tetanus dan asuhan keperawatannya

25
Tetanus dan Asuhan keperawatannya 1 TETANUS Iwan Setiawan A.Pendahuluan Tetanus pertamakali diriwayatkan di Mesir lebih dari 3000 tahun yang lalu. Menurut Sir William Gower (1988) tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yang ditandai dengan spasme otot persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang, menyebabkan penutupan rahang (trismus, lockjaw), dan melibatkan otot-otot batang tubuh melebihi otot ekstremitas. Onsetnya selalu akut dan menyebabkan kematian yang tinggi. Tetanus disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan kuman Clostridium tetani, yang merupakan bakteri batang gram positif bentuknya seperti drumstick (gambar 1 dan 2), dan bersifat obligat anaerob. Gejala klinis yang terjadi pada tetanus akibat dari efek toksin yang dihasilkan oleh kuman ini ketika berubah bentuk menjadi endospora. Spora hanya dapat mati pada proses autoclave pada tekanan 1 atmosfer dan 120 o C selama 15 menit. Clostridium tetani banyak ditemukan di dalam tanah dan 10-40% kotoran binatang serta sangat menyukai lingkungan lembab. Kuman ini dapat pula ditemukan pada tanah yang kering, debu, kotoran kuda, sapi, babi, domba, kambing, anjing, tikus, ayam dan manusia.

Upload: iwan-setiawan

Post on 20-Oct-2015

77 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 1

    TETANUSIwan Setiawan

    A.Pendahuluan

    Tetanus pertamakali diriwayatkan di Mesir lebih dari

    3000 tahun yang lalu. Menurut Sir William Gower (1988)

    tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yang ditandai

    dengan spasme otot persisten disertai dengan serangan yang

    jelas dan keras. Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher

    dan rahang, menyebabkan penutupan rahang (trismus,

    lockjaw), dan melibatkan otot-otot batang tubuh melebihi otot

    ekstremitas. Onsetnya selalu akut dan menyebabkan kematian

    yang tinggi.

    Tetanus disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan

    kuman Clostridium tetani, yang merupakan bakteri batang

    gram positif bentuknya seperti drumstick (gambar 1 dan 2),

    dan bersifat obligat anaerob. Gejala klinis yang terjadi pada

    tetanus akibat dari efek toksin yang dihasilkan oleh kuman ini

    ketika berubah bentuk menjadi endospora. Spora hanya dapat

    mati pada proses autoclave pada tekanan 1 atmosfer dan 120o

    C selama 15 menit. Clostridium tetani banyak ditemukan di

    dalam tanah dan 10-40% kotoran binatang serta sangat

    menyukai lingkungan lembab. Kuman ini dapat pula ditemukan

    pada tanah yang kering, debu, kotoran kuda, sapi, babi,

    domba, kambing, anjing, tikus, ayam dan manusia.

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 2

    gambar.1. gambar.2.

    B.Epidemiologi

    WHO telah mencanangkan eradikasi tetanus pada tahun

    1995, namun ternyata penyakit ini masih endemis di negara

    berkembang dan WHO memperkirakan sekitar 1.000.000

    kematian terjadi di seluruh dunia pada tahun 1992. Ini

    termasuk 580.000 kematian yang terjadi pada tetanus

    neonatal, 210.000 terjadi di Asia tenggara, dan 152.000 terjadi

    di Afrika.

    Kejadian tetanus di Afrika selatan sekitar 300 pertahun,

    di Inggris terjadi 12-15 kasus pertahun dan di Amerika terjadi

    50-70 kasus per tahun, antara tahun 1998 sampai 2000 setiap

    tahunnya didapatkan kasus 0,16 kasus/ juta orang atau 43

    kasus per tahun.

