word tetanus um

38
BAB I PENDAHULUAN Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit endemik di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering pada anak adalah tetanus neonatorum yang menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap tahun karena para ibu tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan luka, sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor walaupun ada juga kasus tanpa riwayat trauma tetapi sangat jarang, terutama pada tetanus dengan masa inkubasi yang lama. Spora Clostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan pada lingkungan yang hangat, terutama di daerah rural dan penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara berkembang. Angka kejadian dan kematian karena tetanus di Indonesia masih tinggi. Indonesia merupakan negara ke-5 diantara 10 negara berkembang yang angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi. Pada tahun 1988 jumlah kematian neonatus 54633 dan pada tahun 1992 berjumlah 33264 sedangkan angka kematian tetanus neonatorum pada tahun 1988 sebesar 10,9 ‰ dan tahun 1992 sebesar 7,3 ‰. Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara tetangga yakni Vietnam dengan jumlah kematian karena tetanus neonatorum tahun 1988 sebanyak 9598 dan tahun 1992 berjumlah 85550 dan angka kematian tahun 1988 dan 1992 adalah 4.8 ‰ dan 4,2 ‰ secara berurutan. 1

Upload: siidam

Post on 05-Jul-2015

362 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Word Tetanus um

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit

endemik di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering pada anak adalah tetanus

neonatorum yang menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap tahun karena para ibu

tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan luka,

sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor walaupun ada juga kasus tanpa riwayat

trauma tetapi sangat jarang, terutama pada tetanus dengan masa inkubasi yang lama. Spora

Clostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan pada lingkungan yang hangat, terutama

di daerah rural dan penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara

berkembang.

Angka kejadian dan kematian karena tetanus di Indonesia masih tinggi. Indonesia

merupakan negara ke-5 diantara 10 negara berkembang yang angka kematian tetanus

neonatorumnya tinggi. Pada tahun 1988 jumlah kematian neonatus 54633 dan pada tahun

1992 berjumlah 33264 sedangkan angka kematian tetanus neonatorum pada tahun 1988

sebesar 10,9 ‰ dan tahun 1992 sebesar 7,3 ‰. Angka tersebut cukup tinggi bila

dibandingkan dengan negara tetangga yakni Vietnam dengan jumlah kematian karena tetanus

neonatorum tahun 1988 sebanyak 9598 dan tahun 1992 berjumlah 85550 dan angka kematian

tahun 1988 dan 1992 adalah 4.8 ‰ dan 4,2 ‰ secara berurutan.

Penyakit Tetanus Neonatorum yang disebabkan oleh infeksi basil tetani merupakan

salah satu penyebab kematian neonatal. Basil tetani dalam bentuk spora tahan bertahun –

tahun di tanah dan saluran cerna. Oleh karena itu penyakit tetanus neonatorun tidak dapat

dibasmi melainkan hanya ditekan angka kejadian hingga dibawah 1/10 000 kelahiran hidup

Tetanus neonatorum merupakan masalah yang terjadi pada negara berkembang dan

maju. Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang disebabkan Clostridium tetani

dengan masa inkubasi ± 6 hari, terjadi pada bayi baru lahir yang masuk melalui pemotongan

tali pusat yang tidak steril dan dapat terjadi karena ibu belum mendapat imunisasi tetanus.

Perjalanan penyakit pada tetanus neonatorum tergantung dari sistim saraf dan jumlah toksin

yang masuk. Prognosis tetanus ditentukan salah satunya adalah dengan penatalaksanaan yang

1

Page 2: Word Tetanus um

tepat dan dilakukan secara intensif. Penyakit tetanus pada neonatus mempunyai case fatality

rate yang tinggi (70-90%) sehingga bila tetanus dapat didiagnosis secara dini dan ditangani

dengan baik maka dapat lebih menurunkan angka kematian.

Adapun tujuan dan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui segala hal yang

berkaitan dengan tetanus. Mulai dari definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, hingga bagaimana penatalaksanaannya.

dan prognosis dari penyakit tetanus neonatorum.

.

