trauma muskuloskletal

Download Trauma MuskuloSkletal

If you can't read please download the document

Upload: william-aditya

Post on 03-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

1

Created by dr. Doni Kurniawan

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

PENDAHULUANTrauma muskuloskeletal berat menunjukkan gaya besar yang mengenai tubuh (ex : penderita dengan patah tulang panjang di atas dan di bawah diafragma mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita cedera internal). Fraktur pelvis yang tidak stabil dan fraktur femur yang bergeser dapat disertai dengan perdarahan yang banyak (dapat menimbulkan gangguan hemodinamik).

Crush injury berat menyebabkan pelepasan mioglobin yang akan mengendap pada tubulus renalis dan menimbulkan kegagalan ginjal. Pembengkakan di dalam rongga muskulofasial dapat menimbulkan sindroma kompartemen yang akut (jika tidak segera terdiagnosis dan ditindak akan berakir dengan kehilangan anggota gerak). Emboli lemak sebagai komplikasi patah tulang panjang jarang ditemukan tetapi sangat letal karena timbulnya gagal paru dan gangguan fungsi otak.

PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASISelama primary survey, perdarahan harus dikenal dan dihentikan. Kerusakan pada jaringan lunak dapat mengenai pembuluh darah besar dan menimbulkan kehilangan darah yang banyak (menghentikan perdarahan yang terbaik adalah dengan melakukan tekanan langsung).

Patah tulang panjang dapat menimbulkan perdarahan yang berat. Fraktur kedua femur dapat menimbulkan kehilangan darah di dalam tungkai sampai 3 - 4 unit (menimbulkan syok kelas III). Pemasangan bidai yang baik akan dapat menurunkan perdarahan secara nyata dengan mengurangi pergerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar fraktur. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril umurnnya dapat menghentikan perdarahan . Resusitasi cairan yang agresif merupakan hal yang penting disamping usaha menghentikan perdarahan.

III. TINDAKAN TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEYImobilisasi frakturTujuan adalah meluruskan ekstremitas yang cedera dalam posisi se-anatomis mungkin dan mencegah gerak yang berlebihan pada tempat fraktur (akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan extremitas dan mempertahankannya dengan alat imobilisasi). Pemakaian bidai secara benar akan membantu menghentikan perdarahan, mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.

Dislokasi sendi umumnya perlu dibidai dalam posisi yang ditemukan. Jika reposisi tertutup berhasil mengembalikan posisi sendi, imobilisasi dalam posisi anatomis dapat dikerjakan dengan bidai yang tersedia (bantal atau gips dapat dipakai untuk mempertahankan posisi ekstremitas yang belum dilakukan reposisi).

Foto ronsenUmumnya pemeriksaan ronsen pada trauma skeletal merupakan bagian dari secondary survey. Jenis dan saat pemeriksaan ronsen dilakukan ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik serta mekanisme trauma. Foto pelvis AP perlu dikerjakan segera pada penderita trauma multipel dengan syok dan sumber perdarahan yang belum dapat ditentukan.

IV. SECONDARY SURVEY

A. Riwayat1. Mekanisme traumaLingkungan(1) apakah penderita terkena trauma termal (panas atau dingin),. (2) apakah terkena gas atau bahan-bahan beracun, (3) pecahan kaca (yang juga dapat mencederai penolong), (4) sumbersumber kontaminasi (kotoran, feces binatang, air tawar atau laut).

Keadaan Sebelum trauma dan faktor predisposisi

Riwayat AMPLE : (1) kemampuan fisik dan tingkat aktivitas, (2) penggunaan obat dan alkohol, (3) masalah ekonomi dan penyakit lain, (4) trauma musculoskeletal sebelumnya.

Observasi dan pelayanan pra rumah sakit

Hasil penemuan di tempat kejadian : (1) posisi penderita ditemukan, (2) perdarahan atau tumpahan darah di tempat kejadian dan perkiraan banyaknya, (3) tulang atau ujung patah tulang yang keluar, (4) luka terbuka dan kemungkinannya berhubungan dengan patah tulang yang nyata atau tersembunyi, (5) dislokasi atau deformitas, (6) ada tidaknya gangguan motorik dan sensorik pada setiap anggota gerak, (7) adanya kelambatan transportasi atau ekstrikasi.

Observasi dan tindakan pra rumah sakit : (1) perubahan fungsi ekstremitas (perfusi atau status neurologi terutama setelah imobilisasi atau selama transfer ke rumah sakit), (2) reposisi fraktur atau dislokasi selama ekstrikasi atau pemasangan bidai di tempat kejadian, (3) pembalutan dan pemasangan bidai dengan perhatian kusus pada tekanan di atas tonjolan tulang yang dapat mengakibatkan cedera tekanan pada saraf perifer, sindroma kompartemen atau crush syndrome.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan cedera ekstremitas (tujuan) : (1) menemukan masalah mengancam nyawa (primary survey), (2) menemukan masalah yang mengancam ekstremitas (secondary survey), (3) pemeriksaan ulang secara sistematis untuk menghindari luputnya trauma muskuloskeletal yang lain (re-evaluasi berlanjut).

Pemeriksaan trauma muskuloskeletal (4 komponen yang diperiksa) : (1) kulit yang melindungi penderita dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular, (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang.

Lihat dan tanyaMemeriksa dengan melihat : (1) warna dan perfusi, (2) luka, (3) deformitas (angulasi, pemendekan), (4) pembengkakan, (5) perubahan warna atau memar.

Penilaian keseluruhanan penderita yang dilakukan dengan cepat, akan dapat menemukan perdarahan aktif. Bila bagian distal ekstremitas pucat atau putih menunjukkan tidak adanya aliran darah arteri. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush syndrome dengan ancaman sindroma kompartemen. Pembengkakan sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang menutupi tulang merupakan tanda adanya trauma muskuloskeletal.Observasi gerakan motorik membantu menentukan adanya gangguan neurologi atau muskular (pada penderita tidak sadar bila tidak ada gerakan spontan maka ini mungkin satu-satunya tanda adanya gangguan fungsi). Penderita yang kooperatif gerakan aktif dan fungsi saraf perifer dapat diperiksa dengan menyuruh penderita menggerakan otot-otot besar (kemampuan menggerakkan sendi besar dengan ruang lingkup sendi yang penuh, menunjukkan hubungan otot-saraf yang utuh dan sendi yang stabil).

