psikofarmakologi gangguan obsesif kompulsif

Upload: pebrina-ramadhani

Post on 07-Jul-2018

268 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    1/20

    TUGAS KEPANITERAAN KLINIK 

    ILMU PENYAKIT JIWA

    REFERAT

    “Psikofarmaka pada gangguan Obsesif Kompulsif”

    OLEH :

    NI MADE PEBRINA SARI ( H1A 010 051 )

    Supervisor :

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    2/20

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan neuropsikiatri dengan

    karakteristik pemikiran menyusahkan yang berulang dan perilaku yang berulang atau

    melakukan ritual mental untuk mengurangi kekhawatiran.1

    Prevalensi gangguan obsesif kompulsif secara internasional yaitu 1,1%-1,8%.

    Saat usia dewasa, wanita memiliki prevalensi sedikit lebih tinggi dibandingkan

    dengan laki-laki, meskipun secara umum laki-laki dapat mengalami gangguan ini

     pada masa anak-anak. Di Amerika Serikat rata-rata onset usia terjadinya gangguan ini

     pada usia 19,5 tahun dan 25% kasus, gangguan ini terjadi pada usia 14 tahun. Onset

    munculnya penyakit ini setelah usia 35 tahun umumnya jarang terjadi. Laki-laki

    memiliki onset yang lebih cepat untuk terjadinya gangguan ini dibandingkan dengan

    wanita, sekitar 25% laki-laki memiliki onset usia sebelum usia 10 tahun.2,3

    Gangguan obsesif kompulsif ini dapat mengganggu baik kehidupan sosial

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    3/20

    secara berulang-ulang. Hal ini dapat menyebabkan pekerjaannya akan terhambat

    sehingga berpotensi untuk mengalami kehilangan pekerjaan.2

    Penyebab terjadinya gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun

    terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa suatu disregulasi serotonin

    terlibat di dalam pembentukan gejala dari gangguan obsesi dan kompulsi. Beberapa

     penelitian telah mengatakan bahwa terdapat gangguan pada sistem neurotransmiter 

    kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif.3

    Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh PET ( positron

    emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh,metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata),

    dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi

    komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik ( MRI ) telah menemukan

    adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan

    obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak fungsional maupun struktural

    konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum

    kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    4/20

    BAB II

    ISI

    2.1 Obat-Obat yang digunakan pada Gangguan Obsesif Kompulsif 

    Terdapat beberapa obat yang digunakan pada penderita obsesif kompulsif 

    diantaranya adalah SSRI   (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor), Clomipramine,

    Obat antidrepesan yang lain ( Monoamine Oxidase Inhibitor   (MAO),   Tricyclic

     Antidepressant   (TCA) serta terdapat obat tambahan yang dapat digunakan untuk 

    meningkatkan efikasi dari obat yang digunakan untuk gangguan obsesif kompulsif 

    yakni golongan antipsikotik dan golongan obat yang lain. Berikut akan dibahasmengenai obat-obat tersebut.5

    2.1.1 SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

    SSRI direkomendasikan sebagai obat   first-line   yang digunakan untuk 

    tatalaksana gangguan obsesif kompulsif, hal ini berdasarkan dari beberapa penelitian

    menggunakkan   randomized controlled trial  (RCT), beberapa penelitian meta analisis

    dan beberapa guideline serta hasil dari beberapa konsensus. Obat-obat yang golongan

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    5/20

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    6/20

    d. Sertraline

    Penelitian dengan menggunakan   double-blind active-comparator 

    menunjukkan sertraline memiliki efikasi yang hampir sama dengan fluoxetine.

    Sertraline memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan dengan clomipramine. 5

    e. Citalopram

    Penelitan dengan   double-blind, placebo-controlled trial  menunjukkan bahwa

    citalopram memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan plasebo.

