tutorial kulit kuning kelompok 4

37
MODUL I KULIT KUNING Skenario 1 Bayi Z (5 hari) dengan berat lahir 2500 gram, panjang badan 45 cm. Kulit dan konjungtiva klien nampak kuning sejak hari pertama sampai sekarang. A. KATA KUNCI 1. Bayi Z umur 5 hari 2. BBL 2500 g 3. PB 45 cm 4. Kulit dan konjungtiva nampak kuning sejak hari pertama sampai hari kelima (sekarang) B. Problem Tree 1 KULIT KUNING Penyakit- penyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning Struktur anatomi & fisiologi sehubungan dengan kulit kuning Etiologi dari kulit kuning Substansi biokimia yang berperan pada kulit kuning Patofisiolog i kulit kuning Gambaran histopatolog is dari gejala kulit kuning Pemeriksaan penunjang kulit kuning Penatalaksan aan kulit kuning Diagnosa medis yang mungkin muncul Konsep medis dan Askep berdasarkan kasus

Upload: anok-coker

Post on 09-Aug-2015

112 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

MODUL I

KULIT KUNING

Skenario 1

Bayi Z (5 hari) dengan berat lahir 2500 gram, panjang badan 45 cm. Kulit dan

konjungtiva klien nampak kuning sejak hari pertama sampai sekarang.

A. KATA KUNCI

1. Bayi Z umur 5 hari

2. BBL 2500 g

3. PB 45 cm

4. Kulit dan konjungtiva nampak kuning sejak hari pertama sampai hari kelima

(sekarang)

B. Problem Tree

1

KULIT KUNING

Penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala kulit

kuning

Struktur anatomi & fisiologi sehubungan dengan kulit kuning

Etiologi dari kulit kuning

Substansi biokimia yang berperan pada kulit

kuning

Patofisiologi kulit kuning

Gambaran histopatologis dari gejala kulit kuning

Pemeriksaan penunjang kulit kuning

Penatalaksanaan kulit kuning

Diagnosa medis yang mungkin muncul

Konsep medis dan Askep berdasarkan kasus

Page 2: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

C. PERTANYAAN PENTING

1. Sebutkan penyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning.

2. Jelaskan struktur anatomi dan fisiologi sehubungan dengan gejala kulit kuning.

3. Jelaskan etiologi dari gejala kulit kuning.

4. Jelaskan substansi biokimia yang berperan pada gejala kulit kuning.

5. Jelaskan patofisiologi dari gejala kulit kuning.

6. Jelaskan gambaran histopatologi dari gejala kulit kuning.

7. Sebutkan pemeriksaan penunjang pada gejala kulit kuning.

8. Jelaskan penatalaksanaan dari gejala kulit kuning.

9. Sebutkan diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus.

10. Jelaskan konsep medis dan asuhan keperawatan berdasarkan kasus.

D. JAWABAN PERTANYAAN PENTING

1. Penyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning

a. Ikterus Hemolitik, terjadi akibat peningkatan destruksi sel darah merah yang

menyebabkan pengaliran bilirubin yang sangat cepat kedalam darah sehingga hati

yang sekalipun fungsinya masih normal tidak mampu lagi mengeksresikan

bilirubin secepat proses pembentukannya,tipe ikterus ini dijumpai pada pasien-

pasien reaksi transfusi hemolitik dan kelainan hemolitik lainnya.

b. Ikterus hepatoseluler, disebabkan oleh ketidakmampuan sel hati yang rusak

untuk membersihkan bilirubin yang jumlahnya masih normal dari dalam darah.

