revisi laporan akhir isolasi rhein dan mentha herba

Upload: novita-chandra

Post on 08-Jul-2015

732 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

ISOLASI SENYAWA RHEIN DARI AKAR KELEMBAK (Rhei radix) DAN ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI DAUN MINT (Mentha folium)

I.

TUJUAN Mengisolasi senyawa rhein dari akar kelembak (Rhei radix) dan mengisolasi minyak atsiri dari daun mint (Mentha folium).

II. PRINSIP II.I Ekstraksi Like Dissolve Like Suatu senyawa cenderung mudah larut dalam pelarut yang memiliki kepolaran yang relatif sama (Poedjiadi, 1994).

II.II Metode Pemisahan dan Pemurnian: Kromatografi Absorpsi Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas , terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penjerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terjerap, adsorbat) pada permukaannya (Poedjiadi, 1994). Migrasi Diferensial Perbedaan kecepatan migrasi komponen sampel karena adanya adsoprsi pada fasa diam yang timbul karena perbedaan kepolaran (Poedjiadi, 1994).

II.III

Destilasi Uap Stahl

Hukum Dalton Tekanan uap total suatu larutan merupakan jumlah tekanan parsial masingmasing komponen larutan tersebut.

P total = Pa + Pb + Pn Pa = Tekanan uap zat A Pn = Tekanan uap zat ke-n Hukum Raoult Tekanan uap suatu larutan merupakan hasil kali antara tekanan uap pelarut murninya dengan fraksi mol pelarut dalam larutan. Pa = Pao . Xa Pa = Tekanan uap larutan Pao = Tekanan uap pelarut murni Xa = Fraksi mol (Sukardjo, 2004). (Sukardjo, 2004).

III. TEORI Rheum palmatum

Deskripsi Herba besar, tegak, bertahunan dengan tinggi lebih dari 2,5 m; rizoma dan akarnya tebal, bercabang, hampir berdaging, kuning muda. Daun sebagian di roset yang radikal, sebagian membentuk susunan spiral di batang tegak, helaian daun bundar, pangkal daun menjantung, cuping menjari mendalam, cuping bundar telur-lonjong atau melanset. Perbungaan malai, bebas, berambut. Bunga biseksual,

daun tenda merah, kadang-kadang merah muda atau keputih-putihan. Buah menyegitiga, coklat, lebih panjang dari pada mahkota bunga, bersayap 3. Tergolong jenis terna, yaitu perdu /pohon dengan daun tersebar dan selaput bumbung yang membalut batang. Bentuk batang dari tanaman ini terlihat pendek,beralur melintang dan tertanam dalam tanah, juga berbentuk masif dan berwarna coklat. Batangnya biasanya rasanya pahit. dengan rimpang serta akarnya, yang bernama Rhei Radix. Pemerian Warna kuning coklat, bau khas aromatik, rasa agak pahit dan agak kelat. Manfaat tumbuhan Tanaman ini memiliki manfaat untuk: purgatif, antipiretik, antispamodik, stomakik antimutagen, tonik, astringent, antiinflammatory, antikolesterol, antiseptik, anti-hipertensi antitumor dan antioksidan. Banyak digunakan untuk memudahkan air besar dan sebagai pencahar. Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah sebagai berikut; Batangnya dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk, Akarnya mengandung glikosida adstringent yang berkelakuan sebagai zat penyamak. Pada akarnya pula mengandung antrkuinon yang berefek purgative,dan tannin yang berefek melawan astringen atau dapat disebut sebagai adstringent,tapi dalam jumlah kecil efek astringen juga dibutuhkan,tapi jika terlalu banyak maka dapat menimbulkan efek laksatif. Kandungan Bahan aktif utamanya adalah turunan hidroksiantrasena (3-12%, tergantung dari metode penentuannya) dengan kandungan paling banyak (6080%) adalah bentuk mono dan diglukosida rhein, krisofanol, aloe-emodin, physcion dan emodin, dan hanya sedikit kandungan aglikon. Diantron glikosida (sennosida) juga terkandung dan sejumlah kecil antronglikosida tergantung pada waktu pemanenan dan kondisi pengeringan. Kandungan lainnya termasuk gallotanin (5%), kromon, fenilbutanon, dan sedikit minyak atsiri (ESCOP, 2003). Tumbuhan ini terkenal

Klasifikasi Nama Inggris Nama Indonesia Nama Lokal Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies Rhei radix Hildebert Wagner, dalam bukunya Plant Drug Analysis : A Thin Layer Chromatography Atlas, menyebutkan bahwa senyawa metabolit sekunder dalam Rhei Radix diekstraksi dalam dua tahap, yaitu ekstraksi dengan etil asetatmetanol-air (100 : 13,5 : 10) untuk senyawa glikosida dan dengan petroleum-etil asetat-asam formiat (75 : 25 : 1) untuk senyawa aglikonnya. Pendeteksiannya dilakukan dengan 4 cara, yaitu : A. Tanpa penambahan bahan kimia UV-365 nm B. Reagen asam fosfomolibdat/H2SO4 vis C. Tanpa penambahan bahan kimia UV-254 nm D. Tanpa penambahan bahan kimia UV 365 nm : Chinese rhubarb, medicinal rhubarb, Turkish rhubarb. : Kelembak : klembak (Jawa) , kalembak (Sunda) , Talembak (Madura) : Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Hamamelidae : Polygonales : Polygonaceae : Rheum : Rheum palmatum (John, 1979).

a. Glikosida Rhei radix dikarakterisasi pada UV-365nm dengan memberikan

fluoresensi kuning mencolok pada daerah aglikon antrakuinon (emodin, aloeemodin, physcion, krisfanol). 8-O-monoglukosida bermigrasi sebagai pita berwarna coklat kemerahan pada Rf 0,45-0,55. diglikosida yang terkandung di dalamnya berada dalam jumlah sangat sedikit pada range Rf 0,1-0,3. Aglikon polar, Rhein, pada Rf ~0,4 tertutup oleh zona fluoresensi warna biru.

b. Aglikon Campuran aglikon yang diperoleh dengan hidrolisis ekstrak Rheum menggunakan HCl dipisahkan ke pelarut lipofilik dan dievaluasi pada UV-254 nm dan UV-365 nm. Semua aglikon menunjukkan fluoresensi pemadaman pada UV254 nm dan berfluoresensi kuning atau jingga kecoklatan pada UV-365 nm. Aloeemodin dan rhein (Rf 0,15-0,25), emodin (Rf ~0,3), krisofanol dan physcion (Rf 0,6-0,7) merupakan aglikon yang paling umum terkarakterisasi.

(Wagner, 1996).

Rhein Identifikasi Nama Sinonim : Rhein : 4,5-Dihydroxyanthraquinone-2-carboxylic acid 1,8-Dihydroxy-3-carboxyanthraquinone 9,10-Dihydro-4,5-dihydroxy-9,10-dioxo-2anthracenecarboxylicacid Rhubarb yellow Cassic acid Rumus kimia molekul : C15H8O6 Berat molekul Sifat Senyawa Titik leleh Kelarutan dalam air Pengenalan Rhein pertama kali diisolasi dari rhubarb China pada 1895. Senyawa ini terdapat dalam berbagai spesies Rheum, sebagian dalam bentuk bebas dan sebagian lagi dalam bentuk terikat sebagai glikosida. Rhein sudah diisolasi dari akar tanaman Rheum palmatum, daun senna (Cassia angustifolia), dan dari Cassia fistula. Penghasil rhen lainnya adalah akar tanaman Rumex andreaeanum dan Cassia alata dari Brazilia, yang banyak terdapat dalam bentuk glikosidik tereduksi. : 321-322 oC : < 0,1 g/100 mL at 17 C : 284,22

Struktur rhein

a. Kromatografi lapis tipis dari rhein Satu tetes larutan rhein (dalam kloroform) ditutulkan pada plat lapis tipis (silica Gel GF254) and dikembangkan dengan etil asetat 7ethanol air 8:1:1. b. Deteksi dengan UV254 (setelah diuapkan dengan amoniak) Deteksi menunjukkan rhein sebagai bercak warna merah-lembayung, Rf 0,32, dan UV356 sebagai bercak jingga muda. c. Spektrum UV dari rhein Panjang gelombang maksimal MeOH 230 m (log 3.7); 260 (3.3); 430 (3.2) menunjukkan bahwa senyawa memiliki inti antrakuinon, yang absorpsinya pada 252 m (log 3.26), dan 410 m (log 1.78), merubah pita terakhir ke panjang gelombang yang lebih besar. d. Penyiapan rhein diasetat Larutan yang terdiri dari 100 mg rhei dan 150 mg natrium asetat kering dalam 30 ml asetat anhidrat direfluks selama 15 menit dan dituang ke dalam 175 ml air es. Zat berwarna kuning muda disaring dan dikristalisasi dari asam asetat. Titik leleh 250-251oC; rendemen 80 mg. (Ikan, 1991). Ekstraksi Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturutturut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan), lalu pelarut kepolarannya menengah (diklor metan atau etilasetat) kemudian pelarut bersifat polar (metanol atau etanol) (Harborne, 1987).

