laporan tahunan hb - unud

76
LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING SIMBIOSE MUTUALISME PERTANIAN DENGAN VILA MELALUI AGROWISATA DI KAWASAN PARIWISATA UBUD, BALI Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Ketua/Anggota Tim: I Made Kusuma Negara, S.E., M.Par. (0029057805) I Made Adikampana, S.T., M.T. (0024027704) UNIVERSITAS UDAYANA Oktober, 2015

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan tahunan hb - UNUD

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING

SIMBIOSE MUTUALISME PERTANIAN DENGAN VILA MELALUI AGROWISATA DI KAWASAN

PARIWISATA UBUD, BALI Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Ketua/Anggota Tim:

I Made Kusuma Negara, S.E., M.Par. (0029057805)

I Made Adikampana, S.T., M.T. (0024027704)

UNIVERSITAS UDAYANA

Oktober, 2015

Page 2: laporan tahunan hb - UNUD
Page 3: laporan tahunan hb - UNUD

3!!

RINGKASAN

Keberadaan vila di sekitar areal pertanian di kawasan pariwisata Ubud belum mampu memberikan manfaat berarti bagi masyarakat lokal khususnya petani. Para petani yang tergabung dalam institusi subak kemudian melakukan resistensi berupa pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat yang dibangkitkan pariwisata. Pembenaran yang dilakukan cenderung kurang memperhatikan keberlanjutan pembangunan pariwisata. Terkait dengan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan alternatif pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan memadukan aktivitas pertanian dengan vila yang berada di sekitarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga target penelitian yang harus dicapai khususnya pada tahun pertama ini, yaitu : mengidentifikasi manfaat vila bagi aktivitas pertanian di sekitarnya, mengetahui sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya, dan sebaliknya juga mengetahui sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya. Konsep agrowisata dan pariwisata berbasis masyarakat digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini. Agrowisata merupakan jenis pariwisata alternatif yang menjamin adanya hubungan saling menguntungkan antara aktivitas pertanian dengan pariwisata (dalam konteks ini adalah jenis akomodasi vila). Kebutuhan data guna menjawab pertanyaan penelitian dipenuhi melalui berbagai teknik, yaitu tinjauan pustaka, observasi, dan wawancara. Data yang terkumpul dikelompokkan dan dijabarkan sesuai target penelitian dan kemudian dibahas secara deskriptif untuk mencapai tujuan penelitian. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat dualisme cara pandang antara petani atau disebut dengan krama subak dengan pihak vila terhadap aktivitas pertanian. Dualisme ini menciptakan hubungan atau relasi disharmonis diantara krama subak dan pihak vila. Masing-masing pihak berupaya menjaga eksisnya dualisme cara pandang tersebut melalui berbagai siasat yang menghasilkan praktik-praktik kontra produktif dalam pengembangan pariwisata. Ini menunjukkan belum ada perspektif yang sama dan bersama dalam memandang aktivitas pertanian sebagai basis atraksi wisata. Untuk itulah diperlukan strategi guna menciptakan ruang bersama berupa ranah pariwisata yang mengakomodasi kepentingan krama subak dengan pihak vila. Berdasarkan modal yang dimilikinya, maka pariwisata yang ideal dikembangkan adalah berbasis pertanian atau agrowisata, mengingat aktivitas pertanian yang ditopang oleh sistem subak masih eksis dan juga telah ada usaha akomodasi berupa vila yang memanfaatkan lansekap pertanian. Dengan kata lain diperlukan upaya menciptakan ranah agrowisata guna mengikis dualisme antar krama subak dan pihak vila di kawasan pariwisata Ubud.

Page 4: laporan tahunan hb - UNUD

4!!

PRAKATA

Puji Syukur kehadapan Tuhan atas segala yang diberikan dan dengan

limpahan perhatian, bantuan, dukungan serta dorongan yang sangat berarti kepada

tim peneliti untuk menyelesaikan laporan tahunan penelitian Hibah Bersaing.

Penelitian Hibah Bersaing untuk tahun pertama ini fokus mengkaji manfaat vila

bagi aktivitas pertanian di sekitarnya, sikap petani terhadap keberadaan vila, dan

sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di kawasan pariwisata Ubud.

Untuk penyelesaian laporan penelitian ini, tim peneliti mengucapkan

terima kasih kepada: Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemristekdikti,

Rektor Universitas Udayana, Ketua LPPM Universitas Udayana, Dekan Fakultas

Pariwisata Universitas Udayana, dan Ketua Program Studi S1 Destinasi

Pariwisata Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan

mendorong tim peneliti untuk melaksanakan fungsi penelitian terkait dengan

pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tidak lupa juga tim peneliti

mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Desa Lodtunduh, Ubud, krama

subak, dan manajemen vila atas segala informasi yang diberikan.

Tim peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan

penelitian ini, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga laporan

penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan

dan besar harapan kami agar penelitian ini dapat dilanjutkan untuk merumuskan

model pengembangan pariwisata yang memadukan aktivitas pertanian dengan vila

yang berada di sekelilingnya.

Denpasar, Oktober 2015

Tim Peneliti

Page 5: laporan tahunan hb - UNUD

5!!

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ 1

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. 2

RINGKASAN ...................................................................................................... 3

PRAKATA ........................................................................................................... 4

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 5

DAFTAR TABEL ................................................................................................ 7

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ 9

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 10

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 10

1.2. Urgensi Penelitian ......................................................................................... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13

2.1. Agrowisata .................................................................................................... 13

2.2. Pariwisata Berbasis Masyarakat .................................................................... 15

2.3. Modal ............................................................................................................ 19

2.4. Peta Jalan Penelitian ...................................................................................... 20

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .......................................... 21

3.1. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 21

3.2. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 21

BAB 4. METODE PENELITIAN ........................................................................ 22

4.1. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 22

4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 22

4.3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 22

4.4. Analisis Deskriptif ........................................................................................ 23

4.5. Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 24

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 25

5.1. Perspektif Vila dan Krama Subak terhadap Pertanian .................................. 25

5.2. Siasat Vila dan Krama Subak Mempertahankan Eksistensi Dualisme ......... 27

5.2.1. Siasat pihak vila ......................................................................................... 27

5.2.2. Siasat institusi subak .................................................................................. 29

Page 6: laporan tahunan hb - UNUD

6!!

5.3. Dari Siasat Menuju Strategi .......................................................................... 30

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA .............................................. 32

6.1. Tujuan Penelitian Tahun Berikutnya ............................................................ 32

6.2. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya ...................................................... 32

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34

LAMPIRAN ......................................................................................................... 37

Page 7: laporan tahunan hb - UNUD

7!!

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar ... 17

Page 8: laporan tahunan hb - UNUD

8!!

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Jalan Penelitian ........................................................................... 20

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian ......................................................................... 24

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian Lanjutan .......................................................... 32

Page 9: laporan tahunan hb - UNUD

9!!

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ........................................................................ 37

Lampiran 2. Personalia Tenaga Peneliti ............................................................... 39

Lampiran 3. Publikasi .......................................................................................... 46

Page 10: laporan tahunan hb - UNUD

10!!

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata sebagai bagian dari kegiatan manusia menimbulkan dampak

yang tidak hanya dialami pelaku kegiatan (konsumen maupun produsen), tetapi

juga oleh masyarakat di sekitar lokasi produksi, konsumsi dan pola-pola

perjalanan wisata (Yang et al., 2013). Saat ini pariwisata dikembangkan sebagai

salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Andereck dan

Nyaupane, 2011). Hal ini disebabkan karena pariwisata merupakan industri yang

mampu menciptakan berbagai manfaat, baik secara langsung (direct effects), tidak

langsung (indirect effects), maupun ikutan (induced effects) bagi masyarakat

(Stynes et al., 2000; Okazaki, 2008). Ketika pariwisata mulai dikembangkan,

pertimbangan awal yang menjadi fokus utama adalah memastikan bahwa

pariwisata dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat di

sekitarnya atau disebut dengan masyarakat lokal (Sherman dan Dixon, 1991).

Manfaat pariwisata bagi masyarakat lokal tersebut selanjutnya akan

menumbuhkan penerimaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat terhadap

pariwisata. Adanya penerimaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat terhadap

pariwisata menurut Simpson, 2009 dan Matarrita-Cascante et al., 2010,

merupakan modal utama keberlanjutan pariwisata (sustainable tourism). Selain

itu, keberlanjutan pariwisata akan tercipta apabila industri pariwisata secara

simultan mampu memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan masyarakat (Liu,

2003). Sering kali penyebab munculnya permasalahan dalam pembangunan

pariwisata karena terabaikannya kepentingan masyarakat tersebut. Masyarakat

cenderung akan membenarkan berbagai cara untuk memenuhi keinginan dan

kebutuhannya, meskipun cenderung kontra produktif dengan keberlanjutan

pembangunan pariwisata. Kondisi ini tentunya dapat memicu konflik kepentingan

di antara masyarakat lokal dan industri pariwisata.

Konflik kepentingan juga tampak dalam pembangunan pariwisata di

Ubud. Ubud merupakan salah satu kawasan pariwisata di Bali dengan keunikan

atraksi berbasis budaya masyarakat lokal (living culture). Selain itu, Ubud juga

mempunyai posisi strategis dalam kepariwisataan Bali karena tingkat

Page 11: laporan tahunan hb - UNUD

11!!

kunjungannya yang relatif tinggi. Ini dibuktikan dengan masuknya Ubud sebagai

satu-satunya destinasi di Bali bahkan di Indonesia dalam sepuluh besar destinasi

pariwisata terfavorit di Asia versi penghargaan Travellers's Choice Destinations

tripAdvisor (travel.okezone.com, 2014). Tingginya kunjungan ke Ubud, tentu saja

berdampak pada peningkatan penyediaan amenitas pariwisata, terutama fasilitas

akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang marak dikembangkan adalah vila.

Sebagian besar vila di Ubud memilih lokasi di wilayah perdesaan yang

menawarkan keautentikan budaya pertanian (agriculture) sebagai basis atraksi.

Namun akhir-akhir ini terdapat permasalahan yang melibatkan masyarakat lokal

terutama petani dengan keberadaan vila yang berada di sekitar areal pertaniannya.

Permasalahan ini diduga bersumber dari minimnya manfaat pariwisata dari

keberadaan vila yang diterima oleh petani. Para petani yang tergabung dalam

institusi subak melakukan pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya untuk

mendapatkan manfaat pariwisata yang cenderung kurang memperhatikan

keberlanjutan pembangunan pariwisata. Untuk itu sangat penting dilakukan

penelitian yang dapat merumuskan alternatif pembangunan pariwisata

berkelanjutan yang dapat memberikan kontribusi atau manfaat yang tidak hanya

bagi produsen dan konsumen pariwisata, melainkan juga untuk petani yang

sejatinya adalah pemilik basis atraksi atau modal pariwisata tersebut.

1.2. Urgensi Penelitian

Masyarakat lokal merupakan komponen penting produk pariwisata di

suatu destinasi (Inskeep, 1991). Mengintegrasikan masyarakat lokal dalam

pengembangan produk pariwisata menjadi prasyarat mutlak keberlanjutan

pembangunan pariwisata. Integrasi tersebut dapat tercipta bila pariwisata secara

simultan mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal (Liu,

2003). Dengan kata lain, pariwisata harus dapat memberikan berbagai manfaat,

baik sosial budaya, lingkungan, maupun ekonomi bagi masyarakat lokal (Okazaki,

2008). Pengabaian terhadap pembagian manfaat pariwisata kepada masyarakat

akan menimbulkan permasalahan dan selanjutnya menjadi hambatan

keberlanjutan pembangunan pariwisata.

Page 12: laporan tahunan hb - UNUD

12!!

Permasalahan keberlanjutan pembangunan pariwisata juga teramati di

kawasan pariwisata Ubud, Bali. Ubud terkenal sebagai destinasi pariwisata yang

menawarkan kehidupan masyarakat perdesaan Bali yang memiliki budaya agraris

religius. Dengan basis atraksi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tren

pengembangan produk pariwisata Ubud termasuk akomodasinya lebih mengarah

ke wilayah perdesaan. Salah satu jenis akomodasi yang banyak dikembangkan

adalah vila. Sebagian besar pemilihan lokasi vila di kawasan pariwisata Ubud

berada di sekitar areal persawahan milik para petani atau krama subak.

Keberadaan vila ini tentu saja dapat memberikan dampak, baik positif maupun

negatif terutama bagi aktivitas pertanian. Namun sayang, adanya pengembangan

vila di sekitar areal persawahan belum memberikan manfaat yang berarti. Ini

ditunjukan dengan munculnya resistensi krama subak terhadap keberadaan vila.

Krama subak melakukan pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya untuk

mendapatkan manfaat pariwisata yang cenderung kurang memperhatikan

keberlanjutan pembangunan pariwisata. Bentuk pembenaran tersebut diantaranya

membangun kandang penggemukan sapi di sekitar vila dengan maksud untuk

memberikan ketidaknyamanan aroma bagi penghuninya dan menghalangi view

vila ke areal persawahan dengan menanam pakan sapi dan pisang.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penelitian ini menjadi sangat

penting untuk membangun model pengembangan pariwisata yang memadukan

aktivitas pertanian dengan vila yang berada di sekelilingnya. Model yang

dibangun menyesuaikan dengan prinsip-prinsip pengembangan produk

agrowisata, yaitu adanya produk wisata berbasis aktivitas pertanian, interaksi

intensif antara petani dengan wisatawan, dan keautentikan pengalaman yang

didapatkan wisatawan (Flanigan et al., 2014). Dengan model ini diharapkan dapat

mengoptimalkan manfaat keberadaan vila khususnya bagi krama subak, sehingga

tercipta hubungan simbiose mutualisme antara pertanian dengan vila di kawasan

pariwisata Ubud, Bali.

Page 13: laporan tahunan hb - UNUD

13!!

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agrowisata

Istilah agrowisata (agrotourism) memiliki pemahaman yang sama dengan

agritourism yaitu kegiatan mengisi waktu luang di lingkungan pertanian (Sznajder

et al., 2009). Agrowisata dapat dijelaskan dari dua perspektif yang berbeda, yaitu

dari sisi wisatawan dan sisi industri pariwisata. Berdasarkan perspektif wisatawan,

agrowisata dipahami sebagai familiarisasi individu atau kelompok terhadap

aktivitas pertanian dengan terlibat di dalamnya untuk mendapatkan pengalaman

(Marques, 2006). Sedangkan dari perspektif industri pariwisata, agrowisata

merupakan penyediaan produk pariwisata baik atraksi, fasilitas maupun layanan

untuk menarik kunjungan ke lingkungan pertanian (Barbieri dan Mshenga, 2008).

Dengan demikian agar produk agrowisata yang dikembangkan dapat menarik dan

terbangun interaksi intens antara aktivitas pertanian dengan wisatawan maka skala

pengembangan yang dipilih adalah skala kecil (Kizos and Iosifides, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, Flanigen et al., 2014 menyebutkan bahwa

pengembangan produk agrowisata harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:

1. mengandung aktifitas pertanian atau proses produksi sektor pertanian dalam

arti luas

2. ikut terlibat dalam aktivitas pertanian

3. adanya keaslian pengalaman mengenai aktivitas pertanian

Seringkali pembahasan tentang produk agrowisata dikaitkan dengan

pengembangan wilayah perdesaan atau dalam konteks pariwisata dikenal dengan

istilah pariwisata perdesaan (Sznajder et al., 2009; Flanigen, 2014). Pariwisata

perdesaan dapat dilihat sebagai pariwisata yang tumbuh di wilayah perdesaan.

Namun pada dasarnya pariwisata perdesaan tidak hanya dapat dipahami

berdasarkan aspek geografis semata, melainkan juga menjadi bagian tidak

terpisahkan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal (Lane, 1994;

Roberts dan Hall, 2004). Untuk itu kemudian pariwisata perdesaan secara ideal

harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

1. berlokasi di wilayah perdesaan

2. menjalankan fungsi-fungsi perdesaan

Page 14: laporan tahunan hb - UNUD

14!!

