siri hikayat sangtawal - 9
TRANSCRIPT
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
1/9
Hikayat Sangtawal (9) - Acheh Bangkit - Bhg 4 (akhir)
Artikel pilihan :
Tajuk :Sejarah Keagungan Bangsa Acheh- Bhg 4
Sumber ; http://www.acehforum.or.id/sejarah-agung-bangsa-t21883.html
Oleh
Al-Ustadz Hilmy Bakar Hasany Almascaty
Chairman The Acheh Renaissance Movement
President Acheh Red Crescent (Hilal Ahmar Asyi)
Sambungan dari Bhg-3
8. Ketika Kerajaan Islam Pasai-Acheh Menaklukkan Kerajaan Jawa-HinduMajapahit
Para ahli sejarah mungkin akan menolak pernyataan ini, karena dalam sejarah tidakpernah terjadi sebuah Kerajaan Islam di Acheh menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu
Majapahit yang terkenal kemegahan dan kebesarannya itu. Bahkan dalam sejarah,
sebagaimana disebutkan "Kronika Pasai", bahwa Kerajaan Majapahitlah, dibawahMahapatih Gadjah Madayang telah menaklukkan Kerajaan Pasai. Namun jika
kita lebih teliti dan jeli, maka akan terungkap sebuah sejarah yang selama iniditutupi dengan rapi oleh para penjajah dan antek-anteknya untuk mengecilkanperan Kerajaan-Kerajaan Islam di Acheh dalam proses Islamisasi di Nusantara.
http://sangtawal.blogspot.com/2009/03/hikayat-sangtawal-9-acheh-bangkit-bhg-4.htmlhttp://3.bp.blogspot.com/_EkAPRyIuoDk/Sa4FHfGVgzI/AAAAAAAAASA/uiSgTdk3Gxw/s1600-h/cap+sikuereng+Acheh-2.jpghttp://sangtawal.blogspot.com/2009/03/hikayat-sangtawal-9-acheh-bangkit-bhg-4.html -
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
2/9
Fakta yang akan mengungkap bahwa Kerajaan Islam Pasai-Acheh telah berhasilmenaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit adalah dengan meneliti dan mengungkap
dari mana asal sebenarnya "Puteri Champa" yang menjadi istri Raden Prabu
Barawijaya V, Raja terakhir Kerajaan Hindu Majapahit, yang telah melahirkan RadenFatah, Sultan pertama Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam pertama yang mengakhiririwayat Kerajaan-Kerajaan Hindu di Jawa.
Banyak ahli sejarah Islam Nusantara yang masih konfius dengan keberadaan Kerajaan"Champa", negeri asal "Puteri Penakluk Kerajaan Jawa-Hindu" yang dianggap
memiliki peran penting dan sentral dalam proses Islamisasi Nusantara pada tahap awal,terutama antara kurun abad 13 sampai 15 Masehi. Sehubungan dengan keberadaan
"Champa", ada dua teori yang beredar. Pertama teori yang didukung oleh para peneliti
Belanda, seperti Snouck dan lain-lainnya yang beranggapan bahwa Champa berada
di sekitar wilayah Kambodia-Vietnam sekarang. Dengan teorinya ini kemudianmereka menyatakan bahwa Wali Songo yang berperan dalam proses Islamisasi Jawa,menjadikan daerah ini sebagai basis perjuangan Islamisasi Nusantara dengan
mengenyampingkan sama sekali peranan Perlak, Pasai dan beberapa Kerajaan di sekitar
Acheh dalam Islamisasi Nusantara. Tentu karena mereka beranggapan bahwa Champa
Kambodia-Vietnam adalah wilayah Muslim dan pusat Islam yang jauh lebih maju dan
berperadaban dibandingkan dengan beberapa wilayah di Acheh tersebut. Dan anehnya,teori inilah yang sangat populer dan menjadi rujukan para cendekiawan Muslim tanpa
mengkritisinya lebih jauh. Namun ada teori lain tentang Champa ini.