2

Page 3: Word Tetanus um

BAB II

TETANUS NEONATORUM

II.1 Definisi

Tetanus neonatorum adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani

yang mempunyai ciri kontraksi spamodik dan nyeri dari otot yang involunter, terjadi

pada rahang, wajah, leher, dada, tulang belakang dan panggul, yang terjadi pada bayi

baru lahir.

Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang

dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta

diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis

tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan

sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot. Gejala ini bukan

disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotosin (tetanospasmin)

yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,

sambungan neuro muscular (neuro muscular junction) dan saraf autonom.

Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif,

bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini menghasilkan spora

pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau

raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia,

pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan

dan pada kotoran hewan terutama kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam

suasana anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin

dan tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis

tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada

ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang.

3

Page 4: Word Tetanus um

II.2 Etiologi

Clostridium berarti kelosan benang yang kecil. Clostridium tetani membentuk

spora, anaerob obligat, gram positif, dan motil. Sporanya berbentuk seperti drumstik.

Spora ini dapat hidup dengan oksigen, perubahan temperatur, antiseptik, bahan kimia

seperti fenol dan autoclaf dengan 121˚c selama 15 menit. Terdapat banyak di alam,

tanah, feses kuda, binatang dan juga ditemukan pada usus manusia. Clostridium tetani

menghasilkan toksin yang mengandung protein yang bersifat termolabil (650 – 5 menit

menjadi inaktif) dengan berat molekul 70.000 dan dapat dicerna oleh enzim proteolitik

lambung. Toksin ini dapat menyerang susunan saraf pusat, termasuk sistim saraf perifer

pada motor end plate, dan sistim saraf simpatis. Cloatridium tetani menghasilkan

eksotoksin yang dihasilkan dari plasmid yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.

Tetanolisin dapat menyebabkan hemolisis sel darah dan menghancurkan sistem

limfe sedangkan tetanospasmin dapat menyebabkan kejang dan kekakuan pada otot.

Tetanospasmin mempunyai struktur yang sama dengan toksin botulinum tetapi

mempunyai efek yang berbeda. Tetanospasmin adalah metal proteinase yang bebas Fe,

yang mempunyai protein bermolekul besar ( High chain ) dan protein bermolekul kecil

( light chain ). Tetanospasmin masuk melalui ujung akson dan menyebar pada seluruh

badan akson, lalu akan menyebar ke sistem saraf pusat. Tetanospasmin bekerja memblok

pelepasan neurotransmiter yang bekerja sebagai inhibitor sehingga menghambat kerja

inhibitor sistim saraf motorik. Hal ini menyebabkan sistim saraf motorik akan terus

terangsang sehingga dapat menimbulkan spasme otot.

Clostridium tetani tidak bersifat invasif. Kumannya tetap di dalam luka dan akan

bertumbuh apabila keadaannya memungkinkan yaitu keadaan anaerob yang biasanya

terjadi karena adanya:

a. Jaringan nekrotik

b. Garam kalsium

c. Kuman piogenik lainnya maka spora akan jadi bentuk vegetatif dan eksotoksin yang

dibentuk

4

Page 5: Word Tetanus um

Pada SSP, toksinnya akan mengikat diri pada ganglion batak otak dan sumsum

tulang belakang. Toksin bekerja secara blokade dengan dikeluarkannya mediator

penghambat inhibitor sinapsis neuron motorik.

Gambar 1. Mikroskopik Clostridium tetani.

II.3 Epidemiologi

Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah

populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang tidak kebal,

tingkat pencemaran biologi lingkungan peternakan/ pertanian, dan adanya luka pada

kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah

risiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah angka kejadian pada anak

laki-laki lebih tinggi, akibat perbedaaan aktivitas fisiknya.

Tetanus neonatorum meningkat pada bayi dari ibu yang belum mendapat

imunisasi dan pemotongan tali pusat yang tidak steril, serta pembubuhan punting tali

pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-daunan

merupakan penyebab utama masuknya spora pada punting tali pusat yang

menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum. Pada tahun 1995, kematian akibat

5

Page 6: Word Tetanus um

tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibandingkan negara maju

dan 1.000.000 bayi di dunia meninggal karena tetanus. Pertengahan tahun 1980an di

Indonesia, tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah usia 1 bulan.

