bed side teaching tetanus
TRANSCRIPT
BED SIDETEACHING TETANUS
Hario Prabhantio
Sharvin Sivalingam
Sri Hudaya
Devyashini Prabhakaran
Preseptor:dr. Thamrin Syamsudin, Sp.S (K),
M.Kes
1.IDENTITAS PASIEN Nama : Ibu O.G Umur :70 tahun Kelamin : Wanita Alamat : Kp. Cikalong Pekerjaan :Petani Status : Bernikah Agama : Islam Tgl Masuk RS : 15 Jun 2014 Tgl Pemeriksaan :2 Juli 2014
2. ANAMNESIS Keluhan Utama: Sulit membuka mulut
Sejak 5 hari SMRS, pasien mengeluh sulit membuka mulut. Keluhan pasien semakin hari,semakin berat. Pasien juga mengeluh rahang dan lehernya kaku. Pasien juga merasa sulit menelan yg muncul tetapi tidak nyeri. Pasien juga mengeluh perutnya menjadi keras 3 hari yang lalu. Keluhan juga disertai kejang seluruh tubuh 2 hari SMRS. Pasien tidak mengeluh adanya penurunan kesedaran sewaktu kejang. Kejang pasien >10 kali/ hari dan setiap kejang berlangsung selama 2-3 menit.
Keluhan keringat berlebihan dan demam turut disertai keluhan pasien. BAK & BAB tidak ada kelainan. Pasien mengatakan jantungnya kerasa beredebar-debar. Keluhan kesulitan bernafas juga diakui pasien.
3 minggu SMRS, pasien terluka di tangan kanan saat bekerja di sawah, kemudian pasien dibawa ke Puskesmas terdekat. Lukanya dikatakan dalam dan kotor. Luka pasien dicuci dan dijahit tetapi pasien tidak mendapatkan apa-apa suntikan lain selain suntikan bius. 1 minggu SMRS, luka pasien dikatakan mula bernanah dan kerasa nyeri.
Keluhan suara berubah tidak ada. Bengkak pada bagian mulut tidak ada. Riwayat Immunisasi tetanus toxoid (-). Riwayat gigi berlubang dinyunkil dengan benda tajam atau kotor disangkal. Riwayat penyakit atau cabut gigi tidak ada. Riwayat keluhan yang sama sebelum ini tidak ada.
TIMELINE
3 minggu yang lalu• Luka
dalam dan kotor
• Tidak mendapatkan suntikan TT
5 hari yg lalu• Mulai Sulit
membuka mulut
• Sulit menelan
• Kaku di bahagian leher
• Demam
3 hari yang lalu• Perut
menjadi keras
2 hari yang lalu• Kejang
tanpa penurunan kesedaran
• Jantung berdebar-debar
• Sesak nafas• Keringat
berlebihan
3. KEADAAN UMUM Tingkat kesadaran : CM, tampak sakit
berat Tanda vital
Tensi : 160/90 (130/90)Nadi :120 (88)Pernafasan :42x/min (25)Suhu : 37.8 C (36.9)
4.PEMERIKSAAN INTERNALKepala : Konjungtiva anemis (-/-)
: Sklera ikterik (-/-) : risus sardonikus (-) : Trismus (+) Mulut : tonsils sulit dinilaiLeher : Kuduk kaku (+)Thoraks : Bentuk dan gerak simetrisCor : Bunyi jantung I,II murni, murmur (-)Pulmo : Ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar,keras, BU (+) normal, Hepar dan lien tidak teraba membesar, Board-like abdomen(+) Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2’’ Lain-lain : Opisthotonos
PEMERIKSAAN NEUROLOGIK Tanda Rangsangan Meningen dan Iritasi
Radikal SpinalKaku kuduk : Kuduk kaku (+)Brudzinsky I,II,III,IV (-)Laseque sign :-/-Kernig sign :-/-
Sistem motorikAtrofi (-), fasikulasi (-), gerakan involunter (-)Hipertonus, Spasme otot (+),
Sensorik: tidak dilakukan
Refleks Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Radialis + +
