandingan nilai stabilitas Marshall

    CAED pada kondisi full curing terhadap campuran aspal panas.

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Untuk menentukan kadar aspal residu optimum, menganalisis Karakteristik

    CAED pada KARO, dan menentukan nilai Stabilitas Sisa dari Campuran Aspal

    Emulsi Dingin (CAED) pada KARO.

  • 7

    2. Untuk menganalisis peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi

    Dingin (CAED) tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 %

    semen sesuai waktu curing.

    3. Untuk menganalisis Karaktristik CAED pada kondisi full curing tanpa

    penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen, membandingkan

    Stabilitas Marshallnya terhadap campuran aspal panas (Latasir, Lataston, dan

    Laston)

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, bahwa dengan diketahuinya

    karakteristik dan peningkatan stabilitas Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED),

    akan dapat memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak terkait tentang

    penggunaan aspal emulsi untuk diaplikasikan sebagai bahan perkerasan jalan di

    Indonesia.

    1.5 Batasan Masalah dan Ruang Lingkup

    1. Agregat yang dipakai adalah agregat alam Eks Daerah Gesing Desa Selat

    Kabupaten Karangasem yang biasa dipergunakan untuk campuran hot mix dan

    Campuran Beton dengan bahan Filler berupa Abu batu

    2. Gradasi yang dipakai adalah DGEM (Dense Graded Emulsion Mixes) atau

    CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) dengan Gradasi Ideal digunakan

    untuk Base & Surface Course

    3. Untuk meningkatkan stabilitas (kekuatan), CAED diberi bahan tambahan

    (additive) semen Cap Gresik 2 % dari berat total campuran. Peningkatan

  • 8

    kekuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) diuji pada umur: 3, 6, 9 dan

    12 hari . Uji Statistik hanya dilakukan untuk Stabilitas pada kondisi ini.

    4. Curing sampel dilakukan di dalam ruangan(suhu ruang) dan Full Curing

    5. Jenis aspal emulsi yang digunakan adalah CSS-1h (Cationic Slow Setting)

    6. Tidak dilakukan pengujian aspal emulsi (umur aspal emulsi masih baru < 10

    bulan), Spesifikasi Aspal Emulsi berupa data sekunder yang berasal dari

    Produsen Aspal Emulsi yaitu PT.Triasindomix Sidoarjo.

    7. Karakteristik CAED yang diuji antara lain Porositas(VIM), Stabilitas,

    Penyerapan Air, Tebal Film Aspal (TFA), Voids in Mineral Aggregates (VMA)

    dan Voids Filled with Bitumen (VFB)

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)

    Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) menggunakan aspal emulsi untuk

    mengikat agregat dan dapat dicampur dan dipadatkan pada temperatur ruang tanpa

    memerlukan pemanasan. Dengan tidak perlunya proses pemanasan memberikan

    beberapa kelebihan yaitu tingkat resiko yang lebih kecil, penghematan energi, dan

    ramah lingkungan. Selain memiliki kelebihan, CAED juga memiliki kelemahan

    yaitu kekuatan lemah pada umur awal, waktu curing yang lama, dan porositas

    tinggi.

    CAED memerlukan penguapan kandungan air yang ada dalam campuran

    untuk meningkatkan kekuatan campuran, dimana hal ini akan lebih cepat tercapai

    pada daerah dengan temperatur hangat. Temperatur rata-rata tahunan yang hangat

    sangat menunjang proses penguatan CAED. Biasanya untuk mempercepat proses

    peningkatan kekuatan CAED ditambahkan zat aditif berupa semen (1-2%).

    Penambahan kadar semen mak. 2% dikarenakan untuk menjaga campuran agar

    tidak kaku,sehingga menjadi getas (Leech, 1994).

    CAED bersifat sensitif terhadap gradasi terutama kandungan agregat

    halus/filler, karena aspal emulsi akan cepat menyerap filler. Untuk campuran den

    gan kadar filler lebih tinggi cocok menggunakan CSS (Cationic Slow Setting),

    karena CSS akan berikatan lebih lambat sehingga kerataan penyelimutan lebih

    terjamin.