RabaPalpasi ekstremitas untuk memeriksa sensorik (fungsi neurologi) dan daerah nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan lunak) . Kehilangan rasa raba dan nyeri menunjukkan adanya trauma spinal atau saraf tepi. Nyeri dan nyeri tekan diatas otot menunjukkan kontusi jaringan lunak atau fraktur. Adanya nyeri, nyeri tekan, pembengkakan, dan deformitas menyokong diagnosis fraktur. Jika ditemukan nyeri, nyeri tekan, disertai gerak abnormal maka diagnosis fraktur adalah pasti.

Pada saat melakukan log-rolling, punggung penderita diperiksa adanya laserasi, jarak yang melebar antar prosesus spinosus, hematoma, cacat/kerusakan di bagian belakang pelvis menunjukkan trauma skeletal aksial yang tidak stabil.Avulsi jaringan lunak dapat memisahkan kulit dari fasia dalam (menyebabkan pengumpulan darah yang cukup banyak). Crush injuries tampak abrasi atau memar kulit yang sesungguhnya terdapat kerusakan berat pada otot dan berpotensi terjadi sindroma kompartemen atau crush syndrome.Setiap gerakan abnormal melalui bagian persendian menunjukkan ruptur ligamen. Sendi dipalpasi untuk menentukan pembengkakan dan nyeri tekan dari ligamen atau cairan intra artikular. Selanjutnya secara hati-hati diperiksa ligamen secara lebih spesifik.

Pemeriksaan sirkulasiPulsasi bagian distal tiap ekstremitas diperiksa dengan palpasi dan diperiksa pengisian kapiler jari-jari. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler (probe ultrasonik yang tidak invasif dapat membedakan aliran darah dan cairan) Hasil pemeriksaan Doppler harus mempunyai kwalitas trifasik untuk memastikan tidak ada cedera di proximalnya (kehilangan rasa berbentuk kaus kaki atau sarung tangan merupakan tanda awal gangguan vaskular). Penderita dengan hemodinamik normal, perbedaan pulsasi, dingin, pucat, parestesi dan motorik yang abnormal menunjukkan trauma arteri.

Pemeriksaan Doppler di ankle/brachialis dengan index dibawah 0.9 menunjukkan aliran arteri yang tidak normal yang disebabkan oleh cedera atau penyakit vaskular perifer (ankle/brachial index ditentukan oleh tekanan sistolik tungkai yang cedera dibagi tekanan sistolik lengan yang tidak cedera yang diukur dengan Doppler). Auskultasi dapat menyatakan adanya bruit disertai thrill yang terasa.Foto ronsen

Pada tulang yang terletak pada permukaan bila ada rasa nyeri dan deformitas, besar kemungkinan ada fraktur (jika hemodinamik penderita normal boleh dikerjakan pemeriksaan ronsen). Efusi sendi, nyeri tekan di persendian atau deformitas menunjukkan adanya trauma sendi atau dislokasi (memerlukan pemeriksaan ronsen).

Bila ada gangguan vaskular atau ancaman kerusakan kulit maka pemeriksaan ronsen dapat ditunda (sering dijumpai pada fraktur dislokasi ankle). Reduksi segera atau meluruskan ekstremitas harus dikerjakan untuk mengembalikan aliran darah arteri dan mengurangi tekanan dikulit (jika dilakukan foto ronsen akan terjadi keterlambatan). Kelurusan dapat dipertahankan dengan teknik imobilisasi yang tepat.

tabel 1 DEFORMITAS KARENA DISLOKASI SENDISendiArahDefonmitasBahuAnteriorPosterioBersikuTerkunci dalam endorotasiSikuPosteriorOlekranon prominen diPosteriorPanggulAnteriorPosteriorFleksi, abduksi, eksorotasiFleksi, aduksi, endorotasiLututAnterior/PosteriorEkstensi, hilangnya bentukEnkel

Eksorotasi, maleolus medialismenonjolSendi subtalarPaling sering lateralKalkaneus geser ke lateral

V. TRAUMA EKSTREMITAS DENGAN POTENSI ANCAMAN NYAWAKerusakan Pelvis Berat dengan PerdarahanTrauma

Fraktur pelvis disertai perdarahan sering disebabkan fraktur sakroiliaka, dislokasi, atau fraktur sakrum yang kemudian akan menyebabkan kerusakan posterior osseus ligamentous complex (sendi sakroiliaka, sakrospinosus, sakrotuberosus atau dasar panggul yang fibro-muskular). Arah gaya yang membuka pelvic ring, akan merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang merobek sistem arteri iliaka interna (trauma kompresi anterior-posterior). Mekanisme trauma pelvic ring disebabkan tabrakan sepeda motor atau pejalan kaki yang ditabrak kendaraan, benturan langsung pada pelvis atau jatuh dari ketinggian lebih dari 12 feet (3.5 m).

Pada tabrakan kendaraan, mekanisme fraktur pelvis yang tersering adalah tekanan yang mengenai sisi lateral pelvis dan cenderung menyebabkan hemipelvis rotasi kedalam, mengecilkan rongga pelvis dan melepas regangan sistem vaskularisasi pelvis (lateral compression injury). Gerakan rotasi ini akan menyebabkan pubis mendesak ke arah sistem urogenital bawah (menyebabkan trauma uretra atau buli-buli). Trauma urogenital bagian bawah ini jarang menimbulkan kematian baik perdarahan yang terjadi maupun komplikasinya (sehingga tidak separah trauma pelvis yang tidak stabil).

Pemeriksaan

Hipotensi yang sebabnya tidak diketahui merupakan salah satu indikasi adanya disrupsi pelvis berat dengan instabilitas posterior ligamentous complex. Tanda klinis paling penting adalah adanya pembengkakan atau hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum atau perianal (mungkin akan ditemukan kegagalan resusitasi cairan inisial).

