sindrom nefrotik

27
PENDAHULUAN Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif, hipoalbuminuria, edema dan hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran glomerulus. 1 Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. 1 Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan 1

Upload: sulistyawati-wrimun

Post on 14-Apr-2016

221 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

Page 1: sindrom nefrotik

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu penyakit ginjal yang

terbanyak pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang

terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif, hipoalbuminuria, edema

dan hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

membran glomerulus.1

Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak

yang paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di

Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari

14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1

Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan

sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus

sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain.

Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.

Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia.

Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang,

dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan

terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC

(International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom

nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria

mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan

kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.1

Sindrom nefrotik, merupakan salah satu penyakit yang harus

mendapat perhatian. Selain penyebabnya belum sepenuhya diketahui, tata

laksananya pun tidak selalu memberikan hasil yang optimal. Pada beberapa

episode sindrom nefrotik dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon

yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi berkembang menjadi

kronik.1

1

Page 2: sindrom nefrotik

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

Umur : 6 tahun 3 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal masuk : 9 Juni 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Bengkak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak sejak 2 minggu

sebelum masuk rumah sakit. Bengkak awalnya muncul di bagian mata, lalu

di wajah, lama kelamaan bengkak menyebar pada bagian perut lalu ke

bagian kemaluan dan kaki. Bengkak pada kelopak mata dan muka lebih

jelas setelah pasien bangun tidur.Pasien tidak mengeluh demam, mimisan

(-), kejang(-), sakit kepala(-), nyeri sendi(-).

Batuk (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berlendir (+),

beringus (-), sesak napas (-). Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-),

nyeri perut (+) sejak mulai bengkak. Buang air besar lancar dan seperti

biasa. Buang air kecil lancar dan seperti biasa, nyeri saat berkemih (-),

warna kuning muda.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Pasien pernah dirawat di RSU Anutapura dengan keluhan yang sama yaitu

bengkak, 2 minggu sebelum di rawat di RSUD Undata.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan bengkak.

Riwayat Sosial-ekonomi :

Pasien memiliki riwayat sosial ekonomi menengah

2

Page 3: sindrom nefrotik

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :

Pasien biasanya sering bermain di dalam rumah dan sangat suka makan

makanan ringan.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Pasien merupakan ke-2 dari 2 bersaudara, lahir spontan di rumah sakit

dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan lahir 49 cm.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi :

Saat umur 1 tahun 5 bulan pasien sudah bisa berjalan. Dan umur 3 tahun

pasien sudah bisa berbicara.

Anamnesis Makanan :

Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir hingga usia 6 bulan, kemudian

dilanjutkan pemberian susu formula hingga 2 tahun. Pemberian makanan

pendamping ASI (bubur saring) diberikan saat usia 6 bulan hingga 1 tahun

dan pemberian nasi sejak usia 10 bulan sampai sekarang.

Riwayat Imunisasi :

Pasien memiliki riwayat imunisasi dasar lengkap. Imunisasi hepatitis B 3

kali, polio 3 kali, BCG 1 kali, DPT 3 kali, campak 1 kali.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sakit berat

Kesadaran : Komposmentis

BB : 18 kg, koreksi 30% = 12,6

PB/TB : 101 cm

Status Gizi : Gizi kurang (CDC= 12,6/16 x 100%= 78%)

Tanda Vital

Nadi : 82 kali/menit

Suhu : 370C

Respirasi : 32 kali/menit

Tekanan darah : 100/70 mmHg

1. Kulit: sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit kembali cepat (<2 detik),

rumple leed (-)

3

Page 4: sindrom nefrotik

2. Kepala:

- Bentuk kepala : normocephal

- Ubun-ubun : menutup

- Mata : sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat -/-, edem

palpebra +/+

- Hidung : bentuk normal, sekret (-)

- Telinga : bentuk normal, sekret (-)

- Mulut : bibir tidak sianosis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis

3. Leher

- Pembesaran kelenjar getah bening (-) dan tidak teraba

- Pembesaran kelenjar tiroid (-) dan tidak teraba

4. Dada

Paru-paru

- Inspeksi : bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan

kanan, retraksi (-)

- Palpasi : vokal fremitus normal kiri dan kanan, massa (-)

- Perkusi : sonor, batas paru hepar linea midclavicularis

dextra spatium intercosta VI

- Auskultasi : bunyi paru bronkovesikuler (+/+), ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)

5. Jantung

- Inspeksi : denyut ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : denyut ictus cordis teraba di SIC V linea

midclavicula sinistra

- Perkusi : batas jantung normal

Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal

dextra

Batas jantung atas : SIC II linea parasternal

sinistra

Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula

sinistra

4

Page 5: sindrom nefrotik

- Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni reguler, bunyi

tambahan (-)

6. Abdomen

- Inspeksi : cembung, distensi (+)

- Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal

- Perkusi : bunyi timpani, tes shifting dullness (+), asites (+)

- Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba

7. Genitalia : Edema skrotum +/+

8. Ekstremitas

- Atas : akral hangat, edema (+)

- Bawah : akral hangat, edema (+)

9. Punggung : deformitas (-)

10. Refleks : normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah lengkap

WBC 11,2 x 103/uL 5 - 10/uL

RBC 4,6 x 106/uL 3,6 – 6,5 x 106/uL

HBG 11,3 g/dL 11,5 – 16 g/dL

HCT 34,9 % 37 – 47 %

PLT 649 x 103/mm3 150 – 450 x 103/ mm3

b. Pemeriksaan Kimia Darah

Kolesterol total 254 mg/dL 50-200 mg/dL

Ureum 7,2 mg/dL 8-53 mg/dL

Kreatinin 0,39 mg/dL 0,3-0,6 mg/dL

Protein total 5,1 mg/dL 6,0-7,8 mg/dL

Albumin 1,1 mg/dL 3,2-4,5 mg/dL

5

Page 6: sindrom nefrotik

c. Pemeriksaan Serologi

ASTO negatif negatif

CRP positif negatif

V. RESUME

Pasien laki-laki usia 6 tahun 3 bulan masuk rumah sakit dengan

keluhan bengkak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Edema

awalnya muncul di bagian mata, lalu di wajah, lama kelamaan bengkak

menyebar pada bagian perut lalu ke bagian skrotum dan kaki. Edema pada

kelopak mata dan muka lebih jelas setelah pasien bangun tidur.

Batuk (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berlendir (+), nyeri

perut (+) sejak mulai bengkak. Defekasi lancar dan seperti biasa. Miksi

lancar dan seperti biasa, warna kuning muda. Pasien pernah dirawat di RSU

Anutapura dengan keluhan yang sama yaitu bengkak, 2 minggu sebelum di

rawat di RSUD Undata.

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan kondisi umum sakit berat,

kesadaran compos mentis, status gizi kurang. Tanda vital: tekanan darah

100/70 mmHg, nadi 82 kali/menit, pernapasan 32 kali/menit, suhu 37oC. Pada

pemeriksaan kepala ditemukan adanya edema palpebra. Pemeriksaan

abdomen: inspeksi permukaan kesan cembung, peristaltik (+) kesan normal,

perkusi tes shifting dullness (+), ascites (+), palpasi nyeri tekan (-), uji

undulasi (+). Ekstremitas atas: akral hangat (+), edema (+); ekstremitas

bawah: akral hangat (+), edema (+). Genitalia: edema skrotum.

Hasil pemeriksaan laboratorium yaitu darah rutin: eritrosit 4,6 x

106/μL, hemoglobin 11,3 gr/dL, hematokrit 34,9 %, leukosit 11,2 x 103/μL,

trombosit 649 x 103/μL. Serologi: ASTO: negatif dan CRP: positif. Kimia

darah: kolesterol total 254 mg/dL, ureum 7,2 mg/dL, kreatinin 0,39 mg/dL,

protein total 5,1 mg/dL, albumin 1,1 mg/dL.