    C.Patofisiologi

    Kuman biasanya langsung masuk ke jaringan host

    manusia melalui luka trauma, jaringan nekrosis, dan jaringan

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 3

    yang kurang vaskularisasi. Pada 15-25% kasus tetanus, tidak

    didapatkan riwayat adanya luka. Twaithes mengemukakan

    kemungkinan lain port dentry kuman yaitu, luka tusuk yang

    terkontaminasi, akupunctur, tumor nekrotik, lubang anting,

    infeksi kronik otitis media, suntikan intramuskular, dan

    intravena. luka bakar, ulkus decubitus, gangren, gigitan ular

    yang nekrosis, septic abortions, kelahiran, dan bedah yang

    terkontaminasi tanah atau metal halus dapat juga menjadi

    jalan masuk kuman, ginggivitis, 20-30% tidak diketahui sumber

    infeksinya.

    Kuman vegetatif akan sangat baik berkembang biak

    pada suhu 37oC, dan pada suasana anaerob akan berubah

    menjadi endospora yang menghasilkan toksin. Toksin yang

    dihasilkan adalah tetanospasmin dan tetanolisin, yang

    mempunyai afinitas tinggi pada jaringan saraf. Tetanolisin

    berperan dalam perusakan jaringan secara lokal di jaringan

    sekitar infeksi dan mengoptimasi kondisi untuk pertumbuhan

    dan multiplikasi bakteri, sedangkan Tetanospasmin

    merupakan neurotoxin dan memunculkan manifestasi klinis

    dari tetanus. Tetanospasmin yang dikeluarkan oleh bakteri

    yang matang akan didistribusikan melalui sirkulasi limfatik dan

    vaskular sampai motor end plate di semua akhiran saraf.

    Tetanospasmin yang memasuki sistem saraf tepi pada

    myoneural junction dan kemudian melalui transmisi intraaxonal

    secara retrograde dibawa ke sistem saraf pusat (medula

    spinalis dan batang otak).

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 4

    Toksin tetanus bekerja dengan cara mengambat

    pelepasan neuro transmiter inhibisi gamma-aminobutiryc acid

    (GABA-ergic) dan glycinergic (prekursor GABA) di sinaps

    neuromuscular junction saraf inhibisi di medula spinalis dan

    batang otak. Berkurangnya jumlah GABA akan mencegah

    inhibisi terhadap impuls saraf eksitasi secara terus menerus,

    sehingga muncullah gejala klinis tetanus. Tetanospasmin tidak

    mempengaruhi pelepasan neurotransmiter acetylcholin. Saraf

    tepi yang terpendek adalah saraf yang merupakan tujuan

    pertama toksin ke SSP, yang mengarah pada gejala awal

    distorsi wajah (nervus facialis) dan kekakuan pada punggung

    dan leher.

    D.Gejala Klinis

    Tetanus ditandai dengan kontraksi otot yang bersifat

    nyeri, bisa lokal ataupun umum . Pada 80% kasus merupakan

    tetanus umum (general tetanus). Arus inhibisi tidak terkontrol

    dari saraf motorik eferen di medula dan batang otak

    menyebabkan rigiditas muskuler dan spasme yang

    menyerupai kejang. Spasme berakhir dalam 2-3 minggu,

    namun bisa berlanjut dengan kekakuan. Spasme otot dapat

    terjadi secara spontan maupun akibat stimulus rangsang raba,

    visual, auditori atau emosional. Spasme otot menyebabkan

    nyeri yang intens serta dapat berakibat terjadinya fraktur dan

    ruptur tendon.

    Gejala klinis tetanus dapat berupa :

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 5

    1. General tetanus :

    a. Demam ringan

    b. Kontraksi otot wajah menyebabkan ekspresi wajah

    yang khas disebut rishus sardonicus atau rishus

    smile (gambar.3)

    c. Kontaksi otot rahang dan leher menyebabkan

    retrkasi kepala.

    d. Trismus atau disebut juga lockjaw, disebabakan

    kontraksi berat otot masseter.

    e. Spasme berat pada otot batang tubuh disebut

    opistotonus, (gambar.4) selanjutnya fleksi badan,

    fleksi dan adduksi lengan, kepalan tangan

    menggenggam dan ekstensi kaki. Spasme otot

    faring, laring atau otot pernafasan dapat

    menyebabkan kesulitan nafas akibat berkurangnya

    komplians otot dinding dada dan menyebabkan

    apnoe. Komplikasi ini umum terjadi pada usia

    lanjut.

    gambar.3. gambar.4.

