1. askep tetanus 100% fix

Upload: christiannugrahanto

Post on 10-Jul-2015

862 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan laporan penugasan penulisan ilmiah yang berkaitan dengan penyakit tetanus dapat terlaksana dengan baik. Tujuan penyusunan karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas blok 2.4 serta menambah pengetahuan mengenai penyakit tetanus pada. Terselesaikannya penyusunan laporan ini tidak lepas dari dukungan dan peran serta berbagai pihak, antara lain:

1. 2.

Allah SWT, karena atas izin-Nya laporan ini dapat terselesaikan. Sri Hartini, S. Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing.

3. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2009 yang telah membantu dan memberikan saran. Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna baik dari segi isi ataupun penyajiannya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Wassalamualaikum wr.wb.

Yogyakarta, 10 Maret 2011

Penyusun

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN.. 41.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah.. 1.3 Tujuan.. 1.4 Manfaat

4 5 5 6 7 7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA ..2.1 Tetanus ...

2.1.1 Etiologi .

7

2.1.2 Epidemiologi ............................................. ......... 7 2.1.3 Patofisiologi . 14 2.1.4 Gejala klinis

17 18 19

2.2 Macam Tetanus. 2.3 Pencegahan.. 2.4 Pemeriksaan dignostik 20 2.5 Penatalaksanaan 2.6 Prognosis..................................................................

20

. 23 25 25

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN KASUS.............................. 3.1 Kasus.....................................................................................

2

3.2 Proses Keperawatan ..............................................

26 26 28 3238 48

3.2.1 Pengkajian Keperawatan ......................... 3.2.1 .Analisis ................................................... 3.3 Diagnosa Keperawatan .................................................... 3.4 Diagnosa Yang Sering Muncul .BAB IV PENUTUP .................................................................................4.1

Kesimpulan 48

4.2

Saran .. 49

4.3

Implikasi Keperawatan ,. 49

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................

50 52

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang diakibatkan oleh tetanospamin, neurotoksin yang dihasilkan oleh kuman clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat berkaitan dengan kasus penyakit tetanus terutama yang terjadi pada anak-anak.

4

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang muncul antara lain : 1.2. 3.

Bagaimana etiologi tetanus? Bagaimanakah epidemiologi tetanus? Bagaimana patofisiologi tetanus? Seperti apa gejala klinis pada klien tetanus? Bagaimana cara pencegahan tetanus terutama pada anak-anak? Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk

4. 5. 6.

menangani tetanus? 7. 8. 9. Bagaimana penatalaksanaan untuk klien tetanus? Bagaimana prognosis dari tetanus? Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan pada klien dengan

tetanus? 10. 11. Komplikasi apa saja yang bisa terjadi pada klien tetanus? Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada

masalah klien tetanus tersebut? 12. Apa saja intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk

klien tetanus?

1.3 Tujuan

5

Tujuan yang ingin kami capai dalam pembuatan makalah mengenai tetanus ini antara lain :1. Mengetahui etiologi, patofisiologi dan gejala klinis yang nampak pada

klien tetanus.2. Mengetahui epidemiologi tetanus di negara berkembang ataupun

negara maju.3. Mengetahui cara pencegahan tetanus dengan tepat 4. Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan

untuk menangani klien tetanus. 5. Mengetahui komplikasi yang mungkin muncul pada klien tetanus.6. Mengetahui diagnosis keperawatan dan cara penatalaksanaan yang

tepat untuk klien anak dengan tetanus.

1.4 Manfaat

Manfaat yang kami dapat dari penyusunan makalah ini, antara lain :1. Menambah pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi dan gejala

klinis yang nampak pada klien tetanus 2. Meningkatkan kemampuan kita untuk turut serta dalam pencegahan tetanus3. Meningkatkan kemampuan kita untuk mengetahui pemeriksaan

diagnostik yang dapat dilakukan untuk menangani klien tetanus4. Meningkatkan kemampuan kita dalam membuat asuhan keperawatan

yang tepat khususnya pada klien anak dengan tetanus

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tetanus Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi akut yang diakibatkan oleh tetanospamin, neurotoksin yang dihasilkan oleh kuman clostridium tetani. 2.1.1 Etiologi Clostridium tetani adalah obligat anaerob pembentuk spora, gram positif, bergerak, yang habitatnya bisa di tanah, debu, saluran pencernaan berbagai binatang. spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tapi tidak dalam autoclaf, tetapi sel vegetatif terbunuh oleh antibiotik, panas dan desinfektan.Tidak seperti banyak klostridia, C. tetani bukan orgenisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui pengaruh toksin tunggal, yaitu tetanospamin. 7