Kerusakan sel hati dapat terjadi karena infeksi,seperti pada Hepatitis

virus(mis,hepatitis A,B,C,D atau E) atau virus lain yang menyerang

hati(mis,virus yellow fever,virus Epstein-Barr),sirosis hepatis.

c. Ikterus obstruktif, tipe ekstra hepatik dapat terjadi akibat penyumbatan saluran

empedu oleh batu empedu, proses imflamasi tumor atau oleh tekanan dari sebuah

organ yang membesar. Obstruksi tersebut dapat pula melibatkan saluran empedu

yang kecil di dalam hati (obstruksi intrahepatik).

d. Hiperbilirubinemia herediter, peningkatan kadar bilirubin serum

(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan juga dapat

menimbulkan ikterus. Sindrom gilbert, sindrom dubin johnson (ikterus idiopatik

kronis dengan pigmen dalam hati), sindrom rotor (hiperbilirubinemia-

terkonyugasi familial kronis tanpa pigmen dalam hati)

2

Page 3: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

e. Hipertensi portal dan asites, obstruksi aliran darah lewat hati yang rusak

mengakibatkan peningkatan tekanan darah (hipertensi portal) melalui sistem vena

porta, meskipun umumnya menyertai sirosis hepatis, jadi hipertensi portal dapat

pula terjadi pada penyakit hati nonsirosis. Terdapat dua keadaan yang terjadi

akibat hipertensi portal:

- Pembentukan varises (varikositas) esofagus, lambung dan henoroid.

- Penumpukan cairan (asites) dalam rongga abdomen.

2. Struktur anatomi dan fisiologi sehubungan dengan kulit kuning

a. Struktur Anatomi

Hati atau hepar adalah organ yang paling besar dalam tubuh, warnanya

coklat, dan beratnya kira2 1,5 kg. letaknya, bagian atas dalam organ abdomen

disebelah kanan bawah diagfragma. Hati terbagi atas 2 lapisan utama:

permukaan atas berbentuk cembung, terletak dibawah diagfragma, dan

permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura tranversus.

Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati,

selanjutnya hati dibagi 4 belahan: lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan

lobus kuadratus. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatica

dan vena porta. Arteri hepatica, keluar dari aorta dan memberi darah 1/5 darah

pada hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95%-100%, masuk ke hati akan

membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya

keluar sebagai vena hepatica. Vena porta, yang terbentuk dari linealis dan vena

mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati. Darah ini mempunyai

kejenuhan 70% sebab beberapa oksigei telah diambil limfe dan usus. Guna

darah ini membawa zat makanan kehati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan

usus halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm.

Empedu dibentuk dalam sela-sela kecil didalam sel hepar melalui kapiler

empedu yang halus/korekuli. Kandung empedu merupakan sebuah kantong

berbentuk terong dan merupakan membran berotot, letaknya daalam sebuah

lobus di sebelah permukaan bawah hati sampai pinggir depannya, panjangnya 8-

12 cm, lapisan empedu terdiri dari lapisan luar serosa/parietal, lapisan otot

bergaris, lapisan dalam mukosa/viceral disebut juga membran mukosa.

3

Page 4: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

Duktus sistikus, panjangnya kira-kira 31/2 cm yang berjalan dari lekuk

empedu berhubungan dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke

duodenum. Strekobilin memberi warna feses dan sebagian di absorbsi kembali

oleh darah dan warna pada urine disebut urobilin.

Bagian-bagian dari kandung empedu:

1) Fundus vesika velea, merupakan bagian kandung empedu paling akhir

setelah korpus vesika felea.

2) Korpus vesika felea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi

getah empedu.

3) Leher kandung kemih, merupakan leher dari kandung empedu yaitu saluran

pertama masuknya getah empedu ke kandung empedu.

4) Duktus sistikus, panjangnya kira-kira 33/4 cm berjalan dileher kandung

empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus, membentuk saluran

empedu ke duodenum

5) Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.

6) Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum.

Getah empedu, suatu cairan yang disekresi setiap hari oleh hati yang

dihasilkan setiap hari 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah

produksinya meningkat sewaktu mencerna lemak.

b. Fisiologi

Fungsi hati yaitu:

1) Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di

suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam

jaringan.

2) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan

urine

3) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen

4) Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam system

retikulumendotelium, dialirkan ke empedu

5) Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum,

dikelurkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine

6) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air

4

Page 5: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

Fungsi kandung empadu:

1) Sebagai persediaan getah empedu, membuat getah empedu menjadi kental.

2) Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati, jumlah setiap

hari dari setiap orang dikeluarkan 500-1000cc. sekresi digunakan untuk

mencerna lemak.

Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap:

1) Produksi : Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat

pemecahan haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada system retikulo

endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan

oleh bilirubin reduktase diubah menjdi  bilirubin. Merupakan bilirubin

indirek / tidak terkonjugasi.

2) Transportasi : Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam

aliran darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin),

selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim

hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada

membrane dan ditransfer menuju hepatosit.

3) Konjugasi : Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau

dikonjugasikan oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau

glukoroniltransferase menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat

polar dan larut dalam air.

4) Ekskresi : Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat

diekskresikan ke sistem empedu melalui membrane kanalikuler. Selanjutnya

dari system empedu diekskresikan melalui saluran empedu ke sistem

pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal

pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang

tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan

direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik.

3. Etiologi Dari Kulit Kuning

Pembuangan sel darah merah yang tua atau rusak dari aliran darah, terutama

dilakukan oleh empedu. Selama proses ini berlangsung, hemoglobin dipecah

menjadi bilirubin.

5

Page 6: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

Bilirubin dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai bagian dari

empedu. Jika proses pembuangan ini terganggu, bilirubin yang berlebihan akan

masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan kulit kuning (jaundice).

Kadar bilirubin yang tinggi dalam darah, bisa terjadi pada:

1. Peradangan atau kelainan lainnya di hati, yang mengganggu proses

pembuangannya ke dalam empedu

2. Penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor

3. Pemecahan sejumlah besar sel darah merah, seperti yang kadang terjadi pada bayi

baru lahir yang mengalami sakit kuning.

4. Substansi biokimia yang berperan pada penyakit kulit kuning

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan sel darah merah

(eritrosit ) yaitu HEM dan GLOBULIN. Hem terbagi lagi menjadi besi dan bilirubin.

Setelah pemecahan, bilirubin yang berada dalam darah dikenal dengan bilirubin

indirek ( tak larut dalam air ), kemudian bilirubin ini berikatan dengan albumin dan

masuk ke dalam hepar. Hepatosit mengeluarkan bilirubin indirek dalam darah dan

melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konyungasi ( pengikatan ) menjadi asam

glukoronat, sehingga bilirubin ini lebih larut dalam larutan yang encer, disebut

sebagai bilirubin direk. Bilirubin terkonyugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam

kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.

Dalam usus halus bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian

akan diekresikan ke dalam feses dan sebagian lagi akan di absorbsi lewat mukosa

intestinal ke dalam darah portal. Sebagian urobilinogen yang diserap kembali akan

disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi sistem enterohepatik).

Urobilinogen akan masuk ke sirkulasi sitemik dan masuk ke ginjal untuk di

eksresikan bersama urin.

Bila terjadi gangguan misalnya karena terjadi percepatan dalam pemecahan

erirosit meskipun fungsi hati normal akan menyebabkan hanya sebagian bilirubin

indirek yang akan masuk ke dalam hati sehingga bilirubin indirek tersebut akan

mengalir mengikuti sistim peredaran darah sistemik ke seluruh tubuh. Dan efek yang

tampak adalah perubahan warna kulit dan konjungtiva berwarna kuning dan

menyebabkan warna feses serta urin menjadi pucat. Begitu pula bila terjadi

gangguan pada hati maka hati tidak akan mampu mengubah bilirubin indirek

6

Page 7: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

menjadi bilirubin terkonyugasi sehingga bilirubin indirek juga akan mengalir

bersama system peredaran darah sistemik. Demikian pula halnya bila terjadi

hambatan oleh batu empedu pada saluran empedu.