  • 10

    Terdapat dua tipe gradasi untuk CAED yaitu OGEM (Open Graded

    Emulsion Mixtures) dan DGEM (Dense Graded Emulsion Mixtures) (MPW-RI,

    1990). OGEM merupakan campuran antara agregat bergradasi terbuka dan aspal

    emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. Untuk

    campuran ini menggunakan aspal emulsi jenis CMS (Cationic Medium Setting).

    Sedangkan DGEM/CEBR merupakan campuran antara agregat bergradasi

    rapat/menerus dan aspal emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa

    proses pemanasan. DGEM/CEBR merupakan lapisan struktural yang berfungsi

    sebagai lapisan sub base, base, maupun lapisan permukaan (aus) dan penambalan

    (patching). Untuk DGEM/CEBR menggunakan aspal emulsi jenis CSS (Cationic

    Slow Setting).

    2.2 Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)

    Bahan campuran CAED pada prinsipnya sama dengan campuran aspal

    panas, terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler), dan aspal

    emulsi. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan harus diuji terlebih dahulu untuk

    mengetahui sifat-sifat dari bahan tersebut.

    2.3 Agregat

    Agregat/batuan didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang mengeras.

    Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu

    mengandung 90-95% agregat berdasarkan prosentase berat, atau 75-85% agregat

    berdasarkan prosentase volume (Sukirman, 1999).

  • 11

    2.3.1 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya

    Menurut (Depkimpraswil, 2004) klasifikasi agregat berdasarkan asal

    kejadiannya dapat dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen, dan

    batuan metamorf (batuan malihan), dimana:

    1. Batuan beku

    Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak ke

    permukaan pada saat gunung berapi meletus.

    Batuan beku ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

    a. Batuan beku luar (extrusive igneous rock), berasal dari material yang keluar

    dari bumi saat gunung meletus kemudian akibat dari pengaruh cuaca

    mengalami pendinginan dan membeku. Pada umumnya batuan beku jenis

    ini berbutir halus, contoh batuan jenis ini adalah rhyolite, andesit, dan

    basalt.

    b. Batuan beku dalam (intrusive igneous rock), berasal dari magma yang tidak

    dapat keluar dari bumi kemudian mengalami pendinginan dan membeku

    secara perlahan. Pada umumnya batuan beku jenis ini bertekstur kasar dan

    dapat ditemui di permukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi,

    contoh batuan jenis ini adalah granit, gabbro, dan diorit.

    2. Batuan sedimen

    Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dan tanaman.

    Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapan di danau, laut,

    dan sebagainya.

    Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas:

    a. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, seperti breksi,

    konglomerat, batu pasir, dan batu lempung. Batuan jenis ini banyak

    mengandung silika.

  • 12

    b. Batuan sedimen yang dibentuk secara organis, seperti batu bara, dan opal.

    c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi, seperti batu gamping,

    garam, gift, dan flint.

    3. Batuan metamorf

    Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang

    mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan

    temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer, kwarsit, dan

    batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan sekis.

    2.3.2 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya

    Menurut Depkimpraswil (2004) berdasarkan proses pengolahannya agregat

    dapat dibedakan menjadi agregat alam, agregat yang mengalami proses

    pengolahan, dan agregat buatan.

    1. Agregat alam

    Agregat alam merupakan agregat yang diambil dari alam dengan sedikit proses

    pengolahan. Agregat alam terbentuk melalui proses erosi dan degradasi

    sehingga bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pembentukannya. Agregat

    yang mengalami proses erosi yang diakibatkan oleh air biasanya terjadi di

    sungai mempunyai bentuk partikel yang bulat-bulat dengan permukaan yang

    licin. Agregat yang mengalami proses degradasi biasanya terjadi dibukit-bukit

    mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar.

    Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil dimana kerikil

    adalah agregat dengan ukuran partikel > 1/4 inch (6,35 mm) sedangkan pasir

  • 13

    adalah agregat dengan ukuran partikel < 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075

    mm (saringan no. 200).

    2. Agregat yang melalui proses pengolahan

    Agregat yang melalui proses pengolahan merupakan agregat biasa berasal dari

    bukit-bukit maupun sungai yang karena bentuknya yang besar-besar melebihi

    ukuran yang diinginkan harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu

    dengan menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) atau secara manual

    agar diperoleh:

    a. Bentuk partikel yang bersudut, diusahakan berbentuk kubus.

    b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.

    c. Gradasi sesuai yang diinginkan.

    Hasil dari proses pemecahan ini biasanya disebut dengan split dan mempunyai

    ukuran mulai dari 5 mm sampai 40 mm.

    2.3.3 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya

    Ditinjau dari ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar,

    agregat halus, dan bahan pengisi (filler).

    Menurut American Society for Testing and Material (ASTM):

    a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 4,75 mm (saringan No.4).

    b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 4,75 mm(saringan No.4).

    c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No.

    200.

    Menurut AASHTO:

    a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 2 mm.

  • 14

    b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 2 mm dan > 0,075.

    c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No.

    200.

    Agregat juga diklasifikasikan menurut Depkimpraswil (2004) sebagai berikut:

    a. Agregat kasar, agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No.8

    (2,36 mm)

    b. Agregat halus, agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No.8

    (2,36 mm)

    c. Bahan pengisi ( filler ), bagian dari agregat halus yang minimum 85 %

    lolos saringan No.200 (0,075 mm), non plastis, tidak mengandung bahan

    organik, tidak menggumpal, kadar air max 1%.

    2.4 Sifat Agregat

    Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul

    beban lalu-lintas. Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain

    (Sukirman, 1999):

    1. Gradasi

    Gradasi/distribusi partikel-partikel ukuran agregat merupakan hal yang penting

    dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi mempengaruhi rongga antar butir

    yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.

    Gradasi agregat diperoleh dari analisa saringan.

    Gradasi agregat dapat dibedakan atas:

  • 15

    a. Gradasi seragam (uniform graded)/terbuka

    Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama, mengandung agregat

    halus sedikit sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat

    dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat

    permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.

    b. Gradasi rapat (dense graded)/bergradasi baik (well graded)

    Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang.

    Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan

    stabilitas tinggi, kedap air, berat volume besar.

    c. Gradasi buruk (poorlygraded)/gradasi senjang

    Adalah campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau sedikit sekali.

    Agregat bergradasi senjang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan

    lentur yaitu gradasi celah (gap graded). Agregat dengan gradasi senjang

    menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis

    di atas.

    2. Ukuran maksimum agregat

    Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi dari

    besar sampai kecil. Terdapat dua cara untuk menyatakan ukuran partikel

    agregat yaitu:

    a. Ukuran maksimum agregat

    Yaitu ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut

    sebanyak 100%.

  • 16

    b. Ukuran nominal maksimum

    Merupakan ukuran saringan terbesar dimana agregat tertahan tidak lebih

    dari 10%.

    3. Kadar lempung

    Lempung mempengaruhi mutu campuran agregat dengan aspal karena:

    a. Lempung membungkus partikel-partikel agregat sehingga ikatan antar aspal

    dan agregat berkurang.

    b. Lempung mengakibatkan luas daerah yang harus diselimuti aspal

    bertambah. Dengan kadar aspal sama menghasilkan tebal lapis perkerasan

    yang lebih tipis yang dapat mengakibatkan terjadinya striping (lepas ikatan

    antara aspal dan agregat).

    c. Tipisnya lapisan aspal mengakibatkan lapisan teroksidasi sehingga lapisan

    cepat rapuh dan getas.

    d. Lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan aspal.

    4. Daya tahan agregat

    Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan

    mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat yang digunakan harus

    mempunyai daya tahan terhadap pemecahan (degradasi) yang mungkin timbul

    selama proses pencampuran, pemadatan, ataupun oleh beban lalu-lintas.