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Sudjadi, 1986) Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Sudjadi, 1986). Ekstraksi secara refluks Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam (Harborne, 2006). Kromatografi Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis

tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gandjar, 2007). Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa Flavonoida dan

isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk kedelai dan tauco serta Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea. Yang pada senyawa isoflavon memiliki banyak manfaat. Beberapa kelebihan senyawa isoflavon yang potensial bagi kesehatan manusia, di antaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker, antikolesterol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis (Gritter, 1991). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar, 2007). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Gandjar, 2007). Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini (Gandjar, 2007):

Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.

Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Penampakan Bercak a. Pada UV 254 nm Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi (Stahl, 1985). b. Pada UV 366 nm Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Stahl, 1985). c. Pereaksi Semprot H2SO4 10% Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata (Stahl, 1985).

Mentha folium Daun peppermint terdiri dari seluruh atau sebagian dari daun Mentha piperita L. yang dikeringkan. Daun peppermint yang tidak dipotong (utuh)

mengandung tidak kurang dari 12mL/kg minyak essensial. Daun peppermint yang dipotong mengandung tidak kurang dari 9mL/kg minyak essensial (ESCOP, 2003). Nama latin peppermint, Mentha piperita, diambil dari bahasa Yunani Mintha, yang merupakan nama bidadari mistik yang bermetamorfosis menjadi tanaman, dan bahasa Latin piper, yang berarti lada. Medicinal spesies Nama umum Famili Deskripsi tanaman : Mentha piperita : Peppermint lamb mint, brandy mint, balm mint. : Leguminosae : Pohonnya berumur panjang, tinggi 50 60 cm (3 4 kaki). Batangnya umum berwarna ungu kemerahan dan lembut. Daunnya pendek, lonjong dan bulat telur, dan bergerigi. Bunganya berwarna ungu-merah jambu dan bersemi pada musim panas. Kandungan Kandungan aktif utama dalam daun peppermint adalah minya atsiri (13%), dimana kandungan pokoknya biasanya adalah menthol, dalam bentuk (-)menthol (biasanya 35-55%) dengan jumlah stereoisomer yang lebih kecil misalnya (+)-neomenhtol (3%) dan (+)-isomenthol (3%), bersama dengan menthon (10-35%), menthil asetat, menthofuran, sineol, limonen, dan monoterpen lainnya. Sejumlah kecil seskuiterpen terkandung di dalam minyak, terutama viridoflorol. Beberapa jenis flavonoid termasuk luteolin dan bentuk 7glikosidanya, rutin, hesperidin, eriocitrin, dan flavon teroksigenase. Kandungan lain termasuk asam fenolat, dan sejumlah kecil triterpen (ESCOP, 2003). Indikasi Terapeutik Digunakan dalam penanganan simptomatik dari gangguan pencernaan seperti dispepsia, flatulence, dan gastritis, walaupun tidak ada data klinis yang mendukung indikasi ini (ESCOP, 2003).

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan & Mulyani, 2004). Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani, 2004). Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu (Gunawan & Mulyani, 2004). Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985). Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Padaumumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.

a) Golongan hidrokarbon Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen. b) Golongan hidrokarbon teroksigenasi Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsure Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alcohol, aldehid, keton, ester, eter,

dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua (Ketaren, 1985). Metode penyulingan a. Penyulingan dengan air Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh (Ketaren, 1985). b. Penyulingan dengan uap Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer. c. Penyulingan dengan air dan uap Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony & Rahmayati, 1994).

Metode pengepresan Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan (Ketaren, 1985). Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985). Ekstraksi dengan pelarut menguap Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya (Ketaren, 1985).Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya (Ketaren, 1985).

IV. ALAT DAN BAHAN ALAT Alat destilasi uap Stahl, alat reflux, beaker glass besar, boiling chip, botol bening besar, botol coklat, botol semprot, botol vial, cawan penguap, cawan petri, corong, gelas ukur, heating mentle, kertas saring whatman, kolom kromatografi, lampu UV 254 dan 366 nm, mortar dan stamfer, pelat silika gel, piknometer, pipa kapiler, pipet, rotavapor, spatel, dan timbangan. BAHAN Akuades, etanol 70%, etil asetat, KOH 5%, Mentha herba, methanol, nheksan, Rhei radix, dan silika gel.

GAMBAR

Alat Reflux

Rotavapor

Alat Destilasi Stahl

V. PROSEDUR V.I Ekstraksi Simplisia digerus di dalam mortir hingga berbentuk serbuk lalu dimasukkan ke dalam labu alas bulat pada alat refluks. Setelah itu, ditambahkan etanol 95% hingga 2/3 bagian volume labu dan ditambahkan boiling chip. Lalu kondensor dipasang pada bagian atas alat refluks menggunakan vaselin sebagai perekat lalu dipasangkan mantel heater pada bagian bawah alat (tempat menaruh labu). Alat dinyalakan hingga mencapai suhu titik didih etanol, yaitu 78,40 C. Ekstraksi dilakukan hingga tetesan pelarut hampir tidak berwarna. Setelah itu, ekstrak yang diperolah dipekatkan dengan rotavapor.

V.II Pemeriksaan Parameter Ekstrak Pemeriksaan parameter pertama yang dilakukan adalah organoleptik dengan cara melihat warna, bentuk ekstrak, bau dan rasa dari ekstrak yang telah didapatkan. Parameter berikutnya adalah penghitungan berat jenis ekstrak. Pertama, piknometer dibersihkan,dikeringkan lalu ditimbang dalam keadaan

kosong. Setelah itu kerapatan air dihitung terlebih dahulu dengan cara menimbang piknometer berisi air, lalu diselisihkan dengan berat piknometer kosong. Setelah itu, piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak lalu ditimbang dan dihitung kerapatan dari ekstrak. Kemudian rendemen ekstrak dihitung, ekstrak yang didapatkan diletakkan di cawan penguap yang telah ditimbang sebelumnya. Setelah diuapkan, berat ekstrak dihitung. Parameter berikutnya adalah penghitungan kadar air dalam ekstrak menggunakan cara destilasi toluene. Ekstrak sebanyak dua gram dibungkus oleh alumunium foil dan dimasukkan ke dalam labu bersih yang kering. Setelah itu ditambahkan toluene sebanyak 200 mililiter dan alat dihubungkan sedemikian rupa. Kemudian toluene dituangkan ke dalam labu penerima melalui alat pendingin hingga mencapai batas labu dan labu dipanaskan dengan hati-hati selama 15 menit. Volume air dibaca pada tabung penampung tetesan setelah air dan toluene memisah sempurna, dan kadar air dapat dihitung. Parameter berikutnya adalah pola Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Fase diam yang dipakai adalah silika gel GF 254 dan fase geraknya adalah etil asetat: metanol: air dengan perandingan 100: 13,5: 10. Bercak yang didapat dari hasil kromatografi lapis tipis diamati di bawah sinar UV 254 dan 366 nm. Pelat diberi penampak bercak larutan KOH 5% kemudian diamati kembali di bawah sinar UV 254 dan 366 nm lalu dihitung Rf setiap bercak yang teramati. Parameter terakhir yang diperiksa adalah pola dinamolisis. Kertas saring Whatman dengan diameter 10 cm dilubangi titik pusatnya. Kemudian dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan pada cawan petri yang telah diisi oleh ekstrak cair. Proses difusi sirkular dibiarkan hingga tidak ada lagi pola yang berkembang. Pola dinamolisis dapat diamati.

