plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk filekitab suci dan ajaran-ajaran gereja. untuk...
TRANSCRIPT
MAKNA PENGAMPUNAN DALAM HIDUP BERKOMUNITASSUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Fransiska Tanesib Bifel
NIM: 091124016
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Kongregasi Suster-suster
Cintakasih Santo Carolus Borromeus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Memang jika Allah berbicara dalam hati, pasti terdengar bahasa cinta”
(EG.91)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “MAKNA PENGAMPUNAN DALAM HIDUPBERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTOCAROLUS BORROMEUS” penulis memilih judul tersebut berdasarkanrealitas yang dialami dalam membangun hidup berkomunitas suster-susterCintakasih Santo Carolus Borromeus. Maka yang menjadi persoalan mendasardalam skripsi ini adalah bagaimana para suster CB mampu menerima kelebihandan kekurangan sesama suster sebagai sarana untuk saling mengampuni dalammembangun hidup berkomunitas.
Para suster CB dipanggil untuk menjadi pembawa damai bagi sesamaterlebih dalam membangun hidup bersama menjadi komunitas yangpengampun. Dalam kongregasi CB memiliki anggota dari berbagai macam latarbelakang, budaya, suku, dan pendidikan yang berbeda-beda, sehingga kadangdalam hidup bersama belum mampu mewujudkan budaya rekonsiliatif sebagaisarana untuk menyatukan satu sama lain dalam membangun hidupberkomunitas. Hal ini yang sering kali menimbulkan perbedaan dan konflikdalam hidup bersama sebagai komunitas.
Sebagai murid Yesus Kristus para suster CB diajak untuk belajar dariYesus dengan menjadikan pola pilir, pola pilihan, pola sikap dan pola tindakyang menjadikan pola hidup suster CB. Seperti Bunda Elisabeth pengalamanpribadi dengan Yesus yang tersalib menjadi penggerak seluruh pola pikir,pilihan dan tindakannya yang tampak dalam kerelaannya untuk mengampuniorang-orang yang memfitnahnya, merendahkannya, dan mengusirnya, bahkanBunda Elisabeth memohonkan pengampunan bagi mereka. Model katekeseShared Christian Praxis (SCP) merupakan salah satu usaha untuk membantupara suster CB dalam meningkatkan semangat pengampunan dalammembangun hidup berkomunitas. Model katekese ini bersifat dialogalpartisipatif yang bermaksud mendorong para peserta untuk mengkonfrontasikanpengalaman hidupnya dengan pengalaman tradisi Kristiani yang terdapat dalamKitab Suci dan ajaran-ajaran Gereja.
Untuk menegaskan pemikiran di atas, penulis menggunakan pendekatandeskriptif berdasarkan studi kepustakaan dengan mempelajari dari dokumen-dokumen Gerejawi dan dokumen-dokumen Kongregasi Suster-susterCintakasih Santo Carolus Borromeus perlu meningkatkan semangatpengampunan dalam membangun hidup menjadi komunitas yang rekonsiliatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
The title the this small thesis is “THE MEANING OFRECONCILIATION IN COMMUNITY LIFE OF SISTER’S OF CHARLESBORROMEO”. The writer chose this theme based on the reality in building upthe spirit of community life in the community of Charles Borromeo sister’s.The main problem in this writing is how the sister of Charles Borromeo is ableto accept the strength and weakness of others as the way to reconcile oneanother in building up community life.
The Charles Borromeo sister’s are called to bring peace for others,expecially in building up togetherness as one community. Congregation ofCharles Borromeo has members who come from different background, culture,race, and education. Therefort sometimes in living together as community, theycould not live out the spirit of reconciliation as the tools to unite another inbuilding up the community life. Many times, it creates the conflict and differentideas in living together in religious community.
As the disciples of Jesus, the CB sister’s are invited to learn from Jesusthe thought become the pilar, example, the attitude and action in their life as theCB sister. CB sister are following the life example of Mother Elisabeth who byher personal experience with Jesus became the foundation spirit in her way ofthinking, chosing, and action that are seen in her readiness to reconcile thosewho backbited, look down and expeled her. Mother Elisabeth asked theforgiveness for them. The model of cathechism Shared Christian Praxis (SCP)is one way to help CB sister’s to improve the spirit of forgiveness in buildingup community life. The model of this chatechsm uses the dialog participativemethod that able to motivate each member to share their personal experiencewith the is chatolic tradition in Bible and church teaching.
In ordher to explain it, the writer uses the descriptive approach based onthe library study by learning the Church document’s and the document of thesister’s CB congregation. The sisters of CB sould improve their spirit offorgiveness in building up the community that is able to reconcile one another.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang Maha kasih atas kelimpahan berkat
dan kasih-Nya yang telah menuntun, dan membimbing serta menguatkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik di Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Judul skripsi ini adalah MAKNA PENGAMPUNAN DALAM
HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTO
CAROLUS BORROMEUS.