    Ketahan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan menggunakan percobaan

    Abrasi Los Angeles.

    5. Bentuk dan tekstur permukaan

    Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapis perkerasan yang

    dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel agregat dapat berbentuk bulat, lonjong,

  • 17

    pipih dan kubus. Agregat berbentuk kubus paling baik digunakan sebagai

    material perkerasan jalan. Agregat berbentuk kubus mempunyai bidang kontak

    yang lebih luas sehingga mempunyai daya saling mengunci yang baik.

    Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih tahan terhadap deformasi.

    6. Daya lekat terhadap aspal

    Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua

    bagian yaitu:

    a. Sifat mekanis yang tergantung dari:

    - Pori-pori dan absorbsi

    - Bentuk dan tekstur permukaan

    - Ukuran butir

    b. Sifat kimiawi dari agregat.

    7. Berat jenis agregat

    Dalam kaitan perencanaan campuran aspal, berat jenis adalah suatu rasio tanpa

    dimensi, yaitu rasio antara berat suatu benda terhadap berat air yang

    volumenya sama dengan benda tersebut.Volume agregat yang diperhitungkan

    adalah volume yang tidak diresapi aspal. Sebagai standar dipergunakan air

    pada suhu 4C karena pada suhu tersebut air memiliki kepadatan yang stabil.

    Berat jenis agregat dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini (Krebs and

    Walker, 1971).

  • 18

    Vp

    Vp-VcVcViVs

    Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG.

    Sumber: Krebs and Walker (1971)

    Ada beberapa jenis berat jenis agregat, yaitu :

    a. Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity)

    Bila aspal diasumsikan hanya menyelimuti agregat di bagian permukaan

    saja, tidak meresap ke bagian agregat yang permeable, volume yang

    diperhitungkan adalah:

    Bulk SG = ( ) wVtotWs

    wVpViVsWs

    gg =

    +++ (2.1)

    dimana : w = berat volume air = 1 gr/cc = 1 t/m3. Sehingga Bulk SG

    adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang volumenya

    = Vs + Vi + Vp.

    Vs = volume solid

    Vi = volume yg imperme-

    able thd air dan aspal

    Vp = total volume perme-

    able

    Vc = volume yg permeable

    thd air tapi imperme-

    able thd aspal

    Vp-Vc = volume yg

    permeable thd air dan

    aspal

  • 19

    b. Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity)

    SG ini didasarkan atas asumsi bahwa aspal meresap ke dalam agregat

    dengan tingkat resapan yang sama dengan air, yaitu sampai Vc atau ke

    dalam seluruh Vp. Karenanya volume yang dipertimbangkan adalah:

    Vs + Vi

    Apparent SG = ( ) wViVsWs

    g+ (2.2)

    c. Berat Jenis Efektif (Effective Specific Gravity)

    SG Bulk dan SG Apparent didasarkan atas dua kondisi ekstrem. Asumsi

    yang realistis adalah bahwa aspal dapat meresap sampai ke (Vp Vc). Oleh

    karena itu SG atas asumsi ini disebut SG efektif.

    Effective SG = ( ) wVcViVsWs

    g++ (2.3)

    dimana:

    Vp = volume pori yang dapat diresapi air

    V = volume total dari agregat

    Vi = volume pori yang tidak dapat diresapi air

    Vs = volume partikel agregat

    Ws = berat kering partikel agregat

    w = berat volume air

    Dalam praktek, SG eff = SG (bulk + app)

  • 20

    2.5 Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat

    Untuk memperoleh gradasi agregat campuran, bisa dilakukan dengan cara

    mencampur komponen-komponen agregat yang tersedia. Pencampuran agregat

    dapat dilakukan dengan cara:

    1. Cara mencoba-coba (Trial and Error)

    Adalah cara pencampuran agregat dengan mencoba kemungkinan berbagai

    proporsi agregat, kemudian mengadakan analisa saringan yang dibandingkan

    dengan spesifikasi yang disyaratkan.