2.1.2 Epidemiologi Tetanus terdapat di seluruh dunia dan di negara-negara berkembang merupakan penyebab kematian neonatus yang utama. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui : 1.Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar 2.Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik3. OMP,

caries gigi

4.Pemotongan tali pusat yang tidak steril. 5.Penjahitan luka robek yang tidak steril. Faktor-faktor yang turut menentukan di dalam penyebaran geografisnya mencakup masalah iklim, prevalensi spora C. tetani di dalam tanah dan derajat imunisasi pada kelompok populasi tertentu. Angka serangan rata-rata di Amerikat Serikat misalnya, kira-kira sebesar 1 kasus/juta/tahun. (Mccarney,2007) Insiden Tetanus pada maternal dan neonatus Pada negara berkembang, banyak persalinan yang dilakukan dalam keadaan tidak steril dan tidak ditolong tenaga kesehatan,sehingga ibu dan bayi beresiko untuk mengalami berbagai infeksi yang mengancam kehidupannya misalnya tetanus yang telah terbukti mematikan yang diakibatkan persalinan dan praktek perawatan tali pusar yang salah.Padahal kematian neonatal dan ibu akibat tetanus dapat dengan mudah dicegah dengan praktek higienis dan perawatan tali pusar steril termasuk pemberian imunisasi dengan vaksin tetanus. Dari sejumlah kasus, tetanus pada bayi baru lahir memiliki angka yang sangat signifikan. Pada umumnya kasus itu, penggunaan gunting yang kotor dan berkarat

8

oleh dukun bayi saat memotong tali pusar bayi adalah penyebabnya. Sekitar 60 persen persalinan di Indonesia masih dilakukan oleh dukun bayi yang tidak terlatih. Maternal and Neonatal Tetanus (MNT) perlu dicegah dan dihilangkan atau dikenal dengan Eliminasi Initiative bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus neonatal tetanus dan ibu ke tingkat rendah sehingga MNT tidak lagi menjadi masalah kesehatan publik yang utama. Perlu diperhatikan pula bahwa tetanus tidak seperti polio dan campak karena tetanus tidak dapat diberantas (spora tetanus terdapat di seluruh dunia), tetapi dapat dicegah melalui imunisasi anak dan wanita hamil dan promosi persalinan yang lebih higienis. eliminasi MNT didefinisikan sebagai kurang dari satu kasus tetanus neonatal per 1000 kelahiran hidup di setiap distrik. Pada tahun 1988, WHO memperkirakan bahwa 787.000 bayi meninggal karena tetanus neonatal (NT neonatal tetanus).Kemudian pada akhir tahun 1980an secara global diumumkan bahwa angka kematian NT diperkirakan sekitar 6,7 NT per 1.000 kelahiran hidup , jelas bahwa hal menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar. Pada tahun 1989, Majelis Kesehatan Dunia ke-42 menyerukan penghapusan tetanus neonatal pada tahun 1995.Tahun berikutnya, tahun 1990 pada World Summit for Children terdaftar kesepakatan eliminasi tetanus neonatal sebagai salah satu tujuan yang didukung oleh Majelis Kesehatan Dunia ke-44 .Pada tahun 1991 pelaksanaan strategi eliminasi MNT direkomendasikan, tanggal target penghapusan MNT sampai 2000. Pada tahun 2000 tujuan penghapusan global masih belum tercapai dan eliminasi tetanus ibu ditambahkan ke tujuan dengan target waktu 2005 WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2008 hanya 59.000 bayi meninggal dari NT, berarti penurunan sekitar 92% dari situasi di akhir 1980-an. Karena sekitar 46 negara masih belum dieliminasi MNT meskipun kemajuan terus dilakukan. Pada bulan Desember 2010, 39 negara belum mencapai penghapusan status MNT. Kegiatan untuk mencapai tujuan yang sedang berlangsung di negara-negara

