rhinitis alergi
DESCRIPTION
rinitis alergiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
yang memiliki riwayat atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
sama yang mengakibatkan dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan terhadap alergen spesifik tersebut, dimana mukosa hidung sebagai organ sasaran.1
Penyakit dapat menyerang semua usia, terutama anak-anak, remaja dan dewasa
muda atau pada usia produktif. Rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang diderita oleh
lebih dari 15% populasi dunia, dan dalam dua dekade terakhir ini prevalensinya
mengalami peningkatan. Rinitis alergi sekarang dianggap merupakan masalah kesehatan
global karena merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai di seluruh dunia dan
mengenai 10-25% populasi. Penyakit ini dapat timbul pada semua golongan umur. Di
Amerika Serikat penyakit ini mengenai 20-40 juta orang, terdiri dari 10-30% orang
dewasa dan lebih dari 40% mengenai anak-anak. Pada 80% kasus gejala timbul sebelum
anak berusia 20 tahun.
Secara klinis, rhinitis alergi akan memunculkan sekumpulan gejala, yaitu
diantaranya bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan keluar cairan dari hidung.
Rhinitis alergi timbul sebagai akibat dari adanya interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan. Variasi prevalensi yang besar diduga disebabkan oleh faktor resiko dalam
lingkungan seperti alergen, pola hidup, sosial ekonomi, serta keadaan lingkungan sekitar.
Penyakit ini bersifat kumat-kumatan, sehingga dapat mengganggu aktivitas
penderita, penderita menjadi sulit berkonsentrasi, mengalami gangguan tidur, emosional,
gangguan bekerja, ataupun sekolah. Gangguan ini dapat berupa keterbatasan aktivitas,
menimbulkan gangguan kognitif, serta penurunan kewaspadaan, sehingga dapat
menurunkan produktivitas pada penderita.
BAB II
1
RINITIS ALERGI
2.1 Definisi
Rinitis Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh Ig E
pada sel mast dimana mukosa hidung sebagai organ sasaran. Reaksi ini timbul akibat
reaksi abnormal atau hipersensitifitas mukosa hidung terhadap suatu alergen spesifik,
yang mana pada orang normal tidak akan menyebabkan reaksi apapun. Rhinitis Alergika
secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan
alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE. Menurut WHO ARIA
(Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung
dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
2.2 Etiologi
Rinitis Alergi disebabkan oleh beberapa bahan yang dianggap sebagai alergen pada
seorang individu. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :
1. Alergen inhalan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis
alergika yang masuk bersama udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,
serpihan epitel, bulu binatang, tepung sari, serta jamur.
2. Alergen ingestan, yang masuk saluran cerna berupa makanan, misalnya susu,
telur, coklat, udang, ikan, ayam, dan lain-lain.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan, atau tusukan, misalnya, penicillin,
sengatan lebah dan lain-lain.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik dan perhiasan.
Selain alergen, polutan dapat memperberat rhinitis alergi Polutan dalam ruangan
terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon
oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-
akhir ini telah diketahui lebih jelas.
2.3 Klasifikasi Rinitis Alergi
2
Rinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifikasi, menurut WHO Allergic Rhinitis and
Its Impact on Asthma tahun 2000, yaitu :
1. Intermiten (kadang-kadang) bila gejal kurang dari 4 hari per minggu dan kurang
dari 4 minggu
2. Persisten (menetap) bila gejala ditemukan lebih dari 4 hari per minggu atau lebih
dari 4 minggu.
Berdasarkan beratnya gejala, dibedakan sebagai berikut :
1. gejala ringan bila tidak didapatkan gangguan tidur, gangguan aktifitas sehari-hari,
bersantai dan atau olahraga, gangguan pekerjaan atau sekolah, dan gejala lainnya
dirasakan tidak mengganggu.
2. gejala sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut diatas, seeta
gejala dirasakan mengganggu.
Pembagian klasifikasi yang penting dalam penanganan rinitis alergi secara tepat dan
rasional. [5]
Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu :
1. Rinitis Alergi Musiman (Seasonal)
Penyakit ini timbul periodik, sesuai dengan musim dimana pada waktu
terjadi konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan
umur dan biasanya mulai timbul pada anak-anak dan dewasa muda. Berat
ringannya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun tergantung pada
banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan.
Hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik,
yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu dinamakan pollinosis
Rinitis alergi musiman ini merupakan suatu rino konjungtivitis oleh karena
gejala klinis yang tampak yaitu mata merah, gatal, disertai lakrimasi, sedangkan
gejala pada hidung berupa hidung gatal disertai dengan bersin paroksismal, adanya
3
sumbatan hidung, rinore yang cair dan banyak, serta kadang-kadang disertai rasa
gatal pada palatum.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa hidung pucat
kebiruan (livide) atau hiperemis serta ditemukan eosinofil pada pemeriksaan sekret
hidung.
Terapi yang diberikan yaitu dengan melakukan desensitisasi terhadap
tepung sari, karena alergennya pada penyakit ini jelas.
2. Rinitis Alergi Sepanjang Tahun (Perenial)
Gejala penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim,
jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.
Penyebab yang paling sering yaitu alergen inhalan, terutama pada orang
dewasa dan alergen ingestan yang merupakan penyebab pada anak-anak, biasanya
diikuti dengan gejala alergi lainnya seperti urtikaria, gangguan pencernaan.
Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh fakor non spesifik pun dapat
memperberat gejala, seperti asap rokok, bau merangsang, perubahan cuaca dan
kelembaban yang tinggi. [3,4]
Patogenesis
Ketika tubuh kontak pertama dengan alergen, tubuh akan membentuk Ig E spesifik. Ig E
ini menempel pada permukaan sel-sel mediator yaitu mastosit dan basofil yang
mengandung granula. Proses ini disebut proses sensitisasi, yang memerlukan waktu 5
sampai 10 hari dan selanjutnya akan ditemukan adanya sel mediator yang tersensitisasi.
Bila terjadi kontak lagi dengan alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan Ig E
yang terdapat pada permukaan sel mediator tadi. Dengan demikian terjadilah degranulasi
sel mediator, yang berakibat pecahnya membran sel mast dan dilepaskannya zat-zat
mediator, seperti histamin, serotonin, bradikinin, Slow Reacting Substance of
Anaphylactic (SRS-A), Eosinopyl Chemotactic of Anaphylactic (ECF-A) dan lain-lain.
Hal ini yang kemudian menimbulkan gejala klinik. [1-5]
4
Pada rinitis alergi terjadi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell and Coombs type 1
immediate), dimana sel plasma pada jaringan mukosa hidung, dan saluran nafas banyak
memproduksi Ig E. Pada reaksi antigen – Ig E antibodi, terjadi pelepasan zat-zat mediator
dari mastosit yang terdapat pada saluran nafas. Pada rinitis alergi, zat mediator yang
berperan utama yaitu histamin dan serotonin, dimana kedua zat mediator ini memiliki
efek dilatasi pembuluh darah kapiler, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari pembuluh darah, dan meningkatkan sekresi
kelenjar. Secara klinis terjadi rinore, sering bersin dan hidung tersumbat. [4,5]
Gejala Klinik
Gejala klinis dari rhinitis alergika adalah rhinorea, gatal pada membran mukosa saluran
nafas (hidung), bersin-bersin, sumbatan hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang
disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi). Gejala yang khas yaitu terdapatnya
serangan bersin berulang. Bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari
atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Bersin adalah proses fisiologik,
yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik bila
terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan. [1,2,]
Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik
yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi,
allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna
kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung (transverse
nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung
dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema,
basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).
Seringkali gejala rhinitis alergika yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak-
anak. Pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun jarang disebabkan oleh alergen
inhalan, gejala yang timbul pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh alergi makanan.
Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya
gejala yang diutarakan pasien. [1,2,5]
Tanda pada rinitis alergi biasanya dapat ditemukan pada pemeriksaan kepala-
leher. Pasien dengan obstruksi jalan nafas dapat menunjukkan open-mouthed adenoid
5
facies. Gejala spesifik lain pada anak-anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah
bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini
disebut allergic shiner. Gatal pada mukosa hidung menyebabkan anak menggosok-gosok
hidungnya dengan menggunakan punggung tangan yang disebut allergic salute. Keadaan
menggosok-gosok hidung ini akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum
nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease.
Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan
masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi
keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas. Pengobatan
rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif
antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin
berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak diterima
adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi intermiten
ringan-sedang-berat, dan persisten ringan-sedang-berat.
Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi di hadapan
pemeriksa. Dengan anamnesis 50% diagnosis dapat ditegakkan. Anamnesis dimulai
dengan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan pertanyaan yang lebih
spesifik meliputi gejala di hidung.. Pasien juga ditanyakan manifestasi penyakit alergi
lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis seperti asma, eksem, urtikaria atau alergi
obat. Riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Waktu dalam setahun dimana serangan
lebih sering timbul juga diperlukan dalam mendiagnosa rinitis alergi musiman.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita rinitis alergi memperlihatkan lakrimasi yang
berlebih, sklera dan konjungtiva yang merah, daerah gelap di bawah mata. Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, bewarna pucat atau
6
livid disertai adanya sekret yang encer. Pembengkakan yang sedang sampai nyata dari
konka nasalis yang berwarna kepucatan hingga keunguan. Keadaan anatomi hidung
lainnya seperti septum nasi dan perhatikan pula adanya polip nasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sitologi hidung : ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak
menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil (cukup 5 sel/lap) mungkin
alergi makanan, sedangkan sel PMN menunjukkan infeksi bakteri.
Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan
Ig E total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk
prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan
derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu Ig E
spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA (Enzym-linked
immunosorbent assay test).
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab. Ada
beberapa cara yitu : uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin
end-point titration-SET), uji cukit (prick test), uji gores (scratch test).
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Rinitis alergi perlu dibedakan dengan rinitis vasomotor, rinitis akut infeksiosa,
rinitis sekunder dari obat-obatan baik lokal maupun sistemik, rinitis sekunder dari
faktor mekanis, tumor hidung, polip hidung, iritan kimia dan faktor psikologis.
2.8 PENATALAKSANAAN
Secara garis besar, penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari 3 cara yaitu
menghindari alergen, farmakoterapi, dan imunoterapi. Sedangkan tindakan operasi
kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis.
a. Menghindari alergen
Bertujuan mencegah terjadinya kontak antara alergen dengan Ig E spesifik
yang terdapat dipermukaan sel mast atau basofil sehingga degranulasi tidak
7
terjadi dan gejala dapat dihindarkan. Perjalanan dan beratnya penyakit
berhubungan dengan konsentrasi alergen di lingkungan.
Pencegahan kontak dengan alergen dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan rumah, menghindari penggunaan karpet, memperbaiki ventilasi dan
kelembaban udara.
b. Farmakoterapi
Antihistamin
Sebagai antagonis reseptor H1 yang bekerja secara inhibisi kompetitif pada
reseptor H1 dan merupakan terapi pertama dalam pengobatan rinitis alergi.
Antihistamin dapat mengurangi gejala bersin, rinore, gatal tetapi mempunyai
efek minimal dan tidak efektif untuk mengatasi sumbatan hidung. Terdapat
banyak macam antihistamin, tetapi secara garis besar dibedakan atas
antihistamin H 1 klasik dan antihistamin H 1 generasi baru.
Dekongestan
Obat-obat dekongestan hidung menyebabkan vasokontriksi karena efeknya
pada reseptor alfa-adrenergik. Berbagai jenis alfa adrenergik agonis dapat
diberikan secara peroral seperti pseudoefedrin, fenilpropanolamin dan
fenilefrin. Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek
minimal dalam mengatasi rinore tetapi tidak mempunyai efek terhadap bersin
dan gatal di hidung maupun di mata.
Kombinasi antihistamin dan dekongestan
Kombinasi kedua obat dimaksud mengatasi semua gejala rinitis alergi
termasuk sumbatan hidung yang tidak dapat diatasi bila hanya menggunakan
antihistamin saja.
Kortikosteroid topikal dam sistemik
Kortikosteroid topikal diberikan sebagai terapi pilihan pertama untuk penderita
rinitis alergi dengan gatal sedang sampai berat dengan gejala persisten
8
(menetap), karena mempunyai efek anti inflamasi yang kuat dan mempunyai
afinitas yang tinggi pada reseptornya.
Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada
penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama.
Kortikosteroid sistemik mempunyai kerja anti inflamasi yang luas dan efektif
untuk hampir semua gejala rinitis, terutama sumbatan hidung.
Ipratropium bromida
Ipratropium bromida topikal merupakan salah satu preparat pilihan dalam
mengatasi rinitis alergi. Obat ini merupakan preparat antikolinergik yang dapat
mengurangi sekresi (rinore) dengan cara menghambat reseptor kolinergik
tersebut pada permukaan sel reseptor, tetapi tidak ada efek untuk mengatasi
gejala lainnya. Preparat ini berguna pada rinitis alergi dengan rinore yang tidak
dapat diatasi dengan kortikosteroid intranasal maupun dengan antihistamin.