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 6

    2. Lokal tetanus :

    a. Kekakuan, kencang, nyeri pada otot sekitar luka,

    diikuti spasme dari otot yang terkena dan meluas

    menjadi rigiditas dan kontraksi yang hipertonik atau

    spastisitas tetanik.

    b. Symptom terlokalisir selama beberapa minggu

    sampai beberapa bulan, dan berangsur-angsur

    berkurang dan sembuh tanpa ada gejala.

    3. Sefalik tetanus :

    Terjadi karena luka sekitar kepala, muka atau otitis

    media. Inkubasi 1-2 hari, otot sekitar mata dan muka

    lemah. Selama spasme tetanik otot-otot yang lemah

    kontraksi, spasme melibatkan lidah dan tenggorokan,

    terjadi disartria, disfonia, dan disfagia dan cepat

    berkembang menjadi general tetanus.

    4. Efek toksin pada jantung dapat menyebabkan miokarditis

    yang ditandai dengan demam, rash, eosinofilia perifer

    dan peningkatan biomarker nekrosis.Gejala dan

    gambaran EKG dapat menyerupai infark miokard dengan

    ST elevasi.

    5. Disotonomi biasanya muncul bebrapa hari setelah

    spasme dan menetap selama 1-2 minggu, ditandai

    dengan instabilitas yang kontras pada tekanan darah

    (hipertensi diselingi dengan hipotensi), takikardi diselingi

    bradikardi, cardiac arrest atau asistole berulangakibat

    peningkatan tonus dan aktivitas vagus, vasokonstriksi

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 7

    dan pireksia, hipersalivasi dan peningkatan sekresi

    bronkial, stasis gaster, ileus, diare dan gagal ginjal.

    6. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian akibat

    tetanus diseluruh dunia, biasanya terjadi pada minggu

    pertama kelahiran dan ditandai dengan bayi tidak mau

    menetek, muntah-muntah dan kejang.

    7. Penyembuhan biasanya terjadi akibat pertumbuhan

    kembali akson terminal dan proses kerusakan toksin

    E.Grading Tetanus

    Penentuan derajat penyakit pada tetanus penting dilakukan

    untuk menentukan prognosis dan menentukan seberapa

    agresif terapi yang mesti kita lakukan.

    Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan

    kekakuan otot tulang belakang

    Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan

    derajatnya

    Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang

    Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang

    Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100oF atau aksila

    sampai 99oF (=37,6oC)

    Dari kriteria di atas dibuat tingkatan derajad sebagai berikut :

    Derajad 1 : kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2,

    mortalitas 0%

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 8

    Derajad 2 : kasus sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2),

    biasanya inkubasi lebih dari 7 hari, onset lebih dari 2

    hari, mortalitas 10%

    Derajad 3 : kasus berat, adanya minimal 3 kriteria , biasanya

    inkubasi kurang dari 7 hari, onset kurang dari 2 hari,

    mortalitas 32%

    Derajad 4 : kasus sangat berat, minimal 4 kriteria, mortalitas

    60%

    Derajad 5 : bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus

    neonatorum dan tetanus puerperium, mortalitas 84%

    Periode inkubasi adalah waktu yang diperlukan bagi

    kuman clostridium tetani dari mulai terjadinya luka hingga

    menimbulkan gejala klinis yang pertama berkisar antara 7-14

    hari (1-2 hr s/d 60 hari).

    Periode onset adalah waktu yang dibutuhkan dari mulai

    terjadinya gejala klinis yang pertama hingga timbulnya spasme

    otot berkisar antara 1-7 hari. Pada tetanus yang fulminan

    masa ini memendek hingga 1-2 jam. Semakin pendek periode

    inkubasi dan periode onset maka akan semakin buruk

    penyakitnya. Semakin panjang periode onsetnya, maka pasien

    memiliki prognosis yang lebih baik.

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 9

    Grading

    Grade 1 (mild) : trismus ringan sampai sedang, spastisitas

    umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme,

    sedikit atau tidak ada disfagia.