6

Page 7: sindrom nefrotik

VI. DIAGNOSIS KERJA : Suspek Sindrom Nefrotik

VII. TERAPI

IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit

Injeksi Furosemid ½ ampul/12 jam/IV

Methylprednisolon 3x10 mg

Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam

Infus Albumin 20% 50 mL 13 tetes/menit (1 jam)

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan histopatologi ginjal

IX. PROGNOSIS

Qua ad vitam : dubia

Qua ad sanationam : dubia

X. FOLLOW UP

Tanggal Penilaian

10 – 06 – 2015 S : Batuk (+), demam (-), BAB cair 2 kali, ampas

(+), lendir (-), darah (-)

O : N : 83 kali/menit

S : 37 oC

R : 34 kali/menit

T : 100/70

Edema palpebra +/+

Edema skrotum +/+

Ascites (+)

Lingkar perut : 59 cm

A : Suspek sindrom nefrotik

P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit

Injeksi Furosemid 2½ ampul/12 jam/IV

Methylprednisolon 3x10 mg

7

Page 8: sindrom nefrotik

Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam

11 – 06 – 2015 S : Batuk (+), demam (-), BAB cair (-)

O : N : 81 kali/menit

S : 36,7 oC

R : 30 kali/menit

T : 90/60

Edema palpebra +/+

Edema skrotum +/+

Ascites (+)

Lingkar perut : 59,5 cm

Takaran urin : 3,3 cc/kgBB/jam

A : Suspek sindrom nefrotik

P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit

Injeksi Furosemid 2½ ampul/12 jam/IV

Methylprednisolon 3x10 mg

Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam

12 – 06 – 2015 S : Batuk (+), demam (-), BAB cair (-)

O : N : 110 kali/menit

S : 37,4 oC

R : 28 kali/menit

T : 100/60

Edema palpebra +/+

Edema skrotum +/+

Ascites (+)

Lingkar perut : 59 cm

Takaran urin : 2,4 cc/kgBB/jam

Pemeriksaan Darah Rutin :

Eritrosit : 4,72 x 106/μL

Hemoglobin : 10 gr/dL

Hematokrit : 35,4 %

Leukosit : 15,09 x 103/μL

8

Page 9: sindrom nefrotik

Trombosit : 823 x 103/μL

Albumin : 1,4 mg/dl

Urinalisis

pH : 5,5 (6,5)

Berat jenis : 1,030 (1,000)

Protein : +3 (negatif)

Glukosa : negatif (negatif)

Keton : negatif (negatif)

Bilirubin : negatif (negatif)

Urobilinogen : normal (normal)

Nitrit : negatif (negatif)

Leukosit : negatif (negatif)

Eritrosit : +3 (negatif)

Sedimen :

- Leukosit : 5 (0-2)

- Eritrosit : 15 LPB (0-3)

- Silinder : negatif (negatif)

- Epitel : positif (positif +)

- Kristal : negatif (negatif)

A : Suspek sindrom nefrotik

P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit

Injeksi Furosemid 2½ ampul/12 jam/IV

Methylprednisolon 3x10 mg

Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam

13 – 06 – 2015 S : Batuk berkurang, demam (-), BAB cair (-)

O : N : 96 kali/menit

S : 37 oC

R : 34 kali/menit

T : 100/60

Edema palpebra berkurang/berkurang

9

Page 10: sindrom nefrotik

Edema skrotum berkurang/berkurang

Ascites (+ berkurang)

Lingkar perut : 55 cm

Takaran urin : 5,9 cc/kgBB/jam

A : Suspek sindrom nefrotik

P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit

Injeksi Furosemid 2½ ampul/12 jam/IV

Methylprednisolon 3x10 mg

Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam

14 – 06 – 2015 S : Batuk (-), demam (-), BAB cair (-)