Sodium kromoglikat intranasal
Obat ini mempunyai efek untuk mengatasi bersin, rinore dan gatal pada hidung
dan mata bila digunakan 4 kali sehari. Preparat ini bekerja dengan cara
menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium
sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Selain itu obat ini bekerja pada
respon fase lambat rinitis alergi dengan menghambat proses inflamasi terhadap
aktivasi sel eosinofil.
c. Imunoterapi
Dilakukan atau diberikan pada penderita rinitis alergi yang tidak ada respon
terhadap farmakoterapi, bila penghindaran terhadap alergen tidak dilakukan
atau bila terdapat efek samping dari pemakaian obat
Prosedur ini berupa penyuntikan alergen penyebab secara bertahap dengan
dosis yang makin meningkat guna menginduksi toleransi pada penderita alergi.
Imunoterapi akan meningkatkan sel Th 1 dalam memproduksi IFN,
sehingga aktifitas sel B akan terhambat dan selanjutnya pembentukan Ig E
9
akan tertahan. Selain itu imunoterapi akan menurunkan produksi molekul
inflamasi seperti IL-4, IL-5, PAF, ICAM, dan akumulasi sel eosinofil.
d. Operatif
Pada hipertrofi konka inferior yang sudah berat, kauterasi dengan AgNO3 atau
trikloroaseatat tidak menolong. Maka dalam hal ini tindakan konkotomi
(pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan.
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah:
1. Sinusitis paranasal
2. Polip hidung
3. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak
Komplikasi ke-1 dan ke-2 bukanlah merupakan akibat langsung dari rinitis alergi,
tetapi karena adanya sumbatan hidung sehingga menghambat drainase.
BAB III
KESIMPULAN
10
Rinitis alergi merupakan proses inflamasi mukosa hidung dengan sekumpulan gejala
terdiri dari bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan keluar cairan dari hidung.
Penyakit ini timbul pada semua golongan umur, tetapi frekuensi terbanyak yaitu anak-
anak dan dewasa muda.
Penyebab rinitis alergi adalah semua zat yang berperan sebagai alergen pada
seorang individu. Zat-zat yang menimbulkan alergi pada seorang penderita belum tentu
menimbulkan alergi pada orang lain. Selain itu, macam alergen dapat merangsang lebih
dari satu macam organ.
Mekanisme terjadinya rinitis alergi merupakan reaksi antigen antibodi pada kontak
kedua menyebabkan terjadinya degranulasi sel mediator, yang berakibat terlepasnya zat-
zat mediator terutama histamin. Hal ini menimbulkan gejala klinik. Ada 2 macam rinitis
alergi yaitu rinitis alergi musiman dan rinitis alergi sepanjang tahun. Gejala kedua rinitis
ini hamper sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.
Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan rinoskopi
anterior tampak mukosa edema,basah, berwarna pucat, atau livid disertai adanya sekret
yang encer dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan sitologi hidung, hitung
eosinofil, Ig E total Ig E spesifik dengan RAST atau ELISA serta pemeriksaan in vivo
dengan uji kulit.
Penatalaksanaan rinitis alergi secara garis besar terdiri dari tiga cara yaitu
menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan imunoterapi.
BAB IV
LAPORAN KASUS
11
I. Identitas Penderita
Nama : Ni Made Sukantri
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaaan : Pegawai Swasta
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Br. Karanji Sempidi Mengwi Badung
Tanggal Pemeriksaan : 24 September 2012
II. Anamnesa
Keluhan Utama : Bersin-bersin, hidung tersumbat, dan gatal pada hidung
Penderita datang dengan keluhan bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal-gatal
pada hidung sejak satu minggu yang lalu, kumat-kumatan, bersin lebih dari 5 kali
sehari setiap keluhan muncul, terutama saat pagi hari. Keluhan dirasakan bertambah
berat bila banyak debu beterbangan. Saat bersin-bersin disertai dengan keluhan keluar
ingus/cairan bening, encer dan keluar terus menerus. Biasanya hidung tersumbat
bergantian kiri dan kanan atau keduanya, sehingga mengganggu nafas.