9

ini, dengan banyak kemungkinan untuk mencapai penghapusan MNT dalam waktu dekat. Sedangkan perkembangan di Indonesia, diperlukan waktu lebih panjang dan strategi khusus bagi sejumlah negara yang belum bisa mengatasi masalah tetanus neonatorum. Sejak 1996, di Indonesia telah diberikan vaksin TT terhadap perempuan usia subur sebanyak tiga kali dosis. Tiga dosis itu akan memberikan ketahanan selama sepuluh tahun. Untuk proyek eliminasi tetanus neonatorum Indonesia mendapat bantuan dari sejumlah lembaga donor seperti JICA (Japan International Cooperation Agency), USAID (US Agency for International Development) dan KFW (Kreditanstalt Fur Wiederaufbu). Selama 1999-2000, Indonesia mendapat bantuan 22 juta autodisable syringe (alat suntik sekali pakai) dari lembaga donor itu. Bantuan itu berupa 736.540 vial vaksin tetanus toxoid, 5.891.800 autodisable syringe dan 59 ribu disposable box untuk program imunisasi TT bagi 2.945.900 perempuan usia subur di 12 provinsi: Sumatera Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Pemberian imunisasi TT dilakukan secara gratis, baik di rumah sakit maupun puskesmas.. Jurnal :Elimination of maternal and neonatal tetanus in Myanmar, 2010 ->sumber: Weekly epidemiological record, No. 43, 22 october 2010 Uni Myanmar terletak di Asia Tenggara, dengan total luas 676 577 km2,populasi pada tahun 2009 sekitar 59,5 juta dan menurut kohort (rancangan penelitian. epidemiologi analitik observasional)jumlah kelahiran sekitar1,54 juta dimana 70% nya kelahiran terjadi pada penduduk tinggal di daerah pedesaan.

10

Pada tahun 2009, pemerintah Myanmar menyimpulkan bahwa negaranya mengalami masalah kesehatan yakni eliminasi atau penghapusan pada maternal dan neonatal tetanus. (MNTmaternal and neonatal tetanus).Eliminasi atau penghapusaan MNT didefinisikan sebagai 12 hari o Onset 3 hari 4-6 hari > 7 hari o o o o Disfagia Kejang spontan kejang langsung 3 27h 1 1 2 1 3 2 1 Skore

Trismus, rhisus, masing- masing Sardonikus Opistotonus o Gejala aktivitas 1 1

17

Simpatis KV Spasme laring Grade

1 1 1

Ringan : 3-7 Sedang : 8-12 Berat : >12

2.2 Macam TetanusPenyakit tetanus apabila digolongkan menurut bentuk klinis penyakitnya ada 3 bentuk, yaitu: 1. Tetanus terlokalisasi Tetanus bentuk terlokalisasi ini menimbulkan nyeri, kekakuan dam spasme otot terusmenerus pada bagian proksimal luka. Gejala-gejala ini dapat bertahan selama berminggu-minggu dan akan menghilang tanpa meninggalkan akibat sisa. 2. Tetanus menyeluruh (generalisata) Tetanus generalisata merupakan bentuk penyakit tersering yang ditemukan. Awitan penyakit dapat berlangsung tersembunyi, tetapi trismus merupakan gejala yang tampak pada lebih dari 50% kasus. Spasme otot masseter berhubungan dengan kekakuan otot-otot leher dan kesulitan menelan. Kegelisahan, iritabilitas dan sakit kepala merupakan penemuan dini yang terjadi. Spasme pada otot-otot muka mengakibatkan risus sardonikus. Kemudian terjadi kontraksi tonik otot-otot somatic yang menyebar secara luas. Otot-otot lumbal dan abdominal menjadi kaku dan spasme terus-menerus pada otot-otot punggung menyebabkan opistotonus. Serangan tetani dapat berkembang yang ditandai dengan cetusan-cetusan kontraksi tonik mendadak, yang mengenai berbagai kelompok otot mengakibatkan fleksi dan aduksi lengan, pengepalan tinju serta ekstensi pada anggota gerak bawah. Pada mulanya, spasme yang terjadi bersifat ringan berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa

18

menit dan dipisahkan oleh periode relaksasi; dengan berjalannya waktu, keadaan semakin memberat, semakin kuat dan melelahkan. Spasme otot laring dan pernafasan mengakibatkan obstruksi pernafasan, sehingga timbul sianosis dan asfiksia. Disuria atau retensi air kemih dapat timbul secara sekunder terhadap spasme sfingter kandung kemih. Kadang-kadang penderita mengeluarkan tinja dan air kemih, di luar pengendalian mereka. Lalu, umumnya kenaikan suhu tubuh hanya ringan, tetapi suhu tertinggi 40oC dapat terjadi pula akibat dari pengeluaran energy yang besar, yang menyertai serangan kejang tetani. Diamati pula adanya hiperhidrosis, takikardia, hipertensi dan aritmia jantung. Kemudian, tanda dan gejala yang meningkat selama 3-7 hari, akan mendatar selama perjalanan penyakit pada minggu ke-2 dan berangsur-angsur mereda. Kesembuhan sempurna dapat dicapai dalam 2-6 minggu. 3. Tetanus sefalik Tetanus sefalik merupakan bentuk penyakit yang jarang ditemukan. Bentuk ini mempunyai masa tunas berkisar antara 1-2 hari dan menyusul otitis media atau berbagai jejas yang mengenai kepala dan wajah termasuk benda asing di dalam hidung. Gambaran paling menonjol yang ditemukan adalah disfungsi saraf-saraf otak III, IV, VI, IX, X serta XI. Yang paling sering terkena adalah saraf otak ke-7. Bentuk sefalik ini dapat disusul dengan tetanus generalisata. 2.3 Pencegahan Hal ini paling baik dicapai dengan imunisasi secara aktif melalui serangkaian suntikan tetanus toxoid (TT), difteri toxoid, dan vaksin pertusis secara intramuscular sebanyak 3 kali. Idealnya, suntikan tersebut diberikan ketika bayi berusia 2 bulan dilakukan terpisahdengan interval 8 minggu dan setahun kemudian diberikan dosis ke-4. Dosis booster juga diberikan ketika memasuki taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Setelah itu dosis toxoid tetanus dan difteri tipe dewasa (DT) dianjurkan diberikan setiap 10 tahun. Pendekatan tersebut dapat disesuaikan dengan situasi setempat. Imunisasi ibu hamil, yang belum mendapatkan imunisasi, akan memberikan perlindungan kepada bayi segera setelah dilahirkan. Tindakan demikian 19

disarankan pada daerah-daerah yang insiden tetanus neonatorum tinggi. Sebaiknya imunisasi tetanus dilakukan sebelum kehamilan. Dalam jurnal yang berjudul Cakupan Imunisasi Tetanus Toxoid Ibu Hamil di Daerah Terpencil menginformasikan data kesehatan dalam bentuk gambaran masyarakat pada tingkat kabupaten. Jurnal ini pun memaparkan tentang program pembangunan kesehatan seperti pemberian suntikan imunisasi antitetanus atau Toxoid Tetanus (TT) pada ibu hamil. Sedangkan sampel penelitiannya adalah ibu yang memiliki anak balita. Sampel tersebut sebanyak 217 responden. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil cenderung belum mencapai standar pelayanan minimal 80%. Namun bila dilihat dari cakupan pemeriksaan kehamilan atau K4 memperlihatkan bahwa pelayanan antenatal secara lengkap semakin terjangkau, tingkat perlindungan terhadap ibu hamil semakin meningkat, dan kemampuan manajemen program kesehatan ibu dan anak (KIA) semakin baik.

2.4 Pemeriksaan dignostik o Laboratorium : biasanya tidak ada yang spesifik, hanya terdapat tanda leukositosi ringan dan kadang- kadang didapatkan peninggian tekanan cairan otak. o Diagnostik secara klinis ditemukan adananya trismus, spasme, opistotonus. o Prosedural test ( dengan test spatula) pada oropharing Pada test ini klien akan mencoba untuk memakssa Pada tetanus klien mengalami reflek spasme dari keluar spatula ( test negatif) otot masseter dan mengigit spatula. Tes yang sederhana ini dengan menyentuhkan spatula

20

2.5 Penatalaksanaan umum Merawat dan membersihkan luka sebaik- baiknya Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara

Obat - obatan o Antitoksin o Tetanus imun globulin lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan dengan ATS. Perbandingan jurnal : Randomised controlled trial of tetanus treatment with antitetanus immunoglobulin by the intrathecal or intramuscular route

oPasien tetanus yang diobati dengan antitetanus imunoglobulin melalui jalan intratekal menunjukkan perkembangan klinis yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang dirawat memakai jalur intramuskular. Mereka juga menunjukkan adanya komplikasi yang lebih sedikit, terutama pernapasan, dan membutuhkan sedikit intervensi hanya jika mereka membutuhkan dan memiliki durasi yang lebih pendek terjadinya kejang.Penggunaan angka kematian sebagai indikator respons pengobatan umum dalam mengevaluasi tindakan terapeutik pada tetanus. Indikator morbiditas dan perkembangan penyakit telah digunakandi beberapa penelitian. Kami memonitor perkembangan penyakit bedasar tingkat tetanus. Tingkat I dan II mendominasi dalam kelompok pengobatan dan kelas III dan IV mendominasi kelompok kontrol. Perbedaan tersebut telah jelas dalam tahap awal tinggal di rumah sakit dan mungkin akan diberikan ke terapi intratekal. Untuk pengetahuan, kita belum ada penelitian yang membandingkan durasi terjadinya spasms.Kejang mudah diidentifikasi dan relatif dapat diandalkan menjadi indikator. Durasi terjadinya kejang lebih pendek antara pasien dalam kelompok 21