Teori yang akan dikemukakan ini, utamanya berdasarkan teori dari Gubernur Jendral
Hindia Belanda dari Kerajaan Inggris yang juga seorang peneliti sosial, Sir TS. Rafflesdalam bukunya The History of Java. Teori Raffles menyebutkan bahwa Champa yang
terkenal di Nusantara, bukan terletak di Kambodia sekarang sebagaimanadinyatakan oleh para peneliti Belanda. Tapi Champa adalah nama daerah di
sebuah wilayah di Acheh, yang terkenal dengan nama "Jeumpa". Champa adalahucapan atau logat Jeumpa dengan dialek "Jawa", karena penyebutannya inilah banyak
ahli yang keliru dan mengasosiasikannya dengan Kerajaan Champa di wilayah Kambodia
dan Vietnam sekarang. Jeumpa yang dinyatakan Raffles sekarang berada di sekitardaerah Kabupaten Bireuen Acheh.
"Putri Champa" biasanya dihubungkan dengan istri Prabu Brawijaya V yang dalamBabad Tanah Jawi, disebutkan bernama Anarawati (Dwarawati) yang beragama
Islam. Puteri inilah yang melahirkan Raden Fatah, yang kemudian menyerahkanpendididikan putranya kepada seorang keponakannya yang dikenal dengan SunanAmpel (Raden Rahmat) di Ampeldenta Surabaya. Sejarah mencatat, Raden Fatahmenjadi Sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam pertama di
tanah Jawa yang mengakhiri sejarah kegemilangan Kerajaan Jawa-Hindu
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
3/9
Majapahit.
"Sang Putri Penakluk" ini adalah wanita luar biasa. Dia adalah seorang ibu yang tabah,
besar hati, penyayang namun mewarisi semangat perjuangan yang tidak kalah denganLaksamana Malahayati, Tjut Nya Dhien, Tjut Mutia dan para wanita pejuang agung
Acheh lainnya. Bagaimana tidak, dia harus berpisah jauh dari lingkungannya ke tanah
Jawa yang asing baginya, tiada handai tolan, hidup dilingkungan masyarakat Jawa-Hindu
yang berbeda budaya dan tradisi dengan negeri asalnya, bahkan ada yang menyatakansuaminyapun masih beragama Hindu dalam tradisi Kerajaan Majapahit yang feodalis.
Namun karena para Ulama-Pejuang sekelas Maulana Malik Ibrahim atasdukungan para Sultan Muslim menugaskannya berdakwah dengan caranya, wanita
agung inipun ikhlas melakoni peran perjuangannya. Dengan takdir Allah, beliaumelahirkan seorang anak laki-laki yang kelak dikenal dengan Raden Fatah. Demikelanjutan agamanya, dia rela meninggalkan kegemerlapan istana Majapahit sebagai
permaisuri agung untuk memastikan putranya dapat pendidikan terbaik agar menjadi
seorang pemimpin Islam di Jawa. Raden Fatah kecil mendapat kasih sayang serta
bimbingan ibundanya bersama para Wali yang dipimpin sepupunya Raden Rahmat
(Sunan Ampel) yang juga dilahirkan di Kerajaan asal ibunya........
Dari negeri manakah gerangan "Sang Puteri Penakluk" yang telah sukses gemilangmenjalankan tugas agamanya, sebagai seorang ibu pendidik agung (madrasat al-kubra),
pejuang suci (mujahidah fi sabilillah), pendakwah Islam (dai) sekaligus sebagaipenyebab (asbab)keruntuhan sebuah dinasti Hindu terbesar yang menjadi lambangkeagungan dan kebesaran bangsa Jawa, dengan Mahapatih sadis Gadjah Mada itu.