Tidak ada keluhan nyeri kepala maupun nyeri pada daerah pipi. Riwayat demam
daan sakit menelan disangkal. Penderita sudah bebeerapa kali berobat ke dokter daan
keluhan dirasakan berkurang, akan tetapi penderita mengeluhkan gejala-gejala
tersebut masih sering kambuh lagi.
Riwayat penyakit alergi tidak diketahui oleh pasien. Riwayat pemeriksaan asma
maupun dermatitis disangkal.
Riwayat Atopi pada keluarga disangkal. Penderita mengatakan menderita
hipertensi sejak beberapa tahun terakhir akan tetapi tidak terkontrol.
III. Pemeriksaan Fisik
S tatus Present :
12
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/80
Nadi : 82 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Temp. Axila : 36,5oC
Status General :
Kepala : Normocephali
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, reflex pupil +/+ isokor
THT : Sesuai status lokalis
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : Cor : S1 S2 tunggal murmur (-)
Po : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonci -/-
Abdomen : Bising usus (+) normal, distensi (-), H/L tidak teraba
Ekstremitas : hangat (+), edema (-)
Status Lokal
Telinga
Kanan Kiri
Daun telinga N N
Liang Telinga lapang lapang
Discharge (-) (-)
Memb. Timp Intak Intak
Refl. Cahaya ( + ) Refl. Cahaya ( + )
Tumor (-) (-)
Mastoid N N
Tes Pendengaran :
Kanan Kiri
Weber ……………. Lateralisasi ( - )……………
Rinne ( + ) ( + )
13
Hidung
Kanan Kiri
Cavum Nasi Sempit Sempit
Septum Nasi ………..Deviasi tidak ada………….
Discharge Serus Serus
Mukosa Pucat, basah Pucat, basah
Tumor ( - ) ( - )
Concha nasi Kongesti Kongesti
Sinus N N
Choana N N
Tenggorokan
Dyspneau : ( - )
Sianosis : ( - )
Stridor : ( - )
Mukosa : merah muda
Suara : N
Tonsil : T1/T1, Hiperemis ( - ), permukaan rata
Laring : Normal
IV. Resume
Penderita perempuan, 48 tahun, Bali, Hindu, pegawai swasta, mengeluh bersin-
bersin, gatal pada hidung dan hidung tersumbat sejak 1 minggu yang lalu. Bersin-
14
bersin timbul terutama saat pagi hari dan dirasakan bertambah berat jika terdapat
banyak debu bertebaran. Keluhan terjadi secara hilang timbul, dimana keluhan
bersin sering disertai dengan keluarnya ingus yang banyak, bening dan encer
seperti air, tidak berbau. Kadang-kadang disertai keluhan hidung tersumbat kanan
atau kiri atau keduanya. Keluhan sakit kepala ataupun nyeri pada pipi tidak
didapatkan. Riwayat asma dan dermatitis disangkal. Riwayat Atopi pada keluarga
disangkal. Didapatkan riwayaat hipertensi sejak beberapa tahun terakhir akan
tetapi tidak terkontrol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present paada penderita
didapatkan tekanan darah yang sedikit meningkat dari normal, status general
dalam batas normal dan pada status lokalis THT didapatkan telinga dalam batas
normal dan tenggorokan dalam batas normal.
Hidung
Kanan Kiri
Hidung N N
Cavum Nasi Sempit Sempit
Septum Nasi ………..Deviasi tidak ada………….
Discharge Serus Serus
Mukosa Pucat, basah Pucat, basah
Tumor ( - ) ( - )
Concha nasi Kongesti Kongesti
Sinus N N
Choana N N
V. Diagnosa Banding
1. Rinitis Alergi
2. Rinitis Vasomotor
VI. Usulan pemeriksaan
Uji kulit : uji cukut (skin prick test), uji gores (scratch test), skin end point
titration
15
Pemeriksaan sitologi hidung terhadap adanya sel-sek eosinofil
Pemeriksaan sekret hidung
Pemeriksaan IgE spesifik (RAST)
Rontgen sinus paranasal (posisi water’s)
Diet eliminasi dan tes provokasi (untuk alergi makanan)
VII. Diagnosa Kerja
Rinitis Alergi
VIII.Penatalaksanaan
a. KIE
1. Hindari kontak dengan alergen yang diduga sebagai penyebab, terutama
yang sering kontak adalah debu rumah dengan cara membersihkan
rumah secara teratur dengan masker. Penderita disarankan juga memakai
jaket pada udara dingin dan bila bepergian jauh.
2. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita disarankan untuk
berolahraga teratur, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.
b. Medikamentosa
1. CTM 3 x 4 mg selama 7 hari
2. Pseudoefedrin 3 x 1 tab selama 7 hari
3. Dexametason 3 x 1 tab selama 7 hari
c. Imunoterapi
PEMBAHASAN
1. Pasien ini di diagnosa rinitis alergi karena :
16
Dari anamnesa didapatkan pasien ini mengeluh bersin-bersin lebih dari 5 kali pada saat
serangan, disertai gatal-gatal pada hidung, keluar ingus banyak, bening, dan encer seperti
air dan tidak berbau, serta hidung tersumbat di kedua sisi. Keluhan akan muncul terutama
jika berada di udara yang banyak debu. Keluhan yang dialami sangat menggangu
pernafasan dan kenyamanan pasien, sehingga mengganggu aktivitas pasien dan
menurunkan produktivitas pasien saat bekerja. Pasien sudah membawanya berobat ke
dokter beberapa kali, akan tetapi keluhan tetap muncul dan kumat-kumatan.
Riwayat penyakit alergi tidak diketahui oleh pasien. Riwayat pemeriksaan asma
maupun dermatitis disangkal. Riwayat Atopi pada keluarga disangkal. Tidak didapatkan
keluhan pada telinga, ataupun pada faring sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien tidak
mengalami komplikasi pada bagian telinga maupun tenggorokan
Dari pemeriksaan fisik status general dalam batas normal. Pada pemeriksaan THT
ditemukan pada telinga kesan tenang, tenggorok kesan tenang. Pada hidung didapatkan
kavum nasi sempit, discharge serous, mukosa pucat, konka kongesti.
Diagnosa banding rinitis vasomotor kita singkirkan karena pada pasien ini
menonjol ada bersin-bersin yang paroksismal (>5 kali), discharge yang encer, hidung
tersumbat, hidung gatal, mukosa pucat dan dicetuskan oleh debu.
2. Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu
KIE
1. Hindari kontak dengan alergen yang diduga sebagai penyebab, terutama
yang sering kontak adalah debu rumah dengan cara membersihkan rumah
secara teratur dengan masker.
2. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita disarankan untuk
berolahraga teratur, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.
Medikamentosa
1. CTM 3 x 4 mg selama 7 hari sebagai antihistamin yang bekerja
menghambat efek histamin pada tingkat resptor H 1 (kompetitif inhibitor),
sehingga akan menurunkan fase cepat dari proses patofisiologi dari rinitis
17
ini. Hal ini akan mengatasi gejala yang timbut akibat keluarnya histamin
berupa meningkatnya sekresi kelenjar dan bersin, yang secara klinis
tampak rinore, hidung tersumbat dan bersin.
2. Pseudoefedrin 3 x 1 tab selama 7 hari sebagai dekongestan yang akan
menyebabkan vasokontriksi sehingga akan mengurangi sumbatan pada
hidung.
3. Dexametason 3 x 1 tab selama 7 hari sebagai anti inflamasi yang bekerja
dengan mengurangi sel mast dan basofil yang tersensitisasi sehingga dapat
menurunkan, mencegah gejala berikutnya.
Imunoterapi
DAFTAR PUSTAKA
1. Blumenthal M. N. Kelainan Alergi Pada Pasien THT. dalam BOIES : Buku
Ajar Penyakit THT ( Boies Fundamental of Otolaringology) editor Adams G.
L. et al, penerbit EGC, Jakarta, 1997, hal 190-200.
18
2. Baratawidjaja K., Rhinitis Alergi : Patofisiologi Dan Beberapa Pendekatan
Klinis, dalam Simposium Sehari Inovasi Teknologi di Era Millenium Dalam
Terapi Klinis Alergi, Hotel Millenium Sirih, Jakarta, 2001
3. Lanny J Rosenwasser. Treatment of Allergic Rhinitis. American Journal of
Medicine. Vol 113. Excerpta medica. 2002
4. Suprihati, Manajemen Rinitis Alergi Terkini Berdasarkan ARIA WHO, dalam
Simposium Sehari Inovasi Teknologi di Era Millenium Dalam Terapi Klinis
Alergi, Hotel Millenium Sirih, Jakarta, 2001
5. Kasakeyan E., Rusmono N., Alergi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan, editor Soepardi E. A. et al, Balai Penerbitan
FKUI, Jakarta, 1997, hal 102-106.
19