perlakuan. Jangka waktu tinggal di rumah sakit juga lebih singkat pada kelompok perlakuan. Komplikasi dari tetanus, terutama berkaitan dengan pernapasan, diikuti oleh 23 kematian.21 Penelitian telah menunjukkan manfaat pada pernapasan akibat komplikasi dari terapi intratekal. Dalam satu studi, pasien yang diobati kurang membutuhkan pernafasan buatan dan durasi lebih pendek dibanding dengan kurang kelompok kontrol. Di lain pihak, tracheostomy dan ventilasi mekanis

diperlukan oleh pasien dengan tetanus ringan. Lebih dari setengah dari pasien dalam penelitian kami memiliki beberapa jenis komplikasi, seperti infeksi pernapasan atau kegagalan pernafasan, paling sering pada kelompok kontrol. Meskipun perbedaan secara statistik itu tidak signifikan, dalam kedua kasus probabilitas dekat ke titik cutoff. Pasien dalam kelompok perlakuan yang tidak membutuhkan pernafasan buatan membutuhkan bantuan lebih kecil dibandingkan pada kelompok kontrol. Perbedaanterlihat secara signifikan. Empat belas dari 120 pasien kami meninggal; 10 telah mengalami pengobatan konvensional dan empat terapi intratekal. Meskipun perbedaannya secara statistik tidak signifikan, hasilnya adalah dalam arah yang sama semua hasil lainnya dibandingkan. Hal ini dimungkinkan bahwa sampel itu terlalu kecil untuk mempelajari kematian, seperti yang disarankan dengan interval kepercayaan besar. Untuk menghitung ukuran sampel, kami memilih hasil pengurangan kematian. Selama tahap awal pengumpulan data unit perawatan intensif telah diciptakan dan kematian akibat tetanus menurun dari 35% menjadi hampir 12%. Ini mungkin lebih sulit untuk menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok. Analisis penyebab kematian, keadaan di mana hal itu terjadi, dan waktu dari masuk sampai meninggal tidak memberikan informasi penting yang dapat digunakan untuk membandingkan dua kelompok. Tujuh dari 14 kematian terjadi tiba-tiba dan penyebabnya adalah tidak ditentukan; proporsi yang sama telah dilaporkan di tempat lain. o Antikejang

22

o Obat- obatan yang dapat digunakan sebagai anti kejangyaitu diazepam, clorpromazin, fenobarbital dll. Pengobatan dengan Pirodoksin pada Tetanus Neonatorum Kedokteran Universitas Samratulangi/ Immanuel Mustadjab Telah dilakukan penelitian selama 3,5 tahun (Januari 1991-Juni 1994) mengenai pengobatan pada 26 penderita tetanus neonatorum. Pada penderita, pengobatan diberikan dengan injeksi ATS, metronidazol dan amoksisilin oral, diazepam rectal dan injeksi pirodoksin 100 mg pada hari pertama dilanjutkan dengan pemberian 25 mg oral pada hari-hari selanjutnya. Hasilnya sangat baik terlihat pada angka kematian yang dapat diturunkan menjadi 36,6%. Kesimpulan Pirodoksin adalah koenzim glutamate dekarboksilase yang diperlukan untuk pembentukan gamma aminobutyricacid (GABA) dari asam glutamate. Toksin tetanus dapat menekan pelepasan inhibisi neurotransmitter seperti GABA dan glisin, sehingga pirodoksin dapat digunakan untuk mengurangi kejang. Pengobatan piridoksin per oral pada tetanus neonatorum disertai perawatan yang baik, mempunyai harapan untuk mengurangi angka kematian tetanus neonatorum. 2.6 Prognosis Mortalitas rata-rata tetanus sebesar 45-55%. Sedangkan mortalitas tetanus neonatorum sebesar 60% atau bahkan lebih tinggi lagi. Prognosis penyakit dipengaruhi oleh berbagai factor. Angka kematian tertinggi didapatkan pada bayi dan penderita usia lanjut. Mortalitas terendah dijumpai pada penderita usia antara 10-19 tahun (kurang dari 20%). Hal - Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Klien Tetanus : 1. Sistem pernafasan Prioritas utama adalah pada manajemen jalan nafas dan respiratory care. spasme otot laring, diafragma dan otot pernafasan dapat menyebabkan 23