    Dengan kecenderungan memiliki efikasi yang baik dan memiliki respon yang cepat

     pada pemberian dengan dosis yang tinggi. Beberapa penelitian   open-label trial

    menunjukkan bahwa citalopram memiliki efikasi yang sama dengan golongan SRI

    yang lain.5,7,8,

    f. Escitalopram

    Berdasarkan beberapa penelitian yang digunakan menggunakkan penelitian

     placebo-controlled, randomized    dapat ditarik kesimpulan mengenai efikasi

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    7/20

    tatalaksana gangguan obsesif kompulsif. Faktor yang terakhir yaitu data

    menunjukkan bahwa escitalopram baik ditoleransi dan memiliki farmakokinetik yang

     baik, hal ini merupakan keistimewaan yang penting untuk penggunaan obat untuk 

    tatalaksana pada kondisi yang kronis.9

    Pemilihan obat dari golongan SSRI harus dipertimbangkan mengenai

    keamanan dan efek samping pada pasien yang meliputi potensial interaksi obat,

    respon terapi sebelumnya dan munculnya kondisi medis umum. Contohnya

     paroxetine merupan golongan SSRI yang paling berhubungan dengan peningkatan

     berat badan dan memiliki efek antikolinergik SSRI sehingga paroxetine tidak boleh

    menjadi obat pilihan utama pada pasien dengan obesitas, diabetes melitus, konstipasidan hesistansi urin. Faktor lain yang dapat menentukakan dalam pemilihan obat

    antara lain yaitu derajat perubahan metabolisme obat pada enzim cytokrom di hati.

    Banyak interaksi obat yang terjadi namun data yang mendukung belum ditetapkan

    secara pasti mengenai efek klinisnya. Citalopram, escitalopram dan setralin memiliki

    interaksi obat yang penting namun belum diketahui secara pasti.5,9

    Pemberian SSRI diberikan dengan dosis rendah kemudian secara bertahap

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    8/20

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    9/20

     bahwa clomipramine memiliki efek samping yang lebih besar dibandingkan dengan

    fluoxetine.5,8

    2.1.3 Antidrepessan golongan lain

    a. Monoamine oxidase Inhibitors (MAOI)

    Terdapat data yang lemah untuk penggunaan MAOI pada gangguan obsesif 

    kompulsif. Pada penelitian dengan   double-blind, placebo dan fluoxetine controlled 

     study   dengan percobaan menggunaan Phenelzine menunjukkan tidak ada perbedaan

    yang signifikan dibandingkan tatalaksana dengan menggunakan placebo. Pada   post 

    hoc analysis, peneliti mengungkapkan obsesif simetris bisa menjadi prediktor dari

    respon Phenelzine namun ini belum dapat diterangkan secara jelas.4

    b. Triciklik antidepressan (TCA)

    Penelitian yang sedikit mengenai TCA selain Clomipramine belum banyak 

    ditemukan adanya bukti mengenai efek dari TCA untuk tatalaksana gangguan obsesif 

    kompulsif Suatu penelitian dengan randomized controlled trial yang

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    10/20

    yang saling mendukung satu sama lain. Namun, pada banyak pasien dengan

    gangguan obsesif kompulsif yang tidak menunjukkan respon atau menunjukkan

    sebagian respon pada tatalaksana dengan menggunakan SRI, digunakan pengobatan

    dengan menggunakan tambahan antipsikotik. penelitian dengan  randomized, placebo-

    controlled   menambahkan kedua generasi dari antipsikotik yakni generasi pertama

    (haloperidol) dan generasi kedua (risperidone, olanzapine, quetiapine) memberikan

    respon dengan kisaran 40% hingga 55% dalam 4-6 minggu.5,8

     Namun, Penambahan antipsikotik pada pasien dengan gangguan obsesif 

    kompulsif menimbulkan banyak pertanyaan yang belum terdapat jawabannya yang

    meliputi dosis yang optimal pada setiap agen, efek toleransi jangka panjangnya dan