V.III Pemisahan Ekstrak Ekstrak yang sudah didapatkan sebelumnya ditimbang sebanyak sepuluh gram, kemudian digerus bersama silika hingga menjadi serbuk homogen. Kemudian kolom diisi oleh silika hingga volume kolom dan massa kompak. Setelah itu, kolom dijenuhkan dengan eluen dengan cara menambahkan eluen di atas kolom silika dengan cara mengelilingi dinding kolom. Eluen yang digunakan

untuk menjenuhkan kolom adalah etil asetat. Alat dinyalakan hingga seluruh eluen terserap. Proses ini dilakukan beberapa kali. Kemudian, ekstrak yang sudah berbentuk serbuk homogen ditempatkan di atas silika dan diberi eluen pertama yaitu n-heksan sebanyak 50 mL. Setelah itu alat dinyalakan hingga seluruh eluen terserap. Fraksi yang keluar kolom ditampung dengan botol kaca bening. Kemudian, eluen diganti dengan komposisi Proses yang sama dilakukan untuk eluen dengan komposisi n-heksan:etil asetat (dalam mL) yaitu 45:5; 40:10; 35:15; 30:20; 25:25; 20:30; 15:35; 10:40; 5:45; dan 0:50. Warna tiap fraksi diamati dan dianalisis dengan pengamatan di bawah lampu sinar UV 254 dan 366 nm serta kromatografi lapis tipis yang menggunakan silika gel GF 254 sebagai fase diam dan fase geraknya adalah etil asetat:metanol:air dengan perbandingan 100:13,5:10 dan larutan KOH 5% digunakan sebagai penyemprot bercak, kemudian Rf dihitung.

V.IV Pemurnian Fraksi Pemurnian fraksi dilakukan dengan cara KLT Preparatif. Eluen yang digunakan diganti menjadi n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 10 : 1. Sebelum dilakukan KLT preparatif, fraksi yang diduga mempunyai kandungan rhein digabung dan diuapkan, lalu dilakukan KLT uji coba dan n-heksan:etil asetat 10:1 digunakan sebagai pengembang. Fraksi yang sudah kering dilarutkan dalam metanol dan ditutulkan pada pelat lalu diletakkan di dalam kolom berisi pengembang yang sudah dijenuhkan hingga fase gerak mencapai batas akhir pelat. Kemudian bercak diamati di bawah sinar UV 24 dan 366 nm dan disemprot dengan larutan KOH 5% agar mengetahui pola bercak. Setelah dihitung Rf dan ternyata mendekati Rf literatur, barulah dilakukan KLT Preparatif. Pertama, pelat silika gel pada penyangga kaca dibuat dengan cara kaca dibersihkan terlebih dahulu dengan aseton hingga tidak ada lagi lemak pada kaca. Kemudian bubur silika gel dibuat dengan cara melarutkan silika gel sebanyak 25 gram dalam 50 mL akuades kemudian dikocok kuat dalam erlenmeyer. Bubur silika dituang dan diratakan pada kedua sisi kaca. Kemudian dibiarkan mengering pada suhu kamar selama 20 menit, dan dikeringkan dalam oven bersuhu 110-1200C selama 1-2 jam.

Setelah itu, kolom disiapkan dan dijenuhkan dengan pengembang yaitu nheksan:etil asetat dengan perbandingan 10:1 dan volume total 50 mililiter. Ekstrak yang telah dilarutkan dengan metanol ditutulkan secara berderet pada pelat kaca yang telah disiapkan hingga membentuk pita sebagai garis awal, lalu dikeringkan beberapa saat. Kemudian pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang dan proses kromatografi dilakukan hingga mencapai tanda batas pada pelat. Pita yang terbentuk diamati secara visual dan secara pengamatan di bawah sinar UV 254 dan 366 nm dengan cara mengerok salah satu pita yang terbentuk dan disaring hasil kerokan pita tersebut dengan eluen yang digunakan. Setelah itu, diuji lagi kemurnian pada pita 1 dan pita 2 dengan KLT dengan pengembang n-heksan:etil asetat menggunakan perbandingan 10:1.

V.V Destilasi Minyak atsiri Simplisia Mentha herba yang telah dipotong-potong ditimbang sebanyak 33 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu stahl dan dicampur dengan akuades hingga seluruh simplisia terendam di dalam labu. Kemudian ditambahkan boiling chip kedalamnya. Alat stahl dipasang dan buret diisi dengan akuades hingga penuh. Destilasi dilakukan dengan alat pemanas dan diatur pemanasannya hingga destilasi berjalan lambat tetapi teratur dan dilakukan selama sekurang-kurangnya 3 jam. Kemudian pemanasan dihentikan dan dibiarkan dingin. Volume minyak atsiri dicatat dan kadar minyak atsiri dihitung.

VI. DATA PENGAMATAN Ekstraksi Rhein dari Rhei radix 1. Organoleptik ekstrak Bentuk Warna Bau Rasa : cairan kental : coklat : kuat dan khas seperti bau rempah rempah : pahit

2. Rendemen ekstrak Berat cawan kosong Berat cawan + ekstrak Berat ekstrak kental Berat simplisia awal Rendemen ekstrak = 68.94 g = 101.08 g = 101.08 68.94 = 32.14 g = 250.1 g = = 3. Bobot jenis ekstrak Berat piknometer kosong Berat piknometer + air Berat air Volume piknometer Kerapatan air : 14.58 g : 24.12 g : 9.54 g : 10 mL = = Berat piknometer + ekstrak Berat ekstrak Kerapatan ekstrak : 22.66 g : 8.08 g = = Bobot jenis ekstrak = = = 12.851% b/b

4. Kadar air ekstrak Berat ekstrak = 2 g Volume air Kadar air = 0.3 mL = = 5. Pola kromatogram lapis tipis Sebelum diberi penampak bercak:

Sinar tampak

UV 254

UV 366

Setelah diberi penampak bercak:

Sinar tampak

UV 254

UV 366

Penjerap Pengembang Penampak bercak No. Bercak 1 2

: Silika gel : Etil asetat:metanol:air (100:13.5:10) : KOH 5% Rf Sinar 0.662 0.788 tampak Kuning Pengamatan UV 254 nm Ungu Pink UV 366 nm Ungu Kuning KOH 5% Kuning Kuning-Pink

6. Pola dinamolisis

Diameter 1 : 2.9 cm ; warna kuning Diameter 2 : 5 cm ; warna coklat

Diameter 3 : 6.1 cm ; warna kuning muda Pemisahan Ekstrak Fast Chromatography (KCV) Eluen : n-heksan:etil asetat perbandingan (10:0), (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), (1:9), (0:10)

Data Fraksi : Fraksi n-heksan:etil asetat (10:0) n-heksan:etil asetat (9:1) n-heksan:etil asetat (8:2) n-heksan:etil asetat (7:3) n-heksan:etil asetat (6:4) Data Rf : Penjerap Pengembang : Silika gel : Etilasetat:metanol:air (100:13.5:10) Warna Bening Bening Bening Kuning Kuning Fraksi n-heksan:etil asetat (5:5) n-heksan:etil asetat (4:6) n-heksan:etil asetat (3:7) n-heksan:etil asetat (2:8) n-heksan:etil asetat (0:10) Warna Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat

Penampak bercak : KOH 5%

Fraksi

Rf Sinar tampak Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning

Pengamatan UV 254 nm Biru Pink orange Kuning Biru Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning UV 366 nm Ungu Coklat Kuning coklat Kuning Kuning Kuning Coklat Coklat Coklat KOH 5% Pink Pink keunguan Kuning Pink Pink Ungu Ungu Ungu coklat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.475 0.89 0.96 0.467 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96

Pemurnian Fraksi KLT Preparatif Penjerap Pengembang : Silika gel : n-heksan:etilasetat (10:1)

