tetanus kita

39
REFERAT JULI 2014 TETANUS NEONATORUM Nama : Nurjaya Martasari, S.ked Stambuk : G 501 09 026 Pembimbing Klinik : Dr. Suldiah, Sp. A

Upload: dyn-adriani

Post on 05-Nov-2015

244 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

iyaa

TRANSCRIPT

REFERAT

JULI 2014TETANUS NEONATORUM

Nama

: Nurjaya Martasari, S.ked

Stambuk

: G 501 09 026

Pembimbing Klinik: Dr. Suldiah, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

BAB I

PENDAHULUANTetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh Clostridium tetani pada sinaps ganglion sambungan sum-sum tulang belakang, sambungan neuro muskular (neuro muscular junction) dan saraf autonom.1WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetnus diseluruh dunia pada tahun 1992, termasuk didalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, dimana 210.000 kematian di Asia Tenggara dan 152.000 di Afrika.2Neonatus (bayi umur 0 sampai 28 hari) merupakan populasi yang rentan terserang tetanus atau dikenal dengan istilah tetanus neonatorum. Hal ini selain disebabkan karena imunitas neonatus yang masih rendah, terutama disebabkan oleh pelayanan persalinan yang tidak memenuhi standar khususnya perawatan tali pusat yang merupakan port dentre bakteri Clostridium tetani seperti pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dan sebagainya.3Di Indonesia tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal, dimana berdasarkan SKRT 2001 penyebab kematian neonatal dini adalah asfiksia neonatorum (33,6%) dan tetanus neonatorum (4,2%), sedangkan penyebab kematian neonatal lambat adalah asfiksia neonatorum (27%) dan tetanus neonatorum (9,5%) dan angka kematian neonatal yang terserang tetanus masih sangat tinggi yaitu 50% atau lebih yang menunjukan prognosa tetanus neonatorum yang sangat buruk dan permasalahan dalam penanganan tetanus neonatorum.4Dalam panduan standar kompetensi dokter Indonesia, penanganan penyakit tetanus neonatorum termasuk dalam tingkat kemampuan 3b yang artinya dokter umum harus mampu membuat diagnosa klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa dan atau mencegah kecacatan pada pasien serta mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan selanjutnya dan menindak lanjuti sesudah pasien kembali dari rujukan.Berikut ini akan dibahas teori mengenai tetanus neonatorum untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan dokter muda khususnya penulis, mengingat tingginya angka kejadian dan kematian tetanus neonatorum.TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi Tetanus NeonatorumTetanus neonatorum adalah suatu bentuk klinis tetanus infeksius yang berat dan terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau kekurangan imunisasi maternal.5Definisi tetanus sendiri adalah gangguan neurologis akut yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus memiliki 4 bentuk klinis yaitu tetanus generalized, tetanus localized, tetanus cephalic dan tetanus neonatorum.1,2,6B. Epidemiologi Tetanus NeonatorumTetanus terdapat di berbagai negara terutama negara berkembang. Angka kejadian bervariasi, tetanus neonatorum atau tetanus umbilikalis adalah bentuk yang tersering dijumpai dan setiap tahun mengakibatkan kira-kira 500.000 bayi meninggal dunia. Dilaporkan bahwa AS setiap tahun terdapat 50 kasus tetanus pada bayi dan anak, dan dari 15 kasus tetanus ternyata 80% diantaranya adalah tidak mendapat imunisasi dengan alasan religi dan filosofi. Tetanus pada umumnya berhubungan dengan luka akibat cedera oleh benda kotor, melalui suntikan obat yang akhi-akhir ini bertambah sering terjadi, bisa juga melalui gigitan binatang, abses, gangrene, sirkumsisi, bahkan bisa pada pembedahan karena benang yang terkontaminasi.7Pada tahun 2008 WHO memperkirakan 59.000 bayi bau lahir meninggal akibat tetanus neonatorum, terdapat pada 92% dari situasi pada akhir 1980 dan awal 1990an. WHO dan UNICEF mengajak seluruh negara anggotanya untuk mengeleminasi tetanus neonatorum sejak tahun 2000 namun pada tahun 2008 masih terdapat 46 negara yang masih belum dieliminasi tetanus neonatorum diseluruh kabupaten, salah satunya di Indonesia. Eliminasi tetanus tercapai bila kasus tetanus neonatorum di tiap kabupaten atau kota adalah 7 hari0 7 hari

