refleksi apologetis pada isu suap - sttb

33
STULOS 19/1 (JANUARI 2021) 32-64 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP DI KALANGAN ORANG KRISTEN Vikalia Kaparang & Togardo Siburian GKY Palembang; STT Bandung [email protected]; [email protected] Abstrak : Tulisan ini ini bertujuan untuk membahas isu suap di kalangan orang Kristen dari perspektif iman injili. Praktik suap nyata dalam berbagai aspek hidup, secara eksternal dan internal di dalam gereja, sehingga memunculkan penilaian negatif tentang kekristenan. Adapun riset yang dilakukan adalah studi literatur. Melalui penilaian apologetis, mencoba menjernihkan worldview Kristen yang secara tegas menolak semua bentuk praktik suap, karena bertentangan dengan prinsip etis iman Kristen dalam penggunaan uang sebagai mamonisme dan tidak bermuara kepada Allah sebagai pemilik uang dan harta umat-Nya sendiri. Ini bertentangan dengan karakter Allah, ketidakbergantungan kepada Allah, dan menghina firman Allah. Sejatinya, jaminan orang Kristen didasarkan pada pemeliharaan Allah, sejalan dengan tanggung jawab pengelolaan kepemilikan uang dalam hidup orang Kristen. Sehingga pada akhirnya, melalui apologetika injili diharapkan dapat mengarahkan totalitas hidup orang Kristen hanya dan bagi kemuliaan Allah. Kata Kunci : apologetika, teisme, suap, uang, orang Kristen, iman. Abstract : This paper aims to discuss the fact that bribery is corrupted among Christians from an evangelical apologetic perspective. The practice of bribery among Christians occurs in various aspects of life, both externally and internally in the church. This condition gave rise to negative reactions from non-Christians who stigmatized false Christian teachings. The research conducted is literature study. Evangelical apologetics is a means of solving the problem of bribery among Christians, not just attacks or doctrinal deviations. Through evangelical apologetics, clarifying the worldview that deviates from the Christian faith which underlies the lifeview of bribery. Efforts to affirm and proclaim the Christian faith which firmly reject all forms of bribery, because it is contrary to the nature and character of God, is independent of God and insults the Word of God. And contrary to the principle of Christian life in the use of money, all of which lead to the glory of God as the owner of money and the assets

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS 19/1 (JANUARI 2021) 32-64

REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

DI KALANGAN ORANG KRISTEN

Vikalia Kaparang & Togardo Siburian

GKY Palembang; STT Bandung

[email protected]; [email protected]

Abstrak : Tulisan ini ini bertujuan untuk membahas isu suap di kalangan

orang Kristen dari perspektif iman injili. Praktik suap nyata dalam

berbagai aspek hidup, secara eksternal dan internal di dalam

gereja, sehingga memunculkan penilaian negatif tentang

kekristenan. Adapun riset yang dilakukan adalah studi literatur.

Melalui penilaian apologetis, mencoba menjernihkan worldview

Kristen yang secara tegas menolak semua bentuk praktik suap,

karena bertentangan dengan prinsip etis iman Kristen dalam

penggunaan uang sebagai mamonisme dan tidak bermuara kepada

Allah sebagai pemilik uang dan harta umat-Nya sendiri. Ini

bertentangan dengan karakter Allah, ketidakbergantungan kepada

Allah, dan menghina firman Allah.

Sejatinya, jaminan orang Kristen didasarkan pada pemeliharaan

Allah, sejalan dengan tanggung jawab pengelolaan kepemilikan

uang dalam hidup orang Kristen. Sehingga pada akhirnya, melalui

apologetika injili diharapkan dapat mengarahkan totalitas hidup

orang Kristen hanya dan bagi kemuliaan Allah.

Kata Kunci : apologetika, teisme, suap, uang, orang Kristen, iman.

Abstract : This paper aims to discuss the fact that bribery is corrupted among

Christians from an evangelical apologetic perspective. The practice

of bribery among Christians occurs in various aspects of life, both

externally and internally in the church. This condition gave rise to

negative reactions from non-Christians who stigmatized false

Christian teachings. The research conducted is literature study.

Evangelical apologetics is a means of solving the problem of bribery

among Christians, not just attacks or doctrinal deviations. Through

evangelical apologetics, clarifying the worldview that deviates from

the Christian faith which underlies the lifeview of bribery. Efforts to

affirm and proclaim the Christian faith which firmly reject all forms

of bribery, because it is contrary to the nature and character of

God, is independent of God and insults the Word of God. And

contrary to the principle of Christian life in the use of money, all of

which lead to the glory of God as the owner of money and the assets

Page 2: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 33

of His own people. In fact, Christian life security is based on the

existence and care of God, in line with the responsibility of

managing the ownership of money in the Christian life. So, in the

end, through Evangelical Apologetics can direct the totality of

Christian life only and for the glory of God.

Keywords : apologetic, theism, bribery, money, Christian, faith

PENDAHULUAN

Suap merupakan salah satu bentuk tindakan korupsi yang telah menjadi

kultur etnik dan popular. Di mana praktik suap-menyuap bisa dengan

mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhana suap

dapat dikenal juga sebagai “sogok” atau “uang pelicin”.

Bukan hanya dalam dunia usaha, suap-menyuap terjadi juga di

dalam lingkungan orang beragama, misalnya seorang pengusaha yang

bergerak di bidang media televisi, sekaligus sebagai “senior pastor”

melakukan suap kepada dua pejabat publik komisioner Komisi

Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk monopoli usaha.1 Kasus

suap juga terlihat pada seorang pengusaha Kristen yang memanipulasi

lahan milik Pemda, di mana KPK menemukan setumpuk bukti termasuk

penyogokan kepada hakim oleh pengacaranya.2 Di bidang hukum, suap

pun terjadi pada seorang pengacara Kristen di Medan. 3 Dalam dunia

politik, situasi ini lebih vulgar lagi; tim pemenangan caleg Kristen

menyiapkan “Uang atau barang sebagai uang panjar untuk memilih caleg

tersebut dan secara terang-terangan dibagi-bagikan di TPS, dengan

menggerakan para tokoh agama yang mempunyai basis massa besar.”4

Bahkan yang lebih ironi lagi, dalam kaitannya dengan peribadahan,

gereja harus melakukan suap kepada pihak tertentu demi melancarkan

1 Ini adalah percakapan informal dan informasi rinci disimpan penulis untuk

menghindari wasangka.

2 Lih.http://reformata.com/news/view/6116/orang-kristen-banyakterlibat

korupsi; (diakses 28 September 2015). 3 http://www.kompasiana.com/danielht/tragedi-o-c-kaligis-karena-ingkar-jan-

jinya-kepadaTuhan_55a5da5bb49373a41138eba (diakses 28 September 2015). 4 Patrick Jimrev Rimbing, “Money Politics Dalam Pemilihan Legislatif Di

Kota Manado,” Jurnal Politico (2015): 11 dalam ejournal.unsrat.ac.id.

Page 3: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

34 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

peribadahan di hari Minggu. Berdasarkan hasil wawancara, gereja

memberikan sejumlah uang kepada oknum-oknum tertentu agar

peribadahan dapat berlangsung. Selain itu, dalam urusan internal gereja,

suap telah menjadi hal biasa untuk mendapatkan posisi struktural dalam

gereja lokal, seperti dalam pengangkatan penatua jemaat atau posisi

dalam kemajelisan gereja lokal.5

Fakta-fakta di atas memperlihatkan permasalahan suap di kalangan

orang Kristen merupakan perilaku akut dan “penyakit” kronis, yang telah

membudaya dalam kehidupan berbagai aspek sosial, politik, ekonomi.

Secara budaya ada tuntutan yang dianggap wajar dalam suap-menyuap

untuk memperoleh kuasa atau tuntutan survive dalam dunia kerja demi

kebutuhan hidup. Orang Kristen seakan-akan di tempatkan dalam

dilematis antara taat kepada Tuhan atau pada mamon. Untuk menghadapi

isu suap-menyuap ini dibutuhkan pertanggung jawaban iman Kristen

untuk menjernihkan ajaran dan mengatasi tuduhan “orang luar terhadap

kekristenan dan gereja-gereja.”

Pandangan dunia Kristen adalah suatu pola konseptual Kristen

untuk melihat apapun yang terjadi di depan mata dan kehidupan. Ia

adalah sudut pandang yang menyaring pemahaman seseorang pada

sesuatu pekerjaan dan tindakan, termasuk dalam bergereja. Teisme

Kristen memahami Allah adalah Penguasa ultima. Pandangan dunia

alkitabiah berkonflik terhadap pandangan dunia lain, misalnya: ateisme,

deisme, dan teisme terbuka sekalipun. Ajaran Kristen mendorong iman

Kristen untuk memilih taat kepada Allah atau takut kepada manusia;

percaya kepada Allah atau percaya kepada Mamon.

Dalam level worldview inilah apologetika Kristen kekinian harus

dilakukan dengan mengkaji suatu konsep filosofis, di mana pentingnya.

Studi apologetika adalah bentuk kajian pertangggunjawab iman Kristen

terhadap ideologi hidup tertentu, khususnya usaha menjernihkan

kesalahan cara pikir orang Kristen, sekaligus memproklamasikan ajaran

Kristen.

5 Percakapan personal secara tidak terstruktur kepada rekan hamba Tuhan di

suatu gereja pada 27 September 2015.

