makalah tetanus

45
REVISI MAKALAH NEUROBEHAVIOR I TETANUS Disusun oleh Denti Mardianti Mu’minah 220110100039

Upload: dwiesty-fathia-noverina

Post on 10-Aug-2015

554 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

tetanus

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tetanus

REVISI MAKALAH NEUROBEHAVIOR I

TETANUS

Disusun oleh

Denti Mardianti Mu’minah

220110100039

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Page 2: Makalah Tetanus

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,

bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan

tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5

milimikron. Kuman ini berspora dan termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob.

Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh

genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini

(tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini

labil pada pemanasan, pada suhu 65°C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenal pula

tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus

2. Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus

3. Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus

4. Mengetahui Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus

5. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus

6. Mengetahui proses pada pasien dengan Tetanus

Page 3: Makalah Tetanus

BAB 2

KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering fatal yang disebabkan oleh basil

Clostridium tetani yang menghasilkan tetanospasmin neurotoksin. Biasanya masuk ke dalam

tubuh melalui luka tusuk yang terkontaminasi (seperti oleh jarum logam, splinter kayu, atau

gigitan serangga) (Dorland, 2002).

Tetanus adalah salah satu penyakit yang paling beresiko menyebabkan kematian bayi

baru lahir. Infeksi tetanus disebabkan oleh sejenis bakteri yang menghasilkan toksin yang

mematikan bakteri tersebut tumbuh dalam keadaan yang kotor. Kuman penyebab tetanus adalah

Clostridium tetani (Depkes, 2003).

Tetanus adalah gangguang neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan

spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani (Aru W, 2007).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang

diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang menginfeksi atau mengkontaminasi pada

luka tusuk/ traumatik yang ditandai dengan gejala kekauan dan kejang otot. Tetanus yang sering

terjadi adalah tetanus neonatorum.

2.2 Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini berspora,

dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manus ia dan juga pada tanah

yang te rkontaminas i dengan t in ja  binatang tersebut. Clostridium tetani adalah

kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2–5 x 0,4–0,5 milimikron yang

berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Dalam kondisi

anaerobik y a n g d i j u m p a i p a d a j a r i n g a n n e k r o t i k d a n t e r i n f e k s i , b a s i l

Page 4: Makalah Tetanus

t e t a n u s mensekresi dua macam toksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin

mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi s u m b e r i n f e k s i

d a n m e n g o p t i m a l k a n k o n d i s i y a n g m e m u n g k i n k a n multiplikasi bakteri.

Tetanospasmin akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini

labil pada pemanasan, pada suhu 65°C dan akan hancur dalam lima menit. (Ritarwan, 2004)

2.3 Klasifikasi

1. Tetanus Generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk paling umum dari tetanus yang d i tanda i

dengan kont raks i o to t t e tan ik dan h iper re f leks i , yang mengakibatkan

trismus (rahang terkunci), spasme glotis, spasme otot umum, opistotonus,

spasme respiratoris, serangan kejang dan paralisis. (Dorland, 2002). Tetanus

generalisata merupakan bentuk yang paling sering terjadi (sekitar 80%). Penyakit ini

biasanya muncul dalam bentuk descending. Gejala pertama yang muncul adalah trismus

dan lockjaw, kemudian diikuti dengan kekakuan leher, kesulitan menelan, dan rigiditas

abdomen. Gejala lain berupa Risus sardonicus (Sardonic grin), yakni spasme otot-otot

muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding punggung. Spasme dari

laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose

asfiksia. Gejala lainnya adalah suhu tubuh yang meningkat 2º-4º C di atas suhu normal,

berkeringat, peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung yang cepat secara episodik.

Spasme dapat terjadi secara berkala selama beberapa menit. Spasme dapat berkelanjutan

selama 3-4 minggu. Penyembuhan secara komplit dapat memakan waktu selama

beberapa bulan.