    2. Cara Analitis

    Pada cara ini didasarkan atas penggabungan agregat dengan menggunakan

    rumus pendekatan. Dari rumus ini diperoleh prosentase agregat kasar, agregat

    halus dan filler. Rumus yang digunakan adalah (Bambang Ismanto, 1993):

    %100--

    =CFCSX (2.4)

    dimana : X = % agregat halus

    S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki

    F = % agregat halus lewat saringan tertentu

    C = % agregat kasar lewat saringan tertentu

    3. Cara Grafis

    Cara ini adalah penggabungan agregat yang dilakukan dengan menggambarkan

    grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos saringan dari setiap agregat

    yang digunakan dengan prosentase lolos saringan spesifikasi limit.

    4. Cara Diagonal

    Penggunaan agregat dengan menggunakan gambar empat persegi panjang,

    dengan ukuran (10 x 20) cm pada kertas milimeter blok. Dengan menarik garis

  • 21

    diagonal dari sisi kiri bawah ke kanan atas, berdasarkan data prosentase lolos

    saringan dan ideal spesification dari masing-masing agregat akan diperoleh

    prosentase proporsi masing-masing agregat.

    Untuk memperoleh proporsi agregat campuran yang diinginkan selain

    dengan cara mencampur dapat juga dilakukan dengan cara memproporsikan

    agregat sesuai dengan gradasi suatu spesifikasi.

    2.6 Aspal

    Aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau cokelat

    tua dengan unsur utama bitumen, pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai

    agak padat dan bersifat termoplastis. Aspal yang umum digunakan saat ini berasal

    dari salah satu hasil proses destilasi minyak bumi. Sebagai salah satu material

    konstruksi perkerasan lentur aspal merupakan salah satu komponen kecil umumnya

    4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume.

    Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai

    (Sukirman, 1999) :

    1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta

    antara aspal itu sendiri.

    2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada

    dari agregat itu sendiri.

    2.6.1 Jenis Aspal

    Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam, dan

    aspal buatan, dengan penjelasan sebagai berikut:

  • 22

    1. Aspal alam

    Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya

    dalam bentuk batuan. Aspal ini dapat dibedakan menjadi:

    a). Aspal gunung (rock asphalt), seperti aspal di Pulau Buton.

    b). Aspal danau (lake asphalt), seperti di Trinidad.

    2. Aspal buatan

    a). Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.

    Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude

    oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude oil yang banyak

    mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung

    campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya

    digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.

    b). Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi (destilasi

    destruktif tanpa udara/oksigen) suatu material organis misalnya kayu atau

    batubara.

    Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal

    keras, aspal cair, dan aspal emulsi dengan penjelasan sebagai berikut.

    1. Aspal Keras/Penetrasi (Asphalt Cement)

    Aspal keras/penetrasi adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan

    panas, dimana aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruang. Di Indonesia

    aspal semen biasanya dibedakan atas nilai penetrasinya. Pada daerah panas atau

    lalu lintas dengan volume tinggi menggunakan aspal semen dengan penetrasi

    rendah, sedangkan untuk daerah dingin atau lalu lintas rendah menggunakan

  • 23

    penetrasi tinggi. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen

    dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.

    2. Aspal Cair (Cut Back Asphalt)

    Aspal cair merupakan campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari

    hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian aspal cair berbentuk cair

    dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap

    bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas Rapid Curing, Medium

    Curing dan Slow Curing.

    a. Rapid Curing (RC)

    Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin/premium. RC

    merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.

    b. Medium Curing (MC)

    Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental

    seperti minyak tanah.

    c. Slow Curing (SC)

    Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental

    seperti solar. SC merupakan cut back aspal yang paling lama menguap.

    3. Aspal Emulsi

    A. Umum

    Aspal emulsi merupakan suatu bahan campuran antara aspal keras dengan

    air dengan tambahan bahan kimia lainnya yang diproses dalam suatu peralatan

    yang prinsipnya berupa koloid.

    Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat

    dibedakan atas:

  • 24

    a. Aspal kationik, disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi

    yang bermuatan arus listrik positif.

    b. Aspal anionik, disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi

    yang bermuatan arus listrik negatif.

    c. Nonionik, merupakan aspal emulsi yang tidak menghantarkan arus

    listrik.

    Berdasarkan kecepatan mengerasnya aspal emulsi dapat dibedakan atas:

    1. RS (Rapid Setting), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi

    sehingga pengikatan yang terjadi cepat.

    2. MS (Medium Setting).

    3. SS (Slow Setting), aspal emulsi yang paling lama menguap.

    B. Komponen Aspal Emulsi

    Ada beberapa komponen utama yang perlu diperhatikan dalam pembuatan

    aspal emulsi yaitu aspal keras/penetrasi, pengemulsi (emulsifier), stabilizer,

    senyawa asam dan aditif untuk aspal emulsi.

    C. Pengemulsi (Emulsifier)

    Pengemulsi berupa larutan yang dipergunakan untuk memberikan muatan

    listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim emulsi. Larutan pengemulsi ini

    juga akan mempermudah penyebaran butiran aspal ke dalam air dan

    mempertahankan supaya butiran-butiran aspal tidak melekat satu sama lain,

    sehingga terbentuk larutan suspensi yang homogen. Ada empat jenis pengemulsi

    yaitu: pengemulsi anionik, kationik, nonionik, dan pengemulsi koloid.

  • 25

    D. Produksi Aspal Emulsi

    Aspal emulsi diproduksi pada instalasi khusus dengan alat utama colloid

    mill. Aspal keras dipanaskan kemudian dipecah dalam colloid mill melalui gerakan

    rotor dan stator, hingga ukuran butir aspal menjadi 2-5 mikron. Kemudian secara

    simultan ke dalam colloid mill dialirkan air yang sudah dicampur dengan bahan

    pengemulsi (emulsifier), larutan asam untuk mengatur pH, dan bahan aditif yang

    diperlukan. Larutan pengemulsi memberikan muatan listrik yang sama pada

    permukaan butiran aspal emulsi sehingga butiran aspal emulsi tidak bergabung

    karena adanya gaya saling tolak menolak. Hal ini memberikan kestabilan aspal

    emulsi.

    E. Kecocokan (Affinity)

    Penggunaan aspal emulsi untuk campuran aspal dingin, memiliki elemen

    kecocokan (affinity). Hal ini terutama dipengaruhi oleh kandungan muatan listrik

    pada permukaan agregat. Secara teori aspal emulsi akan memiliki ikatan lebih baik

    dengan agregat yang memiliki muatan listrik berlawanan.

    F. Mekanisme Penggabungan Butiran Aspal Emulsi dan Pelekatan ke Permukaan

    Agregat ( Plotnikova, 1993).

    Pada awalnya pengemulsi bebas (free emulsifiers) pada suatu sistem emulsi

    diserap ke permukaan agregat, kemudian diikuti oleh emulsifier lain sesuai dengan

    luas permukaan agregat (jumlah agregat). Hal ini mengakibatkan kestabilan butir

    aspal semakin berkurang dan akhirnya menggabung. Diikuti dengan adanya

    penguapan cairan, mengakibatkan butiran-butiran aspal yang sudah menggabung

    melekat pada permukaan agregat. Secara skematis proses penggabungan aspal

  • 26

    emulsi dan pelekatan kepermukaan agregat adalah seperti yang diperlihatkan pada

    Gambar 2.2.

    Emulsifier

    Bitumen

    Free Emulsifier

    A g re g a t

    Emulsifier

    Bitumen

    Agregat

    Agregat

    1 2

    3

    Gambar 2.2 Mekanisme penggabungan dan pelekatan aspal emulsi ke permukaan agregat.