Page 4: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 35

TERMINOLOGI “SUAP”

Secara umum, kata “suap” berasal dari kata Prancis, bribe yang berarti

bits, scraps, snatches, piecemeal.6 Secara literal berarti sedikit, potongan,

potongan-potongan. Dalam penggambaran metaforanya, memiliki makna

hal yang diberikan kepada pengemis atau memberikan sepotong roti

kepada pengemis.7 Sedangkan kamus yang lain menmberi arti “bribe”

sebagai ”a piece of bread given to a beggar; Picard brife, a fragment of

bread.” 8 Jadi, istilah suap ini memiliki makna suatu tindakan amal,

hadiah kecil, dimaksudkan kepada mereka yang kurang beruntung.

Sesuatu yang diberikan tanpa bermaksud untuk merusak, melainkan

mendukung yang lemah.9 Namun dalam perkembangannya, kata itu telah

bergeser maknanya menjadi memperoleh atau menawarkan sesuatu,

terutama uang untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu yang

ilegal atau salah.10 Jika dibandingkan dengan pernyataan Samuel Johnson

yang memberi definisi, “bribe (French), “a reward given to pervert the

judgment or corrupt the conduct; bribery, the crime of giving or taking

rewards for bad practices; Bribe (v,a) to fee, hire, corrupt integrity, to

buy over, or gain by bribes; to give bribes, rewards, or hire, to bad

purpose.11 Dari definisi ini dapat dipahami bahwa suap adalah hadiah

yang diberikan untuk ‘memutarbalikan tindakan’, karena bentuk kata

kerjanya dinyatakan sebagai pembiayaan atau pembelian melebih-

lebihkan untuk mendapat keuntungan yang bertujuan buruk.

Pada abad ke 14, seorang penulis kontemporer Inggris bernama

Chaucher menggunakan kata “bribery” yang memiliki “ide pemerasan”

pada jumlah uang yang diminta. Oxford Advanced Learned Dictionary,

6 Coulin, Paperback French Dictionary (London: Collins, 1998), 49. 7 Dhirendra Verma, Word Origins: An Exhaustive Compilation of The Origin

of Familiar Words and Phrases (New Delhi: Sterling Paperbacks, 2008), 53. 8 Walter W. Skeat, The Concise Dictionary of English Etymology

(Cumberland: Wordsworth, 1993), 51. 9 Alexandra Addison Wrage, Bribery and Extortion (t.t.: Greerwood Pub.

Group, 2007), 8. 10 Dhirendra Verma, Word Origins: An Exhaustive Compilation of The

Origin of Familiar Words and Phrases, 53. 11 Samuel Johnson, The Synonymus Etymological And Pronouncing English

Dictionary (London: Walker, 1805), 47.

Page 5: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

36 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

mengkategorikan “bribe” menjadi dua bentuk kata: noun, “a sum of

money or something valuable that you give or offer to somebody to

persuade them to help you especially by doing something dishonest” dan

verb: somebody (with something)-somebody (into doing something) to

give somebody money or something valuable in order to persuade them

to help you, especially by doing something dishonest. 12 Seiring

perkembangannya pada abad ke-16 M, arti suap telah terbalik berarti

menuntut uang, bukan orang yang memberikannnya. Tuntutan ini

berubah dari bujukan yang seharusnya sukarela untuk sesuatu yang

diminta menjadi ancaman atau kekerasan. 13 Jadi, adanya kandungan

ancaman atau kekerasan dari orang yang menuntut uang, bukan orang

yang memberikannya. Oleh karena itu, pengertian suap sekarang dibagi

menjadi dua istilah dalam bahasa Inggris, yaitu: a mouthful: mencari

sesuap nasi (figurative) to earn a living –to eat with the hand. Dan bribe:

dia mencoba menyuap seorang pejabat pemerintah.14

Dalam KBBI kata “suap” dimengerti secara literal berarti sesuatu

yang dipakai untuk memasukan makanan; namun secara legal

disetarakan dengan “sogok” yang bermakna digunakan untuk menyogok,

dalam hal ini ‘uang’.15 Namun, dalam Kamus Inggris-Indonesia makna

“legal” bribe sangat kuat dengan diterjemahkan sogok dalam arti: uang

sogok, suap, uang semir.16 Berdasarkan pengertian ini, maka dapat dilihat

bahwa dalam bentuk kata benda suap menunjuk pada benda bernilai yang

dipakai secara figuratif, sedangkan bentuk kata kerja menunjuk pada

tindakan yang melibatkan seseorang yang memberi dan menerima suap.

Kedua bentuk kata itu berfokus pada sifat legalnya yang berkonsekuensi

hukum dan kejahatan kriminal.

12 Hornby, Oxford Advanced Learned Dictionary (New York: University

Press, 2000), 145. 13 Roger W. Shuy, The Language Bribery Case (oxford: Oxford University

Pres, 2013), 13-14. Lih. juga Lindsay Johnston, Business Law and Ethics: Concepts,

Methodologies, Tools, and Applications (Hershey: IGI Global, 2010), 147. 14 Peter Salim, The Contemporary Indonesian-English Contemporary

Dictionary (Jakarta: Modern English Press, t.t.), 1113. 15 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 861. 16 John Echols, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1967), 81.

Page 6: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 37

SUAP-MENYUAP DAN GEREJA

Dalam Sejarah Gereja

Stowckell mengatakan bahwa suap adalah cara umum untuk

pengangkatan paus, setidaknya 40 paus diketahui telah melakukan suap.

Symmachus (498-514) memenangkan pertempuran suap untuk menjadi

Paus terhadap anti-paus saingan Lawrence.17 Gereja Nestorian pada abad

ke-9 melaporkan terjadi penyalahgunaan uang gereja dalam hierarki

gereja, di mana sistem sogokan dipakai sebagai jalan untuk memperoleh

jabatan uskup atau mendalangi urusan gereja.18 Di samping itu juga, suap

dilakukan agar terbebas dari penganiayaan Kaisar. Hal ini terjadi pada

masa pemerintahan Kaisar Decius (249-251). Kondisi yang megharuskan

orang Kristen mencoba memberikan uang suap kepada imam-imam kafir,

agar mereka mendapat sepucuk surat kesaksian bahwa mereka telah

mempersembahkan korban dupa di atas mezbah kaisar. Jika tidak maka

akibatnya akan dianiaya dan disiksa, sebab itu melakukan suap adalah

satu-satunya pilihan agar tetap hidup.19

Dalam Gereja Masa Kini

Pada masa kini pun suap dalam gereja tetap terjadi, menurut pengamatan

Makow bahwa: “Banyak dari gereja yang anda lihat sebenarnya

merupakan kantor bagi liberalisme. Merupakan sesuatu yang sulit bagi

pemuka agama untuk menolak setengah juta dolar jika itu disodorkan

sebagai sogokan, dan mereka bisa mendapatkan lebih banyak.

Sebenarnya, satu gereja yang saya ketahui mendapatkan sepuluh juta

dolar setahun! Jadi, mereka menerima sejumlah uang.”20

17 Antony Stockwell, A Corrupt Tree: an Encyclopaedia of Crimes

Committed by the Church of Rome Against Humanity and The Human Spirit, Vol. 1

(t.p.: Xlibris Corporation, 2013), 103. 18 Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 71. 19 H. Berkhof & I. H. Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2009), 47-48. 20 Henry Makow, Illuminati: Dunia Dalam Genggaman Perkumpulan Setan

(Jakarta: Ufuk Publishing House, 2015), 144..

Page 7: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

38 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

Isu suap khususnya pada gereja di Indonesia pada masa kini, yaitu

suap demi izin membangun gereja dan beribadah. Dalam konteks

masyarakat Indonesia yang multi religi, di mana sikap superior dari

mayoritas pemeluk agama tertentu menimbulkan kesulitan untuk

meminta izin membangun tempat ibadah, sehingga tindakan suap

diperlukan, di kedua belah pihak. Fakta di lapangan, melakukan suap

agar dapat mendirikan gedung gereja dengan cara membuat surat

pernyataan persetujuan warga untuk mendapatkan tanda tangan dan KTP

sebagai tanda pernyataan persetujuan warga.21 Bukan hanya itu, faktanya

banyak suap kecil-kecilan bagi keamanan, untuk mempercepat proses

pembangunan termasuk untuk maintenance gedung gereja, bahkan “uang

keamanan” tertentu ketika beribadah di hari Minggu atau hari raya.

Namun, ternyata praktek suap ada juga dalam kehidupan internal

berjemaat. Ini melalui persembahan kepada gereja, misalnya dengan

memberikan persembahan persepuluhan, maka Tuhan akan segera

membalas dengan berkat materi yang berkelimpahan kepada jemaat.

Pemahaman ini diajarkan melalui khotbah-khotbah mimbar ataupun

pengajaran-pengajaran yang selama ini dikenal dengan teologi sukses.22

Dengan dasar argumentasi alkitabiah, “memberi” maka akan “diberi”

“menabur banyak akan menerima banyak”.

Penglihatan secara khasat mata di dalam gereja tertentu,

persembahan khusus jemaat (buat pembangunan gereja ataupun pribadi

bagi pemimpin gereja), maka orang yang memberi banyak dapat

“mengatur apa yang dimauinya atas pemimpin gereja. Bahkan dapat

mengatur materi kotbah apa yang perlu dan patut disampaikan di

mimbar. Ada adagium bergereja lokal yang sering kita dengar adalah

“nyumbang sedikit mau ngatur banyak”. Perilaku ini merupakan bentuk

suap demi kekuasaan dalam kehidupan internal gereja yang terselubung.

21 www.voa-islam.com/.../insiden-ciketing-dipicu-pemals; Internet; diakses

29 November 2020. Uang suap yang diberikan berkisar dari Rp 100.000 hingga 1

juta rupiah. 22Lih. Herlianto, Teologi Sukses: Antara Allah dan Mamon (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2006), 190.