    Grade 2 (moderate) : trismus sedang, rigiditas lebih jelas,

    spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit

    pernafasan sedang dengan takipneu

    Grade 3 (severe) : trismus berat, spastisitas umum, spasme

    spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia

    berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi

    refleks, penyulit pernafasan disertai dengan takipneu,

    serangan apneu, disfagia berat, takikardi, aktivitas sistem saraf

    otonom sedang yang terus meningkat.

    Grade 4 (very severe) : gejala pada grade 3 ditambah

    gangguan otonom yang berat seringkali menyebabkan

    autonomic storm.

    F.Diagnosis Banding

    - Kejang karena hipokalsemia

    - Rigiditas dan Spasme distonia

    - Keracunan Strychnine

    - Rabies

    - Meningitis

    - Spasme histeri (reaksi histeri)

    - Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasio mandibula

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 10

    G.Penatalaksanaan

    Edlich et al menyebutkan ada tiga hal yang harus

    dilakukan dalam melakukan manajemen tetanus, yaitu

    (1)memberikan perawatan suportif sampai tetanospasmin

    yang telah berikatan dengan jaringan termetabolisir,

    (2)menetralisir toksin dalam sistem sirkulasi, dan

    (3)menghilangkan sumber tetanospasmin. Sedangkan Thwaite

    (2000) merangkum penatalaksanaan tetanus berupa:

    1. Eradikasi bakteri kausatif

    Thwaites menganjurkan penggunaan antibiotika

    metronidazole 500 mg per oral atau intravena setiap 6 jam

    (atau 1 g setiap 12 jam) selama 7-10 hari. Hadad et al

    menyarankan metronidazole 15 mg/kgbb saat awal diikuti

    20-30 mg/kgbb/hari intravena selama 7-14 hari atau sampai

    hilangnya tanda-tanda infeksi lokal yang aktif. Penicillin

    dapat digunakan dengan dosis 100.000 200.000

    IU/kgbb/hari diberikan intramuskular atau intravenous

    selama 7-10 hari. Penelitian Ahmadsyah dan Salim 1985,

    meneliti secara open randomized controlled trial (RCT)

    terhadap 175 pasien merekomendasikan penggunaan

    metronidazole 500 mg sebagai antibiotika yang lebih unggul

    menurunkan mortalitas dibandingkan penggunaan penicillin

    (24% : 7 %). Penicillin merupakan antagonis

    neurotransmiter inhibisi (GABA).

    2. Netralisasi toksin yang belum terikat

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 11

    Tetanospasmin akan terikat secara ireversibel dengan

    jaringan , dan hanya toksin yang tidak terikat sajalah yang

    dapat dinetralisir. Imunisasi pasif dengan Human Tetanus

    Immune Globuline (HTIG) akan memperpendek perjalanan

    penyakit tetanus dan meningkatkan angka keselamatan

    (survival rate). Dosis yang dianjurkan oleh El Haddad et al

    adalah 500 unit HTIG diberikan secara intramuscular

    segera setelah diagnosis tetanus ditegakkan. Menurut

    Gilroy dan Brust, HTIG dapat diberikan untuk terapi dengan

    dosis 3000 6000 unit secara im. Atau diberikan serum

    AntiTetanus (ATS) dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m, selama

    35 hari (skin test dulu).

    3. Manajemen Luka

    Pasien yang memilki luka yang diduga menjadi port dentry

    masuknya bakteri Clostridium tetani harus mendapatkan

    perawatan luka, dilakukan Cross Incision dan Irigasi

    menggunakan H2O2. Luka dapat digolongkan menjadi luka

    yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan

    tetanus, dengan kriteria seperti yang terdapat pada tabel 2.

    Setelah menentukan jenis luka lakukan anamnesis riwayat

    imunisasi pada pasien. Tetanus Toxoid diberikan pada

    pasien dengan imunisasi booster terakhir lebih dari 10

    tahun sebelumnya. Jika imununisasi lebih dari 10 tahun

    yang lalu diberikan pula TIG.