Kebanyakan disebabkan oleh penggunaan gunting yang kotor dan berkarat oleh para

bidan dan dukun bayi saat memotong tali pusat bayi karena menurut Departemen

Kesehatan, 60% persalinan di Indonesia masih dilakukan oleh dukun bayi yang tidak

terlatih.

Gambar 2. Peta endemik tetanus neonatorum

6

Page 7: Word Tetanus um

II.4 Patofisiologi

Perjalanan penyakit tetanus neonatorum diawali terjadinya luka pada tali pusat

yang tidak steril sehingga terjadi kontaminasi dengan clostridium tetani .Clostridium

tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk spora.

Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan

tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau

berkurangnya potensi oksigen. Clostridium tetani menghasilkan toksin yang

mengandung polipeptida yang mempunyai berat molekul sebesar 150 000 Da, yang

terdiri dari rantai molekul besar ( 100 000 Da ) dan rantai molekul kecil ( 50 000 Da ).

Gambar 3. Molekul polipeptida pada C.tetani

Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka.

Beratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin

serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. berkisar antara 3-14 hari.

Faktor-faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga

ditentukan oleh strain Clostridium tetani. Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit

tetanus telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan

penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan. Toksin akan menghasilkan

tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin akan masuk ke pembuluh darah dan

pembuluh limfe, yang sifatnya hemolisis, merusak sistem limfe dan sel saraf.

Tetanospasmin sifatnya merusak membran sel saraf , sehingga mencegah pelepasan

inhibitor pada presinaps. Toksin ini mencegah pengeluaran transmiter dengan cara

menghancurkan synaptobrevin (suatu membran protein yang membentuk vesikel yang

berisi neurotransmiter yang terdapat di interstitiel). Tetanospasmin rantai molekul kecil

7

Page 8: Word Tetanus um

( L chain ) akan mengeluarkan metal protease zinc yang akan menghancurkan

synaptobrevin sehingga akan menghambat pengeluaran neurotransmiter yang dihasilkan

oleh synaptobrevin. Toksin ini juga menghambat neurotransmiter berupa pelepasan

transmiter glisin dan GABA (Gamma Amino Butiric Acid) yang fungsinya sebagai

kontraksi otot, hal ini menyebabkan kerja otot volunter terganggu sehingga timbul

spasme otot. Saraf motor α yang pertama kali dihambat kemudian saraf motor yang

lainnya, kemudian akan mempengaruhi sistem saraf simpatis preganglion, sistem saraf

parasimpatis, medulaoblongata dan hipotalamus.

Pada sistim eferen dari saraf motorik di medula spinalis dan batang otak yang

mengalami gangguan proses inhibisi yang tidak terkontrol menyebabkan rangsangan

terjadinya kekakuan dan spasme otot dan disertai dengan kejang. Hal ini disebabkan

refleks inhibisi yang disebabkan oleh neurotransmiter sebagai antagonis pada otot telah

hilang dan yang ada hanya rangsangan kontraksi otot yang disebabkan agonis dan

antagonis sehingga akan menyebabkan spasme. Gangguan inhibisi pada otonom akan

menyebabkan gangguan pada sistim saraf otonom dengan aktivitas simpatis . Toksin

juga mencapai medula spinalis, batang otak, sistim saraf perifer, neuromuscular junction

dan langsung juga pada otot.. Toksin tetanus yang mencapai medula spinalis akan

menghambat kerja otot yang volunter. Spasme otot menyebabkan kesakitan dan dapat

terjadi faktur dan ruptur tendo. Otot rahang, wajah dan kepala adalah yang pertamakali

terlihat karena jalur akson yang pendek kemudian akan diikuti dada dan panggul, tetapi

otot perifer di tangan dan kaki hanya terlihat sedikit. Pengikatan toksin pada sel saraf

bersifat ireversibel. Perbaikan akan diharapkan terbentuk sel saraf yang baru.