Page 8: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 39

Akibat Praktik Suap

Secara Personal. Ini soal integritas yang menggambarkan banyak

dimensi keberadaan pribadi orang Kristen yang harus selaras satu sama

lain. Antara keinginan dan tindakan selaras dengan arah pilihannya

sekalipun dalam situasi rumit. Sehingga kejujuran dan integritas yang

sungguh-sungguh perlu bagi orang Kristen.23 Namun, fenomena yang ada

di dunia sekarang, orang Kristen lebih menonjolkan nilai-nilai baru,

sikap mementingkan diri sendiri, garang, memberontak, cabul, dan kasar

yang mengacu pada degradasi moral,24 dan kasus suap di antara sekian

banyak kasus lain yang melibatkan orang Kristen. 25 Tentu hal ini

berdampak pada rusaknya integritas orang Kristen. Orang Kristen tidak

lagi hidup sesuai dengan firman Tuhan, sebab apa yang ada dibibirnya

tidak sama dengan apa yang ada dihatinya. Orang Kristen sering

menetapkan aturan main sendiri tentang bagaimana seharusnya

kehidupan Kristen.26

Bartono dalam bukunya Today’s Business Ethics mengatakan

bahwa para pelaku suap telah mengabaikan pentingnya etika dan

moralitas dalam kehidupan sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri bahwa

praktek suap mengakibatkan kualitas mental dan moral yang rusak. 27

Situasi ini semakin diperparah jika moralitas gereja atau Kristen yang

diwarisi bukanlah merupakan moralitas kristiani yang alkitabiah28 tetapi

moralitas keduniawian.

Secara Komunal. Dalam kehidupannya, gereja menjadi sebuah

tanda dan melalui kehadirannya Allah dimuliakan dalam dunia.

23 John W. De Gruchy, Agama Kristen dan Demokrasi: Suatu Teologi Bagi

Tata Dunia yang Adil (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 198. 24 John MacArthur, Kitab Kepemimpinan: 26 Karakter Pemimpin Sejati

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 206. 25 Ibid. 26 Sinclair B. Ferguson, Hati yang Dipersembahkan Kepada Allah (Surabaya:

Momentum, 2002), 2. 27 Bdk. Bartono dkk., Today’s Business Ethics (Jakarta: Gramedia, 2005),

vii. 28 Eka Darmaputera, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia: Teks-teks

Terpilih Eka Darmaputera, L. Sinaga dkk, ed. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005),

576.

Page 9: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

40 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

Pengorbanan gereja hanya sah apabila kesaksiaannya itu otentik menurut

kehendak Tuhan. Karena gereja bukan eksis untuk dirinya sendiri, tetapi

untuk dunia, maka gereja harus menjadi gereja yang sesungguhnya.

Gereja tidak boleh menjadi seperti dunia. Salah satu fungsi dan tugas

gereja menjadi kesaksian bagi dunia29 ternodai dengan perilaku-perilaku,

baik pemimpin ataupun orang Kristen yang terlibat dalam kasus suap.

Akibat perilaku suap dari beberapa orang Kristen, setidaknya

merusak kesaksian gereja. Pelaku suap dari orang Kristen memang

bersifat perorangan, tetapi kenyataannya tidak bisa dipungkiri setiap

orang Kristen disebut sebagai gereja, sekaligus paralel secara komunal

orang Kristen adalah gereja. Ini sangat merusak kesaksian gereja secara

keseluruhan.30

TERMA “SUAP” DAN PRAKTIK SUAP-MENYUAP DALAM

ALKITAB SEBAGAI PENYIMPANGAN IMAN

Istilah “Suap”dalam Alkitab

Di dalam Alkitab, kata ‘menyuap’ atau ‘penyuapan’ dapat ditemukan

lebih dari dua puluh lima kali dalam Perjanjian Lama. Namun, di dalam

Perjanjian Baru tidak ditemukan kata suap ataupun penyuapan dan juga

tidak ada peringatan langsung melarang suap kecuali kasus menyiratkan

perilaku suap itu sendiri.31 Berikut kata “suap” dalam Perjanjian Lama:

Kata Ibrani Arti Teks Suap32

Natan

Mattanah

Hadiah Amsal 15:27 dan

Pkh 7:7

Terumah Persembahan Amsal 29:4

Shillum Konsep Perdamaian Mikah 7:3

29 Lih. Koerniatmanto Soetoprawiro, Bukan Kapitalisme, Bukan Sosialisme:

Memahami Keterlibatan Sosial Gereja (Yogyakarta: t.p., 2003), 53. 30 Bdk.D. J. Wyrtzen, “Meditations on Bribery,” Jurnal Stulos Vol 13/1

(April 2005), 5-17. 31 Michael A. Rynkiewich, “Bribery,” dalam Joel B. Green, Ed., Dictionary

of Scripture and Ethics (Grand Rapids: Baker Academic, 2011), 109. 32 James Strong, The New Strong’s Exhaustive Concordance of The Bible

(Nashville: Thomas Nelson Pub., 1978), 37.

Page 10: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 41

Basa, Besa Memotong Keluaran 18:21

Kopher Tebusan, terkait dengan

menenangkan dengan

hadiah

Amsal 6:35, 1

Samuel 12:3,

Amos 5:12

Shohad Hadiah-Suap Amsal 17:8,

17:23, 21:14,

Kel 23:8, Ul 10:17,

16:19, 27:25,

Ayub 6:22, 15:34,

Mzm 15:5, 26:10,

Yes 1:23, 5:23,

33:15, Mikha 3:11,

1 Sam 8:3,

2 Taw 19:7,

Yeh 16:33, 22:12,

1 Raj 15:18-20, 2

Raj 16:8

Dari fakta di atas, penggunaan kata-kata Ibrani yang diterjemahkan

suap, yaitu: mattana, terumah, shillum, besa dan, kopher

mengindikasikan bahwa suap terkait dengan hadiah, persembahan,

imbalan, keuntungan, dan tebusan. Sedangkan kata yang selalu

diterjemahkan suap atau hadiah adalah shohad. Hal ini dipandang untuk

mencegah konflik yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu, orang Israel

kuno mungkin melihat suap sebagai sesuatu hadiah rahasia untuk

mencegah kemarahan, murka (Amsal 21:14), dan memberikan sesuatu

yang berharga.33 Itu dapat dikatakan bahwa tindakan penyuapan adalah

pemberian uang atau nikmat kepada orang yang berada dalam posisi

kepercayaan (misalnya hakim atau pemerintah resmi), untuk

memutarbalikkan penilaiannya atau rusak tindakannya. Hal ini

merupakan suatu tindakan yang dimaksudkan untuk membuat orang

bertindak secara ilegal, tidak adil, atau tak bermoral.34Singkatnya, “suap”

diartikan memberikan sesuatu yang berharga kepada seseorang yang

memiliki otoritas untuk mempengaruhi keputusan atau tindakan orang

33 Lih. Richard L. Langston, Bribery and The Bible (Singapore: Campus

Crusade Asia, 1991). 34 L. Morris, “Bribery” dalam R. K. Harrison, ed. Encyclopedia of Biblical

and Christian Ethics, (Nashville: Thomas Nelson, 1798).

Page 11: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

42 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

itu. 35 Jadi, suap merupakan sebuah bujukan yang tidak sesuai untuk

mempengaruhi fungsi pejabat publik tanpa alasan. Dengan demikian,

tindakan suap mencoba mempengaruhi seseorang yang memiliki kuasa

untuk melakukan sesuatu yang melanggar norma.

Praktik dalam Perjanjian Lama

Praktik suap sudah terjadi sejak jaman Perjanjian Lama. Allah melarang

suap sangat awal dalam sejarah Israel. Selama Ia membentuk Israel

menjadi suatu bangsa, Allah memberikan perintah untuk tidak

melakukan suap terkait dengan hak-hak manusia, secara hukum didalam

pengadilan, seperti berikut, “Suap janganlah kauterima, sebab suap

membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan

perkara orang-orang yang benar” (Keluaran 23:8). Hal ini terjadi karena

praktek suap dalam bentuk “pemberian hadiah” merupakan hal yang

memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi keputusan yang adil pada

zaman itu. 36 Salomo tidak bermaksud bahwa praktek suap dapat

dilakukan, tetapi dia sedang mengkontraskan dengan intisari dari

pandangan dunia yang benar, “Siapa loba akan keuntungan gelap,

mengacaukan rumah tangganya, tetapi siapa membenci suap akan hidup”

(Amsal 15:27). Salomo menggambarkan bahwa praktik suap merupakan

hal yang umum dilakukan pada masa itu, maka tidak heran ketiga bagian

Amsal berikut sering dipakai sebagai ayat yang “seolah-olah” menyetujui

praktek suap, seperti yang tertulis di bawah:

Hadiah suapan adalah seperti mestika di mata yang memberinya, ke

mana juga ia memalingkan muka, ia beruntung, Amsal 17:8

Hadiah memberi keluasan kepada orang, membawa dia menghadap

orang-orang besar. Amsal 18:16

35 Lihat juga, Walter A. Elwell, Encyclopedia of the Bible. (Grand Rapids:

Baker Book House, 1988), I:380. 36 Walter C. Kaiser, Ucapan-ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Lama, terj.

(Malang: Literatur SAAT, 2007), 195.