    alasan mengapa pada beberapa pasien menimbulkan keuntungan namun pada

     beberapa pasien tidak.5

    a. Haloperidol

    Penelitian dengan menggunakkan   double-blind, placebo-controlled   tentang

     penambahan antipsikotik pada pasien gangguan obsesif kompulsif yang mengalami

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    11/20

    ditoleransi, namun efek samping yang paling menonjol dari penggunaan risperidon

    adalah efek sedasi, efek samping yang lain yakni pusing serta mulut terasa kering. 5,8

    c. Olanzapine

    Keamaanan dan kefeektivitasan penambahan olanzapine pada gangguan

    obsesif kompulsif telah ditunjukkan oleh penelitian  randomized, placebo controlled 

    trial   dan beberapa   open label trial . Pasien yang tidak mengalami perbaikan paling

    sedikit 12 minggu dengan penggunaan SRI dilakukan penambahan olanzapine selam

    6 minggu dan didapatkan hasil yang signifikan. Namun, olanzapine memiliki efek 

    samping, yakni penambahan berat badan.5,8,10

    d. Quetiapine

    Keamaanan dan kefeektivitasan penambahan quetiapine pada gangguan

    obsesif kompulsif telah ditunjukkan oleh penelitian randomized,  placebo controlled 

    trial  dan beberapa open label trial  didapatkan hasil yang signifikan. Pada penggunaan

    quetiapine efek samping yang paling terlihat pada penggunaan Quetiapine juga

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    12/20

    Tabel 2.2 Dosis tambahan antipsikotik dari beberapa penelitian10

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    13/20

    rekreasi. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui derajat dari gejala pasien

    obsesif kompulsif yaitu dengan menggunakkan  Yale Brown Obssessive Compulsive

    Scale (Y-BOCS).1 Pada skala tersebut gerajat gangguan obsesif kompulsif dihitung

    dengan menggunakan 10 materi yang menilai obsesi dan kompulsi secara terpisah

     pada lima ukuran yaitu : waktu, gangguan, distress, resistensi dan kontrol. Setiap

    materi memiliki nilai dari 0 (tanpa gejala ) hingga 4 (gejala yang berat). Dari skala

    tersebut total nilai yaitu (0-40) dan dilakukan penilaian derajat gangguan obsesif 

    kompulsif yaitu:12

      Subklinis : 0-7

      Ringan : 8-15

      Sedang : 16-23

      Berat : 24-31

      Ekstreme : 32-40

    Setelah ditentukan derajat gangguan obsesif kompulsif, dapat dilakukan

    tatalaksana gangguan ini dengan menggunakan algoritma tatalaksana gangguan

    obsesif kompulsif. Algoritma tatalaksana obsesif kompulsif sebagai berikut: 1

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    14/20

    Gambar 2 1: Algoritma tatalaksana gangg an obsesif komp lsif

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    15/20

    Dosis SSRI untuk mendapatkan efek terapi harus ditingkatkan lebih dari 4

    hingga 6 minggu hingga dosis maksimal dapat dicapai atau hingga peningkatan dosis

    dapat menyebabkan efek samping. Penggunaan dosis yang tinggi harus dilakukan

    monitoring mengenai munculnya sindrom serotonin. Tanda awal adanya sindrom

    serotonin yaitu munculnya kekhawatiran, tremor serta keringat yang berlebihan.

    Pasien harus menggunakkan SSRI secara berkelanjutan selama 8 hingga 12 minggu.

    Jika terapi yang diberikan berhasil, terapi tersebut harus dilanjutkan paling sedikit

    satu hingga dua tahun. Jika pasien menginginkan untuk tidak menggunakkan lagi

    terapi dengan menggunakkan obat, dosis obat tersebut harus dilakukan tapering

    secara bertahap selama beberapa bulan. Jika gejala memberat selama melakukan

    tapering maka dosis yang digunakan sebelumnya harus diberikan kembali.1,5

    Jika penggunaan SSRI atau terapi psikologikal tidak memberikan respon yang

    memuaskan maka dapat dilakukan inisiasi penggunaan kombinasi obat. Jika pasien

    ingin melanjutkan hanya dengan menggunakan satu macam obat, maka pilihan lain

    yaitu memberikan obat lain dari golongan SSRI. Jika tidak ada respon dengan

     penggunaan minimal dua macam obat SSRI maka pemberian clomipramine dapat

    dipertimbangkan Venlafaxine merupakan pilihan lain sebagai tatalaksana second line