2. Tetanus Lokal

Tetanus lokal termasuk jenis tetanus yang ringan dengan kedutan (twitching)

otot lokal dan spasme kelompok otot didekat lokasi cidera, atau dapat memburuk

menjadi bentuk umum (generalisata). (Dorland,2002)

3. Tetanus Sefalik

Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi

setelah trauma kepala atau infeksi telinga seperti otitis media, di mana C.

tetani ditemukan sebagai flora pada telinga tengah. Masa inkubasinya 1 – 2

Page 5: Makalah Tetanus

hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering

adalah saraf VII (fasialis). Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.

Mortalitasnya tinggi. (Aru W, 2004)

4. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yang  berat dan terjadi

selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti

tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak  higienis atau pada sirkulasi bayi

laki-laki dan kekurangan imunisasi maternal. (Dorland, 2002)

2.4 Stadium Tetanus Berdasarkan Tingkat Keparahannya (Ablett)

1. Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernafasan, tanpa

spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

2. Derajat II (Sedang)

Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang,

gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 - 35 kali/ menit,

disfagia ringan.

3. Derajat IIIa (Berat)

Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan, frekuensi

pernapasan lebih dari 40 kali/ menit, serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih

dari 120 kali/ menit. Terdapat peningkatan aktivitas saraf otonom yang moderat dan

menetap.

4. Derajat IV (Sangat Berat)

Derajat IV merupakan derajat IIIb dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem

kardiovaskular. Hipertensi berat takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan

bradikardia, atau hipertensi diastolik yang berat dan menetap (tekanan

diastolik > 110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang menetap (tekanan sistolik

< 90 mmHg) Dikenal juga dengan autonomic storm . (Aru W,2007)

2.5 Manifestasi Klinis

Page 6: Makalah Tetanus

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3atau beberapa

minggu ).Karakteristik tetanus :

1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5-7 hari. Setelah 10

hari frekuensi kejang akan mulai berkurang dan menghilang setelah 2 minggu.

2. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian,

timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot masetter.

3. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus (badan melengkung ke depan), nuchal

rigidity). Kejang ini dicirikan dengan kejang tiba-tiba, tangan mengepal, fleksi dan

adduksi lengan, serta hiperekstensi tungkai.

4. Risus sa rdonicus karena spasme o to t wajah dengan gambaran a l i s

tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

5. Spasme otot laringeal dan otot respirasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas dan

asfiksia.

6. Karena toksin tetanus tidak mempengaruhi saraf sensoris atau fungsi kortikal, pasien

pada umumnya berada pada compos mentis, dan pada keadaan lanjut, klien akan

mengalami penurunan kesadaran pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Dan bila

sudah tahap koma, maka penilaian GCS penting untuk dilakukan. (Arif Muttaqin)

2.6 Komplikasi Tetanus

1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air didalam rongga mulut dan

keadaan ini memungkinkan terjadinya aspirasi serta dapat menyebabkan pneumonia

aspirasi.

2. Asfiksia

3. Atelektasis karena obstruksi secret.

4. Fraktur Kompresi

2.7 Penatalaksanaan

1. Nonfarmakologi

Penderita tetanus harus segera dirujuk ke rumah sakit karena ia harus selalu dalam

pengawasan dan perawatan. Sebelum dirujuk lakukanlah hal-hal tersebut di bawah

Page 7: Makalah Tetanus

ini. Selanjutnya bila anak yang menderita tetanus selesai dirawat, berikan tetanus

toksoid 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan.

Pertahankan jalan napas dan jaga keseimbangan cairan.

Segera berikan human tetanus immunoglobulin 5000 IU i.m untuk menawarkan

racun yang belum bersenyawa dengan otot.

Bila yang ada hanya ATS suntikkan i.m atau i.v 20.000 – 40.000 IU/hari selama 3

hari atau 20.000 IU/ hari untuk anak-anak selama 2 hari.

Berikan penisilin prokain 2 juta IU i.m pada orang dewasa atau 50.000 IU/ kgBB/

hari selama 10 hari pada anak untuk eradikasi kuman.

Berikan diazepam untuk mengendalikan kejang dengan titrasi dosis : 5 – 10 mg i.v.

untuk anak dan 40 – 120 mg/ hari untuk dewasa.

Cegah penyebaran racun lebih lanjut dengan eksplorasi luka dan membersihkannya

dengan H202 3%. Port d'entre lain seperti OMSK atau gangren gigi juga harus

dibersihkan dahulu.

Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik tetrasiklin

dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut. Obat

lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dan

mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan

ditempatkan dalam ruangan yang tenang.

Pasien dianjurkan dirawat di unit perawatan khusus jika :

a. Kejang-kejang yang sukar diatasi dngan obat-obatan antikonvulsan biasa.

b. Spasme laring.

c. Komplikasi yang memerlukan perawatan khusus seperti sumbatan jalan napas,

kegagalan pernapasan, hipertensi dan sebagainya.

2. Farmakologi

a. Antibiotika

Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari i.m. Sedangkan

tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit/ kgBB/ 12 jam

secara i.m. diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap Peniciline, obat dapat

diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/ kgBB/ 24 jam,

Page 8: Makalah Tetanus

tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila

tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit/

kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan

membunuh bentuk vegetatif dari C. tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.

Bila dijumpai adanya komplikasi, pemberian antibiotika broad spektrum dapat

dilakukan.

b. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis

3000-6000 unit, satu kali pemberian saja, secara i.m. tidak boleh diberikan secara

intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin",

yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada,

dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan,

dengan dosis 40.000 unit, dengan cara pemberiannya adalah 20.000 unit dari

antitoksin dimasukkan ke dalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara

intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah

dosis yang tersisa (20.000 unit) diberikan secara i.m. pada daerah pada sebelah

luar.

c. Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan

pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.

Pemberian dilakukan secara i.m. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi

dasar terhadap tetanus selesai. Tabel 4 berikut ini memperlihatkan petunjuk

pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka.

Tabel 4 : Petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka.

___________________________________________________________________

RIWAYAT IMUNISASI Luka Bersih, Kecil, Luka Lainnya

___________________________________________________________________

(dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT) Antitoksin

___________________________________________________________________

Tidak diketahui ya tidak ya ya

0 – 1 ya tidak ya ya

Page 9: Makalah Tetanus

2 ya tidak ya tidak*

3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak

___________________________________________________________________

* : Kecuali luka > 24 jam

** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

d. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang kronik yang

hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya. Dengan penggunaan

obat – obatan sedasi/ muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN

___________________________________________________________________

Jenis Obat Dosis Efek Samping

___________________________________________________________________

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/ kgBB/ 4 jam (IM) Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus meliputi:

1. Darah

Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang. 

BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro

toksik akibat dari pemberian obat.

Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang

kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).

2. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.

3. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk

mengetahui fokus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.

Page 10: Makalah Tetanus

2.8 Pencegahan

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada

anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus).

Dewasa sebaiknya menerima booster pada seseorang yang memiliki luka, jika:

1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu vaksinasi lebih

lanjut.

2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan

vaksinasi.

3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan suntikan

immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.

Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena

kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.

Page 11: Makalah Tetanus

BAB III

PATOFISIOLOGI

(Lampiran 1)

3.1 Faktor Resiko

1. Lesi kulit kronik (ulkus, abses, gangren) berhubungan dengan diabetes mellitus maupun

cedera akut

2. Penyalahgunaan narkotika parenteral

3. Usia lanjut juga merupakan faktor resiko tetanus karena imunitas menurun seiring

bertambahnya umur. Sekitar 50% dewasa tua lebih dari 50 tahun tidak kebal

tetanus karena mereka belum divaksinasi atau tidak mendapatkan booster

tetanus.

4. Pencemaran lingkungan fisik dan biologik

Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan menyebabkan Clostridium tetani

lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering

mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan

lingkungan adalah amat penting bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai

penyakit lain.

5. Faktor alat pemotongan tali pusat

Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat bayi meningkatkan risiko

penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara

berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih

menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi

baru lahir (WHO, 2008).

6. Faktor cara perawatan tali pusat

Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan ramuan

untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut

akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu

ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar

ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin, 2000).

Page 12: Makalah Tetanus

7. Faktor kebersihan tempat pelayanan kesehatan

Tempat pelayanan kesehatan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk menimbulkan

penyakit. Tempat pelayanan kesehatan yang ideal sebaiknya dalam keadaan bersih dan

steril.

8. Faktor kekebalan ibu hamil

Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu mencegah

kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu

hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi

Clostridium tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir

dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).

