referat tetanus

35
BAB I PENDAHULUAN Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat . . Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, memiliki 2 macam eksotoksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin merupakan kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi. Sedangkan, tetanospasmin adalah neurotoksin potensial yang menyebabkan penyakit. Tetanus merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin , yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik . Kata tetanus diambil dari bahasa 1

Upload: ari-vilologus-sugiarto

Post on 14-Aug-2015

66 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Tetanus

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.. Tetanus disebut juga

dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine,

kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung

bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus.

(Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).

Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, memiliki 2 macam eksotoksin yaitu tetanolisin dan

tetanospasmin. Tetanolisin merupakan kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi.

Sedangkan, tetanospasmin adalah neurotoksin potensial yang menyebabkan penyakit.

Tetanus merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang

diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem saraf dan otot sehingga saraf dan

otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi

organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya

dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu

tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme

otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,

melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan. Spora

Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong ,

tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

Gambar : Spasme otot akibat masuknya toksin dari kuman Clostridium tetani.

1

Page 2: Referat Tetanus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan

spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan

oleh Clostridium tetani. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan basil Gram positif

anaerob. Bakteri ini nonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas, pengeringan dan

desinfektan. Spora adalah di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus hewan dan kotoran

manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin yang bernama

tetanospasmin.

Karakteristik Clostridium tetani

Clostridium tetani

C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan

berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan

antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten

terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah,

kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini

terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing,

tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan

neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf).

C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari 2

Page 3: Referat Tetanus

tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah

merah. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein

dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan

enzim proteolitik

Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic. Kuman tetanus tumbuh

subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula media

bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa.

Patogenesis dan Patofisiologi

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium

tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang

mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang

manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas

ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang

dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis

dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi

tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka

pada pembedahan dan pemotonga tali pusat yang tidak steril.

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam

lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya, toksin

akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem

limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf

termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan

neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor

endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf

tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya menyebar ke SSP. Gejala

klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat tersebut adalah

dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak

terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini menjadi tidak mampu untuk

3

Page 4: Referat Tetanus

melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA) dan

glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap tetanospasmin, menyebabkan

kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai

pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke

sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada

dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks serebri, menderita akan

mulai mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah

menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini

pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari system saraf kranial, dengan

gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari otot leher.

Tetanospasmin pada system saraf otonom juga verpengaruh, sehingga terjadi gangguan

pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan

neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis

merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah

meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan

mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola dengan

teliti.

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari

susunan syaraf pusat, dengan cara :

Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan

acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks

synaptik di spinal cord.

Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral

ganglioside.

Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala

: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian

cathecholamine dalam urine.

4

Page 5: Referat Tetanus

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya

aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot

masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap

afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi

agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu

anterior susunan saraf pusat.

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian

masuk kedalam susunan saraf pusat.

Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada

voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya

pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan

pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

Epidemiologi

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadian tetanus yang dilaporkan telah

menurun secara substansial sejak pertengahan 1940 karena meluasnya penggunaan imunisasi

terhadap tetanus (lihat grafik di bawah). Selain itu sanitasi lingkungan yang bersih, juga di duga

dapat mempengaruhi.

5

Page 6: Referat Tetanus

(Penurunan kasus tetanus di AS karena ada program imunisasi nasional).

Namun berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka

kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih

sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karena

itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering

oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini dengan adanya penyebarluasan program

imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis.

Mortalitas dan morbiditas

Secara keseluruhan, tingkat kematian sekitar 45%. Klinis tetanus bergantung terhadap pernah atau

tidaknya seseorang mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup mereka. Yang pernah

mendapatkan vaksin klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi atau tidak

divaksinasi sama sekali. Angka kematian di AS 6% bagi mereka yang telah menerima 1-2 dosis toksoid

tetanus, dibandingkan dengan 15% bagi mereka yang tidak divaksinasi. Angka kematian di Amerika

Serikat adalah 18% 1998-2000 dan 11% tahun 1995-1997, tingkat kematian sebesar 91% dilaporkan pada

tahun 1947. Angka kematian yang tertinggi bagi orang-orang berusia 60 (40%) dibandingkan dengan

mereka yang berusia 20 sampai 59 tahun (8%). Dari tahun 1998 hingga 2000, 75% kematian di Amerika

Serikat adalah di antara pasien yang lebih tua dari 60 tahun.