Dalam proses penulisan dan penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis
menyadari akan kehadiran semua pihak yang telah membantu, mendukung
dengan caranya masing-masing. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menghaturkan terima kasih sepenuh hati kepada:
1. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama, yang bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mebantu
dengan ketulusan hati, penuh pengertian, kesabaran, dari awal sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
2. Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum, selaku penguji II sekaligus dosen
pembimbing akademik, yang telah membimbing dan mendukung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
3. penulis dengan perhatian selama masa perkuliahan hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
4. Dr. Bernadinus Agus Rukiyanto, SJ., selaku penguji III, yang telah
mendukung penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.
5. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ., selaku Kaprodi IPPAK yang dengan
penuh keramahan menyapa dan mendukung penulis selama penulisan skripsi
ini.
6. Para Staf Dosen IPPAk yang telah membimbing, medampingi, memberikan
pengetahuan spiritual yang berharga kepada penulis selam belajar di IPPAk.
7. Para staf karyawan IPPAK dan Puskat yang telah memberikan perhatian,
dorongan dan bantuan yang berguna bagi penulis.
8. Sr. Carolina CB., sebagai Pimpinan Provinsi Kongregasi Suster-suster Cinta
Kasih Santo Carolus Borromeus beserta para Suster Dewan Pimpinan
Provinsi yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
mengembangkan diri di IPPAK-USD Yogyakarta hingga selesai.
9. Sr. Marie Yose, CB., selaku kepala kantor Yayasan Tarakanita Pusat yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri di
IPPAK-USD Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................... iv
MOTTO ............................................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vii
ABSTRAK ........................................................................................ viii
ABSTRACT ........................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ...................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................... 4
C. TUJUAN PENULISAN ................................................. 4
D. MANFAAT PENULISAN ............................................. 5
E. METODE PENULISAN ................................................ 5
F. PEMBATASAN MASALAH ........................................ 5
G. SISTEMATIKA PENULISAN ...................................... 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB II. PENGAMPUNAN DALAM KONGREGASI SANTO
CAROLUS BORROMEUS…………………………. 8
A. PENGAMPUNAN DAN REKONSILISASI ................. 8
1. Arti Pengampunan .................................................... 8
2. Arti Rekonsiliasi ....................................................... 12
B. YESUS SANG PENGAMPUN ..................................... 13
1. Ajaran Yesus dalam Doa Bapa Kami ....................... 13
2. Yesus sebagai Pengampun dalam Salib-Nya ........... 15
3. Hidup Berkomunitas menurut Matius 18:1-20 ......... 18
C. PENGAMPUNAN YANG DIHAYATI BUNDA
ELISABETH ................................................................. 21
1. Pengampunan dari Allah .......................................... 21
2. Keteladanan Pengampunan dari Bunda Elisabeth .... 24
3. Perlunya Pertobatan Terus Menerus ........................ 29
BAB III. KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUS
MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF ...... 32
A. UNDANGAN GEREJA MASA SEKARANG .............. 32
1. Komunitas Sekolah Cinta ......................................... 32
2. Komunitas yang Menghayati HidupTritunggal Mahakudus .............................................. 34
3. Komunitas yang mampu Menjawab Kebutuhan ....... 38
a. Komunitas Tradisional ....................................... 40
b. Komunitas Sosial-Psikologis .............................. 40
c. Komunitas Pelayanan.......................................... 41
d. Komunitas Kesaksian Hidup .............................. 42
e. Komunitas Kesaksian Sabda ............................... 42
f. Komunitas Rohaniah .......................................... 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
g. Komunitas Pneumatis ......................................... 44
4. Komunitas sebagai Misio ......................................... 44
B. PENGERTIAN HIDUP BERKOMUNITAS ................. 47
1. Pengertian Komunitas Menurut Kitab Suci ............. 47
2. Gereja sebagai Communio......................................... 50
3. Komunitas Religius .................................................. 56
C. KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUSMEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF ...... 59
1. Tantangan Hidup Berkomunitasdalam Kongregasi CB ............................................... 59
2. Pengarahan dalam menghayati Konstitusi CB.......... 63
a. Komunitas rekonsiliatif sebagai pilihan.............. 64
b. Dinamika Komunitas Rekonsiliatif .................... 67
c. Kesaksian Komunitas Rekonsiliatif .................... 71
BAB IV. SUMBANGAN KATEKESE DALAM UPAYA
MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF
SUSTER-SUSTER CINTAKASIH
SANTO CAROLUS BORROMEUS.............................. 77
A. Gambaran Umum Katekese ........................................... 78
1. Pengertian Katekese ................................................. 79
2. Tujuan Katekese ....................................................... 83
3. Isi Katekese .............................................................. 85
4. Tugas Katekese ........................................................ 85