3.2 Faktor Pencetus

1. Alergen:

Debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpihan kulit binatang seperti kucing,

anjing, dan hewan berbulu lainnya

Air liur dan air kencing binatang peliharaan

Debu rumah terdiri dari bermacam alergen, seperti sisa makanan, potongan rambut,

kulit binatang, kecoa dan serangga lainnya

2. Luka tusuk, gigitan binatang maupun manusia, luka bakar, luka operasi yang tidak

dirawat dan dibersihkan dengan baik

3. Otitis media purulenta, karies gigi

3.3 Patogenesis

Toksin kuman C. tetani berbentuk spora.  Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat

berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar

intrakasonal sampai ganglin/ simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus

otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun menyeluruh. Bila toksin banyak,

selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh. Toksin ini menyebabkan

jaringan mati, ditambah dengan adanya benda asing menyebabkan infeksi aktif. Clostridium

tetani tidak mencetuskan peradangan (port de entry terabaikan). Toksin terikat terminal

neuromotorik perifer menyebabkan masuknya akson menuju sel body batang otak sampai

Page 13: Makalah Tetanus

pada medulla spinalis. Toksin melintasi sinaps menuju terminal presinaps, memblok

pelepasan neurotransmitter inhibitor Glisin & Gama Aminobutyric Acid (GABA).

Terhambatnya inhibisi menyebabkan rigiditas sehingga refleknya terhambat dan spasme

meningkat. Bila neuron preganglionik simpatik terkena dapat menyebabkan hiperaktivitas

simpatik. (Aru W, 2004)

Cara kerja toksin

Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke

sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen, sangat

mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh

toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin

spesifik.

3.4 Prognosis

Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )

2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun

lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin

pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

Prognosa tetanus neonatal jelek bila:

1. Umur bayi kurang dari 7 hari

2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam

4. Dijumpai muscular spasm.

Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%.

Page 14: Makalah Tetanus

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

4. Pengkajian

4.1 Data Subjektif

1. Biodata/Identitas

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal

masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian

terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan

diagnosis keperawatan (Marilynn E. Doenges et al, 1998).

1.1.1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.

2. Keluhan utama

Biasaya didapatkan suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran

(Muttaqin, Arif. 2011)

3. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita sekarang:

Faktor riwayat penyakit sangat penting untuk diketahui untuk mengetahui predisposisi

penyebab sumber luka. Gejala yang timbul, mulainya serangan, bertambah baik atau

bertambah buruk, tindakan apa saja yang sudah dilakukan, adanya penurunan atau

perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan toksin tetanus yang

menginflamasi jaringan otak, perubahan perilaku, dan semakin berkembangnya penyakit

dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

Ada beberapa tahap dari serangan tetanus, yaitu:

-Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal

penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga

mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus

masih berlangsung.

Page 15: Makalah Tetanus

Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala

tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi

mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa

menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus

Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Selain itu, otot-otot perut pun

menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat

hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat

terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul

yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan

makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara

melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi

terbatas.

Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks.

Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa

terjadi  spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar.

Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini

hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan

frekuensi yang lebih sering. Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis),

tetanus dapat menyebabkansulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan

patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga

dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan

karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk

tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

(selekta,kapita. 2010)

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai:

System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot

pernafasan.

System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu

tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.

Page 16: Makalah Tetanus

System neurologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan

satu atau beberapa saraf otak.

System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak

ada/oliguria)

System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.

System integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka,

berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka

dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan

menelan.

Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang

umum. ( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

Riwayat Penyakit Dahulu

- Adanya riwayat trauma kepala, luka tusuk, luka kotor, adanya benda asing dalam luka

yang menyembuh, luka yang tertutup debu, luka gores yang ringan kemudian menjadi

bernanah, gigi berlubang dengan benda yang kotor, dan caries gigi, menunjang

berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin atau OMP yang

dibersihkan dengan kain yang kotor.

- Adanya imunisasi yang tidak adekuat.

Riwayat kesehatan keluarga

- Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.

Riwayat sosial

- Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya.

Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

- Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana.

Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,

pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis

Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang

diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-

obatan pertolongan pertama.

Page 17: Makalah Tetanus

Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi ditanyakan bagaimana kualitas dan

kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien.

Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera makan anak?

Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?

Pola Eliminasi:

BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan

bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? Serta ditanyakan apakah

disertai nyeri saat kencing.

BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana

konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?

Pola aktivitas dan latihan

Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam berapa?

Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?

3.2 Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,

respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan

kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan

neurologi.

2. Pemeriksaan Khusus

- Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan.

- Sistem kardiovascular: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh

awalnya 38 - 40°C atau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.

- Sistem neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu

atau beberapa saraf otak.

- Sistem perkemihan: retensi urin (distensi kandung kemih dan urin output tidak

ada/oliguria)

- Sistem pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.

Page 18: Makalah Tetanus

- Sistem integumen dan muskuloskletal: nyeri kesemutan pada tempat luka,

berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka

dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan

menelan.

Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.

(Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

3. Pemeriksaan Fisik

Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-40

C berhubungan dengan proses inflamasi dan toksin tetanus yang sudah mengganggu

pusat pengatur suhu tubuh. Bila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering

berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum. Tekanan darah biasanya

normal.

B1 (Breathing)

Inspeksi bila klien batuk, terdapat produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu,

dan peningkatan frekuensi pernapasan, disertai dengan adanya ketidakefektifan bersihan

jalan napas. Palpasi toraks terdapat adanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

Auskultasi bunyi napas tambahan ditandai dengan ronkhi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.

B2 (Blood)

Pada sistem kardiovaskular terdapat renjatan (syok hipovolemik), tekanan darah biasanya

normal, peningkatan denyut jantung, adanya anemis karena hancurnya eritrosit

B3 (Brain)

- Tingkat kesadaran: compos mentis, pada tingkat lanjut kesadaran mulai mengalami

penurunan pada tingkat letargi, stuor, dan semikomatosa. Jika klien mengalami koma

maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran dan pemantauan

pemberian asuhan.

- Fungsi Serebri (status mental): observasi penampilan dan tingkah laku, gaya bicara,

observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pada tahap lanjut akan mengalami

perubahan

Sistem Motorik

Kekuatan otak menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada tahap lanjut

Page 19: Makalah Tetanus

mengalami perubahan.

Pemeriksaan Refleks

Pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respon normal

Sistem Sensorik

Adanya perasaan raba dan nyeri normal, suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di

permukaan tubuh.

B4 (Bladder)

Penurunan volume keluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan curah

jantung ke ginjal, adanya retensi urine karena kejang dan sebaiknya pengeluaran urine

dengan menggunakan kateter.

B5 (Bowel)

Mual, muntah berhubungan dengan peningkatan produksi asam lambung, pemenuhan

nutrisi karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut, dan spasme otot yang

menyebabkan sulitnya BAB

B6 (Bone)

Adanya kejang sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas sehari-

hari, kejang memberikan resiko pada fraktur vertebra pada bayi, ketegangan, dan spasme

otot pada abdomen (opistotonus).

(Muttaqin, Arif. 2011)

3.3 Data Penunjang

1. Darah

- Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)

- BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

- Serum Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

3. EEG : Elektro Enselografi, teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui

tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

Page 20: Makalah Tetanus

4. Albumin kurang dari 3,5 mg%

5. Pemeriksaan Gula Darah: Kuman tetanus tidak dapat mengfermentasikan glukosa

sehingga kadar glukosa darah meningkat.

6. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia (gangguan irama jantung) ventrikuler

7. WBC Count: Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/l

4.4 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya sekret dalam trachea,

kemampuan batuk menurun, ditandai dengan sesak napas, RR meningkat, retraksi ICS,

ronkhi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum, hasil pemeriksaan

laboratorium menunjukan: AGD abnormal (asidosis respiratorik)

2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek

toksin (bakterimia) di jaringan otak ditandai dengan demam, suhu tubuh meningkat

menjadi 38-40 C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3

3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan (trismus) ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat

mulut kembali lagi dapat melalui hidung, dan berat badan menurun disertai hasil

pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%

4. Resiko cedera yang berhubungan dengan adanya kejang,

5. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit ditandai dengan klien merasa cemas

4.5 Rencana asuhan keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret dalam

trakhea dan kemampuan batuk menurun ditandai dengan sesak napas,RR

meningkat, retraksi ICS, ronkhi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai

dengan sputum, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan: AGD abnormal

(asidosis respiratorik)

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan bersihan jalan nafas

kembali efektif.

