rangkuman bank indonesia ii

14
 Rangkuman Bank Indonesia II Perbankan Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan us ahanya dianut dual bank system, yai tu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Bank-Bank Milik Negara Bank Sentral Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951. Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:

Upload: glagah-seto-sulandityo-katon

Post on 18-Jul-2015

388 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 1/14

Rangkuman Bank Indonesia II

Perbankan

Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama

perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan

untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan

taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR.

Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat

menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas.

Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat

melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara

prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah.

Bank-Bank Milik Negara

Bank Sentral

Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian

ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank

yang di nasionalkan di tahun 1951.

Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor

Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank

tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor

impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 2/14

Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.

Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.

Bank Negara Indonesia (BNI '46)

Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara

Indonesia '46.

Bank Dagang Negara(BDN)

BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP

(Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank

Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yang berada diluar Bank Negara

Indonesia Unit.

Bank Bumi Daya (BBD)

BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles

Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun

1968 menjadi Bank Bumi Daya.

Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)

Bank Pembangunan Daerah (BPD)

Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.

Bank Tabungan Negara (BTN)

BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950.

Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara

dengan UU No 20 Tahun 1968.

Bank Mandiri

Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN),

Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger

keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia

sebagai:

Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur

dana

Pelaksana kebijakan moneter;

Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar

tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual,

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 3/14

dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan

bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:

Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);

Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan

Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern

yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan

tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.

:: Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank

Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:

1.  Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan

tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi

pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan

pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank,

pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

2.  Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan

ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka

menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan

masyarakat.

3.  Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan

bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung

(off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan

pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan

keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang

berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang

membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan

melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil

pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat

melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk,

perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak

lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.

4.  Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk

menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila

suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur

pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 4/14

Jasa perbankan 

Diberikan untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang

berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.[4] Jasa

perbankan lainnya antara lain sebagai berikut:

1.  Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah

2.  Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah

3.  Jasa pengiriman uang ( transfer )

4.  Jasa penagihan ( inkaso )

5.  Kliring

6.  Penjualan mata uang asing

7.  Penyimpanan dokumen

8.  Jasa cek wisata

9.  Kartu kredit

10. Jasa-jasa yang ada di pasar modal, seperti pinjaman emisi dan pedagang efek.

11. Jasa Letter of Credit (L/C)

12. Bank garansi dan referensi bank

13. Jasa bank lainnya.

Arah Kebijakan Moneter dan Perbankan Bank Indonesia Tahun 2012

(Pertemuan Tahunan Perbankan, 9 Desember 2011)

Masyarakat mendambakan perbankan yang tidak saja sehat dan kuat, tapi juga berperan secara

efektif dan efisien dalam pembiayaan perekonomian. Terciptanya perbankan yang sehat dan kuat di

satu sisi, dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara efektif dan efisien di

sisi lainnya, bukanlah dua hal yang dapat dipisahkan. Selain itu, industri perbankan perlu terus

berbenah untuk meningkatkan daya saing terutama dalam menghadapi tantangan yang sudah

sangat nyata di depan, yaitu perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

Dengan memandang bahwa pengelolaan ekonomi makro kedepan masih harus berhadapan dengan

risiko global dan kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar, arah kebijakan Bank

Indonesia pada tahun 2012 akan di arahkan dalam rangka:

a)  Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian

sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global.

b)  Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam

perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan.

c)  Meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem

pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.

d)  Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen

pencegahan dan penanganan krisis (PMK).

e)  Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses

perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 5/14

Pada tahun 2012, kebijakan moneter akan diarahkan dalam rangka melanjutkan stabilisasi di sektor

keuangan serta menjangkar BI Rate yang konsisten dengan upaya mengoptimalkan stimulus pada

perekonomian, namun dengan tetap memperhatikan pencapaian sasaran inflasi.

Respon suku bunga akan diarahkan agar konsisten untuk pencapaian sasaran inflasi IHK sebesar 4,5

persen ± 1 persen pada tahun 2012 dan 2013, sekaligus untuk menjaga momentum penguatan

ekonomi dan memitigasi risiko dari perlambatan ekonomi global. Kebijakan suku bunga ini akan

dilengkapi dengan kebijakan makro prudensial, untuk memitigasi risiko kerentanan pada sektor-

sektor konsumtif yang pertumbuhannya tidak sustainable atau berpotensi mengalami

pengelembungan harga aset (asset bubble).

