rhinitis alergi

28
BAB I PENDAHULUAN Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien yang memiliki riwayat atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama yang mengakibatkan dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan terhadap alergen spesifik tersebut, dimana mukosa hidung sebagai organ sasaran. 1 Penyakit dapat menyerang semua usia, terutama anak- anak, remaja dan dewasa muda atau pada usia produktif. Rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang diderita oleh lebih dari 15% populasi dunia, dan dalam dua dekade terakhir ini prevalensinya mengalami peningkatan. Rinitis alergi sekarang dianggap merupakan masalah kesehatan global karena merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai di seluruh dunia dan mengenai 10-25% populasi. Penyakit ini dapat timbul pada semua golongan umur. Di Amerika Serikat penyakit ini mengenai 20-40 juta orang, terdiri dari 10-30% orang dewasa dan lebih dari 40% mengenai anak-anak. Pada 80% kasus gejala timbul sebelum anak berusia 20 tahun. Secara klinis, rhinitis alergi akan memunculkan sekumpulan gejala, yaitu diantaranya bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan keluar cairan dari hidung. Rhinitis alergi timbul sebagai akibat dari adanya interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Variasi prevalensi 1

Upload: adi-dharmawan

Post on 02-Jan-2016

72 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rinitis alergi

TRANSCRIPT

Page 1: Rhinitis Alergi

BAB I

PENDAHULUAN

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien

yang memiliki riwayat atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang

sama yang mengakibatkan dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan

ulangan terhadap alergen spesifik tersebut, dimana mukosa hidung sebagai organ sasaran.1

Penyakit dapat menyerang semua usia, terutama anak-anak, remaja dan dewasa

muda atau pada usia produktif. Rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang diderita oleh

lebih dari 15% populasi dunia, dan dalam dua dekade terakhir ini prevalensinya

mengalami peningkatan. Rinitis alergi sekarang dianggap merupakan masalah kesehatan

global karena merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai di seluruh dunia dan

mengenai 10-25% populasi. Penyakit ini dapat timbul pada semua golongan umur. Di

Amerika Serikat penyakit ini mengenai 20-40 juta orang, terdiri dari 10-30% orang

dewasa dan lebih dari 40% mengenai anak-anak. Pada 80% kasus gejala timbul sebelum

anak berusia 20 tahun.

Secara klinis, rhinitis alergi akan memunculkan sekumpulan gejala, yaitu

diantaranya bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan keluar cairan dari hidung.

Rhinitis alergi timbul sebagai akibat dari adanya interaksi antara faktor genetik dan

lingkungan. Variasi prevalensi yang besar diduga disebabkan oleh faktor resiko dalam

lingkungan seperti alergen, pola hidup, sosial ekonomi, serta keadaan lingkungan sekitar.

Penyakit ini bersifat kumat-kumatan, sehingga dapat mengganggu aktivitas

penderita, penderita menjadi sulit berkonsentrasi, mengalami gangguan tidur, emosional,

gangguan bekerja, ataupun sekolah. Gangguan ini dapat berupa keterbatasan aktivitas,

menimbulkan gangguan kognitif, serta penurunan kewaspadaan, sehingga dapat

menurunkan produktivitas pada penderita.

BAB II

1

Page 2: Rhinitis Alergi

RINITIS ALERGI

2.1 Definisi

Rinitis Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh Ig E

pada sel mast dimana mukosa hidung sebagai organ sasaran. Reaksi ini timbul akibat

reaksi abnormal atau hipersensitifitas mukosa hidung terhadap suatu alergen spesifik,

yang mana pada orang normal tidak akan menyebabkan reaksi apapun. Rhinitis Alergika

secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan

alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE. Menurut WHO ARIA

(Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung

dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung

terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

2.2 Etiologi

Rinitis Alergi disebabkan oleh beberapa bahan yang dianggap sebagai alergen pada

seorang individu. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :

1. Alergen inhalan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis

alergika yang masuk bersama udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,

serpihan epitel, bulu binatang, tepung sari, serta jamur.