Kriteria hasil: secara subjektif sesak nafas (-), RR 16-20x/mnt. Tidak

Page 21: Makalah Tetanus

menggunakan otot bantu nafas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-), sianosis (-), dyspnea

(-), AGD normal (pH=7.35-7,45; PCO2=35-45 mmHg, PO2=80-100 mmHg)

Intervensi Rasional

Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas

tambahan, perubahan irama, dan

kedalaman, penggunaan otot-otot

tambahan, warna, dan kekentalan

sputum

Memantau dan mengatasi komplikasi

potensial. Penh=gkajian fungsi pernafasan

dengan interval yang teratur adalah penting

karena pernafasan yang tidak efektif dan

adanya kegagalan, karena adanya

kelemahan/paralisis pada otot=otot

intercostal dan diafragma yang berkembang

dengan cepat

Bebaskan jalan nafas dengan

mengatur posisi kepala ekstensi atau

semi fowler.

Peninggian kepala tempat tidur (semi

fowler) memudahkan pernafasan,

meingkatkan ekspansi dada, dan

meningkatan batuk lebih efektif, dan secara

anatomi posisi kepala ekstensi merupakan

cara untuk meluruskan rongga pernafasan

sehingga proses respirasi tetap berjalan

lancar dengan menyingkirkan pembuntuan

jalan nafas.

Pemeriksaan fisik:

-Auskultasi mendengar suara nafas

(adakah ronchi, dyspnea, sianosis) tiap

2 – 4 jam sekali. .

-Ronchi menunjukan adanya gangguan

pernafasan akibat atas cairan atau secret

yang menutupi sebagian dari saluran

pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk

mengoptimalkan jalan nafas.

-Dyspnea, sianosis merupakan tanda

terjadinya gangguan nafas disertai dengan

Page 22: Makalah Tetanus

kerja jantung yang menurun timbul tacikardi

dan capillary reffil time yang

memanjang/lama.

-Ajarkan cara batuk efektif .

-Lakukan fisioterapi dada; fibrasi

dada.

-Klien berada pada resiko tinggi bila tidak

dapat batuk efektif untuk membersihkan

jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam

menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi

saliva, dan mencetuskan gagal nafas akut.

----Terapi fisik dada membant meningkatkan

batuk lebih efektif

Penuhi hidrasi cairan via oral seperti

minum air putih dan pertahankan

intake cairan 2500ml/hari

Pemenuhan cairan dapat mengencerkan

mukus yang kental dan dapat membantu

pemenuhan cairan yang dapat banyak keluar

dari tubuh.

Lakukan penghisapan lendir dijalan

nafas

Pengisapan mungkin diperlukan untuk

mempertahankan kepatenan jalan nafas

menjadi bersih

Berikan oksigen sesuai klinis Pemenuhan oksigen terutama pada klien

tetanus dengan laju metabolisme yang tinggi

Kolaborasi dalam pemberian obat

pengencer secret (mukolotik).

Rasional : obat mukolitik dapat

mengencerkan secret yang kental

sehingga mudah mengeluarkan dan

mencegah kekentalan.

Obat mukolitik dapat mengencerkan secret

yang kental sehingga mudah mengeluarkan

dan mencegah kekentalan

Page 23: Makalah Tetanus

2. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek

toksin di jaringan otak ditandai dengan demam, suhu tubuh meningkat menjadi 38-

40 C, hiperhidrasi sel darah putih lebih dari 10.000/m3

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan suhu tubuh menurun

Kriteria hasil : suhu tubuh normal 36-37 C, hasil laboratorium sel darah putih ⁰

(leukosit) antara 5000-10.000/mm3

Intervensi Rasional

Monitor suhu tubuh klien. Peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus

rangsang kejang pada klien tetanus.

Berikan hidrasi atau minum yang

adekuat.