kegagalan nafas atau mati lemas. Pengkajian pernafasan yang intensif adalah perlu untuk mendeteksi berkembangnya komplikasi. 2. Sistem neurologis Selama 24 - 48 jam pertama spasme otot terjadi cara menyeluruh, sehingga rangsang taktil, suara dapat menyebabkan stimulasi kejang. karena itu tempatkanlah klien dalam lingkungan yang redup dan tenang, Agen blok neuromuscular digunakan untuk mengurangi spasme otot. Agen tersebut dapat menyebabkan paralisis tapi klien tetap sadar. Karena klien masih merasakan nyeri dan takut, narkotik analgesik menjadi alternatif. 3. Sistem kardiovaskuler Toksin tetanus dapat menyebabkan instabilitas sistem saraf simpatik seperti dimanifestasikan dengan disritmia jantung, tekanan darah tidak stabil, monitoring sangat diperlukan. 4. Pertimbangan metabolik Nutrisi enteral merupakan pilihan metode yang lebih disukai sebagai support dan penggunaan lebih awal saluran cerna dan mencegah atrofi saluran scerna. Enteral feeding dapat mempertahankan fungsi absorpsi mukosa saluran cerna dan membantu mempertahankan barrier mukosa usus dari kemungkinan masuknya kuman pathogen dari sirkulasi sistemik. 5. Manajemen luka Manajemen luka tergantung dari jenis luka dan status imunisasi klien. Setelah dilakukan debrideman luka harus dipertahankan bersih dan luka dirawat secara regular dengan aseptic saat mengganti balutan. Komplikasi yang dapat terjadi pada klien tetanus Asfiksia kematian jantung Fraktur Retensi urine Koma

24

Paralisis Dislokasi sendi Pneumonia aspirasi Emboli paru malnutrisi Kontraktur

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN KASUS 3.1 Kasus Seorang anak A (perempuan),berumur 3 tahun dirawat yang pertama kali di Bangsal Dahlia Rumah Sakit Umum Mataram sejak tanggal 30 September 2007. Pasien kiriman IGD RSU Mataram, dari heteroanamnesis melalui orang tuanya, didapatkan 7 hari sebelum dirawat pasien panas, sifat panas naik turun dan tidak terlalu tinggi. Setelah 3 hari penderita kejang, kejang di seluruh tubuh dengan durasi + 5 menit dan frekuensi + 10x perhari. Satu hari sebelum dirawat di RSU Mataram pasien rewel, tidak bisa tidur telentang dan leher kaku, pasien tetap sadar. Riwayat terluka, sesak nafas, batuk, pilek, disangkal. Buang air besar, buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien lahir cukup bulan ditolong oleh bidan, langsung menangis, berat badan waktu lahir 2000 gram, panjang badan lupa. Selama hamil ibu pasien tidak ada keluhan dan kontrol ke bidan + 4x, tetapi tidak pernah mendapat suntikan toksoid tetanus; pasien tidak mendapat imunisasi lengkap. Pasien adalah anak ketiga, ibunya sebagai ibu rumah tangga berumur 27 tahun, tamat SD. Ayahnya seorang buruh berusia 30 tahun, tamat SD. Sejak pasien lahir sampai sekarang tinggal di Bengkel. Lingkungan sekitar banyak terpapar kotoran kuda karena transportasi sehari-hari menggunakan cidomo atau andong. 25

Saat masuk rumah sakit, pasien tampak sakit sedang, sadar (GCS 15), tidak sesak, tidak sianosis, berat badan 9 kg, suhu 370C, pernafasan 27 x/menit, nadi 80 x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg. Didapat muka meringis dan spasmus (risus sardonicus), konjungtiva tidak pucat, pupil bulat, refleks pupil positif, isokor. Terdapat trismus, mulut tidak bisa dibuka lebar, gigi geligi baik, telinga kanan tidak ada kelainan, liang telinga kiri hiperemi dan terdapat sekret berupa pus berwarna kuning kental, mengalir keluar liang telinga + 2 cc. Terdapat kaku kuduk, epistotonus, opistotonus, posisi miring ke kiri dengan badan kaku. Bunyi jantung I-II normal, bising dan irama derap tidak ada. Paru vesikuler, ronchi dan mengi tidak ada. Perut kaku, turgor cukup, hati dan limpa sulit dinilai. Bising usus normal, reflek patologis tidak dijumpai, reflek fisiologis (+). Ekstremitas kaku, kulit dan tulang belakang tidak ada kelainan 3.2 . Proses Keperawatan 3.2.1 Pengkajian Keperawatan 1. Identitas a. Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Anak ke b. Orang tua Nama Pekerjaan Umur Nama Ayah Pekerjaan Umur Ibu :R : ibu rumah tangga : 27 th :D : Buruh :30 th :A : 3 th : perempuan :3