Mekanisme kerja toksin tetanus:

Jenis toksin

Clostridium tetani menghasilkan tetanolisin dan tetanospsmin. Tetanolisin

mempunyai efek hemolisin dan protease, pada dosis tinggi berefek kardiotoksik

dan neurotoksik. Sampai saat ini peran tetanolisin pada tetanus manusia belum

diketahui pasti. Tetanospasmin mempunyai efek neurotoksik, penelitian

mengenai patogenesis penyakit tetanus terutama dihubungkan dengan toksin

tersebut.

8

Page 9: Word Tetanus um

Toksin tetanus dan reseptornya pada jaringan saraf

Toksin tetanus berkaitan dengan gangliosid ujung membran presinaptik,

baik pada neuromuskular junction, mupun pada susunan saraf pusat. Ikatan ini

penting untuk transport toksin melalui serabut saraf, namun hubungan antara

pengikat dan toksisitas belum diketahui secara jelas.

Tetanus toxin

Gambar 4. Tetanus toksin transport

Kerja toksin tetanus pada neurotransmitter

Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf

pusat, yaitu dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti

glisin, Gamma Amino Butyric Acid (GABA), dopamin dan noradrenalin.

GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama pada susunan saraf pusat, yang

berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif. Toksin tetanus tidak

mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara

spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah

9

Page 10: Word Tetanus um

sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses

eksositosis.

Perubahan akibat toksin tetanus:

a. Susunan saraf pusat

Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik

yang terus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological enhance

excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi

dari SSP ke perifer, sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. Semakin

banyak saraf inhibisi yang terkena makin berat kejang yang terjadi. Stimulus

seperti suara, emosi, raba dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena

motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain

seperti retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval),

hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada

beberapa yang resisten terhadap toksin.

b. Rasa sakit

Rasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang kala

ditemukan neurotic pain yang berat pada tetanus lokal sekalipun pada saat

tidak ada kejang. Rasa sakit ini diduga karena pengaruh toksin terhadap sel

saraf ganglion posterior, sel-sel pada kornu posterior dan interneuron.

c.Fungsi Luhur

Kesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar

biasanya brhubungan dengan seberapa besar efek toksin terhadap otak,

seberapa jauh efek hipoksia, gangguan metabolisme dan sedatif atau

antikonvulsan yang diberikan.

Aktifitas neuromuskular perifer

Toksin tetanus menyebabkan penurunan pelepasan asetilkolin sehingga

mempunyai efek neuroparalitik, namun efek ini tertutup oleh efek inhibisi di

susunan saraf pusat. Neuroparalitik bisa terjadi bila efek toksin terhadap SSP

tidak terjadi, namun hal ini sulit karena toksin secara cepat menyebar ke SSP.

10

Page 11: Word Tetanus um

Kadang-kadang efek neuroparalitik terlihat pada tetanus sefal yaitu paralisis

nervus fasialis, hal ini mungkin n. fasialis lebih sensitif terhadap efek paralitik

dari toksin atau karena axonopathi.

Efek lain toksin tetanus terhadap aktivitas neuromuskular perifer berupa:

1. Neuropati perifer

Kontraktur miostatik yang dapat berupa kekakuan otot, pergerakan otot yang

terbatas dan nyeri, yang dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan

setelah sembuh. Denervasi parsial dari otot tertentu.

2. Perubahan pada sistem saraf autonom

Pada tetanus terjadi fluktuasi dari aktifitas sistem simpatis dan parasimpatis,

hal ini mungkin terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut.

Mekanisme terjadinya disfungsi sistem autonom karena efek toksin yang berasal dari

otot (retrograd) maupun hasil penyebaran intraspinalis (dari kornu anterior ke kornu

lateralis medula spinalis torakal). Gangguan sistem autonom bisa terjadi secara umum

mengenai berbagai organ seperti kardiovaskular, saluran cerna, kandung kemih,

fungsi kendali suhu dan kendali otot bronkus, namun dapat pula hanya mengenai

salah satu organ tertentu.