Tanda-tanda trauma pelvic ring yang tidak stabil adalah adanya patah tulang terbuka daerah pelvis (terutama daerah perineum, rektum, atau bokong), high riding prostate (prostat letak tinggi), perdarahan di meatus uretra, dan didapatkannya instabilitas mekanis.Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manual dari pelvis. Petunjuk awal adanya instabilitas mekanik adalah dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai (biasanya rotasi eksternal) sedangkan ekstremitas tersebut tidak fraktur. Hemipelvis yang tidak stabil akan tertarik ke atas oleh tarikan otot dan rotasi eksternal karena pengaruh sekunder dari gravitasi.Pelvis tidak stabil dapat dibuktikan dengan merapatkan krista iliaka pada spina iliaka anterior superior. Gerakan dapat dirasakan waktu memegang krista iliaka dan hemipelvis yang tidak stabil ditekan ke dalam atau keluar (manuver kompresi-distraksi). Pada disrupsi posterior, hemipelvis yang terkena dapat didorong ke kranial maupun kaudal. Gerakan ke-atas/bawah ini dapat dikenali dengan meraba spina iliaka posterior dan tuberkulum dan kemudian mendorong dan menarik pelvis. Pada fraktur pelvic ring yang tidak stabil mungkin ditemukan juga adanya kelainan neurologis atau luka terbuka di daerah punggung, perineum atau rektum (bila penderita sudah stabil, maka foto ronsen AP pelvis akan menunjang pemeriksaan klinis).

PengelolaanPengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan penghentian perdarahan dan resusitasi cairan. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan external counter pressure (pneumatic anti shock garment).

Teknik sederhana dapat dikerjakan untuk stabilisasi pelvis sebelum penderita dirujuk (traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan pertama). Karena cedera ini membuat hemipelvis mengalami eksorotasi, rotasi internal tungkai dapat mengecilkan volume pelvis. Prosedur ini dapat ditambah dengan memberi stabilitas langsung pada pelvis dengan memasang kain pembungkus sekitar pelvis yang berfungsi sebagai sling, vacum type long spine splinting device,atau PASG (cara sementara ini dapat membantu stabilisasi awal). Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan tampon untuk menghentikan perdarahan.

Perdarahan Besar ArterialTraumaLuka tusuk di ekstremitas dan Trauma tumpul yang menyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat menimbulkan trauma arteri (dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan didalam jaringan lunak).

PemeriksaanTrauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasi nadi yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi , dan perubahan pada pemeriksaan Doppler dan ankle/brachial index (ekstremitas yang dingin, pucat, dan pulsasi tidak ada di ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri). Hematoma yang membesar dengan cepat menunjukkan adanyan trauma vaskular.

PengelolaanPengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan yang agresif. Penggunaan tourniquet pneumatik secara bijaksana mungkin akan menolong menyelamatkan nyawa. Penggunaan klem vaskular ditempat perdarahan pada ruang gawat darurat tidak dianjurkan kecuali pembuluh darahnya terletak superfisial dan tampak dengan jelas.

Jika fraktur disertai luka terbuka yang berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut tekan di atas luka (dislokasi sendi harus langsung dibidai).

Crush Syndrome ( Rabdomiolisis Traumatika)Trauma

Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan pelepasan zat berbahaya hasil kerusakan otot (jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal). Kondisi ini terdapat pada keadaan crush injury dan kompresi lama pada sejumlah otot (yang tersering paha dan betis). Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia, pelepasan mioglobin dan zat toksik lainnya.

Pemeriksaan

Mioglobin menimbulkan urine berwarna gelap yang akan postif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Pemeriksaan khusus mioglobin perlu untuk menunjang diagnosis. Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovolemi, metabolik asidosis, hiperkalemia, hipokalsemia dan DIC (disseminated intravascular coagulation).

Pengelolaan

Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting untuk melindungi ginjal dari gagal ginjal (gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan diuresis osmotik untuk meningkatkan isi tubulus dan aliran urine). Pada kebanyakan penderita lebih baik mengusahakan akalinisasi urine dengan natrium bikarbonat untuk mengurangi pengendapan mioglobin di intratubulus.

VI. TRAUMA MENGANCAM EKSTREMITASA. Patah Tulang Terbuka dan Trauma Sendi1. Trauma

Pada patah tulang terbuka terdapat hubungan antara tulang dengan lingkungan luar. Otot dan kulit mengalami cedera dan beratnya kerusakan jaringan lunak ini akan berbanding lurus dengan energi yang menyebabkannya (kerusakan ini disertai kontaminasi bakteri, menyebabkan patah tulang terbuka mengalami masalah infeksi, gangguan penyembuhan dan gangguan fungsi).

2. Pemeriksaan

Diagnosis didasarkan atas riwayat trauma dan pemeriksaan fisik ekstremitas yang menemukan fraktur dengan luka terbuka (dengan atau tanpa kerusakan luas otot, serta kontaminasi).

Jika terdapat luka dan patah tulang di segmen yang sama, maka dianggap sebagai patah terbuka (sampai dinyatakan sebaliknya oleh ahli bedah). Jika terdapat luka terbuka didekat sendi, harus dianggap luka ini berhubungan dengan atau masuk kedalam sendi, dan (konsultasi bedah harus dikerjakan). Cara terbaik membuktikan hubungan luka terbuka dengan sendi adalah eksplorasi bedah dan pembersihan luka.

3. Pengelolaan

Setelah deskripsi luka dan trauma jaringan lunak, serta menentukan ada/tidaknya gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka segera dilakukan. Imobilisasi (segera konsultasi bedah). Penderita segera diresusitasi secara adekuat dan hemodinamik dibuat se-stabil mungkin (profilaksis tetanus segera diberikan, dan antibiotika diberikan setelah konsultasi dengan dokter bedah).

B. Trauma Vaskular (termasuk Amputasi Traumatika)1. Riwayat dan pemeriksaan

Trauma vaskular harus dicurigai jika terdapat insufisiensi vaskular yang menyertai trauma tumpul, remuk (crushing), puntiran, atau trauma tembus ekstremitas. Pada mulanya ekstremitas mungkin masih tampak "hidup" (viable) karena sirkulasi kolateral yang mencukupi afiran secara retrograd. Trauma vaslcular parsial menyebabkan ekstremitas bagian distal dingin, pengisian kapiler lambat, pulsasi melemah, dan ankle brachial index abnormal.

2. Pengelolaan

Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih dari 6 jam dan nekrosis akan segera terjadi (saraf juga sangat sensitif terhadap keadaan tanpa oksigen). Operasi revaskularisasi segera diperlukan untuk aliran darah pada ekstremitas distal yang terganggu (jika gangguan disertai frakfur, harus dikoreksi segera dengan meluruskan dan memasang bidai).