Tradisi dan peradaban masyarakat model apakah yang telah menjadikannya sebagai
seorang wanita pejuang yang rela mengorbankan diri, perasaan dan kemerdekaannyademi kejayaan Islam agamanya. Pendidikan apakah yang diterimanya sehingga berani
menerjang medan laga menghadapi benteng super power Majapahit. Dari sisimanapun kita nilai, wanita ini adalah wanita besar, namun terhijab peran agungnya oleh
wanita selir Jawa sekelas RA. Kartini, seorang selir Bupati Rembang yang dijadikantokoh wanita hanya karena bisa bahasa penjajah Belanda dan dekat dengan penjajah
kaphe. Siapa Kartini jika disandingkan dengan Ratu Tajul Alam Syafiatuddin, Sultanah
Acheh yang memimpin masyarakat kosmopilit Acheh masa itu dan memiliki kekuasaanseluruh Sumatra dan Semenjang Melayu?
Untuk memastikan dimanakah negeri Champa yang telah ditinggali Maulana MalikIbrahim dan asal saudara iparnya "Putri Champa Penakluk Majapahit", maka perlu
diselidiki bagaimanakah keadaan Champa waktu itu, baik yang berada di Acheh maupun
Kambodia.
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
4/9
Para ahli sejarah memperkirakan Maulana Malik Ibrahim berada Champa sekitar 13tahun, antara tahun 1379 sampai dengan 1392
Champa di Kambodia masa itu sedang di perintah oleh Ch Bng Nga antara tahun1360-1390 Masehi, dikenal dengan The Red King (Raja Merah) seorang Raja terkuat
dan terakhir.
Tidak diketahui apakah Raja ini Muslim, atau memang Budha sebagaimana mayoritas
penduduk Kambodia sampai sekarang dengan banyak peninggalan kuil-kuilnya namuntidak ada masjid. Beliau berhasil menyatukan dan mengkordinasikan seluruh kekuatan
Champa pada kekuasaannya, dan pada tahun 1372 menyerang Vietnam melalui jalur laut.
Champa berhasil memasuki kota besar Hanoi pada 1372 dan 1377. Pada penyerangan
terakhir tahun 1388, dia dikalahkan oleh Jenderal Vietnam Ho Quy Ly, pendiri Dinasti.
Che Bong Nga meninggal dua tahun kemudian pada 1390. Tidak banyak catatan
hubungan Penguasa Champa ini dengan Islam, apalagi tidak didapat bekas-bekas
kegemilangan Islam, sebagaimana yang ditinggalkan para pendakwah di Perlak, Pasaiataupun Malaka.
Sementara catatan sejarah menyatakan lain, yang terkenal dengan Sultan Camatau Champa adalah Wan Abdullah atau Sultan Umdatuddin atau Wan Abu atau
Wan Bo Teri Teri atau Wan Bo saja, memerintah pada tahun 1471 M - 1478 M.Menurut silsilah Kerajaan Kelantan Malaysia, silsilah beliau adalah : Sultan AbuAbdullah (Wan Bo) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam) ibni Jamaluddin Al-Husain
(Sayyid Hussein Jamadil Kubra) ibni Ahmad Syah Jalal ibni Abdullah ibni AbdulMalik ibni Alawi Amal Al-Faqih ibni Muhammas Syahib Mirbath ibni Ali Khali
Qasam ibni Alawi ibni Muhammad ibni Alawi ibni Al-Syeikh Ubaidillah ibniAhmad Muhajirullah ibni Isa Al-Rumi ibni Muhammad Naqib ibni Ali Al-Uraidhi
ibni Jaafar As-Sadiq ibni Muhammad Al-Baqir ibni Ali Zainal Abidin ibni Al-Hussein ibni Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW.
Jadi Raja Cham ini adalah anak saudara dari Maulana Malik Ibrahim, yaitu anakdari adik beliau bernama Ali Nurul Alam, dari ibu keturunan Patani-Senggora di
Thailand sekarang. Wan Bo atau Wan Abdullah ini juga adalah bapak kepadaSyarief Hidayatullah, pengasas Sultan Banten sebagaimana silsilah yang
dikeluarkan Kesultanan Banten Jawa Barat: Syarif Hidayatullah ibni Abdullah(Umdatuddin) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam) ibni Jamaluddin Al-Hussein (Sayyid
Hussein Jamadil Kubra) ibni Ahmad Syah Jalal dan seterusnya seperti di atas.