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    16/20

    2.3 Penentuan respon terapi dan gejala remisi gangguan obsesif kompulsif 

    Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Samantha et al menunjukkan bahwa

    untuk menilai respon terapi dan gejala remisi dari penderita gangguan obsesif 

    kompulsif yaitu dengan menggunakkan Yale Brown Obsessive Compulsive Scale  (Y-

    BOCS). Penelitian tersebut mengatakan pengurangan Y-BOCS ≥35 % merupakan

     prediksi yang paling baik untuk menentukan respon terapi. Sedangkan pasien yang

    telah menyelesaikan pengobatan untuk menilai gejala remisi dari obsesif kompulsif 

     prediktor yang paling baik digunakan adalah nilai Y-BOCS ≤14.13

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    17/20

    BAB III

    KESIMPULAN

    Gangguan obsesif kompulsif merupakan gangguan neuropsikiatri dengan

    gejala pemikiran yang berulang dan perilaku yang berulang untuk menghilangkan

    suatu kekhawatiran. Penderita gangguan ini umumnya lebih banyak terjadi pada

    wanita dan onsetnya bisa terjadi sejak usia 10 tahun. Gangguan ini dapat

    ditatalaksana dengan penggunakkan psikofarmaka atau terapi perilaku. Obat yang

    digunakan sebagai first-line adalah golongan SSRI. Namun, apabila setelah dilakukan

     pengobatan selama 12 minggu dan didapatkan masih terdapat gejala yang sama atau

     berdasarkan hasil dari pengukur menggunakkan Y-BOCS didapatkan hasil

     pengurangan gangguan < 35% maka dapat dilakukan penggantian pengobatan atau

    ditambahkan pengobatan dengan menggunakan antispikotik atipikal. Antipsikotik 

    atipikal yang memiliki keefektivitasan yang baik pada gangguan ini adalah risperidon.

    Meskipun sudah dilakukan tatalaksana dengan baik berdasarkan penelitian gangguan

    ini memiliki prognosis yang kurang baik.

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    18/20

    Daftar Pustaka

    1. Fenske, J N and Thomas, L S. Obsessive compulsive disorder : Diagnosis and

    Management. American Family physician. 80(3). 2009; p 239-245.

    2. American Pshyciatric association. Diagnostic and statistical Manual of Mental

    disorders 5th Ed. Washington DC: American Pshyciatric Publication; 2013, p

    235-240

    3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu

    Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator.

    Jakarta: Erlangga; 2010,p 56-67

    4. Bernard, B. A review of obsessive compulsive disorder in children and

    adolescents.Clinical research. 13. 2011; p 401-411.

    5. John S, et al. Practice guideline for the Treatment of Patients With Obsessive-

    Compulsive Disorder. American Family physician. 2010.

    6. Baldwin et al. Evidence-based pharmacological treatment of anxiety

    disorders, post-traumatic stress disorder and obsessive-compulsive disorder: A

    revision of the 2005 guidelines from the British Association for 

    Psychopharmacology Journal of Psychopharmacology 2014 p 1-37

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    19/20

    11. Umberto et al. treatment-resistan obsessive-compulsive disorder (OCD):

    current knowledge and open questions. Clinical neuropsychiatry. 10 (1). 2013.

    P 19-30.

    12. Deacon, B J and Jonathan, S A. The Yale-Brown Obsessive Compulsive Scale:

    factor analysis, construct validity, and suggestions for refinement. Elsevier . 19.

    2004: p573–585

    13. Samantha et al. treatment response, symptom remmision and wellness in

    obssessive-compulsive disorder. journal Clinical psychiatry. 74 (7).2013. p

    685-689.

  • 8/19/2019 Psikofarmakologi Gangguan Obsesif Kompulsif

    20/20

    Lampiran