a. Menyuburkan dan MembangkitkanPertobatan ........................................................... 86
b. Membimbing Umat Beriman untuk MemahamiMisteri Kristus .................................................... 86
c. Mendorong Umat Beriman Bertindak Aktifdalam Gereja dan Masyarakat ............................ 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
5. Unsur-unsur Katekese .............................................. 89
xv
a. Unsur Pengalaman dan Praktek Hidup ............... 89
b. Unsur Komunikasi Pengalaman Iman ................ 89
c. Unsur Komunikasi dan Tradisi Kristiani ........... 90
d. Unsur Arah Keterlibatan Baru ............................ 90
B. Relevansi Katekese dalam Hidup BerkomunitasSuster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus........ 91
C. Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Model KatekesePengampunan bagi Suster-suster CintakasihSanto Carolus Borromeus................................................ 95
1. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) .............. 95
a. Praxis ................................................................. 96
1) Aktivitas ....................................................... 96
2) Refleksi ......................................................... 96
3) Kreativitas .................................................... 97
b. Christian ............................................................. 97
c. Shared ................................................................. 98
2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis .............. 98
a. Langkah I: Pengungkapan PengalamanHidup Faktual (Mengungkap PengalamanHidup Peserta) .................................................... 98
b. Langkah II: Refleksi Kritis atas PengalamanHidup Peserta ( Mendalami PengalamanHidup Peserta) .................................................... 99
c. Langkah III: Mengusahakan supayaTradisi dan Visi Kristiani Terjangkau(Menggali Pengalaman Iman Kristiani) ............. 100
d. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektisantara Tradisi dan Visi Peserta(Menerapkan Iman Kristiani dalamSituasi Peserta Konkret) ………………………. 101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
e. Langkah IV: Keterlibatan Baru demi makinTerwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ini(Mengusahakan suatu Aksi Konkret) ................. 102
D. Usulan Program Katekese sebagai Upaya MembangunKomunitas Suster-suster Cintakasih Santo CarolusBorromeus ...................................................................... 102
1. Pengertian Program .................................................. 103
2. Tujuan Program ........................................................ 103
3. Latar Belakang Pemilihan Tema .............................. 104
4. Rumusan Tema dan Tujuan ...................................... 107
5. Penjabaran Katekese ModelShared Christian Praxis (SCP) ................................ 109
6. Contoh Persiapan Katekese ...................................... 113
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 136
B. Saran ............................................................................... 139
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 142
LAMPIRAN ...................................................................................... 145
Lampiran 1: Pengampunan Menyembuhkan ............................ (1)
Lampiran 2: Perumpamaan tentang Pengampunan ................. (2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Daftar Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam Skripsi ini diambil dari Alkitab
terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) bekerja sama dengan Lembaga
Biblika Indonesia (LBI; 2000).
B. Singkatan Dokumen Gereja
CT : Catchesi Trandende, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes
Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat
beriman tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1997
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Tugas Gereja
dalam dunia Dewasa ini, tanggal 7 Desember 1965
KGK : Katekismus Gereja Katolik
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II
tentang Gereja, tanggal 21 November 1964
NMI : Novo Millennio Ineunte, Surat Apostolik Sri Paus Yohanes
Paulus II, seruan dan ajakan untuk mengenang masa lampau
dengan penuh syukur, menghayati masa sekarang penuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
antusiasme dan menatap masa depan penuh kepercayaan,
tanggal 6 Januari 2001
VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
tentang Hidup Bakti bagi Para Religius, 25 Maret 1996
C. Daftar Singkatan Lain
Art : Artikel
Ardas : Arah Dasar
Bdk : Bandingkan
CB : Carolus Borromeus
Ed : Editor
EG : Elisabeth Gruyters
Hal : Halaman
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Konst : Konstitusi, Pedoman hidup bagi para Suster Kongregasi St.
Carolus Borromeus
KS : Kitab Suci
KV II : Konsili Vatikan II
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
Ps : Pasal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
SCP : Shared Christian Praxis
Sr : Suster
St : Santo/santa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengampunan merupakan hal yang seringkali sulit untuk
diwujudkan dalam kebersamaan hidup dengan yang lain. Namun demikian
pengampunan merupakan dasar yang kuat, dan perlu dibangun oleh setiap
pribadi, agar upaya untuk hidup damai, tenteram, dan penuh kebahagiaan
senantiasa terwujud dalam suatu kebersamaan. Hidup dalam kebersamaan
dengan orang lain merupakan hal yang biasa dijalani oleh setiap pribadi.
Dalam kebersamaan dengan orang lain, tentu mereka berjuang untuk
mencapai suatu cita-cita, misalnya dalam membangun keluarga yang
sejahtera, yang didasari oleh cinta kasih dan pengampunan.