Strategi operasi kebijakan moneter akan tetap diarahkan untuk menjaga kestabilan suku bunga di

pasar uang rupiah, mendukung stabilitas nilai tukar, dan memelihara stabilitas pasar keuangan. Saya

memandang, bentuk stabilitas tersebut perlu memberikan ruang yang lebih luas bagi pendalaman

pasar keuangan nasional.

Oleh karena itu, operasi moneter akan bertumpu pada instrumen-instrumen yang secara langsung

dapat menghidupkan aktifitas transaksi di pasar uang seperti, transaksi pasar uang rupiah antar bank

(PUAB), Repurchase Agreement (Repo) dan swap. Dengan demikian, ini akan mendorong

pengelolaan likuiditas perbankan secara lebih sehat dan efisien. Bank Indonesia juga melihat

perlunya langkah-langkah untuk melanjutkan proses ‘re-alignment’ struktur suku bunga di pasar

keuangan melalui berbagai penyempurnaan dalam mekanisme operasi pasar terbuka (OPT).

Kebijakan Bank Indonesia di nilai tukar akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar

dengan memperhatikan pencapaian keseimbangan internal dan eksternal perekonomian, serta

memberikan kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi. Sejak Januari 2012, kebijakan stabilisasi nilaitukar akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor (DHE)

dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank domestik. Bank Indonesia juga tengah me-review

ketentuan-ketentuan untuk memperkaya instrument di pasar valas dalam rangka menghidupkan

transaksi lindung nilai (hedging).

Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, Bank Indonesia akan mengoptimalkan fungsi Kantor

Bank Indonesia (KBI) sebagai fasilitator dan katalisator percepatan pembangunan di daerah,

terutama di wilayah timur Indonesia dimana disparitas pertumbuhannya masih cukup lebar. KBI

akan didorong untuk menjalankan fungsinya secara efektif, dengan memperkuat jalinan hubungan

dengan Pemerintah Daerah. Pelaksanaa tugas TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) ke depan akanditopang dengan sistem informasi harga barang strategis terutama mencakup informasi mengenai

produksi dan stok secara nasional. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut memerlukan komitmen

yang kuat dan dukungan dari banyak pihak termasuk dari kementerian terkait seperti Kementerian

Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk dari Pemerintah Daerah

Di bidang perbankan, kebijakan akan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara peningkatan

daya saing dan memperkuat ketahanan perbankan, dengan tetap mendorong intermediasi bank

termasuk memperluas akses masyarakat ke layanan jasa perbankan berbiaya rendah.

Dalam rangka meningkatkan daya saing perbankan, kebijakan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) akandilanjutkan untuk memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik sehingga sasaran kebijakan

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 6/14

dapat tercapai. Sebagai tindak lanjut dari sisi pengawasan bank, akan ditingkatkan enforcement

ketentuan dengan mewajibkan Rencana Bisnis Bank (RBB) mencantumkan target-target peningkatan

efisiensi dan penurunan suku bunga kredit pada level yang wajar. Bank Indonesia juga tengah

“mengkaji” praktek pemberian tingkat bunga dana pihak ketiga (DPK) di atas tingkat bunga yang

ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta mengkaji pembatasan pemberian hadiah

bagi nasabah.

Kebijakan penguatan ketahanan perbankan dilakukan melalui peningkatan permodalan dalam

rangka mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan dan antisipasi perubahan siklus bisnis. Melalui

kebijakan ini perbankan Indonesia akan lebih siap dalam mengantisipasi berbagai risiko karena dapat

di-cover dengan permodalan yang mencukupi.

Aspek perlindungan nasabah dan tata kelola perbankan juga merupakan dua aspek yang perlu

memperoleh perhatian. Beberapa kasus fraud di perbankan yang menyita perhatian pada tahun

2011 memerlukan penataan kembali kebijakan terkait dengan kedua aspek di tersebut. Oleh karena

itu, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan untuk menyempurnakan aspek

perlindungan nasabah dan calon nasabah.