Manifestasi klinik

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa

minggu). Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya. Terdapat hubungan antara

jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan

permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi makin panjang.

Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:

1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )

2. Cephalic Tetanus

3. Generalized tetanus (Tetanus umum), dan

4. Neonatal tetanus.

6

Page 7: Referat Tetanus

Karakteristik dari tetanus :

• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.

• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya.

• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot

masetter.

• Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )

• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut

tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

• Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan eksistensi,

lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan

dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat

dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus

lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa

progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.

Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang

ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai

7

Page 8: Referat Tetanus

prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah

pemberian profilaksis antitoksin.

2. Chepalic Tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2

hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah muka

dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Tetanus cephalic dicirikan oleh

lumpuhnya saraf kranial VII paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic ialah tetanus yang

berkembang setelah menembus luka mata dan luka dalam dengan kelumpuhan dari safar kranial

III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N. IV, IX, X, XI, dapat sendiri-

sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.

Tetanus chepalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosanya

jelek.

3. Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak

dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan

gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,

bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan

menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka,

opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot

pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan

retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya

hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi,

tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa

ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

8

Page 9: Referat Tetanus

4.Neonatal Tetanus.

Biasanya disebabkan infeksi Clostridium tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses

persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril,

baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-

obatan untuk pemotongan tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,

merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Biasanya kasus tetanus neonatorum ini, ditolong melalui tenaga persalinan tradisional ( TBA

=Traditional Birth Attedence )

Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:

1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun

dirangsang.

2. Tetanus sedang : Trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila

dirangsang.

3. Tetanus berat : Trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :

Grade I: ringan

- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.

- Period of onset > 6 hari

- Ttrismus positif tapi tidak berat

- Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada

Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi

beberapa jam atau hari.

9

Page 10: Referat Tetanus

Grade II: sedang

- Masa inkubasi 10-14 hari

- Period of onset 3 hari atau kurang

- Trismus dan disfagi ada

- Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada

Grade III: berat

- Masa inkubasi < 10 hari

- Period of onset < 3 hari

- Trismus dan disfagia berat

Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.

4. Neonatal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses

pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang

tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun

penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak

steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada

tahun 1981, ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus biasanya ditolong melalui tenaga

persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ). 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan

20 kasus ( 24,39 % ) , dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ). Berikut ini tabel. Yang

memperlihatkan instrument Untuk memotong tali pusat.

10

Page 11: Referat Tetanus

Tabel I : BAHAN UNTUK MEMOTONG TALI PUSAT

11

Page 12: Referat Tetanus

Sedangkan berikut ini pada tabel 2. Memperlihatkan material yang dipergunakan untuk tali

pusat.

TABEL 2. : MATERIAL UNTUK TALI PUSAT

Jadi dari tabel diatas ( Tabel 2 ) terlihat dari 29 kasus ( 35,37 % ) biasanya mereka

mempergunakan alkohol /spiritus untuk perlindungan terhadap tali pusat, sedangkan 26 kasus

( 31,70 %) mereka mempergunakan material yang berbeda berupa herbal origin.

Diagnosis

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :

1.Gejala klinik

- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Diagnosis banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali dijumpai dari

pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah 12

Page 13: Referat Tetanus

rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit

meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi yang lengkap atau tidak

lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.

1. Meningitis bacterialis

Pada penyakit ini trismus tidak ada da kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis

ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan cairan

serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa menurun.

2. Poliomyelitis

Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus. Pemeriksaan

cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio diisolasi dari tinja dan

pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.

3. Rabies

Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan,

kejang bersifat klonik.

4. Keracunan strychnine

Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.

5. Tetani

Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat dalam

serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme dan biasanya

diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.

6. Retropharyngeal abses

Trismus selalu ada pada penyaikit ini, tetapi kejang umum tidak ada.

7. Tonsillitis berat

Pada penderita panas tinggi, kejang tidak ada tapi trismus ada.

8. Efek samping fenotiasin

Adanya riwayat minum obat fenotiasin. Kelainan berupa sindrom ektrapiramidal. Adanya

reaksi distonik akut, torsicolis dan kekakuan otot.