Darminta (1993:33) mengungkapkan bahwa bertindak berdasarkan
kelembutan hati, yang penuh dengan “compassion” adil serta bersifat
pendamai (rekonsiliatif) memerlukan keberanian seseorang untuk kembali
pada hati. Tindakan rekonsiliatif tanpa kekerasan penuh belas kasih
merupakan seruan untuk kembali kepada realitas manusia, yang sama-sama
citra Allah, sama-sama ditebus oleh darah Yesus. Kata-kata ini seharusnya
disadari dan dihayati oleh para religius termasuk Suster CB, seperti yang
diteladankan oleh Bunda Elisabeth pendiri Kongregasi suster-suster cinta
kasih Santo Carolus Borromeus mengungkapkan bahwa dalam
ketersentuhan dengan keterlukaannya sendiri dan menyatukannya dengan
penderitaan orang lain dan dunia, membuat Bunda Elisabeth merasa lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
ringan dalam menanggung penderitaannya. Dengan demikian terjadinya
saling berekonsiliasi antar pribadi bersamaan itu terjadi pula penyembuhan
dalam diri sendiri dan orang lain.
Sebagai wanita Yesus Kristus yang diutus menjadi pengemban
rekonsiliasi dan penyembuh dalam dunia yang terluka di zaman ini,
pertama-tama para suster CB dituntut untuk memulai mengampuni dari diri
sendiri, didalam komunitas sebagai sesama yang dipanggil serta mampu
memberikan kesaksian ditengah perutusan dan dimasyarakat yang menjadi
gerak profetik dalam persekutuan Gereja. Dengan demikian suatu
pertobatan radikal menuju kepada kasih Allah yang berbelarasa tanpa batas
adalah sangat penting. Para suster-suster CB juga menyadari diri sebagai
orang-orang yang terluka yang memerlukan penyembuhan dan rekonsiliasi
dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan seluruh ciptaan. Hanya
kasih Allah yang tak bersyaratlah yang dapat mengubah kita menjadi
pengemban rekonsiliasi dan penyembuh yang autentik dan dengan penuh
belarasa mampu menjangkau mereka yang mencari kebebasan sebagai citra
dan gambar Allah (bdk. Yoh:1-10). (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi
2005:22-29).
Bunda Elisabeth juga seorang pengemban rekonsiliasi dan
penyembuh bagi pribadi manusia secara utuh, dengan mempertimbangkan
seluruh segi kehidupan mereka. Kepedulian Bunda Elisabeth terhadap
orang-orang miskin berdasarkan pada pandangannya yang holistik tentang
pribadi manusia, keterpaduan dari segi-segi spiritual dan manusia sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
pribadi (EG. 108, 112, 117, 149). Zaman yang semakin penuh dengan
kekerasan ini menuntut setiap orang untuk menjadi pengemban rekonsiliasi
dalam dunia yang terluka ini. Hal ini seharusnya menjadi bagian dari suster
CB seperti yang sudah diteladankan oleh Yesus dan Bunda Elisabeth untuk
menjadi seorang pengemban rekonsiliatif. Membawa damai kepada
pelayanan kerasulan seharusnya menjadi identitas religius CB yang diutus di
tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan kekerasan dan korupsi.
Namun karena kelemahan manusiawi maka perutusan Suster CB di tengah
dunia semakin hari nilai pengampunan ini semakin terkikis dalam hidup
berkomunitas maupun kehadirannya dalam perutusan karya Kongregasi.
Dalam kehidupan para suster CB, kadang mengabaikan nilai pengampunan
ini. Hal ini nampak ketika hidup bersama dengan suster yang lain dalam
hidup berkomunitas atau pun dalam karya perutusan Kongregasi yaitu
ketika berhadapan dengan rekan kerja. Bunda Elisabeth pendiri Kongregasi
tersentuh dengan penderitaan manusia, dengan demikian juga bahwa
sebagai suster CB diutus di “tengah dunia yang terluka” dipanggil untuk
mengambil bagian dalam perutusan penyelamatan-Nya dalam semangat
pendiri yakni menampakkan kasih Kristus yang berbelarasa terutama bagi
yang miskin, lemah, menderita, dan berkesesakan hidup. Jika nilai ini
dihayati dan dihidupi oleh Suster CB, maka wajah Allah semakin nampak
dalam hidup para suster CB yang menjadi alat penyalur kasih Tuhan bagi
sesama melalui kehadirannya yang membawa harapan dan pendamaian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Bertolak dari situasi di atas penulis terdorong untuk semakin
mendalami makna pengampunan yang dimiliki oleh Bunda Elisabeth dalam
menanggapi panggilan Allah sebagai seorang religius CB. Dengan demikian
penulis mengajukan proposal skripsi dengan tema “MAKNA
PENGAMPUNAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-
SUSTER CINTAKASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS (CB)”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas ada beberapa hal ingin dicermati lebih lanjut dan
pada akhirnya menjadi titik awal dari penulisan ini. Adapun masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa makna pengampunan bagi para Suster CB.