Cairan-cairan membantu menyegarkan badan

dan merupakan kompresi badan dari demam.

Lakukan tindakan teknik aseptic dan

antiseptic pada perawatan luka.

Rasional: perawatan luka mengeleminasi

kemungkinan toksin yang masih berada

disekitar luka.

Beri kompres dingin di kepala dan

aksila bila tidak terjadi eksternal

rangsangan kejang

Memberikan respons dingin pada pusat

pengtur panas dan pada pembuluh darah

besar dan salah satu cara untuk menurunkan

suhu tubuh dengan cara proses konduksi

Pertahankan bedrest total selama fase

akut

Mengurangi peningkatan proses metabolisme

umum yang terjadi pada klien tetanus.

Kolaborasi

-Pemberian obat antibiotik, antipiretik,

antibacterial, ATS

Obat-obatan antibacterial dapat mempunyai

spectrum untuk mengobati bakteri gram

positif, atau bakteri gram negative, antipiretik

bekerja sebagai proses termoregulasi untuk

mengantisipasi panas dan ATS dapat

mengurangi dampak toksin terutama jaringan

otak dan anti mikroba dapat mengurangi

Page 24: Makalah Tetanus

-Pemeriksaan laboratorium leukosit.

inflamasi sekunder dari toksin.

- Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat

lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan

adanya infeksi dan atau untuk mengikuti

perkembangan pengobatan yang

diprogramkan.

3. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil : Tidak adanya tanda malnutrisi, BB normal, intake adekuat, hasil

pemeriksaan albumin 3,5-5mg%

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan klien dalam

menelan,batuk, dan adanya sekret.

Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan

dari otot pengunyah sehingga klien

mengalami kesuliatan menelan dan kadang

timbul reflex balik atau teresedak.

Berikan pengertian tentang

pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Agar termotivasi untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi.

Auskultasi bowel sound, amati

penurunan atau hiperteaktivitas suara

bowel.

Fungsi gastrointestinaltergantung pula pada

kerusakn otak, bowel sound menentukan

respons feeding atau terjadinya komplikasi

misalnya illeus.

Timbang berat badan sesuai indikasi. Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan

maknan.

Beri makan dengan cara meninggikan

kepala.

Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.

Kolaboratif :

a. Pemberian diit TKTP cair, lunak

atau bubur kasar.

Makanan cair, lunak, atau bubur kasar dapat

menurunkan resiko tersedak.

Page 25: Makalah Tetanus

b. Pemberian carian per IV line

Bila klien sering kejang berikan

makanan lewat NGT.

Pemenuhan nutrisi dengan langsung

memasukkan ke lambung akan menurunkan

risiko regurgitasi atau aspirasi.

Pertahankan lingkungan yang tenang

dan anjurkan keluarga atau orang

terdekat untuk memberikan makanan

pada klien.

Membuat klien merasa amn sehingga

asupan dapat dipertahankan.

4. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan serangan kejang

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang

disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadran.

Kriteria hasil : klien tidak mengalami cidera apabila kejang berulang ada.

Intervensi Rasionalisasi

Monitor kejang pada tangan, kaki,

mulut (trismus), kuduk (epistotonus),

dinding perut, tulang belakang

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat

memerlukan evaluasi yang sesuai dengan

intervensi yang tepat untuk mencegah

terjadinya komplikasi.

Persiapan lingkungan yang aman

seperti batasan ranjang, papan

pengaman, dan alat suction selalu

berada dekat klien dan lindungi klien

dari cedera dengan menggunakan

bantalan pada pagar tempat tidur

Pagar tempat tidur melindungi klien terjatuh

dari tempat tidur bila kejang terjadi dan

adanya bantalanpada pagar tempat tidur dapat

menurunkan resiko cedera saat klien kejang.

Pertahankan bedrest total selama fase

akut.

Mengurangi resiko jatuh/terluka jika vertigo,

sincope, dan ataksia terjadi.

Kolaborasi pemberian terapi;

diazepam, phenobarbital.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan: phenobarbital dapat menyebabkan

respiratorius depresi dan sedasi.

