unud-159-42023736-bab i - vii, daftar pustaka

Upload: nennende

Post on 09-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Ikan lemuru (Sardinella sp.) merupakan jenis ikan pelagik kecil yang

    banyak dijumpai di perairan Indonesia. Ada dua jenis ikan lemuru yang penting

    secara ekonomis yaitu Sardinella sirm dan Sardinella longiceps. Daerah

    penyebaran jenis Sardinella sirm terutama di laut Jawa, sedangkan Sardinella

    longiceps didapatkan dalam jumlah besar di selat Bali (Rasyid, 2001; Dinas

    Kelautan dan Perikanan Bali, 2010).

    Ikan lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat

    perhatian di Indonesia, harganya relatif murah dan cepat mengalami penurunan

    mutu (Rasyid, 2001). Sementara bentuk pemanfaatannya masih terbatas untuk

    industri pengalengan, pindang, ikan asin dan untuk tepung ikan. Pada saat musim

    timur, hasil tangkapan nelayan melimpah dan terjadi kelebihan produksi serta

    tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya sehingga mengalami

    kerusakan dan pembusukan (Rostini, 2007). Salah satu alternatif yang dapat

    dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengolah ikan lemuru menjadi

    kecap ikan.

    Kecap ikan merupakan produk fermentasi yang sudah lama dikenal di

    Indonesia. Selama ini proses pembuatan kecap ikan yang banyak dilakukan adalah

    menggunakan teknik penggaraman. Teknik ini merupakan teknik yang paling

    tradisional, yaitu fermentasi hanya dengan memanfaatkan bakteri-bakteri

    indigenous (yang secara alamiah terdapat pada tubuh ikan), sehingga

    1

  • 2

    membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan kecap ikan serta

    kualitas produknya tidak konsisten dan kurang baik (Afrianto dan Liviawaty,

    1989). Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki proses pembuatannya

    adalah dengan memperhatikan faktor kesegaran ikan, kadar garam dan

    memperpendek waktu fermentasi dengan menggunakan kultur starter yang sesuai.

    Dalam industri pengolahan pangan, bakteri asam laktat (BAL) telah

    digunakan secara luas sebagai kultur starter untuk berbagai ragam fermentasi

    daging, susu dan sayur-sayuran. Peranan BAL dalam hal ini adalah untuk

    memperbaiki cita rasa produk fermentasi dan juga mempunyai efek pengawetan.

    Prinsip pengawetan bahan pangan dengan metode fermentasi BAL adalah

    peningkatan konsentrasi asam laktat dan penurunan pH melalui metabolisme gula

    (karbohidrat) oleh BAL. Konsentrasi asam laktat yang relatif tinggi dan pH yang

    rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen, sehingga

    produk pangan terfermentasi yang dihasilkan akan dapat disimpan lebih lama dan

    aman bagi konsumen (Aryanta, 2007). Selain itu BAL juga menghasilkan

    senyawa-senyawa lain yaitu hidrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, reuterin

    dan bakteriosin yang juga berfungsi sebagai antimikroba (Eckner, 1992;

    Kusumawati, 2000).

    Isolasi dan identifikasi BAL dari berbagai macam produk pangan

    terfermentasi sangat penting dilakukan untuk pengembangan produk pangan

    tersebut. Pada kecap yang dibuat dari limbah ikan ditemukan BAL genus

    Leuconostoc dan Lactobacillus yang bersifat homofermentatif serta

    heterofermentatif (Darmadi, 2004). Pada fermentasi Nampla (kecap ikan dari

    Thailand), mikroflora yang terdapat didalamnya tidak konsisten dan terjadi

  • 3

    suksesi pertumbuhan bakteri selama fermentasi. Seluruh bakteri yang terdapat di

    dalam Nampla termasuk bakteri halofilik yang tumbuh optimum pada konsentrasi

    garam 20% dengan pH optimum 6,5 7,5 (Beddows, 1985). Penambahan garam

    pada pembuatan kecap ikan menimbulkan rangkaian fermentasi secara spontan

    dan terjadinya seleksi mikroba yang mengarah pada suksesi mikroba (Nur, 2009).

    Untuk memperbaiki mutu produk kecap ikan dari ikan lemuru, mencegah

    terjadinya pembusukan dan untuk mempersingkat waktu fermentasi, dibutuhkan

    adanya kultur starter yang sesuai. Untuk itu diperlukan adanya kajian tentang

    spesies BAL yang berperan selama proses fermentasi. Demikian juga diperlukan

    informasi ilmiah tentang terjadinya perubahan jenis BAL yang tumbuh selama

    fermentasi.

    Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan isolasi dan identifikasi

    terhadap BAL indigenous yang ada selama fermentasi kecap ikan lemuru.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa permasalahan

    sebagai berikut :

    1. Spesies BAL apakah yang berperan selama fermentasi dan yang potensial

    untuk kandidat kultur starter dalam pembuatan kecap ikan?

    2. Apakah terjadi suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama fermentasi

    kecap ikan lemuru?

    3. Bagaimanakah perubahan mikrobiologis dan biokimiawi yang terjadi

    selama fermentasi kecap ikan lemuru?

  • 4

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Mengetahui spesies BAL yang berperan selama fermentasi dan

    memperoleh isolat yang potensial untuk kandidat kultur starter dalam

    pembuatan kecap ikan.

    2. Mengetahui terjadinya suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama

    fermentasi kecap ikan lemuru.

    3. Mengetahui beberapa perubahan mikrobiologis dan biokimiawi yang

    terjadi selama fermentasi kecap ikan lemuru.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut :

    1. Dengan diidentifikasinya isolat-isolat BAL dari kecap ikan lemuru maka

    akan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya baik dibidang

    kesehatan maupun pangan.

    2. Isolat BAL indigenous yang dihasilkan diharapkan dapat dimanfaatkan

    sebagai kultur starter dalam produksi kecap ikan, sehingga dapat dibuat

    kecap ikan dengan mutu yang baik dan stabil serta dapat diproduksi secara

    komersial.

    3. Masyarakat dapat melakukan diversifikasi pengolahan ikan lemuru sebagai

    alternatif untuk mengatasi kerusakan dan pembusukan ikan lemuru pasca

    penangkapan.

  • 5

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Ikan Lemuru

    Di perairan Indonesia banyak dijumpai jenis ikan lemuru (Sardinella sp.)

    yang merupakan jenis ikan pelagik kecil yaitu jenis ikan yang berenang di

    permukaan air laut. Ada dua jenis ikan lemuru yang penting secara ekonomis

    yaitu Sardinella sirm dan Sardinella longiceps. Daerah penyebaran jenis

    Sardinella sirm terutama di laut Jawa, sedangkan Sardinella longiceps didapatkan

    dalam jumlah besar di selat Bali (Rasyid, 2001; Dinas kelautan dan Perikanan

    Bali, 2010). Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Propinsi Bali, produksi

    ikan lemuru tahun 2006 adalah 18.422,4 ton, tahun 2007 adalah 28.608,9 ton,

    tahun 2008 adalah, 26.817,9 ton, tahun 2009 adalah 45.092,4 ton dan tahun 2010

    sebesar 40.381,6 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, 2010).

    Ikan merupakan bahan pangan hewani yang berasal dan hidup didalam

    perairan. Karena hidup di dalam air secara otomatis komponen yang membentuk

    tubuh ikan banyak dipengaruhi oleh keadaan perairannya. Ikan yang hidup di

    perairan laut akan berbeda komposisinya dengan ikan yang hidup diperairan

    payau dan air tawar. Ikan banyak mengandung unsur organik dan anorganik, yang

    banyak diantaranya berguna bagi manusia (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

    Ikan banyak mengandung protein yang sangat diperlukan oleh manusia

    karena protein ikan selain mudah dicerna juga mengandung asam amino dengan

    pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat di dalam tubuh

    manusia. Komposisi ikan secara umum adalah air 60 84%, protein 18 30 %,

    5

  • 6

    lemak 0,1 2,2%, karbohidrat 15 % dan sisanya berupa vitamin dan mineral

    (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Minyak ikan lemuru dapat dijadikan sebagai

    sumber asam lemak tak jenuh majemuk omega-3 khususnya eicosapentaenoic

    (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) . Asam lemak tidak jenuh ini dapat

    memperbaiki sistem sirkulasi dan dapat membantu pencegahan penyempitan dan

    pengerasan pembuluh darah (artheriosclerosis) dan penggumpalan keping darah

    (thrombosis), sedangkan DHA penting untuk perkembangan otak manusia

    (Rasyid, 2001).

    Sebagai salah satu hasil perairan laut, ikan lemuru merupakan jenis ikan

    yang tergolong mudah rusak (perishable food). Tubuh ikan mempunyai kadar air

    yang tinggi (60 - 84%) dan pH tubuh ikan mendekati netral sehingga merupakan

    media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroba yang

    lain. Daging ikan juga banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya

    mudah mengalami proses oksidasi sehingga ikan yang tidak ditangani, hasil

    olahan maupun awetan yang disimpan tanpa antioksidan sering mengalami

    ketengikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

    Apabila ikan diangkat dari air, ikan akan segera mengalami kematian.

    Proses selanjutnya adalah terjadinya perubahan-perubahan pada ikan yang

    mengarah kepada kerusakan dan pembusukan. Proses pembusukan dapat

    disebabkan terutama oleh aktivitas enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan,

    aktivitas mikroba atau proses oksidasi pada lemak tubuh oleh oksigen dari udara.

    Ikan yang telah mengalami pembusukan akan memunculkan bau busuk, daging

    menjadi kaku, sorot mata pudar dan adanya lendir pada insang maupun pada

    tubuh bagian luar (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

  • 7

    2.2 Fermentasi Kecap Ikan

    Teknologi fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan dan

    pengawetan makanan, baik secara konvensional maupun modern dengan

    memanfaatkan mikroba baik langsung maupun tidak langsung. Dalam proses

    fermentasi, mikroba maupun enzim yang dihasilkan dapat menstimulir cita rasa

    (flavor) yang spesifik, meningkatkan nilai cerna bahan pangan, menurunkan

    kandungan senyawa anti gizi atau bahan lain yang tidak dikehendaki dan dapat

    menghasilkan produk atau senyawa turunan yang bermanfaat bagi manusia

    (Misgiyarta dan Widowati, 2003).

    Kecap ikan merupakan salah satu produk perikanan tradisional yang dibuat

    dengan cara fermentasi dan telah dikenal sejak lama, dengan ciri khas berupa

    cairan jernih berwarna kekuningan sampai coklat , agak kental, mempunyai rasa

    gurih asin dengan bau sedikit amis. Di beberapa negara-negara Asia Tenggara,

    kecap ikan dikenal dengan berbagai nama diantaranya Nouc Mam (Vietnam),

    Nampla (Thailand), Nouc Mam Guaca (Kamboja), Patis (Filipina) dan Shottsuru

    di Jepang (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

    Kecap ikan dapat dibuat dengan tiga cara yaitu dengan metode fermentasi

    bergaram, enzimatis (dengan menggunakan protease papain, bromelin dan ficin)

    dan dengan proses kimiawi (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

    1992). Bahan baku kecap ikan sangat sederhana, yaitu ikan dan garam. Pada

    umumnya ikan yang digunakan adalah ikan-ikan kecil yang tidak ekonomis yang

    berukuran 13 15 cm seperti ikan lemuru dan dapat pula digunakan limbah ikan .

    Pembuatan kecap ikan dengan cara fermentasi bergaram secara tradisional

    dengan bahan baku dari ikan atau udang umumnya disortasi terlebih dahulu.

  • 8

    Bagian-bagian ekor, kulit, kepala dan isi perut dipisahkan untuk menghasilkan

    kecap dengan mutu yang baik. Ikan kemudian ditambahkan garam sebanyak 20

    30% secara berlapis-lapis sampai semua protein ikan terurai menjadi nitrogen

    terlarut. Dengan cara ini akan diperoleh 56% nitrogen terlarut setelah fermentasi

    selama 6 12 bulan (Suryani et al., 2005; Hidayat et al., 2006).