Frekuensi kejangKadang-kadangSering

Bentuk kejangMulut mencucu, trismus kadang-kadang, kejang rangsang (+)Mulut mencucu, trismus terus menerus, kejang rangsang (+)

Posisi badanOpisthotonus kadang-kadangSelalu opisthotonus

Kesadaran Masih sadarMasih sadar

Tanda infeksiTali pusat kotor, lubang telinga bersih atau kotorTali pusat kotor, lubang telinga bersih atau kotor

Gambar 3. Kondisi tali pusat pada tetanus neonatorum

Gambar 4. Gambaran klinis tetanus neonatorum

G. Diagnosa Tetanus NeonatorumUntuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat tanda yang ada sebagaimana yang telah dibahas pada manifestasi klinis. Tali pusat bayi dapat ditemukan dalam kondisi kotor dan berbau merupakan tanda port dentre Clostridium tetani. Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini. Hasil positif ditunjukan ketika spatula menyentuh orofaring lalu terjadi spasme pada otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah. Uji spatula memiliku spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi (94%).2,9Gambar 5. Uji spatulaTidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus, beberapa hasil pemeriksaan penunjang dibawah ini dapat ditemui pada kasus tetanus, antara lain:9

1. Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus, namun demikian, kuman Clostridium tetani dapat ditemukan di luka pada orang yang tidak mengalami tetanus dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.2. Nilai hitung leukosit dapat tinggi 3. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal4. Kadar antitoksin didalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi bukan tetanus.5. Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.6. EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus menerus dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati setelah potensial aksi. H. Komplikasi Tetanus NeonatorumKomplikasi yang ditemui pada tetanus neonatorum dapat ditemui saat terjadinya tetanus dan memperburuk keadaan bayi atau dapat pula berupa komplikasi jangka panjang, adapun komplikasi yang dapat ditemui pada tetanus neonatorum antara lain:2,6,91. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan atau otot pernapasan menyebabkan gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus tetanus neonatorum.

2. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot berlebihan yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan kepadatan tulang masih belum sempurna 3. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti jantung (cardiac arrest). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah distabilkan jalan napasnya. 4. Sepsis akibat infeksi nosokomial, infeksi sekunder (cth: Bronkopneumonia)

5. Pneumonia aspirasi, sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun minuman yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung.

Komplikasi jangka panjang dapat ditemukan defisit neurologis pada sebagian penderita tetanus neonatorum yang selamat. Gejala yang muncul dapat berupa cerebral palsy, gangguan perkembangan intelektual maupun gangguan perilaku. Gejala tersebut didapatkan pada anak-anak berusia 7-12 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi akibat anoksia yang terjadi semasa kejang yang terjadi. Namun demikian presentasi terjadinya sequalae pada penyakit ini belum dapat dipastikan.I. Penatalaksanaan Tetanus NeonatorumPenatalaksanaan tetanus neonatorum pada dasarnya sama dengan tetanus lainnya, yaitu meliputi terapi suportif (sedasi, pelemas otot, dsb) selama tubuh berusaha memetabolisme neurotoxin, menetralisir atau mencegah bertambahnya toxin yang mencapai CNS dan berusaha membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif untuk mencegah produksi tetanospasmin yang berkelanjutan. Perawatan di NICU mutlak diperlukan. Adapun tindakan atau pengobatan pada pasien tetanus neonatorum sebagai berikut:4,12

1. Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan 2. Berikan diazepam 10mg/kgbb/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1 0,2 mg/kgbb/kali pemberian), maksimum 40 mg/kgbb/hari. Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan beri diazepam melalui pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan dosis IV)

Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kgbb tiap 6 jam

Bila frekuensi nafas kurang dari 20 kali/ menit dan tidak tersedia fasilitas penunjang nafas dengan ventilator, diazepam dihentikan meskipun bayi masih mengalami spasme.