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
5/9
Dimana sebenarnya Kerajaan Champa yang dipimpin oleh Raja Champa yangmenjadi mertua Maulana Malik Ibrahim, yang menjadi ayah kandung "Puteri
Champa". Padahal jika dikaitkan dengan fakta di atas, mustahil mertua Maulana Malikatau ayah "Puteri Champa" itu adalah Wan Bo (Wan Abdullah) karena menurut silsilahdan tahun kelahirannya, beliau adalah pantaran anak saudara Maulana Malik yang
keduanya terpaut usia 50 tahun lebih. Raden Rahmat (Sunan Ampel) sendiri lahir padatahun 1401 di "Champa" yang masih misterius itu. Boleh jadi yang dimaksud dengan
Kerajaan Champa tersebut bukan Kerajaan Champa yang dikuasai Dinasti HoVietnam, tapi sebuah perkampungan kecil yang berdekatan dengan Kelantan?.
Inipun masih menimbulkan tanda tanya, dimanakah peninggalannya?. Bahkan adapula yang mengatakan Champa berdekatan dengan daerah Fatani, Selatan
Thailand berdekatan dengan Songkla, yang merujuk daerah Senggora zamandahulu.
Martin Van Bruinessen telah memetik tulisan Saiyid Al-wi Thahir al-Haddad, dalambukunya Kitab Kuning, Pesantren .."Putra Syah Ahmad, Jamaluddin dan saudara-
saudaranya konon telah mengembara ke Asia Tenggara..... Jamaluddin sendiri
pertamanya menjejakkan kakinya ke Kemboja dan Acheh, kemudian belayar ke
Semarang dan menghabiskan waktu bertahun-tahun di Jawa, hingga akhirnyamelanjutkan pengembaraannya ke Pulau Bugis, di mana dia meninggal." (al-Haddad
1403 :8-11). Diriwayatkan pula beliau menyebarkan Islam ke Indonesia bersama
rombongan kaum kerabatnya. Anaknya, Saiyid Ibrahim (Maulana Malik Ibrahim)ditinggalkan di Acheh untuk mendidik masyarakat dalam ilmu keislaman. Kemudian,
Saiyid Jamaluddin ke Majapahit, selanjutnya ke negeri Bugis, lalu meninggal dunia di
Wajok (Sulawesi Selatan). Tahun kedatangannya di Sulawesi adalah 1452M dan tahunwafatnya 1453M".
Jadi tidak diragukan bahwa yang ke Kamboja itu adalah ayah Maulana Malik Ibrahim,
Saiyid Jamaluddin yang menikah di sana dan menurunkan Ali Nurul Alam. Sedangkan
mayoritas ahli sejarah menyatakan Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand atau
Persia, sehingga di gelar Syekh Maghribi. Beliau sendiri dibesarkan di Acheh dan tentumenikah dengan puteri Acheh yang dikenal sebagai "Puteri Raja Champa", yang
melahirkan Raden Rahmat (Sunan Ampel).
Lagi pula keadaan Champa Kambodia sezaman Maulana Malik Ibrahim sedang huru hara
dan terjadi pembantaian terhadap kaum Muslim yang dilakukan oleh Dinasti Ho yangmembalas dendam atas kekalahannya pada pasukan Khulubay Khan, Raja Mongol yang
Muslim sebagaimana disebutkan terdahulu. Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan
keadaan Jeumpa yang menjadi mitra Kerajaan Pasai pada waktu itu yang menjadi jalur
laluan dan peristirahatan menuju kota besar seperti Barus, Fansur dan Lamuri dari Pasai
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
6/9
ataupun Perlak. Kerajaan Pasai adalah pusat pengembangan dan dakwah Islam yang
memiliki banyak ulama dan maulana dari seluruh penjuru dunia. Sementara para sultan
adalah diantara yang sangat gemar berbahas tentang masalah-masalah agama, diistananya berkumpul sejumlah ulama besar dari Persia, India, Arab dan lain-lain,
sementara mereka mendapat penghormatan mulia dan tinggi.