2. Alergen ingestan, yang masuk saluran cerna berupa makanan, misalnya susu,

telur, coklat, udang, ikan, ayam, dan lain-lain.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan, atau tusukan, misalnya, penicillin,

sengatan lebah dan lain-lain.

4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,

misalnya bahan kosmetik dan perhiasan.

Selain alergen, polutan dapat memperberat rhinitis alergi Polutan dalam ruangan

terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon

oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-

akhir ini telah diketahui lebih jelas.

2.3 Klasifikasi Rinitis Alergi

2

Page 3: Rhinitis Alergi

Rinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifikasi, menurut WHO Allergic Rhinitis and

Its Impact on Asthma tahun 2000, yaitu :

1. Intermiten (kadang-kadang) bila gejal kurang dari 4 hari per minggu dan kurang

dari 4 minggu

2. Persisten (menetap) bila gejala ditemukan lebih dari 4 hari per minggu atau lebih

dari 4 minggu.

Berdasarkan beratnya gejala, dibedakan sebagai berikut :

1. gejala ringan bila tidak didapatkan gangguan tidur, gangguan aktifitas sehari-hari,

bersantai dan atau olahraga, gangguan pekerjaan atau sekolah, dan gejala lainnya

dirasakan tidak mengganggu.

2. gejala sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut diatas, seeta

gejala dirasakan mengganggu.

Pembagian klasifikasi yang penting dalam penanganan rinitis alergi secara tepat dan

rasional. [5]

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dapat dibedakan menjadi 2 macam,

yaitu :

1. Rinitis Alergi Musiman (Seasonal)

Penyakit ini timbul periodik, sesuai dengan musim dimana pada waktu

terjadi konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan

umur dan biasanya mulai timbul pada anak-anak dan dewasa muda. Berat

ringannya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun tergantung pada

banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan.

Hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik,

yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu dinamakan pollinosis

Rinitis alergi musiman ini merupakan suatu rino konjungtivitis oleh karena

gejala klinis yang tampak yaitu mata merah, gatal, disertai lakrimasi, sedangkan

gejala pada hidung berupa hidung gatal disertai dengan bersin paroksismal, adanya

3

Page 4: Rhinitis Alergi

sumbatan hidung, rinore yang cair dan banyak, serta kadang-kadang disertai rasa

gatal pada palatum.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa hidung pucat

kebiruan (livide) atau hiperemis serta ditemukan eosinofil pada pemeriksaan sekret

hidung.

Terapi yang diberikan yaitu dengan melakukan desensitisasi terhadap

tepung sari, karena alergennya pada penyakit ini jelas.

2. Rinitis Alergi Sepanjang Tahun (Perenial)

Gejala penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim,

jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.

Penyebab yang paling sering yaitu alergen inhalan, terutama pada orang

dewasa dan alergen ingestan yang merupakan penyebab pada anak-anak, biasanya

diikuti dengan gejala alergi lainnya seperti urtikaria, gangguan pencernaan.

Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh fakor non spesifik pun dapat

memperberat gejala, seperti asap rokok, bau merangsang, perubahan cuaca dan

kelembaban yang tinggi. [3,4]

Patogenesis

Ketika tubuh kontak pertama dengan alergen, tubuh akan membentuk Ig E spesifik. Ig E

ini menempel pada permukaan sel-sel mediator yaitu mastosit dan basofil yang

mengandung granula. Proses ini disebut proses sensitisasi, yang memerlukan waktu 5

sampai 10 hari dan selanjutnya akan ditemukan adanya sel mediator yang tersensitisasi.

Bila terjadi kontak lagi dengan alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan Ig E

yang terdapat pada permukaan sel mediator tadi. Dengan demikian terjadilah degranulasi

sel mediator, yang berakibat pecahnya membran sel mast dan dilepaskannya zat-zat

mediator, seperti histamin, serotonin, bradikinin, Slow Reacting Substance of

Anaphylactic (SRS-A), Eosinopyl Chemotactic of Anaphylactic (ECF-A) dan lain-lain.

