askep gangguan muskuloskletal pada klien amputasi

39
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Ganguan Sistem Muskuluskeletal Pada Pasien Amputasi 2.1.1. Pengertian Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten

Upload: fitriani

Post on 22-Jun-2015

45 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Ganguan Sistem Muskuluskeletal Pada Pasien Amputasi

2.1.1. Pengertian

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan

“pancung”.  Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh

sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang

dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada

ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain,

atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara

utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi

infeksi.

Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem

tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten

cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien

atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2.1.2. Etiologi

Sebab-sebab dilakukannya amputasi adalah sebagai berikut :

1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki

2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki

3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat

Page 2: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya

5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif

6. Deformitas organ.

2.1.3. Klasifikasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi 3 :

- Amputasi Selektif/Terencana

- Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan

mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.

Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

- Amputasi akibat trauma benda tajam dan tumpul

- Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak

direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi

lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

- Amputasi darurat

- Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.

Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat

seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan

kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Jenis amputasi yang dikenal adalah :

a. amputasiterbuka

Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat

dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.

Page 3: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

b. Amputasi tertutup

Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan

dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong

kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah

dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi

perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan

otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan

untuk penggunaan protese ( mungkin ).

Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang

mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada

klien sesuai dengan kompetensinya.

2.1.4. Tingkatan Amputasi

1. Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal

ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,

berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

2. Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-

jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua

letak amputasi yaitu :

a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)

Page 4: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic

limb dan inschemic limb.

b. Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasiendengan

penyakit vaskuler perifer.

2.1.5. Dampak Atau Masalah Terhadap Sistem Tubuh

Adapun pengaruhnya meliputi :

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan

penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah

sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar

dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini

menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada

bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas

menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan

yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk

menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan dieresis.

3. Sistem respirasi

a. Penurunan kapasitas paru Pada klien immobilisasi dalam posisi baring

terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut

dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.

Page 5: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

b. Perubahan perfusi setempat Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi

pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara

mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau

infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektif Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja

siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan

menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

4. Sistem Kardiovaskuler

a. Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik,

endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan

adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.

b. Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini

mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan

isi sekuncup.

c. Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer,

dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat,

vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah

banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang

bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak

cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun,

Page 6: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat

juga merasakan pingsan.

5. Sistem Muskuloskeletal

a. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler

memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada

jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme

akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

b. Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan

adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan

terjadinya atropi dan paralisis otot.

c. Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta

adanya keterbatasan gerak.

d. Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan

persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang

menipis dan tulang menjadi keropos.

6. Sistem Pencernaan

a. Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan

mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi

Page 7: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang

menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b. Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus

dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan

meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang

sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung

kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan

gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat

menyebabkan:

a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk

batu ginjal.

b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang

biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.

8. Sistem integument

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan

bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah

dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis

dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk

meningkatkan suplai darah.

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Page 8: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan

untuk menentukan tingkat yang terjadi untuk amputasi

a. Foto rontgen : mengidentifikasi abnormalitas tulang

b. CT Scan : mengidentifikasi lesi neoplastik, asteomelis, pembentukan

hematoma.

c. Aggiografi dan pemeriksaan aliran darah : mengevaluasi perubahan

sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkira kan potensial

penyembuhan jaringan setelah amputasi.

2.1.7. Indikasi dan Kontraindikasi

1. Indikasi

a. Rekuren lokal dari tumor primer high grade tana tanda metastasis.

b. Keterlibatan vaskuler utama.

c. Keterlibatan saraf utama.

d. Kontaminasi jaringan lunak yang luas saat eksisi dengan perdarahan

yang banyak.

e. Fraktur patologis.

f. Infeksi.

g. Sarkoma high grade

2. Kontra Indikasi

Kondisi umum yang buruk, sarkoma dengan metastasis (relatif)

3. Tehnik Operasi

a. Amputasi Atas Lutut

1) Pasien terlentang.

Page 9: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

2) Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan tulang

diatas lutut. Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak pada sisi

medial dan lateral paha. Batas osteotomi juga ditandai sebelum insisi.

3) Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal (tan jaringan

subkutan secara vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring sesuai

arch garis insisi menuju puncak irisan sampai tulang.Pembuluh darah

besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan sekitarnya kira-kira 2

cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable dan

dipotong dengan pisau serta dibiarkan masuk kembali ke jaringan

sekitarnya.

4) Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan

osteotomi dengan gergaji Gigh, dan tepi tulang di kikir untuk

menghilangkan tepi tajam.

5) Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi

ujung tulang. Quadriseps dan hamstring dijahitkan satu sama lain untuk

menutupi tulang. Adduktor ditendodesis dengan otot di ujung femur.

Tahap ini penting agar kekuatan dan kestabilan femur tetap terjaga.

6) Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.

7) Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump

b.      Amputasi Bawah Lutut

1) Pasien terlentang

Page 10: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

2) Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan

tulang dibawah lutut. Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak

pada sisi medial dan lateral paha. Batas osteotomi juga ditandai

sebelum insisi. Semakin panjang stump yang ditinggalkan, semakin

baik hasil fungsionalnya

3) Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal dan jaringan

subkutan secara vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring

sesuai arch garis insisi menuju puncak irisan sampai tulang.Pembuluh

darah besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan sekitarnya

kira-kira 2 cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen

nonabsorbable dan dipotong dengan pisau Bertadibiarkan masuk

kembali ke jaringan sekitarnya.

4) Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan

osteotomi dengan gergaji Gigli, dan tepi tulang di kikir untuk

menghilangkan tepi tajam. . Minimal 5 cm tibia diperlukan untuk

fungsi dan pemasangan prostesis. Fibula selalu dipotong lebih pendek

dari tibia.

5) Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi

ujung tulang.

6) Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.

7) Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump

2.1.8. Komplikasi

1. Perdarahan

Page 11: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi. Pada

insisional biopsi tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila perdarahan merembes dan

tidak dapat dijahit (jaringan rapuh), dilakukan penekanan dan balut tekan diatas

titik perdarahan

2. Infeksi

Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan tepat, atau

sudah ada infeksi di daerah yang di biopsy

2.1.9. Penatalaksanaan

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.

Ada dua cara perawatan post amputasi yaitu :

1.      Amputasi rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar

operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus

immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan

memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan

pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini

bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,

mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu,

setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini

dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya

perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter

bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada

Page 12: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang

kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.

2.      Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan

pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang

cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan

konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur,

melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan

menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut

setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien

diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya

jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita

diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu

diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

BAB III

Page 13: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH

MUSKULUSKELETAL “AMPUTASI”

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga

tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intra operatif, dan pada tahap postoperatif.

A. Preoperatif

Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya

untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan

operasi.

Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi

fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.

1. Pengkajian

a. Pengkajian Riwayat Kesehatan

Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat

mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus,

penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat

penggunaan rokok dan obat-obatan.

b. Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh

klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala

tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan

kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.

Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi  :

Page 14: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

SISTEM TUBUH KEGIATAN

Integumen :

Kulit secara umum.

Lokasi amputasi

Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.

Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.

Sistem Cardiovaskuler :

Cardiac reserve

Pembuluh darah

Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.

Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.

Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.

Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.

Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.

Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.

Memonitor intake dan output cairan.

Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.

Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.

Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

c.       Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual

Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada

kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi

kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan

dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya

hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga

Page 15: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin

timbul.

Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan

memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri

klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan

dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien

terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.

Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama

dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan

koping konstruktif.

Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya

gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah

klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang

penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya,

sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam

mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien

preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini.

d.      Laboratorik

Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau

melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan

dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar

dan fungsi jantung.

Page 16: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan

Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat

timbul antara lain :

a. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan

perioperatif.

Karakteristik penentu :

- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.

- Menyatakan kurang pemahaman.

- Meminta informasi.

Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.

Kriteria evaluasi :

- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.

- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.

INTERVENSI RASIONAL

Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.

Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.

Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien.

Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya.

Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.

Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.

b. Berduka yang  antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan

kehilangan akibat amputasi.

Page 17: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

Karakteristik penentu :

- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.

- Takut kecacatan.

- Rendah diri, menarik diri.

Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra

diri.

Kriteria evaluasi :

- Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.

- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.

INTERVENSI RASIONAL

Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup.

Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.

Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah.

Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi.

Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.

Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.

Meningkatkan dukungan mental.

Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

Page 18: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan

preoperatif antara lain :

1) Mengatasi nyeri

a) Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam

mengatsi nyeri.

b) Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.

c) Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan”

adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini

membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar

mengenakan kaki protese.

2) Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif

a) Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2

jam untuk mencegah kontraktur.

b) Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang

sehat ), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan

alat penyangga/kruk.

c) Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi

preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan

mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan

dari organ tubuh lain.

3) Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan

a) Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan

kepada tim bedah.

Page 19: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

b) Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu 

( karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi

mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit

jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang

terbuka ).

c) Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam

penggunaan protese.

d) Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas

dalam.

B. Intra Operatif

Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik

klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk

menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.

Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan,

pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas,

pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus

untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi

yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini

berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.

Page 20: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

C. Post Operatif

1.      Pengkajian

Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan

tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah

diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.

Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar

secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan

oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi

dan mencegah injuri.

Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya

perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat.

Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh

clot darah.

Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan

secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum

klien.

Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,

khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.

Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan

klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.

Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul

pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri

terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat

Page 21: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa

‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam

masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan

bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.

2.      Diagnosa keperawatan dan Perencanaan :

a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder

terhadap amputasi.

Karakteristik penentu :

o Menyatakan nyeri.

o Merintih, meringis.

Tujuan : nyeri hilang / berkurang.

Kriteria evaluasi : 1)   Menyatakan nyeri hilang.

2)   Ekspresi wajah rileks.

INTERVENSI RASIONAL

Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi. Bila terjadi nyeri panthom limb

Beri analgesik ( kolaboratif ).

Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada handuk dan menarik handuk dengan berlahan.

Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.

Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom limb.

Untuk menghilangkan nyeri

Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb

b. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder

terhadap amputasi

Karakteristik penentu :

Page 22: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

o Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.

o Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.

o Depresi.

Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.

Kriteria evaluasi :

o Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.

o Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.

INTERVENSI RASIONAL

Validasi masalah yang dialami klien.

Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan putung :

-  Perawatan luka.

-  Mandi.

-  Menggunakan pakaian.

Berikan dukungan moral.

Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.

Meninjau perkembangan klien.

Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.

Meningkatkan status mental klien.

Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.

c. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli

lemak berhubungan dengan amputasi

Karakteristik penentu :

      Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.

      Tujuan : tidak terjadi komplikasi.

      Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.

Page 23: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

INTERVENSI RASIONAL

Infeksi

Lakukan perawatan luka adekuat. Mencegah terjadinya infeksi.

Perdarahan

Pantau : -Masukan dan pengeluaran

cairan.- Tanda-tanda vital

tiap 4 jam.- Kondisi balutan

tiap 4-8 jam.

Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.

Sebagai monitor status hemodinamik

Indikator adanya perdaraham masif

Emboli lemak

Monitor pernafasan.

Persiapkan oksigen

Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu

Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin

Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.

Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.

Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :

1)      Melakukan perawatan luka postoperasi

o Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.

o Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang

digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).

2)      Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri

o Memberi dukungan psikologis.

o Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.

3)      Mencegah kontraktur

Page 24: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

o Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi

segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.

o Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk

meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari

terjadinya kontraktur.

4)      Aktivitas perawatan diri

o Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).

o Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.

o Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim

rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.

o Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.

o Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan

protese.

D.    Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Page 25: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

BAB

PENUTUP

A.          Kesimpulan

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan

bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam

proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan

sebaik-baiknya.

Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup

besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat

untuk memcapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus

benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam

menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.

B.           Saran

Saran kelompok kami dengan adannya makalah ini, sebagai mahasiswa

calon perawat. Diharapkan agar dapat mengerti asuhan keperawatan pada asien

dengan gangguan system muskuluskeletal “amputasi”. Dan melakukan tindakan

keperawatan  dengan baik dan benar. Sehingga meminimalkan terjadinya mal praktek

dan kesalahan dalam asuhan keperawatan yang dilakukan nantinya.

Page 26: Askep Gangguan Muskuloskletal Pada Klien Amputasi

DAFTAR PUSTAKA

http://bedahunmuh.wordpress.com /2010/05/19/debridement-dan-amputasi-        gangrene/

<diposting tanggal 22-okober-2010>

http://harnawatiaj.wordpress.com <diposting tanggal 22-okober-2010>

Smeltzer dan Brenda G. bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8.

Jakarta : EGC.