    Pada pembuatan kecap ikan, proses fermentasi terjadi karena aktivitas

    enzim protease terutama tripsin dan katepsin, lipase dan aminase yang dihasilkan

    oleh mikroba. Komponen protein, lemak dan karbohidrat akan terdegradasi

    sehingga akan menghasilkan komponen lain dengan berat molekul yang lebih

    rendah dan mudah diserap tubuh, serta terbentuk aroma dan rasa yang khas

    (Rahayu et al., 1992; Fardiaz, 1993). Rasa enak yang khas akan dicapai apabila

    hampir semua senyawa nitrogen terlarut dalam bentuk asam amino bebas.

    Pembentukan asam amino bebas dalam cairan kecap sangat dipengaruhi oleh

    waktu fermentasi. Selain itu selama penggaraman terjadi penarikan air, protein

    yang terdegradasi dalam jaringan tubuh ikan akan terlepas dan larut ke dalam

    cairan garam (Hidayat et al., 2006).

    Kecap ikan mempunyai cita rasa yang khas disebabkan oleh adanya asam

    glutamat, sedangkan aroma disebabkan oleh asam berantai pendek yaitu asam

    butirat, asetat dan valerat. Aroma amoniakal disebabkan oleh adanya senyawa

    amida, amina dan amoniak yang dihasilkan selama fermentasi (Afrianto dan

    Liviawaty, 1989). Komposisi kecap ikan yang dibuat dengan cara fermentasi

    adalah : NaCl 275 280 g/l, total N 11,2- 22 g/l, N organik 7,5-15 g/l, N formol

    titrasi 8-16 g/l, N Amonia 3,5-7 g/l dan N dalam bentuk asam amino 4,5-9

    g/l(Rahayu et al., 1992; Adawiyah, 2007).

  • 9

    Disamping ikan, kemurnian garam (NaCl) juga berpengaruh terhadap

    kualitas hasil akhir. Dalam proses pengolahan kecap ikan, garam mempunyai

    fungsi sebagai bahan pengekstrak air dan protein ikan, dan juga sebagai bahan

    pengawet untuk mencegah pembusukan ikan selama fermentasi. Pada umumnya

    garam tercampur dengan CaSO4, MgSO4, dan MgCl2 dan garam juga

    ditambahkan KIO3 untuk memperkaya kandungan yodiumnya. Karena adanya

    senyawa-senyawa tersebut diatas maka penetrasi garam ke dalam jaringan ikan

    dapat mengalami hambatan (Hidayat et al., 2006).

    2.3 Mikrobiologi Kecap Ikan

    Proses fermentasi kecap ikan terjadi karena adanya aktivitas mikroba,

    khususnya bakteri yang menghasilkan enzim sehingga terjadi degradasi

    komponen gizi yang terdapat pada ikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih

    sederhana. Mikroba yang aktif pada pembuatan kecap ikan termasuk mikroba

    yang toleran terhadap garam (halofilik) yang anaerobik dan aerobik fakultatif,

    memproduksi gas dan tumbuh pada suhu 28o 45oC dengan kisaran pH untuk

    hidup 6,5 - 7,5 (Rahayu et al., 1992). Pada awal fermentasi, bakteri yang berperan

    adalah Bacillus coagulans, B. subtilis dan B. megaterium, sedangkan pada

    pertengahan fermentasi, bakteri yang berperan adalah Staphylococcus epidermidis

    dan pada akhir fermentasi Micrococcus roseus, M. varians dan M. saprophyticus.

    Selain itu ditemukan juga kapang Cladosporium herbarum dan Aspergillus

    clausenii (Judoamidjojo et al., 1989 dalam Darmadi, 2004; Adawiyah, 2007).

    Pada kecap dari abalone, semakin tinggi konsentrasi garam didapatkan

    total BAL semakin meningkat, tetapi pada konsentrasi garam 25% total BAL

  • 10

    lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi garam 20%. Selama fermentasi

    total khamir, total BAL dan total mikroba tertinggi terdapat pada konsentrasi

    garam 20% pada bulan pertama fermentasi. Selama fermentasi total kapang

    hampir tidak terdeteksi (Rusmalawati, 2010).

    Beberapa dari jenis bakteri tersebut baik secara tunggal maupun bersama

    akan menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi komponen-komponen

    dalam tubuh ikan. Jumlah mikroba yang ada pada kecap ikan akan berkurang

    dengan semakin lamanya fermentasi, hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor

    pembatas seperti berkurangnya nutrisi dan terbentuknya asam ((Rahayu et al.,

    1992; Adawiyah, 2007).

    Pada proses fermentasi ikan secara umum dan fermentasi yang

    menggunakan kadar garam tinggi diperkirakan jenis BAL yang mampu tumbuh

    dan berkembang adalah dari genus Lactobacillus, Pediococcus dan Leuconostoc

    (Buckle et al.,1987).

    Pada fermentasi Nampla (kecap ikan dari Thailand), mikroflora yang

    terdapat didalamnya tidak konsisten selama fermentasi. Setelah fermentasi selama

    tujuh bulan diisolasi Bacillus cereus dan satu strain dari B. licheniformis, tetapi

    pada akhir periode fermentasi ditemukan strain yang lain dari B. licheniformis, B.

    megaterium dan B. subtilis. Pada saat satu bulan fermentasi ditemukan hanya satu

    strain dari B. licheniformis yang dideteksi. Pada produk Nampla ditemukan juga

    10 species dari Bacillus sp., satu species Coryneform, dua species Streptococci

    dan satu species Micrococcus dan Staphylococcus. Seluruh bakteri tersebut

    termasuk bakteri halofilik yang tumbuh optimum pada konsentrasi garam 20%

    dengan pH optimum 6,5 7,5 (Beddows, 1985). Pada fermentasi patis (kecap

  • 11

    ikan dari Philipina) setelah satu bulan fermentasi ditemukan satu strain dari

    Bacillus pumilis, Micrococcus colpogenes, M. varians dan khamir Candida

    clausenii, sedangkan pada kaomi (kecap ikan dari Jepang) ditemukan Bacillus

    cereus dan B. sphaericus, empat strain dari B. megaterium dan satu strain dari

    Penicillium notatum dan dua jenis kapang yaitu Cladosporium herbarum dan

    Aspergillus fumigatus (Crisan dan Sands, 1975).

    Kecap ikan umumnya dibuat dengan kadar garam 20 30% sehingga

    mikroflora yang hidup di dalamnya termasuk bersifat halofilik. Berdasarkan

    konsentrasi garam yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya, bakteri dapat

    digolongkan menjadi slightly halophilic, moderately halophilic dan extremely

    halophilic dengan konsentrasi garam untuk pertumbuhannya masing-masing 2-

    5%, 5-20% dan 20-30% (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988). Pediococcus

    halophilus(Tetragenococcus halophilus) adalah BAL moderately halophilic yang

    semua strainnya toleran tumbuh pada konsentrasi NaCl 1% 25%, toleran pada

    konsentrasi garam tinggi diatas 18%, dengan konsentrasi NaCl optimal untuk

    pertumbuhannya 7 10% dan Lentibacillus halophilus yang diisolasi dari kecap

    ikan nampla termasuk extremely halophilic yang tumbuh pada kadar garam 12-

    30%, tidak tumbuh pada kadar garam di bawah 10% dengan kadar garam

    optimum untuk pertumbuhannya adalah 20 26% b/v (Tanasupawat et al., 2006),

    sedangkan Tetragenococcus muriaticus yang diisolasi dari kecap hati cumi-cumi

    adalah BAL yang tergolong moderately halophilic yang tumbuh pada kisaran

    konsentrasi garam NaCl 1 % - 25%, tumbuh optimal pada konsentrasi garam 7

    10% dan tidak dapat tumbuh pada media yang tidak mengandung garam (Satomi

    et al., 1997).

  • 12

    2.4 Bakteri Asam Laktat (BAL)

    Dalam bahan pangan, BAL digunakan secara luas sebagai kultur starter

    dalam fermentasi untuk tujuan pengawetan. Prinsip pengawetan bahan pangan

    dengan metode fermentasi BAL adalah peningkatan konsentrasi asam laktat dan

    penurunan pH melalui metabolisme gula (karbohidrat) oleh BAL. Konsentrasi

    asam laktat yang relatif tinggi dan pH yang rendah akan menghambat

    pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen, sehingga produk pangan

    terfermentasi yang dihasilkan akan dapat disimpan lebih lama dan aman bagi

    konsumen (Aryanta, 1989 dalam Aryanta, 2007).

    Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mempunyai

    kemampuan untuk membentuk asam laktat dari metabolisme karbohidrat dan

    tumbuh pada pH lingkungan yang rendah. Secara ekologis kelompok bakteri ini

    sangat bervariasi dan anggota spesiesnya dapat mendominasi macam-macam

    makanan, minuman atau habitat lain. Bakteri asam laktat pada dasarnya

    mempunyai kesamaan sifat sebagai berikut: (1) berbentuk batang atau kokus (2)

    mempunyai karakteristik gram positif, (3) tidak membentuk spora, (4) tidak motil,

    (5) tidak membentuk pigmen, (6) katalase negatif karena tidak mampu

    menghasilkan enzim katalase, (7) mampu tumbuh pada larutan garam, gula dan

    alkohol tinggi, (8) tumbuh pada kisaran pH 3,0 8,0, (9) tumbuh pada berbagai

    suhu antara 5oC sampai 50oC (Wibowo dan Ristanto, 1988; Sudarmadji et al.,

    1989) dan (10) asam laktat sebagai senyawa utama hasil fermentasi karbohidrat

    (mono dan disakarida) (Sudarmadji et al., 1989; Mitsuoka, 1990). Bakteri asam

    laktat juga memproduksi asam volatil dan CO2. Disamping itu, BAL juga

  • 13

    mempunyai sifat umumnya tidak bergerak, kebanyakan bersifat anaerob fakultatif

    (Fardiaz, 1992).

    Berdasarkan atas tipe fermentasinya, BAL dibagi atas dua kelompok yaitu

    bakteri yang bersifat homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat

    sebagai hasil metabolisme gula dan bakteri yang bersifat heterofermentatif yang

    menghasilkan asam laktat, sedikit asam asetat, etanol, ester, keton dan

    karbondioksida (CO2) (Buckle et al., 1987).

    Menurut Ray (1996), gula heksosa (glukosa) akan dimetabolisme oleh

    BAL yang bersifat homofermentatif melalui jalur glikolisis atau jalur Emden-

    Meyerhoff-Parnas (EMP) dengan menggunakan 2 molekul ATP dan enzim

    fruktosa difosfat aldolase untuk merubah glukosa menjadi fruktosa 1,6-difosfat.

    Hidrlisis molekul ini menghasilkan 2 molekul dengan 3 senyawa karbon. Akibat

    reaksi dehidrogenasi (untuk menghasilkan NADH + H+ dari NAD), reaksi

    fosforilasi dan dihasilkannya 2 molekul ATP akan terbentuk fosfofenol piruvat

    yang selanjutnya dikonversi menjadi piruvat. Asam piruvat kemudian akan

    dirubah menjadi asam laktat melalui aktifitas dari laktat dehidrogenase.

    Bakteri asam laktat heterofermentatif akan memfermentasi heksosa

    melalui jalur 6-fosfoglukonat atau fosfoketolase (Rahayu dan Margino, 1997).

    Jalur ini mempunyai fase oksidatif awal yang diikuti oleh fase non oksidatif. Pada

    fase oksidatif, glukosa melalui proses fosforilasi akan dioksidasi menjadi 6-

    fosfoglukonat oleh glukosa fosfat dehidrogenase dan kemudian didekarboksilasi

    menghasilkan 1 molekul CO2 dan senyawa dengan 5-karbon serta ribulosa-5-

    fosfat. Pada fase non oksidatif, senyawa dengan 5-karbon ini dikonversi menjadi

    xylulosa-5-fosfat dan dengan proses hidrolisis akan menghasilkan 1 gliseraldehid-

  • 14

    3-fosfat dan 1 asetil-fosfat yang kemudian gliseraldehid-3-fosfat akan dirubah

    menjadi asam laktat. Asetil-fosfat dapat dioksidasi menghasilkan asam asetat atau

    direduksi menghasilkan etanol (Jay, 1992; Ray, 1997).