Jika terdapat gangguan vaskuler ekstremitas trauma setelah dipasang bidai atau gips (tandanya adalah menghilangnya atau melemahnya pulsasi), maka bidai, gips dan balutan yang menekan harus dilepaskan dan vaskularisasi dievaluasi. Jika trauma arteri disertai dislokasi sendi, dokter yang terlatih boleh melakukan reduksi dengan hati-hati (atau pasang bidai dan segera konsultasi bedah).

Penderita dengan trauma multipel yang memerlukan resusitasi intensif dan operasi gawat darurat bukan kandidat untuk reimplantasi. Reimplantasi biasanya dikerjakan untuk trauma ekstremitas distal, dibawah lutut atau. siku, bersih, dan akibat trauma. tajam.Anggota yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonik dan dibungkus dengan kasa steril dan dibasahi larutan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml Rihger laktat) . Setelah dibungkus dalam kasa stefil diletakkan dalam kantong plastik (kantong plastik ini dimasukkan dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita).

C. Sindroma Kompartemen1. Trauma

Akan ditemukan pada tempat dimana otot dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup (daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah, lengan bawah, kaki, tangan, regio glutea, dan paha).

Sindroma kompartemen terjadi bila tekanan di ruang osteofasial menimbulkan iskemia dan berikutnya nekrosis. Iskemia terjadi karena peningkatan isi kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstremitas yang iskemi, atau karena penurunan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar (ex : dari balutan yang menekan). Tahap akhir dari kerusakan neuromuskular disebut Volkman's ischemic contracture.

2. PemeriksaanGejala dan tanda sindroma kompartemen adalah (1) nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot, (2) parestesi di daerah distribusi saraf perifer yang terkena, (3) menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen tersebut, (4) tegang serta bengkak di daerah tersebut.Kelumpuhan atau parese otot dan hilangnya pulsasi (disebabkan oleh tekanan kompartemen melebihi tekanan sistolik ) merupakan tingkat lanjut dari sindroma kompartemen. Tekanan melebihi 35 - 45 mmHg menyebabkan penurunan aliran kapiler dan menimbulkan kerusakan otot dan saraf karena anoksia. Tekanan darah sistemik penting karena semakin rendah tekanan darah, makin rendah pula tekanan kompartemen yang diperlukan untuk dapat menimbulkan sindroma kompartemen (pengukuran tekanan diperlukan pada semua penderita dengan perubahan rasa nyeri).3. PengelolaanDibuka semua balutan yang menekan, gips dan bidai. Penderita harus diawasi dan diperiksa setiap 30 sampai 60 menit (jika tidak terdapat perbaikan, fasciotomi diperlukan).Sindroma kompartemen merupakan keadaan yang ditentukan oleh waktu (semakin tinggi dan semakin lama meningkatnya tekanan intrakompartemen, makin besar kerusakan neuromuskular dan hilangnya fungsi). Terlambat melakukan fasiotomi menimbulkan mioglobinemia (dapat menimbulkan menurunnya fungsi ginjal).

D. Trauma Neurologi akibat Fraktur Dislokasi1. TraumaFraktur atau/dan dislokasi, dapat menyebabkan trauma saraf yang disebabkan hubungan anatomi atau dekatnya posisi saraf dengan persendian (ex : nervus iskhiadikus dapat tertekan oleh dislokasi posterior sendi panggul, atau nervus aksilaris oleh dislokasi posterior sendi bahu).

2. PemeriksaanPada pemeriksaan biasanya akan didapatkan deformitas dari ekstremitas. Setiap saraf perifer yang besar, diperiksa fungsi motorik dan sensorik perlu diperiksa secara sistematik. Pemeriksaan otot termasuk palpasi otot yang berkontraksi.Yang terpenting pada pemeriksaan saraf adalah dokumentasi progresivitas (merupakan hal penting dalam penentuan keputusan untuk operasi)

3. Pengelolaan

Ekstremitas yang cedera harus segera di-imobilisasi dalam posisi dislokasi, kemudian dapat dilakukan reposisi, setelah reposisi fungsi saraf di-re-evaluasi dan ekstremitas dipasang bidai

tabel 2PEMERIKSAAN SARAF PERIFER PADA EKSTERMITAS SUPERIOR

SarafMotorikSensorikTraumaUlnarisAbduksi,KelingkingTrauma siku

telun'uk

Medianus,Aduksi danTelunjukDislokasidistaloposisi tenar

pergelangan

tan anMedianus,Fleksi ujung

Frakturinteroseatelunjuk

suprakondileranterior

(anak)MuskulokutFleksiLengan bawahDislokasianeussikubagian lateralsendi bahu

anteriorRadialisEkstensi ibuWeb space ke-1Humerus

jari, jari danbagian dorsaldistal,

sendi MCP

dislokasi

bahu anteriorAksilarisDeltoideBahuDislokasi

lateralbahu anterior,

fraktur

humerus

proksimal

tabel 3PEMERIKSAAN SARAF PERIFER PADA EKSTREMITAS INFERIOR

SarafMotorikSensorikTraumaFemoralisEkstensi lututLutut anteriorFraktur ramus pubisObturatoriusAduksi sendiMedial pahaFraktur cincin

panggul

obturatorTibialis posteriorFleksi jariTelapak kakiDislokasi lututPeroneusEversi ankleDorsum pedisDislokasi lutut,superfisial

ba ian lateralfraktur kolum fibulaPeroneusDorsofleksiWeb space ke 1Fraktur leher fibula,profundusank/e/jaridan 2 bagiansindrom

dorsalkom artemenIskhiadikusDorsofleksiKakiDislokasi sendi

plantar

panitgul posteriorGlutealis superiorAbduksi

Fraktur asetabulum

sendi

panggul

Glutealis inferiorEkstensi

Fraktur asetabulum

sendi

panggul,

gluteus

maksimus

VII. TRAUMA EKSTREMITAS YANG LAINA. Kontusio dan LaserasiKontusio umumnya dikenal karena ada nyeri dan penurunan fungsi (palpasi menunjukkan adanya pembengkakan lokal dan nyeri tekan, penderita tidak dapat mempergunakan otot itu dan terjadi penurunan fungsi karena nyeri). Kontusio diobati dengan istirahat dan pemakaian kompres dingin pada fase awal.

Resiko tetanus (pada luka) : (1) lebih dari 6 jam, (2) disertai kontusi dan atau abrasi, (3) dalamnya lebih dari lcm, (4) akibat peluru velositas tinggi, (5) luka panas atau dingin dan (6) adanya kontaminasi (terutama luka bakar dan luka dengan denervasi atau iskemia jaringan).