Penampak bercak : KOH 5% No. Bercak 1 2 KLT Preparatif Penjerap Pengembang : Silika gel : n-heksan:etilasetat (10:1) Rf Sinar 0.437 0.6 tampak Kuning Kuning Pengamatan UV 254 nm Kuning Kuning UV 366 nm Kuning Kuning KOH 5% Peach Pink tua

Penampak bercak : Jumlah pita yang terbentuk : 2 pita No. pita yang dikerok : 1 dan 2

Cek Kemurnian Rhein (KLT 1 arah) Penjerap Pengembang : Silika gel : n-heksan:etilasetat (10:1)

Penampak bercak : KOH 5% No. Pita Hasil KLT 1 2 0.436 0.558 0.558 Rf Sinar tampak Kuning Peach Kuning Pengamatan UV 254 nm Kuning Pink tua Kuning UV 366 nm Kuning Pink tua Kuning KOH 5% Peach Pink tua Pink tua

Cahaya tampak

UV 254 nm

Isolasi dan Penetapan Kadar Minyak Atsiri Oleum menthae Nama simplisia Berat simplisia Lama destilasi = Mentha herba = 33.46 g = 3 jam

Volume minyak atsiri = 0.3 mL

Kadar minyak atsiri

= = = 0.896% v/b

x100%

Spesifikasi Minyak Atsiri Warna Bau Rasa : kuning : bau khas : pedas

VII. PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI DAN PARAMETER EKSTRAK Ekstraksi yang digunakan pada rhei radix ini adalah ekstraksi cara panas,yaitu refluks. Prinsip dari metode refluks ini adalah penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Bahan yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah simplisia dan pelarut. Simplisia digunakan karena memiliki kadar air yang kecil karena bagian tanaman telah dikeringkan sehingga rendemen yang dihasilkan dapat lebih baik. Menurut literatur, simplisia akan memperoleh jumlah rendemen 4x lebih banyak daripada tanaman basah. Selain itu, penghilangan kandungan air dalam sel tumbuhan akan mempermudah dalam memperoleh ekstrak kental. Simplisia yang digunakan sebelumnya dipotong dengan ukuran yang kecil untuk memperbesar luas permukaan penyerapan dan memperkecil ruang antar partikel sehingga ekstrak lebih mudah untuk ditarik oleh pelarut.

Pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut karena sifatnya semipolar sehingga memungkinkan tertariknya hampir seluruh senyawa aktif yang ada di dalam Rhei radix. Sebenarnya akan lebih baik apabila digunakan metanol sebagai pelarut karena sifat/kepolarannya paling mirip dengan sel tumbuhan. Akan tetapi, methanol bersifat toksik sehingga kurang baik digunakan. Etanol yang digunakan pun 70%, bukan 95% karena bahan yang diekstraksi berupa simplisia. Kandungan air dalam pelarut sebesar 30% diperlukan agar pelarut dapat masuk sampai ke dalam sel. Rhei radix sebanyak 250,1 gram yang telah dipotong dengan ukuran kecil dimasukkan ke dalam labu alas bulat, ditambahkan ke dalamnya suatu pelarut. Pemilihan pelarut merupakan salah satu hal yang mempengaruhi hasil ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi kali ini adalah etanol 95 %. Pelarut diisi sampai kurang lebih 2/3 bagian volume labu dan ditambahkan batu didih. Batu didih berfungsi untuk mencegah bumping/letusan yang terbentuk saat pemanasan. Kondensor dipasang dengan alat refluks dan heating mantle dinyalakan sampai suhu titik didih pelarut. Etanol memiliki titik didih 78 C. Ekstraksi dilakukan sampai tetes pelarut hampir tidak berwarna selama kurang lebih 3 jam. Kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor sampai terbentuk ekstrak yang kental. Tujuannya adalah untuk membebaskan ekstrak dari pelarutnya, yakni etanol. Etanol yang terpisah pun nantinya dapat ditampung dan dipergunakan lagi untuk keperluan lain. Setelah tidak ada lagi etanol yang turun ke labu penampungan, proses evaporasi dihentikan. Ekstrak yang sudah cukup kental kemudian dipekatkan lagi dengan proses penangasan agar sisa kandungan air dapat menguap. Ketika bobot ekstrak telah stabil, ekstrak disebut dengan ekstrak kental. Dalam pemasangan alat kondensor harus dalam keadaan lurus dan sejajar, dan digunakan Vaseline dalam sambungan antara kondensor dan alat refluks supaya tidak ada uap yang mengalir keluar dan memudahkan melepaskan labu bulat pada alat pada saat ekstraksi selesai. Kemudian ekstrak Rhei radix dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak. Terdapat 6 pemeriksan parameter ekstrak yang perlu dilakukan untuk mengetahui

kualitas dari ekstrak Rhei radix. Pemeriksaan parameter ekstrak yang pertama dilakukan yaitu pemeriksaan organoleptik ekstrak Rhei radix. Ekstrak Rhei radix yang didapat dari hasil ekstraksi dengan alat refluks berupa cairan berwarna coklat yang memiliki bau kuat dan khas dengan rasa yang pahit. Pemeriksaan parameter ekstrak yang kedua yaitu melakukan pemeriksaan terhadap rendemen ekstrak. Untuk menetapkan rendemen ekstrak, sebanyak 32,14 gram ekstrak kental yang didapat dari hasil evaporasi disimpan ke dalam cawan yang beratnya yaitu 68,94 gram. Kemudian ekstrak kental Rhei radix dalam cawan penguap diuapkan di atas penangas air dengan temperature 40-50C sampai didapat bobot yang tetap/konstan. Setelah itu, berat cawan penguap dan ekstrak setelah penguapan ditimbang, didapat beratnya 101,08 gram. Untuk menghitung persentase rendemen ekstrak Rhei radix, berat ekstrak total Rhei radix dan berat simplisia awal harus diketahui, berat ekstrak total didapat dari hasil pengurangan antara berat cawan penguap dan ekstrak setelah penguapan dengan berat cawan penguap kosong, didapat berat ekstrak Rhei radix total yaitu 32,14 gram, sedangkan berat simplisia awal yaitu 250,1 g. Dengan menggunakan rumus: % Rendemen = Berat ekstrak total Berat simplisia x 100%

didapat persentase rendemen ekstrak Rhei radix sebesar 12,85 %. Besarnya persentase rendemen ini menunjukan bahwa dari berat total simplisia Rhei radix sebanyak 250,1 gram hanya terkandung ekstrak Rhei radix sebesar 12,85 %. Banyaknya rendemen yang dihasilkan ternyata tergantung dari keadaan tanaman simplisia dan proses ekstraksi yang dilakukan. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman simplisia harus bermutu baik selain itu proses ekstraksi yang dilakukan pun haruslah baik. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak yang ketiga, yaitu penetapan bobot jenis ektrak Rhei radix. Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume yang sama ditimbang di udara pada suhu yang sama. Penentuan bobot jenis pada praktikum kali ini berlangsung dengan menggunakan piknometer. Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruangan yang ditempati cairan ini. Ruang piknometer dilakukan dengan menimbang air dengan piknometer. Ketelitian metode

piknometer akan bertambah sampai suatu optimum tertentu dengan bertambahnya volume piknometer. Optimum ini terletak sekitar isi ruang 30 ml. Ada dua tipe piknometer, yaitu tipe botol dengan tipe pipet. Pada praktikum kali ini yang digunakan adalah piknometer tipe botol. Untuk mengetahui bobot jenis ekstrak Rhei radix, pertama berat piknometer kosong ditimbang, didapat beratnya yaitu 14,58 g. Pada saat akan ditimbang piknometer tidak boleh dipegang langsung oleh tangan, harus menggunakan tisu, karena pada tangan terdapat minyak atau lemak yang akan ikut tertimbang pada saat penimbangan sehingga berat piknometer tidak akurat. Kemudian piknometer ditambahkan dengan air, ditimbang beratnya, didapat berat piknometer+air sebesar 24,12 g. Kerapatan air dapat ditetapkan dengan menggunakan rumus : air = Berat air Volume air

berat air 9,54 g didapat dari hasil pengurangan berat piknometer+air dengan berat piknometer kosong, sedangkan volume air sama dengan volume piknometer yaitu 10 ml. Dari data yang telah disebutkan didapat kerapatan air yaitu 0,954 g/ml. Kemudian piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak Rhei radix, ditimbang, didapat berat piknometer+ekstrak sebesar 22,66 g. Kerapatan ekstrak ditetapkan dengan menggunakan rumus : ekstrak = Berat ekstrak Volume ekstrak

berat ekstrak 8,08 g didapat dari hasil pengurangan berat piknometer+ekstrak dengan berat piknometer kosong, sedangkan volume ekstrak sama dengan volume piknometer yaitu 10 ml. Dari data yang telah disebutkan didapat kerapatan ekstrak yaitu 0,808 g/ml. Setelah diketahui kerapatan air dan kerapatan ekstraknya, bisa didapat bobot jenis ekstrak menggunakan rumus : Bobot jenis ekstrak = Kerapatan ekstrak Kerapatan air

Dari hasil perhitungan didapat bobot jenis ekstrak yaitu sebesar 0,847.