2. Bagaimana para Suster CB mampu meningkatkan pengampunan dalam
hidup berkomunitas.
3. Usaha apa yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan budaya
pengampunan bagi para Suster CB.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk lebih memahami peran komunitas CB dalam gerak persekutuan
hidup Gereja
2. Mengembangkan suasana komunitas sebagai tanda kehadiran
pengampunan Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
3. Mengenal secara mendalam peran pendiri dalam mengembangkan
pengampunan dalam hidup berkomunitas
D. Manfaat Penulisan
1. Membantu para anggota Suster CB, untuk mengerti dan memaknai
pengampunan dalam hidup berkomunitas.
2. Memberi bahan permenungan kepada para anggota komunitas Suster
CB tentang pentingnya pengampunan dalam hidup berkomunitas
3. Membantu para Suster CB untuk mengembangkan pengampunan
dalam hidup berkomunitas
E. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan
deskriptif yakni dengan menyerap dan membaca buku-buku dari berbagai
sumber. Selain itu, penulis juga memperkaya karya tulis ini melalui
pengalaman dan penghayatan pribadi yang dialami oleh penulis sendiri
pada setiap perjumpaan dan kebersamaan dengan Suster CB dalam hidup
komunitas.
F. Pembatasan Masalah
Selain judul di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang
demikian luas. Pembahasan dalam karya tulis ini akan lebih difokuskan
pada pengampunan Bunda Elisabeth Gruyters dalam Kongregasi CB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
G. SITEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini mengambil judul “Makna Pengampunan dalam Hidup
Berkomunitas Suster-suster Santo Carolus Borromeus (CB). Dari judul ini
penulis mengembangkannya menjadi lima bab, yakni:
BAB I meliputi (pendahuluan) penulis memberikan gambaran
secara umum penulisan skripsi ini. Rumusan permasalahan, Tujuan
penulisan, Manfaat penulisan, Metode penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II, penulis berbicara atau menguraikan tentang Kongregasi
CB membangun komunitas rekonsiliatif yang dibagi menjadi tiga bagian
yaitu,
a. Undangan untuk hidup berkomunitas zaman sekarang (communio)
b. Pengertian hidup berkomunitas
c. Kongregasi CB membangun komunitas rekonsiliatif
BAB III menguraikan tentang pengampunan Yesus sebagai kekautan dalam
membangun komunitas rekonsiliatif yang terdiri dari empat bagian:
pengampunan dan rekonsiliasi, Yesus sebagai pengampun, pengarahan
dalam menghayati konstitusi melalui kapitel dan pentingnya menjadi
pengampun.
Usulan program pembinaan Suster CB dengan menawarkan katekese
sebagai salah satu bentuk pembinaan kearah perwujudan pengampunan
dalam hidup berkomunitas BAB IV ini akan terdiri dari tiga bagian. Bagian
yang pertama memaparkan secara singkat gambaran umum katekese, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
unsur-unsur katekese. Kemudian yang kedua membahas tentang relevansi
dalam hidup berkomunitas dan bagian yang ketiga adalah contoh katekese
yang merupakan acuan pembinaan yang dapat dilaksanakan di kongregasi
CB.
BAB V. Penutup. Bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran
secara keseluruhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
PENGAMPUNAN DALAM KONGREGASISANTO CAROLUS BORROMEUS
A. PENGAMPUNAN DAN REKONSILIASI
1. Arti Pengampunan
Pengampunnan berarti sebuah proses mempersatukan yang
menggerakan manusia dari perpisahan kepada persekutuan, dari curiga dan
konfrontasi kepada kepercayaan dan saling berbagi. Pengampunan berarti
menciptakan ruang bagi pelaku tindak kejahatan dan para korban untuk
menemukan kemanusiaan bersama mereka, dan untuk saling mengikrar
demi suatu masa depan lebih aman dan kurang diwarnai tindak kekerasan
(Muller,1999:56). Setiap manusia merindukan suatu kedamaian,
kebahagiaan, yang sungguh membuat seseorang merasa nyaman,
membuatnya merasa terbuka baik dengan keadaan dirinya maupun
pengalaman yang dialami secara pribadi. Dengan demikian bahwa
pengampunan membuat seseorang keluar dari dirinya dan merasa
terbebaskan dari tekanan batin yang tersiksa.
Pengampunan adalah dasar agar setiap orang dapat berkembang.
Manusia saling mengampuni karena ingin berkembang dan menjadi seperti
Yesus (Vanier, 1998:30).