Bila bayi mengalami henti nafas selama spasme atau sianosis sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang, bila belum bernafas lakukan resusitasi, bila tidak berhasil dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas NICU.

Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara bertahap 5-10 mg/hari dan diberikan melalui rute orogastrik.

Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium dengan ventilasi mekanik untuk mengontrol spasme.

3. Berikan bayi Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau antitoksin tetanus (equine serum) 5000 U IM sebelumnya dilakukan tes kulit terlebih dahulu.

4. Tetanus toksoid 0,5 ml IM diberikan pada tempat yang berbeda dengan tempat pemberian antitoksin.

5. Pemberian antibiotik

Lini 1: Metronidazol 30 mg/kgbb/hari dengan interval setiap 6 jam (oral/parenteral) selama 7-10 hari.

Lini 2 : Penisilin Procain 100.000 U/kgbb/hari IV dosis tunggal 7-10 hari. Jika terdapat sepsis atau bronkopneumonia, berikan antibiotik yang sesuai.

6. Bila terjadi kemerahan dan atau pembengkakan pada kulit sekitar pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari permukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali pusat, berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.7. Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 ml untuk melindungi ibu dan bayi yang dikandung berikutnya dan minta datang kembali satu bulan kemudian untuk pemberian dosis kedua8. Perawatan lanjut bayi tetanus neonatorum:

Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap untuk mengurangi rangsangan yang tidak perlu, tetapi harus yakin bayi tidak terlantar. Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis rumatan dan antibiotik dilanjutkan Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI perah diantara periode spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan perhari dan naikkan secara perlahan hingga mencapai kebutuhan penuh dalam dua hari. Nilai kemampuan minum dua kali sehari, dan anjurkan untuk menyusu ASI secepatnya begitu terlihat bayi siap untuk menghisap Bila sudah tidak terjadi spasme dalam 2 hari, bayi dapat minum baik, dan tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan dirumah sakit, maka bayi dapat dipulangkan.

Banyak obat yang telah dipergunakan sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk mengobati spasme otot pada tetanus. Pemberian muscle-relaxant atau sedative dengan tujuan mengurangi spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas. Obat yang terbukti cukup efektif adalah benzodiazepine (cth: diazepam, midazolam). Diazepam memiliki efek pelemas otot, anti anxietas dan sedasi. Hal itu menyebabkan diazepam efektif digunakan dalam penanganan tetanus neonatorum, terlebih lagi diazepam dapat diberikan melalui rute yang bervariasi, murah dan dipergunakan secara luas. Namun perlu diperhatikan bahwa hasil metabolit dari diazepam (oksazepam dan desmetildiazepam) dapat terakumulasi dan berakibat koma berkepanjangan.2,6,9Pemberian Human tetanus imunoglobulin (HTIG) atau antitoksin tetanus (ATS) bertujuan untuk menetralisir tetanospasmin yang dihasilkan Clostridium Tetani. Pemberian HTIG ataupun ATS harus dilakukan secepatnya yaitu maksimal 24 jam setelah didiagnosis, karena toksin tidak dapat lagi dinetralisir oleh HTIG atau ATS apabila sudah mencapai medula spinalis. Maka dari itu faktor yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan terapi tetanus adalah kecepatan pemberian netralisasi toksin.2,6,9Tidak banyak studi yang membahas perbandingan penggunaan ATS dan HTIG. ATS berasal dari serum kuda sedangkan HTIG berasal dari serum manusia. Beberapa penelitian menggambarkan bahwa angka kematian pada penggunaan HTIG sama atau lebih rendah dibandingkan ATS. Pemberian HTIG juga memberikan resiko efek samping reaksi hipersensitif sistemik dan reaksi lokal yang lebih kecil dibandingkan ATS.13Maka pada kasus tetanus disarankan untuk memberikan HTIG sebagai pilihan utama terapi netralisasi toksin pada kasus tetanus. Pemberian ATS dilakukan hanya apabila HTIG tidak dapat diberikan pada pasien tersebut. Pemberian imunisasi aktif tetanus toksoid pada pasien tetanus neonatorum mungkin perlu ditunda hingga 4-6 minggu setelah pemberian tetanus imunoglobulin.4,9,13Pada literatur lain dapat berbeda tentang dosis dan cara pemberian ATS maupun HTIG, dimana dalam buku HTA Depkes tentang Penatalaksaan tetanus pada anak, tertulis pemberian ATS pada Tetanus neonatorum adalah 10000 U dan diberikan secara Intravena.9Pemberian antibiotik bertujuan untuk membunuh kuman Clostridium Tetani sehingga produksi Tetanospasmin dapat dihentikan. Studi terbaru menemukan bahwa penicillin merupakan suatu antagonis GABA sehingga dapat meningkatkan efek dari tetanospasmin, oleh karenanya saat ini antibiotik pilihan adalah Metronidazole.2,6,9Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit. Pemberian makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan aspirasi, oleh karena itu, nutrisi diberikan secara parenteral atau via nasogastric tube (NGT). Pada kasus neonatus dengan jalan napas yang tidak berhasil distabilkan atau intubasi yang melebihi 10 hari, trakeostomi dapat dilakukan.2,6,9

