kedaruratan diabetik

28
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013 Keperawatan Gawat Darurat ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN KEDARURATAN DIABETIK Oleh : Kelas B Angkatan 2010 1. Ahmad S. Thaib 2. Alan Budianto 3. Anggun Reza M 4. Arsin R. Mahmud 5. Awaludin Pahrun 6. Debora A. Tololiu 7. Fahmid R Ishak 8. Fitrah Jelita 9. Gita Mentari Naidi 10. Iksan Lasima 11. Ismawati Alui 12. Mirnawati Madina 13. Mella O. Laiya 14. Mella V. Abdullah 15. Mentari Litti 16. Nesri J. Yusuf 17. Novi Valensia Daud 18. Niwayan Oktaviani 19. Nurfitrah Sunggungi 20. Nursatriati 21. Risnawaty Kama 22. Sri Apipatri Lahabu 23. Sutryaningsih 24. Tria Alviyunita Yusuf

Upload: fitrah-jelita

Post on 21-Jan-2016

53 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

keperawatan gawat darurat

TRANSCRIPT

Page 1: Kedaruratan Diabetik

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO2013

Keperawatan Gawat Darurat

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KLIEN DENGAN KEDARURATAN DIABETIK

Oleh :Kelas B Angkatan 2010

1. Ahmad S. Thaib2. Alan Budianto3. Anggun Reza M4. Arsin R. Mahmud5. Awaludin Pahrun6. Debora A. Tololiu7. Fahmid R Ishak8. Fitrah Jelita9. Gita Mentari Naidi10. Iksan Lasima11. Ismawati Alui12. Mirnawati Madina13. Mella O. Laiya14. Mella V. Abdullah15. Mentari Litti16. Nesri J. Yusuf17. Novi Valensia Daud18. Niwayan Oktaviani19. Nurfitrah Sunggungi20. Nursatriati21. Risnawaty Kama22. Sri Apipatri Lahabu23. Sutryaningsih24. Tria Alviyunita Yusuf

Page 2: Kedaruratan Diabetik

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KLIEN DENGAN KEDARURATAN DIABETIK

A. KONSEP MEDIS

1. DEFINISI

KetoAsidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang

ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi

insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes

mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia

osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.

2. ETIOLOGI

Dalam 50% kejadian KAD, kekurangan insulin, peningkatan konsumsi atau produksi

glukoasa, atau infeksi adalah faktor pencetus. Stressor-stressor utama lain yang dapat

mencetuskan diabetic ketoasidosis adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan

emosional.

3. PATOFISIOLOGI

Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya

jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes

ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang

pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini

akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk mnghilangkan glukosa yang

berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama – sama air dan

elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi

berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita

ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500

mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Page | 2

Page 3: Kedaruratan Diabetik

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam –

asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh

hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat

dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.

Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan

menimbulkan asidosis metabolik.

Defisit insulin dapat terjadi melalui beberapa tahap berikut:

Tahap awal

1. Defisit insulin menyebabkan penurunan transpor dan penggunaan glukosa pada banyak

sel tubuh

2. Level glukosa darah meningkat (hiperglikemia)

3. Kelebihan glukosa kemudian dibuang melalui urin (glukosuria) sehingga level filtrasi

glukosa melebihi kapasitas pengangkutan tubulus ginjal untuk menyerapnya kembali

4. Adanya glukosa dalam urin menyebabkan tekanan osmotik dalam filtrat, sehingga

meningkatkan volume urin yang dibuang (poliuria) dan mengakibatkan banyaknya

kehilangan cairan dan elektrolit dari jaringan

5. Hilangnya banyak cairan melalui urin dan tingginya kadar glukosa dalam darah

menyebabkan pelepasan molekul air dari sel-sel dan mengakibatkan terjadinya

dehidrasi

Page | 3

Page 4: Kedaruratan Diabetik

6. Dehidrasi menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsia)

7. Kurangnya zat gizi yang memasuki sel menyebabkan rangsangan nafsu makan

(polifagia)

Jika defisit insulin parah dan atau berkepanjangan maka proses diatas akan berlanjut

dan berkembang ke tahap yang lebih membahayakan. Hal ini sering terjadi pada pasien DM

tipe 1.

Efek Progresif

1. Kurangnya glukosa dalam sel menyebabkan katabolisme lemak dan protein yang

menyebabkan kelebihan asam lemak dan metabolitnya (keton) sehingga darah menjadi

lebih asam (ketoasidosis)

2. Keton berikatan dengan bufer bikarbonat dalam darah yang menyebabkan kadar

bikarbonat dalam darah menurun akibatnya pH darah juga menurun (lebih asam)

3. Beberapa keton diekskresikan melalui urin (ketonuria), dehidrasi semakin parah, tingkat

filtrasi glomerulus menurun, ekskresi asam lebih terbatas, mengakibatkan ketoasidosis

metabolik, dan berpotensi mengancam jiwa.

