Download - Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
1/14
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Sinusistis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek
dokter sehari-hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan
kesehatan tersering di seluruh dunia.1
Istilah rinosinusitis akhir-akhir ini sering digunakan untuk mengganti
istilah sinusitis. Karena jarang peradangan mukosa sinus yang berdiri sendiri.
Salah satu penyebab utama pada rinosinusitis adalah gangguan drainase terhadap
patensi kompleks osteomeatal. Variasi antaomi hidung dan sinus paranasalis
seperti: sel frontal, sel agger nasi, bula etmoid, prosessus unsinatus, konka
bullosa, sel haller dan deviasi septi merupakan salah satu faktor penyebab
gangguan drainase hidung dan sinus paranasalis sehingga diduga menjadi faktor
predisposisi terhadap kejadian rinosinusitis kronik. Variasi anatomi tersebut dapat
menyebabkan ostruksi terhadap kompleks ostiomeatal (KOM) dan mengganggu
pembersihan mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis kronik. 2,3
Dilaporkan 3,7% insiden komplikasi intrakranial dari semua pasien yang
datang ke rumah sakit dengan gejala klinik rinosinusitis. 35-65% rinosinusitis
sebagai sumber abses subdural. Komplikasi intrakranial rinosinusitis umumnya
akibat perluasan dari penyakit pada sinus frontal, etmoid atau sphenoid termasuk
meningitis, empyema subdural atau epidural, abses otak dan thrombosis. 2
Sinusitis pada dasarnya bersifat rinogenik yaitu perluasan dari infeksi
hidung. Pada sinusitis kronik, sumber infeksi berulang cenderung berupa stenotik.
Inflamasi menyebabkan saling menempelnya mukosa yang berhadapan dalam
ruang yang sempit sehingga terjadi gangguan transport mukosiliar yangmenyebabkan retensi mukus dan mempertinggi pertumbuhan bakteri dan virus.
Infeksi kemudian menyebar ke sinus yang berdekatan. Dewasa ini teknik operasi
bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan kemajuan ilmu yang sangat
berarti dalam tatalaksana penyakit rinosinusitis kronik. Gambaran anatomi sinus
paranasalis pada CT Scan merupakan kondisi awal yang harus diketahui sebelum
pembedahan sinus endoskopi begitu juga dengan evaluasi perluasan penyakit
1
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
2/14
2
sehingga membantu operator dalam mengarahkan operasi sesuai dengan luasnya
kelainan yang ditemukan. 2
CT scan merupakan metode yang baik untuk evaluasi struktur anatomi
karena dapat memperlihatkan dengan jelas struktur anatomi hidung dan sinus
paranasal seperti kondisi kompleks ostiomeatasl, kelainan anatomi, visualisasi ada
atau tidaknya jaringan patologis di 4 sinus dan perluasannya. Pemeriksaan CT
Scan mampu memberikan gambaran struktur anatomi pada area yang tidak
tampak melalui endoskopi. Pemeriksaan ini sangat baik dalam memperlihatkan
sel-sel etmoid anterior, dua pertiga atas kavum nasi dan resessus frontalis. Pada
daerah ini CT Scan dapat memperlihatkan lokasi faktor penyebab sinusitis kronis
yaitu KOM. 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinusistis kronik adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis yang
berlangsung lebih dari 3 bulan, dimana terdapat perubahan patologik pada mukosa
hidung yang komplek dan bersifat ireversibel.
1,2,8
Mukosa biasanya menebal,membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak
mengalami deskuamasi, regenerasi, metaplasia, atau epitel biasa dalam jumlah
yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama. Pembentukan mikro abses,
dan jaringan granulasi bersama-sama dengan pembentukan jaringan parut. Secara
menyeluruh, terdapat infiltrasi sel bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan
submukosa. 4
2.2 Anatomi Hidung
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
3/14
3
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian
luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian, yang paling atas kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk
hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1)pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala
nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh
kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan
beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os
maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri
dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis
inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan tepi anterior kartilago
septum.5
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
4/14
4
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari
os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior yang memisahkan
rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral
terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka
inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara
konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media
disebut meatus superior. 6,7,8
Gambar 1. Anatomi Hidung Dalam 4
Septum nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian
posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh
kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa bagian
posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista
sfenoid. 6,7
2.2 Kavum nasi
Kavum nasi terdiri dari:
2.2.1 Dasar hidung
3
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
5/14
5
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan
prosesus horizontal os palatum. . 7
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
6/14
6
2.2.2 Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os
nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os
sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa
yang dilalui oleh filamen-filamen n.olfaktorius yang berasal dari
permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas
septum nasi dan permukaan kranial konka superior. 7
2.2.3 Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os
maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang
merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina
perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial. 7
2.2.4 Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka. Celah
antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior,
celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan di
sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang
didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka
suprema, konka superior dan konka media berasal dari massa
lateralis os etmoid. Sedangkan konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum. 7
2.3 Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit
antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel
etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapaostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan
korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus
sfenoid. 7
2.4 Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus
maksila, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
7/14
7
konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah
yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara
atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius
dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan
medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal
sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu
bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal,
antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum.
Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas
dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel
etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di
depan infundibulum. 6,7
2.5 Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus mempunyai
muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di
belakang batas posterior nostril. 6,7
2.6 Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap
nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum,
bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan
bagian luar oleh lamina pterigoideus. 7
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri
atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan
sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregulardengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah
apeks prosesus zygomatikus os maksilla. 6,7,8
2.7 Kompleks ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior
yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus
paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media
dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
8/14
8
prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger
nasi dan ressus frontal. 5,9
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena
sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit
infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal
sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai
serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung
menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus
dan konka media.9
Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal
9
2.3 Patofisiologi
Sinus paranasalis akut dapat menjadi kronik oleh berbagai faktor
yakni faktor alergi, faktor gangguan pada Komplek Ostio meatal (KOM)
yang menganggu patensi ostium ( deviasi septum nasi, polip bnasi, konka
bulosa). Mukosa juga mengandung subsatansi antimikrobial yang masuk
bersama udara pernafasan. 6,10 Organ-organ yang membentuk KOM
letaknya berdekatan dan bila edema, mukosa yang berhadapan akan saling
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
9/14
9
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi. Kondisi ini bisa dianggap rinosinusitis
non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan. 1
Bila kondisi menetap sekret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.
Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut
bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil
inflamasi berlanjut sehingga terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang . mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus
yang berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembengkakan polip dan kista. 1,6,10
Gambar 3. Siklus dari peristiwa yang berulang yang mengarah pada
peristiwa sinusitis kronik.4
2.4 Gejala klinis
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang
hanya 1 atau 2 gejala saja. Gejala utama adalah rinore yang kronik dengan
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
10/14
10
sekret mukopurulen. Kadang-kadang terjadi sakit kepala kronik. Gejala
lain adalah hidung buntu kadang-kadang terjadi penurunan penciuman dan
pengecapan. Dapat terjadi sekret bercampur darah dari hidung atau sekret
yang turun ke faring (post nasal drip). 1,10
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior
dan posterior. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan adanya sekret
mukopurulen yang kadang bercampur darah terutama pada meatus medius.
Dapat terjadi polip pada meatus medius. Dapat pula terjadi deviasi septum.
Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat ditemukan post nasal drip
dengan sekret mukopurulen kadang bercampur darah. Pada pemeriksaan
transiluminasi pada sinus yang terkena warnya akan menjadi gelap (hanya
sinus maksila dan sinus frontal). 1,10
2.6 Pemeriksaan penunjang
- Foto polos sinus
Foto polos yang digunakan adalah foto polos posisi Waters, PA dan
lateral, dan secara umum hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar
seperti maksila dan frontal, dimana jika terdapat suatu kelainan akan
tampak adanya penebalan mukosa, perselubungan, atau bentukan polip/
mukokel, batas udara-cairan (air fluid level). 1
- Endoskopi nasal
Pemeriksaan endoskopi nasal dilakukan untuk mengevaluasi kondisi
kavum nasi yaitu inflamasi yang terjadi pada mukosa sinus dan nasal
melihat adanya suatu masa atau lesi yang telah ditemukan padapemeriksaan fisik sebelumnya hingga ke nasofaring dimana dengan
pemeriksaan ini dapat melihat keadaan dinding lateral hidung.
ProfilEvidence untuk pemeriksaan ini adalah Level D (opini dari ahli). 9,10
- CT Scan
CT Scan merupakan gold standart yang digunakan untuk diagnosis
sinusitis karena dengan CT Scan maka dapat melihat anatomi dari hidung
dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus, adanya kelainan di
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
11/14
11
KOM (kompleks ostiomeatal) secara menyeluruh dan diperlukan
khususnya pada sinusitis yang unilateral untuk menyingkirkan
kemungkinan keganasan,. Indikasi dilakukan CT Scan adalah mengalami
sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan ataupun pasien
yang akan melakukan operasi sinus. 1,2,10
Profil Evidence untuk pemeriksaan ini adalah Level C (diagnostik dan
penelitian secara observasional). 9
- Pemeriksaan gigi atas
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya penyebab dari gigi
(dentogen) yang menyebabkan terjadinya sinusitis. 10
- Pemeriksaan Imunologi
Berdasarkan penelitian didapatkan hubungan antara alergi dan
rhinosinusitis pada dewasa. Test yang dilakukan adalah penhukuran
terhadap serum IgG, IgA dan IgM dan mendeteksi respon antibody
terhadap protein suatu antigen seperti TT (tetanus toxoid) atau
pneumococcal polysaccharide vaccine.