9. Kaku kuduk juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher

dan spondilitis leher.

Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :

13

Page 14: Referat Tetanus

Penatalaksanaan

A. Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,

mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut

dapat diperinci sbb :

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

- Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang

benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan,

terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar

luka disuntik ATS.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan

menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Terapi

Prinsip :

14

Page 15: Referat Tetanus

1. Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin lebih

lanjut.

2. Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat dengan

sistem saraf pusat).

3. Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem saraf

pusat.

Terapi umum :

1. Semua pasien disarankan untuk menjalani perawatan di ruang ICU yang tenang supaya

bisa dimonitor terus-menerus fungsi vitalnya. Pasien dengan tetanus tingkat II, III, IV

sebaiknya dirawat di ruang khusus dengan peralatan intensif yang memadai serta perawat

yang terlatih untuk memantau fungsi vital dan mengenali tanda aritmia. Hendaknya

pasien berada di ruangan yang tenang dengan maksud untuk meminimalisasi stimulus

yang dapat memicu terjadinya spasme.

2. Berikan cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi.

3. Debridement luka. Semua luka harus dibersihkan. Jaringan nekrotik dan benda-benda

asing harus dikeluarkan. Semua luka yang berpotensial harus didebridement, abses harus

diinsisi dan didrainase. Selama dilakukannya manipulasi terhadap luka yang diduga

menjadi sumber inkubasi tetanus ini, harus diberikan hTIG dan terapi antibiotika. Juga

penting diberikan obat-obatan pengontrol spasme otot selama manipulasi luka.

Terapi khusus :

1. Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) : untuk menetralisir

tetanospasmin bebas. Antitoksin ini tidak mempuny6ai efek pada toksin yang telah terikat

pada jaringan saraf pada susunan saraf pusat ataupun sistem otonom. Toksin bebas

mungkin terdapat pada sekeliling luka tempat pertumbuhan C. tetani. Diberikan secepat

mungkin setelah diagnosis klinis tetanus ditegakkan. Dosis efektif yang

direkomendasikan adalah 3000-10.000 IT iv/im, dengan kadar puncak dalam darah

dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai pengobatan secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan

15

Page 16: Referat Tetanus

pada sekeliling luka. Di Indonesia umumnya masih memakai Anti Tetanus Serum,

termasuk juga di RSHS.

2. Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin

DOC : Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-14 hari, aktif

menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.

3. Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas karena bersifat GABA

enhancer.

DOC : Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan relaksasi

otot. Dosis pemberian berdasarkan derajat keparahan spasme otot.

Pada orang dewasa :

Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam.

Spasme sedang : 5-10 mg i.v

Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan 10-15 mg/jam

Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular blocking agents

(vecuronium)

4. Tetanus Toxoid (Td 0,5 ml i.m) : untuk merangsang dibentuknya antibodi terhadap

eksotoksin bakteri. Td ini merupakan suatu eksotoksin yang telah didetoksikasi dengan

formaldehid dan diabsorbsi ke dalam garam aluminium. Antigen ini akan menginduksi

produksi antibody yang melawan eksotoksin.

5. ß-adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah

dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas simpatis, yakni

menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi

6. Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV) untuk atasi

gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien yang memerlukan

intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga direkomendasikan setelah

onset kejang umum yang pertama.

7. Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif mencegah tetanus, namun imunisasi tetanus

telah memperlihatkan sebagai salah satu yang paling efektif sebagai pencegahan terhadap

16

Page 17: Referat Tetanus

kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan penanganan luka yang baik diketahui

merupakan komponen yang penting dalam mencegah penyakit ini. Pada pasien dengan

tetanus, imunisasi aktif dengan Tetanus toxsoid harus mulai diberikan atau dilanjutkan

sesegera mungkin setelah kondisi pasien stabil.

B. Obat- obatan

Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus

pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan

selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti

tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam

dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis

200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk

toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad

spektrum dapat dilakukan.

Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole.

Diberikan terutama bila penderita alergi penisilin.

Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis.

Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.

Anti tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:

- Toksin bebas dalam darah

- Toksin bergabung dengan jaringan saraf

17

Page 18: Referat Tetanus

Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah

bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum

pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit dan

mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari

serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.

Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan Grossman

(1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan

setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS

diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis

i.m, sekali pemberian.

Antitoksin lainnya

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-

6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena

TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi allergi yang serius.