Lebih lanjut, untuk peningkatan kualitas tata kelola perbankan, Bank Indonesia akan

menyempurnakan ketentuan transparansi laporan keuangan, khususnya yang terkait laporan

keuangan publikasi, dan pengaturan terhadap akuntan publik yang digunakan oleh perbankan. Bank

Indonesia juga terus mengkaji kebijakan kepemilikan di perbankan dan kebijakan multi-license

seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha bank.

Di luar aspek penguatan daya saing dan ketahanan perbankan, Bank Indonesia akan mendorong

intermediasi perbankan melalui beberapa langkah sebagai berikut :

a)  Melanjutkan upaya mendukung perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada

masyarakat khususnya layanan perbankan bagi masyarakat pedesaan berbiaya rendah,

termasuk peningkatan kualitas program Tabunganku, pengembangan edukasi keuangan,

pelaksanaan Financial Identity Number dan pelaksanaan survei literacy.

b)  Memfasilitasi intermediasi untuk mendukung pembiayaan di berbagai sektor potensial

bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah. Disamping itu, akan pula dikaji mengenai

berbagai hambatan dalam pembiayaan untuk sektor-sektor yang tingkat pertumbuhan

kreditnya masih relatif rendah. Terkait dengan kebutuhan pembiayaan sektor-sektor yang

secara komersial tidak diminati oleh perbankan namun memiliki peran strategis dalamperekonomian, Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah akan mengembangkan

berbagai skim pembiayaan.

Upaya peningkatan daya saing dan tata kelola juga akan menjadi arah kebijakan perbankan Syariah.

Selain itu akan didorong pengembangan produk dan aktivitas perbankan syariah. Strategi

pengembangan BPRS ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPRS sebagai community bank

yang sehat, kuat, produktif, serta fokus pada penyediaan pelayanan jasa keuangan kepada UMKM

dan masyarakat setempat di daerah.

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 7/14

Seperti juga dengan industri perbankan yang diharapkan dapat menurunkan biaya perekonomian,

area jasa pembayaran (financial services) juga memiliki tujuan serupa. Area jasa pembayaran ini

mencakup baik sistem pembayaran yang kita telah kenal, baik tunai dan non-tunai, serta setelmen

(penyelesaian transaksi).

Bank Indonesia berketetapan untuk mengambil posisi kepemimpinan dalam menentukan arah

kebijakan pengembangan jasa pembayaran ke depan. Koordinasi kebijakan antar instansi dan

otoritas akan terus dibutuhkan, terlebih karena terdapat pengembangan jasa pembayaran yang

melibatkan pihak di luar bank sentral. Pengembangan industri jasa pembayaran nasional ke depan

akan dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu :

a)  Pertama, peningkatan keamanan dan kehandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui

penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka

hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional;

b)  Kedua, peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk

mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara

 jasa pembayaran.

c)  Ketiga, peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku

 jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen.

Berbagai program pengembangan jasa pembayaran nasional dituangkan dalam cetak biru, yang

secara terpadu menjadi pedoman dalam mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, aman dan

handal.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) 

Sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah diterima secara internasional. Oleh karena itu,

muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem

keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan

menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari

berbagai sumber:

” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock)

yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.” 

” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai

gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan

pembayaran dan menyebar risiko secara baik.” 

” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan

harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan

ekonomi.” 

Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor

yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat

dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara

kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapatbersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 8/14

kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko

operasional.

Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan

teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas

wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas

yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber

pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat

mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.

Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward

looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul

serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut

selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin

membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.

Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan . Kelima

peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu

adalah:

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui

instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu

menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas

moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui

penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi.

Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telahmenerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.

Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang

sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui

mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan

memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat

menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah

terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah

ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan

serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwanegara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh.

Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi

perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan.

Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah

menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.

Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem

pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran

sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagionrisk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 9/14

mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung

semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time

atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan

keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank

Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem

pembayaran.

Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses

informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara

macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi

potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset,

Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi

kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi

rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam

gangguan dalam sektor keuangan.

Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi

bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank

Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan

sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun

krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi

memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan

pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk

membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari

terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat

harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan

mengenai skim asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank

sentral (lender of last resort), serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih

ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme

penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. Dengan

demikian, sasaran JPSK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan dapat

berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang

berkesinambungan.

Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor

Keuangan (JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang tentang

Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai

tugas dan tanggung-jawab lembaga terkait yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS) sebagai pemain dalam jaring pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen

Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundang-undangan untuk sektor keuangan dan

menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawab untuk

menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran sistem

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 10/14

pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab untuk menjamin simpanan

nasabah bank serta resolusi bank bermasalah.

Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang pada saat ini

masih dalam tahap pembahasan Dengan demikian, UU JPSK kelak akan berfungsi sebagai landasan

yang kuat bagi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas terkait dalam rangka

memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam RUU JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara

rinci yakni meliputi: (1) pengaturan dan pengawasan bank yang efektif; (2) lender of the last resort;

(3) skim asuransi simpanan yang memadai dan (4) mekanisme penyelesaian krisis yang efektif.

1. Pengaturan dan Pengawasan Bank yang efektif 

Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan jarring pengaman pertama dalam JPSK

(first line of defense). MEngingat pentingnya fungsi pengawasan dan pengaturan yang efektif, dalam

kerangka JPSK telah digariskan guiding principles bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap

lembaga dan pasar keuangan oleh otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjagastabilitas system keuangan, serta harus berpedoman kepada best practices dan standard yang

berlaku.

2. Lender of last Resort

Kebijakan lender of last resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam

pencegahan dan penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI telah merumuskan secara lebih jelas

kebijakan the lender of last resort (LLR) dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan

darurat (krisis) mengacu pada best practices. Pada prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal hanya

diberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven yang memiliki agunan likuid dan bernilai tinggi.

Sedangkan dalam pemberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik menjadi faktor

pertimbangan utama, dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan.

Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last

resort dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya

menjadi beban Pemerintah berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 3 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR

tanggal 15 Januari 2004. Sebagai peraturan pelaksanaan fungsi lender of the last resort, telah

diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.05/2005 tanggal 30 Desember

2005 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD

bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

3. Skim Penjaminan Simpanan (deposit insurance) yang memadai

Pengalaman menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga

stabilitas sistem keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) yang diberlakukan

akibat krisis sejak tahun 1998 memang telah berhasil memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap

sektor perbankan. Namun penelitian menunjukkan bahwa blanket guarantee tersebut dapat

mendorong moral hazard yang berpotensi menimbulkan krisis dalam jangka panjang.

Sejalan dengan itu, telah diberlakukan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Nomor24 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya memiliki dua tanggung jawab

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 11/14

pokok yakni: (i) untuk menjamin simpanan nasabah bank; dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank

bermasalah. Untuk menghindari dampak negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS

tersebut akan dilakukan secara bertahap. Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan

dibatasi sampai dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret 2007.

4. Kebijakan Resolusi Krisis yang efektif 

Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK agar krisis

dapat ditangani secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Dalam JPSK

ditetapkan peran dan kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan dan penyelesaian

krisis, sehingga setiap lembaga memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan

demikian, krisis dapat ditangani secara efektif, cepat, dan tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya

ekonomi yang tinggi.

Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait. Untuk itu

dibentuk Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan KetuaDewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut,

telah dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua

Dewan Komisioner LPS tentang Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI,

Depkeu dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.

Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Sistem Pembayaran di Indonesia

Apa Itu Sistem Pembayaran (SP)?

Apa itu SP? SP adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang

dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari

suatu kegiatan ekonomi. Lantas, apa saja komponen dari SP? Sudah barang tentu harus ada alat

pembayaran, ada mekanisme kliring hingga penyelesaian akhir (settlement). Nah, selain itu juga ada

komponen lain seperti lembaga yang terlibat dalam menyelenggarakan sistem pembayaran.