Bayi yang dapat bertahan hidup perlu pemantauan tumbuh kembang, terutama untuk asupan gizi yang seimbang dan stimulasi mental, bayi juga mungkin membutuhkan penanganan rehabilitasi medik seperti fisioterapi terdapat kekakuan atau spastisitas yang menetap.4J. Pencegahan Tetanus NeonatorumPencegahan terjadinya tetanus neonatorum pada bayi yang akan dilahirkan meliputi hal-hal berikut ini:9,111. Proses persalinan yang steril yang didukung tenaga medis dan peralatan medis yang mendukung

2. Perawatan tali pusat yang benar, jangan membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke dalam tali pusat. Mengoleskan alkohol atau povidon iodine diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab.

3. Perawatan luka, dilakukan dengan pemberian hidrogen peroksida untuk oksigenasi luka di jaringan tubuh.

4. Pendidikan dan pengarahan tentang pentingnya persalinan yang steril dan sosialisasi vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususnya yang belum mendapat vaksinasi atau dengan riwayat vaksinasi yang belum jelas. 5. Imunisasi pada ibu hamil merupakan fokus primer dalam pencegahan tetanus neonatorum

Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan protein spesifik. Pemberian vaksin tetanus toksoid dilakukan untuk profilaksis jika riwayat vaksin tidak diketahui atau kurang dari 3 kali imunisasi TT.9,11Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun) atau sedang mengandung merupakan cara pencegahan tetanus neonatorum yang paling mudah dan efektif. Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap infeksi tetanus mencapai lebih dari 90%. Dimana imunisasi dikatakan lengkap apabila Wanita usia subur (WUS) sudah mendapatkan suntikan toksoid sebanyak 5 kali sebelum ia hamil, yang akan memberikan perlindungan terhadap tetanus selama 25 tahun atau dapat dikatakan semua bayi yang akan dilahirkan terlindungi dari tetanus neonatorum.9,11Menurut rekomendasi WHO, cara merawat tali pusat yaitu cukup membersihkan pangkal tali pusat menggunakan air dan sabun, lalu kering anginkan hingga benar-benar kering. Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas) dari pada tali pusat yang dibersihkan menggunakan alkohol. Meski demikian, praktek membersihkan tali pusat dengan alkohol juga tidak sepenuhnya dilarang karena bahkan di beberapa negara maju pun masih diterapkan. Pertimbanganya, tali pusat yang dirawat tanpa menggunakan alkohol terkadang menimbulkan aroma yang menyengat.9