Selanjutnya adalah penetapan kadar air ekstrak. Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan metode destilasi menggunakan toluen. Sebanyak 2 gram ekstrak dimasukkan dalam labu destilasi dan ditambahkan toluen, lalu dipasangkan pada alat destilasi. Larutan toluen akan menguap dan terkondensasi menjadi cairan kembali dan terpisah dari ekstrak. Begitupun dengan air akan menguap dan terkondensasi menjadi cairan terpisah dari ekstrak. Molekul air akan bergerak menuruni lapisan toluen karena berat jenis air lebih besar dari berat jenis toluen. Volume air dapat terlihat pada skala pembacaan. Setelah itu, fraksi air dapat dipisahkan dari fraksi toluen dan fraksi toluen dapat digunakan kembali untuk destilasi berikunya. Kadar air dapat dihitung dengan membagi volume fraksi air dengan berat ekstrak yang ditentukan kadar airnya. Dari percobaan diperoleh kadar air sebesar 15 % v/b. Pada ekstrak rhei radix ini, kadar air yang terkandung relatif besar, hal ini terjadi karena terbawanya toluene saat dipisahkan dengan air dan kesalahan pada saat pembacaan skala. Pemeriksaan parameter ekstrak yang kelima adalah pola kromatografi lapis tipis. Analisis dengan menggunakan KLT dilakukan pada ekstrak cair yang diperoleh. Larutan pengembang sebagai fasa gerak digunakan etil asetat : methanol : air (100:13,5:10). Fase gerak dibiarkan selama 1 jam agar terjadi penjenuhan. Sebagai tanda bahwa telah terjadi penjenuhan pada bejana kromatografi, dapat ditentukan dengan memasukkan jari ke dalam bejana. Bejana telah jenuh jika suhu di dalam bejana dirasakan hangat. Perlu diperhatikan bahwa bejana harus diusahakan selalu dalam keadaan tertutup agar pengembang tidak menguap ke luar. Sampel ditotolkan dengan pipa kapiler pada plat silika gel (fasa diam) yang telah diberi 2 tanda dengan pensil. Selanjutnya plat silika gel dimasukkan dalam bejana berisi pengembang dan diamati pergerakan totolan sampai pengembang mencapai batas atas plat, lalu dikeringkan dan diamati pada sinar tampak, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Penampakan warna digambar dan nilai Rf dihitung. Pada totolan 1, jika dilihat dari sinar tampak, tidak terdapat warna yang jelas, pada pengamatan di bawah sinar UV 254 nm terlihat warna ungu, dan pada

sinar UV 366 nm terdapat warna ungu. Pemberian H2SO4 10% pada pelat menyebabkan bercak menjadi lebih jelas daripada sebelumnya (kuning). Dari warna tersebut kemungkinan Rhein memang terkandung dimana Rf pada totol pertama adalah 0,662 dan totol kedua adalah 0,778. Hal ini diketahui dari literatur bahwa senyawa Rhein akan memberikan fluoresensi orange pada 366 nm, tidak pada 254 nm. Selain itu, bercak yang tampak akan berubah menjadi warna pink setelah diberikan uap amonia. Dan pemeriksaan yang terakhir adalah pola dinamolisis. Kertas saring Whatman berdiameter 10 cm dilubangi titik pusatnya, kemudian dipasangi sumbu yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan pada cawan petri yang berisi maserat/ekstrak cair. Proses difusi sirkular dibiarkan terjadi selama 10 menit. Gambaran dinamolisis diamati. Kertas saring Whatman yang digunakan harus dalam keadaan utuh (tidak dilipat) untuk menghindari perubahan pola dinamolisis karena kedudukan kertas telah berubah. Sumbu yang terpasang pada titik pusat kertas saring Whatman memungkinkan ekstrak cair untuk merembes melalui selulosanya dan naik ke kertas saring Whatman untuk membentuk difusi sirkuler. Sumbu ini tidak boleh terlalu tebal untuk mempermudah proses difusi pada kertas. Dari hasil pengamatan, diperoleh 3 pola lingkaran dengan kepekatan warna kuning dan diameter yang berbeda, yakni: Diameter I : 6,1 cm Warna : kuning muda Diameter II : 5 cm Warna : coklat kekuningan Diameter III : 2,9 cm Warna : coklat Perbedaan diameter ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan difusi dari senyawa senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Dengan kata lain, di dalam ektrak terdapat 3 jenis senyawa aktif yang berbeda.

B. PEMISAHAN VAKUM

EKSTRAK

DENGAN

KROMATOGRAFI

CAIR

Percobaan kali ini bertujuan untuk melakukan pemisahan metabolit sekunder dari hasil ekstraksi Rhei radix dengan metode kromatorafi kolom dipercepat dan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Pemisahan metabolit sekunder dilakukan melalui dua tahap yaitu fraksinasi menggunakan kromatografi kolom dipercepat atau fast chromatography menggunakan elusi gradien dengan kepolaran eluen yang terus ditingkatkan serta untuk menganalisis metabolit sekunder dari simplisia digunakan kromatografi lapis tipis. Hal yang pertama dilakukan dalam pemisahan ekstrak adalah preparasi kolom untuk fast chromatography. Pertama-tama penyangga kolom dicuci dan dibilas hingga bersih sampai kering. Hal tersebut bertujuan agar tidak ada zat pengotor di dalam penyangga kolom yang akan mempengaruhi hasil percobaan. Pada dasar kolom telah terpasang kaca masir yang merupakan suatu penyangga berpori yang berfungsi untuk menahan fasa diam. Kemudian dimasukkan fasa diam berupa silika gel sebanyak 30 gram secara hati-hati dan disebar secara merata dan dimampatkan dengan menggunakan spatula. Ketersebaran silika gel dalam penyangga kolom akan sangat mempengaruhi dari efisiensi pemisahan yang akan dilakukan karena bila pada fasa terdapat udara ataupun ketidaksamaan fasa diam seperti tidak samanya kemampatan akan membuat derajat retensi dan kecepatan gerak dari eluen tidak stabil sehingga akan mengakibatkan kecepatan gerak sampel tidak merata. Setelah silika gel dimampatkan oleh spatula, kemudian dimasukkan eluen yang bersifat non-polar yaitu n-heksana sebanyak 100 mL. Penggunaan n-heksana dengan volume tersebut ditujukan sebagai eluen non-polar sekaligus sebagai pembasah silika gel karena eluen yang pertama kali dipakai untuk mengelusi kolom adalah 100 mL h-heksan dan agar menghasilkan bubur penjerap (silika gel) yang homogen sebelum dilakukan penghisapan menggunakan pompa vakum. Pompa vakum pada dasarnya bekerja melalui mekanisme mengurangi takanan udara di dalam kolom sehingga akibat perbedaan tekanan ini, proses pergerakan