    2.4.1 Bentuk, Sifat dan Klasifikasi Bakteri Asam Laktat

    Bakteri asam laktat dapat diklasifikasikan menjadi dua famili yaitu

    Streptococcaceae dan Lactobacillaceae. Famili dari Streptococcaceae terdiri

    dari bentuk kokus atau bulat telur terdiri dari genus Streptococcus, Leuconostoc

    dan Pediococcus, sedangkan famili Lactobacillaceae merupakan bentuk batang

    dan anggotanya satu genus yaitu Lactobacillus. Masing-masing genus tersebut

    mempunyai perbedaan kriteria yang didasarkan pada ciri morfologi, tipe

    fermentasi, kemampuan untuk tumbuh pada suhu berbeda, dan sifat steriospesifik

    (D atau L laktik) serta toleransi terhadap asam dan basa (Sudarmadji et al., 1989).

    Klasifikasi BAL sekarang berkembang sehingga genus Lactobacillus

    menjadi Lactobacillus dan Carnobacterium. Genus Streptococcus menjadi empat

    yaitu Streptococcus, Lactococcus, Vagococcus dan Enterococcus. Genus

    Pediococcus menjadi Pediococcus, Tetragenococcus dan Aerococcus, sedangkan

    genus Leuconostoc tetap. Klasifikasi tersebut didasarkan atas komposisi asam

    lemak pada membran sel, motilitas dan urutan r RNA serta persen guanin dan

    sitosin pada DNA ( Jay, 1992; Rahayu dan Margino, 1997; Axelsson, 2004).

    Genus Streptococcus . Bakteri yang termasuk genus ini berbentuk kokus

    yang berpasangan atau berantai dengan ukuran 0,7 0,9 m, bersifat gram positif,

    tidak membentuk spora, non motil, bersifat aerobik maupun anaerobik fakultatif

    dan homofermentatif (Frazier dan Westhoff, 1988; Wibowo dan Ristanto, 1988).

  • 15

    Bakteri dari genus ini tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC dan juga pada kadar

    garam 6,5%. Suhu optimum pertumbuhannya adalah pada suhu 37o 40oC.

    Menurut Ray (2004), genus Streptococcus dalam media glukosa dapat

    menurunkan pH hingga 4,0, dapat memfermentasi fruktosa dan manosa tetapi

    tidak memfermentasi galaktosa dan sukrosa, serta memproduksi asam laktat

    dengan konfigurasi L(+) asam laktat. Grup Streptococcus dibagi menjadi 4

    spesies yaitu S. lactis, S. lactis sub Sp. diacetylactis, S. cremoris, dan S.

    thermophilus. Streptococcus lactis dan S.lactis sub Sp. diacetylactis pada

    umumnya terdapat dalam bahan nabati seperti jagung, kulit buah jagung, biji-

    bijian, kubis, rumput, kentang, daun cengkeh, buah mentimun dan bunganya, serta

    tidak ditemukan pada kotoran hewan maupun manusia. Streptococcus cremoris

    dan S. thermophilus tidak terisolasi dari habitat lain selain susu, keju atau susu

    terfermentasi yang lain (Sudarmadji et al., 1989).

    Genus Leuconostoc. Terdapat lima spesies dari genus Leuconostoc yaitu

    Leuconostoc mesenteroides, Leu. paramesenteroides, Leu. lactis, Leu. carnosum

    dan Leu. gelidum. Leuconostoc mesenteroides mempunyai tiga subspesies yaitu

    Leu. mesenteroides subsp. mesenteroides, Leu. mesenteroides subsp dextranicum

    dan Leu. mesenteroides subsp. cremoris. Bakteri ini bersifat gram positif, selnya

    berbentuk kokus, tersusun berpasangan atau berbentuk rantai, tidak bergerak,

    tidak berspora, katalase negatif, anaerob fakultatif, bersifat non motil dan mesofil

    (Ray, 2004). Bakteri yang termasuk genus ini banyak dijumpai pada permukaan

    tanaman, daging dan olahannya, produk susu seperti es krim, keju, mentega dan

    sirup. Genus Leuconostoc berperan pula pada fermentasi beberapa sayuran seperti

  • 16

    acar dan sauerkraut. Leuconostoc mesenteroides mempunyai toleransi terhadap

    kadar gula yang tinggi (55 60%) (Frazier dan Westhoff, 1988).

    Genus Pediococcus. Bakteri yang termasuk ke dalam genus ini selnya

    berbentuk kokus berpasangan atau tetrad/bergerombol, gram positif, katalase

    negatif, mikroaerofilik dan bersifat homofermentatif. Bakteri ini dapat

    memfermentasi gula menghasilkan 0,5 sampai 0,9% asam terutama asam laktat,

    dapat tumbuh pada larutan garam 5,5%, temperatur untuk pertumbuhannya antara

    7o 45oC dengan suhu optimum pertumbuhannya 25o 32oC (Frazier dan

    Westhoff, 1988). Species utama dari Pediococcus adalah Pediococcus cerevisiae,

    P. halophilus, P. pentosaceus dan P. acidilactici. Spesies Pediococcus ini banyak

    ditemukan pada produk pangan terfermentasi seperti miso, kecap, daging dan ikan

    terfermentasi. Pediococcus halophilus (Tetragenococcus halophilus) merupakan

    spesies yang penting dalam fermentasi laktat dan digunakan dalam fermentasi

    produk yang mengandung kadar garam yang tinggi (18% NaCl). Kemampuan

    tumbuh pada produk dengan kadar garam tinggi inilah yang membedakannya dari

    BAL yang lain. Pediococcus halophilus aktif dalam proses fermentasi kecap

    kedelai, kecap ikan, miso dan ikan anchovies asin (Axelsson, 2004; Ray, 2004)

    dan ditemukan juga pada bir (Rahayu dan Margino, 1997).

    Genus Lactobacillus. Sel bakteri ini berbentuk batang yang bervariasi dari

    batang yang sangat pendek sampai batang yang panjang, bersifat homofermentatif

    atau heterofermentatif ( Wibowo dan Ristanto, 1988). Genus bakteri ini juga

    bersifat mikroaerofilik, katalase negatif, gram positif dan memfermentasi gula

    dengan asam laktat sebagai produk utama. Bila bersifat homofermentatif akan

    memfermentasi gula menjadi asam laktat, sedangkan bila bersifat

  • 17

    heterofermentatif akan menghasilkan produk volatil termasuk alkohol selain asam

    laktat. Lactobacillus yang bersifat homofermentatif tumbuh dengan temperatur

    optimal 37oC atau lebih rendah adalah Lactobacillus bulgaricus, L. helveticus, L.

    lactis, L. acidophilus dan L. thermophilus, sedangkan L. delbrueckii dan L.

    fermentum adalah Lactobacillus heterofermentatif yang dapat tumbuh pada

    temperatur tinggi (Frazier dan Westhoff, 1988). Bakteri dari genus ini ditemukan

    pada tanaman, sayur-sayuran, biji-bijian, susu segar dan olahannya, daging dan

    produk daging terfermentasi, sayuran terfermentasi dan beberapa spesies

    ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan hewan (Ray, 2004).

    2.4.2 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat

    Klasifikasi isolat kedalam genus dan spesies didasarkan pada sifat-sifat

    antara lain : morfologi sel dan sifat gram sel, sifat hetero atau homofermentatif

    metabolisme glukosa dan jenis gula yang dapat digunakan sebagai sumber karbon

    untuk pertumbuhan sel. Identifikasi isolat yang termasuk BAL juga dapat

    dikerjakan menurut sifat pola fermentasi karbohidrat, toleransi terhadap suhu dan

    pH pertumbuhan serta pembentukan gas dari glukosa (Wibowo dan Ristanto,

    1988; Wood dan Holzapfel, 1995).

    Bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan

    produk akhir hasil metabolisme glukosa yaitu BAL yang bersifat homofermentatif

    dan heterofermentatif. Spesies yang bersifat homofermentatif memfermentasi

    hampir seluruh glukosa menjadi asam laktat dan spesies heterofermentatif

    disamping menghasilkan sejumlah asam laktat, juga menghasilkan asam asetat

    dan CO2 (Wibowo dan Ristanto, 1988; Ray, 2004).

  • 18

    Untuk mengidentifikasi BAL secara fenotifik pada tingkat spesies

    digunakan Kit Mikrobiologi Standard Analytical Profile Index (API) 50CH versi

    5,1 (kode 5B81M) (Biomerieux, Marcy l, Etoile, France). Kit ini merupakan

    sistem standar terkait dengan 49 jenis pengujian biokimia untuk mempelajari

    metabolisme karbohidrat oleh mikroba. API 50CH digunakan bersamaan dengan

    media API 50CHL (kode 5B41M) untuk mengidentifikasi spesies BAL dari genus

    Lactobacillus dan genus-genus terkait. Untuk setiap kotak dari API 50CH berisi

    10 strip untuk 10 kali pengujian dan API 50CHL berisi 10 ampul (masing-masing

    ampul berisi 10 ml). API 50 CH terdiri dari 50 mikrotube yang digunakan untuk

    mempelajari fermentasi dari golongan gula dan turunannya. Pengujian fermentasi

    dilakukan dengan menambahkan media API 50CHL. Selama inkubasi, fermentasi

    ditandai dengan perubahan warna di dalam tube. Pada tube 0 tidak mengandung

    bahan aktif dan digunakan sebagai kontrol negatif. Tube no. 1 49 berisi gula dan

    turunannya.

    Untuk mengidentifikasi spesies BAL dari genus Lactobacillus dan genus

    yang terkait digunakan media API 50CHL yang merupakan media yang siap

    digunakan dalam fermentasi 49 jenis gula yang ada pada API 50CH. Cara

    penggunaannya yaitu membuat suspensi mikroba yang akan diuji dengan

    melarutkan mikroba sebanyak 100 l dalam media API 50 CHL, dan pada setiap

    tube dalam strip API 50 CH diinokulasi sebanyak 100 l dengan suspensi

    tersebut. Selama inkubasi (24 48 jam) gula akan difermentasi menjadi asam

    yang akan menurunkan pH, hal ini dideteksi dengan melihat perubahan warna dari

    indikator. Hasil uji dikatakan positif apabila pada 49 jenis gula tersebut terjadi

    perubahan warna dari purple (merah keunguan) menjadi kuning dan khusus untuk

  • 19

    uji esculin (tube nomor 25) terjadi perubahan warna dari merah keunguan

    menjadi hitam. Hasilnya merupakan profil biokimia yang digunakan untuk

    mengidentifikasi spesies BAL menggunakan tabel yang ada pada produk kit atau

    menggunakan sofware identifikasi yaitu APIWEB (Biomerieux, Marcy l, Etoile,

    France).

    2.5 Senyawa Antimikroba

    Senyawa antimikroba merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat

    menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz ( 1992),

    senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal, bakteristatik, fungisidal dan

    fungistatik. Senyawa antimikroba dapat membunuh atau menghambat

    pertumbuhan mikroba dengan merusak dinding sel, sehingga mengakibatkan lisis

    sel atau menghambat proses pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh,

    mengubah permeabilitas sitoplasma yang menyebabkan terganggunya transport

    nutrien, denaturasi protein sel, menghambat kerja enzim di dalam sel sehingga

    merusak sistem metabolisme di dalam sel.

    Bakteri asam laktat banyak dipergunakan sebagai pengawet hayati

    (biopreservatif) untuk mengawetkan bahan makanan. Bakteri asam laktat ini

    bermanfaat untuk peningkatan kualitas higiene dan keamanan pangan melalui

    penghambatan secara alami terhadap flora berbahaya yang bersifat patogen

    (Kusmiati dan Malik, 2002). Kemampuan sebagai bahan pengawet hayati untuk

    membunuh bakteri patogen dan pembusuk tersebut dihasilkan oleh senyawa-

    senyawa yang diproduksi oleh BAL yang bersifat antimikroba terutama

    bakteriosin, asam-asam organik, hidrogen peroksida, diasetil dan reteurin. Asam

  • 20

    asetat umumnya lebih efektif daripada asam laktat dalam fungsinya sebagi

    penghambat pertumbuhan mikroba. Asam asetat yang diproduksi oleh Leu.

    citrovorum dapat menghambat bakteri psikrotrofik dan Salmonella (Kusumawati,

    2000).