3. berskala kecil

4. bersifat tradisional

5. tumbuh perlahan dan seimbang

6. dikelola oleh masyarakat lokal

Untuk memenuhi keriteria tersebut, maka isu penting yang perlu

mendapatkan perhatian adalah dampak pengembangan pariwisata terhadap

wilayah perdesaan. Beberapa literatur menunjukkan bahwa dampak pariwisata

terhadap wilayah perdesaan akan berbeda-beda tergantung dari jumlah dan jenis

wisatawan yang berkunjung, pengorganisasian produk pariwisata, integrasi

pariwisata dalam pengembangan masyarakat perdesaan, dan tahapan dalam siklus

hidup destinasi pariwisata (Briedenham and Wickens, 2004). Kajian-kajian

tersebut juga menyatakan bahwa selain ketrampilan, koordinasi dan kontrol

masyarakat lokal akan sangat menentukan dampak pariwisata perdesaan. Sebagai

contoh suatu kasus tentang kepemilikan usaha pariwisata perdesaan oleh individu

atau pengusaha non lokal telah menjadikan masyarakat lokal tidak mendapatkan

keuntungan berarti dari pengembangan pariwisata perdesaan. Page dan Getz

(1997) berdasarkan beberapa hasil penelitian tentang sikap masyarakat lokal

terhadap pariwisata menyimpulkan bahwa masyarakat lokal yang mendapatkan

manfaat dan mempunyai kontrol terhadap pengembangan pariwisata cenderung

bersikap positif.

Dampak positif pariwisata memerlukan pertimbangan matang dan

memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip pembangunan

berkelanjutan terkait erat dengan pengembangan pariwisata yang ramah

lingkungan, layak secara ekonomi, dan dapat diterima oleh sosial budaya

masyarakat lokal. Menurut WTO (1998), pariwisata berkelanjutan harus

menjamin tiga hal penting yaitu:

1. memanfaatkan secara optimal (keseimbangan pemanfaatan) sumberdaya

lingkungan fisik

2. menghormati keaslian sosial budaya masyarakat lokal

Page 15: laporan tahunan hb - UNUD

15!!

3. memastikan kelayakan dan manfaat sosial ekonomi (pekerjaan, pendapatan,

layanan sosial, dan pengentasan kemiskinan) bagi seluruh pengambil

keputusan.

Pengembangan pariwisata berkelanjutan membutuhkan keterlibatan dari

segenap pengambil keputusan yang terkait serta kepemimpinan yang kuat untuk

memastikan tumbuhnya ruang-ruang berpartisipasi terutama untuk masyarakat

lokal. Pariwisata berkelanjutan juga harus mampu memberikan kepuasan dan

kesadaran bagi wisatawan tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan.

2.2. Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu jenis pariwisata yang

memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna

mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan (Telfer dan Sharpley,

2008). Pemahaman ini sejalan dengan pemikiran Garrod et al., (2001); Timothy

dan Boyd (2003) yang menyebutkan pariwisata berbasis masyarakat sebagai

partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Dalam hal ini, partisipasi

masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: ikut terlibat dalam proses

pengambilan keputusan dan pembagian manfaat pariwisata.

Partisipasi dalam pengambilan keputusan berarti masyarakat mempunyai

kesempatan untuk menyuarakan harapan, keinginan dan kekhawatirannya dari

pembangunan pariwisata, yang selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam proses

perencanaan. Sedangkan mengambil peran dalam pembagian manfaat pariwisata

mengandung pengertian bahwa masyarakat semestinya mempunyai kesempatan

untuk memperoleh keuntungan finansial dari pariwisata dan keterkaitan dengan

sektor lainnya. Untuk itu pengembangan destinasi pariwisata seharusnya mampu

menciptakan peluang pekerjaan, kesempatan berusaha dan mendapatkan pelatihan

serta pendidikan bagi masyarakat agar mengetahui manfaat pariwisata (Timothy,

1999). Menurut Murphy (1985) pariwisata merupakan sebuah “community

industry”, sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung dan

ditentukan oleh penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap pariwisata.

Implikasi pariwisata sebagai sebuah industri masyarakat adalah adanya kepastian

Page 16: laporan tahunan hb - UNUD

16!!

bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata.

Berhubungan dengan hal tersebut, Mowforth dan Munt (1998) serta Ramukumba,

et al. (2011) kemudian membagi partisipasi masyarakat dalam tujuh tingkatan,

yaitu:

1. partisipasi manipulatif; adanya keterwakilan masyarakat dalam kelembagaan

pariwisata, namun wakil masyarakat ini tidak mempunyai kekuasaan

2. partisipasi pasif; masyarakat hanya diinformasikan hal yang sudah diputuskan

atau kejadian yang sudah berlangsung

3. konsultasi; masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang

diajukan oleh pihak eksternal

4. partisipasi material insentif; masyarakat berkontribusi dengan memberikan

sumber daya yang dimilikinya dan kemudian mandapat kompensasi material

berupa makanan dan minuman, pekerjaan, uang, dan insentif materi lainnya

5. partisipasi fungsional; pihak eksternal menginisiasi keterlibatan masyarakat

dengan membentuk kelompok untuk menentukan tujuan bersama dan terlibat

dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi partisipasi tersebut muncul

setelah adanya program dari pihak eksternal dengan tujuan untuk efektifitas

dan efisiensi program

6. partisipasi interaktif; masyarakat mengadakan analisis secara bersama-sama,

merumuskan program untuk mencapai tujuan, dan penguatan institusi lokal

dengan difasilitasi oleh pihak eksternal. Partisipasi jenis ini sudah ideal

karena masyarakat mendapatkan pembelajaran tentang sistem dan struktur,

sehingga mampu mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.

7. mobilisasi sendiri; masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam proses

perencanaan pembangunan tanpa ada intervensi dari pihak eksternal. Peran

pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sangat dibutuhkan dalam

menyediakan dukungan kerangka kerja.

Selain itu, pariwisata berbasis masyarakat sering dipahami sebagai sesuatu

yang berseberangan dengan pariwisata skala besar (enclave), berbentuk paket (all

inclusive), pariwisata masal, dan minim keterkaitannya dengan masyarakat lokal.

Sehingga pariwisata berbasis masyarakat disebut juga sebagai pariwisata berskala

Page 17: laporan tahunan hb - UNUD

17!!

kecil, dibangun oleh masyarakat lokal, serta melibatkan berbagai elemen lokal

seperti pengusaha, organisasi, dan pemerintah lokal (Hatton, 1999 dalam Telfer

dan Sharpley, 2008; Leslie, 2012). Terkait dengan pembangunan pariwisata

berskala kecil, Jenkins (1982) telah melakukan perbandingan antara pariwisata

skala kecil dengan skala besar untuk mengetahui dampak pembangunan

pariwisata terhadap masyarakat lokal. Berdasarkan komparasi tersebut diketahui

bahwa pembangunan pariwisata berskala kecil mempunyai karakteristik yang

sangat berbeda dari pembangunan pariwisata berskala besar. Adanya perbedaan

krakteristik tentunya akan menghasilkan perbedaan dampak pula terhadap

masyarakat lokal. Adapun perbedaan karakteristik tersebut dapat diilustrasikan

dalam tabel berikut :

Tabel 1. Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar

Skala kecil Skala besar

secara fisik menyatu dengan struktur ruang/kehidupan masyarakat lokal

secara fisik terpisah dari komunitas lokal, namun efektif membangun citra kuat udalam rangka promosi

perkembangan kawasan wisata bersifat spontan/tumbuh atas inisiatif masyarakat lokal (spontaneous)

pengembangan kawasan melalui perencanaan yang cermat dan profesional (well planned)

partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata

investor dengan jaringan internasional sebagai pelaku utama usaha kepariwisataan

interaksi terbuka dan intensif antara wisatawan dengan masyarakat lokal

interaksi sangat terbatas antara wisatawan dengan masyarakat lokal

Sumber : Diolah dari Jenkins, 1982

Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa peluang terbesar

partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata, akan muncul jika pariwisata

dikembangkan dengan skala kecil dan terbuka melakukan interaksi dengan

wisatawan.

Seringkali partisipasi masyarakat dalam pariwisata disebut sebagai strategi

pembangunan alternatif yang terdengar sangat ideal namun dalam

implementasinya banyak terdapat tantangan dan hambatan. Scheyvens (2002)

menyebutkan ada dua tantangan terbesar dalam pariwisata berbasis masyarakat.

Page 18: laporan tahunan hb - UNUD

18!!

Pertama, pada kenyataannya masyarakat lokal dalam suatu destinasi pariwisata

terbagi ke dalam berbagai faksi atau golongan yang saling mempengaruhi

berdasarkan kelas masyarakat (kasta), gender, dan kesukuan. Antar faksi biasanya

saling menyatakan paling memiliki atau mempunyai hak istimewa (privilege)

keberadaan sumberdaya pariwisata. Golongan elit masyarakat tertentu sering

berada dalam posisi mendominasi pelaksanaan pariwisata berbasis masyarakat,

lalu memonopoli pembagian atau penerimaan manfaat pariwisata (Mowforth dan

Munt, 1998). Berdasarkan hal tersebut, partisipasi secara adil (equitable) menjadi

pertimbangan penting dalam mendorong pembangunan pariwisata berbasis

masyarakat. Selain itu juga isu-isu tentang kelas masyarakat, gender, dan

kesukuan penting dipertimbangkan terutama dalam perencanaan pengembangan

pariwisata. Tantangan kedua adalah permasalahan dalam masyarakat untuk

mengidentifikasi pariwisata sebagai strategi pengembangan masyarakat lokal.

Masyarakat pada umumnya tidak cukup punya informasi, sumberdaya, dan

kekuatan dalam hubungannya dengan berbagai pengambil keputusan lainnya

dalam pembangunan pariwisata, sehingga masyarakat lokal rentan terhadap

eksploitasi. Campbell (1999) juga menyatakan hal yang sama bahwa minimnya

kesempatan berpartisipasi dalam pariwisata dan sektor lain yang terkait, akibat

dari kesulitan yang dialami masyarakat dalam mengidentifikasi manfaat

pariwisata.

Selain tantangan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pembangunan

pariwisata berbasis masyarakat juga akan berhadapan dengan berbagai hambatan.

Tosun (2000) mengidentifikasi tiga hambatan dalam pembangunan pariwisata

berbasis masyarakat terutama di negara berkembang. Adapun hambatan-hambatan

tersebut berupa :

1. keterbatasan operasional; termasuk dalam hambatan ini adalah sentralisasi

administrasi publik, lemahnya koordinasi, dan minimalnya informasi

pariwisata.

2. keterbatasan struktural; berupa sikap pelaku pariwisata, terbatasnya tenaga

ahli, dominasi elit masyarakat, aturan hukum yang belum tepat, sedikitnya

Page 19: laporan tahunan hb - UNUD

19!!

jumlah sumberdaya manusia (SDM) terlatih, dan minim akses ke

modal/finansial.

3. keterbatasan kultural, yaitu : terbatasnya kapasitas terutama pada masyarakat

miskin dan apatis atau rendahnya kesadaran pariwisata masyarakat lokal

Semua jenis keterbatasan tersebut, dapat menciptakan masalah serius dalam

partisipasi masyarakat, baik untuk pengambilan keputusan atau perencanaan yang

tepat maupun secara bersama-sama membagi manfaat pariwisata.

2.3. Modal

Berdasarkan pemikiran Bourdieu dalam Fashri, 2014, modal dapat

dikatakan sebagai suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Ranah

adalah hubungan yang terstruktur dan mengatur posisi individu maupun kelompok

dalam ruang sosial. Setiap ranah menuntut individu maupun kelompok untuk

memiliki sumber daya atau modal agar dapat bertahan hidup dalam masyarakat

atau relasi sosial. Dengan kata lain, modal dapat menentukan posisi dan status

individu atau kelompok dalam masyarakat. Representasi individu maupun

kelompok dalam relasi sosial terbangun dari adanya praktek-praktek pertukaran

modal.

Selanjutnya modal dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu: pertama;

modal ekonomi mencakup alat-alat produksi, materi, dan uang yang dengan

mudah digunakan dengan segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Kedua; modal budaya adalah keseluruhan kualifikasi

intelektual yang bisa diproduksi, baik melalui pendidikan formal maupun warisan

keluarga. Termasuk modal budaya antara lain, kemampuan menampilkan diri di

depan publik, pemilikan benda budaya bernilai tinggi, pengetahuan dan keahlian

tertentu dari hasil pendidikan, dan sertifikat. Ketiga; modal sosial menunjuk pada

jaringan sosial yang dimiliki pelaku (baik individu maupun kelompok) dalam

hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa. Dan keempat; segala

bentuk prestise, status, otoritas, dan legitimasi yang terakumulasi sebagai bentuk

modal simbolik.

Page 20: laporan tahunan hb - UNUD

20!!

Berbagai jenis modal tersebut dapat dipertukarkan satu dengan yang

lainnya. Semakin besar individu atau kelompok mengakumulasi modal tertentu,

maka semakin besar pula peluang untuk mengkonversi antar modal. Dari kesemua

jenis modal yang ada, modal ekonomi dan budayalah yang memiliki daya kuat

untuk menentukan jenjang hirarkis dalam masyarakat. Prinsip hirarki dan

diferensiasi masyarakat tergantung pada jumlah modal yang diakumulasi. Makin

besar jumlah modal yang dikuasai dapat menunjukkan dominasi (kekuasaan dan

hirarki tertinggi) dalam masyarakat.

2.4. Peta Jalan Penelitian

Tahun I: Hubungan pertanian dengan vila: - Kontibusi vila bagi pertanian - Sikap petani terhadap keberadaan vila

di sekelilingnya - Sikap manajemen vila terhadap

aktivitas pertanian di sekitarnya

Tahun II: Model agrowisata terpadu di kawasan pariwisata Ubud

Pariwisata dan Pertanian Tujuan:

Keberlanjutan pariwisata

Keberadaan vila di

sekeliling areal pertanian

Gambar 1. Peta Jalan Penelitian

Page 21: laporan tahunan hb - UNUD

21!!

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian tahun pertama ini mempunyai tujuan untuk memetakan relasi

pertanian dengan vila. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga target yang

harus dicapai dalam penelitian ini, yaitu :

1. Mengidentifikasi manfaat vila bagi aktivitas pertanian di sekitarnya

2. Mengetahui sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya, dan

sebaliknya

3. Mengetahui sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya

3.2. Manfaat Penelitian

Terealisasinya tujuan penelitian tahun pertama ini dapat memberikan dasar

dan arahan bagi penyusunan model pengembangan pariwisata yang memadukan

aktivitas pertanian dengan vila yang berada di sekitarnya.

Page 22: laporan tahunan hb - UNUD

22!!

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memverifikasi hubungan konsepsual

pariwisata terhadap kondisi empiris (Veal, 2006). Konstruksi konsep agrowisata

dan pariwisata berbasis masyarakat didasarkan pada tinjauan pustaka. Kondisi

empiris dikumpulkan dan diketahui dengan berbagai teknik, disesuaikan dengan

variable penelitian. Sedangkan dalam tahap analisis dan sintesis digunakan

metode deskriptif guna menjelaskan kaitan atau hubungan sebab akibat antar

variabel penelitian.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data kuantitatif, adalah data yang berupa bilangan yang akan disusun serta

diinterprestasikan.

2. Data kualitatif, data berupa deskripsi atau uraian berdasarkan hasil tinjauan

pustaka, observasi, dan wawancara

Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder.

Data primer akan digali melalui observasi dan wawancara dengan masyarakat,

manajemen vila, wisatawan, dan pakar/praktisi agrowisata. Sedangkan data

sekunder melalui tinjauan pustaka yang relevan.

4.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu

tinjauan pustaka, observasi, dan wawancara. Teknik wawancara dipilih untuk

mendalami pemahaman atas pengetahuan tentang pertanyaan penelitian yang

berhubungan dengan kontribusi atau manfaat vila bagi aktivitas pertanian, sikap

petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya, sikap manajemen vila dan

wisatawan terhadap aktivitas pariwisata, dan rumusan model agrowisata terpadu.

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, langkah-langkah

yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

Page 23: laporan tahunan hb - UNUD

23!!

1. Tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan

pemahaman tentang beberapa konsep pokok dalam penelitian ini, yaitu

agrowisata, manfaat pariwisata, praktik pariwisata, dan pariwisata berbasis

masyarakat lokal.

2. Observasi, yaitu usaha pengumpulan data dengan pengamatan langsung di

lapangan untuk menguji dan melengkapi data yang telah didapatkan

sebelumnya.

3. Wawancara. Wawancara akan dilakukan dengan beberapa informan di lokasi

penelitian yang memiliki informasi penting untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan penelitian. Adapun informan tersebut yaitu :

- tokoh masyarakat dan tokoh subak

- manajemen vila

- wisatawan

- pakar dan praktisi agrowisata

Mereka dipilih karena pengetahuan dan ketokohannya (purposive) yang

diharapkan dapat memberikan informasi komprehensif tentang pemasalahan

dan solusi yang terkait dengan model agrowisata terpadu yang mensinergikan

aktivitas pertanian dengan vila di kawasan pariwisata Ubud.

4.4. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah menafsirkan data dan informasi yang terkait

dengan variabel dan fenomena yang terjadi pada saat penelitian dilakukan dan

kemudian menyajikannya sesuai dengan yang sebenarnya (apa adanya). Dalam

penelitian ini, yang ditafsirkan berupa:

- kontribusi atau manfaat keberadaan vila terhadap aktivitas pertanian di

sekitarnya

- sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya

- sikap manajemen vila dan wisatawan terhadap aktivitas pertanian di

sekitarnya

- Merumuskan model agrowisata terpadu yang mensinergikan aktivitas

pertanian dengan vila di kawasan pariwisata Ubud.

Page 24: laporan tahunan hb - UNUD

24!!

4.5. Bagan Alir Penelitian

Persiapan : - Tinjauan pustaka - Studi pendahuluan - Proposal penelitian

Sikap petani (krama subak) terhadap pariwisata terutama keberadaan vila di sekelilingnya

Sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya

Analisis dan sintesis

Analisis dan sintesis

Model agrowisata terpadu di kawasan

pariwisata Ubud!

Kondisi eksisting hubungan aktivitas

pertanian dengan vila !

- Temu tim - Seminar proposal - Pengumpulan

proposal

Penelitian tahun I - Tinjauan pustaka - Observasi - Wawancara kepada

masyarakat, tokoh subak, krama subak, manajemen vila

- Data sekunder - Temu tim - Laporan penelitian - Publikasi jurnal

terakreditasi yaitu Jurnal Kawistara

Penelitian tahun II - Tinjauan pustaka - Wawancara kepada

masyarakat, tokoh subak, manajemen vila, wisatawan, dan pakar atau praktisi agrowisata

- Temu tim - Laporan penelitian - Publikasi jurnal

internasional yaitu Journal of Heritage Tourism

Identifikasi manfaat vila bagi aktivitas pertanian di sekitarnya

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

Page 25: laporan tahunan hb - UNUD

25!!

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ubud dikenal sebagai destinasi pariwisata yang menawarkan kehidupan

masyarakat perdesaan Bali yang memiliki budaya agraris religius. Dengan basis

atraksi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tren pengembangan produk

pariwisata Ubud termasuk komponen akomodasi lebih mengarah ke wilayah

perdesaan. Jenis akomodasi yang banyak dikembangkan saat ini adalah vila.

Sebagian besar pemilihan lokasi vila di kawasan pariwisata Ubud berada di sekitar

areal pertanian milik para petani. Salah satu lokasi pengembangan vila di kawasan

pariwisata Ubud teramati di Lodtunduh. Lodtunduh merupakan suatu desa dalam

kawasan pariwisata Ubud yang mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor

pertanian dengan menggarap persawahan dan tegalan. Pengelolaan pertanian

masyarakat didasarkan atas sistem subak. Fenomena menarik kemudian tampak di

Lodtunduh, yaitu pola pembangunan vila yang mengelilingi areal pertanian milik

para petani atau krama (anggota) subak. Dapat dikatakan bahwa secara sadar vila

telah memanfaatkan aktivitas pertanian tersebut sebagai salah satu daya tarik

wisata agar wisatawan tinggal lebih lama di vila. Keberadaan vila tersebut sebagai

bagian dari produk pariwisata tentu saja dapat memberikan dampak, baik positif

maupun negatif terutama bagi aktivitas pertanian masyarakat yang berada di

sekitarnya.

5.1. Perspektif Vila dan Krama Subak terhadap Pertanian

Terdapat perbedaan pandangan pihak vila dan krama subak terhadap

pertanian yang berlangsung selama ini di Lodtunduh. Hal ini tidak lepas dari

adanya dualisme cara pandang antara pihak vila dan krama subak tentang aktivitas

pertanian tersebut. Krama subak melakukan aktivitas pertanian dengan basis

kesadaran (habitus) produksi pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.

Sedangkan pihak vila menafsirkan lansekap pertanian beserta aktivitasnya sebagai

salah satu daya tarik guna menahan lebih lama wisatawan sehingga dapat

menginap di vila. Dengan demikian terjadi penafsiran masing-masing terhadap

pertanian di Lodtunduh yang berimplikasi pada aktivitas ekslusif kelompok, baik

krama subak maupun pihak vila. Krama subak ekslusif melakukan proses

Page 26: laporan tahunan hb - UNUD

26!!

pertanian, dari pra produksi - produksi - dan pasca produksi. Sedangkan pihak vila

menafsir pertanian sebagai daya tarik wisata sehingga memberikan nilai tambah

bagi keberadaan vila.

Dapat disebutkan bahwa Lodtunduh sebagai suatu ruang sosial telah

ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan ranahnya masing-masing. Krama subak

dengan ranah pertaniannya dan pihak vila dengan ranah pariwisatanya. Dualisme

ini menciptakan hubungan atau relasi disharmonis di antara krama subak dan

pihak vila. Ini menunjukkan belum ada perspektif yang sama dan bersama dalam

memandang aktivitas pertanian sebagai basis atraksi wisata. Dengan kata lain,

belum tercipta ranah bersama, yang dalam penelitian ini disebut dengan

agrowisata.

Meskipun dalam praktek pariwisatanya, pihak vila telah memanfaatkan

aktivitas pertanian sebagai daya tarik wisata, akan tetapi habitusnya belum dapat

memenuhi perspektif agrowisata. Wisatawan yang menginap selama ini bersikap

pasif, hanya menikmati suasana aktivitas pertanian yang tampak sangat jelas dari

vila. Selain itu wisatawan tidak difasilitasi untuk berinteraksi secara aktif dengan

krama subak serta merasakan proses pertanian secara langsung. Dalam konteks ini

wisatawan yang menginap di vila dapat dikatagorikan sebagai tamu. Terlebih lagi,

perilaku pihak vila yang terkadang membuang sampah ke saluran irigasi subak.

Keadaan ini menunjukkan cara pandang pihak vila yang tidak memasukan

aktivitas pertanian sebagai aset atau sumber daya pariwisata yang wajib dijaga

keberlanjutannya.

Dari pihak krama subak, keberadaan vila justru dianggap sebagai

”pengganggu”. karena areal pertanian menjadi tercemari sampah dan aktivitas

pertanian menjadi tontonan gratis bagi tamu vila. Akan tetapi krama subak

terpaksa harus melakukan aktivitas pertaniannya karena merupakan cara

produksinya dalam rangka melangsungkan hidup. Belum ada kesadaran bahwa

areal pertanian beserta aktivitas pertaniannya merupakan aset atau sumber daya

pariwisata berbasis pertanian yang dapat dikembangkan sebagai alternatif

produksi selain dari pertanian.

Page 27: laporan tahunan hb - UNUD

27!!

5.2. Siasat Vila dan Krama Subak Mempertahankan Eksistensi Dualisme

Temuan berikut menunjukkan adanya upaya yang dilakukan baik oleh

pihak vila maupun krama subak yang berakibat pada eksisnya cara pandang

dualisme dalam ruang sosial Lodtunduh. Perbedaan cara pandang tersebut jika

tidak dikelola baik akan dapat melahirkan tata relasi konfliktual. Walaupun

suasana disharmoni ini belum tereksplisitasi menjadi konflik terbuka, akan tetapi

jika dibiarkan terus-menerus bukan tidak mungkin akan meledak dan

menyebabkan biaya mahal secara ekonomi dan sosial. Biaya ekonomi yang harus

ditanggung terkait dengan kerusakan-kerusakan material, sedangkan biaya sosial

terkait dengan disintegrasinya masyarakat Lodtunduh.

5.2.1. Siasat pihak vila

Dalam mempertahankan eksistensinya, pihak vila melakukan beberapa

upaya diantaranya :

1. Siasat sosial budaya

Siasat ini dilakukan dalam rangka menjaga kepentingan vila guna

keberlangsungan usahanya. Pihak vila memanfaatkan jaringan sosial dan

budaya yang ada di Lodtunduh. Dalam konteks sosial, pihak vila membangun

tata relasi patron-client dengan melakukan rekrutmen karyawan vila yang

berasal dari masyarakat lokal, dengan prioritas pemilik lahan yang

mengontrakkan lahannya kepada investor vila. Langkah ini ditopang dengan

siasat budaya yang dilakukan, yaitu dengan upaya merekrut salah seorang

pengurus banjar dinas dan juga banjar adat di mana vila beroperasi sebagai

tenaga pengamanan. Pola rekrutmen karyawan seperti ini mengandung dua

dimensi sekaligus, yaitu secara sosial merengkuh tenaga kerja dari

masyarakat lokal terutama dari para pemilik lahan dan secara budaya

menggunakan relasi budaya berupa banjar. Pemanfaatan jaringan berbasis

sosial budaya oleh pihak vila ini terjadi, berangkat dari ketidakmampuan

masyarakat lokal mengidentifikasi jenis modal yang dimiliki. Praktik ini

memapankan pola relasi patronasi dengan bias pemahaman bahwa modal

ekonomi merupakan modal utama dan pemiliknya akan berada pada posisi

Page 28: laporan tahunan hb - UNUD

28!!

sosial strategis. Dengan siasat ini, vila mendapatkan dua keuntungan

sekaligus berupa keamanan menjalankan usahanya dan memiliki wakil dalam

memenuhi undangan dan kegiatan di banjar dinas maupun adat.

2. Siasat ekonomi

Siasat ini dilakukan pihak vila dalam rangka menjaga posisi sosial yang lebih

tinggi terhadap masyarakat lokal. Dengan kata lain guna makin mengukuhkan

tata relasi patron-client. Upaya yang dilakukan pihak vila adalah dengan

memberi sumbangan atau bantuan ke desa adat, banjar, serta institusi subak.

Status sebagai pemberi tersebut menjadikan pihak vila berkedudukan lebih

tinggi yaitu sebagai patron. Praktik menyumbang-disumbang inilah yang

melahirkan logika karitatif dalam penyelenggaraan pariwisata di Lodtunduh.

Logika ini menjadi basis kesadaran pihak vila dalam praktik pariwisata, yang

dihasilkan dari ketidakmampuan masyarakat lokal (peminta sumbangan)

dalam mengenali posisi sesungguhnya pada domain pariwisata. Hal ini

tampak pula dari tata relasi patron-client yang terbangun, ketika posisi

pengontrak lahan menjadi lebih tinggi dan justru pihak pemilik lahan yang

terkesan meminta pekerjaan. Selain itu, perilaku meminta sumbangan dan

bantuan dari desa adat, banjar maupun institusi subak kepada pihak vila,

semakin mengokohkan posisinya sebagai patron. Fenomena menarik terjadi

ketika sudah ada vila yang melakukan perpanjangan kontrak dengan

masyarakat lokal pemilik lahan. Ini berarti selama vila beroperasi kedua belah

pihak merasa nyaman dengan pola relasi patronasi tersebut. Hal ini berakibat

kepada eksistensi doxa (kesadaran semu) patronasi berbasis modal ekonomi

yang dimiliki pihak vila. Munculnya kesadaran semu akan semakin

memapankan logika karitatif dalam bentuk menyumbang-disumbang.

3. Siasat politik

Siasat ini dilakukan pihak vila guna mendapatkan bekingan untuk

kelangsungan usahanya. Pendekatan yang dilakukan pihak vila kepada

institusi maupun tokoh-tokoh penting di Lodtunduh guna mendapatkan

Page 29: laporan tahunan hb - UNUD

29!!

dukungan dalam penyelenggaraan bisnis akomodasi. Kondisi ini menjadikan

masyarakat lokal segan jika melakukan konflik terbuka dengan vila. Hasil

identifikasi menunjukkan bahwa institusi utama penopang pola patronasi vila

ternyata adalah banjar dimana vila-vila berlokasi, yaitu Banjar Abian Semal

Kaja Kauh. Fenomena ini dapat dipahami, karena institusi banjar tersebut

adalah penguasa wilayah tempat beroperasinya vila-vila tersebut. Ini

menunjukkan bahwa intensifikasi patronasi dengan logika karitatif berada

dalam Banjar Abian Semal Kaja Kauh. Banjar Abian Semal Kaja Kauh

adalah ranah atau tempat pertukaran modal berlangsung, dengan doxa bahwa

modal ekonomi merupakan modal dominan. Pertanyaannya kemudian,

dimana posisi subak? Dengan tata relasi yang demikian, sesungguhnya pihak

yang paling dirugikan adalah para petani dengan institusi subaknya. Subak

paling lemah posisi sosialnya karena relatif tidak memiliki modal dalam

ranah. Dapat dikatakan subak teralienasi di tempatnya sendiri karena

dianggap tidak penting dalam penyelenggaraan pariwisata di Lodtunduh.

Bahkan subak dianggap sebagai pihak yang mengganggu, karena beberapa

aktivitas pertaniannya dapat mengurangi kenyamanan tamu vila.

5.2.2. Siasat institusi subak

Beberapa upaya yang dilakukan krama subak, baik personal maupun

secara institusional (melalui subak), tidaklah secanggih yang dilakukan pihak vila.

Hal ini dikarenakan ketidakmampuan subak dalam mengidentifikasi modal yang

dimiliki dalam penyelenggaraan pariwisata. Terlebih lagi, ranah pariwisata yang

mewadahi kepentingan bersama di Lodtunduh memang belum terbentuk. Krama

subak melakukan siasat perlawanan secara sporadis, tradisional, dan tidak

langsung. Perlawana krama subak merupakan bentuk ekspresi kekecewaan guna

mendapatkan perhatian pihak vila. Beberapa bentuk perlawanan krama subak

dilakukan dengan melakukan aktivitas:

- membangun kandang penggemukan sapi di sekitar vila dengan maksud

untuk memberikan ketidaknyamanan bagi penghuninya,

Page 30: laporan tahunan hb - UNUD

30!!

- menghalangi pandangan vila ke areal persawahan dengan menanam

pandan, pakan sapi dan pisang.

Motiviasi tindakan perlawanan krama subak adalah untuk menciptakan

kondisi yang tidak kondusif bagi kenyamanan tamu vila. Siasat yang dijalankan

krama subak tersebut malah justru semakin memperlemah posisinya. Terjadi apa

yang disebut sebagai blaming the victim (menyalahkan korban). Hal ini

disebabkan karena adanya pihak yaitu Banjar Abian Semal Kaja Kauh yang

memiliki modal simbolis, sehingga memiliki kuasa untuk menilai dalam ranah.

Jenis modal ini sangat penting karena dengan kuasanya untuk menafsir kebenaran

akan menjadikan pihak yang memilikinya akan sangat dominan posisi sosialnya.

Ketidakmampuan krama subak dalam mengidentifikasi jenis modal yang dimiliki

karena adanya doxa yang dimapankan oleh koalisi vila dan elit banjar. Sehingga

diperlukan jenis kesadaran baru dalam pola pikir petani, yaitu dari pemikiran

praktis menuju reflektif.