Patella + +
Achilles + +
Reflek Fisiologis
REFLEKS PATOLOGIRefleks Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Hoffman Trommer
- -
Rossolimo - -
Saraf OtakCN I : tidak dinilaiCN II : visus tidak dinilai,lapang pandang dlm
batas normalCN III, IV, VI
Fisura palpebrae simetris, Ptosis (-) Posisi mata di tengah Eksoftalmos/endoftalmos (-),Diplopia (-) Tekanan bola mata dalam batas normal Pupil isokor, D=3mm, refleks cahaya direk/indirek(+/+),
refleks konvergensi (+)
CN V :motorik= trismus (+), sensorik= normal, refleks kornea +/+
CN VII :parese (-), gerak involunter (-)
CN VIII: tidak dinilaiCN IX , X : tidak dinilaiCN XI : tidak dinilaiCN XII : deviasi, fasikulasi, atrofi (-)
DIAGNOSIS BANDING Keracunan striknin Peritonsillar abcess Poliomielitis Tetanus Umum grade IV + disotonomi
DIAGNOSIS KERJA Tetanus Umum grade IV + disotonomi
USUL PEMERIKSAAN Darah rutin EKG Kultur anaerob dan pemeriksaan
mikroskopis nanah. Kreatinin fosfokinase dapat meningkat
karena aktivitas kejang (> 3U/ml)
PENATALAKSANAAN
Darurat Secure Airway, breathing and circulation R/ Tracheostomi Oksigen Diazepam IV 10mg 2-3 menit perlahan Kemudian ganti ke diazepam drip Ruangan harus tenang/gelap Propanolol IV 10mg 3x1
Seterusnya Tetanus toxoid 0.5cc IM ATS iv 10.000 IU/ htig 500 IU IM/IV Debribement luka Metrodinazole 3x500mg iv 7-10 hari Nutrisi tinggi kalori (3500-4000)/hari + 150gr
protein NGT, folley catheter Parasetamol 500 mg kalau demam Ranitidine 1 amp setiap 12 jam
PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad malam Quo ad functionam: dubia ad malam
PEMBAHASAN1. Bagaimana Mendiagnosis Tetanus ?2. Bagaimana Manifestasi klinisnya?3. Bagaimana Patogenesisnya?4. Pemeriksaan penunjang apa yang
dibutuhkan ?5. Bagaimana penatalaksanaan pada
pasien ini ?6. Komplikasi apa yang mungkin terjadi ? 7. Bagaimana Prognosisnya ?
Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat.
Secara klinis tetanus dapat dibagi dalam :a. Tetanus lokalb. Tetanus sefalikc. Tetanus neonatorumd. Tetanus umum
1. Bagaimana mendiagnosis tetanus?
Tetanus lokal imunitas parsial terhadap tetanospasmin : spasme otot sekitar luka saja.
Tetanus sefalik Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. otot-otot yang dipersarafi saraf kranial.
Tetanus neonatorum proses pemotongan tali pusat tidak steril.
Tetanus umum rigiditas dan spasme / kejang menyeluruh, derajat ringan : spasme (-)derajat berat :disfungsi otonom (+) autonomic storm
TETANUS UMUM :
Paling sering dijumpai. Biasanya berawal dari tetanus lokal yang
dalam beberapa hari menjadi tetanus umum.
Manifestasi awal : trismus. Gejala lainnya : rhisus sardonikus,
kekakuan leher, dysfagia, opistotonus, perut papan, spasme spontan atau rangsang.
KLASIFIKASI TETANUS (PATEL DAN JOAG)
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot tulang belakang.
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang.
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100º F atau aksila sampai 99º F atau 37,6 ºC.