    Bakteriosin merupakan senyawa protein yang diekspresikan oleh bakteri

    yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki

    kekerabatan erat secara filogenetik. Senyawa ini mudah terdegradasi oleh enzim

    proteolitik dalam pencernaan manusia dan hewan, sehingga berpotensi sebagai

    pengawet makanan alami dan juga dapat diaplikasikan di bidang farmasi

    (Kusmiati dan Malik, 2002).

    Bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL dapat berupa protein atau komplek

    protein (agregat protein, protein lipokarbonat dan glikoprotein) yang aktif secara

    hayati berefek bakterisidal, mempunyai efek antagonistik atau yang memiliki

    aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan antibiotik. Bakteriosin disintesis

    melalui mekanisme biosintesis protein ribosom yang melibatkan proses transkripsi

    dan translasi (Meyer 1992 dalam Kusumawati, 2000).

    Beberapa spesies bakteri diketahui mampu memproduksi bakteriosin.

    Escherichia coli menghasilkan colicin, basili tertentu menghasilkan subtilin atau

    magacin, Leuconostoc menghasilkan leucosin dan Pediococcus acidilactici

    menghasilkan bakteriosin pediocin AcH. Genus Lactobacillus, Listeria,

    Micrococcus, Streptococcus, Mycobacterium dan Streptomyces diketahui pula

    menghasilkan berbagai jenis bakteriosin (Eckner, 1992).

  • 21

    BAB III

    KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep

    Ikan lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat

    perhatian di Indonesia, harganya relatif murah, cepat mengalami penurunan mutu

    serta mudah mengalami kerusakan dan pembusukan (Rasyid, 2001). Untuk

    mencegah kerusakan dan pembusukan ikan lemuru, alternatif yang dapat

    dilakukan adalah mengolahnya menjadi kecap ikan.

    Selama ini proses pembuatan kecap ikan yang banyak dilakukan

    menggunakan teknik penggaraman. Teknik ini merupakan teknik yang paling

    tradisional, yaitu fermentasi hanya dengan memanfaatkan bakteri-bakteri

    indigenous sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan

    kecap ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989; Hidayat et al., 2006).

    Bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai pengawet hayati

    (biopreservatives) untuk menekan dan membunuh bakteri patogen dan pembusuk.

    Asam laktat yang dihasilkan juga bekerja untuk mempercepat aktivitas enzim-

    enzim pemecah protein. Selain itu BAL juga menghasilkan senyawa-senyawa lain

    yaitu hidrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, reuterin dan bakteriosin yang

    berfungsi sebagai antimikroba ( Kusumawati, 2000).

    Pada produk pangan terfermentasi yang memanfaatkan BAL, ternyata

    jenis BAL yang ditemukan berbeda-beda tergantung pada jenis produknya.

    Mikroba yang berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya.

    Diperkirakan jenis-jenis BAL yang berkembang antara lain Leuconostoc

    21

  • 22

    mesenteroides, Pediococcus halophilus dan Lactobacillus plantarum, Beberapa

    jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang selama fermentasi (Adawiyah,

    2007).

    Untuk memperbaiki kualitas dan proses pembuatan kecap ikan terutama

    untuk mempersingkat waktu fermentasi dan mencegah terjadinya pembusukan,

    dibutuhkan adanya kultur starter yang sesuai. Untuk itu perlu dilakukan isolasi

    dan identifikasi terhadap BAL yang ada di dalam kecap ikan lemuru, sehingga

    diperoleh data ilmiah tentang jenis BAL yang berperan selama fermentasi dan

    mendapatkan isolatnya serta terjadinya suksesi pertumbuhan BAL selama

    fermentasi. Disamping itu, perlu juga diketahui beberapa perubahan mikrobiologis

    dan biokimiawi selama fermentasi. Secara ringkas kerangka konsep penelitian

    dapat dilihat pada Gambar 3.1.

    3.2 Hipotesis

    1. Spesies BAL yang berperan dalam proses fermentasi kecap ikan lemuru

    adalah Leuconostoc sp., Pediococcus sp. dan Lactobacillus sp.

    2. Terjadi suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama fermentasi kecap

    ikan lemuru

    3. Terjadi perubahan mikrobiologis dan biokimiawi selama fermentasi kecap

    ikan lemuru.

  • 23

    Bakteri Asam Laktat (Pengawet Hayati)

    Bervariasi pada Produk Pangan

    Ikan Lemuru

    Mudah Rusak (Perishable Food)

    Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

    Isolat BAL

    Identifikasi BAL (sampai spesies)

    Kandidat Kultur Starter

    Kecap Ikan (Fermentasi Alami) Kapang/khamir Bakteri Indigenous

    Isolasi BAL

    Uji Potensi Uji Produksi

  • 24

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan Fakultas

    Teknologi Pertanian dan UPT. Laboratorium terpadu Biosains dan Bioteknologi

    Universitas Udayana, bukit Jimbaran Kabupaten Badung. Waktu pelaksanaannya

    pada bulan Juni tahun 2010 sampai bulan Maret tahun 2011.

    4.2 Bahan dan Alat Penelitian

    Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan kecap ikan adalah ikan

    lemuru (Sardinella longiceps) hasil tangkapan nelayan di pantai Kedonganan

    Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung, garam dapur (NaCl) dan gula pasir

    (sukrosa) yang dibeli di Pasar swalayan Tiara Dewata Denpasar serta bahan-bahan

    untuk uji mikrobiologi, uji kimiawi, dan identifikasi BAL antara lain : aquades, de

    Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) (Pronadisa), NaCl(Merk), bromo Cresol

    purple (BCP), gliserol 30%(Pronadisa), MRS broth (Pronadisa), anaerob gas

    generating kit (Oxoid), alkohol 70% (Brataco Chemika), gram Stein (Bio

    analitika) antara lain :larutan kristal violet, larutan lugol, aseton alkohol dan

    safranin. Selain itu, juga digunakan minyak emersi, larutan garam fisiologis

    0,85%, larutan Hidrogen Peroksida (H2O2) 3% (Reidel de Haen), HCl 4N, NaOH

    50%, Buffer pH 4 dan pH 7, glukosa (oxoid), Sulphide Indole and Motility (SIM)

    Medium (oxoid), Malt Extract Agar (MEA), indikator phenolphtalein 1%, NaOH

    24

  • 25

    0,1 N, larutan serum albumin, pereaksi biuret, Trichloroacetic (TCA), dan kit

    mikrobiologi standar API 50CH dan API 50CHL medium versi 5,1 ( Biomerieux).

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: stoples plastik

    (fermentor), baskom, pisau, talenan, panci, sendok, termometer, saringan, botol

    sampel, peralatan untuk melakukan pengujian mikrobiologi, uji biokimiawi, dan

    identifikasi BAL antara lain : timbangan analitik( Shimadzu AUX 220),

    Erlenmeyer, gelas ukur, Magnetic stirrer, stirrer bar, Autoclave (All American

    model no. 1925), kompor gas (Rinai, RI 522 c), Laminar air flow cabinet (Esco),

    inkubator (memmert), refrigerator, kulkas (Toshiba), Freezer -20oC, Chamber

    anaerobic (oxoid), tabung reaksi, botol pengencer, ependorf, cawan petri, batang

    gelas bengkok, kaca objek, cover glass, mikroskop cahaya (Olympus), pipetman

    ukuran 1000 l dan 200 l (Gilson), tips biru-kuning (porex bio product), vortex

    (labinco), kertas tissue, tabung durham, Bunsen, gelas ukur, beaker glass, pH

    meter (TOA ion meter IM 40S), microwave (Samsung), buret, pipet serologis,

    labu takar 100 ml, kertas saring, erlenmeyer, penangas air, spektrofotometer dan

    sentrifuge.

    4.3 Metode Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang menggunakan disain

    eksperimen di Laboratorium. Data dikumpulkan dengan cara pengamatan

    langsung setelah obyek penelitian diberikan perlakuan, kemudian melakukan

    serangkaian pengujian.

  • 26

    4.4 Prosedur penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap yaitu meliputi tahap

    pembuatan kecap ikan lemuru, tahap analisis mikrobiologis dan biokimiawi serta

    tahap isolasi dan identifikasi BAL sampai tingkat spesies.

    4.4.1 Pembuatan Kecap Ikan Lemuru

    Ikan lemuru dicuci terlebih dahulu sampai bersih kemudian ditiriskan.

    Pembuatan kecap ikan dalam penelitian ini dilakukan menurut cara Suryani et al.

    (2005) yaitu : ikan lemuru dipotong kecil-kecil dengan ukuran 2 4 cm dan

    ditimbang sebanyak 2000 gram. Kemudian ditambahkan garam dapur (NaCl)

    sebanyak 20% dan gula pasir (sukrosa) sebanyak 2% dari berat bahan. Potongan

    ikan dan gula pasir sebelumnya dicampur sampai homogen. Campuran kemudian

    dibagi masing-masing sebanyak 500 g untuk satu fermentor. Garam dapur

    ditambahkan dengan cara menyusun garam dan potongan ikan secara berlapis-

    lapis sampai wadah fermentor terisi penuh dengan bagian dasar dan permukaan

    ikan harus tertutup garam. Cara yang sama diulang sebanyak 2 kali. Fermentor

    kemudian ditutup rapat dan kemudian dilakukan fermentasi pada suhu kamar (28o

    30oC) selama 3 bulan. Pada interval waktu 1 bulan selama fermentasi, cairan

    kecap ikan yang dihasilkan diambil dengan cara disaring untuk dianalisis secara

    mikrobiologis dan biokimiawi. Bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media

    MRS agar selanjutnya diisolasi dan diidentifikasi dengan metode standar.

    Diagram alir proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

  • 27

    Ikan lemuru

    Gambar 4.1 Diagram Alir proses Pelaksanaan Penelitian

    4.4.2 Analisis Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

    4.4.2.1 Total Bakteri Asam Laktat (BAL)

    Total BAL ditentukan dengan menggunakan metode Permukaan (Fardiaz,

    1993; Lay, 1994), dengan prosedur sebagai berikut : sebanyak 1 ml sampel kecap

    ikan dimasukkan dalam botol pengencer yang telah berisi 9 ml larutan garam

    fisiologis (0,85% NaCl), sehingga diperoleh pengenceran 10-1. kemudian dikocok

    Dicuci dan ditiriskan

    Pemotongan (2 4 cm)

    Fermentasi 3 bulan (Dianalisis tiap 1 bulan)

    Penyaringan Padatan

    Garam NaCl 20% Gula Pasir 2%

    Penghalusan

    Analisis Biokimiawi Analisis Mikrobiologis Cairan Kecap Ikan

    Isolasi BAL

    Identifikasi BAL (Sampai spesies)

    Isolat BAL

  • 28

    hingga homogen, selanjutnya dipipet sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan kedalam

    ependorf yang telah berisi 0,9 ml larutan garam fisiologis (0,85% NaCl), sehingga

    diperoleh pengenceran 10-2. Demikian seterusnya dengan cara yang sama untuk

    mendapatkan pengenceran yang lebih besar. Dari pengenceran yang dikehendaki,

    sebanyak 0,1 ml sampel dipipet ke dalam cawan petri yang telah berisi media de

    Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) yang sudah ditambahkan garam NaCl

    sebanyak 10% dan bromocresol purple (BCP) sebanyak 60 ppm (sampai

    berwarna ungu) sebagai indikator pH. Kemudian disebar ke seluruh permukaan

    (surface spread method) dengan batang gelas melengkung. Cawan petri yang

    sudah ditanami selanjutnya diinkubasi dalam inkubator secara anaerob dengan

    cara terbalik dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah diinkubasi,

    apabila positif mengandung BAL maka pada media agar akan terjadi perubahan

    warna menjadi kuning terang, karena terjadi perubahan warna indikator BCP dari

    ungu menjadi kuning pada pH rendah (Fardiaz, 1993). Koloni-koloni yang

    tumbuh pada agar cawan petri dihitung sebagai total BAL per ml kecap ikan

    lemuru dengan mengalikan jumlah koloni percawan dengan besarnya

    pengenceran, yang selanjutnya dilakukan pemurnian terhadap koloni-koloni BAL

    dengan metode gores pada media MRSA untuk keperluan identifikasi. Koloni

    BAL yang tumbuh diambil satu ose dan digoreskan pada media tersebut,

    selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam, sehingga diperoleh

    isolat murni. Isolat murni tersebut disimpan pada suhu -20oC setelah diberi

    gliserol 30%.