Dengan mengampuni seseorang akan berkembang dalam hidup
rohani, karena pengampunan merupakan hal yang mendasar bagi setiap
orang untuk membangun relasi dengan orang lain. Bila seseorang mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
menghayati pengampunan dalam hidupnya, maka hari demi hari ia akan
semakin berkembang menyerupai Yesus karena ia mampu menghayati nilai-
nilai keutamaan salah satunya adalah nilai pengampunan.
Mengampuni berarti memulihkan hubungan bila terputus.
Mengampuni secara sungguh-sungguh ini sukar, karena berarti pula berani
mengubah sikap, pandangan dan tingkah laku pula terhadap orang yang
diampuni. Mengampuni berarti memperbaharui hubungan hidup (Darminta,
1981:79).
Untuk mengampuni dengan sungguh orang membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk berproses dengan melakukan refleksi, kontemplasi,
dan pengolahan diri yang terus-menerus sehingga dimampukannya untuk
menemukan kasih Allah dalam seluruh peristiwa hidupnya sehingga dengan
demikian Allah sendiri yang mampu mengubah pandangannya, pola pikir,
untuk mampu mengampuni orang lain dengan tulus dan tanpa syarat.
Pengampunan dapat dimengerti sebagai suatu tindakan untuk
berani meninggalkan rasa sakit. Keputusan untuk mengampuni rasa sakit
tidak serta merta berarti bahwa seseorang telah memaafkan. Pengampunan
bukan merupakan masalah perasaan saja, pengampunan juga menyangkut
suatu niat atau kemauan. Keputusan untuk mengampuni, seperti halnya
keputusan untuk mencintai, harus dinyatakan berulang-ulang agar semakin
mendasari keberadaan seseorang (Riyanto, 2004:13).
Mengampuni adalah ungkapan hati seseorang yang menyadari
bahwa dirinya tidak berhak menghukum orang lain. Kesadaran ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
menunjukan posisi tepat diri pribadi dihadapan sesama namun sekaligus
juga mengakui bahwa ada kuasa yang berhak menghukum secara adil.
Dengan kata lain, pengampunan adalah kepasrahan pada yang berwewenang
(Suwito, 2000:4-5).
Pengampunan adalah kemungkinan baru yang menyingsing dalam
cakrawala hidup umat manusia. Manusia berbela rasa yang menunjukan
kemungkinan pengampunan membantu orang lain untuk membebaskan diri
mereka dari belenggu rasa malu yang menghambat, memungkinkan mereka
mengalami kesalahan mereka dan mengembalikan harapan mereka akan
masa depan (Nouwen, 1989:44).
Pengampunan pada hakikatnya perlu bagi manusia. Pengampunan
bukan hanya ilahi tetapi juga manusiawi; dengan pengampunan manusia
menjadi lebih mulia daripada manusia biasa. Pengampunan adalah
kebutuhan manusia dan ada banyak alasan yang dapat dikemukan untuk hal
tersebut. Dengan demikian bahwa mengampuni tidak sama dengan
melupakan. Mengampuni berarti memikirkan sungguh-sungguh menyadari
apa yang telah terjadi dan artinya yang sejati bagi kehidupan manusia.
Kadang-kadang manusia tidak mau mengampuni karena berpikir
mengampuni berarti mengubur pengalaman pahit di masa lampau atau
sekurang-kurangnya berpura-pura hal itu tidak pernah terjadi (Meninger,
1999:30).
Demikian juga bahwa dengan mengampuni berarti ikut ambil
bagian dalam kasih Allah tanpa syarat yang datang dari Allah-hanya Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
yang dapat melepaskan orang dari tanggungg jawab atas dosanya, dan hanya
pendosa dapat memohon pelepasan itu. Seseorang mengampuni tidak untuk
kepentingan orang-orang yang menyakitinya, tetapi untuk kepentingan diri
sendiri (Meninger, 1999:31).
Pengampunan merupakan landasan yang kokoh kuat, perlu
dibangun dalam diri masing-masing pribadi agar cita-cita untuk hidup
damai, tenteram dan penuh persaudaraan terwujud dalam kebersamaan.
Pengampunnan merupakan suatu proses. Dalam proses pengolahan
pengampunnan perlu mengenali kelemahan dan kekuatan untuk menemukan
keadaan luka di mana penyembuhan dapat dilakukan. Pengampunan
membuat orang mampu melihat keadaan dirinya, orang lain dan peristiwa
yang terjadi dalam hidupnya sebagaimana adanya.
Mengampuni berarti sadar bahwa hal-hal yang dilakukan terhadap dirisendiri tidak ada akibatnya bagi orang-orang yang bersalah kepada kita,bahkan dengan demikian ia terus menyakiti diri sendiri (Meninger,1999:37).
Dengan demikian bahwa pengampunan berarti suatu kebebasan
yang muncul dalam batin seseorang untuk melepaskan segala enegri negatif
dan membiarkan diri dikuasai oleh Allah dengan hal-hal positif serta
membangun diri melalaui keterbukaan dan pengolahan pengalaman-
pengalaman masa lalu.