Tetanus toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan

secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

Antikonvulsan

Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN

___________________________________________________________

Jenis Obat Dosis Efek Samping

________________________________________________________

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM) Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

18

Page 19: Referat Tetanus

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

________________________________________________________

Obat yang lazim digunakan ialah :

- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5

mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali

kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan

dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.

- Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat),

harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat di

tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tenpa

kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada

gangguan saraf otonom.

- Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan dengan

dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.

- Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.

Komplikasi

- Pada saluran pernapasan

Oleh arena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang

menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukar

menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi pneumonia

aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks dan mediastinal

emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.

- Pada kardiovaskular

Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,

hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

- Pada tulang dan otot

- Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.

Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus

19

Page 20: Referat Tetanus

menerus terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan juga

dapat miositis ossifikans sirkumskripta.

- Komplikasi yang lain :

1. Laserasi lidah akibat kejang

2. Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja

3. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan

mengganggu pusat oengatur suhu.

Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi yaitu : bronkopneumonia,

cardiac arrest, septicemia dan pneumothoraks.

Prognosa

Dipengaruhi oleh beberapa factor :

1. Masa inkubasi

Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitnya, sebaliknya makin

pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 hari

tergolong berat.

2. Umur

Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin jelek.

3. Period of onset

Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus

sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya jelek.

4. Panas

Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.

5. Pengobatan

Pengobatan yang terlambat prognosanya jelek.

6. Ada tidaknya komplikasi

7. Frekusensi kejang

Semakin sering prognosanya makin jelek.

20

Page 21: Referat Tetanus

Pencegahan

Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya

cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat

dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif ( DPT atau DT ).

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-

anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) Bagi

yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster. Selain itu perawatan luka yang benar dan anti

tetanus serum untu profilaksis.

21

Page 22: Referat Tetanus

BAB III

KESIMPULAN

Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di Negara maju, namun berbeda

dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat

tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang,

mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.

Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot, terutama otot wajah

dan leher. Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dari kuman Clostridium tetani yang masuk

melalui luka pada tubuh walaupun luka itu kecil. Berat ringannya penyakit ini tergantung dari

masa inkubasi, period of onset, kejang local atau umum dan ada atau tidaknya gangguan

autonomic karena hal ini yang menyebabkan kematian pada tetanus.

Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian

neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini dengan adanya

penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian

menurun secara drastis.

22

Page 23: Referat Tetanus

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001,

49- 51.

2. Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205 -

1207.

3. Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders

Company, 1996, 815 -817.

4. Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson

5. Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company, 1987, 617 -

620.

6. Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes medicine ,ed. 6 th,

Info Acces and Distribution Ltd, Singapore,1995, 53-55.

7. Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230

8. Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th, McGrawHill.

Inc,New York, 1994, .577-579.

9. Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus Neonatorum in

babies Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25,

10. Paeditrica Indonesiana, Departement of Child Health, Medical School University of

lndonesia, Sept-Okt 1985, 167 -174.

11. Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious diiseases of

children, ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490.

12. Lubis, CP: Management of Tetanus in Children, Paeditricaa Indonesiana, vol.33, Depart.

Of Child Health, Medical School, University of Indonesia, Sept-Okt 1993, 201-208.

23

Page 24: Referat Tetanus

13. Lubis, CP :Tetanus Neonatorum dan anak, Diktat Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Peny.

Infeksi, bag II, Balai Penerbit FK USU, Medan, 1989, 21-40.

14. Menkes, JH: Textbook of child Neurology, in Tetanus Neonatorun, ed. 3 th, Lea and

Frebringer, Philadelphia, 1985, 521-522.

15. Peter. G. Red Book, Report of the committee on infectious diseases, ed.24 th, American

Academy of Pediatrics, 1997, 518-519.

16. Scheld, Michael W. Infection of the central nervous system, Raven Press Ltd, New York,

1991, 603 -620.

17. Srikiatkhachord Anaan, dkk ; Tetanus , Arbor Publishing Coorp. Neurobase,1993,1- 13.

18. Simon, Roger.P.MD, et. all : Tetanus in: Clinical Neurology, ed 1989,Appleton and

Lange,USA, 141-142.

19. Wegwood, RJ .Davis, DS. Ray, GC. Kelley, Vc: Infections of Children, 2 nd ed,

Philadelphia, 1982, 626-636.

20. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.

21.http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview

24