5. Patofisiologi dari penyakit kulit kuning

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

Bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat

peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan

kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z

berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan

peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi

hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan

saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat

sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan

terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus

sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada

umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul

apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak

hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui

sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,

Hipoksia, dan Hipoglikemia.

6. Gambaran histopatologi dari gejala kulit kuning

Kulit kuning merupakan salah satu gejala yang ditimbulkan akibat kerusakan

atau disfungsi organ dalam sistem endokrin dan metabolik khususnya hati. Disfungsi

hati terjadi akibat kerusakan sel-sel parenkim hati yang bisa secara langsung

disebabkan oleh penyakit primer hati atau secara langsung oleh obstruksi aliran

7

Page 8: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

empedu atau gangguan sirkulasi hepatik. Disfungsi hati bisa bersifat akut atau

kronis.

Sel-sel parenkim hati akan bereaksi terhadap unsur-unsur yang paling toksik

melalui penggantian glikogen dengan lipid sehingga terjadi infiltrasi lemak dengan

dan atau kematian sel. Keadaan ini sering disertai dengan infiltrasi sel radang dan

pertumbuhan jaringan fibrosis. Regenerasi sel dapat terjadi jika proses perjalanan

penyakit tidak terlampau toksik bagi sel-sel hati . Hasil akhir penyakit parenkim hati

yang kronis adalah pengecilan dan fibrosis hati yang tampak pada sirosis.

Manifestasi disfungsi hepatoseluler berupa perubahan fungsi metabolik dan

eksretorik hati. Konsentrasi bilirubin akan meninggi sehingga menimbulkan ikterus

(perubahan warna kulit, membran mukosa, skelera dan jaringan lainnya menjadi

kuning) . Keadaan ini terjadi akibat obstruksi saluran-saluran empedu intrahepatik.

7. Pemeriksaan penunjang pada penyakit kulit kuning

Pemeriksaan pigmen :

- Bilirubin serum, direk 0-0,3 mg/dl (0-5,1 µmol/L)

- Bilirubin serum, total 0-0,9 mg/dl (1,7-20,5µmol/L)

- Bilirubin urine 0 (0)

- Bilirubin feses 40-200 mg/24 jam (0,068-0,34 mmol/24

jam)

Pemeriksaan protein :

- Protein total serum 7,0-7,5 g/dl (70-75 g/L)

- Albumin serum 3,5-5,5 g/dl (35-55 g/L)

- Globulin serum 1,5-3,0 g/dl (15-30 g/L)

- Elektroforesis protein serum 3,2-5,6 g/dl (32-56 g/L)

Albumin

Ó 1 – Globulin 0,1-0,4 g/dl ( 1-4 g/L)

Ó 2 – Globulin 0,4-1,2 g/dl (4-12 g/L)

Β – Globulin 0,5-1,1 g/dl (5-11 g/L)

Ρ – Globulin 0,5-1,6 g/dl ( 5-16 g/L)

Rasio albumin / globulin ( A/G ) A>G atau 1,5 : 1 – 2,5 :1

8

Page 9: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

Pemeriksaan serum transferase atau transaminase:

AST atau SGOT 10-40 unit (4,8-19 U/L)

ALT atau SGPT 5-35 unit (2,4-17 U/L)

LDH 165-400 unit (80-192 U/L)

Ammonia serum 20-120µg/dl (11,1-67,0µmol/L)

Kolesterol 150-250 mg/dl (3,90-6,50 mmol/L)

Ester 60% dari total kolesterol (fraksi total

kolesterol: 0,60)

Pemeriksaan tambahan:

- Pemeriksaan barium esophagus

- Foto rontgen abdomen

- Pemindahan hati dengan preparat techmetium, emes atau rose Bengal yang

berlabel radioaktif

- Kolesistogram dan kolangiogram

- Arteriografi pembuluh darah seliaka (celiac axis)

- Splenoportogram (venografi portal lienalis)

8. Penatalaksanaan dari penyakit kulit kuning

a. Penanganan secara Non Farmakologi :

1) Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari).

2) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah

diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk

mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur

posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan

penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap.

Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi

tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai

kedinginan.

3) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral

dini.

4) Fototerapi : terdiri atas pemberian lampu fluoresen ke kulit bayi yang

terpajan. Cahaya membantu eksresi bilirubin dengan cara fotoisomerasi,

9

Page 10: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

yang mengubah struktur bilirubin menjadi bentuk larut ( lumirubin ) agar

eksresinya lebih mudah.

b. Penanganan secara farmakologi

1) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui trasfusi tukar.

2) Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin,

misalnya glukosa pada keadaan hipoglikemia atau menambahkan bahan

untuk memperbaiki transportasi bilirubin misalnya albumin.

3) Stimulasi proses konjungasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital.

9. Diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus

Diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus adalah ikterus

neonatorum.

10. Konsep Medis dan Asuhan Keperawatan Ikterus Neonatorum

Konsep Medis Ikterus Neonatorum

a. Pengertian

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan

mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu

bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi

bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

b. Klasifikasi

Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat

adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5

mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya

mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk

selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke

5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan

diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan

sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis,

kecuali:

10

Page 11: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

1) Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan

2) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi

kurang bulan >10 mg/dL.

3) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam

4) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL

5) Ikterus menetap pada usia >2 minggu

6) Terdapat faktor risiko

Ikterus Patologis

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1) Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan

2) Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL / 24 jam

3) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang

bulan >10 mg/dL.

4) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL

5) Ikterus menetap pada usia >2 minggu

6) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi

G6PD, atau sepsis)

7) Ikterus yang disertai oleh:

- Berat lahir <2000 gram

- Masa gestasi 36 minggu

- Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)

- Infeksi

- Trauma lahir pada kepala

- Hipoglikemia, hiperkarbia

- Hiperosmolaritas darah

8) Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau

>14 hari (pada NKB).

Kernicterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak

akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,

talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar

11

Page 12: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar,

letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher

kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,

kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada

nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.

c. Etiologi dan Faktor Resiko

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru

lahir, karena:

1) Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih

banyak dan berumur lebih pendek.

2) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim

glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum

adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

3) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim

glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis) dapat

disebabkan oleh faktor/keadaan:

1) Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,

defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

2) Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi

intra uterin.

3) Polisitemia

4) Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir

5) Ibu diabetes

6) Asidosis

7) Hipoksia/asfiksia

8) Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

1) Faktor Maternal

12

Page 13: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani)

b) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

c) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

d) ASI

2) Faktor Perinatal

a) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

b) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

3) Faktor Neonatus

a) Prematuritas

b) Faktor genetik

c) Polisitemia

d) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl- alkohol, sulfisoxazol)

e) Rendahnya asupan ASI

f) Hipoglikemia

g) Hipoalbuminemia

d. Patofisiologi

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan

beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan

bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya

umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau

terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin

plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini

terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya

pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang

memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan

gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronil transferase) atau bayi

menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau

sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan

jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat

indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin

tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini

13

Page 14: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui

sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin

tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan

mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.

Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan

saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.

e. Tanda dan Gejala

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.

Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1) Dehidrasi

Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)

2) Pucat

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan

darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.

3) Trauma lahir

Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4) Pletorik (penumpukan darah)

Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali

pusat, bayi KMK

5) Letargik dan gejala sepsis lainnya

6) Petekiae (bintik merah di kulit)

Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7) Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati

8) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

9) Omfalitis (peradangan umbilikus)

10) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)

11) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)

12) Feses dempul disertai urin warna coklat

Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian

hepatologi.

f. Penatalaksanaan

14

Page 15: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

Penanganan secara Non Farmakologi :

1) Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari).

2) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah

diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk

mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur

posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan

penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap.

Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi

tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai

kedinginan.

3) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral

dini.

4) Fototerapi : terdiri atas pemberian lampu fluoresen ke kulit bayi yang

terpajan. Cahaya membantu eksresi bilirubin dengan cara fotoisomerasi,

yang mengubah struktur bilirubin menjadi bentuk larut ( lumirubin ) agar

eksresinya lebih mudah.

Penanganan secara farmakologi

1) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui trasfusi tukar.

2) Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin,

misalnya glukosa pada keadaan hipoglikemia atau menambahkan bahan

untuk memperbaiki transportasi bilirubin misalnya albumin.

3) Stimulasi proses konjungasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital.

i. Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

1) Pengawasan antenatal yang baik.

2) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa

kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan

lain-lain.

3) Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4) Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

5) Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

6) Pemberian makanan yang dini.

15

Page 16: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

7) Pencegahan infeksi.

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Ikterus Neonatorum

1. Pengkajiana. Riwayat orang tua :

Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,

Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.

b. Pemeriksaan Fisik :

Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks

menyusui yang lemah, Iritabilitas.

c. Pengkajian Psikososial :

Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua

merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.

d. Pengetahuan Keluarga meliputi :

Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal

keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,

kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatana. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan kadar bilirubin dalam darah

berhubungan dengan kondisi fisiologis.

Tujuan : Kadar bilirubin dalam batas normal

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

2) Monitor bilirubin serum

3) Berikan minum / Asi ekstra

4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi

b. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)

berhubungan dengan efek fototerapi

Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan

Intervensi :

1) Beri suhu lingkungan yang netral

2) pertahankan suhu antara 35,50 - 370C

16

Page 17: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

3) cek tanda-tanda vital tiap 2 jam

c. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan

hiperbilirubinemia

Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan

Intervensi :

1) Kaji warna kulit tiap 8 jam

2) pantau bilirubin direk dan indirek

3) rubah posisi setiap 2 jam

4) masase daerah yang menonjol

5) jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.

d. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan

pemisahan

Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang

tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.

Intervensi :

1) Bawa bayi ke ibu untuk disusui

2) buka tutup mata saat disusui stimulasi sosial dengan ibu

3) anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya

4) libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan

5) dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.

e. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang

pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan.

Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi

gejala- gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan

Intervensi :

1) beri penyuluhan pada orang tua mengenai proses penyakit, pengobatan\

2) Berian suport mental

3) Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi

f. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma persepsi sensorik

17

Page 18: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

penglihatan berhubungan dengan efek samping fototherapi

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan

Intervensi :

1) Kaji efek samping foto terapi

2) Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya

3) biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah

genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan

cahaya

4) usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir

5) buka penutup mata apabila diberi minum atau saat tidak di bawah sinar

untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam;

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan berdasarkan Kasus:

a. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan kadar bilirubin dalam darah

berhubungan dengan kondisi fisiologis.

Tujuan : Kadar bilirubin dalam batas normal

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

2) Monitor bilirubin serum

3) Berikan minum / Asi ekstra

4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi

b. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang

pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan.

Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi

gejala- gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan

Intervensi :

1) beri penyuluhan pada orang tua mengenai proses penyakit, pengobatan\

2) Berian suport mental

3) Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi

E. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

Mahasiswa mampu:

18

Page 19: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

1. Menyebutkan penyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning.

2. Menjelaskan struktur anatomi dan fisiologi sehubungan dengan gejala kulit kuning.

3. Menjelaskan etiologi dari gejala kulit kuning.

4. Menjelaskan substansi biokimia yang berperan pada gejala kulit kuning.

5. Menjelaskan patofisiologi dari gejala kulit kuning.

6. Menjelaskan gambaran histopatologi dari gejala kulit kuning.

7. Sebutkan pemeriksaan penunjang pada gejala kulit kuning.

8. Menjelaskan penatalaksanaan dari gejala kulit kuning.

9. Menjelaskan diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus.

10. Menjelaskan konsep medis dan asuhan keperawatan berdasarkan kasus.

F. INFORMASI TAMBAHAN

1. Klasifikasi ikterus

2. Penilaian Ikterus Menurut Kramer

3. Alur Tata laksana pada Ikterus Neonatorum

4. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

5. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

6. Indikasi tranfusi tukar berdasarkan kadar bilirubin serum

7. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

G. KLARIFIKASI INFORMASI

1. Klasifikasi Ikterus

Tanya dan Lihat Tanda / Gejala Klasifikasi

Mulai kapan ikterus ?

Daerah mana yang ikterus ?

Bayinya kurang bulan ?

Warna tinja ?

Ikterus segera setelah lahir

Ikterus pada 2 hari pertama

Ikterus pada usia > 14 hari

Ikterus lutut/ siku/ lebih

Bayi kurang bulan

Tinja pucat

Ikterus patologis

Ikterus usia 3-13 hari

Tanda patologis (-)

Ikterus fisiologis

19

Page 20: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam :

Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna

untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)

2. Penilaian Ikterus Menurut Kramer

Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk

penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam bagian yang

dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit,

tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk

telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari

telunjuk di tempat yang tulang hidung,

Hubungan kadar bilirubin dengan ikterusDerajat Ikterus

Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin (rata-rata)

Aterm Prematur123

4

5

Kepala sampai leherKepala, badan sampai dengan umbilikusKepala, badan, paha sampai dengan lututKepala, badan, ekstremitas sampai dengan prgelangan tangan dan kakiKepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari

5,48,911,8

15,8

-9,411,4

13,3

(Sumber: Rachma F. Boedjang, Penatalaksanaan Ikterus Neonatal, Ikterus pada

Neonatus, FKUI, 1984.)

20

Page 21: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

3. Alur Tata laksana pada Ikterus Neonatorum

21

Page 22: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

Usia Bayi Cukup Bulan Sehat Dengan Faktor Risikoa

mg/dL µmol/l mg/dL µmol/l

Hari ke-2 15 260 13 220Hari ke-3 18 310 16 270

Hari ke-4 dan

20 340 17 290

4. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

Hari ke-1 Kuning terlihat pada bagian tubuh manapunb

a faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum

kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.

b Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat

pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai

ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu

menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

5. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan (gr) Kadar Bilirubin (mg/dL)

< 1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama

1000 – 1500 7 – 9

1500 – 2000 10 – 12

2000 – 2500 13 – 15

6. Indikasi tranfusi tukar berdasarkan kadar bilirubin serum

Usia Bayi cukup bulan sehatmg/dl

Dengan faktor resikomg/dl

Hari ke-1 15 13Hari ke-2 25 15Hari ke-3 30 20Hari ke-4 dan seterusnya

30 20

7. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan (gram) Kadar bilirubin (mg/dl)<1000 10-121000-1500 12-151500-2000 15-182000-2500 18-20

22

Page 23: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

H. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI

Kulit kuning merupakan suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah

mengalami peningkatan yang abnormal. Berbagai penyakit yang menimbulkan gejala

kulit kuning yaitu :

a. Ikterus Hemolitik

b. Ikterus hepatoseluler

c. Ikterus obstruktif

d. Hiperbilirubinemia herediter

e. Hipertensi portal dan asites

Berdasarkan hasil diskusi dan kumpulan berbagai teori tentang kulit kuning dan

mengacu pada skenario kasus yang kami dapatkan tentang kulit kuning maka kami

memutuskan kasus tersebut masuk dalam tanda dan gejala penyakit ikterus neonatorum

fisiologis.

23

Page 24: Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline. Management of

hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics

2004;114:297-316

Brunner & Sudart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

http://medicastore.com/penyakit/264/Sakit_Kuning_Jaundice.html

24