KLASIFIKASI TETANUS (ABLETT'S)
Grade ITrismus ringan dan sedang, spastisitas umum, tidak ada gangguan respirasi, tidak ada kejang, tidak ada gangguan menelan.
Grade IITrismus sedang, rigiditas yang jelas, spasme ringan sampai sedang yang berlangsung singkat, gangguan respirasi sedang dengan takipneu lebih dari 30-35 x/mnt, disfagi ringan.
Grade IIITrismus berat, spastisitas umum, kejang spontan dan berlangsung lama, gangguan respirasi dengan takipneu lebih dari 40x/m, kadang apneu, disfagi berat, takikardi biasanya lebih dari 120 x/mnt, peningkatan aktifitas saraf otonom yang sedang dan menetap.
Grade IVMerupakan gambaran grade III dengan gangguan otonom yang sangat hebat disebut juga autonomic storm yang melibatkan sistem kardiovaskuler termasuk hipertensi berat dan takikardi yang silih berganti dengan hipotensi relatif dan bradikardi.
PORTAL DE ENTRY Sumber infeksi pada tetanus merupakan
faktor yang penting dalam terjadinya tetanus, adanya luka bakar, luka pada umbilikus, luka akibat prosedur operasi, fraktur, septik aborsi dan injeksi intramuskular.
Sering terjadi pada luka yang menimbulkan punctum pada kulit, luka dengan area iskemik, nekrotik, terkontaminasi oleh tanah atau benda asing yang mempunyai reduksi potensial oksigen yang rendah sehingga menjadi media yang subur untuk pertumbuhan bakteri.
Bisa disebabkan oleh luka kecil/sepele sehingga tidak diketahui pasien
Bisa infeksi telinga, dll
MASA INKUBASI : Waktu antara terjadinya luka sampai timbul
gejala pertama berupa spasme otot rahang. umumnya antara 7 – 14 hari, dapat berkisar
antara 2 hari sampai beberapa minggu Makin singkat masa inkubasinya makin berat
penyakitnya.
Waktu antara timbulnya gejala pertama sampai timbulnya spasme umum otot.
Sekitar 2 – 3 hari, dpt berkisar antara 1 – 7 hari.
Semakin singkat periode onset semakin berat penyakitnya.
Periode onset :
Berdasarkan anamnesa pada pasien ini didapatkan trismus, sulit menelan, kaku leher, perut terasa keras, keringa berlebihan,demam, Selama kejang pasien sadar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada wajah rhisus sardonikus (+), trismus (+), kuduk kaku (+), motorik : hipertonus, dari kriteria Patel Joag: Masa Inkubasi ≤ 7 hari (+) Periode Onset ≤ 48 jam (+) Spasme local (+) → adanya kekakuan pada mulut Spasme umum (+) → adanya kejang kaku, perut papan, Suhu ≥ 37,6 C (+) → suhu 37.8 C
Sumber infeksi : luka tertusuk di tangan
DK/ Tetanus umum grade IV + disotonomi
2. BAGAIMANA PATOGENESISNYA?
C.tetani masuk tubuh melalui luka. spora dapat tumbuh pada keadaan anaerobik. Jaringan nekrosis, benda asing atau infeksi aktif baik untuk
perkembangan spora & pelepasan toksin. Tetanospasmin zinc metalloprotease, suatu substansi
amino acid polyperptide chain yang dilepaskan di dalam luka.
Toksin menyebar melalui otot yang terkena kepada otot di sekitarnya terikat ujung terminal motor neuron perifer memasuki akson transpor secara retrograd melalui intraneuronal..