3. Gangguan Sistem pernafasan

Gangguan sistem pernafasan dapat terjadi akibat :

a. Kekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan abdomen; otot

diafragma terkena paling akhir. Kekakuan dinding thorax apalagi bila kejang yang

terjadi sangat sering mengakibatkan keterbatasan pergerakan rongga dada sehingga

menganggu ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal nafas yang ditandai

dengan hipoksia dan hiperkapnia. Namun dapat terjadi takipnea akibat aktifitas

berlebihan dari saraf di pusat persarafan yang tidak terkena efek toksin.

b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret trakea dan bronkus karena adanya

spasme dan kekakuan otot faring dan ketidakmampuan untuk dapat batuk dan

menelan dengan baik. Sehingga terdapat resiko tinggi untuk terjadinya aspirasi yang

dapat menimbulkan pneumonia, bronkopneumonia dan atelektasis.

c. Kelainan paru akibat iatrogenik.

Gangguan mikrosirkulasi pulmonal

11

Page 12: Word Tetanus um

Kelainan pada paru bahkan dapat ditentukan pada masa inkubasi. Kelainan yang

terjadi bisa berupa kongesti pembuluh darah pulmonal, oedema hemorrhagic

pulmonal dan ARDS. ARDS dapat terjadi pula karena proses iatrogenik atau infeksi

sistemik seperti sepsis yang mengikuti penyakit tetanus.

e. Gangguan pusat pernafasan

Observaasi klinis dan percobaan binatang menunjukkan bahwa pusat

pernafasan dapat terkena oleh toksin tetanus. Paralisis pernafasan tanpa kekakuan otot

dan henti jantung dapat terjadi pada pemberian toksin dosis tinggi pada hewan

percobaan. Selain itu ditemukan bahwa penderita mengalami penurunan resistensi

terhadap asfiksia.

Observasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat pernafasan pada

penderita tetanus adalah :

Adanya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas yang berat tanpa

ditemukan adanya komplikasi pulmonal, bronkospasme dan peningkatan sekret

pada jalan nafas. Episode ini bervariasi dalam beberapa menit sampai ½-1 jam.

Adanya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi prolonged

respiratory arrest (henti nafas berkepanjangan) dan akhirnya meninggal.

Henti nafas akut dan mati mendadak.

Sekalipun demikian gangguan pusat pernafasan disebabkan oleh penyebab

sekunder seperti hipoksia rekuren/berkepanjangan, asfiksia kaena kejang lama atau

spasme laring, hipokapnia setelah serangan distres pernafasan, dan akibat gangguan

keseimbangan asam basa.

4. Gangguan hemodinamika

Ketidakstabilan sistem kardiovaskular ditemukan penderita tetanus dengan gangguan

sistem saraf autonom yang berat. Penelitian mengenai hemodinamika pada tetanus berat

masih sangat jarang dilakukan karena :

Perjalanan penyakit tetanus sering diperberat oleh komplikasi seperti sepsis,

infeksi paru, atelektasis, edema paru dan gangguan keseimbangan asam-basa,

yang kesemua ini mempengaruhi sistem kardio-respirasi

Pemakaian obat sedatif dosis tinggi dan pemakaian obat inotropik mempersulit

penilaian dari hasil penelitian.

12

Page 13: Word Tetanus um

5. Gangguan metabolik

Metabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat dikarenakan adanya kejang,

peningkatan tonus otot, aktifitas berlebihan dari sistem saraf simpatik dan perubahan

hormonal. Konsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus tertentu dapat dikurangi

dengan pemberian muscle relaxans. Berbagai percobaan memperlihatkan adanya

peningkatan ekskresi urea nitogen, katekolamin plasma dan urin, serta penurunan serum

protein terutama fraksi albumin.

Peninggian katekolamin meningkatkan metabolik rate, bila asupan oksigen tidak

dapat memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya karena disertai masalah dalam sistem

pernafasan maka akan terjadi hipoksia dengan segala akibatnya. Katabolisme protein

yang berat, ketidakcukupan protein dan hipoksia akan menimbulkan metabolisme

anaerob dan mengurangi pembentukan ATP, keadaan ini akan mengurangi kemampuan

sistem imunitas dalam mengenali toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak

cukupnya antibodi yang dibentuk. Fenomena ini mungkin dapat menerangkan mengapa

pada penderita tetanus yang sudah sembuh tidak/kurang ditemukan kekebalan terhadap

toksin.