Hal ini yang kemudian menimbulkan gejala klinik. [1-5]

4

Page 5: Rhinitis Alergi

Pada rinitis alergi terjadi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell and Coombs type 1

immediate), dimana sel plasma pada jaringan mukosa hidung, dan saluran nafas banyak

memproduksi Ig E. Pada reaksi antigen – Ig E antibodi, terjadi pelepasan zat-zat mediator

dari mastosit yang terdapat pada saluran nafas. Pada rinitis alergi, zat mediator yang

berperan utama yaitu histamin dan serotonin, dimana kedua zat mediator ini memiliki

efek dilatasi pembuluh darah kapiler, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari pembuluh darah, dan meningkatkan sekresi

kelenjar. Secara klinis terjadi rinore, sering bersin dan hidung tersumbat. [4,5]

Gejala Klinik

Gejala klinis dari rhinitis alergika adalah rhinorea, gatal pada membran mukosa saluran

nafas (hidung), bersin-bersin, sumbatan hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang

disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi). Gejala yang khas yaitu terdapatnya

serangan bersin berulang. Bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari

atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Bersin adalah proses fisiologik,

yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik bila

terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan. [1,2,]

Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik

yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi,

allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna

kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung (transverse

nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung

dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema,

basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).

Seringkali gejala rhinitis alergika yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak-

anak. Pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun jarang disebabkan oleh alergen

inhalan, gejala yang timbul pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh alergi makanan.

Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya

gejala yang diutarakan pasien. [1,2,5]

Tanda pada rinitis alergi biasanya dapat ditemukan pada pemeriksaan kepala-

leher. Pasien dengan obstruksi jalan nafas dapat menunjukkan open-mouthed adenoid

5

Page 6: Rhinitis Alergi

facies. Gejala spesifik lain pada anak-anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah

bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini

disebut allergic shiner. Gatal pada mukosa hidung menyebabkan anak menggosok-gosok

hidungnya dengan menggunakan punggung tangan yang disebut allergic salute. Keadaan

menggosok-gosok hidung ini akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum

nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease.

Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan

masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya,  kecemasan, dan disfungsi

keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas. Pengobatan

rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif

antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin

berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak diterima

adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi intermiten

ringan-sedang-berat, dan persisten ringan-sedang-berat.

Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi di hadapan

pemeriksa. Dengan anamnesis 50% diagnosis dapat ditegakkan. Anamnesis dimulai

dengan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan pertanyaan yang lebih

spesifik meliputi gejala di hidung.. Pasien juga ditanyakan manifestasi penyakit alergi

lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis seperti asma, eksem, urtikaria atau alergi

obat. Riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Waktu dalam setahun dimana serangan

lebih sering timbul juga diperlukan dalam mendiagnosa rinitis alergi musiman.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita rinitis alergi memperlihatkan lakrimasi yang

berlebih, sklera dan konjungtiva yang merah, daerah gelap di bawah mata. Pada

pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, bewarna pucat atau

6

Page 7: Rhinitis Alergi

livid disertai adanya sekret yang encer. Pembengkakan yang sedang sampai nyata dari

konka nasalis yang berwarna kepucatan hingga keunguan. Keadaan anatomi hidung

lainnya seperti septum nasi dan perhatikan pula adanya polip nasi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung : ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak

menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil (cukup 5 sel/lap) mungkin

alergi makanan, sedangkan sel PMN menunjukkan infeksi bakteri.

Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan

Ig E total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk

prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan

derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu Ig E

spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA (Enzym-linked

immunosorbent assay test).

Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab. Ada

beberapa cara yitu : uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin

end-point titration-SET), uji cukit (prick test), uji gores (scratch test).

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Rinitis alergi perlu dibedakan dengan rinitis vasomotor, rinitis akut infeksiosa,

rinitis sekunder dari obat-obatan baik lokal maupun sistemik, rinitis sekunder dari

faktor mekanis, tumor hidung, polip hidung, iritan kimia dan faktor psikologis.