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 12

    Tabel.1.Rekomendasi Manajemen Luka Traumatik

    1. Semua luka harus dibersihkan dan debridemen dengan H2O2, sebaiknya

    dilakukan jika perlu

    2. Dapatkan riwayat imunisasi tetanus pasien jika mungkin

    3. Tetanus toxoid (TT) harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10

    tahun. Jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan

    4. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka Tetanus

    immune Globulin harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu

    pemberian TIG

    Tabel.2.Luka rentan tetanus Luka yang tidak rentan tetanus

    > 6-8 jam < 6 jam

    Kedalaman > 1 cm Superfisial (

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 13

    dilaporkan memilki efektivitas yang baik dengan efek

    depresi nafas yang lebih rendah dibanding dengan

    golongan barbiturat. Diazepam juga memilki efek

    antikonvulsan dan muscle relaxan, sedatif dan

    anxiolytic. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5 10 mg/kg

    untuk dewasa. Baclofen intratekal (GABAs agonis)

    dilaporkan dapat memiliki efek yang baik. Magnesium

    sulfat dapat digunakan sebagai antispasme dengan

    dosis 70 mg/kgBB dalam bentuk larutan dextrose 5%

    100 ml secara intravena melalui infus selama 30 menit.

    c. Oksigen diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia,

    distress pernafasan, sianosis. Hipoksia dan gagal nafas

    sering terjadi pada tetanus yang berat. Komplikasi

    respirasi merupakan komplikasi yang sering terjadi dan

    penting dalam mempengaruhi morbiditas dan

    mortalitas. Rigiditas otot dan spasme dinding dada,

    diafragma, dan perut menyebabkan retriksi nafas.

    Penurunan kemampuan batuk akibat rigiditas, spasme

    dan sedasi menyebabkan atelektasis dan risiko

    pneumonia meningkat. Ketidakmampuan menelan

    saliva, sekresi saliva yang masif, spasme faring,

    peningkatan tekanan intraabdominal dan statis gaster

    secara keseluruhan menyebabkan peningkatan risiko

    aspirasi.

    d. Nutrisi : Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring,

    atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik.

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 14

    5. Rehabilitasi : fisioterapi pada tahap recovery, untuk

    mobilisasi dan mencegah kontraktur

    H.Komplikasi

    Disfungsi otonom merupakan komplikasi yang paling

    umum dan mungkin merupakan efek toksin pada neuron-

    otonom, hal ini bermanifestasi klinis takikardi, tekanan darah

    tidak stabil, hiperpireksia, aritmia dan mungkin dapat diikuti

    cardiac arrest. Dapat juga terjadi fraktur karena spasme yang

    terus-menerus, dehidrasi, pneumonia, dan emboli paru

    I.Pencegahan

    Seseorang penderita yang terkena tetanus tidak imun

    terhadap serangan ulang artinya dia mempunyai kesempatan

    yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama

    seperti orang lainnya yang tidak pernah diimunisasi. Tidak

    terbentuknya kekebalan pada penderita setelah dia sembuh

    dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup

    untuk merangsang pembentukan antitoksin.

    Sampai saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus

    toksoid merupakan satu-satunya dalam pencegahan terjadinya

    infeksi tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi

    telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara

    pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT).

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 15

    1. Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan pada usia

    3, 4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian

    selanjutnya tiap 2-3 tahun

    2. Bila mendapat luka : perawatan luka harus dieksplorasi

    dan bersihkan dengan H2O2, pemberian ATS 1.500 IU im

    secepatnya

    3. Tetanus Toksoid sebagai booster bagi yang telah

    mendapat imunisasi dasar

    J.Prognosis

    Angka kematian tinggi bila : usia semakin tua, masa inkubasi

    singkat, onset periode yang singkat, demam tinggi, spasme

    yang tidak cepat diatasi.