eluen dalam kolom meningkat dengan pesat. Penjerap (silika gel) perlu dibuat dalam bentuk bubur agar dihasilkan kolom yang baik dan tidak mudah retak. Kolom yang dielusi dengan larutan pengelusi juga dimaksudkan untuk memperoleh kolom yang stabil. Kolom yang stabil diperoleh apabila tetesan yang dihasilkan sudah konstan. Setelah dihasilkan kolom yang mantap, kolom tidak boleh sampai mengering. Kolom dijaga agar tidak kering dan tidak retak dengan cara terus dielusi. Karena jika kolom kering dan retak, kolom yang sudah mampat akan rusak dan berongga. Jika terdapat rongga dalam kolom, pita yang terbentuk dalam kolom tidak akan rata dan proses keluarnya efluen tidak akan bersamaan. Setelah silika gel siap, maka dimasukkan 1 gram ekstrak yang telah terlebih dahulu digerus dengan 10 gram silika gel. Penggerusan ini dimaksudkan untuk mengeringkan dan menghomogenkan ekstrak dengan silika sehingga bila diletakkan pada kolom, pemisahan dapat terjadi secara efektif. Penggerusan ekstrak dengan fasa diam ini pun merupakan salah satu metode pemisahan yaitu metode pemisahan ekstrak kering. Silika gel bersifat polar karena mempunyai gugus hidrofil yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa dalam ekstrak yang juga mempunyai gugus hidrofil. Silika gel yang telah digerus bersama dengan ekstrak kental akan menyebabkan silika gel akan berikatan dengan metabolit yang bersifat hidrofil di dalam ekstrak sehingga pada saat dielusi oleh pelarut non polar, metabolit yang bersifat lebih polar akan tertahan dalam kolom dan baru akan turun ketika dielusi oleh pelarut yang lebih polar. Ekstrak yang sudah digerus dengan silika kemudian dimasukkan diatas kolom secara merata. Diperhatikan keberadaan silika gel sebagai penjerap di semua tempat dalam kolom, karena adanya rongga-rongga udara atau ketidakbersamaan penjerap dalam kolom akan berpengaruh buruk pada proses pemisahan. Setelah ekstrak menyerap ke dalam kolom, larutan pengelusi disiapkan. Eluen yang dibgunakan adalah n-heksan dan etil asetat dengan berbagai perbandingan, yaitu 100:0 ; 90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40 ; 50:50 ; 40:60 ; 30:70 ; 20:80 ; 10:90 ; 0:100. Eluen tersebut disusun pada 11 komposisi yang berbeda dengan kepolaran yang terus dinaikkan. Hal tersebut bertujuan agar eluen dapat

mengelusi seluruh metabolit yang ada dalam ekstrak yang mempunyai kepolaran yang berbeda sehingga didapat fraksi yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda tetapi metabolit dalam satu fraksi memiliki kepolaran yang tidak jauh berbeda. N-heksan merupakan pelarut non polar sedangkan etil asetat adalah pelarut semi polar. Fase diam yang digunakan, yaitu silika gel yang bersifat polar sehingga dapat menahan metabolit dalam ekstrak yang bersifat hidrofilik dengan membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa dalam campuran yang juga mengandung gugus hidrofilik. Pelarut non polar (n-heksan) digunakan untuk membawa metabolit dari ekstrak yang bersifat non polar sehingga metabolit yang bersifat non polar turun bersama eluen terlebih dahulu dan metabolit yang tingkat kepolarannya lebih tinggi tertahan pada kolom sehingga metabolit dapat dipisahkan berdasarkan kepolarannya. Pelarut semi polar (etil asetat) digunakan untuk mengelusi metabolit yang kepolarannya lebih tinggi. Setelah kolom dielusi oleh 11 eluen dengan perbandingan yang berbedabeda, didapat 11 fraksi hasil pemisahan ekstrak dengan kromatografi cair vakum. Secara organoleptis, fraksi-fraksi memiliki warna yang berbeda-beda. Dimulai dari fraksi larutan bening menjadi coklat tua dengan bau n-heksana dan etil asetat dan bau khas Rhei radix. Fraksi 1-3 berwarna bening, fraksi 4-6 berwarna kuning, fraksi 7-9 berwarna coklat muda, dan fraksi 10-11 berwarna coklat tua. Fraksifraksi ini kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis. Pertama-tama pada plat dibuat garis 1 cm dari masing-masing ujung. Titik tempat campuran ditempatkan disebut titik awal. Kemudian dilakukan penotolan sampel dari setiap fraksi pada plat silika gel dan satu totolan untuk ekstrak untuk membandingkan hasil elusi ekstrak dengan sampel fraksi. Ada kemungkinan ditemukan bercak pada fraksi tertentu yang ternyata tidak terlihat di bercak sampel. Hal tersebut dapat dikarenakan tertutupnya warna bercak tersebut oleh warna bercak lain yang lokasinya relatif sama pada sampel awal. Sampel diletakkan pada titik awal dengan menutulkannya dengan menggunakan suatu kapiler halus dari kaca, dan diusahakan agar luas tutulan sekecil mungkin agar hasil elusi dari satu fraksi tidak bergabung dengan fraksi

yang lain. Beberapa kali penotolan dapat dilakukan pada tempat yang sama agar totolan lebih tebal dan hasil elusi bisa terlihat lebih jelas asalkan lapisan tutulan pertama harus kering dahulu sebelum tutulan selanjutnya. Jumlah tutulan tidak boleh terlalu banyak karena menyebabkan bercak menjadi asimetris, bergabung dengan bercak fraksi lain, dan menyebabkan perubahan pada harga Rf. Pengembang yang digunakan adalah campuran n-heksan : etilasetat dengan perbandingan 10 : 1. Campuran pelarut dimaksudkan untuk memperoleh kepolaran yang diinginkan agar komponen-komponen terpisah dengan baik. Campuran pelarut dimasukkan ke dalam bejana pengembang dari gelas, pengerjaan dilakukan di dalam bejana tertutup agar tidak terjadi penguapan pelarut dan bejana jenuh oleh uap pelarut. Bila bejana tidak jenuh, akan mempengaruhi harga Rf. Untuk memastikan bejana jenuh sempurna, sebaiknya dinding bejana dilapisi dengan kertas saring, jika kertas tersebut telah basah sempurna, berarti bejana tersebut telah jenuh. Karena keterbatasan waktu dan alat, langkah di atas tidak dilakukan. Tetapi kejenuhan diuji dengan memasukkan tangan ke dalam bejana, jika terasa cukup hangat, berarti bejana sudah cukup jenuh. Pengembang yang digunakan untuk mengelusi hasil fraksinasi berbeda dengan pengembang yang digunakan ketika KLT hasil ekstraksi. Hal ini disebabkan karena Rf yang didapat dengan menggunakan pengembang etil asetat : metanol : air (100:13,5:10) sangat jauh berbeda dengan Rf yang ada pada literatur, yaitu 0,3 sedangkan yang didapat dari hasil percobaan adalah 0,8. Diduga pengembang yang digunakan terlalu bersifat polar. Karena senyawa rhein yang tidak terikat dengan gula bersifat non polar, maka pengembang diganti dengan nheksan : etil asetat (10 :1) yang memiliki gradien kepolaran yang lebih signifikan. Dari hasil percobaan diperoleh harga Rf yang bervariasi untuk setiap bercak, hal ini disebabkan perbedaan kepolaran masing-masing metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak. Selama pengembangan, komponen yang lebih polar akan terikat lebih kuat pada lapisan silika gel sehingga akan tertahan lebih lama, sedangkan komponen yang kurang polar akan cepat bergerak bersama campuran

pelarut (yang relatif kurang polar jika dibandingkan dengan silika gel). Selain harga Rf yang berbeda-beda pada setiap bercak, warna pada tiap bercak pun berbeda-beda. Yang dicari adalah bercak berwarna kuning pada sinar tampak yang akan berubah menjadi pink setelah disemprot dengan penampak bercak KOH 5%. Metode yang cukup umum digunakan untuk deteksi kromatogram adalah penggunaan sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, khususnya untuk noda yang tidak berwarna. Karena bercak pada kromatogram yang diperoleh berwarna, bercak dapat dideteksi pada tiga keadaan, yaitu pada sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Untuk fasa diam silika gel biasa, fluoresensi di bawah sinar UV hanya terjadi jika senyawa tersebut berfluoresensi. Tapi bila yang digunakan adalah silika gel berfluoresensi, bercak muncul sebagai bercak hitam. Pada percobaan, diperoleh warna yang berbeda-beda untuk setiap bercak pada setiap fraksi pada berbagai pengamatan, yaitu pada sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366 nm, hal ini disebabkan karena masing-masing bercak memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Selain itu pola kromatogram juga dilihat dengan penampak bercak (KOH 5%). Tujuan awal dilakukannya pemisahan ekstrak dengan kromatografi cair vakum dan kromatografi lapis tipis adalah untuk mengetahui pada fasa mana senyawa yang dicari berada. Senyawa yang akan di cari pada praktikum ini adalah rhein dan diduga terdapat pada fraksi 5 dan 6 karena hasil kromatogram pada kedua fraksi tersebut memberikan hasil yang sama dengan ekstrak, yaitu berwarna kuning pada sinar tampak dan berubah menjadi pink setelah disemprot dengan penampak bercak KOH 5%. Oleh karena itu, fraksi 5 dan 6 disatukan dan dikeringkan untuk dianalisis dengan kromatografi lapis tipis preparatif.