Meninger juga menjelaskan bahwa pengampunan adalah
kemerdekaan sejati. Pengampunan membebaskan diri dari jerat peristiwa
masa lampau yang menghentikan perkembangan hidup dan membuat hidup
menjadi pahit dan menyesal. Seseorang menjadi bebas untuk menempuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
jalan yang memungkinkan perkembangan yang sejati menuju kematangan-
mengembangkan diri sebagaimana seharusnya dan tidak menjadi pribadi
pribadi yang kerdil sebagai anak kecil yang ketakutan karena tidak dapat
melepaskan diri dari pengalaman terhina di masa lampau yang tetap
menghantui (Meninger, 1999:37).
Pengampunan dan tindak pendamaian berkaitan erat dengan sikap
saling mencintai. Oleh karena itu, adanya kesadaran diri bahwa setiap orang
pantas dicintai dan mencintai, bahwa Tuhan adalah maha cinta dan sesama
juga memiliki hak untuk mecintai dan dicintai merupakan modal dasar yang
sangat berharga bagi setiap orang untuk mengampuni dirinya dan orang lain
(Riyanto, 2004:97).
2. Arti Rekonsiliasi
Rekonsiliasi dipahami sebagai suatu proses pembangunan relasi.
Jadi rekonsiliasi tidak secara eksklusif diperuntukan bagi periode
pemugaran pasca-konflik. Rekonslisiasi menyediakan suatu fokus dan lotus
yang cocok untuk setiap segi dalam proses penegakan kedamaian dan
bersifat mendasar terhadap kesinambungan perdamaian tersebut (Muller,
1999:79).
Tindakan rekonsiliasi dan penuh rasa belas kasih selayaknya
ditujukan untuk menghapus kegelapan hidup manusia. Tindakan
rekonsiliatif dan penuh belas kasih bukanlah tindakan yang mengadili dan
menghukum kemanusiaan. Tetapi lebih dimaksudkan untuk pembangunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dan penataan kemanusiaan berdasarkan rasa kemanusiaan terdalam.
Tindakan rekonsiliatif serta penuh belas kasih merupakan seruan kembali
kepada kemanusiaan, menghidupkan rasa perikemanusiaan dan keadilan.
Dengan demikian tujuan tindakan rekonsiliatif dan penuh rasa belas kasih
bukanlah mengalahkan atau menghina tetapi untuk pertobatan, menghapus
permusuhan bukan musuh (Darminta 1993:58).
B. YESUS SANG PENGAMPUN
1. Ajaran Yesus Dalam Doa Bapa Kami
Seperti ini bukanlah satu-satunya dalam ajaran Yesus: “Haruslah
kamu sempurna, seperti Bapamu, seperti Bapamu yang ada disurga adalah
sempurna” (Mat 5:48). “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu
adalah murah hati” (Luk 6:36). “Aku memberikan perintah baru kepada
kamu yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah
mengasihi kamu” (Yoh 13:34). Tidaklah mungkin mengikuti perintah
Tuhan, andaikata itu berarti mengikuti contoh ilahi secara lahiriah. Tetapi
disini dimaksudkan satu keikutsertaan yang hidup “keluar dari kedalaman
hati”, pada kekudusan, kerahiman dan cinta Allah kita. Hanya Roh, yang
dariNya kita “hidup” (Gal 5:25), dapat membuat sikap Yesus menjadi sikap
“kita”. Kesatuan pengampunan menjadi mungkin, apabila kita saling
mengampuni, “sebagaimana Allah didalam Kristus telah mengampuni
kamu” (Ef 4:32). Dengan demikian kata-kata Tuhan mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
pengampunan, artinya cinta yang mencintai sampai kesudahnnya, menjadi
hidup (KGK, 1995:711).
“Ampunilah kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada
kami”. Melalui doa Bapa Kami ini mau menyadarkan manusia bahwa
sebenarnya hidup tergantung sepenuhnya pada Allah, tetapi setiap kali
manusia bertindak seolah-olah berkuasa sendiri atas segala-galanya. Atas
dasar kesadaran itu manusia memohon agar Allah membebaskan utang
kepada-Nya. Ini adalah rahmat yang amat besar, karena manusia tidak
mampu membebaskan dirinya sendiri dari dosa-dosa. Dalam doa ini Yesus
secara mendasar menghubungkan kesalahan-kesalahan manusia terhadap
sesama. Agar dapat menerima pengampunan dari Allah, manusia dituntut
saling mengampuni (bdk. Mat 5:7; 6; 14-15; Mrk 11:25). Meskipun
demikian pengampunan yang berikan kepada sesama tidak boleh dipandang
sebagai syarat atau membuat seseorang mempunyai hak atas pengampunan
Allah. Pengampunan kepada sesama, pertama-tama, merupakan tanda
ketulusan dan kesungguhan untuk mohon ampun kepada Allah.