2.8 PENATALAKSANAAN

Secara garis besar, penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari 3 cara yaitu

menghindari alergen, farmakoterapi, dan imunoterapi. Sedangkan tindakan operasi

kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis.

a. Menghindari alergen

Bertujuan mencegah terjadinya kontak antara alergen dengan Ig E spesifik

yang terdapat dipermukaan sel mast atau basofil sehingga degranulasi tidak

7

Page 8: Rhinitis Alergi

terjadi dan gejala dapat dihindarkan. Perjalanan dan beratnya penyakit

berhubungan dengan konsentrasi alergen di lingkungan.

Pencegahan kontak dengan alergen dapat dilakukan dengan menjaga

kebersihan rumah, menghindari penggunaan karpet, memperbaiki ventilasi dan

kelembaban udara.

b. Farmakoterapi

Antihistamin

Sebagai antagonis reseptor H1 yang bekerja secara inhibisi kompetitif pada

reseptor H1 dan merupakan terapi pertama dalam pengobatan rinitis alergi.

Antihistamin dapat mengurangi gejala bersin, rinore, gatal tetapi mempunyai

efek minimal dan tidak efektif untuk mengatasi sumbatan hidung. Terdapat

banyak macam antihistamin, tetapi secara garis besar dibedakan atas

antihistamin H 1 klasik dan antihistamin H 1 generasi baru.

Dekongestan

Obat-obat dekongestan hidung menyebabkan vasokontriksi karena efeknya

pada reseptor alfa-adrenergik. Berbagai jenis alfa adrenergik agonis dapat

diberikan secara peroral seperti pseudoefedrin, fenilpropanolamin dan

fenilefrin. Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek

minimal dalam mengatasi rinore tetapi tidak mempunyai efek terhadap bersin

dan gatal di hidung maupun di mata.

Kombinasi antihistamin dan dekongestan

Kombinasi kedua obat dimaksud mengatasi semua gejala rinitis alergi

termasuk sumbatan hidung yang tidak dapat diatasi bila hanya menggunakan

antihistamin saja.

Kortikosteroid topikal dam sistemik

Kortikosteroid topikal diberikan sebagai terapi pilihan pertama untuk penderita

rinitis alergi dengan gatal sedang sampai berat dengan gejala persisten

8

Page 9: Rhinitis Alergi

(menetap), karena mempunyai efek anti inflamasi yang kuat dan mempunyai

afinitas yang tinggi pada reseptornya.

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada

penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama.

Kortikosteroid sistemik mempunyai kerja anti inflamasi yang luas dan efektif

untuk hampir semua gejala rinitis, terutama sumbatan hidung.

Ipratropium bromida

Ipratropium bromida topikal merupakan salah satu preparat pilihan dalam

mengatasi rinitis alergi. Obat ini merupakan preparat antikolinergik yang dapat

mengurangi sekresi (rinore) dengan cara menghambat reseptor kolinergik

tersebut pada permukaan sel reseptor, tetapi tidak ada efek untuk mengatasi

gejala lainnya. Preparat ini berguna pada rinitis alergi dengan rinore yang tidak

dapat diatasi dengan kortikosteroid intranasal maupun dengan antihistamin.

Sodium kromoglikat intranasal

Obat ini mempunyai efek untuk mengatasi bersin, rinore dan gatal pada hidung

dan mata bila digunakan 4 kali sehari. Preparat ini bekerja dengan cara

menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium

sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Selain itu obat ini bekerja pada

respon fase lambat rinitis alergi dengan menghambat proses inflamasi terhadap

aktivasi sel eosinofil.

c. Imunoterapi

Dilakukan atau diberikan pada penderita rinitis alergi yang tidak ada respon

terhadap farmakoterapi, bila penghindaran terhadap alergen tidak dilakukan

atau bila terdapat efek samping dari pemakaian obat

Prosedur ini berupa penyuntikan alergen penyebab secara bertahap dengan

dosis yang makin meningkat guna menginduksi toleransi pada penderita alergi.

Imunoterapi akan meningkatkan sel Th 1 dalam memproduksi IFN,

sehingga aktifitas sel B akan terhambat dan selanjutnya pembentukan Ig E

9

Page 10: Rhinitis Alergi

akan tertahan. Selain itu imunoterapi akan menurunkan produksi molekul

inflamasi seperti IL-4, IL-5, PAF, ICAM, dan akumulasi sel eosinofil.

d. Operatif

Pada hipertrofi konka inferior yang sudah berat, kauterasi dengan AgNO3 atau

trikloroaseatat tidak menolong. Maka dalam hal ini tindakan konkotomi

(pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan.