Dan Sejarah Melayu menyebutkan bahwa "segala orang Samudra (Pasai) pada zaman itu
semuanya tahu bahasa Arab.
Populeritas Jeumpa (Acheh) di Nusantara, yang dihubungkan dengan puteri-puterinya
yang cerdas dan cantik jelita, buah persilangan antara Arab-Parsi-India dan Melayu, yangdi Acheh sendiri sampai saat ini terkenal dengan Buengong Jeumpa, gadis cantik putih
kemerah-merahan, tidak lain menunjukkan keistimewaan Jeumpa di Acheh yang masih
menyisakan kecantikan puteri-puterinya di sekitar Bireuen. Pada masa kegemilangan
Pasai, istilah puteri Jeumpa (lidah Jawa menyebut "Champa") sangat populer, mengingatsebelumnya ada beberapa Puteri Jeumpa yang sudah terkenal kecantikan dan
kecerdasannya, seperti Puteri Manyang Seuludong, Permaisuri Raja Jeumpa Salman al-Parisi, Ibunda kepada Syahri Nuwi pendiri kota Perlak. Puteri Jeumpa lainnya, PuteriMakhdum Tansyuri (Puteri Pengeran Salman-Manyang Seuludong/Adik Syahri Nuwi)
yang menikah dengan kepala rombongan Khalifah yang dibawa Nakhoda, Maulana Ali
bin Muhammad din Jafar Shadik, yang melahirkan Maulana Abdul Aziz Syah, Rajapertama Kerajaan Islam Perlak. Mereka seterusnya menurunkan Raja dan bangsawan
Perlak, Pasai sampai Acheh Darussalam. Demikian pula keturunan Syahri Nuwi dari
Sultan Perlak bergelar Makhdum juga disebut sebagai Putri Jeumpa, karena beliau lahirdi Jeumpa. Kecantikan dan kecerdasan puteri-puteri Jeumpa sudah menjadi legenda di
antara pembesar-pembesar istana Perlak, Pasai, Malaka, bahkan sampai ke Jawa. Itulah
sebabnya kenapa Maharaja Majapahit, Barawijaya V sangat mengidam-idamkan seorangpermaisuri dari Jeumpa. Bahkan dalam Babat Tanah Jawi, disebutkan bagaimana mabok
kepayangnya sang Prabu ketika bertemu dengan Puteri Jeumpa yang datang bersama
dengan rombongan Maulana Malik Ibrahim dan para petinggi Pasai.
Secara umum, wajah orang Champa Kambodia lebih mirip dengan Cina, kecil-kecildan memiliki kulit seperti orang Kelantan sekarang, sementara bahasanya susahdimengerti karena dialeknya berbeda dengan rumpun bahasa Melayu yang menjadi
bahasa pertuturan dan pengantar Nusantara saat itu. Muka-muka Arab, seperti wajah
Maulana Malik Ibrahim, Raden Rahmat ataupun gelar mereka, Sayyid, Maulana, danlainnya jarang adanya dan tidak seperti rata-rata orang Perlak, Pasai, Jeumpa ataupun
umumnya orang Acheh yang lebih mirip ke wajah Arab, India atau Parsia. Sebagaimana
diketahui, Maulana Malik Ibrahim dan Raden Rahmat memberikan pelajaran agamakepada orang Jawa menggunakan bahasa Melayu Sumatera yang banyak digunakan di
sekitar Perlak, Pasai, Lamuri, Barus, Malaka, Riau-Lingga dan sekitarnya, sebagaimana
dalam manuskrip agama yang dikarang para Ulama terkemudian seperti terjemahan karya
Abu Ishaq, kitab-kitab Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, Nuruddin al-Raniri,
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
7/9
Raja Ali Haji dan lainnya.