Hyperglikemic Hyperosmolar Non-Ketotic Coma (HHNK)

HHNK adalah koma diabetik dimana jumlah badan keton berada dalam level normal.

Hyperglikemia dan hiperosmolaritas yang parah dan dehidrasi berat tanpa disertai tanda-

tanda umum ketoasidosis. Hiperglikemia ini menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis

osmotik, dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

HHNK diantaranya:

1. Diabetes tipe 2

2. Infeksi 

3. Infark miokard

4. CVA

5. Ketidakmampuan mempertahankan cairan misal pada kasus imobilitas

6. Penyakit jantung atau ginjal

7. Insulin yang tidak memadai (stres, infeksi, trauma, luka bakar)

8. Penggunaan obat (glukokortikoid dan simpatomimetik)

9. Pemberian suplemen parenteral maupun enteral

10. Nyeri abdomen akut misal: pankreatitis akut, diverkulitis, pendarahan gastrointestinal

Page | 4

Page 5: Kedaruratan Diabetik

4. MANIFESTASI KLINIS

a. Hipoglikemia

1. Kelemahan dan pusing

2. Sakit kepala

3. Kebingungan

4. Kelelahan, apatis

5. Penurunan daya ingat

6. Inkoordinasi, ganguan keseimbangan gerak

7. Susah berbicara

8. Mudah tersinggung, gugup, agresif

9. Kejang dan koma

10. Lemah, denyut jantung cepat

11. Kulit dingin dan berkeringat

12. Tremor

13. Pupil berdilatasi

14. Onset cepat

15. Denyut jantung dari normal menjadi takikardia

16. Pernafasan normal kemudian melemah

17. Kadar glukosa darah kurang dari 4,0 mmol/L

b. Ketoasidosis

1. Poliuria

2. Polidipsia

3. Mual dan muntah

4. takikardia

5. Pernafasan Kusmaul

6. Kulit kering dan hangat

7. Penurunan berat badan

8. Koma

9. Letargi dan kebingungan

10. Demam dan nyeri abdomen

11. Kadar bikarbonat serum rendah

12. pH darah rendah

13. Tampak seperti terjadi keracunan

14. Oset lambat

Page | 5

Page 6: Kedaruratan Diabetik

15. Dehidrasi

16. Hipotensi

17. Kejang

5. PEMERIKSAAN FISIK

1. Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)

2. Hipotensi, Syok

3. Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)

4. Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)

5. Kesadaran bisa CM, letargi atau koma

6. Dehidrasi

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Analisa Darah

a. Glukosa

Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu. Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl

tetapi tidak > 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah

yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000

mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar

glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa

yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak

memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai

400-500 mg/dl.

b. pH rendah (6,8 -7,3)

Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan

Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD

adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat

diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan

Page | 6

Page 7: Kedaruratan Diabetik

lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk

menilai asidosis juga.

c. PCO2 turun (10 – 30 mmHg)

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah

(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi

respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan

keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam

darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion

untuk menilai derajat asidosis.

d. HCO3 turun (<15 mEg/L)

e. Keton serum positif, BUN naik. Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

f. Kreatinin naik

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi

pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN

serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi

renal.Pengobatan efektif kasus ketoasidosis diabetik yang hebat

g. Ht dan Hb naik

h. Leukositosis

i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.

Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.

Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya

memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330

mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

2. Elektrolit

a. Kalium dan Natrium

Dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi). Pada natrium

efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100

mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar

1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah

yang sesuai. Sedangkan kalium ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat

cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di

tingkat potasium.

b. Fosfor  lebih sering menurun

Page | 7

Page 8: Kedaruratan Diabetik

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme

kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

3. Urinalisa

a. Leukosit dalam urin

Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran

kencing yang mendasari.

b. Glukosa dalam urin

c. EKG gelombang T naik

d. MRI atau CT-scan

e. Foto toraks

4. PENATALAAKSANAAN

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan

ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan

ketat, KU jelek masuk HCU/ICU

1. Fase I/Gawat :

a. Rehidrasi

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan

resiko terjadinya edema serebri

1. Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama,

lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)

2. Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)

3. Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi

4. Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 – 48

jam).

5. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)

rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.

6. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

7. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya

8. Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%

9. Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)

10. Monitor keseimbangan cairan

b. Insulin

1. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.

Page | 8

Page 9: Kedaruratan Diabetik

2. Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)

3. Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic

4. Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali

5. Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD <  15 mEq/L ³250mg%,

Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3

6. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

7. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah

walaupun insulin belum diberikan.

8. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada

anak < 2 tahun.

9. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1

unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50

unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.

10. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100

mg/dL/jam.

11. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.

12. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target)

13. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan

D10 ½ Salin.

14. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

15. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.

16. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk

menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.

17. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang

kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan

respon pemberian insulin.

18. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau

subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

c. Infus K (tidak boleh bolus)

1. Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L

2. Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L

3. Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L

4. Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam

d. Infus Bicarbonat

Page | 9

Page 10: Kedaruratan Diabetik

Bila pH 7,1, tidak diberikan. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:

1. Terjadinya asidosis cerebral.

2. Hipokalemia.

3. Excessive osmolar load.

4. Hipoksia jaringan.

5. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan

bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok

yang persistent.

6. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam

waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan

¼ dari kebutuhan

e. Antibiotik dosis tinggi

Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi

2. Fase II/Maintenance:

a. Cairan maintenance

1. Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian

2. Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU

b. Kalium

Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak. Pada saat asidosis

terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum

masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler.

Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis

teratasi.

1. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,

dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40

mmol/L cairan.

2. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan,

boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.

d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

3. Terapi edema serebri

Page | 10

Page 11: Kedaruratan Diabetik

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,

meliputi:

1. Kurangi kecepatan infus.

2. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan

pemberian akan kurang efektif).

3. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

4. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

5. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil

4. Terapi Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai

diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.

1. Memulai diet per-oral.

a. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL,

pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah

b. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit

sesudah snack berakhir.

c. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.

d. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60

menit sesudah makan utama berakhir.

2. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

a. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan

anak dapat menghabiskan makanan utama.

b. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv

diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.

c. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung

kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau

disesuaikan dosis basal sebelumnya.

3. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7

sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur

5. KOMPLIKASI

1. ARDS (adult respiratory distress syndrome)

2. Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi yang

berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler paru.

Page | 11

Page 12: Kedaruratan Diabetik

3. DIC (disseminated intravascular coagulation)

4. Edema otak

5. Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus menerus akan

beresiko terjadinya edema otak.

6. Gagal ginjal akut

7. Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.

8. Hipoglikemia dan hiperkalemia

9. Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebihan dan tanpa

pengontrolan.

Page | 12

Page 13: Kedaruratan Diabetik

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Anamnesis :

Riwayat DM

Poliuria, Polidipsi, Polifagi

Berhenti menyuntik insulin

Demam dan infeksi

Nyeri perut, mual, muntah

Penglihatan kabur

Lemah dan sakit kepala

2. Pemeriksan Fisik :

Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)

Hipotensi, Syok

Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)

Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)

Kesadaran bisa CM, letargi atau koma

Dehidrasi

3. Pengkajian gawat darurat :

Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing

yang menghalangi jalan nafas yang terjadi karena adanya penurunan

kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.

Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu

pernafasan, dan merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal-sengal, serta

sianosis.

Circulation : kaji nadi, capillary refill, kebas , kesemutan dibagian ekstremitas,

keringat dingin, hipotermi, tekanan darah menurun.

Disability : Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.

4. Pengkajian head to toe

a) Data subyektif :

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit sekarang

Page | 13

Page 14: Kedaruratan Diabetik

Status metabolik : Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau

penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor

psikologis dan sosial, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa

darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.

b) Data Obyektif :

1) Aktivitas / Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,

gangguan istrahat/tidur

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi

/disorientasi, koma

2) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan

pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.

Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak

ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan

kemerahan, bola mata cekung.

3) Integritas/ Ego

Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan

dengan kondisi

Tanda : Ansietas, peka rangsang

4) Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,

kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi

oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk

(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,

hiperaktif (diare)

5) Nutrisi/Cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan

masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa

hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)

Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah,

pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula

darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)

Page | 14

Page 15: Kedaruratan Diabetik

6) Neurosensori

Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,

parestesi, gangguan penglihatan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan

memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma),

aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).

7) Nyeri/kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati

8) Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen

(tergantung adanya infeksi/tidak)

Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan

meningkat

9) Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan

umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan

(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

10) Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)

Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

11) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan

yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan

fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak

memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin

memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,

pemantauan terhadap glukosa darah.

2. DIAGNOSA KEPERWATAN

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan.

3. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.

Page | 15

Page 16: Kedaruratan Diabetik

4. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis

osmotic) akibat hiperglikemia

Page | 16

Page 17: Kedaruratan Diabetik

3. RENCANA ASUHAN KEPERWATAN

NODIAGNOSA

KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA

HASILINTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pola napas tidak

efektif berhubungan

dengan adanya

depresan pusat

pernapasan.

a. Tujuan :

Pola nafas efektif setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 jam

dengan

b. Kriteria hasil:

RR 16-24 x permenit

Ekspansi dada normal

Sesak nafas hilang /

berkurang

Tidak suara nafas

abnormal

1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman

pernapasan.