  • 29

    4.4.2.2 Karakterisasi Bakteri Asam laktat (BAL)

    Isolat BAL dikarakterisasi berdasarkan penotipe yang meliputi : morfologi

    sel bakteri, pewarnaan gram, uji motilasi , uji katalase, uji produksi gas dari

    glukosa, pertumbuhan pada perbedaan suhu, konsentrasi garam dan pH. Adapun

    prosedur identifikasi berdasarkan penotipe (Wibowo dan Ristanto,1988) sebagai

    berikut :

    1. Uji Morfologi Sel dan Pewarnaan gram

    Isolat dari MRSA diinokulasi ke dalam MRS broth dan diinkubasikan

    pada suhu 37oC selama 24 jam. Pewarnaan gram diawali dengan membuat

    preparat ulas yaitu dengan cara : kaca objek dibersihkan dengan sepotong kapas

    yang dibasahi alkohol, tabung berisi suspensi bakteri dikocok, diambil satu mata

    ose suspensi dan dipindahkan ke bagian tengah kaca objek dan diulaskan

    kemudian dibiarkan mengering diudara beberapa saat. Preparat selanjutnya

    difiksasi diatas api untuk membunuh dan melekatkan bakteri pada kaca objek.

    Diberi larutan kristal violet (sebagai zat warna) selama satu menit, dicuci dengan

    air kemudian diberikan larutan lugol (mordan) selama satu menit. Preparat dibilas

    dengan air kemudian diberikan larutan pemucat (aseton alkohol) selama 10 - 20

    detik, kemudian dicuci kembali dengan air. Setelah itu preparat diberi larutan

    safranin selama 15 detik dan dicuci kembali dengan air kemudian dikeringkan.

    Preparat kemudian ditetesi dengan minyak emersi. Uji morfologi dilakukan

    dengan diperiksa dibawah mikroskop cahaya pada pembesaran 100 X. Hasil

    pengamatan berupa warna, morfologi bakteri dan sifat gram (warna ungu kebiruan

  • 30

    menunjukkan bakteri bersifat gram positif, sedangkan warna merah atau merah

    muda menunjukkan bakteri bersifat gram negatif) (Lay, 1994).

    2. Uji Motilasi

    Biakan diinokulasikan pada media tegak semi padat (SIM Medium)

    dengan cara menusukkannya sampai kedalaman dari permukaan media,

    kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Hasil pengamatan

    berupa letak pertumbuhan bakteri pada media. Bakteri yang hanya tumbuh di

    sekitar tusukan menunjukkan hasil uji yang negatif, sedangkan bakteri yang

    tumbuh pada permukaan atau menyebar luas pada media menunjukkan hasil uji

    positif (Lay, 1994).

    3. Uji Katalase

    Pengujian katalase dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 3% di atas

    gelas objek, kemudian satu ose isolat BAL yang diuji diambil dan dimasukkan ke

    dalam larutan H2O2 3% yang ada di atas gelas objek tersebut. Hasil pengujian

    dinyatakan positif bila ditandai dengan adanya gelembung-gelembung gas pada

    koloni BAL, sedangkan apabila tidak terbentuk gas maka hasil pengujian

    dinyatakan negatif (Fardiaz, 1992; Lay, 1994).

    4. Uji Produksi Gas dari Glukosa

    Uji produksi gas dari glukosa dilakukan untuk mengetahui BAL tersebut

    bersifat homofermentatif atau heterofermentatif. Kedalam tabung reaksi yang

    berisi tabung durham diisi 5 ml media MRS Broth yang ditambahkan 10% NaCl

  • 31

    dan 2% glukosa dengan indikator BCP. Diinokulasikan satu ose isolat BAL,

    kemudian diinkubasikan aerob pada inkubator bersuhu 37C selama 24-48 jam.

    Apabila positif terbentuk CO2 maka pada tabung durham terlihat gelembung-

    gelembung udara, dan media berubah warna menjadi kuning (Fardiaz, 1992; Lay,

    1994).

    5. Uji Pertumbuhan BAL pada suhu yang Berbeda

    Uji pertumbuhan BAL dilakukan pada variasi suhu 10oC, 37oC dan 45oC.

    Secara umum BAL tergolong bakteri mesofilik dengan kisaran suhu

    pertumbuhannya antara 10-45C, dengan suhu optimal pertumbuhannya antara

    20-40C (Fardiaz, 1992). Untuk itu pada penelitian ini digunakan uji pertumbuhan

    pada variasi suhu diatas. Adapun prosedurnya sebagai berikut : satu ose isolat

    BAL diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi media MRS broth yang

    sudah ditambahkan NaCl 10% (pH 6,5). Kemudian diinkubasikan aerob dalam

    inkubator pada berbagai variasi suhu (10oC, 37oC dan 45oC) selama 24 jam.

    Kemudian isolat BAL tersebut dikultur kembali dalam media MRSA dan

    diinkubasikan anaerob pada suhu 37C selama 48 jam. Pengamatan dilakukan

    dengan melihat pertumbuhan koloni BAL yang terjadi. Apabila pada media

    tumbuh koloni berarti positif ada pertumbuhan pada suhu yang diujikan.

    6. Uji Pertumbuhan Pada Kadar Garam yang Berbeda

    Mikroba yang aktif pada pembuatan kecap ikan termasuk mikroba yang

    toleran terhadap garam (halofilik) yang anaerobik dan anerobik fakultatif, karena

    kecap ikan umumnya dibuat pada kadar garam tinggi (Rahayu et al., 1992).

  • 32

    Bakteri asam laktat yang tumbuh termasuk kelompok BAL yang moderately

    halophilic dan extremely halophilic yaitu yang memerlukan garam untuk

    pertumbuhannya pada konsentrasi 5 30% (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988).

    Untuk keperluan karakterisasi BAL pada penelitian ini digunakan konsentrasi

    garam 6,5% dan 18% (Axelsson, 2004). Adapun prosedurnya sebagai berikut :

    terlebih dahulu dibuat media cair MRS broth (pH 6,5) yang ditambahkan garam

    NaCl sebanyak 6,5% dan 18% . Pada Media tersebut kemudian dikultur satu ose

    isolat BAL yang diuji, kemudian diinkubasikan aerob pada suhu 37oC selama 24

    jam. Pengamatan dilakukan dengan menumbuhkan kembali isolat BAL tersebut

    pada media MRSA dan diinkubasikan anaerob pada suhu 37C selama 48 jam .

    Pertumbuhan koloni BAL diamati. Apabila pada media tumbuh koloni berarti

    positif ada pertumbuhan pada kadar garam yang diujikan.

    7. Uji Pertumbuhan BAL pada pH yang berbeda

    Uji pertumbuhan BAL dilakukan pada variasi pH 4,4: 6,5 dan 9,6(Rahayu

    dan Margino, 1997; Axelsson, 2004). Sebelum isolat BAL ditumbuhkan , dibuat

    terlebih dahulu media cair MRS broth yang ditambahkan garam NaCl sebanyak

    10% dengan pH diatas. Derajat keasaman (pH) media diatur dengan

    menambahkan larutan HCl untuk membuat suasana asam, atau menambahkan

    NaOH untuk membuat suasana basa. Selanjutnya pada media dengan pH yang

    berbeda tersebut dikultur satu ose isolat BAL yang diuji, kemudian diinkubasikan

    aerob pada inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan dilakukan

    dengan menumbuhkan kembali isolat BAL tersebut pada media MRSA dan

    diinkubasikan anaerob pada suhu 37C selama 48 jam . Pengamatan dilakukan

  • 33

    dengan melihat pertumbuhan koloni BAL yang terjadi. Apabila tumbuh koloni

    berarti positif ada pertumbuhan pada pH yang diujikan.

    4.4.2.3. Identifikasi Bakteri Asam Laktat

    Untuk mengidentifikasi spesies BAL digunakan kit mikrobiologi standard

    Analytical Profile Index (API)50CH dan API 50CHL mdium versi 5.1 yang

    mengandung 49 jenis gula dan turunannya (Biomerieux). Sebelum dilakukan

    pengujian dengan API 50CH dilakukan tahapan persiapan sebagai berikut :

    1. Penyegaran Isolat BAL

    Stok isolat BAL yang disimpan dalam gliserol 30% pada suhu -200C dan

    merupakan hasil isolasi dari kecap ikan selama fermentasi diambil sebanyak satu

    loop ose dan diinokulasikan kedalam tabung reaksi yang berisi 5 ml media MRS

    broth dengan penambahan 10% garam NaCl. Tabung reaksi diinkubasikan secara

    aerob selama 24 jam pada suhu 370C. Hasil positif tumbuh ditunjukkan oleh

    timbulnya kekeruhan pada media. Untuk memastikan bahwa isolat dalam keadaan

    murni kemudian kultur pada MRS broth ditumbuhkan kembali pada MRSA

    dengan metode gores sehingga diperoleh koloni tunggal yang terpisah dari

    suspensi. Single colony ini kemudian diinokulasikan kedalam 5 ml MRS broth

    lalu diinkubasikan pada suhu 370C selama 24-48 jam. Selanjutnya dilakukan uji

    konfirmasi yang meliputi uji gas, katalase, pengecatan gram dan morfologi sel

    untuk memastikan bahwa isolat tidak mengalami perubahan. Apabila dibutuhkan

    suspensi ini juga dapat digunakan untuk membuat stok kultur dengan

  • 34

    menambahkan 1 ml kultur isolat dengan 1 ml gliserol 30% kemudian disimpan

    kembali pada suhu -200C.

    2. Persiapan Suspensi BAL

    Biakan yang telah tumbuh pada 5 ml media MRS Broth diatas divortex

    untuk mendapatkan biakan yang homogen, kemudian diambil sebanyak 1 ml dan

    dimasukkan kedalam eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm

    selama 5 menit untuk memisahkan massa sel dan supernatannya. Selanjutnya

    supernatan dibuang dan massa sel yang diperoleh dicuci sebanyak dua kali dengan

    larutan salin (NaCl 0,85%) untuk menghilangkan sisa media. Pencucian dilakukan

    dengan menambahkan 1 ml salin pada massa sel dengan divortex hingga

    homogen, disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Pada tahap

    akhir, massa sel dilarutkan dengan 1 ml salin dan suspensi siap dipergunakan

    untuk tahap pengujian selanjutnya.

    3. Inokulasi Suspensi Isolat BAL

    Terlebih dahulu isolat BAL(butir 2 diatas) sebanyak 100 l dikultur ke

    dalam API 50 CHL medium yang sebelumnya telah ditambahkan sebanyak 2,6 ml

    larutan garam NaCl 25% dan divortex. Selanjutnya suspensi isolat BAL tersebut

    diinokulasikan sebanyak 100 l pada setiap tube dalam API 50CH dan

    diinkubasilkan secara anaerob pada inkubator suhu 37oC selama 24 jam dan 48

    jam. Pembacaan hasil pengamatan dilakukan pada 24 jam dan 48 jam inkubasi,

    untuk melihat terjadinya perubahan warna pada masing-masing tube dari API

    50CH yang disebabkan oleh perubahan warna dari indikator. Apabila terjadi

  • 35

    perubahan warna dari merah keunguan menjadi kuning maka pengujian dikatakan

    positif (+) membentuk asam, kecuali untuk pengujian esculin (tube nomor 25),

    pengujian dikatakan positif (+) apabila terjadi perubahan warna dari merah

    keunguan menjadi hitam. Hasilnya merupakan profil biokimia yang digunakan

    untuk mengidentifikasi spesies BAL dengan melihat Tabel pada produk kit API

    50CH atau menggunakan software identifikasi APIWEB (Widiada, 2006).