O : N : 92 kali/menit

S : 36,7 oC

R : 30 kali/menit

T : 100/60

Edema palpebra -/-

Edema skrotum -/-

Ascites (-)

Takaran urin : 3,3 cc/kgBB/jam

A : Suspek sindrom nefrotik

P : IVFD Dextrose 5% 8 tetes/menit

Injeksi Furosemid 2½ ampul/12 jam/IV

Methylprednisolon 3x10 mg

Injeksi ceftriaxon 500mg/12jam

Infus Albumin 20% 50 mL 13 tetes/menit (1

jam)

DISKUSI

10

Page 11: sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai

banyak penyebab, ditandai permeabilitas membran glomerulus yang

meningkat dengan manifestasi proteinuri masif yang menyebabkan

hipoalbuminemia dan biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia.2

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang sering

ditemukan, ditandai dengan kumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria

masif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik

dapat menyebabkan komplikasi serius yang terdiri atas komplikasi akut dan

komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sering terjadi adalah

infeksi dan tromboemboli, sedangkan komplikasi jangka panjang dapat

berupa hipertensi dan penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal. Infeksi pada

anak dengan sindrom nefrotik biasanya timbul dalam 2 tahun pertama sejak

manifestasi klinis muncul. Sebelum penggunaan steroid dan antibiotik, angka

kematian anak sindrom nefrotik mencapai 20% mayoritas disebabkan infeksi

bakteri.3

Berdasarkan konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada

anak, penegakan diagnosis sindrom nefrotik berdasarkan keadaan klinis yang

ditandai dengan:1

1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+)

2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL

3. Edema

4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dl

Pada kasus ini ditemukan adanya proteinuria yang ditandai dengan

hasil pemeriksaan urinalisis protein +3, hipoalbuminemia yang ditandai

dengan hasil pemeriksaan albumin 1,1 mg/dL, edema palpebra, edema

skrotalis, edema pretibia dan hiperkolesterolemia yang ditandai dengan hasil

pemeriksaan kolesterol total 254 mg/dL. Dari hasil temuan ini, pasien

11

Page 12: sindrom nefrotik

memenuhi 4 kriteria diagnostik sehingga pasien dapat didiagnosis dengan

sindrom nefrotik.

Manifestasi klinik edema umumnya terlihat pada kedua kelopak

mata. Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat atau cepat atau

dapat menghilang dan timbul kembali. Awalnya ditemukan edema periorbital,

lambat laun edema menjadi menyeluruh yaitu ke pinggang, perut dan tungkai

bawah. Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas di

kelopak mata dan muka sesudah tidur sedangkan pada tungkai tampak selama

posisi berdiri. Edema anasarka sering disertai edema genitalia eksterna,

dimana edema anasarka dapat terjadi bila kadar albumin darah <2gr/100ml.

Pada beberapa pasien, nyeri perut juga dapat dirasakan akibat edema dinding

perut atau pembengkakan hati.4

Pada kasus ini, pasien awalnya mengalami edema palpebra, lalu di

wajah. Edema pada palpebra dan wajah tampak lebih setelah pasien bangun

tidur. Lama kelamaan edema menyebar ke perut, genitalia eksterna (skrotum)

dan tungkai bawah. Selain itu, pasien juga mengalami nyeri perut akibat

distensi.

Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan

penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema

yang masif dan keadaan ini diduga penyebabnya adalah edema di mukosa

usus. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan

malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik non

responsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia

umbilikalis dan prolaps ani.4

Pada kasus ini, dari hasil pemeriksaan status gizi, pasien

mengalami gizi kurang. Hal ini dapat diakibatkan oleh edema di mukosa usus

sehingga absorpsi makanan tidak maksimal. Selain itu, dapat disebabkan juga

karena anoreksi dan hilangnya protein ke dalam urin. Kemudian pasien juga

mengalami defekasi yang cair sebanyak 2x/hari yang juga mendukung bahwa

pada pasien terjadi edema mukosa usus sehingga terjadi gangguan

penyerapan nutrisi dan menyebabkan gizi kurang pada pasien.