Profil Evidence untuk pemeriksaan ini adalah Level C (diagnostik dan
penelitian secara observasional).9
2.7 Komplikasi
- Kelainan Orbita
Sinus etmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi etmoiditis
akut. Sinus frontalis dan sinus maksilaris yang terletak di dekat orbita
dapat pula menimbulkan infeksi isi orbita. Kelainan orbita yang dapat
menjadi penyulit sinusitis adalah edema palpebra, selulitis orbita, absesorbita serta trombosis sinus kavernosus yang disebabkan karena secara
anataomi letak sinus paranasal berdekatan dengan orbita terutama sinus
etmoid. 1,10
- Osteo mielitis
Biasanya terjadi karena adanya sinusitis frontalis dan sering terjadi pada
anak-anak. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa
malaise, demam, dan menggigil. Pembengkakan diatas alis mata juga
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
12/14
12
lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal.
Sebagian terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul
fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan Radiogram dapat
memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus
dalam sinus yang keruh. 1
- Kelainan intrakranial
Kelainan intrakranial yang dapat menjadi penyulit adalah abses
epidura/subdura, abses otak, meningitis, trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi-komplikasi intrakranial ini sekali-kali tidak boleh ditafsirkan
selalu berjalan mengikuti urutan dari meningitis ke abses lobus frontalis.
Komplikasi ini dapat terjadi setiap saat dengan hanya sedikit atau tanpa
keterlibatan varian lainnya. Pengobatan infeksi supuratif intrakranial yang
berat kembali berupa terapi antibiotik yang intensif, drainase secara bedah
pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.10
- Kelainan Paru
Kelainan paru yang dapat menjadi penyulit adalah bronkiektasis serta
bronkitis kronik. Sinobronkitis adalah kelainan pada sinus yang disertai
dengan kelainan paru.1
2.8 Penatalaksanaan
- Terutama menghilangkan faktor penyebab. Perlu pembedahan untuk
patologi di KOM 10
- Bedah Sinus Endoskopi Fungisional (BSEF) atau Functional Endoscopic
Sinus Surgery (FESS) (Rekomendasi A) 11
BSEF adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan
endoskop yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi drainase danventilasi sinus. Prinsipnya membuka dan membersihkan KOM (kompleks
osteomeatal) yang merupakan sumber penyumbatan dan infeksi. 1,3,10
Indikasi dilakukannya BSEF adalah sebagai berikut : 1,10
o Sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan
o Sinusitis dengan penyulit
o Sinusitis jamur
Kontraindikasi dilakukan BSEF adalah sebagai berikut :12
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
13/14
13
o Osteitis atau osteomielitis tulang frontal
o Pasca operasi radikal dengan hipoplasia rongga hidung
o Penderita dengan diabetes mellitus, malignancy, kelainan
hemostatis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai
dengan bidangnya.
- Irigasi sinus maksila
Tujuan dilakukan irigasi nasal adalah untuk meningkatkan fungsi dari
mucociliary clearence dan menurunkan edema pada mukosa hidung. 9
Profil Evidence untuk pemeriksaan ini adalah Level B (randomized
controlled trials and epidemiologic studies with limitations). 9
- Bedah Caldwell Luc untuk sinusitis maksila kronik 10
- Pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab, terutama juga
untuk eradikasi kuman penyebab B-laktamase dan kuman anaerob
Dapat diberikan amoxyciline, amoxyciline + clavulanic acid,
cephalosporine generasi II/III oral, clindamycine. Bila perlu ditambahkan
metronidazole untuk kuman anaerob. Perawatan gigi bila ada penyebab
dentogen. 10
2.9 Pencegahan
Pasien dapat mengurangi paparan dari patogen dengan mencuci tangan
menggunakan sabun ataupun handrub setiap waktu terutama setelah bersentuhan
dengan orang yang sedang sakit. Berdasarkan penelitian Third National Health
and Nutrition Examination Survey, paparan dan penggunaan rokok dapat
meningkatkan resiko terjadinya sinusitis ataupun masalah dengan sinus. 9
BAB 3
-
7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka
14/14
14
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan tinjaun pustaka yang telah ada, maka dapat disimpulan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Sinusitis kronik adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis yang
berlangsung lebih dari 3 bulan, dimana terdapat perubahan patologik pada
mukosa hidung yang komplek dan bersifat ireversibel
2. Diagnosis sinusitis kronis adalah dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos sinus,
endoskopi nasal, CT Scan, Pemeriksaan gigi atas dan pemeriksaan
imunologi
4. Komplikasi yang dapat terjadi adalah kelainan orbita, osteomielitis,
kelainan intrakranial, dan kelainan paru
5. Penatalaksanaan yang dilalukakan adalah sebagai berikut :
a. Bedah Sinus Endoskopi Fungisional (BSEF)
b. Irigasi sinus maksila
c. Bedah Caldwell Luc
d. Pemberian antibiotik sesuai dengan kuman penyebab
6. Pencegahan adalah dengan mengurangi paparan dari patogen.
13