penyakit paru obstruktif kronik
TRANSCRIPT
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Ridha Surya Nugaraha (4151101100)
Puspita Desi Sugiarto (4151101116)M. Ary Rahmadya A (4151101136)
Latar Belakang
• Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) penyakit kronik ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel.
• Bersifat progresif• Inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun dalam kurun waktu yang lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum.
• Obstruksi saluran napas paru disebabkan oleh i kelainan pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. sekret atau benda asing.
• Pada dinding saluran napas kelainan bisa terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi kronik, dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos.
• Penyebab kematian tertinggi ke-4 di AS.• 12 juta orang di AS didiagnosis PPOK sementara 12
juta lainnya memiliki PPOK yang tidak terdiagnosis. • Pada Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1992 angka kematian karena bronkitis kronik, emfisema dan asma menduduki peringkat keenam dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Maksud dan Tujuan
• Maksud– mengetahui gambaran
penyakit PPOK yang disebabkan penyakit bronkitis dan emfisema.
• Tujuan dan manfaat– Mengetahui pengetahuan
dasar mengenai PPOK mulai dari definisi, epidemiologi, patogenesis hingga prognosis.
– Mengetahui gambaran radiologis PPOK yang disebabkan penyakit bronkitis dan emfisema
Definisi
– PPOK penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas, progresif, nonreversibel/ reversibel parsial.
– PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
EmfisemaSuatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli
Bronkitis kronikKelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Epidemiologi
• AS kunjungan pasien PPOK IGD mencapai angka 1,5 juta (thn 2000)– 726.000 perawatan di R.S– 119.000 meninggal
• Biaya untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya.
• SKRT Depkes RI 1992, angka kematian (asma, bronkitis kronik dan emfisema) peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
• Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :– Kebiasaan merokok yang
masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
– Pertambahan penduduk– Meningkatnya usia rata-rata
penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an
– IndustrialisasiPolusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan
Faktor Risiko
1. Kebiasaan merokok (riwayat dan derajat)
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktivitas bronkus4. Riwayat infeksi saluran
napas bawah berulang5. Defisiensi antitripsin alfa - 1,
umumnya jarang terdapat di Indonesia
Patogenesis Dan Patologi
• Bronkitis kronik – pembesaran kelenjar mukosa
bronkus– metaplasia sel goblet– Inflamasi– hipertrofi otot polos pernapasan
serta distorsi akibat fibrosis.• Emfisema
– pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal
– kerusakan dinding alveoliSecara anatomik dibedakan tiga jenis
emfisema:– Emfisema sentriasinar– Emfisema panasinar (panlobuler)– Emfisema asinar distal (paraseptal),
• faktor resiko utama merokokmerangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasiamengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi (jadi sangat purulen) Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
• Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur struktur penunjang di paru.hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasiapabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.
• karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).
Diagnosis
• A. Gambaran klinis– a. Anamnesis
• - Keluhan• - Riwayat penyakit• - Faktor predisposisi
– b. Pemeriksaan fisis• B. Pemeriksaan penunjang
– a. Pemeriksaan rutin– b. Pemeriksaan khusus
Gambaran Klinis
• 1. Anamnesis– Riwayat merokok atau bekas
perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
– Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
– Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
– Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.
– Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
– Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan fisis• a. Inspeksi
– - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
– - Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
– - Penggunaan otot bantu napas– - Hipertropi otot bantu napas– - Pelebaran sela iga– - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat
denyut vena jugularis leher dan edema tungkai– - Penampilan pink puffer atau blue bloater
• b. Palpasi– Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• c. Perkusi– Pada emfisema hipersonor dan batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• d. Auskultasi– - suara napas vesikuler normal, atau melemah– - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu
bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa– - ekspirasi memanjang– - bunyi jantung terdengar jauh
• Pink puffer gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing.
• Blue bloater gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
• Pursed - lips breathing sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
Pemeriksaan Penunjang
• 1. Pemeriksaan rutin• a. Faal paru
– Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
– Uji bronkodilator• b. Darah rutin• c. Radiologi
RadiologiBronkitis kronis
• Diperlukan foto toraks PA dan lateral
• Pada bronkitis kronis tidak selalu memberikan gambaran khas pada foto thoraks.
• Gambaran radiogram bronkitis kronis hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya tidak spesifik.
• Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus.
Bronkitis kronik secara radiologik dibagi dalam 3 golongan antara lain : - Ringan ditemukan corakan paru yang ramai dibagian basal paru- Sedang corakan paru yang ramai, emfisema dan bronkiektasis di perikardial kanan dan kiri.- Beratditemukan hal-hal tersebut diatas dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi bronkitis kronik.