B. Trauma Sendi1. Trauma

Trauma sendi bukan dislokasi (sendi masih dalam konfigurasi anatomi normal tetapi terdapat trauma ligamen) biasanya tidak mengancam ekstremitas (walaupun dapat menurunkan fungsi ekstremitas).

2. Pemeriksaan

Biasanya ditemukan adanya riwayat gaya abnormal terhadap sendi (ex : tekanan terhadap tibia bagian anterior yang mendorong lutut kebelakang, tekanan terhadap bagian lateral tungkai yang menimbulkan regangan valgus pada lutut, atau jatuh dengan lengan ekstensi yang menimbulkan trauma hiperfleksi pada siku).Pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan pada ligamen yang.terkena. Hemartrosis biasanya akan ditemukan (kecuali bila kapsul sendi robek dimana perdarahan akan menyebar ke jaringan lunak). Test pasif dari ligamen membuktikan adanya instabilitas. Pada foto ronsen tidak akan ditemukan kelainan (bila ada fraktur avulsi pada inseisi ligamen mungkin akan dapat terlihat pada foto ronsen).

3. Pengelolaan

Trauma sendi harus di-imobilisasi (keadaan vaskular dan status neurologi distal pada tungkai yang cedera harus diperiksa).

C. Fraktur1. Trauma

fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menimbulkan gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri.

2. Pemeriksaan

Pemeriksaan ekstremitas didapatkan nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, dan gerakan abnormal di tempat fraktur.Riwayat dan pemeriksaan fisik dikonfirmasi dengan foto ronsen 2 view yang saling tegak lurus (foto ronsen harus mencakup sendi atas dan bawah tulang yang fraktur, untuk menyingkirkan dislokasi dan trauma lain).

3. Pengelolaan

a. Imobilisasi harus mencakup sendi di atas dan di bawah fraktur (setelah dipasang bidai, status neurulogi dan vaskular harus diperiksa).b. Konsultasi bedah diperlukan untuk pengobatan lebih lanjut.

VIII. PRINSIP IMOBILISASIFraktur tertentu dapat dipasang bidai khusus. PASG tidak dianjurkan sebagai bidai tugkai bawah (walaupun dapat berguna sebagai bidai sementara pada perdarahan dengan ancaman nyawa pada fraktur pelvis atau pada trauma ekstremitas berat dengan kerusakan jaringan lunak). Pemasangan lama (lebih dari 2 jam) pada tungkai penderita dengan hipotensi dapat menimbulkan sindroma kompartemen.Long spine board digunakan untuk penderita trauma multipel dengan kemungkinan atau terdapat trauma spinal yang tidak stabil, namun karena keras apalagi bila dipakai tanpa bantalan dapat menimbulkan dekubitus pada oksiput, skapula, sakrum dan tumit (karena itu sesegera mungkin penderita dipindahakan secara hati-hati ketempat yang lebih lembut, dengan memakai scoop strecher atau cara log rolling).

A. Fraktur FemurDilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint (traction splint menarik bagian distal tungkai di atas kulit pergelangan kaki. Di proximal, traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha). Tarikan yang berlebihan akan merusak kulit pada kaki, ankle, pangkal paha dan perineum. Gangguan neurovaskular terjadi karena tarikan saraf perifer.Fraktur kolum femoris dapat dilakukan imobilisasi dengan traction splint (tetapi lebih nyaman dengan traksi kulit atau traksi sepatu busa dengan posisi lutut sedikit fleksi). Cara paling sederhana adalah membidai tungkai yang trauma dengan tungkai sebelahnya.B. Trauma LututPemakaian bidai lutut atau long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan stabilitas (tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh, melainkan dalam fleksi kurang lebih 10 derajat untuk menghindari tekanan pada struktur neurovaskular).C. Fraktur Tibia

Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint (jika tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutut dan ankle).

D. Fraktur Ankle

Dapat di-imobilisai dengan bidai bantal atau karton dengan bantalan (menghindari tekanan pada daerah tulang yang menonjol).

E. Lengan dan Tangan

Tangan dapat dibidai sementara dalam posisi anatomis fungsional dengan pergelangan tangan sedikit dorsofleksi dan jari-jari fleksi 45 pada sendi metakarpofalangeal (posisi ini diperoleh dengan imobilisasi tangan dengan rol kasa dan bidai pendek). Lengan dan pergelangan tangan di-imobilisasi datar pada bidai dengan bantalan. Siku diimobilisasi pada posisi fleksi, memakai bidai dengan bantalan atau langsung di-imobilisasi ke badan memakai sling dan swath. Lengan atas dibidai dengan sling dan swath atau ditambah balutan torako-brakial. Bahu dilakukan imobilisasi dengan sling dan swath atau balutan Velpeau.

IX. KONTROL NYERI

Analgesia diperlukan untuk trauma sendi atau fraktur, walaupun pemberiannya tergantung keadaan klinis penderita. Pemasangan bidai yang tepat akan mengurangi rasa nyeri/tidak nyaman dengan menghambat gerak yang terjadi didaerah fraktur.

Penderita yang seolah-olah tidak kesakitan walaupun ada fraktur yang cukup berat, harus dicurigai adanya cedera lain (ex : lesi intrakranial, hipoksia, atau pengaruh alkohol dan obat-obatan).

X. TRAUMA PENYERTALangkah untuk memastikan adanya trauma penyerta dan pengelolaannya :Periksa riwayat trauma, terutama mekanismenya, untuk menentukan cedera lain yang mungkin ada.Periksa ulang semua ekstremitas dengan perhatian khusus untuk tangan, pergelangan tangan, kaki dan sendi di atas dan di bawah fraktur atau dislokasi.Periksa punggung penderita (termasuk tulang belakang dan pelvis). Perlukaan dan kerusakan jaringan lunak yang menunjuk pada ketidak-stabilan, harus dicatat.Periksa ulang foto ronsen yang telah dilakukan pada secondary survey (untuk menemukan trauma tersembunyi yang menyertai cedera yang tampak jelas).

tabel 4 TRAUMA PENYERTA

TraumaTrauma penyertaFraktur klavikula ,Trauma torakal berat, khususnyaFraktur skapularuptur aortaDislokasi / fraktur sendi

bahu

Fraktur vertebra torakalisRuptur aorta torakalisdisplaced

Fraktur spinalTrauma intra-abdominalFraktur/dislokasi sendi sikuTrauma a.brakialis