5.3. Dari Siasat Menuju Strategi

Praktik-praktik kontra produktif yang telah disebutkan sebelumnya

dipengaruhi oleh perspektif dualisme. Perspektif ini memberikan pondasi pada

tafsir sendiri-sendiri tehadap pertanian, sehingga membatasi potensi masyarakat

lokal berpartisipasi dalam penyelenggaraan pariwisata Lodtunduh. Praktik

meminta dan memberi sumbangan disebabkan oleh adanya logika karitatif pada

pola pikir para pihak di Lodtunduh. Praktik yang berdasar logika karitatif sangat

jamak terjadi saat ini di kawasan pariwisata Ubud bahkan Bali. Masyarakat lokal

sejatinya adalah pemilik ruang dengan segala modal di dalamnya, malah berada

dalam posisi meminta-minta dalam ruangnya sendiri.

Fenomena tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat lokal

dalam menemukan dan mengenali modal atau sumber daya yang dimiliki. Guna

memampukan masyarakat lokal dalam mengidentifikasi modal, hal yang penting

dilakukan adalah menciptakan ranah pariwisata. Untuk kasus Lodtunduh, telah

disebutkan sebelumnya bahwa ranah pariwisata yang ideal adalah berbasis

pertanian atau memenuhi perspektif agrowisata. Penciptaan ranah menjadi penting

Page 31: laporan tahunan hb - UNUD

31!!

untuk menggiring berbagai pihak yang berkepentingan atau aktor pariwisata

dengan komposisi modal yang dimilikinya agar saling bertukar dan menguatkan.

Dalam konteks saling menguatkan, diperlukan kelembagaan agrowisata yang

mengatur mekanisme pertukaran modal secara adil dan wajar. Hali ini bertujuan

agar tercipta sinergitas antar aktor pariwisata, bukan justru menyediakan ruang

konflik baru.

Page 32: laporan tahunan hb - UNUD

32!!

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

6.1. Tujuan Penelitian Tahun Berikutnya

Kelanjutan penelitian ini mempunyai tujuan untuk membangun model

pengembangan pariwisata yang memadukan aktivitas pertanian dengan vila yang

berada di sekitarnya. Model yang dibangun menyesuaikan dengan prinsip-prinsip

pengembangan produk agrowisata, yaitu adanya produk wisata berbasis aktivitas

pertanian, interaksi intensif antara petani dengan wisatawan, dan keautentikan

pengalaman yang didapatkan wisatawan. Dengan model ini diharapkan dapat

mengoptimalkan manfaat keberadaan vila khususnya bagi karma subak, sehingga

tercipta hubungan simbiose mutualisme antara pertanian dengan vila khususnya di

kawasan pariwisata Ubud, Bali.

6.2. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya

Penelitian tahun I

Analisis dan sintesis

Model pengembangan!agrowisata!

Kondisi eksisting hubungan aktivitas

pertanian dengan vila !

Penelitian tahun II - Tinjauan pustaka - Wawancara kepada

masyarakat, tokoh subak, manajemen vila, wisatawan, dan pakar atau praktisi agrowisata

- Temu tim - Laporan penelitian - Publikasi jurnal

internasional yaitu Journal of Heritage Tourism

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian Lanjutan

Page 33: laporan tahunan hb - UNUD

33!!

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

Belum adanya ruang bersama bagi para pihak dalam penyelenggaraan

pariwisata di Lodtunduh disebabkan oleh belum terciptanya ranah pariwisata.

Disebut ranah pariwisata karena merupakan arena bagi para pihak tersebut

memperjuangkan modal pariwisata guna memperoleh posisi sosial yang setimpal.

Yang terdapat di Lodtunduh sekarang ini merupakan ruang sosial dengan aktivitas

para pihak dalam ranah ekslusifnya masing-masing. Memang telah terdapat ranah

pariwisata yang memanfaatkan aktivitas pertanian dengan pihak vila sebagai aktor

utamanya. Namun ranah tersebut merupakan ranah pariwisata yang dibuat sepihak

oleh pihak vila, sehingga menjadi ranah eksklusif pihak vila. Demikan pula krama

subak masih berkutat di ranah pertanian saja dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Untuk itulah diperlukan upaya guna menciptakan ruang bersama berupa

ranah pariwisata yang mengakomodasi kepentingan para pihak yang terkait

dengan pariwisata di Lodtunduh. Berdasarkan potensi yang dimilikinya, maka

pariwisata di Lodtunduh ideal dikembangkan berbasis pertanian atau agrowisata,

mengingat aktivitas pertanian yang ditopang oleh sistem subak masih eksis dan

juga telah ada usaha akomodasi berupa vila yang memanfaatkan lansekap

pertanian. Dengan kata lain diperlukan upaya menciptakan ranah agrowisata guna

mengikis dualisme antar krama subak dan pihak vila di Lodtunduh.

Page 34: laporan tahunan hb - UNUD

34!!

DAFTAR PUSTAKA

Andereck, K. L. and Nyaupane, G. P., 2011, Exploring the Nature of Tourism and

Quality of Life Perceptions among Residents, Journal of Travel Research,

50: 248-260

Barbieri, C., and Mshenga, P. M., 2008, The role of the firm and owner

characteristics on the performance of agritourism farms. Sociologia

Ruralis, 48: 166–183

Briedenhann, J. & Wickens, E., 2004, Rural Tourism-Meeting the Challenges of

the New South Africa, International Journal of Tourism Research, 6: 189-

203.

Campbell, 1999, Ecotourism in Rural Developing Communities, Annals of

Tourism Research, 26: 534-553

Fashri, Fauzi. 2014. Pierre Bourdieu; Menyingkap Kuasa Simbol. Yogyakarta:

Jalasutra

Flanigan, S., Blackstock, K., dan Hunter, C., 2014, Agritourism from the

perspective of providers and visitors: a typology-based study, Tourism

Management, 40: 394-405

Garrod, B., Wilson, J.C., and Bruce, D.B., 2001, Planning for Marine Ecotourism

in the EU Atlantic Area: Good Practice Guidelines, Project Report,

University of the West of England, Bristol

Hanifah, M., 2014, Ubud Masuk 10 Besar Destinasi Wisata Terfavorit di Asia,

travel.okezone.com, diakses tanggal 16 April 2014

Inskeep, E., 1991, Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development

Approach, Van Nostrand Reinhold, USA

Jenkins, C. L., 1982, The Effects Of Scale In Tourism Projects In Developing

Countries, Annals of Tourism Research, 9: 229-249

Kizos, T., and Iosifides, T., 2007, The contradictions of agrotourism development

in Greece: evidence from three case studies. South European Society and

Politics, 12: 59–77.

Lane, B., 1994. What is rural tourism?, Journal of Sustainable Tourism, 2: 7-21.

Page 35: laporan tahunan hb - UNUD

35!!

Leslie, David, 2012, Responsible Tourism; Concepts, Theory and Practice, CABI,

UK

Liu, Z., 2003, Sustainable Tourism Development: A Critique, Journal of

Sustainable Tourism, 11: 459-475

Marques, H., 2006, Searching for complementarities between agriculture and

tourism-the demarcated wine-producing regions of northern Portugal.

Tourism Economics, 12: 147–155

Matarrita-Cascante, D., Brennan, M. A., and Luloff, A. E., 2010, Community

agency and sustainable tourism development: the case of La Fortuna,

Costa Rica, Journal of Sustainable Tourism, 18: 735-756

Mowforth, Martin and Munt, Ian, 1998, Tourism and Sustainability; New Tourism

in the Third World, Routledge, New York

Murphy, Peter E., 1985, Tourism A Community Approach, Methuen, New York

Okazaki, Etsuko, 2008, A Community-Based Tourism Model: Its Conception and

Use, Journal of Sustainable Tourism, 16: 511- 529

Page, S. J. & Getz, D. (Eds.), 1997, The business of rural tourism: international

perspectives, International Thomson Business Press, London, Boston.

Ramukumba, Talani, Pietersen, Jacques , Mmbengwa, Victor M., and Coetzee,

Willie, 2011, Participatory development of peri-urban and rural poor

communities in tourism in the Garden Route area of Southern Cape, South

Africa, African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, 1(4): 1-9

Roberts, L. and Hall, D., 2004, Consuming the countryside: Marketing for rural

tourism, Journal of Vacating Marketing, 10: 253-263

Scheyvens, Regina, 2002, Tourism for Development; empowering communities,

Prentice Hall, England

Simpson, M. C., 2009, An integrated approach to assess the impacts of tourism

on community development and sustainable livelihoods, Community

Development Journal, 44: 186-208

Sherman, P. and J. Dixon, 1991, The economics of nature tourism: Determining if

it pays. In Nature Tourism: Managing for the Environment, T. Whelan

(ed.), Island Press, Washington, DC

Page 36: laporan tahunan hb - UNUD

36!!

Stynes, Daniel J., Propst, Dennis B., Chang, Wen-Huei and Sun, YaYen, 2000,

Estimating National Park Visitor Spending and Economic Impacts,

Department of Park Recreation and Tourism Resources, Michigan State

University

Sznajder, M., Przezbórska, L., and Scrimgeour, F., 2009, Agritourism, CABI, UK

Telfer, Richard and Sharpley, David J., 2008, Tourism and Development in the

Developing World, Routledge, New York

Timothy, Dallen J., 1999, Participatory Planning; A View of Tourism in

Indonesia, Annals of Tourism Research, 26: 371-391

Timothy, Dallen J. and Boyd, Stephen W., 2003, Heritage Tourism, Pearson

Education, England

Tosun, Cevat, 2000, Limits to community participation in the tourism

development process in developing countries, Tourism Management,

21: 613-633

Veal, A. J., 2006, Research Methods for Leisure and Tourism; A Practical Guide,

Pearson Education, England

WTO, 1998, Guide for Local Authorities on Developing Sustainable Tourism,

World Tourism Organization.

Yang, J., Ryan, C., and Zhang, L., 2013, Social conflict in communities impacted

by tourism, Tourism Management, 35: 82-93

Page 37: laporan tahunan hb - UNUD

37!!

LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian

1. Ceklis kelengkapan instrumen

No. Kelengkapan Keterangan A. Panduan wawancara B. Panduan pengambilan gambar C. Alat rekam suara D. Kamera E. Laptop F. Charger G. Flashdisk H. Buku catatan I. Pulpen J. Map K. Buku harian

2. Panduan wawancara

Target: menggali informasi kondisi ruang dan ranah pariwisata, modal,

ekspektasi mengenai pariwisata, permasalahan yang dihadapi,

kearifan lokal, kelembagaan, dan jenis partisipasi masyarakat dalam

pengembangan pariwisata

A. Ranah atau ruang

- Kegiatan pariwisata yang sedang berlangsung

- Lembaga yang terlibat (masyarakat, pemerintah, swasta)

B. Komposisi modal

- Ekonomi (individu/kelompok dan trajektori)

- Budaya (individu/kelompok dan trajektori)

- Sosial (individu/kelompok dan trajektori)

- Simbolik (individu/kelompok dan trajektori)

C. Permasalahan yang dihadapi

- Etos (need for achievement, need for power, need for affiliation)

- Struktural (adat, kebijakan dinas, dan lain-lain)

D. Ekspektasi

- Manifes

Page 38: laporan tahunan hb - UNUD

38!!

- Laten

- Romantisme

- Futuristik

E. Kearifan lokal

F. Kelembagaan

- Ruang-ruang diskursif (formal dan informal)

- Mekanisme pengambilan keputusan

- Manajemen konflik

3. Catatan penelitian

Sumber Aspek Penekanan

Temuan/ Informasi

Kekurangan informasi Keterangan

4. Panduan pengambilan gambar

A. Narasumber

B. Infrastruktur

C. Suprastruktur

D. Lembaga/institusi

E. Kegiatan pariwisata

F. Kegiatan masyarakat

G. Lansekap

Page 39: laporan tahunan hb - UNUD

39!!

Lampiran 2. Personalia Tenaga Peneliti

Ketua Peneliti

A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Kusuma Negara, SE., M.Par. L 2 Jabatan Fungsional Lektor 3 Jabatan Struktural Ketua Jurusan Industri Perjalanan Wisata 4 NIP/NIK/No.Identitaslainnya 197805292003121001 5 NIDN 0029057805 6 Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 29 Mei 1978

7 Alamat Rumah Perum Taman Gatsu No. 4, Jl. Subak Dalem IA Denpasar Bali

8 No. Telp./Faks./HP 081999609090 9 Alamat Kantor Jl. Dr. R. Gorris No. 7 Denpasar

10 No. Telp./Faks. 0361223798 11 Alamat e-mail kusuma.negara[at]unud.ac.id

kusumatourism[at]gmail.com 12 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 34 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang 13 Mata Kuliah yang diampu 1. Ekonomi Pariwisata

2. Statistik Pariwisata 3. Teknologi dan Informasi Pariwisata 4. Aplikasi Komputer 5. Seminar Pariwisata

B. Riwayat Pendidikan Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Universitas Udayana

Universitas Udayana

-

Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan

Kajian Pariwisata

-

Tahun Masuk 1996 2001 - Tahun Lulus 2001 2003 - Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Analisis

Pengaruh Pertumbuhan Sektor Tersier terhadap Perekonomian Bali

Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Pelayanan Kesehatan di Bali

-

Nama Pembimbing/Promotor Made Suyana Utama, SE., MS. Drs. I Gusti Bagus Indrajaya, M.Si.

Dr. I Wayan Tjatera, M.Sc. Drs. I Nyoman Madiun, M.Sc.

-

Page 40: laporan tahunan hb - UNUD

40!!

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2008 Pengembagangan LP Kerobokan Denpasar sebagai Upaya Meminimalkan Tindak Kriminal di Bali

Hibah Bersaing

50

2 2008 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kondisi Kepariwisataan Bali

Dosen Muda 7,5

3 2011 Potensi Ikan Air Tawar di Danau Batur sebagai Pengembangan Wisata Alternatif

Dosen Muda 7,5

4 2013 Hipersosialisasi Kriminalitas Narapidana di LP. Kerobokan Denpasar (Studi Multidisipliner Merancang Model Pengembangan LP.)

Hibah Bersaing

45

*) Tuliskan sumber pendanaan : PDM, SKW, Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional, RAPID, Unggulan Stranas atau sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2008 Sosialisasi Penerapan Prinsip-Prinsip Ekowisata pada Masyarakat Objek Wisata Air Panas Banjar, Kab. Buleleng

DIPA Unud 2,5

2 2009 Strategi Pemasaran Café di Sentra Pariwisata Pantai Kedonganan dalam Menghadapi Krisis Global

DIPA Unud 2,5

3 2010 Pelatihan Bahasa Jepang Bagi Karyawan Industri Café Seafood di Kawasan Pariwisata Pantai Jimbaran

DIPA Unud 2

4 2011 Pelatihan Bahasa Inggris dan Pelayanan Prima Bagi Karyawan Industri Café di Sentra Pariwisata di Pantai Kedonganan

DIPA Unud 4

5 2012 IBM Bagi Kelompok Ekowisata di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan

DIKTI 40

*) Tuliskan sumber pendanaan : Penerapan IPTEKS – SOSBUD, Vucer, Vucer Multitahun, UJI, Sibermas, atau sumber dana lainnya

Page 41: laporan tahunan hb - UNUD

41!!

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal 1 Branding Destination : Upaya

Mendongkrak Citra Bali Volume 8 Nomor 2 Analisis

Pariwisata 2 Potensi Ikan Air Tawar Di Danau

Batur sebagai Pengembangan Wisata Alternatif

Volume 12 Nomor 1 Analisis Pariwisata

3 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kondisi Kepariwisataan Bali

Volume 3 Nomor 1 Jurnal Ilmiah Hospitality Management

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan ilmiah/ Seminar

Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan Tempat

1 Seminar Nasional Kesehatan dalam Pariwisata untuk Meningkatkan Kualitas Pariwisata dalam Rangka Visit Indonesian Year 2008

Peranan Kesehatan Wisata dalam Mendukung Citra Bali

2008, Fak. Kedokteran Universitas Udayana

G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1 Branding Destination : Upaya Mendongkrak Citra Bali dalam Buku Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global

2010 294 Udayana University Press ISBN : 9786028566544

H. Pengalaman Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID - - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah

Diterapkan Tahun Tempat

Penerapan

Respon Masyarakat

- - - - -

Page 42: laporan tahunan hb - UNUD

42!!