    4.4.2.4 Total Kapang/khamir

    Total kapang/khamir ditentukan dengan metode permukaan (Wibowo dan

    Ristanto, 1988; Fardiaz, 1993) dengan menggunakan media MEA (Malt Extract

    Agar). Media agar steril terlebih dahulu dituangkan ke dalam cawan petri steril

    dan dibiarkan memadat. Sebanyak 1 ml sampel kecap ikan dimasukkan ke dalam

    botol pengencer yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis ( 0,85% NaCl)

    sehingga diperoleh pengenceran 10-1 kemudian dikocok sampai homogen,

    selanjutnya dipipet sebanyak 1ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang

    berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga diperoleh pengenceran 10-2.

    Demikian seterusnya sampai tingkat pengenceran yang dikehendaki. Sebanyak 0,1

    ml dari masing-masing seri pengenceran dipipet ke dalam cawan petri dan

    diratakan dengan batang gelas melengkung steril, kemudian diinkubasikan dalam

    inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 300C selama 2 5 hari.

    Total kapang/khamir per ml kecap ikan diamati dan dihitung dengan

    mengalikan jumlah koloni per cawan dengan besarnya pengenceran dan dikalikan

    10.

  • 36

    4.4.3 Analisis Biokimiawi Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

    4.4.3.1 Penentuan Total Asam

    Penentuan total asam dilakukan dengan metode titrasi (AOAC, 1995).

    Sebanyak 10 g sampel kecap ikan lemuru diencerkan pada labu takar dengan

    aquadest sampai volumenya menjadi 100 ml, kemudian digojog dan disaring

    dengan kertas saring. Filtrat yang didapat diambil sebanyak 10 ml dan ditampung

    dalam erlenmeyer dengan penambahan 2 tetes indikator phenolphtalein 1%.

    Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga mencapai warna merah

    muda yang tidak hilang. Total asam dihitung sebagai asam laktat dengan rumus :

    ml NaOH X N. NaOH X BM Asam laktat X P Total Asam (%) = X 100% mg Sampel

    Keterangan : N = Normalitas NaOH BM = Berat molekul asam laktat (90,08) P = Pengenceran

    4.4.3.2 Penentuan Derajat Keasaman (pH)

    Pengukuran pH dilakukan dengan mempergunakan alat pH meter (TOA

    ion meter IM 40S) yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan pH

    7. Sampel kecap ikan lemuru sebanyak 10 ml diencerkan dengan 10 ml aquades

    dan dihomogenkan. Selanjutnya larutan tersebut diukur dengan alat pH meter

    (AOAC, 1995).

  • 37

    4.4.3.3 Penentuan Kadar Protein Terlarut

    Penentuan kadar protein terlarut kecap ikan lemuru dilakukan dengan

    metode biuret (Apriyantono et al., 1988; Sudarmadji et al., 1997), dengan

    prosedur sebagai berikut :

    a. Pembuatan Kurve Standar

    Kedalam tabung reaksi dimasukkan masing-masing 0 (blanko), 0,1, 0,2,

    0,4, 0,6, 0,8, dan 1 ml larutan protein standar (larutan serum albumin

    dengan konsentrasi 5 mg/ml). Selanjutnya ditambahkan aquades hingga

    volume total masing-masing 4 ml, ditambahkan 6 ml pereaksi biuret

    kedalam masing-masing tabung reaksi dan dikocok hingga tercampur

    merata. Tabung reaksi disimpan pada suhu 37oC selama 30 menit sampai

    terbentuk warna ungu dengan sempurna. Pengukuran absorbansinya

    dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

    gelombang 520 nm.

    b. Persiapan Sampel

    Satu ml sampel kecap ikan dipipet dan didistribusikan kedalam tabung

    reaksi seperti pada penetapan kurve standar. Kedalam masing-masing

    tabung reaksi ditambahkan 1 ml Trichloroacetic Acid (TCA) 10%

    sehingga protein akan terdenaturasi. Selanjutnya tabung reaksi

    disentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit sampai protein yang

    terdenaturasi mengendap, supernatannya dibuang dengan cara dekantasi.

    Sebanyak 2 ml etil eter ditambahkan kedalam endapan yang dihasilkan

    dan dicampur hingga merata, lalu disentrifuge kembali. Proses ini akan

    membantu menghilangkan residu TCA. Endapan yang dihasilkan

  • 38

    dibiarkan mengering pada suhu kamar. Kedalam endapan kering

    ditambahkan 4 ml aquades dan 6 ml pereaksi biuret. Alkali dalam

    pereaksi akan melarutkan endapan yang tersisa.

    c. Penetapan sampel

    Penetapan sampel dilakukan dengan mengukur absorbansi masing-masing

    sampel yang telah dipersiapkan dengan menggunakan spektrofotometer

    pada panjang gelombang 520 nm, seperti pada penetapan kurve standar.

    4.4.4 Penyajian dan Analisis Data

    Data yang diperoleh dari serangkaian pengujian dianalisis dan dipaparkan

    secara deskriptif dan data ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar atau photo.

  • 39

    BAB V

    HASIL PENELITIAN

    5.1 Karakteristik Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

    Fermentasi yang dilakukan selama 3 bulan berpengaruh terhadap aspek

    mikrobiologis dan biokimiawi didalam kecap ikan lemuru. Mikroba yang ada

    dalam fermentasi dengan kadar garam tinggi sangat tergantung dari sumbernya.

    Pada proses pembuatan kecap ikan secara alami jumlah kapang, khamir dan

    bakteri tidak diketahui dengan pasti dan umumnya jumlahnya sedikit sehingga

    membutuhkan waktu fermentasi yang lama (Hidayat et al., 2006).

    5.1.1 Karakteristik Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru

    Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap total BAL, total

    khamir dan total kapang. Karakteristik mikrobiologis kecap ikan lemuru dapat

    dilihat pada Tabel 5.1.

    Tabel 5.1

    Karakteristik Mikrobiologis kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

    Lama Fermentasi (Bulan)

    Karakteristik Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru

    Total BAL (cfu/ml)

    Total Khamir (cfu/ml)

    Total Kapang (cfu/ml)

    0

    1

    2

    3

    1,58 x 105

    2,66 x 106

    8,0 x 104

    6,6 x 103

    9,3 x 103

    1,17 x 104

    6,55 x 103

    2,8 x 103

    Ttd*

    Ttd*

    Ttd*

    Ttd*

    Keterangan : Ttd* = Tidak terdeteksi (

  • 40

    Selama fermentasi kecap ikan lemuru, pada awal fermentasi (0 bulan) total

    BAL populasinya sebanyak 1,58 x 105 cfu/ml kemudian meningkat sampai

    dengan lama fermentasi 1 bulan dengan populasi sebanyak 2,66 x 106 cfu/ml

    kemudian menurun pada lama fermentasi 2 bulan dan 3 bulan dengan populasi

    sebanyak 8,0 x 104 cfu/ml dan 6,6 x 103 cfu/ml (Tabel 5.1). Total khamir yang

    pada awal fermentasi (0 bulan) populasinya pada kecap ikan sebanyak 9,3 x 103

    cfu/ml mengalami peningkatan sampai dengan fermentasi 1 bulan dengan

    populasi sebanyak 1,17 x 104 cfu/ml kemudian mengalami penurunan pada lama

    fermentasi 2 bulan dan 3 bulan dengan populasi masing-masing sebanyak 6,55 x

    103 cfu/ml dan 2,8 x 103 cfu/ml, sedangkan kapang pada kecap ikan yang

    ditumbuhkan pada media MEA tidak terdeteksi (

  • 41

    Keterangan : Tanda bar ( ) menunjukkan standar deviasi

    Gambar 5.1 Perubahan Pertumbuhan BAL dan khamir pada Kecap Ikan Lemuru

    Selama Fermentasi

    Gambar 5.2 Penampakan koloni BAL pada media MRSA

  • 42

    Gambar 5.3 Penampakan koloni khamir pada media MEA

    Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa selama fermentasi kecap

    ikan lemuru terjadi peningkatan nilai total asam yaitu dari 0,33% pada awal

    fermentasi (bulan ke 0) meningkat menjadi 1,01% pada akhir fermentasi (bulan ke

    3), seperti ditunjukkan pada Tabel 5.2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

    selama fermentasi kecap ikan lemuru pada suhu kamar terjadi penurunan nilai pH.

    Derajat keasaman (pH) tertinggi diperoleh pada lama fermentasi 0 bulan yaitu

    6,10, sedangkan pH terendah diperoleh pada lama fermentasi 3 bulan yaitu 5,02.

    Pada Tabel 5.2 juga dapat dilihat terjadi peningkatan kadar protein terlarut selama

    fermentasi kecap ikan lemuru mulai dari 0,34% pada fermentasi 0 bulan

    meningkat menjadi 1,66% pada lama fermentasi 3 bulan. Setelah dilakukan

    fermentasi kecap ikan lemuru selama 3 bulan dilakukan pula pengukuran

    beberapa parameter biokimiawi antara lain total protein diperoleh rata-rata

    11,21%, kadar garam 23,44%, dan kadar air sebesar 73,34%. Pengukuran

  • 43

    parameter tersebut dilakukan untuk mengetahui mutu kecap ikan yang dijadikan

    sebagai sumber isolat BAL.

    Tabel 5.2

    Karakteristik Biokimiawi kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

    Lama Fermentasi (Bulan)

    Karakteristik Biokimiawi Kecap Ikan Lemuru

    Total asam (%)

    Nilai pH Kadar Protein terlarut(%)

    0

    1

    2

    3

    0,33

    0,77

    0,96

    1,01

    6,10

    5,79

    5,62

    5,02

    0,34

    0,92

    1,49

    1,66

    5.2 Isolasi dan Identifikasi BAL

    Bakteri asam laktat yang tumbuh selama fermentasi kecap ikan lemuru

    dapat diisolasi setelah BAL ditumbuhkan pada media MRS agar dan

    diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 370C. Untuk mendapatkan koloni tunggal

    yang terpisah untuk keperluan karakterisasi, dilakukan pemisahan dengan

    menggunakan metode gores (streak for single colony) sehingga didapatkan isolat

    yang murni. Pemisahan koloni BAL dengan metode gores dapat dilihat pada

    Gambar 5.4.

  • 44

    Gambar 5.4 Pemisahan koloni BAL dengan metode gores

    Selama fermentasi kecap ikan lemuru, BAL yang berhasil diisolasi

    sebanyak 52 isolat. Seluruh isolat yang diisolasi, mempunyai bentuk morfologi

    yang sama yaitu berbentuk bulat (coccus) dengan susunan sel berpasangan dengan

    ciri khas terdapat formasi tetrad yang merupakan ciri khas dari Genus

    Pediococcus, Aerococcus dan Tetragenococcus (Wood dan Holzapfel, 1995;

    Rahayu dan Margino, 1997; Axelsson, 2004). Pada penelitian ini semua isolat

    yang berhasil diisolasi tidak menghasilkan gas pada uji produksi gas dari

    metabolisme glukosa, dengan demikian BAL yang diisolasi adalah BAL yang

    bersifat homofermentatif, katalase negatif, gram positif, non motil dan

    memproduksi asam.