Trauma n.radialis, ulnaris atau

medianusFraktur pelvis beratTrauma abdomen, toraks atau( en endara mobilke alaFraktur pelvis beratPerdarahan pelvis(pengendara motor

Fraktur femurFraktur kolum femoris

Dislokasi sendi panggul posteriorDislokasi lutut posteriorFraktur femur

Dislokasi sendi panggul posteriorDislokasi lutut atauTrauma arteri atau n.popliteaFraktur plateau tibia yang

displaced

Fraktur kalkaneusFraktur atau trauma spinal

Fraktur dislokasi dari hindfoot

Fraktur lateau tibiaFraktur terbukaTrauma penyerta yang bukan

skeletal, insidens 70%XI. TRAUMA SKELETAL TERSEMBUNYIPada sendi dan tulang yang ditutupi jaringan otot yang tebal mungkin terdapat cedera tersembunyi. Fraktur yang undisplaced atau trauma sendi, terutama pada penderita tidak sadar atau cedera berat mungkin sulit terdiagnosis. Sering cedera ini baru diketahui setelah penderita dirawat beberapa hari (ex : ketika akan dimobilisasi).

XII. PERMASALAHANA. Trauma muskuloskeletal merupakan sumber perdarahan tersembunyi pada penderita yang dengan hemodinamik tidak normal. Tempat perdarahan tersembunyi adalah retroperitoneal dari trauma pelvic ring yang tidak stabil, paha pada fraktur femur , dan semua fraktur terbuka dengan kerusakan luas dari jaringan lunak. Perdarahan hebat ini dapat terjadi sebelum penderita mencapai rumah sakit.B. Sindroma kompartemen mengancam ekstremitas. Keadaan ini harus dapat dikenali dan segera melakukan konsultasi bedah. Keadaan ini mungkin tidak nampak bila penderita ada hipotensi.C. Meskipun pemeriksaan menyeluruh, trauma tersembunyi dan trauma penyerta dapat tidak terdiagnosis pada pemeriksaan awal penderita. Pemeriksaan berulang harus selalu dikerjakan .

XIII. RINGKASANTujuan pemeriksaan, dan pengelolaan awal trauma muskuloskeletal adalah melakukan identifikasi hal yang mengancam nyawa dan mengancam ekstremitas (sebagian besar trauma muskuloskeletal secara tepat didiagnosis dan ditangani pada secondary survey).Fraktur pelvis, trauma arteri, sindroma kompartemen, fraktur terbuka, crush injury dan fraktur dislokasi harus dilakukan diagnosis dengan tepat dan pengelolaan dengan cepat.

Skill Station XIIPEMERIKSAAN DAN PENGELOLAANTRAUMA MUSKULOSKELETAL

Kebutuhan Dasar dan Peralatan

Model hidup ( dapat dipakai salah seorang peserta sebagai penderita) - 1

Leg Traction Splint - 1Air splint atau bahan lain seperti gips,kayu, pnematik splint, sling, bandage, bahan-bahan padding, masing masing - 1Selimut.Stretcher atau brankar.Foto ronsen - ekstremitas dan pelvis ( dari ACS divisi ATLS) Kunci identifikasi foto ronsen.Box lampu untuk membaca foto ronsen.

Tujuan

Melakukan pemeriksaan cepat dari bagian-bagian penting sistem muskuloskeletal.Mengenal masalah life dan limb threatening injuries dari sistem muskuloskeletal, dan mempelajari pengelolaan awal trauma ini.Mengenal resiko sindroma kompartemen.

Prosedur

Melakuan pemeriksaan fisik sistem muskuloskeletal Memasang traction splintTinjauan dan diskusi seri foto ronsen dan identifikasi trauma.

Prosedur Ketrampilan InteraktifPEMERIKSAAN DAN PENGELOLAANTRAUMA MUSKULOSKELETAL

Tujuan Pembidaian :Mencegah kerusakan lebih lanjut jaringan lunak, menghentikan perdarahan dan mengurangi nyeri (memahami imobilisasi fraktur ekstremitas dengan memasang bidai merupakan alat resusitasi sekunder untuk membantu menghentikan perdarahan).

1. PEMERIKSAAN FISIKA. Melihat, Gambaran UmumPerdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada ekstremitas, kumpulan darah pada lantai atau brankar, balutan yang penuh darah, dan perdarahan yang terjadi selama ditranspor ke rumah sakit. Pemeriksa perlu menanyakan karakteristik terjadinya trauma dan pelayanan pra rumah sakit.Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf atau fraktur terbuka.Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau trauma sendi. Jenis trauma ini harus dibidai sebelum penderita dirujuk atau segera setelah aman.Warna ekstremitas perlu diperiksa . Adanya memar menunjukkan adanya trauma otot atau jaringan lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak atau hematoma.Gangguan vaskular mula-mula ditandai dengan pucat pada ekstremitas distal.Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma. Bila ada trauma saraf akan menampilkan posisi ekstremitas yang khas, misalnya trauma saraf radialis menimbulkan wrist drop, dan trauma saraf peroneus menimbulkan drop foot.Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan beratnya trauma. Dalam pengawasan, adanya gerakan spontan dapat menunjukkan adanya trauma yang tampak atau ters.4lubung. Misalnya pada trauma kepala penderita tidak mengikuti perintah dan tidak ada gerakan spontan ekstremitas, penderita ini mungkin ada trauma torakal atau lumbal.Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma Anak-anak dapat terjadi trauma lempeng epifisis atau patah tulang tersembunyi ( misalnya buckle fraktur ). Pada wanita dengan trauma pelvis, lebih besar kemungkinan cedera vagina dibandingkan cedera uretra.Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika pemasangan kateter sulit, penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan trauma traktus urinarius.

B. Raba

Ancaman jiwa dan ancaman ekstremitas disingkirkan terlebih dahulu. Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan , dan jarak yang menunjukkan potensi pelvis tidak stabil. Tes kompresidistraksi seperti menarik-mendorong pelvis dikerjakan sekali saja. Tes ini berbahaya karena terlepasnya bekuan darah dapat menimbulkan perdarahan baru.Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat. Adanya perbedaan atau abnormalitas harus dicatat. Pengisian kapiler yang normal ( kurang dari 2 detik ) di bawah kuku atau telapak tangan menandakan aliran darah di ekstremitas distal baik. Hilangnya pulsasi dengan pengisian kapiler normal menandakan ekstremitas viable , walaupun demikian konsultasi bedah perlu dilakukan. Jika pulsasi dan pengisian kapiler tidak ada diperlukan pembedahan gawat darurat.