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah:

1. Sinusitis paranasal

2. Polip hidung

3. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak

Komplikasi ke-1 dan ke-2 bukanlah merupakan akibat langsung dari rinitis alergi,

tetapi karena adanya sumbatan hidung sehingga menghambat drainase.

BAB III

KESIMPULAN

10

Page 11: Rhinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan proses inflamasi mukosa hidung dengan sekumpulan gejala

terdiri dari bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan keluar cairan dari hidung.

Penyakit ini timbul pada semua golongan umur, tetapi frekuensi terbanyak yaitu anak-

anak dan dewasa muda.

Penyebab rinitis alergi adalah semua zat yang berperan sebagai alergen pada

seorang individu. Zat-zat yang menimbulkan alergi pada seorang penderita belum tentu

menimbulkan alergi pada orang lain. Selain itu, macam alergen dapat merangsang lebih

dari satu macam organ.

Mekanisme terjadinya rinitis alergi merupakan reaksi antigen antibodi pada kontak

kedua menyebabkan terjadinya degranulasi sel mediator, yang berakibat terlepasnya zat-

zat mediator terutama histamin. Hal ini menimbulkan gejala klinik. Ada 2 macam rinitis

alergi yaitu rinitis alergi musiman dan rinitis alergi sepanjang tahun. Gejala kedua rinitis

ini hamper sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan rinoskopi

anterior tampak mukosa edema,basah, berwarna pucat, atau livid disertai adanya sekret

yang encer dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan sitologi hidung, hitung

eosinofil, Ig E total Ig E spesifik dengan RAST atau ELISA serta pemeriksaan in vivo

dengan uji kulit.

Penatalaksanaan rinitis alergi secara garis besar terdiri dari tiga cara yaitu

menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan imunoterapi.

BAB IV

LAPORAN KASUS

11

Page 12: Rhinitis Alergi

I. Identitas Penderita

Nama : Ni Made Sukantri

Umur : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaaan : Pegawai Swasta

Suku Bangsa : Bali

Agama : Hindu

Alamat : Br. Karanji Sempidi Mengwi Badung

Tanggal Pemeriksaan : 24 September 2012

II. Anamnesa

Keluhan Utama : Bersin-bersin, hidung tersumbat, dan gatal pada hidung

Penderita datang dengan keluhan bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal-gatal

pada hidung sejak satu minggu yang lalu, kumat-kumatan, bersin lebih dari 5 kali

sehari setiap keluhan muncul, terutama saat pagi hari. Keluhan dirasakan bertambah

berat bila banyak debu beterbangan. Saat bersin-bersin disertai dengan keluhan keluar

ingus/cairan bening, encer dan keluar terus menerus. Biasanya hidung tersumbat

bergantian kiri dan kanan atau keduanya, sehingga mengganggu nafas.

Tidak ada keluhan nyeri kepala maupun nyeri pada daerah pipi. Riwayat demam

daan sakit menelan disangkal. Penderita sudah bebeerapa kali berobat ke dokter daan

keluhan dirasakan berkurang, akan tetapi penderita mengeluhkan gejala-gejala

tersebut masih sering kambuh lagi.

Riwayat penyakit alergi tidak diketahui oleh pasien. Riwayat pemeriksaan asma

maupun dermatitis disangkal.

Riwayat Atopi pada keluarga disangkal. Penderita mengatakan menderita

hipertensi sejak beberapa tahun terakhir akan tetapi tidak terkontrol.