6. Gangguan Hormonal

Gangguan terhadap hipotalamus atau jaras batang otak-hipotalamus dicurigai terjadi

pada penderita tetanus berat atas dasar ditemukannya episode hipertermia akut dan

adanya demam tanpa ditemukan adanya infeksi sekunder. Peningkatan alertness dan

awareness menimbulkan dugaan adanya aktifitas retikular dari batang otak yang

berlebihan. Aksis hipotalamus-hipofise mengandung serabut saraf khusus yang

merangsang sekresi hormon. Aktifitas sekresi oleh serabut saraf tersebut dimodulasi

monoamin neuron lokal. Adanya penurunan kadar prolaktin, TSH, LH dan FSH yang

diduga karena adanya hambatan terhadap mekanisme umpan balik hipofise-kelenjar

endokrin.

7. Gangguan pada sistem lain

Berbagai percobaan pada hewan percobaan ditemukan bahwa toksin secara

langsung dapat mengganggu hati, traktus gastro-intestinalis dan ginjal. Pengaruh tersebut

dapat berupa nefrotoksik terhadap nefron, inhibisi mitosis hepatosit dan kongesti-

pendarahan-ulserasi mukosa gaster. Namun secara klinis hal tersebut sulit ditentukan

13

Page 14: Word Tetanus um

apakah kelainan klinis seperti gangguan fungsi ginjal, fungsi hati dan abnormalitas

traktus gastrointestinal disebakan semata-mata karena efek toksin atau oleh karena efek

sekunder dari hipovolemia, shock, gangguan elektrolit dan metabolik yang terganggu.

II.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai

kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang disebut awitan

penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik. Derajat berat penyakit selain

berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi.

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, umumnya

karena tehnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi

yang adekuat. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional

yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan,

pada tahun 1981. Ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus. Biasanya ditolong

melalui tenaga persalianan tradisional (TBA =Traditional Birth Attedence ) 56 kasus

( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7,

32 %) ). Berikut ini table yang memperlihatkan instrument untuk memotong tali pusat.

Tabel I : BAHAN UNTUK MEMOTONG TALI PUSAT

Gambar 5. Bahan untuk memotong tali pusat

14

Page 15: Word Tetanus um

TABEL 2. : MATERIAL UNTUK TALI PUSAT

Gambar 6. Material pemotongan tali pusat

Posisi tubuh klasik : trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan

opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas

fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal,

ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari

kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi

dan kegagalan jantung paru.

Bayi terus menerus menangis tetapi masih dapat menghisap dan minum ASI selama 2

hari setelah lahir

Gejala trismus terjadi karena kekakuan otot maseter sehingga mulut tidak dapat dibuka,

hal ini merupakan gejala penyakit yang umumnya pertama kali muncul.

Kemudian berkembang menjadi iritabiliti dan gagal menghisap (lockjaw) diikuti dengan

spasme seluruh tubuh disertai dengan fleksi lengan dan jari-jari tangan seperti

menggenggam, ekstensi leher dan kaku belakang yang disebut risus sardonikus. Kaku

pada abdominal adalah hal yang sangat penting dalam mendiagnosis tetanus neonatorum.

15

Page 16: Word Tetanus um

Pada tempat luka dapat nyeri dan terjadi kekakuan pada tahap gejala lokal dan trismus

masih mempunyai tingkat mortalitas yang rendah. Ketika tetanus sudah mencapai kepala

dan wajah maka mortalitasnya cukup tinggi. Tetanus secara keseluruhan dapat

menimbulkan nyeri, sakit kepala, kaku, opistotonus, dan spasme bahkan kerusakan

laringeal. Gejala spasme terlebih dahulu dan dapat menyebabkan berhenti pernafasan dan

kematian. Spasme terjadi ± 2 minggu, kemudian diikuti gangguan otonom dan setelah itu

akan terjadi kekakuan. Kaku yang terakhir akan menimbulkan paralisis dalam jangka

waktu lama.