C. PEMURNIAN FRAKSI DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) PREPARATIF DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) Pada praktikum kali ini dilakukan pemurnian fraksi dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. KLT preparatif ini merupakan

kelanjutan dari pemisahan ekstrak Rhei radix dengan cara fast chromatography yang dipisahkan menjadi 11 fraksi pada praktikum sebelumnya. Fraksi n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 60:40 dan 50:50 dari hasil kromatografi cair vakum digabung dan dikeringkan untuk dianalisis dengan KLT preparatif. Hal ini dilakukan karena mengingat pola Rf kedua fraksi tersebut hampir sama atau terulangkan dan diduga memiliki kandungan rhein (berdasarkan hasil KLT sebelumnya) sehingga bisa dilakukan pemisahannya secara seragam. Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan. Pengembang yang digunakan adalah campuran antara n-heksan : etil asetat dengan perbandingaaan 10:1. Pengembang yang digunakan adalah pengembang yang nonpolar ke arah semi polar, hal ini dilakukan karena pada KLT sebelumnya fraksi-fraksi tersebut dilakukan pada fraksi non polar (n-heksan) ke arah semi polar ( EtoAc). Fasa diam yang digunakan pada KLT biasa berbeda dengan KLT preparatif yaitu pada pelat kaca yang berukuran jauh lebih besar dibandingkan KLT biasa dan plat kaca pada KLT preparatif telah dituang dengan silika gel yang dicampur terlebih dahulu dengan air. Pertama-tama, pengembang disiapkan dan dimasukkan ke dalah chamber dan dijenuhkan. Setelah itu, fraksi 5 dan fraksi 6 yang sudah digabungkan dikeringkan sebelumnya, dilarutkan dalam etanol secukupnya. Kemudian ditotolkan pada plat KLT preparatif secara berderet sehingga membentuk pita sebagai garis awal pengembangan. Hal ini dilakukan agar mendapatkan pola kromatogram yang berbentuk pita (bukan titik) dan berwarna jelas. Kemudian dikeringkan di udara beberapa saat. Pengeringan tidak memakan waktu yang lama karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan fraksi yang sudah dikeringkan adalah etanol yang merupakan pelarut yang mudah menguap. Chamber yang berisi pengembang dibiarkan sampai jenuh sehingga totolan pada plat KLT

preparatif dapat naik dan terpisah dengan cepat dan merata. Untuk mengatahui pengembang sudah jenuh atau belum, bisa dengan cara memasukkan tanggan ke dalam chamber. Bila terasa hangat atau panas artinya pengembang sudha mulai jenuh. Setelah pengembang jenuh, plat KLT preparatif dimasukkan ke dalam chamber dan dielusi. Hasil KLT preparatif menunjukkan 2 pita yang memiliki nilai Rf yang berlainan. Kedua pita yang terbentuk hasil dari KLT preparatif berwarna kuning. Pita pertama (pita atas) memiliki nilai Rf sebesar 0,6 dan pita kedua (pita bawah) memiliki nilai Rf sebesar 0,4375. Hal tersebut sesuai dengan warna senyawa rhein pada sinar tampak, yaitu berwarna kuning. Warna-warna dari hasil KLT ini merupakan perwakilan dari tiap substansi yang terkandung dalam senyawa tersebut. Idealnya pada kromatografi lapis tipis preparatif, bercak yang didapatkan membentuk suatu pita yang lurus. Kedua pita yang terbentuk dikerok dan dimasukkan ke dalam botol vial lalu dilarutkan dalam etanol untuk melepaskan senyawa metabolit yang akan diambil dari penjerapnya, dalam hal ini adalah silika gel. Senyawa metabolit harus dilepaskan dari penjerapnya (silika gel) agar senyawa metabolit dapat diuji kemurniannya dengan KLT analitik untuk mengetahui kemurnian pada senyawa yang sudah diisolasi. Untuk dapat mengetahui fraksi mana yang mengandung senyawa rhein, dilakukan proses KLT kembali menggunakan plat silika gel tipis dengan metode kromatografi lapis tipis. Pada tahap ini dilakukan penotolan masing-masing pita hasil KLT preparatif yang didapatkan dengan pembanding ekstrak Rhei radix hasil praktikum sebelumnya (proses ekstraksi) sebagai pembanding Rf. Dari dua pita hasil KLT preparatif, ternyata yang mengandung senyawa rhein adalah pita bawah karena nilai Rf pita tersebut mempunyai nilai Rf yang tidak jauh berbeda dengan nilai Rf senyawa rhein hasil dari KLT analitik dengan pengembang nheksan : etil asetat (1:10). Hal ini dibuktikan dengan membandingkan Rf bercak hasil KLT preparatif tersebut yang berwarna pink pada pancaran sinar-UV 254 nm setelah disemprot dengan penampak bercak KOH 5%.

Tahapan selanjutnya adalah menguji apakah pita yang didapatkan mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu dengan menggunakan KLT dua arah. KLT dua arah adalah cara yang memungkinkan pemakaian lapisan penjerap yang lebih luas untuk memisahkan campuran yang mengandung banyak komponen. Selain itu, dua sistem pelarut yang sangat berbeda dapat dipakai secara berurutan pada campuran tertentu, jadi memungkinkan pemisahan campuran yang mengandung komponen yang kepolarannya sangat berbeda. KLT dua arah pada prinsipnya sama dengan KLT satu arah. Hanya saja pada KLT dua arah dapat digunakan pengembang kedua yang berbeda dan arah pengembangan yang kedua berbeda, membentuk 90o dari arah pengembangan pertama. Sebelum melakukan KLT dua arah, pita bawah hasil KLT preparatif yang sudah dilarutkan dalam etanol dikembangkan dengan eluen yang sama, yaitu n-heksan : etil asetat (10:1) ditotolkan pada plat KLT lalu dikembangkan dalam chamber yang berisi

pengembang yang telah dijenuhkan kemudian dilihat berapa spot / bercak hasil KLT tersebut. Hasil dari KLT pita bawah hasil KLT preparatif menghasilkan 2 spot / bercak yang berwarna kuning dan berubah menjadi pink setelah disemprot dengan KOH 5%. Hasil kromatogram yang ideal hanya terdapat satu bercak karena merupakan fraksi yang telah dimurnikan dengan menggunakan KLT preparatif, namun hasil yang didapatkan terdapat dua bercak dan memiliki nilai Rf yang berlainan, tetapi keseluruhannya memiliki karakter yang sama yaitu berwarna kuning pada sinar tampak. Perbedaan Rf kemungkinan disebabkan oleh penotolan pada pelat yang tidak merata dan terlalu tebal sehingga proses terlarutnya komponen oleh pengembang tidak berlangsung serempak. Ketika lapisan totolan pada bagian atas telah terbawa, lapisan bawahnya masih tertinggal di tempat semula. Atau pada proses kemurnian pun, didapat hasil yang tidak murni, yaitu dua bercak yang terdapat dalam kromatogram hasil KLT analitik adalah senyawa yang berbeda. Dua bercak ini merupakan senyawa lain yang menandakan bahwa isolat yang dihasilkan dari kromatografi lapis tipis preparatif belum murni.