Dari segi geografis dan taktik-strategi perjuangan, kelihatannya mustahil parapendakwah, khususnya gerakan Para Wali yang akan menaklukkan pulau Jawa
bermarkas di sebuah perkampungan Muslim minoritas dekat Vietnam. Apalagipada masa itu Champa sepeninggal Raja terakhirnya, Che Bong Nga (w.1390),sepenuhnya dikuasai Dinasti Ho yang Budha dan anti Islam berpusat di Hanoi. Maulana
Malik Ibrahim adalah Grand Master para Wali Songo, jika sasaran dakwahnyaadalah pulau Jawa, sebagai basis kerajaan Hindu-Budha yang tersisa, terlalu naifmemilih Champa sebagai markas pusat pergerakan baik menyangkut dukungan
logistik, politik maupun ketentaraan. Sebagaimana dicatat sejarah, pada masa itu paraSultan dan Ulama, baik yang ada di Arab, Persia, India termasuk Cina yang sudah
dipegang penguasa Islam memfokuskan penaklukkan kerajaan besar Majapahit sebagai
patron terbesar Hindu-Budha Nusantara. Kaisar Cina yang sudah Muslimpunmengirim Panglima Besar dan tangan kanan dan kepercayaannya, Laksamana
Cheng-Ho untuk membantu gerakan Islamisasi Jawa. Sementara hubungan dakwahvia laut pada saat itu sudah terjalin jelas menunjukkan hubungan antara Jawa-Pasai-Gujarat-Persia-Muscat-Aden sampai Mesir, yang diistilahkan Azra sebagai Jaringan
Ulama Nusantara. Yang artinya, wilayah Acheh Jeumpa lebih mungkin berada di sekitar
pusat gerakan dan lintasan jaringan tersebut daripada Champa Kambodia. Adalah hal
yang mustahil, seorang Wali sekelas Maulana Malik Ibrahim, bapak dan pemimpin para
Wali di Jawa, yang telah berhasil membangun jaringan di Nusantara, setelah 13 tahun diChampa tidak dapat membangun sebuah kerajaan Islam atau meninggalkan jejak-jejak
kegemilangan peradaban Islam, atau hanya sebuah prarasti seperti pesantren, maqam atau
sejenisnya yang akan menjadi jejaknya. Bahkan Raffles menyebutnya sebagai orangbesar, sementara sejarawan G.W.J. Drewes menegaskan, Maulana Malik Ibrahim adalah
tokoh yang pertama-tama dipandang sebagai wali di antara para wali. ''Ia seorang
mubalig paling awal,'' tulis Drewes dalam bukunya, New Light on the Coming of Islamin Indonesia. Gelar Syekh dan Maulana, yang melekat di depan nama Malik Ibrahim,
menurut sejarawan Hoessein Djajadiningrat, membuktikan bahwa ia ulama besar. Gelar
tersebut hanya diperuntukkan bagi tokoh muslim yang punya derajat tinggi.