Page 12: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 43

Pemberian dengan sembunyi-sembunyi memadamkan marah, dan

hadiah yang dirahasiakan meredakan kegeraman yang hebat. Amsal

21:14. 37

Dalam berita Nabi, umat Israel ditegur keras karena telah

menyimpang dari maksud Allah, salah satu bentuk penyimpangannya

adalah praktik suap, misalnya, “nubuat nabi Yesaya yang secara khusus

menegur kondisi para pemimpin bangsa Israel pada zamannya yang suka

dengan menerima suap dan mengejar sogok (Yesaya 1:23).” 38 Allah

mengirimkan para nabi untuk memberikan peringatan dan

memberitahukan kesalahan yang telah dilakukan umat Israel demikian,

“Padamu orang menerima suap untuk mencurahkan darah, engkau

memungut bunga uang atau mengambil riba dan merugikan sesamamu

dengan pemerasan, tetapi Aku kau lupakan, demikianlah firman Tuhan

ALLAH” (Yeh 22:12). Bahkan, kondisi kehidupan umat Israel begitu

bobrok di hadapan TUHAN, baik para nabi maupun imam melakukan

dan menerima suap untuk kepentingan mereka, seperti berikut:

“Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya

memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena

uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata:

“Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang

malapetaka menimpa kita.” (Mikha 3:11)

Sesungguhnya, dari yang kecil sampai yang besar di antara mereka,

semuanya mengejar untung, baik nabi maupun imam semuanya

melakukan tipu. (Yer 6:13).

37 Andreas Scherer, “Is the Selfish Man Wise?: Considerations of Context in

Proverbs 10:1-22:16 with Special Regard to Surety, Bribery and Friendship,”

Journal for the Study of The Old Testament Issue (76 Des 1997): 59-70. Scherer

menjelaskan bahwa kelihatannya Amsal 17:8, 18:16, 21:14, jika keadaan

memungkinkan, maka suap dapat diberlakukan. Di mana 17:8 merupakan janji

sukses dari suap, 18:16 mengarah pada suatu hadiah besar, 21:14 hadiah yang

sembunyi memadamkan marah. Namun, maksud dalam ayat tersebut tidak permisif

terhadap perilaku suap. 38 Lih. David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, terj. (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2004), 1.

Page 13: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

44 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

Hal yang sama pun juga terjadi di peradilan yang melibatkan para

Hakim, 39 sehingga keadilan terdistorsi. Seharusnya seorang hakim

memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengadili sebab ia adalah

seorang wasit yang adil. Seorang hakim menerima “hadiah” atau “suap”

yang mengacu pada pembayaran pribadi, bukan gaji yang didanai publik

atau gaji reguler. Craigie mengungkap secara lugas bahwa alasan yang

penting suap dilarang karena bentuk dari ketidakjujuran (1 Sam. 8:3) dan

merusakkan hati (Pkh. 7:7); dan bahwa penghasilan yang didapat secara

tidak jujur atau curang merupakan bentuk ketidakbergantungan diri

bahwa Allah sanggup mencukupkan.40 Inilah yang ditentang oleh para

nabi terutama adalah ketimpangan sosial pada ketamakan para elit untuk

memperluas dan memperbesar penguasaan mereka terhadap kepemilikan

tanah yang dilakukan, baik secara halus maupun paksa. 41 Dengan

kekuatan uang untuk menindas kaum miskin. Ada tekanan yang konstan

dalam kenabian Perjanjian Lama tentang bahaya suap dan efeknya yang

menghancurkan keadilan dan rasa adil yang sering terjadi pada orang-

orang miskin, demikian:42

“Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu

dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-

orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang

benar” Ulangan 16:19.

“Yang membenarkan orang fasik karena suap dan yang memungkiri

hak orang benar. “ (Yes 5:23)

Sebab Aku tahu bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu

berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang

menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di

pintu gerbang.” (Amos 5:12)

39 William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama. Terj.,

(Malang: Gandum Mas, 1990), 115. 40 Lihat Peter C. Craigie, The Book of Deuteronomy, The New International

Commentary on The Old Testament, R. K. Harrison, ed., (Grand Rapids: Wm. B.

Eerdmans, 1976), 98. 41 D. N. Premnath, Eight Century Prophets: A Socio-Analysis (St. Louis,

Missouri: Chalice Press, 2003), 20-21. 42 A. J. Gamble, “Justice” Encyclopedia of Biblical and Christian Ethics

(Nashville: Thomas Nelson Pub., 1987), 217.

Page 14: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 45

Ironisnya, praktik suap bukan hanya terjadi antara manusia tetapi

juga antara manusia dan Allah. Umat Israel mengira bahwa dapat

menyuap Allah dengan segala tindakan mereka. Allah dengan tegas

menunjukkan bahwa Ia tidak dapat disuap, “Sebab TUHAN, Allahmu lah

Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan

dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap” (Ulangan

10:17) dan “Sebab itu kiranya kamu diliputi oleh rasa takut kepada

TUHAN. Bertindaklah dengan seksama, karena berlaku curang,

memihak ataupun menerima suap tidak ada pada TUHAN, Allah kita” (2

Tawarikh 19:7). Singkatnya, Allah sangat menolak suap kepada-Nya.

Dalam Perjanjian Baru

Ide suap dalam PB lebih menyoroti bagaimana orang-orang yang

memberi dan menerima suap itu sangat bergantung pada uang. Seorang

bernama Noonan pernah menyoroti Perjanjian Baru, mengatakan

“bribery is a subject on which the stories and images and moral

exhortation and theology of the New Testament bear only indirectly. The

word is not used. The idea is at most implicit.” 43

Narasi Injil-Injil yang mengindikasikan kasus suap dalam

Perjanjian Baru terdapat dalam Matius 26:14-16, Markus 14:10-11, dan

Lukas 22:3-5. Ketiga narasi ini mengisahkan Yudas yang menjual Tuhan

Yesus. Perikop itu berisi ide tentang penyuapan para imam kepada

Yudas. Dalam Markus 14:10-11 terkesan inisiatif untuk menyuap datang

dari imam-imam besar, tetapi dalam Matius 26:15, Yudas yang

menawarkan suap dengan mengatakan “Apa yang hendak kamu berikan

kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Demi uang

Yudas mau disuap oleh para imam untuk menyerahkan Tuhan Yesus.

Senada dengan apa yang dikatakan Gundry bahwa cerita ini berbicara

tentang pemberian uang sebagai alat untuk menyuap penjaga makam

43 Lih. John T. Noonan, Jr, Bribes: The Intellectual History of a Moral Idea

(California: University of California, 1984), 55.

Page 15: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

46 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

dengan tujuan memanipulasi kebenaran tentang kebangkitan Tuhan

Yesus.44

Dalam kitab Kisah Para Rasul ada dua peritiwa yang

mengindikasikan praktik suap-menyuap, misalnya, percobaan suap yang

dilakukan oleh Simon, si tukang sihir, (Kisah Rasul 8:18-22).45 Dalam

peristiwa suap ini Simon menawarkan sejumlah uang untuk memperoleh

kuasa ilahi. Pemikiran Simon bahwa hal-hal supranatural dari Tuhan bisa

didapatkan dengan uang sogok. Selanjutnya, ada juga Gubernur bernama

Felix yang digambarkan sebagai seorang yang kejam dan sangat suka

uang. Dia mengharapkan uang sogok untuk menangani kasus hukum

Paulus (Kisah Rasul 24:26).46

Suap yang dikehendaki Felix menunjukkan pada sifat tamak dalam

dirinya dan memanfaatkan jabatan atau wewenang yang dimilikinya.

FAKTOR KRITIS DALAM SUAP-MENYUAP

DI KALANGAN KRISTEN

Sisa-sisa Paganisme Budaya Pop

Di Indonesia, Timo dalam Jurnal Teologi Interdisipliner mengatakan

bahwa budaya sebagai faktor pertama dengan ide bahwa orang yang

mempunyai kekuasaan seharusnya menerima hadiah dan dia harus

melakukan seperti yang dikehendaki si pemberi hadiah. Hal ini bukanlah

sebagai sebuah pelanggaran hukum adat, dan dianggap sebagai hal yang

lumrah.47 Pola ini dikenal luas di kalangan masyarakat Indonesia sebagai

44 Robert H. Gundry, Matthew: Commentary on His Handbook for a Mixed

Church under Persecution (Grand Rapids: W B. Eerdmans Pub., 1994), 582. 45 T. Hoogsteen, Covenant Works: The Biblical Way (Eugene: Wipf and

Stock Publisher, 2015), 441. Lih. Juga Tom Wright, Kisah Para Rasul untuk Semua

(Jakarta: Perkantas, 2011), 200. Guthrie, Teologi Perjanjin Baru. 46 Dianne Bergant & Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru

(Yogyakarta: Kanisius, 2002), 246. 47 Ebenhaizer Nuban Timo, “KKN dan Upaya Penanganannya: Sebuah

Kajian Kultural-Religius,” Jurnal Teologi Interdisipliner, Vol. I, No. 1 (Februari,

2014): 4.