Termasuk dalam hal ini adalah bank, lembaga keuangan selain bank, lembaga bukan bank

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 12/14

penyelenggara transfer dana, perusahaan switching bahkan hingga bank sentral (lihat

Perkembangan).

Evolusi Alat Pembayaran 

Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau kita menengokkebelakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang

diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen. Dalam perkembangannya, mulai dikenal

satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini

uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat

pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran

nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet

giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat

pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).

Alat Pembayaran Tunai

Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal

masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat

moderen seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang

cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Pada tahun 2005, perbandingan uang kartal terhadap

 jumlah uang beredar sebesar 43,3 persen.

Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu

bisa terjadi karena biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal. Hal itu belum

lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran. Misalnya, ketika Anda menunggu

melakukan pembayaran di loket pembayaran yang relatif memakan waktu cukup lama karena

antrian yang panjang. Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang

risiko seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.

Menyadari ketidak-nyamanan dan inefisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan terus

mendorong untuk membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau

Less Cash Society (LCS).

Alat Pembayaran Nontunai

Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Kenyataan inimemperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran nontunai yang dilakukan bank maupun

lembaga selain bank (LSB), baik dalam proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun

sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi

pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS

(Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS adalah muara

seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.

Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat

mendesak (urgent) seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham,

transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melaluisistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, BI-RTGS melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari.

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 13/14

Sedangkan transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan uang

elektronik masing-masing nilai transaksinya hanya Rp8,8 triliun per hari yang dilakukan bank atau

LSB.

Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang tentu harus

dijaga kontinuitas dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau mengalami

gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di dalam negeri.

Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS

tadi. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai

Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi

pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).Adalah wajar saja apabila Bank Indonesia

sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan teknologi,

 jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula System Wide Important

Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan

APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI juga peduli dengan SWIPS karena sifat sistem yang

digunakan secara luas oleh masyarakat. Apabila terjadi gangguan maka kepentingan masyarakat

untuk melakukan pembayaran akan terganggu pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan

alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem.

Perlu diketahui bahwa BI bukan semata peduli akan terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran,

tapi juga kesetaraan akses hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang dimaksud terciptanya

sistem pembayaran, itu artinya memberi kemudahan bagi pengguna untuk memilih metode

pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah dengan biaya serendah mungkin. Sementara

yang dimaksud dengan kesetaraan akses, BI akan memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam

penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan aspek perlindungan konsumen dimaksudkan

penyelenggara wajib mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam

penyelenggaraan sistemnya.

SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI)

Pengertian Kliring

Kliring adalah suatu tata cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-

surat berharga dari suatu bank terhadap bank lainnya, dengan maksud agar penyelesaiannya dapat

terselenggara dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas

pembayaran giral.

Lalu lintas pembayaran giral adalah, suatu proses kegiatan bayar membayar dengan waktat atau

nota kliring, yang dilakukan dengan cara saling memperhitungkan diantara bank-bank, baik atas

beban maupun untuk keuntungan nasabah yang bersangkutan

Giral adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.

Jenis Transaksi Kliring

Transaksi kliring yang dapat dilakukan meliputi:

5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 14/14

1.  Transfer debet (menggunakan cek, bilyet giro atau warkat debet lainnya); dan

2.  Transfer kredit (mengisi formulir isian yang disediakan oleh bank) yang kemudian akan

dikirim oleh bank melalui data keuangan elektronik yang disediakan dalam SKNBI.

Jenis-Jenis Kliring

1.  Kliring umum, adalah : sarana perhitungan warkat-warkat antar bank yang pelaksanaannya

diatur oleh B I.

2.  Kliring lokal, adalah : sarana perhitungan warkat-warkat antar bank yang berada dalam suatu

wilayah kliring (wilayah yang ditentukan).

3.  Kliring antar cabang, adalah : sarana perhitungan warkat antar kantor cabang suatu bank

peserta yang biasanya berada dalam satu wilayah kota. KLiring ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan seluruh perhitungan dari sauatu kantor cabang untuk kantor cabang lainnya

yang bersangkutan pada kantor induk yang bersangkutan.