12

Page 13: sindrom nefrotik

Gangguan pernapasan dapat terjadi, karena asites masif dan

kompresi thoraks atau edema paru.5 Pada kasus ini, tidak terdapat gangguan

pernapasan yang berat pada pasien. Pasien hanya mengalami batuk sesekali.

Fungsi ginjal pada sebagian besar pasien di awal penyakit

umumnya tetap normal. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari

peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe

histologik yang bukan Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun

tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom

nefrotik.5 Pada pasien ditemukan adanya hematuria mikroskopik dari

pemeriksaan urinalisis namun tidak ditemukan ada kelainan ginjal lainnya.

Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara

histopatologik sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons

terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal

sebagian besar tidak memberikan respons terhadap pengobatan steroid

(resisten steroid). Indikasi biopsi ginjal pada sindrom nefrotik anak adalah:

1. Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar

kreatinin dan ureum dalam plasma meninggi, atau kadar

komplemen serum menurun

2. Sindrom nefrotik resisten steroid

3. Sindrom nefrotik dependen steroid

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan histopatologik karena

tidak masuk dalam indikasi sehingga tidak diketahui jenis lesinya.

Terapi sindrom nefrotik idiopatik pada anak bersifat jangka

panjang mengakibatnya adanya peningkatan risiko terjadinya efek samping.

Tingginya efek samping dan adanya kekambuhan dapat menurunkan kualitas

hidup pasien. Sehingga perlu dilakukan evaluasi terapi sindrom nefrotik pada

anak.

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya

diberikan loop diuretik seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu

dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat

13

Page 14: sindrom nefrotik

kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu

perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. Bila

pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena

hipoalbuminemia berat (1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25%

dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam dan diakhiri dengan pemberian

furosemid intravena 1-2 mg/kgbb.2

Pada kasus ini, pasien mendapat terapi furosemid secara intravena

dengan dosis 2½ ampul (30mg)/hari dengan dosis terbagi dua. Hal ini sesuai

dengan teori, yaitu dosis furosemide 1-3 mg/kgBB/hari atau pada pasien ini

12,6-37,8mg/hari. Pada pasien ini juga telah diberikan albumin 20% diikuti

dengan furosemide intravena.

Gambar 1. Algoritma Pemberian Diuretik

Bila diagnosis sindrom nefrotik talah ditegakkan, sebaiknya tidak

tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat

terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau

memburuk dalam waktu 10-14 hari.1 Pada pasien ini, sindrom nefrotik yang

dialami sudah kurang lebih 2 minggu (14 hari) dari gejala awal muncul dan

belum mengalami perbaikan sehingga pemberian steroid dapat dimulai.

14

Page 15: sindrom nefrotik

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa

kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan

prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 60 mg/hari)

dalam dosis terbagi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal

(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial

diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,

dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis

awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1x sehari

setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh,

tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.2

Pada kasus ini, pasien tidak diberikan prednison melainkan

metilprednosolon dengan dosis 3 x 10 mg/ hari. Istilah yang digunakan untuk

menunjukkan respon terhadap pengobatan yaitu:1

a. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2

LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

b. Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari

berturut-turut dalam 1 minggu.

c. Relaps jarang: relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah

respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan.

d. Relaps sering (frequent relaps): relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama

setelah respons awal atau ≥ 4x dalam periode 1 tahun.

e. Dependen steroid: relaps 2x berurutan pada saat dosis steroid

diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan

dihentikan.

f. Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis

penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.

g. Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh

selama 4 minggu.