Maulana Malik Ibrahim memiliki seorang saudara yang terkenal sebagai ulama besar diPasai, bernama Maulana Saiyid Ishaq, sekaligus ayah dari Raden Paku atau SunanGiri .Menurut cacatan sejarah, beliau adalah salah seorang ulama yang dihormati di
kalangan istana Pasai dan menjadi penasihat Sultan Pasai di zaman Sultan Zainal Abidin
dan Sultan Salahuddin. Sebelum bertolak ke tanah Jawa, ayahanda beliau, JamaluddinAkbar al-Husain (Maulana Akbar), yang juga datang dari Persia atau Samarqan, tinggal
dan menetap juga di Pasai. Jadi menurut analisis, beliau bertiga datang dari Persia atau
Samarqan ke Kerajaan Pasai sebagai pusat penyebaran dakwah Islam di Nusantara, padasekitar abad ke 13 Masehi, bersamaan dengan kejayaan Kerajaan Pasai di bawah para
Sultan keturunan Malik al-Salih, yang juga keturunan Ahlul Bayt. Sementara Sunan
Ampel atau Raden Rahmat yang dikatakan lahir di Champa, kemudian hijrah pada tahun
1443 M ke Jawa dan mendirikan Pesantren di Ampeldenta Surabaya, adalah seorang
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
8/9
ulama besar, yang tentunya mendapatkan pendidikan yang memadai dalam lingkungan
Islami pula. Adalah mustahil bagi Sang Raden untuk mendapatkan pendidikannya di
Champa Kambodia pada tahun-tahun itu, karena sejak tahun 1390 M atau sepuluh tahunsebelum kelahiran beliau, sampai dengan abad ke 16, Kambodia dibawah kekuasaan
Dinasti Ho yang Budha dan anti Islam sebagaimana dijelaskan terdahulu. Apalagi sampai
saat ini belum di dapat jejak lembaga pendidikan para ulama di Champa. Namunkeadaannya berbeda dengan Jeumpa Acheh, yang dikelilingi oleh Bandar-Bandar besar
tempat pesinggahan para Ulam dunia pada zaman itu. Perlu digarisbawahi, kegemilangan
Islam di sekitar Pasai, Malaka, Lamuri, Fatani dan sekitarnya adalah antara abad 13sampai abad 14 M. Kawasan ini menjadi pusat pendidikan dan pengembangan
pengetahuan Islam sebagaimana digambarkan terdahulu.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa "Champa" yang dimaksud dalam sejarah
pengembangan Islam Nusantara selama ini, yang menjadi tempat persinggahan dan
perjuangan awal Maulana Malik Ibrahim, asal "Puteri Champa" atau asal kelahiran Raden
Rahmat (Sunan Ampel), bukanlah Champa yang ada di Kambodia-Vietnam saat ini. Tapitidak diragukan, sebagaimana dinyatakan Raffles, "Champa" berada di Jeumpa Acheh
dengan kota perdagangan Bireuen, yang menjadi bandar pelabuhan persinggahan danlaluan kota-kota metropolis zaman itu seperti Fansur, Barus dan Lamuri di ujung barat
pulau Sumatra dengan wilayah Samudra Pasai ataupun Perlak di daerah sebelah timur
yang tumbuh makmur dan maju.
Jika Jeumpa Acheh menjadi asal dari Puteri yang menjadi Permaisuri Maha Prabu
Brawijaya V, yang telah melahirkan Raden Fatah, Sultan pertama Kerajaan Islam Demak,kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Jika Jeumpa Acheh adalah tempat dilahirkan dan
dibesarkannya Raden Rahmat (Sunan Ampel) yang telah mendidik para pejuang dan
pendakwah Islam di Tanah Jawa yang berhasil meruntuhkan dominasi kerajaan-kerajaanHindu. Jika Jeumpa Acheh adalah tempat persinggahan dan kediaman Maulana Malik
Ibrahim, sang Grand Master gerakan Wali Songo yang berperan dalam pengembangan
Islam dan melahirkan para Ulama di tanah Jawa. Jika Jeumpa Acheh adalah daerah yangmenjadi bagian dari Kerajaan Pasai yang telah melahirkan banyak Ulama dan pendakwah
di Nusantara. Maka tidak diragukan, secara tersirat bahwa Jeumpa dan tentunya Pasai
memiliki peran besar proses penaklukan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit.
Dan Kerajaan Pasai, sebagai pusat Islamisasi Nusantara, sangat berkepentingan untuk
menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit, karena ia adalah satu-satunya penghalangutama untuk pengislaman tanah Jawa. Maka para Sultan dan para Ulama serta cerdik
pandai Kerajaan Pasai telah menyusun strategi terus menerus dengan segala jaringannya
untuk menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu ini. Bahkan Kekaisaran Cinapun yang telahdikuasai Muslim ikut andil dalam Islamisasi ini, terbukti dengan mengirimkan Penglima
Besar dan kepercayaan Kaisar yang bernama Laksamana Cheng Ho. Jalan peperangan
tidak mungkin ditempuh, mengingat jauhnya jarak antara Pasai dengan Jawa Timur
sebagai pusat Kerajaan Majapahit. Maka ditempuhlan jalan diplomasi dan dakwah para
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 9
9/9
duta dari Kerajaan Pasai.