Toxin bekerja pada sistem saraf termasuk motor end plate perifer, medula spinalis, otak dan sistem saraf otonom. Selain itu toxin juga menyebar melalui peredaran darah & limph
Tetanospasmin menghambat pelepasan neuron inhibitor yang berfungsi mengatur kontraksi otot otot akan berkontraksi secara tidak terkontrol kaku. Neuron yang melepaskan neurotransmiter inhibitor mayor GABA & glisin sensitif terhadap tetanospasmin terjadi kegagalan inhibisi pada respon refleks motor pada stimulasi sensorik
Penghambatan ini disebabkan karena pemecahan synaptobrevin (protein yang berfungsi pada pelepasan vesikel) mengurangi fungsi inhibisi, meningkatkan kecepatan istirahat pada neuron dan bertanggung jawab pada rigiditas otot
Saraf perifer terpendek akan menimbulkan gejala distorsi wajah, kekakuan punggung dan leher peningkatan pada aktivasi saraf-saraf yang menginervasi muskulus maseter (trismus or lockjaw).
Toksin ini menginterfensi fungsi arkus refleks dengan memblokade transmiter inhibisi (GABA) presinaps pada medula spinalis dan brainstem.
Keadaan ini bisa menyebabkan spasme otot, kejang dan pada sistem otonom menyebabkan hiperreaktivitas simpatis
EFEK TETANOSPASMIN TERHADAP PELEPASAN NEUROTRANSMITER
Invasi saraf terminalAksi potensial dependent Ca entryPeranan Ca dalam pelepasan
neurotransmiter Vesikel memerlukan 4 Ca untuk
melepaskan neurotransmiter Tetanospasmin memodifikasi 4 Ca
dependent menjadi 1 Ca dependent Neurotransmiter gagal dilepaskan
3. MANIFESTASI KLINIS1. Kekakuan otot atau Rigiditas m. masseter → trismus atau lockjaw
( kesulitan membuka mulut ) otot-otot wajah →’risus sadonicus’ (mata
menutup sebagian dan berkurangnya frekuensi mengedip, dahi berkerut dan m. corrugator berkontraksi menghasilkan garis vertikal di antara alis, lipatan nasolabial tampak menonjol, bibir berkerut, dengan sudut bibir mengarah keluar)
otot-otot leher →retraksi pada kepala dan tekanan occiput pada tempat tidur.
otot-otot faring → dysphagia Otot dada, termasuk m.intercostal →
gangguan pernafasan
Otot-otot abdomen → board like rigidity Otot-otot punggung → opisthotonos
2. Spasme Otot Spasme atau kejang ditandai oleh refleks
yang berlebihan akibat kontraksi tonik dari otot-otot yang kaku.
Spasme biasanya dirangsang oleh sentuhan, rangsangan auditory, visual dan emosi.
Biasanya berlangsung dalam beberapa detik, tiba-tiba dan nyeri.
Fulminant tetanus ditandai oleh kejang yang spontan, sering,lama, sangat nyeri, dan pasien tampak berada dalam status konvulsi.
Spasme yang lama menyebabkan kesulitan bernafas, menjadi dangkal, irregular dan inefektif → hipoksia, sianosis dan hiperkapnia → kerusakan otak dan kematian.
3. Gangguan Sistem Otonom Melibatkan sistem simpatis dan
parasimpatis. Peningkatan aktivitas simpatis :
Sinus takikardiBerkeringat (tidak berhubungan dengan
fluktuasi suhu tubuh)Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolikTransient supraventricular arrhytmia
Peningkatan aktivitas parasimpatis :Salivasi yang berlebihan. Spasme otot faring
menyebabkan saliva tidak tertelan → akumulasi saliva → sering teraspirasi ke dalam paru → komplikasi sistem pernafasan
Peningkatan tonus vagal
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG APA YANG DIBUTUHKAN ? Temuan laboratorium : - Lekositosis ringan - Trombosit sedikit meningkat - Glukosa dan kalsium darah normal - Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat
meningkat - Enzim otot serum mungkin meningkat - EKG dan EEG biasanya normal - Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah
yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.
- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)
5. TERAPI TETANUS
PRINSIP TERAPI Mengeliminasi bakteri dalam tubuh
untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin lebih lanjut
Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat dengan sistem saraf pusat)
Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem saraf pusat
TERAPI UMUM
Dirawat di ruangan tenang & dimonitor ketat.
Cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
Debridement luka. Berikan hTIG dan terapi antibiotika. Oksigenasi Diet tinggi kalori tinggi protein
TERAPI KHUSUS Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) :
untuk menetralisir tetanospasmin bebas. Diberikan secepat mungkin setelah diagnosis klinis tetanus ditegakkan. Dosis efektif yang direkomendasikan adalah 3000-10.000 IU iv/im, dengan kadar puncak dalam darah dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai pengobatan secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan pada sekeliling luka. Di Indonesia umumnya masih memakai Anti Tetanus Serum, termasuk juga di RSHS.
Serum ATS yang dianjurkan 10.000 U i.v satu kali. Sebelum pemberian harus dilakukan skin tes. Untuk imunisasi aktif dipakai TT. Apabila luka kecil, tidak terinfeksi, tetapi riwayat imunisasi tidak jelas, diberikan dosis TT 0,5 ml. Dosis yang sama mutlak diberikan apabila luka besar, terinfeksi, dan riwayat imunisasi terakhir lewat 5 tahun.
Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin. DOC : Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-14 hari, aktif menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.
Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas karena bersifat GABA enhancer.
DOC : Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan relaksasi otot. Dosis pemberian berdasarkan derajat keparahan spasme otot.
Pada orang dewasa :Spasme ringan : 5-10 mg p.o
tiap 4-6 jamSpasme sedang : 5-10 mg i.v
Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan 10-15 mg/jam
Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular blocking agents (vecuronium)
ß-adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas simpatis, yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi
Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV) untuk atasi gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien yang memerlukan intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga direkomendasikan setelah onset kejang umum yang pertama.
Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif mencegah tetanus, namun imunisasi tetanus telah memperlihatkan sebagai salah satu yang paling efektif sebagai pencegahan terhadap kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan penanganan luka yang baik diketahui merupakan komponen yang penting dalam mencegah penyakit ini. Pada pasien dengan tetanus, imunisasi aktif dengan TT harus mulai diberikan atau dilanjutkan sesegera mungkin setelah kondisi pasien stabil.
Terapi standar pasien tetanus di RSHS:- ATS 10.000 IU i.m- TT 0,5 cc i.m diulang 1 bulan kemudian- Tetrasiklin 2 g/hari dan metronidazole 1500 mg/hr- Diazepam 10 mg i.v- Pemasangan NGT, trakeostomi, perawatan luka, dll- Masuk ICU atas indikasi: apabila spasme tidak dapat diatasi atau terjadi disotonomia
I. Komplikasi Respirasi a. Hipoksia dan gagal nafas
Sering terjadi pada tetanus berat, hipoksia yang terjadi dapat ringan maupun berat. Hipoksia yang lama atau berat yang berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menyebabkan keadaan koma.
Komplikasi lain: atelektasis, pneumonia aspirasi, pneumonia, bronkopneumonia berhubungan dengan kesulitan mengeluarkan sekret saluran nafas bagian atas
6. KOMPLIKASI
b. Spasme laringSering terjadi dan sangat ditakuti. Dapat hipoksia, sianosis dan kematian
mendadak
c. Serangan apneuSerangan apneu dengan sianosis tanpa
spasme laring tetanus berat.
d. BronkospasmeTakipneu dengan bronkospasme biasanya
pada tetanus sedang dan berat. Akibat bertambahnya sekret saluran nafas
trakeobronkial sehingga jalan nafas menyempit.
e. Adult respiratory distress syndrome Serangan apneu dengan sianosis tanpa
spasme laring tetanus berat. Jarang ditemukanditandai episode respiratory distress berat
dengan takipneu. Patogenesis belum jelas, diduga kontrol
inhibisi pada pusat pernafasan oleh toksin tetanus
f. Paralisis diafragmag. Komplikasi akibat pemakaian alat
bantu ventilasi
II. Komplikasi kardiovaskuler dan disotonomia
Komplikasi kardiovaskuler pada tetanus berat terutama karena disotonomia.