Page 16: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 47

budaya “upeti”48 yang telah berlangsung lama berabad-abad. Berpijak

dari budaya upeti ini, maka sistem birokrasi publik modern di Indonesia

masih mengikuti atau mengadopsi sistem kerajaan pada masa lampau, di

mana upeti merupakan tanda kesetiaan yang dipahami dalam arti

“simbiosis mutualisme”.49 Disini disebut oleh beberapa orang sebagai

“birokrasi patrimonial” 50 yang diartikan sebagai upaya menjadikan

seseorang sebagai bapanya, namun dalam arti negatif. Faktor budaya

upeti inilah yang mempengaruhi perilaku suap di kalangan orang Kristen

dalam membuat keputusan yang didasarkan pada pola-pola pemikiran

pandangan dunia non Kristen. Lingkungan sekitar banyak mendorong

orang Kristen melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kejujuran,

moral dan etika Kristen, karena telah digantikan dengan budaya

masyarakat.51

Mental Materialisme Ekonomis, Konsumerisme, Hedonisme

Ada beberapa sebab faktor ekonomi, antara lain ketamakan uang. Para

pelaku suap pada umumnya bukanlah dari kalangan orang yang tidak

mampu atau kaum miskin, tetapi orang yang memiliki kekayaan yang

cukup melimpah, dan semakin ingin memperkaya diri didorong oleh sifat

tamak.52 Secara etis, sifat tamak seseorang termanifestasi dalam upaya

untuk mengumpulkan harta benda dengan menghalalkan segala cara dan

menggunakannya sebagai alat berkuasa dan menindas. Menurut

Scoulgal, banyak orang Kristen yang hanya mengatakan diri Kristen

41 Bdk. P. J. Suwarno, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia: Penelitian

Pancasila dengan Pendekatan Historis, Filosofis & Sosio-Yuridis Kenegaraan

(Yogyakarta: Kanisius, 1993), 24. 49 Bdk. Lih. Agus Dwiyanto, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui

Reformasi Birokrasi (Jakarta: Gramedia, 2011), 1. 50 H. A. Braz, “Beberapa Catatan Mengenai Sosiologi Korupsi,” dalam

Bunga Rampai Korupsi, ed. Mochtar Lubis dan James C. Scott (Jakarta: Lp3ES,

1985), 7. 51 Bdk. Jerry White, Kejujuran, Moral dan Hati Nurani (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2000), 5. 52 Lih. Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia: Suatu Pendekatan Pada

Etika Kristen Dasar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 252.

Page 17: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

48 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

tetapi tidak hidup secara Kristen, karena diperbudak oleh cinta kepada

uang.53

Penghasilan kurang adalah satu dalih yang membuat orang Kristen

menjadi kuatir untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini

menyebabkan pemenuhan kebutuhan hidup dengan segala cara, sehingga

memungkinkan perilaku yang tidak benar atau tindakan suap terjadi.54

Keterdesakan dalam kebutuhan ekonomi membuka pintu untuk

melakukan jalan pintas untuk menerima suap. Pengakuan seorang warga

jemaat kepada pendetanya adanya keinginan tidak mau ikut arus suap-

menyuap, tetapi jika diperhadapkan dengan persoalan ekonomi agar bisa

survive, maka slogan yang muncul “yang jujur hancur, sebaliknya yang

tak jujur malah mujur.” Dalih pun diciptakan untuk mengaburkan batasan

antara yang baik dan jahat. Ini memang soal integritas Kristen. Bridges

mengatakan bahwa “hidup yang tidak berintegritas dalam iman

merupakan bentuk ketidakpercayaan kepada Allah”. Sebab hidup dengan

percaya berarti mentaati-Nya; dan jika tidak mentaati-Nya berarti

meragukan kekuasaan-Nya, dan mempertanyakan kebaikan-Nya.55

Gaya hidup Konsumtif adalah salah satu dorongan untuk suap

menyuap. Gaya hidup juga melibatkan beberapa filsafat hidup tertentu,56

yang menghasilkan gaya hidup konsumerisme dan hedonisme juga.

Dalam buku Skandal Hati Nurani Kaum Injili, dituliskan bahwa ekonomi

pasar dalam menghasilkan produk dan terobosan teknologi telah semakin

maju, untuk dinikmati sebagai kepuasan yang terus meningkat teramat

merajalela. 57 Akibatnya, orang Kristen menggunakan uang dengan

53 Henry Scoulgal, Hidup yang Berlimpah di Dalam Allah (Surabaya:

Momentum, 2005). 6-7. 54 B. D. Bartruff, Menjadi Pribadi yang Dikehendaki Tuhan (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2003), 98. 55 Lih. Jerry Bridges, Berserah Kepada Tuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1991), 11. 56 Jerry White, Kejujuran, Moral dan Hati Nurani (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2000), 53. Bdk. J. Milburn Thompson, Keadilan & Perdamaian: Tanggung

Jawab Kristiani dalam Pembangunan Dunia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),

345. 57 Lih. Ronald, J. Sider, Skandal Hati Nurani Kaum Injili (Surabaya:

Perkantas, 2005), 135-137.

Page 18: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 49

leluasa untuk membeli barang-barang yang diinginkan untuk bersenang-

senang. Hal ini berdampak pada hasrat konsumtif yang memicu perilaku-

perilaku menyimpang, yaitu suap-menyuap. Filsafat hidup konsumerisme

dan pasangannya Hedonisme adalah manifestasi pemberhalaan terhadap

uang dalam mamonisme.

Penggunaan Politikisme Rendah

Secara umum, berpolitik berarti pengaturan hidup bersama untuk

mencapai cita-cita bersama. Politik itu sendiri dapat dipergunakan untuk

menyengsarakan rakyat atau sebaliknya mendorong terjadinya keadilan

sosial. Penyimpangan dan penyelewangan dalam pengaturan hidup

bersama demi tujuan individual inilah yang menjadi masalah dalam

politik praktis.

Walau asalnya “politik” adalah baik bagi manusia untuk

mensejahterakan masyarakat dengan adil, tetapi ekses penyimpangan

kuasa sangat rawan perbuatan jahat. Salah satu manifestasi adalah

perilaku suap demi merebut kuasa atau mempertahankan kuasa semata-

mata. Hal ini terlihat dalam dalil kontestan pemilu, “Apapun halal demi

kemenangan.” Belum lagi faktor penyalanggunaan kuasa yang tidak

dapat dipisahkan dari seorang pemimpin publik.

Di kalangan orang Kristen pun hal ini terjadi. Fakta di lapangan,

ditemukan begitu banyak orang Kristen di dunia politik dengan

menawarkan sejumlah barang dan uang untuk mencari dukungan.

Penyimpangan jabatan, khususnya terlihat dalam kasus-kasus kepala

daerah, termasuk di kantong-kantong Kristen banyak terjadi kasus suap-

menyuap, menurut Veldhuis, karena “manipulasi serta memburu

kekuasaan politik sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan untuk

mendapatkan keuntungan dari jabatan publik.” 58 Warga gereja harus

berani mengkonstatir penyalahgunaan jabatan, termasuk orang Kristen

yang bertekuk lutut atas godaan ini.59

58 Henri Veldhuis, Kutahu Yang Kupercaya: Sebuah Penjelasan Tentang

Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 120. 59 J. L. Ch. Abineno, Pokok-pokok Penting Dari Iman Kristen (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2008), 54.

Page 19: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

50 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

Paham Transaksionalisme Religius

Praktek traksaksional ala suap ini juga ada dalam aspek ibadah,

khususnya soal persembahan yang dilakukan jemaat terdapat prinsip do

ut des, yaitu “aku memberi supaya aku diberi.” Dengan kata lain,

terdapat unsur sogok atau suap kepada Allah, secara tidak disadari telah

mengakar dalam gereja.60

Fenomena persembahan transaksional ini dikumandangkan melalui

pembicara-pembicara populer yang menekankan keharusan memberi

persepuluhan, maka Tuhan akan segera membalas dengan berkat materi

yang berkelimpahan. Pemahaman ini diajarkan melalui khotbah-khotbah

mimbar ataupun pengajaran-pengajaran yang selama ini dikenal dengan

teologi sukses.61 Dengan dasar argumentasi pada teks Alkitab tertentu

sebagai dasar pijakan konseptual, yaitu “memberi” maka akan “diberi.”

Semua hal traksaksionalisme ekonomis 62 dan paganisme serta

konsumerisme itu menuju pada satu hal, yaitu mamonisme, sebagai

pandangan hidup “deisme terapeutik” 63 bahkan “ateisme praktis di

kalangan Kristen gerejawi.64

PENTINGNYA IMAN APOLOGETIS DALAM

PEMAHAMAN MAMON

Kajian apologetika iman tidak sama dengan polemika agama atau

elenktika penyiaran agama. Sekarang ini apologetika sudah dipakai

sebagai sarana berdebat kusir secara polemika. Apologetika yang

berkeadaban harus dikerjakan pada level intelektual dalam worldview

filosofis, sampai menemukan ideologi-ideologi isme apa dibalik

pandangan Kristen atau serangan tehadap Kristen. Kajian worldview

60 Andar Ismail, Selamat Berbakti (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 118. 61 Lih. Herlianto, Teologi Sukses: Antara Allah dan Mamon (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2006), 190. 62 Lih. David Wells, Tiada tempat bagi Kebenaran, Terj. (Surabaya:

Momentum, 2004) 63 Thomas Horton, Kekristenan tanpa Kristus (Surabaya: Momentum, 2008)

deisme terapeutik sebagai ibadah kepada Allah dalam langkah-langkah metodik

yang tansaksional. 64 Lih. Craig Groschel, Ateism Kristen, terj, (Batam: Bananiah, 2008)

Page 20: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 51

dalam apologetika, merupakan analisis filosofis mengungkapkan elemen-

elemen pandangan dunia pada lapisan ontologis, epistemologis, dan

etisnya.

Konsep Iman Apologetis

Dalam kekristenan pengakuan iman terkait kepercayaan pada level

ontologis sebagai lapisan terdalam (inti) yang mengandung

keagamaannya sendiri. Teori tentang keberadaan metafisika umum,

apakah realitas atau pengetahuan tentang sesuatu tersebut sebagai yang

ultimat? Ontologi menaruh perhatian pada soal “ada”, artinya apa yang

menjadi realitas ultimat atau realitas tertinggi. Ontologi ini menjadi

persoalan teologi, segala sesuatu yang membicarakan tentang Allah,

manusia, dan dunia dalam kawasan “ada”. Jawaban atas pertanyaan ini

mengarahkan pada arah teologi yang antroposentris atau teologi yang

bersifat teosentris. Jadi, pentingnya aspek ontologis mengarahkan pada

pemikiran tentang realitas ultimat, apakah Allah menjadi realitas ultimat

dan bagaimana orang Kristen berpikir tentang hakekat Allah atau

“sesuatu lain” yang diciptakan menjadi allah.65

Epistemologis merupakan elemen penting dalam kajian filosofis

pendirian seseorang atas kepercayaan. Epistemologi kadang juga disebut

“teori pengetahuan”. Istilah “epistemologi” berasal dari kata Yunani

episteme berarti pengetahuan dan logos berarti perkataan, pikiran, ilmu.