    Sumber: Plotnikova (1993) dalam Thanaya (2003) G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggabungan Butir Aspal Emulsi

    1. Penyerapan bahan pengemulsi ke permukaan agregat

    Mekanisme ini terjadi akibat adanya muatan listrik berlawanan pada bahan

    pengemulsi dan permukaan agregat yang dapat mengakibatkan tidak stabilnya

    butiran aspal dalam emulsi yang kemudian menggabung satu sama lainnya.

    2. Pergerakan butiran aspal menuju permukaan agregat

    Dalam hal ini butiran aspal yang dikelilingi bahan pengemulsi, bergerak

    menuju permukaan agregat yang bermuatan listrik berlawanan. Konsentrasi butiran

  • 27

    aspal pada permukaan agregat mengakibatkan terjadinya penggabungan dan

    kemudian menyelimuti permukaan agregat.

    3. Perubahan pH

    Beberapa jenis agregat seperti batu kapur, filler dari batu kapur, atau semen

    dapat menetralisasikan asam pada aspal emulsi kationik dan meningkatkan nilai

    pH. Hal ini dapat mengakibatkan tidak stabilnya emulsi sehingga terjadinya

    penggabungan butiran aspal.

    4. Penguapan air

    Adanya penguapan air, butiran aspal menjadi terkonsentrasi, sehingga

    mengakibatkan bergabungnya butiran aspal. Penguapan bisa merupakan

    mekanisme penggabungan butir yang utama untuk jenis aspal emulsi yang bereaksi

    sangat lambat.

    H. Potensi Zeta (Zeta Potensial)

    Secara umum terdapat tiga jenis bentuk material yaitu: gas, cair dan padat.

    Bila salah satu dari jenis ini dipecahkan menjadi halus dan disebarkan ke dalam

    yang lainnya maka akan terbentuk sistim koloid. Aspal emulsi adalah suatu

    sebaran butiran aspal yang sangat kecil ke dalam air dibantu oleh bahan

    pengemulsi. Untuk menjaga kestabilan sistim koloid, diperlukan adanya tenaga

    saling tolak yang memadai antar butiran bahan yang diemulsikan. Gaya saling

    tolak ini muncul karena adanya muatan listrik pada permukaan material yang

    diemulsikan.

    Dalam suatu sistim koloid, muatan listrik muncul pada permukaan partikel.

    Hal ini mempengaruhi penyebaran ion pada areal disekelilingnya, yang berakibat

    meningkatnya ion lawan (counter ion) yaitu ion dengan muatan listrik berlawanan

  • 28

    di dekat permukaan partikel, yang membentuk lapisan listrik ganda (electrical

    double layer).

    Lapisan listrik ganda (electrical double layer) ini berupa lapisan cairan

    disekeliling butiran partikel. Lapisan ini terdiri dari dua bagian yaitu, bagian/lapis

    dalam (stern layer = inner region) dimana ion-ion berikatan dengan kuat, dan

    bagian luar atau lapis diffusi (diffuse layer). Pada lapis luar ini ion-ion tidak

    berikatan kuat. Pada lapis diffusi, dekat dengan lapis dalam terdapat suatu batas

    (nototional boundary) yang disebut lapis gelincir (slipping plane) atau permukaan

    geser hidrodinamik (surface of hydrodynamic shear). Potensi listrik pada areal ini

    disebut Potensi Zeta atau Zeta Potensial. Potensi Zeta bisa diukur dengan alat

    Zetasizer. Potensi Zeta ini tergantung dari besar muatan listrik pada lapis dalam,

    ketebalan lapis listrik ganda, dan konstanta dielektrik.

    Potensi Zeta biasanya sama (tetapi tidak selalu sama) dengan tanda muatan

    listrik pada permukaan partikel. Potensi Zeta menunjukkan muatan listrik efektif

    pada permukaan partikel, dan berkaitan dengan daya penolakan elektrostatik antar

    partikel. Potensi ini menjadi variabel utama yang mengontrol/menentukan

    kestabilan sistim emulsi dan proses penggabungan butiran partikel emulsi.

  • 29

    Iner

    Sid

    e

    Particle su rfaceStern p laneSurface of shear