Pada saat terjadi kejang:

Page 26: Makalah Tetanus

Intervensi Rasionalisasi

-Selama serangan kejang, jaga privasi klien

-Lindungi kepala dengan bantalan, singkirkan semua parabot yang dapat mencederai klien

-Masukkan spatel lidah yang diberi bantalan (kapas dibungkus dengan kassa) diletakkan di antara gigi-gigi

-Jangan memaksa membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukkan sesuatu

-Pada saat serangan kejang, miringkan klien dengan kepala fleksi ke depan

-Pada saat terjadi kejang, pakaian klien dapat tersingkap, sehingga perlu dijaga privasinya

-pada saat kejang barang-barang yang ada di sekitar klien yang mengalami serangan kejang, dapat mencederai klien

-Pada saat kejang lidah dapat tergigit. Memasukkan spatel akan mencegah lidah dapat tergigit.

-Tindakan ini dapat menyebabkan fraktur pada rahang

-Tindakan ini memungkinkan lidah jatuh ke depan, dan memudahkan pengeluaran saliva dan mukus. Jika disediakan pengisap, gunakan ( jika perlu untuk membersihkan sekret)

5. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit, kemungkinan kejang berulang.

Tujuan : Kecemasan hilang atau berkurang

Kriteria hasil : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasin penyebab atau faktor

yang memengaruhinya, dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tanda verbal dan nonverbal

kecemasan, dampingi klien dan

lakukan tindakan bila

menunjukan perilaku merusak.

Reksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa

agitasi, marah, dan gelisah.

Jelaskan sebab terjadinya kejang. Memberikan dasar konsep agar klien kooperatif

terhadap tindakan untuk mengurangi kejang.

Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkat rasa marah,

menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat

penyembuhan.

Mulai melakukan tindakan untuk

mengurangi kecemasan. Beri

Mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.

Page 27: Makalah Tetanus

lingkungan yang tenang dan

suasana penuh istirahat.

Tingkat kontrol sensasi klien. Kontrol sensai klien (dan dalam menurunkan

ketakutan) dengan cara memberikan informasi

tentang keadaan klien, menekankan pada

penghargaan terhadap sumber-sumber koping

(pertahanan diri), yang positif, membantu latihan

relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan

memberikan respons balik yang positif.

Orientasi klien terhadap prosedur

rutin dan aktivitas yang

diharapkan.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

Berikan kesempatan kepada klien

untuk mengungkapan asietasnya.

Dapat menghilangkan ketegangan terhadap

kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Berikan privasi untuk klien dan

orang terdekat.

Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,

menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.

Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien

melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya

membaca) akan menurukan perasaan terisolasi.

Page 28: Makalah Tetanus

BAB V

PENUTUP

Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat

yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini

timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi,

infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan

berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum

menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.

Dengan faktor pencetus, yaitu sebagai berikut.

1. Alergen:

Page 29: Makalah Tetanus

Debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpihan kulit binatang seperti kucing,

anjing, dan hewan berbulu lainnya

Air liur dan air kencing binatang peliharaan

Debu rumah terdiri dari bermacam alergen, seperti sisa makanan, potongan rambut,

kulit binatang, kecoa dan serangga lainnya

2. Luka tusuk, gigitan binatang maupun manusia, luka bakar, luka operasi yang tidak

dirawat dan dibersihkan dengan baik

3. Otitis media purulenta, karies gigi

Diagnosa yang mungkin pada klien dengan kasus tetanus, yaitu :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya sekret dalam trakhea

ditandai dengan RR meningkat

2. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin di

jaringan otak ditandai dengan demam

3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan, keadaan kejang abdomen ditandai dengan trismus

4. Resiko cedera yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan

penurunan tingkat kesadaran.

5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan adanya kejang berulang

6. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit ditandai dengan klien merasa cemas

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Adams. R.D,dkk : Tetanus in : Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205 - 1207.

Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. Diphteria–Pertusis–Tetanus Vaccine Teactogenicity of

Cimmercial Products. Pediatricas 1979; 63:256–260.

Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders Company,

1996, 815 -817.

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Page 30: Makalah Tetanus

Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam , Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990

Thedore.R, Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1993

Maryln Doengoes, Nursing Care Plan, Edisi III, Philadelpia, 1993

Selekta, Kapita. 2010. Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993