Kata episteme berarti menundukkan, menempatkan, meletakkan. Secara

harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual “untuk

menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.” Ini adalah unsur

kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis pada dasar-dasar

teoritis pengetahuan. Kajian epistemologis adalah mengidentifikasi

metodologi logis yang berkenaan dengan bagaimana membenarkan apa

yang saya anggap benar atau bagaimana melogiskan apa yang sungguh-

sungguh benar tersebut. Dalam kajian apologetika kontemporer66 elemen

epistemologis sangat penting, untuk mengidentifikasi apa yang menjadi

65 Siburian, “Apologetika [Kontemporer],”22; Bdk. Lih. Hoffecker,

“Pendahuluan” dalam Membangun Wawasan, 5. 66 Lih. Siburian, “Apologetika [Kontemporer]”, 22.

Page 21: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

52 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

cara berpikir orang Kristen untuk membenarkan praktik suap, dengan

kata lain bagaimana praktik suap dapat dibenarkan sebagai sungguh-

sungguh benar? Itu berarti dalih suap-menyuap di kalangan orang Kristen

didasarkan pada cara berpikir yang seperti apa, sehingga dapat

membenarkan ataupun mengijinkan perilaku suap tersebut secara dalil-

dalilnya.

Aspek aksiologis-etis menelusuri bagaimana penggunaan

pengetahuan dari perspektif nilai-nilai kehidupan. Mengapa nilai itu

bernilai penting?67 Dengan demikian, nilai-nilai dari segi etis ditinjau

dari aspek nilai-nilai moral dalam kaitannya dengan perbuatan-perbuatan

konkrit tentang kebajikan. Artinya, sikap dan perilaku pelaku suap dilihat

dari perspektif nilai-nilai moral iman Kristen. Jika melanggar norma

Kristen maka otomatis pertanyaannya adalah nilai-nilai apa yang menjadi

penting, sehingga praktik suap terjadi di kalangan orang Kristen. Pada

aksiologi-etis tersebut fokus upaya apologetik ini dilakukan dalam upaya

untuk mengidentifikasikan cara tindak atau cara bersikap dalam

kehidupan yang nyata, meskipun ketiga elemen itu terintegrasi pada

worldview, satu dengan yang lainnya.

Wawasan dunia teisme Kristen, pada aspek aksiologis-etis secara

niscaya bersifat antitesis terhadap pandangan dunia non Kristen.

Pandangan dunia Kristen isinya mutlak berdasarkan prinsip-prinsip iman

Kristen. Perilaku etis orang Kristen berdasarkan pada kehendak Allah,68

anti terhadap … egoisme, utilitarianisme, materialisme, mamonisme dll.

John Frame mengatakan, “in Christian ethics the normative ultimately

comes from God, for only He has the authority to define ethical norms

for human beings”.69 Hal ini paralel pada keyakinan terhadap Alkitab

yang berotoritas mutlak dan tertinggi bagi hidup orang percaya, bukan

sikap yang antinomianisme. Walaupun demikian, tidak berarti perilaku

etis orang Kristen terjebak dalam legalisme, sebagai suatu sistem

kepercayaan yang menjadikan seseorang keras mentaati hukum-hukum

tambahan agama. Sekaligus menawarkan sikap altruisme pada level etis

67 Ibid. , 22. 68 Lih. Norman Geisler, Christian Ethics (Surabaya: SAAT, 2010), 13-15. 69 John Frame, The Doctrine of the Word of God (New Jersey: Presbyterian

and Reformed Publising , 2010), 231.

Page 22: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 53

dapat mencerminkan cara hidup kristiani yang rela berkorban bagi orang

lain, kontras dengan cara hidup mengorbankan orang lain.

Altruisme adalah watak yang memperhatikan dan mengutamakan

kepentingan orang lain secara berkorban, sampai pada menganggap

kepentingan orang lain lebih utama dari kepentingan diri sendiri.

Altruisme Kristen sikap yang sangat terpuji dari perspektif moral Kristen.

Belajar dari Richard M. Gula yang mengungkap ada beberapa indikator

altruisme mencakup: a) bisa didekati dan bersedia membantu orang lain:

b) melayani tanpa diskriminasi, c) mendahulukan keperluan-keperluan

orang lain dan bagaimana orang lain akan dipengaruhi oleh tindakan-

tindakan orang itu sendiri; d) memiliki dengan pilihan-pilihan yang tidak

masuk akal bagi kepentingan-kepentingan orang lain daripada untuk diri

sendiri; e) berbagi kekayaan, kemampuan, dan waktu; f) aktif terlibat

untuk melindungi keadilan. 70 Ini adalah inti sikap etis Kristen di

kehidupan sehari-hari, yaitu altruitisme Kristen yang dicontohkan oleh

Yesus sendiri dalam Alkitab.

Dalam kaitan dengan sikap kebajikan Kristen di atas, perspektif

Kristen mengenai uang adalah “berasal dari Tuhan merupakan kredo atas

keberadaan Allah sebagai pemilik segala sesuatu, karena apapun yang

ada di dunia berawal dari Tuhan yang mengadakannya.71 Sehingga segala

barang materi (uang) harus dilihat sebagai karunia Allah yang baik.

Sekalipun uang sendiri sebagai alat transaksi legal yang dibuat manusia,

tetapi secara logis ide yang mencetuskannya bersumber dari Tuhan,

karena manusia dicipta menurut gambar Allah yang memiliki rasio dan

kemampuan berkarya. Itulah sebabnya, pengakuan uang bersumber dari

Tuhan adalah merupakan inferensi logis. 72 Sekalipun uang dihasilkan

dari hasil pekerjaan orang percaya, tetapi secara apriori diyakini bahwa

70 Richard M. Gula, Etika Pastoral Dilengkapi Dengan Kode Etik

(Yogyakarta: Kanisius, 2009), 84-85. 71 Cornelius Platinga Jr., Jaminan Iman (Surabaya: Momentum, 2010), 226-

227. 72 Tidak diragukan lagi, orang Kristen menekankan bahwa Tuhan adalah

sumber dari semua berkat. Lih. Joseph Tong, “Mengenai Persembahan Kristen (I):

Memikirkan Kembali Tradisi dan Penggunaan Uang dan Harta dalam Perspekstif

Kristen,” Stulos Jurnal Teologi Vol 8/no. 1 (April 2009): 11.

Page 23: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

54 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

Tuhan yang memberkati pekerjaan, sehingga uang tetap diaksiomakan

berasal dari Tuhan.

Dalam Alkitab, kekayaan dan uang tidaklah jahat. Kekayaan dan

kepemilikan itu dinilai, apakah kita sebagai pengelola mengurus

kekayaan dan uang secara baik, serta sadar atas panggilan kita untuk

melayani Allah dan sesama, dengan segala apa yang telah kita terima. Ini

seperti yang dijelaskan Amerding bahwa uang bukan sesuatu yang

atasnya kita mempunyai kekuasaan penuh; kita hanyalah penatalayan

kekayaan Allah. 73 Oleh Karena itu, pengelolaan keuangan merupakan

implementasi terhadap memposisikan Allah sebagai sumber dari

keuangan, sekaligus memandang uang sebagai sarana untuk menopang

pelayanan terhadap sesama. Fakta di lapangan, ternyata membuktikan

bahwa teologi Alkitab mengenai pengelolaan kekayaan (material

possession) tidak terlalu sering dibicarakan di atas mimbar. Menanggapi

kenyataan tersebut, menurut penulis sungguh ironis, padahal

sebagaimana dikatakan relasi uang dan prinsip penatalayan sangat

signifikan. Dalam hal ini, Piper mengatakan bahwa apa yang anda

lakukan dengan uang atau ingin lakukan dengannya, dapat membuat atau

menghancurkan kebahagaiaan anda, karena “Mereka yang ingin kaya

terjatuh dalam pencobaan ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai

nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan

manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan” (1 Tim. 6:9). 74

Sebagai “alat” transaksi legal uang tidak menjadi tuan dalam hidup

orang Kristen. Uang hanya menjadi sarana menopang hidup, bukan

memperbudak manusia. Pemahaman ini sejalan dengan pernyataan Yesus

mengenai pilihan mengabdi kepada Mamon atau Tuhan. Meskipun upaya

mensejajarkan Tuhan dengan Mamon tersebut mustahil, tetapi itu

kenyataan cara pikir yang menyimpang dari semestinya pijakan iman

Kristen. Secara ontologis uang tidaklah berkuasa dan tidak boleh

berperan sebagai Allah. Karena uang bukanlah Allah, meskipun uang

sangat berperan dalam kehidupan manusia. Memang uang bukan hanya

73 Hudson T. Armerding, “Pandangan Kristen tentang Uang,” dalam Pola

Hidup Kristen (Malang: Gandum Mas, 2016), 917. 74 John Piper, Mendambakan Allah (Surabaya: Momentum, 2008), 203.