Takikardia sampai 170-180x/menit atau lebih dan menetap, hipotensi persisten, bradikardia, hipertensi labil, vasokonstriksi perifer dengan gejala seperti syok.
Ketidakstabilan saraf otonom yang hebat dikenal sebagai “autonomic storm”
Komplikasi kardiovaskuler lain yaitu aritmia kordis seperti ekstrasistol, ventikular takikardia singkat, paroksismal atrial takikardia singkat , infark miokard.
Komplikasi lain yang berhubungan dengan gangguan sistem saraf
otonom antara lain : Hiperhidrosis Hipertermia ( suhu rektal > 41 º C ) Kadang Sindrome Inappropiate Antidiuretic Hormone Ketidakstabilan kardiovaskular karena tonus simpatis
yang berfluktuasi Tonus vagal yang luas menyebabkan bradiaritmia dan
henti jantung. Hipoksia berat Peningkatan suhu tiba-tiba ( > 41 º C ) Emboli pulmonal yang luas. Hipokalemia, hiperkalemia atau gangguan
keseimbangan berat pada pH darah arteri. Infark miokard akut Toksik miokarditis
III.Komplikasi sistemik lain:a. Sepsis Penyebab iatrogenik disebabkan organisme gram
negative terutama Klebsiela dan Pseudomonas Aeruginosa.
b. Multi organ failure Disfungsi sistem pernafasan sering disertai
disfungsi kardiovskuler. Disfungsi sistem pencernaan disebabkan
perdarahan GIT berulang dengan atau tanpa ileus paralitik yang serius.
Disfungsi ginjal dengan berkurangnya pengeluaran urine dan meningkatnya kadar kreatinin serum.
c. Komplikasi ginjal Insufisiensi ginjal dapat terjadi karena
sepsis atau pemakaian aminoglikosida, faktor prerenal, mioglobinuri yang dihasilkan oleh rabdomiolisis atau kejang berat.
d. Komplikasi hematologik Anemia sering ditemukan pada minggu II
atau III dari penyakit leukositosis dapat terjadi.
Trombositopenia dan DIC berhubungan dengan sepsis
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Berhubungan dengan kehilangan cairan yang
berlebihan melalui hiperhidrasi.
f. Komplikasi metabolik Hiperventilasi karena kejang berat yang terus
menerus dapat meyebabkan meningkatnya asidosis respiratorik.
Alkalosis respiratorik karena hipokapnia lebih sering ditemukan.
g. Komplikasi pada kulit: dekubitus dan tromboplebitis.
h. Fraktur karena spasme yang sangat kuat.
i. Komplikasi neurologis dan gejala sisa neuropati perifer, kompresi n.peroneus,
kelumpuhan n.laringeus, paralisis n.VII perifer, oftalmoplegia dan ptosis, gangguan kesadaran dan memori.
PROGNOSA Quo ad vitam : Dubia ad bonam Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Prognosis dan mortalitas pasien tetanus tergantung dari beratnya penyakit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian:
1. Masa inkubasi dan onset.Semakin pendek masa inkubasi dan periode onset maka semakin tinggi angka kematian.
2. Beratnya gejala klinik.Angka kematian tinggi pada penderita tetanus berat. Gejal klinis yang berperan dalam menetukan prognosis adalah spasme dan disotonomia.
3. UsiaPrognosis buruk dan angka kematian tinggi pada neonatus dan usia > 50 tahun
4. Gizi buruk.Penyembuhan akan lebih baik bila diberikan diet tinggi kalori (3500-4000 kal/hr)
5. Penanganan komplikasi.