Pada kasus ini, pasien untuk pertama kalinya di terapi dan

menggunakan metilprednisolon. Setelah terapi selama 6 hari pasien telah

menunjukkan perbaikan secara fisik yaitu menurunnya udem sehingga respon

15

Page 16: sindrom nefrotik

pasien dalam pemberian steroid dapat dikatakan sensitif steroid, meskipun

untuk pemeriksaan laboratorium sebelum pasien pulang tidak dilakukan.

Sejak diperkenalkannya kortikosteroid, kematian secara

keseluruhan sindrom nefrotik telah menurun secara dramatis dari sekitar 50%

menjadi sekitar 2-5%. Meskipun terjadi perbaikan dalam kelangsungan hidup

penderita sindrom nefrotik, namun penyakit ini bersifat kronis dan sering

kambuh.5

Selain terapi yang sudah disebutkan sebelumnya, pada sindrom

nefrotik serangan pertama juga perlu diberikan :1

1. Perbaikan keadaan umum penderita : diet tinggi protein, tinggi kalori,

rendah lemak. Protein 1-2gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin

meningkat diberi protein 0,5-1gr. Kalori rata-rata

100kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat, bila tanpa

edema diberikan 1-2mg/hari.

2. Mengatasi infeksi. Adanya teori mengenai peran imunologi pada

sindrom nefrotik yang menyebutkan bahwa terjadi penurunan sistem

imun pada pasien dengan sindrom nefrotik sehingga menyebabkan

pasien SN mempunyai kerentanan terhadap infeksi. Di beberapa

negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotik

profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai

edema berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik

profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan

tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik. Pada pasien SN

Infeksi yang sering terjadi adalah selulitis dan peritonitis primer.

Penyebab tersering peritonitis primer adalah kuman gram negatif dan

Streptococcus pneumoniae. Untuk pengobatannya diberikan

pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin

generasi ketiga (sefotaksim atau seftriakson) selama 10-14 hari.

Pada hasil pemeriksaan laboratorium dari pasien di kasus ini

ditemukan adanya leukositosis pada pemeriksaan pertama dan pemeriksaan

ke-2 setelah 4 hari pasien di rawat, sehingga pemberian antibiotik ceftriakson

16

Page 17: sindrom nefrotik

dengan dosis 500mg/12 jam terus diberikan. Dimana dosis ceftriakson pada

anak yaitu 20-50mg/kgBB/hari dan dosis yang dibutuhkan pasien sesuai berat

badannya yaitu 252-630mg/hari.

Mayoritas pasien dengan sindrom nefrotik idiopatik kurang lebih

80-90% merespon terhadap terapi kortikosteroid oral dan memiliki prognosis

jangka panjang yang baik, namun dapat kambuh sehingga pada kasus ini,

prognosis sanationam pada pasien dubia. Tingginya efek samping

penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menurunkan kualitas hidup

pasien anak, sehingga prognosis quo ad fungsionam pada pasien ini yaitu

dubia.1

17

Page 18: sindrom nefrotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Trihono, P. P. et al. 2012. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik

Idiopatik Pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia

2. Handayani, Irda. 2009. Gambaran Kadar Kolesterol, Albumin Dan Sedimen

Urin

Penderita Anak Sindroma Nefrotik. Cited (25 Jui 2015). Diakses dari :

(http://journal.unair.ac.id/file/pdf%20Vol.%2013-02-02.pdf)

3. Pardede, O. et al. 2013. Peritonitis Bakterial Spontan pada Anak dengan

Sindrom Nefrotik. CDK-203/vol.40 No.4. Jakarta : Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FKUI

4. Husein, A. et al. 2010. Nefrologi Anak Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia

5. Lane, J. C. et al. 2014. Pediatric Nephrotic Syndrome. Medscape (serial

online) [cited 2015 28 Juni]. Diakses dari:

http://www.emedicine.medscape.com/article/982920-overview#showall

18