Alat Doppler berguna untuk memeriksa pulsasi dan rasio ankle/ arm pressure. Tekanan darah diukur di ankle dan pada lengan yang sehat . Rasio yang normal > 0.9. Jika rasio < 0.9 terdapat potensi trauma, dan konsultasi bedah segera dilakukan.Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan adanya fraktur atau sindroma kompartemen. Dilakukan dengan palpasi yang lembut. Jika terdapat fraktur, penderita sadar akan mengeluh nyeri. Jika penderita tidak sadar , hanya teraba gerak abnormal. Sindroma kompartemen dicurigai jika teraba keras-tegang dan nyeri. Sindroma kompartemen dapat disertai fraktur.Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi secara aktif. Hal ini tidak perlu dikerjakan jika terdapat fraktur yang nyata atau deformitas, atau penderita tidak kooperatif. Setiap sendi dipalpasi untuk nyeri, bengkak, dan adanya cairan intar-artikular. Stabilitas sendi diperiksa dengan melakukan regangan lateral , medial, danpnterior -posterior. Segala deformitas atau dislokasi sendi harus dibidai dan dilakukan pemeriksaan ronsen sebelum melakukan pemeriksaan akan stabilitas.Pemeriksaan neurolgi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dicatat pada ekstremitas. Pemeriksaan diulang dan dicatat sesuai `indikasi dan keadaan klinis penderita. Sensasi diperiksa dengan rabaan / sentuhan dan tusukan pada setiap ekstremitas. Adanya trauma neurologis yang progresif menunjukkan ada masalah besar.CS - Sisi lateral dari lengan atas (juga N.axilaris)C6 - Sisi palmar ibu jari dan telunjuk (N.medianus)C7 - Sisi palmar jari tengah.C8 - Sisi palmar jari kelingking (N.ulnaris).Tl - Sisi dalam lengan bawah.L3 - Sisi dalam paha.L4 - Sisi dalam tungkai bawah, terutama diatas maleolus medialis.L5 - Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis) .S1 - Sisi lateral kaki.Pemeriksaan motorik ekstremitas yang harus dikerjakan;Abduksi bahu - N. axilaris, C5.Fleksi siku - N. muskulokutaneus,CS dan C6Ekstensi siku - N.radialis,C6, C7, dan C8.Tangan dan pergelangan - Kekuatan genggaman dorsofleksi pergelangan (N. radialis,C6) dan fleksi jari jari (N medianus dan ulnaris C7 dan C8). Aduksi dan abduksi jari - N ulnaris,C 8 dan.Tl.Ekstremitas bawah- dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki memeriksa N.peroneus profundus,LS, dan plantar fleksi memeriksa N. tibialis posterior, Sl.Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar. Pemeriksaan ini spesifik sesuai dengan gerakannya. ( lihat Bab.7)Pemeriksaan refleks tendo .Jangan lupa memeriksa punggung.

II. PRINSIP IMOBILISASI EKSTREMITASA. Periksa ABCDE dan terapi keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu.

B. Buka semua pakaian seluruhnya termasuk ekstremitas.Lepaskan jam, cincin, kalung dan semua yang dapat menjepit. Ingat cegah terjadinya hipotermia.

C. Periksa keadaan neurovaskular sebelum memasang bidai. Periksa pulsasi perdarahan eksternal yang harus dihentikan, dan periksa sensorik dan motorik dari ekstremitas.

D. Tutup luka dengan balutan steril.

E. Pilih jenis dan ukuran bidai yang sesuai dengan ekstremitas yang trauma. Bidai harus mencakup sendi di atas dan di bawah ekstremitas yang trauma.

F. Pasang bantalan di atas tonjolan tulang.

G. Bidai ekstremitas pada posisi yang ditemukan jika pulsasi distal ada. Jika pulsasi distal tidak ada, coba luruskan ekstremitas. Traksi secara hati-hati dan pertahankan sampai bidai terpasang.

H. Bidai dipasang pada ekstremitas yang telah lurus , jika belum lurus coba luruskan.

I. Jangan meluruskan secara paksa, jika mengalami kesulitan pasang bidai pada posisi yang ditemukan.

J. Konsulkan ke ahli Orthopedi.

K. Catat status neurovaskular sebelum dan setelah pemasangan bidai atau manipulasi.

L. Berikan profilaksis Tetanus.

III. MELURUSKAN DEFORMITAS

Prinsip meluruskan ekstremitas yang patah adalah mengembalikan panjang ekstremitas secara hati-hati dengan tarikan lurus mengoreksi angulasi dan rotasi (dengan mempertahankan secara manual pasang bidai dengan bantuan asisten).Ekstremitas AtasHumerusPegang siku dan tarik ke bawah, setelah lurus bidai dipasang dan lengan dipertahankan dengan sling dan swath ke dinding dada.

Lengan bawahTarik pergelangan tangan ke bawah dengan siku ditahan sebagai kontraksi. Bidai dipasang di lengan bawah dan dielevasikan

Ekstremitas BawahFemurLuruskan femur dengan melakukan traksi di daerah ankle jika tibia dan fibula tidak fraktur. Setelah spasme otot diatasi tungkai diluruskan dan rotasi dikoreksi. Tindakan ini memerlukan waktu beberapa menit tergantung dari besarnya penderita.

TibiaLakukan traksi di daerah ankle dan kontra-traksi di atas lutut, dikerjakan bila femur utuh.

Gangguan Vaskular dan NurologisFraktur disertai trauma neurovaskular perlu diluruskan dengan hati-hati. Konsultasi bedah segera dikerjakan. Jika trauma neurovaskular bertambah setelah diluruskan dan dibidai, bidai dilepas dan tungkai dikembalikan keposisi semula dimana aliran darah dan status neurologi maksimal. Ekstremitas diimobilisasi dalam posisi ini.

IV. PEMASANGAN TRACTION SPLINT

A. Pemasangan alat ini perlu dua orang, satu orang mempertahankan posisi tungkai dan seorang lagi memasang splint.

B. Lepaskan pakaian, termasuk sepatu agar seluruh ekstremitas terlihat. Tutup luka dengan balut steril dan periksa neurovaskular distal.