Gambar 7. Gejala klinis tetanus neonatorum

16

Page 17: Word Tetanus um

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :

a. Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak ada

atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.

b. Derajat II (sedang)

Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan disfagia

ringan

c. Derajat III (berat)

Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell, disfagia berat,

takikardia dan peningkatan aktivitas sistem otonomi

d. Derajat IV (sangat berat)

Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler,

yaitu hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau

hipotensi berat. Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau

penyebab iatrogenik.

Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang dan berat, maka derajat tetanus

berat meliputi derajat III dan IV.

II.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi:

Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat luka.

Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap (Apakah sudah pernah

mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang terakhir)

Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot

perut (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.

Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek

Kejang umum episodik dicetuskan dengan rangsang minimal maupun spontan dimana

kesadaran tetap baik.

Temuan laboratorium :

Lekositosis ringan

17

Page 18: Word Tetanus um

Trombosit sedikit meningkat

Glukosa dan kalsium darah normal

Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat

Enzim otot serum mungkin meningkat

EKG dan EEG biasanya normal

Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat

membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif

berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.

Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

II.7 Diagnosis Banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali

dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal

dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan

SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat

imunisasi, kekakuan otot otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.

Gambar 8. Tabel diagnosis banding tetanus neonatorum

18

Page 19: Word Tetanus um

II.8 Komplikasi

Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot

pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektasis serta

kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi

rhabdomyolisis dan renal failure. Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa

takikardi, bradikardia, aritmia, gagal jantung, hipertensi, hipotensi, dan syok

II.9 Penatalaksanaan

a. Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan

peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan

sampai pulih. Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang

tenang pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian

cairan dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum,

letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-36,5oC (36-37oC), infus

IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari. Pemberian makanan dibatasi

50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan dinaikkan bertahap.

Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya. Catat dan awasi

tanda-tanda vital serta temperature incubator dan frekwensi beratnya muscular

spasme. Pemberian oksigen melalui kanul hidung dan isap lendir dari hidung dan

mulut harus dikerjakan.Catat pengeluaran urin dan tinja, bila dijumpai gumpalan

tinja lakukan pengosongan dengan saline onema, buat daftar cairan yang keluar dan

masuk. Lakukan perubahan posisi tiap 2 jam. Lakukan fisioterapi pada daerah dada

secara hati-hati setiap 4 jam.Gerakkan tangan dan kaki secara pasif. Jangan lupa

member zalf antibiotika pada mata.

Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing dan luka

dibiarkan terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah penderita mendapat anti toksin dan

sedasi. Pada tetanus neonatorum tali pusat dibersihkan dengan betadine dan

hidrogen peroksida, bila perlu dapat dilakukan omphalektomi

Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh

spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi

19

Page 20: Word Tetanus um

dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya

dilakukan intubasi endotrakhea.

b. Obat-Obatan

b.1. Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM.

Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /

KgBB/ 12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap

peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-

40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam

dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan

dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani,

bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi

pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan

b.2. Antitoksin:

Pemberian anti-toxin bertujuan hanya untuk mengikat toxin yang masih

beredar dalam darah,ataupun toxin yang belum terikat dengan kuat.A.T.S

dengan dosis 10.000 units dapat diberikan secara I.V.,ataupun dengan

pemberian tetanus immuneglobulin 500 unit secara I.M.berupa dosis tunggal,

sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas terlebih dahulu.

b.3. Tetanus Toksoid

Penderita yang sembuh dari tetanus neonatorum tidak membentuk daya

kebal terhadap tetanus. Pada tetanus neonatorum sebaiknya pemberian TT

dilakukan setelah penderita sembuh dan diberikan saat bayi berumur 2 bulan

atau lebih, bersamaan dengan imunisasi lain. Pemberian Tetanus Toksoid

(TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi

pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi

dasar terhadap tetanus selesai.

20

Page 21: Word Tetanus um

b.4 Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik

yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan

penggunaan obat – obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat

diatasi

Gambar 7 tabel antikonvulsan

Untuk tetanus neonatal berupa diazepam, obat ini diberikan melalui bolus injeksi yang dapat

diberikan setiap 2 – 4 jam. Pemberian berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah

pemberian anti kejang.