    Sistem scoring prognosis menurut : Dakar Score (lihat tabel.3)

    Tabel.3.Dakar score

    Faktor prognosis Score 1 Score 2

    Periode inkubasi < 7 hari ? 7 hari atau tidak diketahui

    Periode onset < 2 hari ? 2 hari

    Port dentry Umbilikus, uterine, fraktur

    terbuka, luka bedah, injeksi

    intramuskular

    Lainnya atau tidak

    diketahui

    Spasme ada Tidak ada

    Demam > 38,4o C < 38,4oC

    Takikardi Dewasa> 120 kali/menit

    Neonatus> 150 kali/mnt

    Dewasa < 120 kali/mnt

    Neonatus < 150 kali/mnt

    Total score 6 0

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 16

    Daftar Pustaka

    Dian S, 2009. Tetanus : Kegawatdaruratan Neurologi, edisi 1, Bagian

    Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD, Bandung

    Brust JCM, 2008. Current Diagnosis & Treatment Neurology, McGraw Hill

    El-Haddad B, Hanrahan J, Assi M, 2007. Tetanus : The Forgotten

    Disease. Kansas Journal of Medicine, 9-14

    Perdossi, 2006. Tetanus : Standar Pelayanan Medis dan Standar

    Prosedur Operasional, Jakarta

    Komite Medik RS Sardjito, 2005. Tetanus : Standar Pelayanan Medis RS

    Sardjito, Yogyakarta

    Edlich KC, Hill LG, Mahler CA, Litvak K, 2003. Management and

    Prevention of Tetanus. Journal of Long-Term Effects of Medical

    Implants, 13(3)139154

    Thwaites CL, 2002. Tetanus : Practical Neurology. 3:130-137

    Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Bihn N, Parry J, Parry CM,

    2000. Neurological Aspects of Tropical Disease : Tetanus.

    JNNP. 69:292-301

    Gilroy J, 2000. Basic Neurology, third edition, McGraw Hill

    Ahmadsyah I, Salim A, 1985. Treatment of tetanus : An Open Study to

    Compare the Efficacy of Procain Penicillin and Metronidazole.

    BMJ. 291: 648-650

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 17

    ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TETANUSIntan Maulida

    A. PENGKAJIAN

    1. Identitas

    Nama, umur (angka kematian tinggi bila usia semakin

    tua). Bisa terjadi pada bayi (neonatus), dan

    menyebabkan 50% kematian akibat tetanus di seluruh

    dunia. Sebagian besar bayi baru lahir yang terkena

    tetanus telah lahir dari ibu tanpa diimunisasi tetanus dan

    dirawat dengan cara persalinan tradisional di luar rumah

    sakit (Benenson, 1985).

    2. Keluhan Utama kekakuan otot rahang dan leher, kadang

    sampai sulit berbicara, Nyeri menelan

    3. Kaji riwayat dan faktor pencetus

    Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah akibat

    benda tajam yang kotor atau berkarat atau luka bakar,

    riwayat imunisasi yang tidak adekuat. Kaji Riwayat

    Imunisasi TT pada ibu saat masa kehamilan

    4. Kaji manifestasi kejang atau aktivitas kejang yang khas

    Klien mengalami kejang, baik ada rangsangan maupun

    tidak ada rangsangan.

    5. Pemeriksaan fisik

    a. Keluhan Utama

    Demam ringan disertai kontraksi otot yang bersifat

    nyeri baik lokal maupun umum

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 18

    b. Sistem pernapasan

    Respirasi meningkat, terjadi peningkatan sekresi

    mukus dan akumulasi sekret yang dapat

    menyebabkan jalan nafas tidak efektif, dyspneu

    (sesak napas), terdapat Ronchi, asfiksia dan sianosis

    (pucat) akibat kontaksi otot pernafasan

    c. Sistem kardiovaskuler

    Gangguan sirkulasi akibat gangguan irama jantung

    misalnya blok, bradikardi, takikardi ataupun kelainan

    pembuluh darah, anemia akibat kerusakan sel darah

    merah. Hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal

    38-400 C atau febril, terminal 43-440 C

    d. Sistem pencernaan

    Terjadi gangguan menelan, peningkatan bising usus,

    konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus

    e. Sistem perkemihan

    Terjadi spasme otot ureter, terjadi inkontinensia

    sampai anuria.

    f. Sistem muskuloskeletal

    Otot dinding perut kaku seperti papan, kekakuan dan

    kejang pada ekstremitas (tangan dan kaki). Pada saat

    tidak kejang dapat terjadi opistotonus, trismus, rhisus

    shardonikus, chianosis pada kuku dan bibir.

    g. Sistem persarafan

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 19

    Peka terhadap rangsangan suara, bunyi dan

    perabaan. (awal) irritability, kelemahan, (akhir)

    konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.