26

2. Riwayat kehamilan prenatal. Ibu tidak pernah menerima imunisasi TT. Antenatal kontrol ke bidan + 4x 3. Riwayat natal postnatal. Lahir Ditolong Berat badan lahir Panjang badan : cukup bulan : bidan, : 2000 gram, : -

4. Riwayat imunisasi pada tetanus anak. Status imunisasi :5. Riwayat psiko sosial. 5.1 terpapar kotoran kuda karena transport sehari-hari pakai andong 5.2. Hygiene sanitasi kurang karena anak dari lahir sampai sekarang tinggal di bengkel . 6. Pemeriksaan fisik. PEMERIKSAAN FISIK sadar (GCS 15), mulut tidak bisa dibuka tidak sianosis tidak sesak, , berat badan 9 kg, suhu 370C, 27 lebar, telinga kanan tidak ada kelainan, liang telinga kiri tidak lengkap belum diberikan imunisasi TT

pernafasan 27 x/menit, nadi 80 x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg. Didapat muka meringis dan spasmus (risus sardonicus) konjungtiva tidak pucat, pupil bulat, refleks pupil positif,

hiperemi terdapat sekret berupa pus berwarna kuning kental, mengalir keluar liang telinga + 2 cc. Terdapat kaku kuduk, epistotonus, opistotonus, posisi miring ke kiri dengan Bunyi normal, bising dan irama derap tidak ada. Paru vesikuler, ronchi dan mengi tidak ada. Perut kaku, turgor cukup, hati dan limpa sulit dinilai. normal, reflek patologis tidak dijumpai, reflek fisiologis (+). Ekstremitas kaku, kulit tulang belakang tidak ada kelainan Bising usus badan jantung kaku. I-II

3.2.1 .Analisis 28

Pada kasus diatas pasien memenuhi kriteria diagnosis tetanus umum dengan otitis media akut dari keluhan yang ada, kejang di seluruh tubuh dengan durasi + 5 menit dan frekuensi + 10x perhari. Satu hari dirawat pasien rewel, tidak bisa tidur telentang dan leher kaku, pasien tetap sadar. Didapat muka meringis dan spasmus (risus sardonicus), konjungtiva tidak pucat, pupil bulat, refleks pupil positif, isokor. Terdapat trismus, mulut tidak bisa dibuka lebar, gigi geligi baik, telinga kanan tidak ada kelainan, liang telinga kiri hiperemi dan terdapat sekret berupa pus berwarna kuning kental, mengalir keluar liang telinga + 2 cc. Terdapat kaku kuduk, epistotonus, opistotonus, posisi miring ke kiri dengan badan kaku. Tetanus umum Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh. Tetanus disebabkan Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic, dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka dapat larut dan O2 labil. Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia 29(5)

. Clostridium

tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik,

adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang (2). Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya.Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir 30

utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana. Diagnosis awal: observasi tetanus umum dan OMA di telinga kiri serta wajah meringis dan spasmus (risus sardonicus);dijumpai gejala epistotonus, opistotonus, perut papan dan kejang umum. Faktor risiko : Tidak diimunisasi lengkap Aspek sosial dimana orang tuanya berpendidikan SD

Mempunyai penghasilan rendah sebagai buruh Lingkungan sekitar banyak terpapar kotoran kuda karena transportasi seharihari menggunakan andong,

Fasilitas kesehatan yang ada tidak dimanfaatkan karena ketidaktahuan

manfaat imunisasi. Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi; sesuai dengan hasil yang diperoleh dari program imunisasi Tata laksana pasien tetanus Umum 1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump). 2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy. 3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup. 4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB). Khusus 1. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.