K. Prognosis Tetanus NeonatorumPrognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari inokulasi spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala hingga spasme tetanik yang pertama. Statistik terbaru menunjukkan tingkat mortalitas pada tetanus ringan-sedang mencapai 6%. Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas 60%.2,9PENUTUPTetanus neonatorum adalah suatu bentuk klinis tetanus infeksius yang berat dan terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau kekurangan imunisasi maternal. Tetanus neonatorum menyerang seluruh dunia dengan angka kesakitan dan kematian yang masih tinggi terutama di negara berkembang. Pada tahun 2008 masih terdapat 46 negara yang masih belum eliminasi tetanus neonatorum di seluruh kabupaten, salah satunya adalah indonesia.Tetanus neonatorum disebabkan oleh bakteri clostridium tetani yang biasanya masuk melalui luka tali pusat yang tidak dirawat dengan baik. Kuman ini menghasilkan tetanospasmin yang merupakan neurotoksin berperan terhadap bentuk gejala klinis dari tetanus. Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat tanda dan gejala klinis yaitu bayi sering menangis dan tidak mau mengisap asi, kemudian muncul mulut mencucu, trismus, wajah rhisus sardonicus, epistotonus, kekakuan pada otot perut dan anggota badan hingga muncul kejang yang terpicu oleh rangsangan suara, cahaya dan sentuhan.

Pengobatan pada intinya terdiri dari suportif (O2, Diazepam), netralisir toksin (ATS dan HTIG), eradikasi kuman clostridium tetani (antibiotik penisilin prokain dan metronidazol), serta perawatan luka yang benar.

Pencegahan tetanus neonatorum adalah dengan pemberian TT atau Td pada ibu hamil minimal 2 kali sebelum bayi lahir, persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan dengan peralatan yang sesuai standar sterilitas. Prognosis tetanus buruk apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari, onset kurang dari 7 hari, terdapat kejang yang bertambah buruk, suhu tubuh yang tinggi, dan peningkatan denyut jantung.DAFTAR PUSTAKA1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, 2002. Tetanus dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis edisi pertama. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

2. Ismanoe Gatoet, 2009. Tetanus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Interna Publishing, Jakarta3. Hasan Ruspino, 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Infomedika, Jakarta.4. Pudjiadi, H.Antonius, dkk, 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI, Jakarta.5. Dorland ANW, Mahode AA, 2005. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. EGC. Jakarta.

6. Amon S, 2012. Tetanus dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 volume 2, EGC, Jakarta.

7. Widagdo, 2011. Tetanus dalam Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Sagung Seto. Jakarta.

8. Rahim Abdul, dkk, 1994. Clostridium tetani dalam Buku ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta.

9. Health Technology Assessment Indonesia Depkes RI, 2008. Penatalaksanaan Tetanus pada Anak. Depkes RI. Jakarta.

10. Ilic M, et al, 2010. Neonatal Tetanus: a report of a case. Turk J Pediatric.

11. Wibowo T, Anggraeni A, 2012. Tetanus Neonatorum. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Vol. I. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.

12. WHO, 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO Indonesia, Jakarta.

13. Martimus M, Leman, dkk, 2010. Penggunaan Anti Tetanus Serum dan Human Imunoglobulin pada Tetanus Anak. Sari Pediatri Volume 12.Penurunan Kesadaran

Menurun O2 di Otak

Hipoksia berat

Keringat berlebihan

Hipertermi

Hipotermi

Aritmia

Takikardi

Ketidak efektifan jalan napas

Gangguan komunikasi verbal

Gangguan eliminasi

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Sistem Pernapasan

Sistem Pencernaan

Kekakuan otot

Eksotoksin

Menempel pada Cerebral gangliosides

Mengenai sistem saraf simpatis

Tonus otot meningkat

Hilangnya keseimbangan tonus otot

Kekakuan dan kejang khas pada tetanus

Saraf otonom

Otot menjadi kaku

Otak

Ganglion sumsum tulang belakang

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Hipoksemia

Gang. Perfusi jaringan

Gang. Pertukaran gas

2