    6. Pemeriksaan Penunjang

    a. EKG (elektrokardiografi)

    Efek toksin menyebabkan miokarditis, gejala dan

    gambaran

    EKG dapat menyerupai infark miokard dengan ST

    Elevasi

    b. Kultur: Clostridium tetani (+) Positif

    c. Laboratorium : SGOT, CPK meningkat serta dijumpai

    myoglobinuria, Kalium dan Phosphat perlu diketahui.

    d. Analisa Gas darah Arteri bila penderita masuk dalam

    very severe.

    B. MASALAH KEPERAWATAN

    1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

    2. Resiko aspirasi (tersedak)

    3. Resiko injury (cedera)

    4. Gangguan rasa nyaman (Nyeri)

    5. Hypotermi

    6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

    7. Kecemasan orang tua (keluarga)

    8. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit tetanus dan

    penanggulangannya

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 20

    C. PERENCANAAN

    Pada tetanus yang bersifat lokal gejala akan muncul dan

    berangsur-angsur berkurang dan sembuh tanpa ada gejala.

    Bila tetanus yang menimbulkan gejala yang menyeluruh,

    dengan derajat keparahan yang berat maka harus segera

    dirujuk ke pelayanan kesehatan terdekat. Untuk mengatasi

    permasalahannya, perencanaan yang diperlukan adalah

    sebagai berikut:

    1. Bersihan jalan nafas tidak efektif resiko aspirasi

    (tersedak)

    a. Bebaskan jalan napas atau fasilitasi kepatenan

    jalan nafas

    b. Berikan toungspatel saat kejang

    c. Berikan Oksigen sesuai kebutuhan

    d. Miringkan kepala kesamping saat kejang

    e. Observasi tanda-tanda vital dan kecepatan irama

    nafas dan amati kesimetrisan dada

    f. Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi

    keluarga dalam perawatan, misalnya teknik

    relaksasi untuk meningkatkan pola pernafasan dan

    kepatuhan minum obat

    g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian

    terapi obat expectoran dan bronkodilator

    2. Resiko cedera

    a. Pasang Pengaman tempat tidur

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 21

    b. Berikan lingkungan yang aman (misalnya,

    meletakkan penderita di tempat yang keras dan

    datar)

    c. Jangan memegang atau mengikat penderita pada

    saat kejang terjadi

    d. Monitor aktivitas kejang (frekuensi, lama dan faktor

    pencetus)

    e. Observasi tanda-tanda vital

    f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian

    terapi obat antikonvulsi dan sedatif

    3. Gangguan rasa nyaman (Nyeri)

    a. Lakukan perawatan luka dengan teknik septic

    aseptic pada luka yang dapat menyebabkan

    tetanus (bila ada luka)

    b. Berikan Masase atau pijat pada daerah yang kaku

    c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi

    d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian

    terapi obat analgesik

    4. Hypotermi

    a. Berikan pakaian yang hangat, kering dan selimut

    penghangat

    b. Berikan botol dengan air hangat untuk diletakkan

    diatas kulit sebagai penghangat

    c. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 22

    5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (nutrisi

    pada penderita tetanus sangat penting karena dapat

    membantu proses penyembuhan luka)

    a. Berikan makanan yang mengandung TKTP (tinggi

    kalori dan tinggi protein) dan tidak menimbulkan

    gas

    b. Sajikan makanan dan minuman dalam bentuk yang

    menarik

    c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

    d. Anjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering (MSS)

    e. Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi,

    membilas/membersihkan mulut) sesudah dan

    setelah makan

    f. Jika kesadaran masih baik dan tidak ada gangguan

    menelan berikan makan lunak atau saring

    g. Berikan makanan cair per sonde jika ada gangguan

    menelan, sehingga pemasangan NGT (pipa

    nasogastrik) diperlukan.