    Berdasarkan hasil identifikasi spesies dengan menggunakan perangkat kit

    API 50 CH dan API 50 CHL medium versi 5.1 (biomerieoux) (Gambar 5.5) yang

    dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis menggunakan software APIWEB

    serta dengan memperhatikan data hasil karakterisasi BAL secara fenotifik, maka

  • 45

    selama fermentasi kecap ikan lemuru berhasil diidentifikasi dua spesies BAL

    indigenous yaitu Tetragenococcus halophilus (Pediococcus halophilus) dan

    Aerococcus viridans. Tetragenococcus halophilus yang diidentifikasi terdiri dari

    empat strain yaitu T. halophilus KI03, dengan kategori identifikasi baik (98,9%),

    T. halophilus KI29, dengan kategori identifikasi baik (92,0%), T. halophilus

    KI13, dengan kategori identifikasi baik (91,7%) dan T. halophilus KI31, dengan

    kategori identifikasi baik (99,9%), sedangkan A. viridans terdapat dalam dua

    strain yaitu A. viridans KI11, dengan kategori identifikasi baik (99.4%) dan A.

    viridans KI18, dengan kategori identifikasi baik (99,9%). Morfologi sel dari T.

    halophilus dan A. viridans dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7

    Gambar 5.5 Hasil identifikasi isolat BAL setelah 48 jam pasca inokulasi pada

    perangkat Kit API 50 CH. Reaksi positif ditunjukkan tanda

  • 46

    Gambar 5.6 Morfologi sel T. halophilus yang diisolasi dari kecap ikan lemuru (Pembesaran 1000x)

    Gambar 5.7 Morfologi sel A. viridans yang diisolasi dari kecap ikan lemuru (Pembesaran 1000x)

    5.3 Karakteristik BAL

    Pada penelitian ini setelah dilakukan isolasi BAL dari kecap ikan lemuru

    dilakukan karakterisasi BAL secara fenotifik. Isolat BAL hasil isolasi terdistribusi

    kedalam enam kelompok berdasarkan perbedaan pertumbuhan pada suhu, pH dan

    kadar garam yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 5.3. Berdasarkan data

    penelitian semua isolat yang berhasil diisolasi telah menunjukkan karakteristik

  • 47

    BAL yaitu uji katalase negatif, gram positif, bentuk sel coccus dan non motil.

    Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa semua spesies BAL yang berhasil

    diisolasi dari kecap ikan lemuru tidak memproduksi gas CO2 pada uji produksi

    gas dari fermentasi glukosa dengan menggunakan tabung durham sehingga

    spesies BAL tersebut tergolong BAL dengan pola fermentasi homofermentatif.

    Tabel 5.3

    Karakteristik fenotifik 6 kelompok BAL yang diisolasi dari kecap ikan lemuru

    Karakteristik Fenotifik

    Kelompok BAL (Jumlah isolat setiap kelompok)

    A B C D E F (17) (3) (1) (3) (27) (1)

    Fermentasi glukosa Produksi gas Produksi asam Pola fermentasi

    - - - - - - + + + + + + Ho Ho Ho Ho Ho Ho

    Pertumbuhan pada pH berbeda: pH 4,4 pH 6,5 pH 9,6

    0 t 0 0 0 0 t t t t t t t t t t t t

    Pertumbuhan pada suhu berbeda: Suhu 10oC Suhu 37oC Suhu 45oC

    0 t t t t 0 t t t t t t 0 0 0 t 0 0

    Pertumbuhan pada kadar garam media: Kadar garam 6,5% Kadar garam 18%

    t t t t t t t t 0 t t 0

    Keterangan : Ho = homofermentatif Isolat A= T. halophilus KI03 (17 isolat) Isolat B= T. halophilus KI29 (3 isolat) Isolat C= A. viridans KI11 (1 isolat) Isolat D= T. halophilus KI13 (3 isolat)

    t = tumbuh 0 = tidak tumbuh Isolat E= T. halophilus KI31 (27 isolat) Isolat F= A. viridans KI18 (1 isolat)

  • 48

    Spesies BAL tersebut juga mampu memproduksi asam karena mampu

    merubah warna media MRS broth yang sebelumnya ditambahkan indikator BCP

    dengan warna ungu menjadi berwarna kuning karena asam yang dihasilkan oleh

    BAL pada fermentasi glukosa dapat menurunkan pH media biakan ( Lay, 1994).

    Pada Tabel 5.3 dapat dilihat pada uji pertumbuhan dengan suhu, pH dan kadar

    garam media yang berbeda semua strain BAL tersebut dapat tumbuh dengan baik

    pada pH 6,5 dan 9,6, suhu 37oC dan kadar garam 6,5% b/v. Pengujian

    pertumbuhan pada media MRSA dapat dilihat pada Gambar 5.8.

    Gambar 5.8 Uji pertumbuhan isolat BAL pada media MRSA. Uji positif apabila tumbuh koloni pada media

    Pada pengujian pertumbuhan dengan kadar garam 18% b/v untuk

    membedakan genus Tetragenococcus (Pediococcus halophilus) dengan genus

    yang lain (Axelsson, 2004), diperoleh empat kelompok isolat yang mempunyai

    kemampuan untuk tumbuh pada kadar garam tinggi (18%) yaitu kelompok A (17

    isolat), B (3 isolat), D (3 isolat) dan kelompok E (27 isolat). Hasil identifikasi

  • 49

    spesies BAL dengan perangkat Kit API 50 CH dan API 50 CHL medium yang

    dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data dengan software APIWEB,

    diketahui isolat tersebut adalah Tetragenococcus halophilus (Pediococcus

    halophilus) dengan empat strain yang berbeda, sedangkan dua kelompok isolat

    yaitu kelompok C (1 isolat) dan kelompok F (1 isolat) tidak mampu tumbuh pada

    media MRSA dengan kadar garam 18% dan diidentifikasi sebagai spesies

    Aerococcus viridans dengan dua strain yang berbeda (Tabel 5.3).

    5.4 Suksesi Pertumbuhan BAL Selama Fermentasi Kecap Ikan Lemuru

    Selama fermentasi kecap ikan lemuru, spesies BAL yang tumbuh

    didalamnya telah memperlihatkan suksesi pertumbuhannya karena terjadi

    perubahan spesies atau strain BAL yang diisolasi. Suksesi pertumbuhan BAL

    selama fermentasi dapat dilihat pada Gambar 5.9. Pada awal fermentasi ( 0 bulan),

    berhasil diidentifikasi satu strain BAL yaitu T. halophilus KI03. Strain ini terlihat

    mendominasi BAL yang tumbuh didalam kecap ikan. Pada lama fermentasi 1

    bulan, terjadi perubahan spesies BAL yang tumbuh didalam kecap ikan lemuru

    yaitu menjadi dua spesies dengan strain yang berbeda. Strain BAL yang banyak

    tumbuh adalah T. halophilus KI13 dan T. halophilus KI31, sedangkan BAL yang

    pertumbuhannya sedikit yaitu T. halophilus KI29, A. viridans KI11 dan A.

    viridans KI18. Pada lama fermentasi 2 bulan, strain BAL yang masih dapat

    tumbuh yaitu T. halophilus KI29 dan T. halophilus KI31, sedangkan pada akhir

    fermentasi (3 bulan) strain BAL yang masih bertahan hidup adalah T. halophilus

    KI31.

  • 50

    Gambar 5.9 Suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama fermentasi kecap ikan

    lemuru

    Total masing-masing strain BAL indigenous yang tumbuh selama

    fermentasi kecap ikan lemuru yaitu Tetragenococcus halophilus KI03 (1,6 x 105

    cfu/ml), T. halophilus KI29 ( 2,8 x 105 cfu/ml ), T. halophilus KI13 (8,0 x 105

    cfu/ml), T. halophilus KI31 (1,1 x 106 cfu/ml), Aerococcus viridans KI11 (2,7 x

    105 cfu/ml), dan A. viridans KI18 (2,7 x 105 cfu/ml). Total populasi masing-

    masing spesies yaitu T. halophilus (2,4 x 106 cfu/ml) dan A. viridans (5,3 x 105

    cfu/ml) (Lampiran 2).

  • 51

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    6.1 Karakteristik Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

    6.1.1 Karakteristik Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru

    Aktivitas mikroba khususnya bakteri yang terdapat secara alamiah selama

    fermentasi kecap ikan mengakibatkan terjadinya proses fermentasi secara spontan.

    Bakteri yang terdapat didalam kecap ikan akan menghasilkan enzim sehingga

    terjadi degradasi komponen gizi yang terdapat pada ikan menjadi senyawa-

    senyawa yang lebih sederhana. Mikroba yang terdapat pada kecap ikan termasuk

    mikroba yang toleran terhadap garam yang tinggi (halofilik) yang anaerobik dan

    aerobik fakultatif, tumbuh pada suhu 28 45oC dengan kisaran pH pertumbuhan

    untuk hidup 6,5 7,5 (Rahayu et al., 1992). Mikroba yang ada dalam kecap ikan

    dengan kadar garam tinggi sangat tergantung dari sumbernya. Pada proses

    pembuatan kecap ikan secara alami jumlah bakteri, khamir dan kapang tidak

    diketahui dengan pasti dan umumnya jumlahnya sedikit sehingga membutuhkan

    waktu fermentasi yang lama (Hidayat et al., 2006). Bakteri merupakan mikroba

    yang pertama kali tumbuh dengan cepat dan akan memetabolisme gula yang

    dibebaskan dari perombakan karbohidrat (glikogen dan sukrosa) selama

    fermentasi. Pertumbuhan BAL akan menghasilkan asam laktat yang akan

    meningkatkan total asam kecap ikan. Kondisi ini akan membantu pertumbuhan

    khamir yang akan menghasilkan citarasa (flavor), aroma dan sedikit alkohol

    (Hidayat et al., 2006).

    51

  • 52

    Populasi BAL pada awal fermentasi (bulan ke 0) cukup tinggi dengan

    jumlah mencapai 1,58 x 105 cfu/ml kecap ikan. Populasi yang cukup tinggi ini

    disebabkan karena BAL secara alamiah sudah terdapat pada ikan lemuru dalam

    jumlah yang cukup untuk berlangsungnya proses fermentasi. Keberadaan BAL

    pada ikan sangat dipengaruhi oleh letak geografis, faktor ekologis dan jenis ikan.

    Sebagian besar BAL dalam keadaan normal merupakan bagian dari mikrobiota

    intestinal dari ikan sebagai penghasil bakteriosin dan efektif memberikan

    kontribusi dalam menjaga kesehatan biota laut (Ringo, 2004). Jumlah BAL

    meningkat dengan cepat sampai fermentasi 1 bulan yaitu mencapai 2,66 x 106

    cfu/ml kecap ikan yang kemudian mengalami penurunan populasi sampai

    fermentasi 3 bulan menjadi 6,6 x 103 cfu/ml kecap ikan lemuru seperti

    ditunjukkan pada Tabel 5.1. Pertumbuhan BAL yang cepat ini disebabkan oleh

    populasi BAL pada awal fermentasi cukup tinggi sehingga fase adaptasi dengan

    kadar garam yang tinggi pada pertumbuhannya menjadi lebih cepat (Fardiaz,

    1992). Pesatnya pertumbuhan BAL pada awal fermentasi juga dapat dipengaruhi

    oleh aktivitas spesies bakteri lain yang terdapat selama proses pembuatan kecap

    ikan seperti Bacillus, Staphylococcus dan Enterobacteria yang bersifat proteolitik

    dan lipolitik. Hasil degradasi protein dan lemak berupa asam-asam amino dan

    asam lemak dapat menstimulasi pertumbuhan BAL pada awal fermentasi. Bakteri

    asam laktat juga mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada pH rendah sehingga

    BAL dapat mendominasi proses fermentasi kecap ikan ( Jay, 1992). Jumlah BAL

    yang ada pada kecap ikan akan berkurang dengan semakin lamanya proses

    fermentasi, hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pembatas yaitu

    berkurangnya nutrisi dan terbentuknya asam (Adawiyah, 2007).