2. Auskultasi bunyi napas.

3. Pantau penurunan bunyi napas

4. Pertahankan posisi semi fowler.

5. Catat kemajuan yang ada pada

klien tentang pernapasan

6. Berikan oksigen sesuai advis

Dokter

1. frekuensi dan kedalaman pernapasan

menunjukan usaha pasien mendapatkan oksigen.

2. Bunyi napas mungkinterjadi redup karena

penurunan aliran udara.

3. penurunan bunyi napas mengindikasikan

4. untuk mengurangi sesak yang dialami klien.

5. mengindikasikan adanya kemajuan dalam

pengobatan.

6. Memaksimalkan sediaan O2.

2. Gangguan perfusi

jaringan

berhubungan dengan

hipoksia jaringan.

a. Tujuan :

Gangguan perfusi jaringan

berkurang / hilang setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 jam.

1. Catat status neurologi secara

teratur, bandingkan dengan nilai

standart.

2. Catat ada atau tidaknya refleks-

refleks tertentu seperti refleks

1. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat

kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan

bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan

perkembangan kerusakan SSP.

2. Penurunan refleks menandakan adanya Page | 17

Page 18: Kedaruratan Diabetik

dengan

b. Kriteria hasil :

Tidak ada tanda – tanda

peningkatan TIK

Tanda – tanda vital dalam

batas normal

Tidak adanya penurunan

kesadaran

menelan, batuk dan Babinski.

3. Pantau tekanan darah

4. Perhatikan adanya gelisah

meningkat, tingkah laku yang tidak

sesuai.

5. Tinggikan kepala tempat tidur

sekitar 15-45 derajat sesuai

toleransi atau indikasi. Jaga kepala

pasien tetap berada pada posis

netral.

6. Berikan oksigen sesuai indikasi

kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang

otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap

keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip

mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah

pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk

meninjukkan adanya kerusakan pada medulla.

Refleks Babinski positif mengindikasikan

adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada

otak.

3. tekanan darah yang menurun mengindikasikan

terjadinya penurunan aliran darah ke seluruh

tubuh.

4. adanya gelisah menandakan bahwa terjadi

penurunan aliran darah ke hipoksemia.

5. Peningkatan aliran vena dari kepala akan

menurunkan TIK.

6. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah

serebral yang meningkatkan TIK.

3. Resiko tinggi injuri a. Tujuan : 1. Berikan posisi dengan 1. Memonilisasi rangsangan yang dapat Page | 18

Page 19: Kedaruratan Diabetik

berhubungan dengan

penurunan

kesadaran.

Mencegah terjadinya resiko

injury sehubungan dengan

penurunan kesadaran dengan

b. Kriteria hasil :

Pasien tidak mengalami

injury.

kepala lebih tinggi.

2. Kaji tanda-tanda penurunan

kesadaran.

3. Observasi TTV

4. Atur posisi pasien untuk

menghindari kerusakan

karena tekanan.

5. Beri bantuan untuk

melakukan latihan gerak.

menurunkan TIK

2. Menentukan tindakan keperawatan

selanjutnya

3. Mengetahui keadaan pasien

4. Perubahan posisi secara teratur

menyebabkan penyebaran terhadap

BB dan meningkatkan sirkulasi pada

seluruh bagian tubuh

5. melakukan mobilisasi fisik dan

mempertahankan kekuatan sendi

4. Defisit volume

cairan berhubungan

dengan pengeluaran

cairan berlebihan

(diuresis osmotic)

akibat hiperglikemia

a. Tujuan

Volume cairan berada pada

volume normal setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 jam.

Dengan

b. Kriteria Hasil :

TTV dalam batas normal

Pulse perifer dapat teraba

Turgor kulit dan capillary

1. Observasi pemasukan dan

pengeluaran cairan setiap jam

2. Observasi kepatenan atau

kelancaran infus

3. Monitor TTV dan tingkat

kesadaran tiap 15 menit, bila stabil

lanjutkan untuk setiap jam

4. Observasi turgor kulit, selaput

mukosa, akral, pengisian kapiler

5. Monitor hasil pemeriksaan Page | 19

Page 20: Kedaruratan Diabetik

refill baik

Keseimbangan urin

output

Kadar elektrolit normal

GDS normal

laboratorium :

a. Hematokrit

b. BUN/Kreatinin

c. Osmolaritas darah

d. Natrium

e. Kalium

6. Monitor pemeriksaan EKG

7. Monitor CVP (bila digunakan)

8. Kolaborasi dengan tim kesehatan

lain dalam :

a. Pemberian cairan parenteral

b. Pemberian therapi insulin

c. Pemasangan kateter urine

d. Pemasangan CVP jika

memungkinkan

Page | 20

Page 21: Kedaruratan Diabetik

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC

Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc Graw-

Hill Companies inc

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. USA: Mosby

Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed.

USA: Lippincot

Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,

Trans Info Media, 2009.

Page | 21