J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

1 Anugrah Pengabdian Kepada Masyarakat

Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana

2008

Anggota Peneliti

A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Adikampana, S.T., M.T. 2 Jenis Kelamin L/P 3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala 4 NIP/NIK/No.Identitas lainnya 197702242001121002 5 NIDN 0024027704 6 Tempat dan Tanggal Lahir Negara, 24 Februari 1977 7 Alamat e-mail [email protected] 8 Nomor Telepon/HP 08123884484 9 Alamat Kantor Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar

10 Nomor Telepom/Faks. (0361) 223798 11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 56 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang 12 Mata Kuliah yang diampu 1. Geografi Pariwisata

2. Proses Perencanaan pariwisata 3. Perencanaan Kawasan Pariwisata 4. Perencanaan Destinasi Pariwisata 5. Pariwisata Berbasis Masyarakat

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Institut

Teknologi Nasional Bandung

Universitas Gadjah Mada

Universitas Udayana

Bidang Ilmu Teknik Planologi

Teknik Arsitektur Pariwisata

Pariwisata

Tahun Masuk - Lulus 1995 - 2001 2004 - 2006 2012 - Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Identifikasi

Karakteristik Pedagang Kaki Lima dalam rangka Penanganan Pedagang Kaki

Pariwisata Alam dan Peluang Pekerjaan bagi Masyarakat Lokal

-

Page 43: laporan tahunan hb - UNUD

43!!

Lima di Kota Bandung

Nama Pembimbing/Promotor Ir. Akhmad Setiobudi, M.Sc.

Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D.

-

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2010 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas di Atraksi Wisata Ceking

HB, DIKTI 46,5

2 2011 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge

PDM, Unud 7,5

3 2013 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT, DIKTI 62

4 2013 Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata Candi Dasa Provinsi Bali

HB, DIKTI 45

5 2014 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT, DIKTI 64

6 2014 Model Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata Perdesaan

HB, DIKTI 48,75

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya. D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.)

1 2011 Penataan Kemitraan dan Kelembagaan Desa Wisata Tista Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan

DIPA, Unud 4

2 2012 Pengembangan Agrotourism Berbasis Ipteks Terpadu di Desa Lod Tunduh Kabupaten Gianyar

IbM, DIKTI 45

3 2013 Pengembangan Atraksi Agrowisata Terpadu Berbasis Ipteks

IbM, DIKTI 49

4 2014 IbM Desa Pakraman Pinge yang Menghadapi Permasalahan

IbM, DIKTI 43

Page 44: laporan tahunan hb - UNUD

44!!

Pengembangan Produk Desa Wisata

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya. E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal 1 Analisis Dampak Budaya Pembangunan

Bandara Internasional Terhadap Masyarakat Sekitarnya

2/2, 2011 dwijenAGRO

2 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge

12/1, 2012 Analisis Pariwisata

3 Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata (Sebagai manifestasi praktek dekonstruktif)

3/1, 2012 Jurnal Ilmiah Hospitality Management

4 Optimalisasi Kontribusi Pariwisata Ceking terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal

2/1, 2012 Jurnal Ilmiah Pariwisata

5 Tantangan Pengembangan Pariwisata di Daerah Pinggiran

5/1, 2014 Jurnal Ilmiah Hospitality Management

6 Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

9/3, 2014 Jurnal Kepariwisataan Indonesia

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No. Nama Pertemuan ilmiah/

Seminar Judul Artikel

Ilmiah Waktu dan

Tempat 1 Kegiatan Temu Karya Pengembangan

Kawasan Pariwisata Terpadu Pengintegrasian Pengembangan Pariwisata dalam Ekonomi Masyarakat Lokal

2010 Bali

2 Seminar Hasil-Hasil Penelitian 2011 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana

Kontribusi Pariwisata Ceking terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal

2011 Bali

3 Seminar Hasil-Hasil Penelitian Pariwisata Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia

Kajian Dampak Bandara terhadap Budaya Masyarakat

2012 Bali

4 Deseminasi Hasil-hasil Penelitian tahun 2013

Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam

2013 Bali

Page 45: laporan tahunan hb - UNUD

45!!

Pengembangan Kawasan Pariwisata Candi Dasa Provinsi Bali

5 Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014 Dampak Pariwisata Perdesaan bagi Masyarakat Lokal

2014 Bali

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1 Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global

2010 xiv + 294 Udayana University Press

2 Pariwisata Kalimantan: Pemikiran & Perjalanan ke Jantung Borneo

2010 xiii + 155 Arsimedik Publisher

3 The Exellence Research Universitas Udayana 2011

2011 vii + 182 Udayana University Press

4 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014

2014 xxviii + 1032 Udayana University Press

H. Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID - - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya

dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis

Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan

Tahun Tempat Penerapan

Respon Masyarakat

1 Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

2012 Kabupaten Nunukan

Mendukung program

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau

institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

1 Peneliti Muda Terbaik Tingkat Universitas Udayana Bidang Sosial

Unud 2010

Page 46: laporan tahunan hb - UNUD

46!!

Lampiran 3. Publikasi

Artikel di Jurnal Kawistara (submitted)

MEMUTUS LOGIKA KARITATIF DALAM PRAKTIK PARIWISATA DI UBUD, BALI

ABSTRACT

Many villas in Ubud located around agricultural land owned by farmers who are members of Subak. There is a deal that the villas are required to provide material contributions to local institutions including Subak. Such contributions produce caritative framework which not in line towards the sustainability of tourism. This paper addressed to offer the guidelines of sustainable tourism practice in Ubud. To fulfill this purpose, data has collected from observations and interviews with selected informants and then analyzed descriptively. The analysis indicated that there is dualism perspective against agriculture, which has implications towards exclusivity in-group, especially farmers and villas. Each group attempts to maintain the dualism perspective by applying various tactics, which can lead to disharmonies relations between groups. Thus requires social guidance in order to reduce caritative framework by creating common tourism sphere through agrotourism. Keywords: farmer, villa, caritative, agrotourism, Ubud

ABSTRAK Banyak vila di Ubud memilih lokasi di sekitar areal pertanian milik petani yang tergabung dalam institusi Subak. Terdapat kesepakatan bahwa vila wajib memberikan bantuan atau sumbangan dalam bentuk material ke institusi setempat termasuk Subak. Kesepakatan menyumbang-disumbang dalam praktik pariwisata tersebut telah melahirkan logika karitatif dan jauh dari konteks keberlanjutan pariwisata. Tulisan ini ditujukan untuk memberikan arahan keberlanjutan dalam praktik pariwisata di Ubud. Kebutuhan data dipenuhi dengan observasi dan wawancara yang kemudian dibahas secara deskriptif. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat dualisme cara pandang terhadap pertanian yang berimplikasi pada aktivitas eksklusif kelompok, khususnya petani maupun vila. Setiap kelompok berupaya untuk mempertahankan eksistensi dualisme tersebut dengan menerapkan berbagai siasat, yang dapat berujung pada tata relasi konfliktual. Untuk itu dibutuhkan panduan sosial guna memutus mata rantai logika karitatif dengan membangun ranah pariwisata bersama antara petani dengan vila melalui wisata Subak atau agrowisata. Kata-kata kunci : petani, vila, karitatif, agrowisata, Ubud

PENGANTAR

Pariwisata sebagai bagian dari kegiatan manusia menimbulkan dampak

yang tidak hanya dialami pelaku kegiatan, tetapi juga oleh masyarakat di

sekitarnya (Yang et al., 2013). Saat ini pariwisata dikembangkan sebagai salah

Page 47: laporan tahunan hb - UNUD

47!!

satu strategi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Andereck dan

Nyaupane, 2011). Hal ini disebabkan karena pariwisata merupakan industri yang

mampu menciptakan berbagai pengaruh atau manfaat bagi masyarakat (Okazaki,

2008). Ketika pariwisata mulai dikembangkan, pertimbangan pertama yang

menjadi fokus adalah memastikan bahwa pariwisata dapat membangkitkan dan

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat di sekitarnya atau disebut

dengan masyarakat lokal. Manfaat pariwisata bagi masyarakat lokal selanjutnya

akan menumbuhkan penerimaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat tersebut

terhadap pariwisata. Timothy, 1999; Timothy dan Tosun, 2003, menyebutkan

bahwa partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata dapat dilakukan dalam dua

cara, yakni partisipasi dalam pengambilan keputusan dan partisipasi dalam

berbagi manfaat pariwisata. Adanya partisipasi masyarakat lokal dalam

pengembangan pariwisata menurut Simpson, 2009 dan Matarrita-Cascante et al.,

2010 merupakan modal keberlanjutan pariwisata. Masyarakat lokal merupakan

komponen penting produk pariwisata di suatu destinasi (Inskeep, 1991).

Mengintegrasikan masyarakat lokal dalam pengembangan produk pariwisata

menjadi prasyarat mutlak keberlanjutan pariwisata. Integrasi tersebut dapat

tercipta bila pariwisata dapat memberikan berbagai manfaat, baik sosial budaya,

lingkungan, maupun ekonomi bagi masyarakat lokal. Selain itu, keberlanjutan

pariwisata akan tercipta apabila mampu secara simultan memenuhi berbagai

kebutuhan, termasuk kebutuhan masyarakat lokal (Liu, 2003). Sering kali

penyebab munculnya permasalahan dalam pembangunan pariwisata karena

terabaikannya kepentingan masyarakat tersebut. Masyarakat lokal akan

membenarkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, meskipun cenderung

kontra produktif dengan keberlanjutan pariwisata.

Permasalahan keberlanjutan pariwisata juga muncul di Ubud, Bali. Ubud

merupakan salah satu kawasan pariwisata dengan keunikan atraksi berbasis

budaya masyarakat lokal (living culture). Kawasan pariwisata Ubud mempunyai

posisi strategis dalam kepariwisataan Bali karena tingkat kunjungannya yang

relatif tinggi dibandingkan dengan destinasi pariwisata lainnya. Ini dibuktikan

dengan masuknya Ubud sebagai satu-satunya destinasi di Bali dalam 10 (sepuluh)

Page 48: laporan tahunan hb - UNUD

48!!

besar destinasi pariwisata terfavorit di Asia versi penghargaan Travellers's Choice

Destinations tripAdvisor (Hanifah, 2014). Tingginya kunjungan ke Ubud

berakibat pada peningkatan penyediaan amenitas pariwisata, terutama fasilitas

akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang saat ini banyak dikembangkan

adalah vila. Mayoritas vila di kawasan pariwisata Ubud memilih lokasi di wilayah

perdesaan, terutama di sekitar areal pertanian milik para petani sebagai anggota

atau krama Subak. Adanya vila ini tentu saja dapat memberikan pengaruh

khususnya bagi krama Subak tersebut. Namun sayang, pengembangan vila di

sekitar areal pertanian belum mampu memberikan manfaat atau kontribusi yang

berarti. Ini ditunjukan dengan munculnya resistensi krama Subak terhadap

keberadaan vila. Krama Subak melakukan pembenaran terhadap berbagai

aktivitasnya demi mendapatkan kontribusi dari keberadaan vila yang kurang

memperhatikan keberlanjutan pariwisata. Bentuk pembenaran tersebut

diantaranya membangun kandang penggemukan sapi di sekitar vila dengan

maksud untuk memberikan ketidaknyamanan bagi penghuni vila dan menghalangi

pandang (view) vila ke areal pertanian dengan menanam tanaman penghalang

tertentu.

Siasat perlawanan berupa pembenaran yang ditunjukkan krama Subak

kemudian menghasilkan kesepakatan berupa pemberian bantuan atau sumbangan

material oleh vila ke institusi Subak yang utamanya digunakan untuk upacara

keagamaan. Kesepakatan menyumbang-disumbang inilah yang melahirkan logika

karitatif dan jauh dari konteks keberlanjutan pariwisata. Ironisnya, logika ini

selanjutnya menjadi basis kesadaran setiap pelaku yaitu krama Subak dan

manajemen vila termasuk pula masyarakat sekitar vila lainnya dalam

pengembangan pariwisata di kawasan pariwisata Ubud. Berdasarkan fenomena

tersebut, tulisan ini ditujukan untuk merubah siasat menjadi strategi yang mampu

memutus mata rantai logika karitatif dalam praktik pariwisata di kawasan

pariwisata Ubud.

Tulisan tentang memutus logika karitatif dalam praktik pariwisata di

kawasan pariwisata Ubud menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini

merupakan cara untuk mengungkap fenomena secara lebih mendalam berdasarkan

Page 49: laporan tahunan hb - UNUD

49!!

pengalaman dan pandangan masyarakat lokal dan pengelola vila. Teknik

pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan

terhadap informan terpilih karena pengetahuan dan ketokohannya. Keseluruhan

informan berjumlah sembilan orang yang terdiri dari unsur petani, ketua Subak

atau pekaseh, pemimpin desa adat/desa pakraman dan desa dinas, serta pengelola

vila. Informasi yang digali terkait dengan perspektif masing-masing informan

terutama petani dan pengelola vila terhadap pertanian serta hubungan yang selama

ini terjalin antara masyarakat lokal khususnya petani dengan pengelola vila.

Informasi yang terkumpul selanjutnya ditafsirkan dan disajikan sesuai dengan

sebenarnya secara deskriptif.

REKONSTRUKSI PARIWISATA BERBASIS PERTANIAN

Ubud merupakan kawasan pariwisata yang menawarkan kehidupan

masyarakat perdesaan Bali yang memiliki budaya agraris religius. Dengan basis

atraksi tersebut, dapat dinyatakan bahwa tren pengembangan produk pariwisata

Ubud termasuk komponen akomodasi lebih mengarah ke wilayah perdesaan. Saat

ini jenis akomodasi yang banyak dikembangkan berupa vila. Sebagian besar

pemilihan lokasi vila di kawasan pariwisata Ubud berada di sekitar areal pertanian

milik krama Subak. Salah satu area pengembangan vila di kawasan pariwisata

Ubud teramati di Lodtunduh. Lodtunduh merupakan desa di dalam kawasan

pariwisata Ubud (Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012)

yang mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dengan menggarap

persawahan dan tegalan. Pengelolaan pertanian masyarakat Lodtunduh didasarkan

atas sistem Subak. Yang menarik kemudian tampak di Lodtunduh adalah pola

pembangunan vila yang mengelilingi areal pertanian krama Subak. Dapat

dikatakan bahwa vila secara sadar telah memanfaatkan aktivitas pertanian tersebut

sebagai faktor penarik agar wisatawan datang berkunjung dan tinggal lebih lama

di vila.

Terkait dengan tujuan penulisan tentang memutus logika karitatif dalam

praktik pariwisata di dalam kawasan pariwisata Ubud, diperlukan kajian terhadap

ranah pariwisata yang digunakan sebagai dasar strukturasinya. Sehingga dalam

Page 50: laporan tahunan hb - UNUD

50!!

tulisan ini terdapat dua pembahasan yaitu tentang ranah dan strukturasi pariwisata.

Pembahasan mengenai ranah pariwisata bermanfaat dalam identifikasi pelaku

pariwisata, modal yang diperjuangkan, dan jenis kesadaran yang dimiliki setiap

pelaku pariwisata. Setelah semua teridentifikasi, kemudian menstrukturasi

pariwisata berbasis pertanian. Strukturasi dibutuhkan untuk memproduksi struktur

yang berupa kesepakatan bersama para pelaku tentang aturan (rules) dalam suatu

sistem pariwisata. Aturan yang disepakati merupakan representasi kepentingan

bersama dengan tujuan untuk membangun praktik pariwisata konstruktif dan

produktif di kawasan pariwisata Ubud dan khususnya di Lodtunduh.