31

2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT) 3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka (debridement). 4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT Pencegahan 1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya jaringan mati dan nanah. 2. Pemberian ATS profilaksis. 3. Imunisasi aktif. 4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat. 5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan lanjutan. 3.3 Diagnosa Keperawatan Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan. 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. 2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat). 3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring). 4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak 32

5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter) 6. Resiko gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak. 7. Resiko injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring.

NANDA

NOC

NIC

33

1. Domain 11 : Safety/Protection Class 2 : Physical Injury

a.Pengendalian resiko: Tindakan untuk menghilangkan atau

a. Neurologic Monitoring : mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalisasi komplikasi neurologis.

Risk for Injury b.d effector dysfunction (pergerakan otot tidak terkendali selama aktifitas kejang). Definisi: Suatu kondisi individu yang beresiko untuk mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumbersumber adaptif dan pertahanan.

mengurangi ancaman kesehatan aktual, pribadi, dan dapat dimodifikasi. b. Perilaku keamanan:

Tindakan individu atau pemberi perawatan untuk meminimalkan faktor resiko. Aktivitas: Monitor level kesadaran Monitor vital sign:

temperature, tekanan darah, nadi, respirasi. Monitor tonus otot dan Meningkatkan frekuensi pergerakan motorik. monitoring neurologis. b. Airway management : Memfasilitasi patensi jalan nafas. Aktivitas: Posisi pasien untuk memaksimalkan ventilais potensial. 34

-

Posisi untuk mencegah Monitor status

dyspnea. respiratori

35

2. Domain 2 : Nutrition Class 1 : Intake and

a. Status Gizi: Tingkat zat gizi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan metabolic.

a.Pengelolaan Nutrisi: Bantuan atau pemberian asupan diet makanan dan cairan yang seimbang. Aktivitas:

nutrition insufficient to meet metabolik needs Imbalanced Nurtition Less Than Body Requirements b.d kebutuhan metabolik tinggi, makan tidak adekuat. Definisi :Keadaaan individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic. Batasan karakteristik Berat badan kurang dari 20

b.

Status Gizi:

-

Pantau kandungan

nutrisi dan kalori pada Asupan Makanan dan Cairan: Jumlah makanan dan cairan yang dikonsumsi tubuh selama waktu 24 jam. c. Status Gizi: Nilai Gizi: Keadekuatan zat gizi yang dikonsumsi tubuh. b. Bantuan Menaikan Berat Badan: Fasilitasi pencapaian kenaikan berat badan. Aktivitas: Diskusikan kemungkinan penyebab 36 catatan asupan Timbang pasien pada Berikan informasi yang interval yang tepat tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaiman memenuhinya Berikan pasien minuman dan camilan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi.

persen dari ideal

berat badan yang rendah. Monitor konsumsi Ajarkan cara kalori harian. meningkatkan intake kalori.

3. Risiko asfiksia b.d penurunan tingkat kesadaran, kejang Definisi: Risiko yang ditekankan pada kejadian asfiksia yang tiba-tiba (yaitu, ketidakadekuatan udara yang dihirup).

a.

Deteksi risiko: Tindakan yang dilakukan untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan pribadi. -

a. Penatalaksanaan jalan napas: Fasilitasi patensi jalan napas. Aktivitas: Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi. b. Pemantauan respirasi:

Pengumpulan dan analisis data pasien untuk memastikan patensi jalan napas dan keadekuatan pertukaran gas. Aktivitas: Pantau respirasi, irama, kedalaman, dan usaha respirasi. 37 Berikan bahan-bahan

pengajaran yang berhubungan dengan tindakan perlawanan dan strategi untuk mencegah asfiksia dan tindakan kegawatdaruratan untuk menghadapinya. Domain 5 : a. Komunikasi: Kemampuan Ekspresif: Kemampuan untuk mengungkapkan dan mengartikan pesan verbal atau nonverbal. Definisi: Keadaan seorang individu yang mengalami penurunan, penundaan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan system symbolsegala sesuatu yang mempunyai arti (yaitu menghantarkan arti) Batasan karakteristik: Tidak dapat bicara Kesulitan dalam Kemampuan reseptif: Kemampuan untuk menerima dan mengartikan pesan b. Komunikasi: a. Pendengar Aktif: Hadir secara dekat dan terikat secara bermakna terhadap pesan verbal dan nonverbal dari pasien. Aktivitas:

Perception/Cognition Class 5 : Communication Impaired Verbal Communication b.d perubahan pada system saraf pusat (terdapat trismus, mulut tidak bisa dibuka lebar).

38

mengomprehensifkan dan mempertahankan pola komunikasi yang biasanya.

39

.