III. Pemeriksaan Fisik

S tatus Present :

12

Page 13: Rhinitis Alergi

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 140/80

Nadi : 82 x/ menit

Respirasi : 20 x/ menit

Temp. Axila : 36,5oC

Status General :

Kepala : Normocephali

Mata : anemis -/-, ikterus -/-, reflex pupil +/+ isokor

THT : Sesuai status lokalis

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorak : Cor : S1 S2 tunggal murmur (-)

Po : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonci -/-

Abdomen : Bising usus (+) normal, distensi (-), H/L tidak teraba

Ekstremitas : hangat (+), edema (-)

Status Lokal

Telinga

Kanan Kiri

Daun telinga N N

Liang Telinga lapang lapang

Discharge (-) (-)

Memb. Timp Intak Intak

Refl. Cahaya ( + ) Refl. Cahaya ( + )

Tumor (-) (-)

Mastoid N N

Tes Pendengaran :

Kanan Kiri

Weber ……………. Lateralisasi ( - )……………

Rinne ( + ) ( + )

13

Page 14: Rhinitis Alergi

Hidung

Kanan Kiri

Cavum Nasi Sempit Sempit

Septum Nasi ………..Deviasi tidak ada………….

Discharge Serus Serus

Mukosa Pucat, basah Pucat, basah

Tumor ( - ) ( - )

Concha nasi Kongesti Kongesti

Sinus N N

Choana N N

Tenggorokan

Dyspneau : ( - )

Sianosis : ( - )

Stridor : ( - )

Mukosa : merah muda

Suara : N

Tonsil : T1/T1, Hiperemis ( - ), permukaan rata

Laring : Normal

IV. Resume

Penderita perempuan, 48 tahun, Bali, Hindu, pegawai swasta, mengeluh bersin-

bersin, gatal pada hidung dan hidung tersumbat sejak 1 minggu yang lalu. Bersin-

14

Page 15: Rhinitis Alergi

bersin timbul terutama saat pagi hari dan dirasakan bertambah berat jika terdapat

banyak debu bertebaran. Keluhan terjadi secara hilang timbul, dimana keluhan

bersin sering disertai dengan keluarnya ingus yang banyak, bening dan encer

seperti air, tidak berbau. Kadang-kadang disertai keluhan hidung tersumbat kanan

atau kiri atau keduanya. Keluhan sakit kepala ataupun nyeri pada pipi tidak

didapatkan. Riwayat asma dan dermatitis disangkal. Riwayat Atopi pada keluarga

disangkal. Didapatkan riwayaat hipertensi sejak beberapa tahun terakhir akan

tetapi tidak terkontrol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present paada penderita

didapatkan tekanan darah yang sedikit meningkat dari normal, status general

dalam batas normal dan pada status lokalis THT didapatkan telinga dalam batas

normal dan tenggorokan dalam batas normal.

Hidung

Kanan Kiri

Hidung N N

Cavum Nasi Sempit Sempit

Septum Nasi ………..Deviasi tidak ada………….

Discharge Serus Serus

Mukosa Pucat, basah Pucat, basah

Tumor ( - ) ( - )

Concha nasi Kongesti Kongesti

Sinus N N

Choana N N

V. Diagnosa Banding

1. Rinitis Alergi

2. Rinitis Vasomotor

VI. Usulan pemeriksaan

Uji kulit : uji cukut (skin prick test), uji gores (scratch test), skin end point

titration

15

Page 16: Rhinitis Alergi

Pemeriksaan sitologi hidung terhadap adanya sel-sek eosinofil

Pemeriksaan sekret hidung

Pemeriksaan IgE spesifik (RAST)

Rontgen sinus paranasal (posisi water’s)

Diet eliminasi dan tes provokasi (untuk alergi makanan)

VII. Diagnosa Kerja

Rinitis Alergi

VIII.Penatalaksanaan

a. KIE

1. Hindari kontak dengan alergen yang diduga sebagai penyebab, terutama

yang sering kontak adalah debu rumah dengan cara membersihkan

rumah secara teratur dengan masker. Penderita disarankan juga memakai

jaket pada udara dingin dan bila bepergian jauh.

2. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita disarankan untuk

berolahraga teratur, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.

b. Medikamentosa

1. CTM 3 x 4 mg selama 7 hari

2. Pseudoefedrin 3 x 1 tab selama 7 hari

3. Dexametason 3 x 1 tab selama 7 hari

c. Imunoterapi

PEMBAHASAN

1. Pasien ini di diagnosa rinitis alergi karena :

16

Page 17: Rhinitis Alergi

Dari anamnesa didapatkan pasien ini mengeluh bersin-bersin lebih dari 5 kali pada saat

serangan, disertai gatal-gatal pada hidung, keluar ingus banyak, bening, dan encer seperti

air dan tidak berbau, serta hidung tersumbat di kedua sisi. Keluhan akan muncul terutama

jika berada di udara yang banyak debu. Keluhan yang dialami sangat menggangu

pernafasan dan kenyamanan pasien, sehingga mengganggu aktivitas pasien dan

menurunkan produktivitas pasien saat bekerja. Pasien sudah membawanya berobat ke

dokter beberapa kali, akan tetapi keluhan tetap muncul dan kumat-kumatan.

Riwayat penyakit alergi tidak diketahui oleh pasien. Riwayat pemeriksaan asma

maupun dermatitis disangkal. Riwayat Atopi pada keluarga disangkal. Tidak didapatkan

keluhan pada telinga, ataupun pada faring sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien tidak

mengalami komplikasi pada bagian telinga maupun tenggorokan

Dari pemeriksaan fisik status general dalam batas normal. Pada pemeriksaan THT

ditemukan pada telinga kesan tenang, tenggorok kesan tenang. Pada hidung didapatkan

kavum nasi sempit, discharge serous, mukosa pucat, konka kongesti.

Diagnosa banding rinitis vasomotor kita singkirkan karena pada pasien ini

menonjol ada bersin-bersin yang paroksismal (>5 kali), discharge yang encer, hidung

tersumbat, hidung gatal, mukosa pucat dan dicetuskan oleh debu.

2. Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu

KIE

1. Hindari kontak dengan alergen yang diduga sebagai penyebab, terutama

yang sering kontak adalah debu rumah dengan cara membersihkan rumah

secara teratur dengan masker.

2. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita disarankan untuk

berolahraga teratur, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.

Medikamentosa

1. CTM 3 x 4 mg selama 7 hari sebagai antihistamin yang bekerja

menghambat efek histamin pada tingkat resptor H 1 (kompetitif inhibitor),

sehingga akan menurunkan fase cepat dari proses patofisiologi dari rinitis

17

Page 18: Rhinitis Alergi

ini. Hal ini akan mengatasi gejala yang timbut akibat keluarnya histamin

berupa meningkatnya sekresi kelenjar dan bersin, yang secara klinis

tampak rinore, hidung tersumbat dan bersin.

2. Pseudoefedrin 3 x 1 tab selama 7 hari sebagai dekongestan yang akan

menyebabkan vasokontriksi sehingga akan mengurangi sumbatan pada

hidung.

3. Dexametason 3 x 1 tab selama 7 hari sebagai anti inflamasi yang bekerja

dengan mengurangi sel mast dan basofil yang tersensitisasi sehingga dapat

menurunkan, mencegah gejala berikutnya.

Imunoterapi

DAFTAR PUSTAKA

1. Blumenthal M. N. Kelainan Alergi Pada Pasien THT. dalam BOIES : Buku

Ajar Penyakit THT ( Boies Fundamental of Otolaringology) editor Adams G.

L. et al, penerbit EGC, Jakarta, 1997, hal 190-200.

18

Page 19: Rhinitis Alergi

2. Baratawidjaja K., Rhinitis Alergi : Patofisiologi Dan Beberapa Pendekatan

Klinis, dalam Simposium Sehari Inovasi Teknologi di Era Millenium Dalam

Terapi Klinis Alergi, Hotel Millenium Sirih, Jakarta, 2001

3. Lanny J Rosenwasser. Treatment of Allergic Rhinitis. American Journal of

Medicine. Vol 113. Excerpta medica. 2002

4. Suprihati, Manajemen Rinitis Alergi Terkini Berdasarkan ARIA WHO, dalam

Simposium Sehari Inovasi Teknologi di Era Millenium Dalam Terapi Klinis

Alergi, Hotel Millenium Sirih, Jakarta, 2001

5. Kasakeyan E., Rusmono N., Alergi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Telinga Hidung Tenggorokan, editor Soepardi E. A. et al, Balai Penerbitan

FKUI, Jakarta, 1997, hal 102-106.

19