Gagasan tentang ranah dan strukturasi dalam mengkaji fenomena

pariwisata Lodtunduh didasarkan atas pemikiran Pierre Bourdieu dan Anthony

Giddens. Keduanya mempromosikan cara pandang baru dalam menafsirkan

fenomena sosial yang sebelumnya didominasi oleh perspektif dualisme. Perspektif

dualisme adalah cara pandang yang terbagi menjadi dua paradigma berpikir yakni

naturalistis-positivistis dan humanistis-interpretatif (Poloma, 2003). Masing-

masing cara pandang tersebut bersikukuh bahwa pemikirannyalah yang benar,

sedangkan lainnya salah. Untuk itu Bourdieu dan Giddens berupaya untuk

memberikan alternatif terhadap dominasi perspektif dualisme melalui istilah yang

disebut dengan perspektif dualitas. Bagi keduanya, perspektif dualisme sudah

tidak memadai dalam membahas realitas sosial masyarakat kontemporer yang

sedemikian kompleksnya. Objek kajian tentang masyarakat bukanlah individu

atau struktur, tapi lebih pada proses berpadunya individu dan struktur yang

akhirnya menghasilkan suatu praktik sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa praktik

sosial inilah yang menjadi fokus kajian tentang fenomena sosial, karena dari

praktik sosial akan dapat diketahui realitas sosial yang terjadi. Dengan mengkaji

praktik sosial tersebut, Bourdieu melahirkan teori strukturalisme genetis,

sedangkan Giddens memperkenalkan teori strukturasi.

Cara pandang dualitas ini dinilai lebih memadai dalam mengkaji fenomena

pariwisata Lodtunduh, yang kompleksitasnya akan diurai dengan kedua teori

tersebut. Teori strukturalisme genetis diperlukan untuk mengidentifikasi ranah

pariwisata dalam ruang sosial Lodtunduh. Sedangkan teori strukturasi digunakan

Page 51: laporan tahunan hb - UNUD

51!!

dalam penentuan strategi pariwisata berbasis pertanian dalam rangka memutus

logika karitatif. Pariwisata berbasis pertanian ini disebut rekonstruksi mengingat

di Lodtunduh saat ini telah berlangsung praktik pariwisata yang menunjukan

adanya permasalahan antara krama Subak dengan pengelola vila.

Kondisi Eksisting Pariwisata Lodtunduh

Dalam mengidentifikasi kondisi pariwisata Lodtunduh saat ini, digunakan

teori strukturalisme genetis Bourdieu dengan persamaan sebagai berikut :

(Habitus x Modal) + Ranah = Praktik

Beberapa konsep dalam persamaan di atas berguna untuk mengidentifikasi praktik

pariwisata Lodtunduh. Selain itu, bahasan Bourdieu lainnya mengenai ruang

sosial dan doxa juga digunakan dalam pembahasan ini.

Praktik atau tindakan yang disebut dalam rumusan generatif tersebut

merupakan produk dari hubungan atau relasi antara habitus dan ranah, yang

keduanya merupakan produk sejarah (Bourdieu dalam Fashri, 2014). Secara

sederhana, habitus dapat disebut dengan kebiasaan-kebiasaan. Habitus mengacu

pada sekumpulan disposisi yang tercipta dan terformulasi melalui kombinasi

struktur objektif dan sejarah personal. Disposisi diperoleh dalam berbagai posisi

sosial yang berada di dalam suatu ranah dan mengimplikasikan suatu penyesuaian

subjektif terhadap posisi tersebut (Mahar et al., 2005). Ranah merupakan arena

kekuatan yang didalamnya terdapat upaya untuk mendapatkan modal atau sumber

daya dan juga demi memperoleh akses tertentu yang dekat dengan hirarki

kekuasaan. Ranah mengandaikan beragam potensi yang dimiliki oleh individu

atau kelompok dalam posisinya masing-masing (Fashri, 2014). Konsep ranah

tidak bisa dilepaskan dari ruang sosial yang mengacu pada keseluruhan konsepsi

tentang dunia sosial. Konsep ini memandang realitas sosial sebagai suatu topologi

(ruang). Dapat dikatakan bahwa ruang sosial mencakup banyak ranah di dalamnya

yang memiliki keterkaitan satu sama lain (Fashri, 2014). Dalam ranah terdapat

pertaruhan dan kekuatan individu atau kelompok melalui kepemilikian modal

Page 52: laporan tahunan hb - UNUD

52!!

dengan komposisi yang bervariasi. Modal dapat dikatakan sebagai sebuah

konsentrasi kekuatan spesifik yang beroperasi dalam ranah (Bourdieu dalam

Fashri, 2014). Modal berperan sebagai relasi sosial yang terdapat di dalam suatu

sistem pertukaran (Bourdiue dalam Mahar et al., 2005). Dengan demikian modal

dapat dipertukarkan dan dapat menentukan posisi dan status individu atau

kelompok dalam ranah dan ruang sosial (Fashri, 2014). Terdapat empat macam

modal, yaitu modal budaya, modal sosial, modal ekonomi, dan modal simbolik.

Modal budaya merupakan pengetahuan, kode-kode budaya, etika, yang berperan

dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial. Sementara modal sosial

didefinisikan sebagai jaringan yang merupakan sumber daya dalam membangun

hubungan sosial. Modal ekonomi bersumber dari kepemilikan material yang dapat

dengan mudah digunakan dengan segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi

ke generasi berikutnya. Sedangkan modal simbolik tidak terlepas dari kekuasaan

simbolik berupa prestise, status, otoritas, legitimasi.

Konsep penting lainnya dari Bourdieu adalah doxa. Konsep ini berawal

dari konsep dominasi simbolik berupa suatu penindasan dengan memakai simbol-

simbol tertentu. Penindasan beroperasi secara halus, tidak terasakan, akan tetapi

sebagai sesuatu yang perlu dilakukan secara formal. Dapat dikatakan bahwa

penindasan tersebut mendapat persetujuan dari pihak yang ditindas itu sendiri.

Mekanisme dominasi simbolik bermuara pada pemikiran tentang doxa yaitu

mengenai pandangan penguasa yang dianggap sebagai pandangan seluruh

masyarakat. Masyarakat kehilangan sikap kritisnya terhadap penguasa. Doxa

merupakan siasat penguasa dalam meraih, mempertahankan, dan mengembangkan

kekuasaannya.

Perspektif krama Subak dan vila terhadap pertanian

Terdapat perbedaan perspektif antara krama Subak dan pihak vila terhadap

pertanian yang berlangsung selama ini di Lodtunduh. Hal ini tidak lepas dari

adanya dualisme cara pandang terhadap pertanian tersebut. Krama Subak

melakukan aktivitas pertanian dengan basis kesadaran atau habitus produksi

pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan pihak vila

Page 53: laporan tahunan hb - UNUD

53!!

menafsirkan lansekap pertanian beserta aktivitasnya sebagai bagian daya tarik

vila. Dengan demikian terjadi penafsiran masing-masing terhadap pertanian di

Lodtunduh yang berimplikasi pada aktivitas eksklusif kelompok, baik krama

Subak maupun pihak vila. Krama Subak eksklusif melakukan proses pertanian,

dari pra-produksi sampai pasca-produksi. Sedangkan pihak vila menafsir

pertanian sebagai daya tarik sehingga memberikan nilai tambah bagi keberadaan

usahanya.

Dapat disebutkan bahwa Lodtunduh sebagai suatu ruang sosial telah

ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan ranahnya masing-masing. Krama Subak

dengan ranah pertaniannya dan pihak vila dengan ranah pariwisatanya. Dualisme

ini menciptakan hubungan atau relasi disharmonis di antara krama Subak dan

pihak vila. Ini menunjukkan belum ada perspektif yang sama dan bersama dalam

memandang dan memahami aktivitas pertanian sebagai basis atraksi pariwisata.

Dengan kata lain, belum tercipta ranah pariwisata bersama, yang dalam tulisan ini

disebut dengan agrowisata.

Meskipun dalam praktik pariwisatanya, vila telah memanfaatkan aktivitas

pertanian sebagai faktor penarik wisatawan, akan tetapi habitusnya belum dapat

memenuhi perspektif agrowisata. Perspektif agrowisata dapat dijelaskan sebagai

familiarisasi wisatawan terhadap aktivitas pertanian dengan terlibat langsung di

dalamnya untuk mendapatkan pengalaman (Marques, 2006). Wisatawan yang

menginap selama ini bersikap pasif, hanya menikmati suasana aktivitas pertanian

yang tampak sangat jelas dari vila. Selain itu wisatawan tidak difasilitasi untuk

berinteraksi secara aktif dengan krama Subak serta mendapatkan pengalaman

proses pertanian secara langsung. Dalam konteks ini wisatawan yang menginap di

vila dapat dikatagorikan sebagai tamu. Terlebih lagi, perilaku pihak vila yang

terkadang membuang sampah ke saluran irigasi Subak. Keadaan ini menunjukkan

cara pandang pihak vila yang tidak memasukan aktivitas pertanian sebagai aset

pariwisata yang wajib dijaga keberlanjutannya.

Dari pihak krama Subak, keberadaan vila justru dianggap sebagai

”pengganggu”. karena areal pertanian menjadi tercemari sampah dan aktivitas

pertanian menjadi tontonan gratis bagi tamu vila. Akan tetapi krama Subak

Page 54: laporan tahunan hb - UNUD

54!!

terpaksa harus melakukan aktivitas pertaniannya karena merupakan cara

produksinya dalam rangka melangsungkan hidup. Belum ada kesadaran bahwa

areal pertanian beserta aktivitasnya merupakan modal atau sumber daya

pariwisata berbasis pertanian yang dapat dikembangkan sebagai alternatif

produksi selain dari pertanian.

Siasat vila dan krama Subak dalam mempertahankan eksistensi dualisme

Temuan berikut menunjukkan adanya upaya yang dilakukan baik oleh

krama Subak maupun pihak vila yang berakibat pada eksisnya dualisme cara

pandang dalam ruang sosial Lodtunduh. Perbedaan tersebut jika tidak dikelola

baik akan dapat melahirkan tata relasi konfliktual. Walaupun suasana disharmoni

ini belum tereksplisitasi menjadi konflik terbuka, akan tetapi jika dibiarkan terus-

menerus bukan tidak mungkin akan meledak dan menyebabkan biaya mahal

secara ekonomi dan sosial. Biaya ekonomi yang harus ditanggung akan timbul

karena kerusakan-kerusakan material, sedangkan biaya sosial terkait dengan

disintegrasinya masyarakat Lodtunduh.

1. Siasat pihak vila

Dalam mempertahankan eksistensinya, pihak vila melakukan beberapa

upaya diantaranya :

a. Siasat sosial budaya

Pihak vila memanfaatkan jaringan sosial dan budaya yang ada di Lodtunduh.

Dalam konteks sosial, pihak vila membangun tata relasi patron-client dengan

melakukan rekrutmen karyawan vila dari masyarakat lokal, dengan prioritas

pemilik tanah yang mengontrakkan lahannya kepada pihak vila. Langkah ini

ditopang dengan siasat budaya yang dilakukan, yaitu dengan upaya merekrut

pengurus banjar dinas di mana vila tersebut beroperasi sebagai tenaga

pengamanan. Modus ini juga diketahui oleh pengurus banjar adat, sehingga

pola rekrutmen karyawan seperti ini mengandung dua dimensi sekaligus,

yaitu secara sosial merengkuh tenaga kerja terutama dari masyarakat lokal

dan secara budaya menggunakan relasi budaya berupa banjar (kelompok

masyarakat di Bali yang merupakan bagian desa dinas atau desa adat).

Page 55: laporan tahunan hb - UNUD

55!!

Pemanfaatan jaringan berbasis sosial budaya oleh pihak vila, akan

memapankan pola relasi patronasi dengan bias pemahaman bahwa modal

ekonomi merupakan modal utama dan pemiliknya akan berada pada posisi

sosial strategis. Dengan siasat ini, vila mendapatkan dua keuntungan

sekaligus berupa keamanan menjalankan usahanya dan memiliki wakil dalam

memenuhi undangan di banjar dinas maupun banjar adat.

b. Siasat ekonomi

Siasat ini dilakukan pihak vila untuk menjaga posisi sosial yang lebih tinggi

terhadap masyarakat lokal. Dengan kata lain guna makin mengukuhkan tata

relasi patron-client. Upaya yang dilakukan pihak vila adalah dengan memberi

bantuan atau sumbangan ke desa adat; banjar dinas dan banjar adat dimana

vila-vila berlokasi; serta institusi Subak. Status sebagai pemberi tersebut

menjadikan pihak vila berkedudukan lebih tinggi yakni sebagai patron.

Praktik menyumbang-disumbang inilah yang melahirkan logika karitatif

dalam penyelenggaraan pariwisata Lodtunduh. Logika ini menjadi basis

kesadaran pihak vila dalam praktik pariwisata, yang dihasilkan dari

ketidakmampuan masyarakat lokal (peminta sumbangan) dalam mengenali

posisi sesungguhnya pada penyelenggaraan pariwisata Lodtunduh. Hal ini

tampak pula dari tata relasi patron-client yang terbangun, ketika posisi

pengontrak tanah yaitu pihak vila menjadi lebih tinggi dan justru pihak

pemilik tanah yang terkesan meminta pekerjaan. Fenomena menarik terjadi

ketika sudah ada vila yang melakukan perpanjangan kontrak dengan

masyarakat lokal pemilik tanah. Ini menunjukkan selama vila beroperasi

dalam waktu relatif lama, kedua belah pihak merasa nyaman dengan pola

relasi patronasi tersebut. Hal ini berakibat kepada eksistensi doxa (kesadaran

semu) patronasi berbasis modal ekonomi yang dimiliki pihak vila. Munculnya

kesadaran semu akan semakin memapankan logika karitatif dalam bentuk

menyumbang-disumbang.

c. Siasat politik

Siasat politik ditujukan untuk mendapatkan bekingan guna keberlangsungan

usahanya. Pendekatan yang dilakukan pihak vila kepada institusi maupun

Page 56: laporan tahunan hb - UNUD

56!!

tokoh-tokoh penting di Lodtunduh guna memperoleh restu dan dukungan

dalam penyelenggaraan bisnis akomodasi ini. Kondisi ini menjadikan

masyarakat lokal segan jika melakukan konflik terbuka dengan vila. Hasil

identifikasi menunjukkan bahwa institusi utama penopang pola patronasi vila

ternyata adalah banjar dinas dan banjar adat dimana vila-vila berlokasi.

Fenomena ini dapat dipahami, karena institusi banjar adalah penguasa

wilayah tempat beroperasinya vila-vila tersebut. Ini menunjukkan bahwa

intensifikasi patronasi dengan logika karitatif berada dalam banjar. Banjar

adalah ranah dimana tempat pertukaran modal berlangsung secara intensif,

dengan doxa bahwa modal ekonomi merupakan modal dominan.

Pertanyaannya kemudian, dimana posisi institusi Subak beserta krama

Subaknya? Dengan tata relasi yang demikian, sesungguhnya pihak yang

paling dirugikan adalah para petani dengan institusi Subaknya. Subak paling

lemah posisi sosialnya karena relatif tidak memiliki modal dalam ranah.

Dapat dikatakan Subak teralienasi di tempatnya sendiri karena dianggap tidak

penting dalam praktik penyelenggaraan pariwisata Lodtunduh. Bahkan Subak

dianggap sebagai pihak yang mengganggu, karena beberapa aktivitas krama

Subak yang dapat mengurangi kenyamanan tamu vila.

Dapat disebutkan bahwa pihak vila yang berkoalisi dengan segelintir elit banjar

dapat memaksimalisasi modal ekonominya untuk dipertukarkan dengan tiga jenis

modal lainnya, yaitu modal budaya, sosial, dan simbolis.

2. Siasat krama Subak

Beberapa upaya yang dilakukan krama Subak, baik personal maupun

secara institusional (melalui Subak), tidaklah secanggih yang dilakukan pihak

vila. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan krama Subak dalam mengidentifikasi

modal yang dimiliki dalam penyelenggaraan pariwisata. Terlebih lagi, ranah

pariwisata yang mewadahi kepentingan bersama di Lodtunduh memang belum

terbentuk. Krama Subak melakukan siasat perlawanan secara sporadis, tradisional,

dan cenderung tidak langsung. Perlawana krama Subak merupakan bentuk

Page 57: laporan tahunan hb - UNUD

57!!

ekspresi kekecewaan guna mendapatkan perhatian lebih dari pihak vila. Beberapa

bentuk perlawanan krama Subak tergambarkan dalam beberapa aktivitas berikut :

- membangun kandang penggemukan sapi di sekitar vila dengan maksud

untuk memberikan ketidaknyamanan bagi penghuni vila,

- menghalangi pandangan vila ke areal persawahan dengan menanam pakan

sapi, pandan harum, dan pohon pisang,

- cara mengusir burung dengan suara-suara tertentu yang dirasakan dapat

mengganggu istirahat tamu vila.