Radiologi Emfisema
• Keadaan di mana paru lebih banyak berisi udara, sehingga ukuran paru bertambah baik anterior-posterior maupun ukuran paru secara vertikal ke arah diafragma.
• Gambaran yang tampak pada penderita emfisema antara lain : hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
• Gambaran radiologik emfisema secara umum– Akibat penambahan ukuran paru
anterior-posterior akan menyebabkan bentuk toraks kifosis,
– Penambahan ukuran paru vertikal menyebabkan diafragma yang datar
– Aerasi paru yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental, akan menghasilkan bayangan lebih radiolusen, sehingga corakan jaringan paru tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya dan vaskular paru yang relatif jarang.
Emfisema lobaris
Pd bayi baru lahir : kelainan tulang rawan, bronkus, mukosa bronkial yang tebal, sumbatan mukus (mucous plug), penekanan bronkus dari luar oleh anomali pembuluh darah.Gambaran radiologik : - Bayang-bayang radiolusen- Pendorongan mediastinum ke arah kontralateral
Hiperlusen idiopatik unilateral
• emfisema yang unilateral dengan hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis. Secara radiologik, paru yang terkena lebih radiolusen tanpa penambahan ukuran paru seperti pada umunya emfisema lainnya
Emfisema hipertrofik kronik
• Akibat komplikasi penyakit paru seperti asma bronkial yang parah, bronkiektasis, peradangan paru yang berat, pneumokoniosis ganas, dan tuberkulosis.
• Gambaran radiologik – Peningkatan aerasi– Penambahan ukuran
toraks pada satu sisi– Bleb dan bulla : bayangan
radiolusen tanpa struktur jaringan paru
Emfisema bulla
• Emfisema vesikular setempat (1-2 cm/ >), sukar dibedakan dengan pneumotoraks.
• Penyebabnya tidak diketahui tapi akibat penyumbatan seperti bronkiolotis atau peradangan akut lainnya dan iritasi gas yang terhisap.
• Gambaran radiologik: – Kantong radiolusen di
perifer lapangan paru dan basal paru (jaringan paru normal sekitarnya akan terkompresi) sesak.
Emfisema kompensasi
• Usaha tubuh secara fisiologik menggantikan jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi toraks bagian paru yang terangkat pada pnemotektomi.
• Emfisema senilis• Emfisema senilis merupakan akibat
proses degeneratif orang tua pada kolumna vertebra yang mengalami kifosis dimana ukuran anterior-posterior toraks bertambahan sedangkan tinggi toraks secara vertikal tidak berubah, begitu pula bentuk diafragma dan peranjakan diafragma tetap tidak berubah. Keadaan ini akan menimblkan atrofi septa alveolar dan jaringan paru berkurang dan akan diisi oleh udara sehingga secara radiologik tampak toraks yang lebih radiolusen, corakan bronkovaskular yang jarang dan diafragma yang normal.
Emfisema
• Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
• a. Faal paru• b. Uji latih kardiopulmoner• c. Uji provokasi bronkus• d. Uji coba kortikosteroid• e. Analisis gas darah• f. Radiologi• g. Elektrokardiografi• h. Ekokardiografi• i. bakteriologi• j. Kadar alfa-1 antitripsin
2.6 Diagnosis Banding
• Asma• SOPT (Sindroma Obstruksi
Pascatuberculososis) adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
• Pneumotoraks • Gagal jantung kronik• Penyakit paru dengan
obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
Perbedaan asma, PPOK dan SOPT
Klasifikasi (GOLD,2007) terbagi 4 :
1. Derajat I: PPOK ringan– Dengan/tanpa gejala batuk
produksi sputum.– Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi).Penderita tidak sadar.
2. Derajat II: PPOK sedang– VEP1/ KVP < 70%; 50% <
VEP1 < 80%), pemendekan nafas.
3. Derajat III: PPOK berat– VEP1 / KVP < 70%; 30%
<VEP1 < 50% prediksi). Sesak, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang.
4. Derajat IV: PPOK sangat berat
- VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi + gagal nafas kronik + gagal jantung kanan.
Penatalaksanaan
• 1. Edukasi• 2. Obat - obatan• 3. Terapi oksigen• 4. Ventilasi mekanik• 5. Nutrisi• 6. Rehabilitasi
Komplikasi
Gagal nafas
Polisitemia Sekunder
Pneumothoraks
Hipertensi Pulmonal
MalnutrisiPenyakit paru tahap akhir
Cor pulmonal
THE END
TERIMA KASIH