  • 53

    Khamir adalah mikroba aerob, akan tetapi fermentasi glukosa oleh khamir

    merupakan peristiwa anaerob yang pada kondisi anaerob proses fermentasi oleh

    khamir terjadi sangat intensif (Schlegel dan Schmidt, 1994). Pada penelitian ini

    total khamir yang pada awal fermentasi (0 bulan) populasinya pada kecap ikan

    sebanyak 9,3 x 103 cfu/ml mengalami peningkatan sampai dengan fermentasi 1

    bulan dengan populasi sebanyak 1,17 x 104 cfu/ml, kemudian mengalami

    penurunan pada lama fermentasi 2 bulan dan 3 bulan dengan populasi masing-

    masing sebanyak 6,55 x 103 cfu/ml dan 2,8 x 103 cfu/ml. Hasil penelitian ini

    menunjukkan bahwa pertumbuhan maksimum khamir terjadi pada lama

    fermentasi 1 bulan kemudian mengalami penurunan populasi dengan semakin

    lamanya proses fermentasi. Jumlah khamir yang ada pada kecap ikan akan

    berkurang, hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pembatas yaitu

    berkurangnya nutrisi dan terbentuknya asam (Adawiyah, 2007).

    Kapang halofilik merupakan salah satu mikroba yang terdapat pada

    produk pangan dengan kadar garam tinggi seperti halnya kecap ikan. Kapang ini

    dapat tumbuh aktif sampai kadar garam 20% dengan kadar garam minimal untuk

    pertumbuhannya 5 10%, suhu optimum untuk pertumbuhannya 30oC dan tidak

    dapat tumbuh pada suhu dibawah 5oC, dengan pH untuk pertumbuhannya 3,3

    7,4. Kapang halofilik tidak dapat menguraikan komponen ikan atau memproduksi

    bau busuk seperti pada proses pembuatan kecap kedelai tetapi jika dapat tumbuh

    selama fermentasi dapat menimbulkan penampakan ikan yang tidak disenangi dan

    dapat menurunkan mutu ikan (Rahayu et al., 1992). Pada penelitian ini, selama 3

    bulan fermentasi kecap ikan lemuru, kapang pada kecap ikan yang ditumbuhkan

    pada media MEA tidak terdeteksi (

  • 54

    sesuai dengan yang dilaporkan oleh Rusmalawati (2010) yang menyatakan bahwa

    selama fermentasi kecap abalone, kapang juga tidak terdeteksi. Kecap ikan lemuru

    pada penelitian ini dibuat dengan menggunakan kadar garam 20%. Kandungan

    garam yang tinggi dalam fermentasi ini akan menghambat pertumbuhan kapang

    yang terdapat pada kecap ikan dan dapat terhenti pertumbuhannya pada

    fermentasi 1 - 2 bulan. Kondisi ini akan membantu pertumbuhan bakteri dan

    khamir yang toleran terhadap kandungan garam yang tinggi pada kecap ikan

    (Hidayat et al., 2006).

    Dari hasil pengamatan karakteristik mikrobiologis kecap ikan lemuru

    (Lampiran 10) yang meliputi total BAL, total khamir dan total kapang yang

    diuji pada penelitian ini, kecap ikan lemuru setelah 3 bulan fermentasi yang dibuat

    menurut cara Suryani et al. (2005) dan dijadikan sebagai sumber isolat BAL telah

    memenuhi syarat mutu kecap ikan (Lampiran 9), dengan total BAL 6,6 x 103

    cfu/ml, total khamir 2,8 x 103 cfu/ml dan total kapang tidak terdeteksi (

  • 55

    kecap ikan disebabkan oleh pemecahan karbohidrat dalam bentuk glukosa dan

    fruktosa yang terdapat pada kecap ikan menjadi asam laktat oleh aktivitas BAL.

    Pada penelitian ini semua BAL yang berhasil diisolasi adalah BAL dengan pola

    fermentasi homofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif menguraikan

    glukosa melalui alur fruktosa 1,6-difosfat dengan bantuan enzim aldolase,

    memindahkan hidrogen yang terbentuk pada proses dehidrogenase

    gliserinaldehid-3-fosfat kepada piruvat, dengan enzim triosafosfat isomerase yaitu

    enzim laktat hidrogenase dan laktat rasemase, akan menjadi (D) laktat, (L) laktat

    atau (DL) laktat. Hanya sebagian kecil piruvat didekarboksilasi menjadi asam

    asetat, etanol, karbondioksida dan asetoin (Schlegel dan Schmidt, 1994; Ray,

    2004 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama fermentasi kecap ikan lemuru

    terjadi peningkatan nilai total asam yaitu dari 0,33% pada awal fermentasi (bulan

    ke 0) meningkat menjadi 1,01% pada akhir fermentasi (bulan ke 3). Peningkatan

    nilai total asam kecap ikan selama fermentasi juga dilaporkan oleh Kopermsub

    dan Yunchalard (2008) yang menyatakan bahwa pada plaa-som (produk

    fermentasi ikan khas Thailand), total asam meningkat dari 0,12% pada awal

    fermentasi menjadi 1,17% pada akhir fermentasi. Produksi asam laktat yang

    meningkat terus selama fermentasi disebabkan oleh karena BAL menguraikan

    glukosa dan fruktosa yang terdapat pada proses pembuatan kecap ikan menjadi

    asam laktat saja (oleh BAL homofermentatif) yang menghasilkan lebih dari 85%

    asam laktat dari metabolisme gula (Fardiaz, 1992; Jay, 1992). Hasil penelitian ini

    sesuai dengan pendapat Afrianto dan liviawaty (1993) yang menyatakan bahwa

    selama proses fermentasi ikan akan terbentuk asam-asam organik yang dapat

    memberikan citarasa yang khas, dan juga akan berfungsi sebagai bahan pengawet

  • 56

    pada produk ikan tersebut. Total asam dihitung berdasarkan total asam yang

    paling dominan terdapat pada bahan yang dianalisis (AOAC, 1995). Pada produk

    kecap ikan lemuru ini, total asam dihitung berdasarkan nilai total asam laktat

    dengan berat molekul 90,08.

    Proses fermentasi juga menyebabkan terjadinya perubahan nilai pH kecap

    ikan lemuru akibat adanya aktivitas metabolisme BAL selama fermentasi. Pada

    penelitian ini diperoleh hasil pH kecap ikan yang cenderung menurun dari 6,10

    menjadi 5,02 selama fermentasi 3 bulan seperti terlihat pada Tabel 5.2. Penurunan

    pH selama fermentasi kecap ikan lemuru dapat terjadi karena terbentuk dan

    terakumulasinya asam laktat yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme BAL

    pada produk kecap ikan. Asam laktat termasuk asam yang tergolong lemah dan

    dapat terdisosiasi dengan melepaskan ion hidrogen. Pelepasan ion hidrogen ini

    akan dapat mengubah keseimbangan larutan sehingga derajat keasaman (pH)

    kecap ikan menjadi rendah. Selama fermentasi, asam laktat yang terbentuk

    semakin meningkat, yang mengakibatkan semakin banyaknya asam yang

    terdisosiasi dengan melepaskan ion hidrogen sehingga selama fermentasi kecap

    ikan, pH akan menjadi semakin menurun. Derajat keasaman produk berhubungan

    erat dengan produksi asam organik oleh mikroba terutama asam laktat yang dapat

    menurunkan pH menjadi 5,0 atau kurang (Jay, 1992; Vaman dan Sutherland,

    1995). Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mampu tumbuh

    dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0 6,0 dengan pH optimum untuk

    pertumbuhannya pada pH 5,5 5,8. Dengan kondisi pH yang rendah, BAL akan

    mendominasi tumbuh pada media dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba

  • 57

    pembusuk dan pathogen sehingga produk fermentasi akan terhindar dari

    pembusukan dan aman untuk dikonsumsi ( Lactospore, 2003; Aryanta, 2007).

    Dari Tabel 5.2 juga dapat dilihat terjadi peningkatan kadar protein terlarut

    selama fermentasi kecap ikan lemuru mulai dari 0,34% pada awal fermentasi (0

    bulan) meningkat menjadi 0,92% setelah difermentasi 1 bulan, 1,49% pada

    fermentasi 2 bulan dan sebesar 1,66% pada akhir fermentasi 3 bulan. Peningkatan

    kadar protein terlarut selama fermentasi kecap ikan terjadi karena adanya garam

    yang dapat menarik air dari ikan, menaikkan konsentrasi zat-zat terlarut didalam

    cairan kecap ikan dan menaikkan konsentrasi substrat. Dengan adanya garam

    selama fermentasi ikan, pemecahan protein dapat dikontrol dengan cara

    menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan pathogen. Protein ikan pada

    proses pembuatan kecap ikan dapat berubah selama penggaraman karena

    terjadinya hidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sederhana (Ilminingtyas

    et al., 2000). Penguraian protein selama fermentasi tetap berjalan karena adanya

    aktivitas enzim-enzim autolitik dari ikan tersebut seperti enzim tripsin, katepsin,

    enzim protease, lipase dan aminase dari bakteri yang tahan terhadap garam

    (Buckle et al., 1987).

    Dari beberapa karakteristik biokimiawi yang diuji pada penelitian ini

    seperti terlihat pada Lampiran 10, kecap ikan lemuru yang dibuat menurut cara

    Suryani et al. (2005) dan dijadikan sebagai sumber isolat BAL telah mendekati

    syarat mutu kecap ikan seperti terlihat pada Lampiran 9, dengan nilai total asam

    1,01%, pH 5,02, kadar protein terlarut 1,66%, total protein 11,21%, kadar garam

    23,44% dan kadar air 73,34%.

  • 58

    6.2 Isolasi dan Identifikasi BAL

    Bakteri asam laktat merupakan kekayaan alam mikroba yang banyak

    tersebar di alam dan pada produk-produk pangan terfermentasi khas Indonesia.

    Eksplorasi BAL dari lingkungan alam dan produk pangan khas Indonesia

    dilakukan untuk meningkatkan jumlah koleksi kultur isolat tersebut yang nantinya

    berpotensi dapat dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

    dibidang kesehatan dan bioteknologi pangan. Kegiatan isolasi BAL dilakukan

    karena BAL dapat tumbuh pada berbagai sumber dan dapat berupa biakan murni

    atau dalam bentuk populasi campuran dan umumnya dilakukan pemurnian dengan

    cara menggores suspensi mikroba yang akan diisolasi pada lempengan agar untuk

    mendapatkan koloni yang terpisah (Lay, 1994; Waluyo, 2007).

    Pada penelitian ini isolasi dan identifikasi BAL dilakukan dari sumber

    berupa kecap ikan yang dibuat dari ikan lemuru (Sardinella longiceps) dengan

    tujuan untuk mendapatkan isolat BAL yang teridentifikasi dengan target untuk

    dikembangkan lebih lanjut sebagai kandidat kultur starter kecap ikan, sehingga

    masalah lamanya fermentasi kecap ikan dan terjadinya proses pembusukan selama

    proses fermentasi dapat teratasi. Pada penelitian ini berhasil diisolasi sebanyak 52

    isolat BAL. Setelah dilakukan karakterisasi dapat dibagi kedalam 6 kelompok

    isolat berdasarkan perbedaan kemampuan tumbuh pada suhu, pH dan kadar garam

    yang berbeda. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Apabila dilihat dari

    ciri morfologinya, semua isolat BAL tersebut menunjukkan ciri morfologi yang

    sama yaitu berbentuk bulat (coccus) dengan susunan sel berpasangan dengan ciri

    khas terdapat formasi tetrad yang merupakan ciri khas dari Genus Pediococcus,

    Aerococcus dan Tetragenococcus (Wood dan Holzapfel, 1995; Rahayu dan

  • 59

    Margino, 1997; Axelsson, 2004). Semua isolat BAL yang berhasil diisolasi

    tersebut juga menunjukkan ciri yang sama yaitu : uji katalase negatif, gram

    positif, bentuk sel bulat, non motil dan hasil uji fermentasi glukosa tidak

    memproduksi gas, memproduksi asam dengan pola fermentasi homofermentatif.

    Jumlah masing-masing kelompok isolat ternyata berbeda-beda. Kelompok A

    terdiri dari 17 isolat, kelompok B terdiri dari 3 isolat, kelompok C terdiri dari 1

    isolat, kelompok D terdiri dari 3 isolat, kelompok E dengan jumlah paling banyak

    yaitu 27 isolat dan kelompok F hanya terdiri dari 1 isolat. Berdasarkan hasil

    identifikasi dengan menggunakan kit API 50 CH