Page 24: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 55

sebagai alat transaksi atau alat yang dapat dipakai untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia. Uang juga dipakai sebagai saluran untuk

memberkati orang lain, “sehingga mereka mengalami kedamaian dan

kepuasan, menjadikan mereka sebagai saluran berkat bagi orang lain.”75

Catatan Alkitab mengenai orang Samaria yang murah hati dalam Lukas

10:25-37 merupakan teladan yang tepat mengenai esksistensi uang

sebagai media untuk menolong sesama dan membantu saudara,

“Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang

tertindas dan miskin di negerimu (Ul.15:11); seperti membagi-bagi

kebaikan-kebaikan TUHAN ini adalah kekhasan dari tanda pengenal

Perjanjian Allah.76 Jadi, uang sebagai sarana untuk memberkati sesama

merupakan implementasi kasih orang Kristen kepada sesamanya. Uang

tidak boleh dijadikan sebagai objek kasih. Artinya, hanya Allah dan

sesama sebagai objek kasih, sebagaimana Platinga mengatakan, bahwa

cara pikir yang menjadikan uang sebagai objek kasih maka menempatkan

sesama lebih rendah dari uang.77 Jadi, kehidupan yang bergantung pada

uang termanifestasikan dalam kekuatiran manusia akan uang. Kekuatiran

akan uang dapat menjadi lebih besar dari pada iman kepada Allah.

Dengan demikian, uang telah menjadi berhala.78

Pentingnya apologetika wawasan dunia pada level nilai-nilai etis

dapat dinyatakan sebagai berikut.

75 Lih. Tong, “Mengenai Persembahan Kristen,” 113. 76 Conrad Boerma, Dapatkah Orang Kaya Masuk Sorga? – Usaha

Memerangi Kemiskinan Berdasarkan Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999),

105. 77 Cornelius Platinga Jr., Not the Way It’s Supposed to Be (Surabaya:

Momentum, 2004), 39. 78 Lih. Hudson T. Armerding, “Pandangan Kristen tentang Uang,” dalam

Pola Hidup Kristen (Malang: Gandum Mas, 2016), 916.

Page 25: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

56 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

PENJERNIHAN IMAN TERHADAP MAMONISME

SUAP-MENYUAP

Suap-menyuap Berkonflik dengan Wawasan Dunia Etis Kristen

Selanjutnya secara etis, bribery dimengerti sebagai “is understood the act

or practice receiving or giving bribery. A bribe is an inducement

improperly influencing the performance of a public function meant to be

gratuitously exercised”79 Singkatnya, suap dilarang dalam iman Kristen.

Larangan untuk melakukan suap secara eksplisit dinyatakan dalam

Alkitab. Bentuk imperatif terhadap suap ini menjadi acuan normatif bagi

orang Kristen pada masa kini. Dalam relasinya dengan kekuasaan,

wewenang ataupun jabatan, memungkinkan disalahgunakan demi

kepentingan ataupun keuntungan diri sendiri. Dengan mengorbankan

norma etis, maka eksistensi sesama terkorbankan juga, melalui praktek

suap. Sebab suap memutarbalikan keadilan. Kejahatan dibidang hukum,

terjadinya penyimpangan dan pemutarbalikan keadilan disebabkan oleh

suap. Didasari cara pikir yang menghalalkan segala cara demi tujuan

tertentu, sehingga keadilan terdistorsi dalam penegakannya. Hal benar

79 John T. Noonan, “bribe” dalam The Westminster Dictionary of Christian

Ethics, ed James F. Childress (Philadelphia: The Westminster Press, 1967).

Page 26: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 57

menjadi salah dan salah dibenarkan, sehingga norma hukum bersifat

relatif dan subjektif bahkan menjadi ambigu dalam terapannya. Di sinilah

letaknya suap mendistorsi keadilan, sekaligus menjadi dasar argumentasi

sikap menolak praktik suap itu sendiri.

Suap juga merupakan bentuk kebergantungan pada uang. Pada titik

kulminasinya iman Kristen menolak suap didasarkan pada tesis bahwa

suap bentuk ketidakpercayaan kepada Allah. Sebaliknya suap merupakan

bentuk ketergantungan manusia pada harta, kekayaan, dan uang. Pelaku

suap menempatkan uang di atas segala-galanya, menaruh percaya dan

total bergantung pada uang sekaligus koheren dengan orientasi dan

tujuan hidupnya. Di sinilah letak pandangan hidup yang disebut dengan

mamonisme yang mempengaruhi dasar pikir para pelaku suap.

Suap-menyuap sebagai Kontras terhadap Karakter Allah:

Klarifikasi Iman Apologetis

Suap kontras dengan karakter Allah sebagai dasar pikir iman Kristen

yang menolak praktik suap. Suap merupakan perilaku yang bertentangan

dengan sifat moral Allah. Di mana nilai-nilai yang terkandung dalam

suap jauh dari kebaikan, kesucian, dan kebenaran yang secara per se

semestinya melekat kepada manusia sebagai imago dei yang mewarisi

karakter Allah. 80 Di sinilah letaknya suap itu bertentangan dengan

karakter Allah. Hakekat ataupun natur Allah, khususnya atribut-atribut

yang tidak dimiliki oleh ciptaan-Nya penting dipahami orang Kristen

secara porporsional sebagai pijakan doktrinal agar jemaat menghindari

perbuatan suap-menyuap itu sendiri. Beberapa atribut Allah tersebut

dipaparkan sebagai berikut. Allah Sebagai yang Mutlak. Kemutlakan

Allah menyatakan keistimewaan-Nya sebagai Allah yang berbeda dari

apapapun, siapapun, dan juga tidak bisa dipengaruhi serta tidak terikat

oleh apapun di luar diri-Nya, bahkan segala sesuatu berasal dari diri-Nya

atau Allah menjadi Penyebab Pertama. Bavink mengatakan dalam

bukunya Dogmatika Reformed bahwa: “Para filsuf cenderung berbicara

tentang Allah sebagai Yang Mutlak, dalam teologi Kristen atribut ini

80 Lih. Togardo Siburian, “Etika Kristen Bagian Sosial Politik”, Bahan

Kuliah STT Bandung, 3.

Page 27: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

58 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

disebut sebagai independensi.”81 Senada dengan apa yang dikatakan oleh

Van Till bahwa Allah yang independen adalah Allah yang berdaulat dan

tidak bisa dipengaruhi oleh apapun di luar diri-Nya82 Pemahaman ini

penting untuk menjernihkan pemahaman, khususnya tentang hal

memberi atau pemberian manusia yang mempengaruhi Allah membalas

jasa manusia dengan memberikan kekayaan atau uang.

Keberadaan dari diri-Nya sendiri dimaknai sebagai aseitas, artinya

bermula dari diri-Nya sendiri atau Allah ada dari diri-Nya sendiri.

Keberadaan ini menyatakan independentia Allah dari apapupun diluar

diri-Nya sekaligus menyatakan ketergantungan segala sesuatu pada diri-

Nya. Berdasarkan keberadaan diri Allah yang sempurna dan kekal serta

segala sesuatu bergantung pada diri-Nya, maka prinsip give and take

dalam konsep persembahan yang terjebak dalam falsafah suap

merupakan perbuatan yang absurd.

Ketidakberubahan Allah. Ketidakberubahan Allah menyatakan

kemutlakan-Nya. Ketidakberubahan sebagai inferensi logis dari self

existence yang tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh apapun di luar

diri-Nya sendiri. Menurut Bavink bahwa ketidakberubahan Allah artinya

Allah sama dari dulu, sekarang, dan sampai selama-lamanya, baik esensi,

atribut, keberadaan, kesempurnaan, tujuan dan janji-Nya. 83

Ketidakberubahan ini sekaligus juga menyatakan pemberian ataupun

persembahan yang dilakukan orang Kristen tidak mempengaruhi ataupun

mengubah kehendak-Nya dan tindakan-Nya untuk memberkati melalui

berkat materil. Ketidakterbatasan Allah lagi-lagi menyatakan bahwa Ia

sebagai “Yang Mutlak” dalam frase “Maha” yang menyatakan bahwa

Allah melampaui batasan-batasan yang ada, baik ruang dan waktu. Allah

yang tidak terbatas adalah yang tidak dibatasi oleh apapun. Allah mampu

menolong manusia dengan uang atau tanpa uang.

81 Herman Bavinck, Dogmatika Reformed Jilid 2: Allah dan Penciptaan

(Surabaya: Momentum, 2012), 180. 82 Cornelius van Till, Pengantar Teologi Sistematik (Surabaya: Momentum,

2010), 382. 83 Herman Bavink, Reformed Dogmatics, God and Creation (Grand Rapids:

Baker Academics, 2003), II: 38.

Page 28: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 59

Di dalam prinsip pemeliharaan Allah bagi orang percaya

meniscayakan orang Kristen dependen sepenuhnya kepada Allah dalam

totalitas hidupnya. Perilaku suap hanya mengkonfirmasikan hidup dalam

keraguan terhadap pemeliharaan-Nya, tetapi bersandar atau bergantuang

pada uang dan kekayaan. Hal ini menegaskan jaminan hidup orang

Kristen terletak pada providensi Allah bukan pada suap yang merupakan

perilaku menyimpang.

Uang bukanlah Tujuan Hidup: Afirmasi Iman Praktis

Secara praktis ini terkait dengan relasi-relasi Kristen dalam kaitannya

dengan kepemilikan dan kekayaan. Joseph Tong meliputnya dalam tiga

relasi: hubungan perwalian, hubungan pengurus, dan penatalayanan.84 Di

samping itu, uang bukanlah tujuan hidup orang Kristen. Hubungan

perwalian ini spesifik, terbatas, dan temporal. Kita harus menjaga dengan

hati-hati dan siap sedia ketika Allah meminta pertanggungjawaban.

Hubungan perwalian ini menyatakan bahwa orang Kristen itu sebagai

wakil Allah dipercayakan dan selalu siap sedia ketika diminta

pertanggungjawaban dari Allah mengenai kekayaan atau uang.