Motiviasi dilakukan aktivitas tersebut adalah untuk menciptakan kondisi

yang kurang kondusif bagi kenyamanan tamu vila. Siasat yang dijalankan krama

Subak tersebut malah justru semakin memperlemah posisinya dalam ranah.

Terjadi apa yang disebut dengan blaming the victim (menyalahkan korban). Hal

ini disebabkan karena adanya pihak yaitu banjar yang memiliki modal simbolis,

sehingga memiliki kuasa untuk menilai dalam ranah. Jenis modal ini sangat

penting karena dengan kuasanya untuk menafsir kebenaran akan menjadikan

pihak yang memilikinya akan sangat dominan posisi sosialnya. Ketidakmampuan

krama Subak dalam mengidentifikasi jenis modal yang dimiliki karena adanya

doxa yang dimapankan oleh koalisi vila dan elit banjar. Sehingga diperlukan jenis

kesadaran baru dalam mindset petani, yaitu dari pemikiran praktis menuju

reflektif.

Dari Siasat Menuju Strategi : memutus logika karitatif dalam pariwisata

Praktik-praktik kontra produktif yang telah disebutkan sebelumnya

dipengaruhi oleh perspektif dualisme. Perspektif ini memberikan pondasi pada

tafsir sendiri-sendiri tehadap pertanian, sehingga membatasi potensi masyarakat

lokal berpartisipasi dalam penyelenggaraan pariwisata Lodtunduh. Praktik

meminta dan memberi sumbangan disebabkan oleh adanya logika karitatif pada

pola pikir para pihak di Lodtunduh. Praktik yang berdasar logika karitatif sangat

jamak terjadi saat ini di kawasan pariwisata Ubud bahkan Bali. Masyarakat lokal

sejatinya adalah pemilik ruang dengan segala modal di dalamnya, malah berada

dalam posisi meminta-minta dalam ruangnya sendiri.

Page 58: laporan tahunan hb - UNUD

58!!

Fenomena tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat lokal

dalam menemukan dan mengenali modal atau sumber daya yang dimiliki. Guna

memampukan masyarakat lokal dalam mengidentifikasi modal, hal yang penting

dilakukan adalah menciptakan ranah pariwisata. Untuk kasus Lodtunduh, telah

disebutkan sebelumnya bahwa ranah pariwisata yang ideal adalah berbasis

pertanian atau memenuhi perspektif agrowisata. Penciptaan ranah menjadi penting

untuk menggiring berbagai pihak yang berkepentingan atau aktor pariwisata

dengan komposisi modal yang dimilikinya agar saling bertukar dan menguatkan.

Dalam konteks saling menguatkan, diperlukan kelembagaan agrowisata yang

mengatur mekanisme pertukaran modal secara adil dan wajar. Hali ini bertujuan

agar tercipta sinergitas antar aktor pariwisata, bukan justru menyediakan ruang

konflik baru.

Berdasarkan teori strukturalisme genetis Bourdieu, pariwisata yang

direncanakan dan dikembangkan di Lodtunduh akan memenuhi rumusan generatif

sebagai berikut :

(Habitus pariwisata x Modal) + Ranah agrowisata = Praktik pariwisata berbasis

pertanian Lodtunduh

Rumusan tersebut merupakan basis perencanaan agrowisata Lodtunduh yang

berfungsi sebagai panduan rekayasa sosial guna memutus mata rantai logika

karitatif beserta bentuk praktiknya yang marak terjadi. Nilai strategis aplikasi

rumusan di atas akan teridentifikasi jenis modal setiap aktor yang berhimpun

dalam ranah agrowisata. Dengan masuknya para aktor dalam ranah agrowisata

yang dikreasi bersama, dapat merubah pola siasat menjadi strategi. Siasat

dilakukan oleh aktor secara personal atau kelompok eksklusif. Dasarnya adalah

skeptis atau rasa curiga antar individu atau kelompok. Keberhasilan menjalankan

siasat dalam rangka melemahkan eksistensi personal atau kelompok lainnya.

Sedangkan strategi merupakan upaya yang dilakukan secara kolektif untuk

mencapai tujuan bersama. Strategi didasarkan atas sinergitas dalam rangka

produktivitas.

Page 59: laporan tahunan hb - UNUD

59!!

SIMPULAN

Perspektif dualisme terjadi karena belum terbangunnya ranah pariwisata

kolektif yang merupakan ruang bagi perjuangan modal di antara stakeholder

pariwisata di Lodtunduh. Belum terbangun strategi bersama, yang ada saling

siasat untuk mempertahankan eksistensinya masing-masing. Terkreasinya

agrowisata sebagai kerangka berpikir dan bertindak para aktor, menjadi prasyarat

dari praktik keberlanjutan pariwisata. Hal ini akan memampukan para aktor untuk

saling bekerja sama, melakukan simbiose mutalisme, dan bertukar modal secara

adil dan wajar (fair).

Praktik pariwisata berbasis pertanian di Lodtunduh akan mengumpulkan

para aktor pada ranah spesifik, yaitu ranah agrowisata. Dalam konteks inilah,

posisi institusi Subak menjadi strategis, karena akan menjadi tumpuan bagi

pariwisata yang akan dijalankan. Strategis karena dalam praktik pertanian, Subak

telah memiliki habitus khas, yang dengannya krama Subaknya menjalankan

aktivitas pertanian seolah tanpa dipikirkan lagi. Hal ini merupakan hasil dari

praktik yang dilakukan secara terus-menerus, berulang, dan berpola sehingga

petani sudah sangat hapal dengan berbagai dinamika pertanian yang digeluti

secara intensif tersebut. Di sisi lainnya, pihak vila yang selama ini telah

menjalankan roda bisnis akomodasi, memiliki pemahaman dalam mengkreasi

produk pariwisata dan menangani wisatawan, sehingga memiliki habitus yang

khas pula.

Arti penting praktik agrowisata adalah mempertemukan dua habitus yakni

antara institusi Subak dan vila. Pada awal dua habitus tersebut dipertemukan,

kemungkinan akan terjadi cultural shock atau gagapnya dua budaya yang

bertemu, sehingga diperlukan kesadaran reflektif. Menurut Giddens (Priyono,

2003), kesadaran reflektif merupakan jenis kesadaran yang digunakan aktor ketika

terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial terjadi ketika struktur sosial yang

selama ini menaungi aktor dan memberi kerangka makna sebagai basis bertindak

dalam aktivitas keseharian, tiba-tiba tidak memadai lagi. Keadaan ini disebabkan

aspirasi aktor berubah dan sistem sosial yang ada tidak mampu memenuhinya.

Page 60: laporan tahunan hb - UNUD

60!!

Perubahan ini memaksa aktor untuk beranjak dari kesadaran praktis, yang

merupakan kesadaran dalam menjalankan rutinitas keseharian sehingga

tindakannya seolah otomatis, menuju kesadaran reflektif. Kesadaran ini terbentuk

ketika aktor mengambil jarak terhadap realitas dan berusaha menemukan

kerangka pijakan baru dalam menafsirkannya.

Dapat disebutkan bahwa kesadaran praktis digunakan ketika realitas sosial

berjalan seperti biasa (rutin), sedangkan kesadaran reflektif muncul ketika terjadi

derutinisasi di level praktik keseharian atau ketika kebiasaan yang ada tidak lagi

memadai dalam menjalankan aktivitas sosial. Praktik menyumbang-disumbang

yang berpijak pada logika karitatif akan diderutinisasi dalam praktik agrowisata

yang coba direkonstruksi di Lodtunduh, karena hanya menguntungkan segelintir

pihak. Terlebih lagi, para petani beserta institusi Subak menjadi pihak yang tidak

mendapatkan keuntungan berarti karena belum dioptimalkannya modal yang

dimilikinya.

Optimalisasi modal yang dimiliki petani dan institusi Subak dapat terjadi

jika para aktor di ruang sosial Lodtunduh bersepakat untuk mengkreasi

agrowisata, sehingga terjadi ekstensifikasi ranah pariwisata, dari eksklusif banjar

dan vila menjadi inklusif Desa Adat Lodtunduh termasuk di dalamnya institusi

Subak. Ini berarti akan didekonstruksi jaringan para aktor yang selama ini

memapankan keuntungan bagi diri dan kelompoknya semata karena praktik

menyumbang-disumbang dalam logika karitatif, menjadi praktik pertukaran

modal secara adil dan wajar dalam logika kesetaraan.

DAFTAR PUSTAKA

Andereck, K.L. dan G.P. Nyaupane. 2011. Exploring the Nature of Tourism and

Quality of Life Perceptions among Residents. Journal of Travel Research

50(3): 248-260.

Fashri, F. 2014. Pierre Bourdieu; Menyingkap Kuasa Simbol. Cetakan Pertama.

Jalasutra. Yogyakarta.

Hanifah, M. 2014. Ubud Masuk 10 Besar Destinasi Wisata Terfavorit di Asia.

http://www.travel.okezone.com. diakses tanggal 16 April 2014.

Page 61: laporan tahunan hb - UNUD

61!!

Inskeep, E. 1991. Tourism Planning : an integrated and sustainable development

approach. Van Nostrand Reinhold, New York.

Liu, Z. 2003. Sustainable Tourism Development: A Critique. Journal of

Sustainable Tourism 11(6): 459-475.

Mahar, C., R. Harker, dan C. Wilkes 2005. Posisi Teoretis Dasar. Dalam An

Introduction to the Work of Pierre Bourdiue: The Practice Theory. Editor

R. Harker, C. Mahar, dan C. Wilkes. Macmillan. London. Terjemahan

Pipit Maizier. 2005. (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik : Pengantar

Paling Kompeherensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. Cetakan

Pertama. Jalasutra. Yogyakarta.

Marques, H. 2006. Searching for complementarities between agriculture and

tourism-the demarcated wine-producing regions of northern Portugal.

Tourism Economics 12(1): 147–155.

Matarrita-Cascante, D., M.A. Brennan, dan A.E. Luloff. 2010. Community

agency and sustainable tourism development: the case of La Fortuna,

Costa Rica. Journal of Sustainable Tourism 18(6): 735-756.

Okazaki, E. 2008. A Community-Based Tourism Model: Its Conception and

Use. Journal of Sustainable Tourism 16(5): 511- 529.

Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012 Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gianyar Tahun 2012 - 2032. 6

November 2012. Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2012

Nomor 16. Gianyar.

Poloma, M.M. 1979. Contemporary Sociological Theory. Macmillan. New York.

Terjemahan Tim Penerjemah YASOGAMA. 2003. Sosiologi

Kontemporer. Cetakan Kelima. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Priyono, B.H. 2003. Anthony Giddens: Suatu Pengantar. Cetakan Kedua.

Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta.

Simpson, M.C. 2009. An integrated approach to assess the impacts of tourism

on community development and sustainable livelihoods. Community

Development Journal 44(2): 186-208.

Page 62: laporan tahunan hb - UNUD

62!!

Timothy, D.J. 1999. Participatory Planning : A View of Tourism in

Indonesia. Annals of Tourism Research 26(2): 371-391.

Timothy, D.J. dan C. Tosun. 2003. Appropriate Planning for Tourism in

Destination Communities: Participation, Incremental Growth and

Collaboration. Dalam Tourism in Destination Communities. Editor S.

Singh, D.J. Timothy, dan R.K. Dowling. CABI Publishing. Wallingford.

Yang, J., C. Ryan, dan L. Zhang. 2013. Social conflict in communities impacted

by tourism. Tourism Management, 35(2013): 82-93.

Artikel di Senastek 2015 (sudah dilaksanakan)

RELASI PETANI DENGAN VILA DALAM KAWASAN PARIWISATA UBUD, BALI

Abstrak Pengembangan akomodasi pariwisata terutama vila di sekitar areal pertanian dalam kawasan pariwisata Ubud minim memberikan manfaat terhadap para petani. Keadaan tersebut muncul sebagai akibat adanya perbedaan interpretasi petani dan pengelola vila terhadap pertanian sebagai basis atraksi pariwisata. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui relasi yang terbangun antara petani dan vila dalam kawasan pariwisata Ubud. Kebutuhan data dalam penelitian dipenuhi dari observasi dan wawancara dengan petani dan pengelola vila. Mereka dipilih secara purposif karena pengetahuannya, yang diharapkan dapat memberikan informasi komprehensif tentang hubungan antara pertanian dan pariwisata. Data yang terkumpul dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa tafsir petani dan pengelola vila masih memandang pertanian dalam ranahnya masing-masing. Petani dengan ranah pertaniannya dan pengelola vila dengan ranah pariwisatanya. Adanya dualisme penafsiran menciptakan relasi disharmonis di antara petani dan vila. Dapat diartikan belum ada tafsir yang sama dan bersama dalam memandang pertanian sebagai basis atraksi pariwisata. Dalam konteks penelitian, bisa disebutkan bahwa belum terkreasinya ranah yang memadukan antara pertanian dan pariwisata atau lebih dikenal dengan sebutan agrowisata. Tidak adanya ranah bersama inilah yang menjadi penyebab manfaat pariwisata kurang diterima oleh para petani selaku pemilik basis atraksi pariwisata. Kata kunci : petani, vila, relasi, ranah, pariwisata, Ubud

Abstract Development of tourism accommodation particularly villas around agricultural areas in the Ubud tourism area has minimal benefit to farmers. The circumstance occurs as a result of differences in interpretation of farmers and villas management toward agriculture as the basis of tourism attractions. This research was conducted in order to

Page 63: laporan tahunan hb - UNUD

63!!

determine the relationship between the farmer and the villa in the Ubud tourism area. Data collected from observations and interviews with farmers and villa management. They were selected purposively based on their knowledge, which is expected to provide comprehensive information about the relationship between agriculture and tourism. The data are grouped according to the research objectives and then analyzed descriptively. The result of such analysis showed that the interpretations of farmers and villa management view agriculture in the domain of each. Farmers with agricultural sphere and villas management in the realm of tourism. Dualism of interpretation produces disharmonies relations between farmers and villas. This means there has been no similar interpretation in regard agriculture as the basis of tourism attractions. In the context of this research, be mentioned that it has not been established sphere or field of practice that combines agriculture and tourism or referred as agrotourism. The absence of agrotourism sphere that cause less tourism benefits received by farmers as the owner of the basis of tourism attractions. Keywords: farmer, villa, relation, sphere, tourism, Ubud

1. PENDAHULUAN

Masyarakat lokal merupakan komponen penting produk pariwisata di

suatu destinasi (Inskeep, 1991). Mengintegrasikan masyarakat lokal dalam

pengembangan produk pariwisata menjadi prasyarat mutlak keberlanjutan

pembangunan pariwisata. Integrasi tersebut dapat tercipta bila pariwisata secara

simultan mampu memenuhi berbagai kepentingan, termasuk kebutuhan

masyarakat lokal (Liu, 2003). Dengan kata lain, pariwisata harus dapat

memberikan berbagai manfaat, baik sosial budaya, lingkungan, maupun ekonomi

bagi masyarakat lokal (Okazaki, 2008). Pengabaian terhadap pembagian manfaat

pariwisata kepada masyarakat lokal akan menimbulkan permasalahan dan

selanjutnya menjadi hambatan keberlanjutan pembangunan pariwisata.

Permasalahan keberlanjutan pembangunan pariwisata juga teramati di

kawasan pariwisata Ubud, Bali. Ubud terkenal sebagai destinasi pariwisata yang

menawarkan kehidupan masyarakat perdesaan Bali yang memiliki budaya agraris

religius. Dengan sumber daya pariwisata tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

tren pengembangan produk pariwisata Ubud termasuk akomodasinya lebih

mengarah ke wilayah perdesaan. Saat ini jenis akomodasi yang banyak

dikembangkan adalah vila. Sebagian besar pemilihan lokasi vila di kawasan

pariwisata Ubud berada di sekitar areal persawahan milik para petani sebagai

anggota atau krama Subak. Salah satu area pengembangan vila di kawasan

Page 64: laporan tahunan hb - UNUD

64!!

pariwisata Ubud teramati di Lodtunduh. Lodtunduh merupakan suatu desa dalam

kawasan pariwisata Ubud (Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun

2012) yang mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dalam arti luas

dengan menggarap persawahan dan tegalan.