C. Bersihkan tonjolan tulang dan otot dari kotoran sebelum memasang traksi. Catat jika ada tulang yang keluar dan masuk ke jaringan lunak setelah ditraksi.

D. Ukur panjang splint melalui kaki yang sehat. Bagian atas dari ring diletakkan di bawah bokong dan tuberositas iskhium. Bagian distal splint di bawah ankle sepanjang 15 cm. Strap dipasang untuk menahan paha dan betis.

E. Femur diluruskan dengan menarik ankle, kemudian diangkat dan splint diletakkan di bawahnya. Proximal splint diletakkan pada tuberositas iskhium. Periksa ulang keadaan neurovaskular distal tungkai yang mengalami cedera.

F. Alat pengikat traksi dipasang di ankle dengan asisten tetap mempertahankan tarikan tungkai dengan strap terbawah lebih pendek dari atasnya.

G. Pasang penarik ankle pada pengait traksi, asisten tetap mempertahankan tarikan. Tarik traksi sampai tungkai stabil, atau nyeri dan spasme otot isi hilang.

H. Periksa status neurovaskular, jika perfusi distal menjadi buruk setelah pemasangan traksi, lepaskan / kurangi tarikan.

I. Pasang strap.

J. Status neurovaskular dievaluasi ulang secara terus menerus, dan dicatat setiap tindakan manipulasi tungkai.

K. Berikan pencegahan tetanus bila ada indikasi.

V. PEMERIKSAAN DAN PENGELOLAAN SINDROMA KOMPARTEMENYang penting diperhatikan :

Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat.Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa cedera luar atau fraktur yang jelas.Reevaluasi yang sering sangat penting.Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko terjadinya sindroma kompartemen.Tidak sadar atau dalam intubasi tidak dapat mengkomunikasikan tanda awal dari iskemia ekstremitas.Nyeri merupakan tanda awal mulainya iskemia kompartemen, terutama nyeri pada tarikan otot secara pasif.Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah kerusakan yang menetap telah terjadi.

Palpasi kompartemen otot (dibandingkan ketegangannya tungkai yang cedera dengan yang normal) :

Asimetri adalah tanda penemuan yang pentingPemeriksaan berulang dari ekstremitas yang cedera adalah hal pokok. Pengukuran tekanan intra kopartemen sangat membantu.Jika curiga sindroma kompartemen segera konsultasi bedah.

Dapatkan konsultasi bedah atau ortopedi segera.

VI. IDENTIFIKASI DAN PENGELOLAAN FRAKTUR PELVISIdentifikasi mekanisme trauma yang menyebabkan kemungkinan fraktur pelvis misalnya terlempar dari sepeda motor, crush injury, pejalan kaki ditabrak kendaraan, tabrakan sepeda motor.Periksa daerah pelvis adanya ekhimosis, perianal atau hematoma skrotal, darah di meatus uretra.Periksa tungkai akan adanya perbedaan panjang atau asimetri rotasi panggul.Lakukan pemeriksaan rektum, posisi dan mobilitas kelenjar prostat, teraba fraktur, atau adanya darah pada kotoran.Lakukan pemeriksaan vagina, raba fraktur, ukuran dan konsistensi uterus, adanya darah. Perlu diingat bahwa penderita mungkin hamil.Jika dijumpai kelainan pada B sampai E ,jika mekanisme trauma menunjang terjadinya fraktur pelvis , lakukan pemeriksaan ronsen pelvis AP .( mekanisme trauma dapat menjelaskan tipe fraktur).Jika B sampai E normal ,lakukan palpasi tulang pelvis untuk menemukan tempat nyeri.Tentukan stabilitas pelvis dengan hati-hati melakukan tekanan anteriorposterior dan lateral- medial pada SIAS.Pemeriksaan mobilitas aksial dengan melakukan dorongan dan tarikan tungkai secara hati-hati, tentukan stabilitas kranial - kaudal.Perhatian pemasangan kateter urine, jika tidak ada kontraindikasi , atau lakukan pemeriksaan retrograd uretrogram jika terdapat kecurigaan trauma uretra.Penilaian foto ronsen pelvis , perhatian kusus pada fraktur yang sering disertai kehilangan darah banyak , misalnya fraktur yang meningkatkan volume pelvis.

Cocokan identitas penderita pada film. Periksa foto secara sistematik;Lebar simfisis pubis - pemisahan lebih dari 1 cm menunjukan ada trauma pelvis posterior.Integritas ramus superior dan inferior pubis bilateral. Integritas asetabulum, kaput dan kolum femur. Simetri ileum dan lebarnya sendi sakroiliaka.Simetri foramen sakrum dengan evaluasi linea arkuata. Fraktur prosesus transversus L5.Ingat, karena tulang pelvis berbentuk lingkaran jarang kerusakan hanya pada satu tempat saja.Ingat ,fraktur yang meningkatkan volume pelvis, misalnya vertical shear- dan fraktur open-book, sering disertai perdarahan banyak.

K. Teknik mengurangi perdarahan dari fraktur pelvisCegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang.Tungkai bawa.h di rotasi kedalam untuk menutup fraktur open-book. Pasang bantalan pada tonjolan tulang dan ikat kedua tungkai yang dilakukan rotasi.

Tindakan ini akan mengurangi 'pergeseran simpisis , mengurangi volume pelvis, bermanfaat untuk tindakan sementara menunggu pegobatan definitif.Pasang dan kembangkan PASG. Alat ini bermanfaat untuk membawa / transpor penderita .Pasang external,frxator pelvis ( konsultasi orthopedi segera).Pasang traksi skeletal. (konsultasi orthopedi segera )Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi.Lakukan segera konsultasi bedah / orthopedi untuk menentukan prioritas.Letakkan bantal pasir dibawah bokong kiri-kanan jika tidak terdapat trauma tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain tidak tersedia.Pasang pelvic binder.Mengatur untuk transfer ke fasilitas terapi definitif jika tidak mampu melakukannya.

VI. IDENTIFIKASI TRAUMA ARTERIMengetahui bahwa iskemia merupakan ancaman tungkai dan mempunyai potensi ancaman nyawa.Palpasi pulsasi perifer bilateral. ( dorsalis pedis, tibialis anterior, femoral, radial dan brakialis ) akan simetri dan kualitas.Catat dan evaluasi adanya asimetri pulsasi perifer.Reevaluasi pulsasi perifer yang sering, terutama jika terdapat asimetri.Konsultasi bedah segera.