    h. Observasi intake output

    i. Kolaborasi dengan ahli Gizi

    6. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit tetanus dan

    penanggulangannya. Berikan penyuluhan pada

    keluarga tentang beberapa hal sebagai berikut:

    a. Hindarkan untuk memegang erat atau merestrain

    penderita pada saat kejang

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 23

    b. Bila ada luka segera lakukan perawatan luka

    sampai bersih

    c. Berikan informasi mengenai perawatan pasien di

    rumah maupun di rumah sakit, penyuluhan juga

    perlu diberikan kepada orang tua atau keluarga

    mengenai:

    a. Penyebab dan cara penularan penyakit

    b. Kriteria tingkatan penyakit

    c. Pencegahan

    d. Perawatan luka atau perawatan setelah kejadian

    tetanus (bila ada luka pada anggota badan)

    d. Bila gejala yang timbul semakin berat segera

    datang ke pelayanan kesehatan terdekat (seperti

    sesak nafas, tidak bisa menelan, gemetaran,

    kejang yang terus menerus)

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 24

    Daftar Pustaka

    Barbara C. Long, 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan

    IAPK

    Benenson,A.S.1985,Control of Communicable Diseases in Man, 4th ed.,

    APHA, Washington DC 20005

    Behrman, dkk, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2. Jakarta : EGC

    Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10: Jakarta:

    EGC

    Hasan R., 1997. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Bagian Ilmu

    Kesehatan Anak FKUI.

    Hendanwanto, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai

    Penerbit FKUI

    Ismoedijanto, 2002. Tetanus Pada Bayi. Surabaya : Lab / SMF ilmu

    kesehatan anak FK Unair.

    Mansjoer A., dkk.2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta :

    Media Aaesculapius

    Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

    Santoso, Budi, 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan nanda

    2005-2006 Definisi dan klasifikasi.

    Suriadi, Yuliani R., 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta :

    Sagung Seto

    Sudoyo, Aru, 2007. Ilmu Penyakit dalam jilid III: Jakarta: Pusat

    penerbitan Ilmu Penyalit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia.

    Wilkinson, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi

    NIC dan Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

    www.cermin dunia kedokteran.com (waktu akses : 7 Agustus 2008 jam

    16.45 WIB)

  • Tetanus dan Asuhan keperawatannya 25

    Contoh kasus :

    Seorang laki-laki usia 39 tahun dibawa oleh keluarganya ke

    IGD RSUD Pacitan dengan keluhan kaku di rahang dan di

    punggung dengan agak terasa sulit bernafas yang dirasakan

    sejak 2 hari yang lalu. Di IGD dari hasil pemeriksaan dijumpai

    tekanan darah :130/ 70 mmHg, suhu : 36,7oC, nadi : 88x/mnt,

    respirasi : 28 x/menit, dijumpai trismus, rishus sardonicus,

    epistotonus dan sedikit kekakuan pada kedua ekstremitas.

    Dari riwayat penyakit dahulu dijumpai riwayat sakit gigi karena

    berlubang 2 minggu yang lalu, terdapat bekas luka tertusuk

    benda tajam di jari kaki, tidak ada riwayat sakit serupa.

    Prosedur / panduan penatalaksanaan Tetanus di IGD

    Mempertahankan jalan nafas Penghisapan lendir /suction

    Cairan Dextrose 5 %

    Antikonvulsan, muscle

    relaxan

    Diazepam 0,5-1,0 mg/kgbb

    atau 10 mg ivperlahan

    Metronidazole infus Awal 15mg/kgbbEradikasi bakteri

    Penicillin procain 100.000-200.000IU/kgbb/hari

    HITG (Tetagam) 3000 unit im singledose

    Netralisasi toxin

    ATS (anti tetanusserum)

    10.000 unit im

    Terdapat tanda-tanda

    hipoksia, distres nafas

    Oksigen Jika perlu lakukan

    tracheostomi