Keberadaan vila ini tentu saja dapat memberikan pengaruh, khususnya

bagi krama Subak tersebut. Sayangnya, pengembangan vila di sekitar areal

persawahan belum mampu memberikan manfaat yang berarti. Ini ditunjukan

dengan munculnya resistensi krama Subak terhadap keberadaan vila. Krama

Subak melakukan pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya yang cenderung

kurang memperhatikan keberlanjutan pembangunan pariwisata demi mendapatkan

manfaat pariwisata. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui relasi yang terbangun antara petani dan vila

dalam pengembangan kawasan pariwisata Ubud. Pemahaman tentang relasi antara

pihak yang berkepentingan merupakan input penting bagi proses perencanaan

pariwisata yang berkelanjutan.

2. BAHAN DAN METODE

Penelitian untuk mengungkap relasi yang terbangun antara petani dengan

vila di dalam kawasan pariwisata Ubud menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan ini merupakan cara untuk mengetahui fenomena secara lebih

mendalam berdasarkan pengalaman dan pandangan petani dan pengelola vila.

Kebutuhan data dalam penelitian dipenuhi dari observasi dan wawancara

dengan petani dan pengelola vila. Mereka dipilih secara purposif karena

pengetahuannya, yang diharapkan dapat memberikan informasi komprehensif

tentang hubungan antara petani dengan vila atau antara pertanian dan pariwisata.

Data yang terkumpul dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian dan

selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

3. HASIL

Vila-vila di kawasan pariwisata Ubud cenderung berlokasi di sekitar areal

persawahan milik para petani atau krama Subak. Menarik kemudian tampak di

Page 65: laporan tahunan hb - UNUD

65!!

Lodtunduh sebagai bagian dari kawasan pariwisata Ubud adalah pola

pembangunan vila yang mengelilingi areal pertanian krama Subak. Dapat

disebutkan bahwa vila secara sadar telah memanfaatkan aktivitas pertanian dalam

sistem Subak sebagai faktor penarik agar wisatawan datang berkunjung dan

tinggal lebih lama di vila. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui kepemilikan

vila hampir semuanya oleh warga negara asing (WNA) yang berasal dari Amerika

Serikat, Belanda, dan Jepang, namun lahan dimana vila tersebut beroperasi masih

menjadi hak milik masyarakat lokal. Lahan yang dimanfaatkan untuk lokasi vila

merupakan halaman belakang rumah masyarakat lokal, yang selama ini berfungsi

sebagai kebun atau tegalan yang hasilnya dapat memenuhi kebutuhan keseharian

masyarakat lokal. Sistem kontrak digunakan WNA pemilik vila terhadap lahan

milik masyarakat lokal. Jangka waktu kontrak biasanya relatif lama dan

dimungkinkan untuk memperpanjang kembali, dengan persyaratan kontrak yang

disesuaikan.

Selama ini terdapat kesepakatan yang mewajibkan vila memberikan

bantuan atau sumbangan material ke desa adat; banjar dinas dan banjar adat

dimana vila berlokasi; serta institusi Subak. Akan tetapi bantuan dan sumbangan

tersebut belum disebut adil dan wajar terutama oleh krama Subak sebagai pemilik

basis atraksi aktivitas pertanian yang dimanfaatkan vila sebagai faktor penarik.

Sebagai ekspresi kekecewaan, krama Subak melakukan pembenaran terhadap

berbagai aktivitas yang cenderung kurang memperhatikan keberlanjutan

pembangunan pariwisata demi mendapatkan manfaat pariwisata. Bentuk

pembenaran tersebut diantaranya membangun kandang penggemukan sapi di

sekitar vila dengan maksud untuk memberikan ketidaknyamanan bagi penghuni

vila dan menghalangi pandangan (view) vila ke areal persawahan dengan

menanam tanaman pakan sapi, pandan harum dan pisang. Motiviasi dilakukan

aktivitas pembenaran adalah untuk menciptakan kondisi yang kurang kondusif

bagi bisnis akomodasi berjenis vila di sekitar areal persawahannya, sehingga

diharapkan kemudian akan muncul perhatian atau kontribusi lebih dari vila

terhadap para petani atau krama Subak.

Page 66: laporan tahunan hb - UNUD

66!!

4. PEMBAHASAN

Munculnya perlawanan para petani atau krama Subak melalui pembenaran

aktivitas tertentu yang tidak ramah pariwisata terhadap keberadaan vila

disekitarnya, menunjukkan adanya perbedaan perspektif antara krama Subak dan

vila terhadap pertanian yang berlangsung selama ini. Hal tersebut tidak lepas dari

adanya dualisme cara pandang terhadap pertanian. Krama Subak melakukan

aktivitas pertanian dengan basis kesadaran produksi pertanian dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan vila menafsirkan lansekap pertanian

beserta aktivitasnya sebagai bagian daya tarik vila. Dengan demikian terjadi

penafsiran masing-masing terhadap pertanian yang berimplikasi pada aktivitas

eksklusif kelompok, baik krama Subak maupun vila. Krama Subak eksklusif

melakukan proses pertanian, dari pra-produksi sampai pasca-produksi. Sedangkan

vila menafsir pertanian sebagai daya tarik sehingga memberikan nilai tambah bagi

keberadaan usaha akomodasinya.

Dapat disebutkan bahwa Lodtunduh sebagai suatu ruang sosial telah

ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan ranahnya masing-masing. Krama Subak

dengan ranah pertaniannya dan vila dengan ranah pariwisatanya. Dualisme ini

menciptakan hubungan atau relasi disharmonis di antara krama Subak dan vila.

Ini menunjukkan belum ada perspektif yang sama dan bersama dalam memandang

dan memahami aktivitas pertanian sebagai basis atraksi pariwisata. Dengan kata

lain, belum tercipta ranah pariwisata bersama antara krama Subak dan vila, yang

dalam penelitian ini disebut dengan agrowisata.

Meskipun dalam praktik pariwisatanya, vila telah memanfaatkan aktivitas

pertanian sebagai faktor penarik wisatawan, akan tetapi kesadaran praktinya

belum dapat memenuhi perspektif agrowisata. Perspektif agrowisata yang

dimaksud berupa familiarisasi wisatawan terhadap aktivitas pertanian dengan

terlibat langsung di dalamnya untuk mendapatkan pengalaman (Marques, 2006).

Wisatawan yang menginap selama ini bersikap pasif, hanya menikmati suasana

aktivitas pertanian yang tampak sangat jelas dari vila. Selain itu wisatawan tidak

difasilitasi untuk berinteraksi secara aktif dengan krama Subak serta mendapatkan

pengalaman proses pertanian secara langsung. Dalam konteks ini wisatawan yang

Page 67: laporan tahunan hb - UNUD

67!!

menginap di vila dapat dikatagorikan sebagai tamu. Terlebih lagi, perilaku dari

vila yang terkadang membuang sampah ke saluran irigasi Subak. Keadaan ini

menunjukkan cara pandang vila yang tidak memasukan aktivitas pertanian sebagai

sumber daya atau modal pariwisata yang wajib dijaga keberlanjutannya.

Dari krama Subak, keberadaan vila justru dianggap sebagai

”pengganggu”. karena areal pertanian menjadi tercemari sampah dan aktivitas

pertanian menjadi atraksi gratis bagi tamu vila. Akan tetapi krama Subak terpaksa

harus melakukan aktivitas pertaniannya karena merupakan cara produksinya

dalam rangka melangsungkan hidup. Belum ada kesadaran bahwa areal pertanian

beserta aktivitasnya merupakan modal atau sumber daya pariwisata berbasis

pertanian yang dapat dikembangkan sebagai alternatif produksi selain hanya

pertanian.

5. KESIMPULAN

Belum adanya ruang bersama bagi para pihak yaitu para petani atau krama

Subak dan vila dalam penyelenggaraan pariwisata disebabkan oleh belum

terciptanya ranah pariwisata. Disebut ranah pariwisata karena merupakan tempat

bagi para pihak tersebut memperjuangkan modal pariwisata guna memperoleh

posisi sosial yang setimpal. Yang terdapat di Lodtunduh sekarang ini merupakan

ruang sosial dengan aktivitas para pihak dalam ranah ekslusifnya masing-masing.

Memang telah terdapat ranah pariwisata yang memanfaatkan aktivitas pertanian

dengan vila sebagai subjek utamanya. Namun ranah tersebut merupakan ranah

pariwisata yang dibuat sepihak oleh vila, sehingga menjadi ranah eksklusif vila.

Demikan pula krama Subak masih berkutat di ranah pertanian saja dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Untuk itulah diperlukan upaya guna menciptakan ruang bersama berupa

ranah pariwisata yang mengakomodasi kepentingan para pihak yang terkait

dengan pariwisata Lodtunduh. Berdasarkan potensi yang dimilikinya, Lodtunduh

ideal dikembangkan pariwisata berbasis pertanian atau agrowisata. Agrowisata

menjadi pilihan strategis, mengingat aktivitas pertanian yang dikuatkan oleh

sistem Subak masih eksis dan juga telah ada usaha pariwisata berupa vila yang

Page 68: laporan tahunan hb - UNUD

68!!

memanfaatkan lansekap pertanian. Dengan kata lain diperlukan upaya

menciptakan ranah agrowisata guna mengikis dualisme dan memberikan manfaat

yang adil dan wajar diantara krama Subak dan vila di Lodtunduh, kawasan

pariwisata Ubud.

DAFTAR PUSTAKA

Inskeep, E. 1991. Tourism Planning: an integrated and sustainable development

approach. Van Nostrand Reinhold, New York.

Liu, Z. 2003. Sustainable Tourism Development: A Critique. Journal of

Sustainable Tourism 11(6): 459475

Marques, H. 2006. Searching for complementarities between agriculture and

tourism-the demarcated wine-producing regions of northern Portugal.

Tourism Economics 12(1): 147-155.

Okazaki, E. 2008. A Community-Based Tourism Model: Its Conception and Use.

Journal of Sustainable Tourism 16(5): 511- 529.

Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012 Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gianyar Tahun 2012 - 2032. 6

November 2012. Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2012

Nomor 16. Gianyar.

Page 69: laporan tahunan hb - UNUD

18%SIMILARITY INDEX

17%INTERNET SOURCES

6%PUBLICATIONS

14%STUDENT PAPERS

1 3%

2 1%

3 1%

4 1%

5 1%

6 <1%

7 <1%

8 <1%

9 <1%

Simbiose Mutualisme Pertanian Dengan Vila Melalui

Agrowisata Di Kawasan Pariwisata Ubud, Bali

ORIGINALITY REPORT

PRIMARY SOURCES

Submitted to iGroupStudent Paper

www.pps.unud.ac.idInternet Source

www.slideshare.netInternet Source

lppm.unud.ac.idInternet Source

Submitted to Asian Institute of TechnologyStudent Paper

staff.unud.ac.idInternet Source

www.pdfio.comInternet Source

ejournal-unisma.netInternet Source

repository.ung.ac.idInternet Source

Page 70: laporan tahunan hb - UNUD

10 <1%

11 <1%

12 <1%

13 <1%

14 <1%

15 <1%

16 <1%

17 <1%

18 <1%

19 <1%

20 <1%

21 <1%

kom.fisip.unud.ac.idInternet Source

www.lppm.unsera.ac.idInternet Source

Submitted to Universitas Muhammadiyah

SurakartaStudent Paper

www.researchgate.netInternet Source

fr.slideshare.netInternet Source

clok.uclan.ac.ukInternet Source

ejournal.umm.ac.idInternet Source

101.203.168.85Internet Source

download.isi-dps.ac.idInternet Source

www.pktpub.comInternet Source

www.eumed.netInternet Source

hub.hku.hkInternet Source

Page 71: laporan tahunan hb - UNUD

22 <1%

23 <1%

24 <1%

25 <1%

26 <1%

27 <1%

28 <1%

29 <1%

30 <1%

31 <1%

32 <1%

33 <1%

simlitabmas.dikti.go.idInternet Source

Submitted to Universitas Pendidikan

IndonesiaStudent Paper

users.aber.ac.ukInternet Source

ft.unimal.ac.idInternet Source

Submitted to University of the South Pacif icStudent Paper

utamu.ac.ugInternet Source

www.ifama.orgInternet Source

Submitted to University of Central LancashireStudent Paper

Submitted to HTMI/Hotel Management

SchoolStudent Paper

www.turindo.co.idInternet Source

ertr.tamu.eduInternet Source

Submitted to Unika SoegijapranataStudent Paper

Page 72: laporan tahunan hb - UNUD

34 <1%

35 <1%

36 <1%

37 <1%

38 <1%

39 <1%

40 <1%

41 <1%

42 <1%

43 <1%

44 <1%

THANASIS KIZOS. "Survival strategies of

farm households and multifunctional farms in

Greece : Survival strategies of farm

households and multifunctional farms in

Greece", Geographical Journal, 12/2011Publicat ion

www.macaulay.ac.ukInternet Source

pentingkan.blogspot.comInternet Source

www.uds.edu.ghInternet Source

www.apec.infoInternet Source

Submitted to Universitas Dian NuswantoroStudent Paper

dergipark.ulakbim.gov.trInternet Source

lppm.uny.ac.idInternet Source

www.seminar-uhamka.netInternet Source

Submitted to University of SheffieldStudent Paper

faperta.unmuhjember.ac.idInternet Source

Page 73: laporan tahunan hb - UNUD

45 <1%

46 <1%

47 <1%

48 <1%

49 <1%

50 <1%

51 <1%

52 <1%

53 <1%

54 <1%

55 <1%

56 <1%

socialmasterpice.blogspot.comInternet Source

skemman.isInternet Source

cht.tcm.ncku.edu.twInternet Source

lifestyle.okezone.comInternet Source

kalteng.go.idInternet Source

ta-monografias-com-pdf-2646572Internet Source

Submitted to Udayana UniversityStudent Paper

Submitted to Southampton Solent UniversityStudent Paper

www.sditnurhidayah-slo.sch.idInternet Source

ejournal.uin-malang.ac.idInternet Source

pspar.unud.ac.idInternet Source

iatour.netInternet Source

turad.org

Page 74: laporan tahunan hb - UNUD

57<1%

58 <1%

59 <1%

60 <1%

61 <1%

62 <1%

63 <1%

64 <1%

65 <1%

66 <1%

67 <1%

Internet Source

www.skep.org.zaInternet Source

uladechcatolica.ning.comInternet Source

pps.unud.ac.idInternet Source

rumahfilsafat.comInternet Source

Submitted to Auckland University of

TechnologyStudent Paper

www.degruyter.comInternet Source

www.aijcrnet.comInternet Source

Policing: An International Journal of Police

Strategies & Management, Volume 24, Issue

4 (2006-09-19)Publicat ion

www.akparmakassar.ac.idInternet Source

repository.wima.ac.idInternet Source

km.ristek.go.id

Page 75: laporan tahunan hb - UNUD

68<1%

69 <1%

70 <1%

71 <1%

72 <1%

73 <1%

74 <1%

75 <1%

76 <1%

77 <1%

78 <1%

79 <1%

80

Internet Source

elibrary.ub.ac.idInternet Source

eprints.undip.ac.idInternet Source

epublications.uef.f iInternet Source

senastek.unud.ac.idInternet Source

www.pustaka.ut.ac.idInternet Source

vuir.vu.edu.auInternet Source

thuvien.due.udn.vn:8080Internet Source

penelitian.lppmunud.comInternet Source

www.repository.ugm.ac.idInternet Source

oto.teknik.ummgl.ac.idInternet Source

Submitted to Universitas WarmadewaStudent Paper

lppm.unsoed.ac.id

Page 76: laporan tahunan hb - UNUD

<1%

81 <1%

82 <1%

83 <1%

EXCLUDE QUOTES OFF

EXCLUDE

BIBLIOGRAPHY

OFF

EXCLUDE MATCHES OFF

Internet Source

www.handbook.uts.edu.auInternet Source

dumadia.wordpress.comInternet Source

repository.ugm.ac.idInternet Source