D. PENENTUAN KADAR MINYAK ATSIRI DENGAN METODE DESTILASI UAP STAHL Pada percobaan kali ini dilakukan isolasi dan penetapan kadar minyak atsiri dari Rhei radix dengan cara destilasi uap Stahl. Destilasi uap Stahl adalah metode destilasi yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari suatu senyawa simplisia. Metode destilasi digunakan pada bagian tanaman yang mengandung minyak atsiri, dalam hal ini digunakan Mentha herba. Prinsip dasar dari destilasi adalah perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat). Kelebihan dari destilasi uap Stahl ini adalah dapat menetapkan kadar minyak atsiri yang diperoleh secara langsung dengan mengukur volume minyak atsiri yang terukur pada alat. Destilasi uap Stahl merupakan metode yang sederhana dan menggunakan pelarut air karena air mempunyai titik didih lebih besar dari minyak atsiri sehingga pemisahan dengan destilasi dapat dilakukan. Dalam penentuan kadar minyak atsiri dengan metode destilasi uap Stahl, hal yang pertama adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dan dikeringkan untuk mencegah adanya kontaminan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Simplisia Rhei radix yang digunakan dipotong-potong terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran partikel sehingga minyak atsiri dapat keluar dengan lebih mudah dari sel dan untuk memperluas permukaan simplisia sehingga semakin banyak simplisia yang berinteraksi dengan larutan penyari. Setelah dipotong-potong, simplisia ditimbang sebanyak 33,4 gram kemudian simplisia dimasukkan ke dalam labu Stahl. Simplisia tersebut dicampurkan dengan sejumlah tertentu air hingga seluruh simplisia dalam labu terendam atau 2/3 dari volume labu terendam. Penambahan air hingga simplisia terendam bertujuan agar isolasi minyak atsiri yang terkandung di dalamnya dapat lebih optimal sehinggga didapat jumlah minyak atsiri yang lebih banyak. Air dapat menembus ke dalam pori-pori sel dan membawa komponen yang terkandung di dalamnya untuk keluar. Selain itu, air merupakan pelarut yang

bersifat polar. Air dapat menarik metabolit yang bersifat polar maupun non polar. Pelarut polar termasuk pelarut yang tidak selektif sehingga dapat menarik hampir seluruh metabolit yang terdapat pada tanaman, termasuk minyak atsiri. Walaupun air dan minyak atsiri memiliki kepolaran yang berbeda, teteapi air tetap bisa menarik minyak atsiri keluar dari sel tumbuhan. Selain itu, dengan pemasanan kepolaran air akan menurun karena merenggangnya ikatan hidrogen antar molekul air sehingga momen dipolnya menurun dan kepolarannya pun menurun. Oleh karena itu, air dapat lebih mudah menarik minyak atsiri dari sel tumbuhan. Air dan uap air akan menembus dinding sel dengan adanya panas, minyak atsiri akan terbawa oleh uap air. Pada pendinginan, minyak atsiri akan tekondensasi dan terpisah dari airnya. Penambahan air juga untuk melarutkan simplisia sehingga pemanasan terjadi merata, tidak hanya pada bagian bawah labu yang bisa menimbulkan kegosongan. Setelah simplisia dan air berada di dalam labu Stahl, ditambahkan boiling chip ke dalam labu. Penambahan boiling chip ke dalam labu Stahl bertujuan untuk menghindari adanya bumping atau letusan akibat gelembung air yang dihasilkan ketika pemanasan. Dengan adanya boiling chip, gelembung air akibat pemanasan akan diserap dan tidak akan terjadi bumping atau letusan. Setelah labu Stahl siap, rangkaian alat destilasi Stahl dipasang dan direkatkan dengan vaselin agar rangkaian alat tidak lepas dan tidak terjadi kebocoran selama destilasi berlangsung. Setelah rangkaian alat destilasi Stahl dipasang, alat pemanas yang berada dibawah labu Stahl (mantel heater) dinyalakan dan diatur suhunya. Destilasi dilakukan selama 3 jam. Larutan sampel (simplisia dengan air) akan mendidih dan menghasilkan uap air, yang di dalamnya juga berisi minyak atsiri, karena dengan pemanasan kepolaran air akan berkurang sehingga bisa melarutkan minyak atsiri yang bersifat non polar, kemudian uap air akan menuju kondensor dan mengalami kondensasi sehingga uap akan kembali wujudnya menjadi cairan. Titik didih minyak atsiri lebih rendah daripada titik didih air sehingga minyak atsiri akan terbawa juga dalam uap air. Proses ini akan berlangsung terus-menerus selama destilasi berlangsung. Air dan uap air akan menembus dinding sel dan dengan adanya panas, minyak atsiri akan terbawa oleh uap air. Pada pendinginan, minyak

atsiri akan terkondensasi dan terpisah dari airnya. Minyak atsiri dari curcuma rhizoma akan berada di lapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil dari berat jenis air. Minyak atsiri yang dihasilkan berwarna kuning dan berbau khas seperti menthol. Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Destlasi dihentikan hingga destilasi berjalan lambat tapi teratur. Dari hasil destilasi 33,4 gram simplisia Mentha herba, di dapat minyak atsiri sebanyak 0,3 mL. Kadar minyak atsiri dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :Kadar (% v / b) Volume (mL ) x100 % Bobot sampel

Dari hasil perhitungan kadar, didapat 0.9% minyak atsiri yang terdapat dalam Mentha herba. Menurut literatur, unsur utama dari daun Metha herba adalah minyak atsiri (0,5-4%), yang mengandung mentol (30-55%) dan menthone (14-32%). Mentol terjadi kebanyakan dalam bentuk bebas alkohol, dengan jumlah kecil sebagai (% 3-5) asetat dan Valerat ester. Monoterpen lain yang hadir termasuk isomenthone (2-10%), 1,8-cineole (6-14%), a-pinene (1,0-1,5%), b-pinene (1-2%), limonene (1 5%), neomenthol (2.5-3.5%) dan menthofuran (1-9%). Persentase yang sangat kecil ini dapat disebabkan oleh adanya keterbatasan waktu pada saat proses destilasi sehingga volume minyak atsiri yang dihasilkan belum maksimal. Seharusnya destilasi dihentikan setelah tetesan hasil destilasi sudah konstan cenderung melambat sehingga seluruh kandungan minyak atsiri dalam simplisia dapat tertarik secara sempurna.

VIII. KESIMPULAN 1. Senyawa rhein dapat diisolasi dari simplisia Rhei radix, tetapi isolat yang didapatkan tidak murni. 2. Kadar minyak atsiri yang didapatkan dari simplisia Mentha herba sebesar 0,9%.

DAFTAR PUSTAKA ESCOP. 2003. ESCOP Monographs : The Scientific Foundation for Herbal Medicinal Products. The European Scientific Cooperative on

Phytotherapy. United Kingdom. Gandjar, Ibnu Gholib., Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Gritter, R.J., James M. Bobbit, dan Arthur E. S. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung. Gunawan, D., Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta. Harborne, J.B. 2006. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung. Ikan, Raphael. 1991. Natural Products : A Laboratory Guide. Academic Press. United Kingdom. John, S. B. 1979. Plant Sytematics. MG Graw Hill Book Company. USA. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta. Lutony, T. L. dan Y. Rahmayanti. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penebar Swadaya. Jakarta. Poedjiadi. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerbit ITB. Bandung. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta. Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Yogyakarta. Wagner, Hildebert, Sabine Bladt, dan V. Rickl. 1996. Plant Drug Analysis : A Thin Layer Chromtography Atlas. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA ISOLASI SENYAWA RHEIN DARI AKAR KELEMBAK (Rhei radix) DAN ISOLASI SENYAWA MINYAK ATSIRI DARI DAUN MINT (Mentha folium)

Disusun oleh: Josi Meika Mutmainah Aldila Indah Refiani Natur Yasinka Silviana Dewi Avianti Dianti Nofriani Novita Chandra Harna Liestianing Putri Ridha Tria 260110090028 260110090029 260110090030 260110090031 260110090032 260110090033 260110090034 260110090036

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2011