Rupanya para Grand Master terutama Maulana Malik Ibrahim sebagai utusan seniorpara pendakwah, menemukan sebuah cara yang dianggap bijak, yaitu melaluijalur
perkawinan. Maka dikawinkanlah iparnya yang bernama Dwarawati atau Puteri Jeumpayang cantik jelita dan cerdas tentunya, dengan Prabu Brawijaya V, yang konon masihmemeluk Hindu. Kenapa Sang Bapak Para Wali Songo ini berani mengambil
kebijakan itu. Tentu hanya Allah dan beliau yang tahu. Dan akhirnya sejarahkemudian mencatat, anak perkawinan Puteri Jeumpa Dwarawati dengan Prabu
Brawijaya V, bernama Raden Fatah adalah Sultan Kerajaan Islam Demak pertamayang telah mengakhiri dominasi Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dan Kerajaan-
Kerajaan Hindu lainnya.
Mungkin pertimbangan Maulana Malik Ibrahim menikahkan iparnya Puteri Jeumpa
berdasarkan ijtihad beliau setelah mengadakan penelitian panjang terhadap tradisi
dan budaya orang Jawa yang sangat menghormati dan patuh bongkokan kepadaRaja atau Pangeran yang selama ini dianggap sebagai titisan para Dewata,sebagaimana cerita-cerita pewayangan di Jawa. Jika ada seorang Raja atau Pangeran
yang masuk Islam, maka akan mudah bagi perkembangan Islam. Karena Jawa adalah
salah satu daerah yang sangat sulit diislamkan sampai saat itu, mengingat kuatnya
dominasi Kerajaan Hindu Majapahit. Itulah sebabnya, ketika Puteri Jeumpa telah hamil,
dia ditarik dari istana Majapahit, dihijrahkan ke wilayah Islam lainnya, kabarnya keKerajaan Melayu Palembang. Setelah lahir anaknya, Raden Fatah, Puteri Jeumpa kembali
ke Jawa Timur, tapi bukan ke istana Majapahit, tapi ke Ampeldenta Surabaya, ke tempat
anak saudaranya Raden Rahmat (Sunan Ampel) untuk mendidik Raden Fatah agarmenjadi pemimpin Islam. Setelah dewasa, karena masih Raden Pangeran Majapahit,
maka Raden Fatah berhak mendapat jabatan, dan beliau diangkat sebagai seorang Bupati
di sekitar Demak. Saat itulah para Wali Songo yang sudah mapan mendeklarasikansebuah Kerajaan Islam Demak, di Bintaro Demak, sebagai Kerajaan Islam pertama di
Jawa. Karena Raden Fatah adalah titisan Raja Majapahit, maka orang-orang Jawapun
dengan cepat mengikuti agamanya dan membela perjuangannya sebagaimana dicatatsejarah dalam buku Babat Tanah Jawi.
Jadi prestasi terbesar Kerajaan Pasai adalah keberhasilannya mengembangkanKerajaannya sebagai pusat Islamisasi Nusantara, terutama keberhasilannya
mengislamisasikan pulau Jawa yang telah coba dilakukan berabad-abad oleh para
pendakwah dan pejuang Islam. Namun sayang fakta sejarah ini selalu ditutup-tutupi olehpara penjajah Belanda dan antek-anteknya di Jawa. Bahkan sebagian orang-orang Jawa
tidak pernah menganggap bahwa para Wali Songo adalah alumni perguruan tinggi Islam
yang sudah berkembang pesat di Acheh, baik di sekitar Pasai, Perlak, Jeumpa, Barus,Fansur dan lain-lainnya yang selanjutnya akan dibuktikan dengan tampilnya ulama-ulama
besar dan berpengaruh di Nusantara asal Acheh seperti Hamzah Fansuri, Samsuddin al-
Sumatrani, Maulana Syiah Kuala, Nuruddin al-Raniri dan lain-lainnya.