Relasi pengurus dalam kepemilikan adalah menunjukan tujuan

yang disengaja yang harus dilakukan atau digunakan. Dalam relasi

seperti itu, amanat pengurus perlu mengacu pada keinginan dan

kehendak yang mempercayakan. Kepengurusan ini juga harus selalu

mencari kehendak Allah dalam Alkitab dan doa untuk menggunakan

kekayaan dan uang sesuai dengan keinginan Allah yang

mempercayakannya. Ini menyatakan aspek ketundukan dan

kebergantungan kepada Allah di dalam penggunaan uang dan kekayaan.

Sikap ini mencerminkan rasa takut dalam penggunaan apa yang telah

Allah percayakan. Penyelewengan uang dan kekayaan adalah

pengingkaran atas fungsi dan tugas dari seorang pengurus.

Relasi penatalayanan dengan kekayaan seperti orang yang

diberikan kepercayaan atau kuasa secara umum, di mana Allah memiliki

84 Joseph Tong, “Rethinking The Tradition And The Use Of Wealth And

Money In Christian Perspective: On Christian Tithing,” Stulos Theological Jurnal

Vol. 16/ No. 2 (November 2008): 74.

Page 29: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

60 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

kepercayaan mutlak dalam memberikan kekayaan untuk dipergunakan.

Dengan mempercayai bahwa kita akan menggunakan dengan hati nurani

dan kebijaksanaan dalam terang kebenaran, iman dalam tindakan praktis

untuk menjadi baik dan murah hati, sepanjang itu bertanggung jawab dan

dapat diterima.

Relasi antara orang Kristen dan kekayaan atau uang, bukan

merupakan relasi kepemilikan mutlak umat Tuhan terhadap kekayaan

dan uang. Relasi yang semestinya hanya mencakup kepercayaan yang

Allah berikan dengan tuntutan pertanggungjawaban dibaliknya. Oleh

karena itu, penyimpangan dan penyalahgunaan uang melalui suap

bukanlah relasi yang dikehendaki Allah bagi orang Kristen. Karena itu,

Uang bukanlah tujuan hidup orang Kristen. Uang tidak pernah

menggantikan tujuan hidup orang Kristen. Jadi, cara pikir menjadi absurd

ketika menjadikan uang sebagai tujuan hidup manusia. Hal ini

merupakan manifestasi cinta uang yang dikatakan dalam surat rasul

Paulus kepada Timotius (I Timotius 6:10).

KESIMPULAN

Di kalangan orang Kristen, suap merupakan sebuah fakta yang buruk

bagi perilaku etis. Suap mengancam iman Kristen karena pada satu sisi

dalam relasinya dengan orang non Kristen, seolah-olah kekristenan

permisif terhadap praktik suap.

Demi keuntungan pribadi maka baik penyogok atau yang disogok

telah mengabaikan standar moral. Perbuatan suap sebagai korupsi

merupakan bentuk pelanggaran kemanusiaan. Di mana pelaku suap

dengan mudahnya mengorbankan orang lain, demi dan melalui uang

yang dimiliki ataupun yang akan diperoleh. Hal ini termanifestasi melalui

pelanggaran hukum, penyelewengan kekuasaan dan jabatan, serta

penyalahgunaan uang.

Praktik suap di kalangan orang Kristen justru menghina firman

Allah, tidak percaya anugerah Allah, menyangkali kedaulatan Allah, dan

tidak percaya pemeliharaan-Nya. Bahkan suap terjebak pada

antroposentrisme yang termanifestasi melalui bentuk hidup yang

bergantung kepada diri manusia dan uang. Bukan bergantung kepada

Page 30: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 61

Tuhan dan pemeliharaan-Nya. Apologetika sebagai cara untuk

menghadapi suap di kalangan orang Kristen. Apologetika bukan hanya

berlaku dibidang atau area doktrinal (teologi sistematika) semata, tetapi

juga pada area perilaku etis orang Kristen yang menyimpang.

Apologetika etis merupakan sebuah pertanggungjawaban iman

dalam totalitas hidup orang Kristen, termasuk kehidupan praktis. Di

dalam fungsinya, berupaya menjernihkan penyimpangan cara pikir

(worldview) yang mempengaruhi cara tindak (lifeview). Keniscayaan

penelanjangan worldview yang mendasari perilaku suap. Di samping itu,

apologetika etis memproklamasikan relasi semestinya, antara

kepemilikan uang dengan orang Kristen yang menyatakan bahwa Allah

pemilik mutlak uang dan kekayaan. Secara koheren mengacu bahwa

orang Kristen adalah sebagai penatalayanan. Semuanya itu bermuara

pada teisme Kristen, dari Allah, oleh Allah, dan bagi atau untuk Allah, di

dalam keabsolutan diri Allah sendiri. Inilah yang semestinya

mempengaruhi cara hidup kristiani. Cara hidup yang bertendensi pada

kerelaan berkorban tanpa pamrih kepada orang lain, sebab keseluruhan

hidup kristiani didasarkan pada anugerah Allah. Reafirmasi prinsip

memberi dan menerima dalam kerangka pikir iman Kristen yang bertitik

tolak pada anugerah-Nya, mendorong setiap orang Kristen dan gereja

memiliki motivasi yang murni, didasarkan pada kehendak dan ketaatan

pada perintah Allah. Bukan pada semangat humanisme yang

menempatkan manusia seolah-olah sebagai pemilik “mutlak” uang

ataupun kekayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adeney, Bernard T. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius,

2000.

Armerding, Hudson T. Pola Hidup Kristen. Malang: Gandum Mas, 2016.

Bloesch, Donald G. God The Almighty, Power, Wisdom, Holiness, Love.

Downers Grove: InterVarsity Press, 1995.

Boettner, Loraine Iman Reformed. Surabaya: Momentum, 2000.

Page 31: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

62 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

Bahnsen, Greg L. Van Til’s Apologetics: Reading and Analysis.

Phillipsburg: Presbyterian & Reformed, 1998.

________. Dogmatika Reformed: Allah dan Penciptaan. Surabaya:

Momentum, 2012.

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia, 2007.

Blomberg, Craig L. Tidak Miskin Tetapi Juga Tidak Kaya – Teologi

Alkitab Tentang Kepemilikan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Boice, James Montgomery. Dasar-dasar Iman Kristen. Surabaya:

Momentum, 2011.

Boerma, Conrad. Dapatkah Orang Kaya Masuk Sorga? – Usaha

Memerangi Kemiskinan Berdasarkan Alkitab. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1999.

Braz, H. A. “Beberapa Catatan Mengenai Sosiologi Korupsi.” Dalam

Bunga Rampai Korupsi. Diedit oleh Mochtar Lubis dan James C.

Scott. Jakarta: Lp3ES, 1985.

________. Etika Sederhana Untuk Semua: Bisnis, Ekonomi dan

Penatalayanan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Elwell, Walter A. Encyclopedia of the Bible Vol I. Michigan: Baker Book

House, 1988.

Ferguson, Sinclair. B. Hati yang Dipersembahkan Kepada Allah.

Surabaya: Momentum, 2002.

Fletcher, Verne H. Lihatlah Sang Manusia: Suatu Pendekatan Pada

Etika Kristen Dasar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Fortman, Bas de Gaay. Allah dan Harta Benda: Ekonomi Global dalam

Perspektif Peradaban. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Frame, John. Apologetika Bagi Kemuliaan Allah. Surabaya: Momentum,

2011.

Geisler, Norman. Christian Ethics. Surabaya: SAAT, 2010.

Page 32: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

STULOS: JURNAL TEOLOGI 63

Getz, Gene A. A Biblical Theology of Material Possession. Chicago:

Moody, 1990.

Harrison, R. K. Encyclopedia of Biblical and Christian Ethics. Nashville:

Thomas Nelson, 1998.

Herlianto. Teologi Sukses: Antara Allah dan Mamon. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2006.

Hoffecker, W. Andrew. Membangun Wawasan Dunia Kristen, Vol 1:

Allah, Manusia dan Pengetahuan. Surabaya: Momentum, 2011.

Langston, Richard L. Bribery in The Bible. Singapore: Campus Crusade

Asia, 1991.

Naugle, David K. Wawasan Dunia. Surabaya: Momentum, 2010.

Noonan, John T. Bribes: The Intellectual History of a Moral Idea.

California: University of California, 1984.

Piper, John. Mendambakan Allah. Surabaya: Momentum, 2008.

Platinga, Cornelius.Jr. Jaminan Iman. Terj. Surabaya: Momentum, 2010.

_______. Not the Way It’s Supposed to Be. Surabaya: Momentum, 2004.

Scherer, Andreas. “Issue: Is the Selfish Man Wise?: Considerations

of Context in Proverbs 10:1-22:16 with Special Regard to Surety,

Bribery and Friendship.” Journal for the Study of the Old

Testament. 76 (Des 1997).

Shuy, Roger W. The Language Bribery Case. US: Oxford University

Pres, 2013.

Siburian, Torgardo. “Mencermati Gagasan “Membuat Allah” pada Masa

Kini dan Reafirmasi Allah Tritunggal.” Soli Deo Gloria dan

Pergumulannya Masa Kini. Bandung: STT Bandung, 2010.

Stassen, Glen H. Etika Kerajaan Allah. Surabaya: Momentum, 2013.

Tong, Joseph. “Analisis Ontologis Mengenai Pemikiran Teologis: Suatu

Studi Perbandingan Antara Teologi Antroposentris dan

Teosentris.” Jurnal Teologi Stulos Vol. 6/No.1 (April 2007).

Page 33: Refleksi Apologetis Pada Isu Suap - STTB

64 REFLEKSI APOLOGETIS ETIS PADA ISU SUAP

Wrage, Alexandra A. Bribery and Extortion. Greerwood Pub. Group,

2007.