21

Page 22: Word Tetanus um

Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal pemberian

diazepam yang tetap dan tepat baru dapat disusun. Dosis diazepam pada saat dimulai

pengobatan ( setelah kejang terkontrol ) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali

pemberian (pemberian dilakukan tiap 3 jam ). Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kejang,

bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam dapat dinaikkan secara bertahap sampai

kejang dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari( dosis maintenance ).

Bila dosis optimum telah didapat, maka jadwal pasti telah dapat dibuat, dan ini

dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya

kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan secara bertahap, yaitu 10 -15 % dari dosis

optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila

terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif

belum tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai

kejang, dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi

kejang dipertahankan selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini dilakukan

untuk selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis

maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus dilakukan

22

Page 23: Word Tetanus um

II.10 Prognosis

Tetanus neonatorum mempunyai angka kematian 66%, pada usia 10-19 tahun,

angka kematiannya antara 10-20% sedangkan penderita dengan usia > 50 tahun angka

kematiannya mencapai 70%. Penderita dengan undernutrisi mempunyai prognosis 2

kali lebih jelek dari yang mempunyai gizi baik. Tetanus lokal mempunyai prognosis

yang lebih baik dari tetanus umum. Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat

keganasannya, dimana :

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spasm )

2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek

atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa

inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek. Prognosa

tetanus neonatal jelek bila:

1. Umur bayi kurang dari 7 hari

2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam

4. Dijumpai muscular spasm

II.11 Pencegahan

Pertolongan persalinan yang steril, pendidikan kesehatan dan yang terpemting

dalam mencegah tetanus neonatorum adalah pemberian imunisasi aktif pada ibu

hamil dan wanita usia subur serta pemberian imunisasi pasif. Pemberian imunisasi

aktif berupa Tetanus Toksoid yang merupakan salah satu hasil yang memuaskan dari

segala imunisasi yang digunakan. Hal ini merupakan kombinasi Difteri Toksoid dan

vaksin Pertusis ( DPT ) untuk anak – anak < 7 tahun atau Difteri Toksoid yang

diberikan pada anak > 7 tahun dan dewasa. Pada bayi diberikan pada usia 6 bulan, 18

bulan, dan pada waktu masuk sekolah ( usia 5 – 6 tahun ). Setelah itu dilakukan

Booster pada waktu usia dewasa yaitu tipe Difteri Toksoid yang diberikan setiap 10

23

Page 24: Word Tetanus um

tahun. Booster dari difteri toksoid diperlukan jika terdapat luka pada orang yang

mempuyai riwayat booster > 10 tahun atau > 5 tahun dengan luka yang sangat kotor

dan sirkulasi yang buruk pada daerah luka.

Gambar 11 Preparat TT serta pemeriksaan ibu hamil

24

Page 25: Word Tetanus um

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo,dkk. Buku ajar infeksi dan penyakit tropis. Ikatan dokter anak indonesia,

jakarta : 2002

2. Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson

Hal.1004-07.Edisi15-Jakarta:EGC,2000 Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi

dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI, Jakarta.

3. Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005

4. Http://74.125.153.132/search?q=cache:Bmq-xfKW6OsJ:library. usu.ac.id/ download/

fk/ penysaraf-kiking2. pdf+tetanus&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id . Diakses tanggal 11

Februari 2011.

5. Julia A McMillan,MD, febrile seizures, Oski,s Pdiatrics Principles and Practise,3rd

edition.Philadelpia. publisher:Lippincott& wilkins. 1999, chapter 404,page 1949-1951.

6. Kesepakatan UUK Neurologi IDAI, Tetanus pada Anak, Saraf Anak PERDOSSSI,

Jakarta, 2004.

7. Http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/

2009/05/13/1164/2/Bahaya-Tetanus-dan-Cara-Pencegahannya

8. Http://medicastore.com/penyakit/91/Tetanus.html Diakses tanggal 11 Februari 2011

25