Pengampunan Allah sendiri adalah rahmat yang diberikan atas dasar kasih
dan kesetiaan-Nya bdk. Yes 55:6-7 ; Dan 9:18-19 (Iman Katolik, 206-207).
Hubungan awal antara manusia dan Allah oleh para Bapa Gereja
digambarkan sebagai dalam suasana “berbicara merdeka”. Suatu
komunikasi dengan Allah tanpa takut, penuh keakraban, tanpa ada pura-
puaraan, tanpa topeng dan permainan. Manusia mampu berkomuniksi murni
dan intim dengan Allah. Dengan menyebut Allah Bapa, Yesus menawarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
suatu proses penyembuhan dari segala luka karena berbagai sebab, seperti
kurang kasih, kurang kelembutan, kurang persaudaraan, kurang aman dan
lain sebagainya. Bapa memberi jawaban atas segala kekurangan yang
dimiliki manusia dalam hidup ini. Tetapi hal ini memang tidak mudah,
terutama bagi mereka yang tak mengalami figur Bapa yang cukup sehat dan
mengesan (Mat 23:37). Tetapi yang jelas tantangan pula bagi mereka yang
tidak memiliki atau mengalami figur Bapa dan ibu yang baik.
Bagaimanapun juga sulitnya, ajakan Yesus menyebut Allah Bapa
menjanjikan banyak hal bagi manusia yang terluka, meski untuk itu orang
sering harus melalui proses panjang dan menyakitkan. Dengan sebutan ini
manusia dikembalikan pula dalam persaudaraan, karena diajak untuk
berseru bersama Bapa Kami (Darminta, 1992:16-17).
Doa Bapa Kami merupakan doa tahun iubileum. Doa yang menuju
untuk terealisasinya pemebebasan dari keadaan yang tidak manusiawi,
ketidakadilan dan penindasan, hidup dalam zaman rekonsiliasi dan
pemulihan martabat hidup manusia. Itulah yang dilakukan oleh Yesus
seperti makan bersama dengan orang pendosa, tidak menghukum pelacur,
menyembuhkan penyakit, memanggil orang berdosa (Darminta, 1992:41).
2. Yesus Sebagai Pengampun dalam Salib-Nya
Dengan cinta kasih-Nya yang tak berkesudahan, Yesus bersabda,
“Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Penderitaan dan wafat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Nya di kayu salib merupakan wujud cinta kasih-Nya yang tiada batas.
Dengan tulus hati Yesus mengorbankan diri-Nya demi keselamatan seluruh
umat yang di kasihi-Nya. Cinta sejati tidak mengenal alasan, tidak memiliki
ukuran, tidak menciptakan batas-batas, tidak menghitung-hitung, tidak
mengingat kesalahan, dan tidak memaksakan aneka, macam persyaratan.
Yesus selalu bertindak atas dasar cinta. Dari kediaman Allah Tritunggal,
Yesus membawa kepada manusia cinta yang besar dan tidak terbatas, yaitu
cinta ilahi yang merangkul segalanya. Cintakasih kasih Yesus mendorong
manusia untuk mensyukuri, menanggapi, dan selanjutnya membagikannya
kepada orang-orang yang dicintainya. Sebagai murid-murid-Nya manusia
sekalian diundang dan sekaligus dimampukan oleh-Nya untuk mengasihi
saudara-saudari dengan tulus seperti Yesus. Cinta sejati yang rela berkorban
sekaligus merupakan cinta yang tulus, yaitu cinta yang mengalir dari hati
yang jujur, bersih dari pamrih-pamrih pribadi. Cinta semacam ini bebas dari
rasa senang atau tidak dan bebas dari keinginan untuk memaksakan syarat-
syarat tertentu. Cinta yang tulus membuat orang bertobat dari perbuatannya
yang jahat. Cinta yang tulus, kecuali membuat orang yang dicintainya
bersukacita, juga membuat diri sendiri merasa bahagia. Untuk itu, perlu
belajar mencintai dengan tulus, belajar membuka hati, belajar untuk
berkorban, dan belajar untuk lebih mencintai dengan tulus seperti Yesus
mencintai manusia (Heryatno, 2014:21).
Yesus memberikan kepenuhan arti baru kepada seluruh umat
manusia dengan menjadikan tubuh-Nya yang hancur menjadi jalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
penyembuhan, pembebasan, dan kehidupan baru. Dengan demikian seperti
halnya Yesus, orang yang memaklumkan pembebasan dipanggil tidak hanya
untuk merawat luka-lukanya sendiri dan luka-luka orang lain, akan tetapi
menjadikan luka-luka-Nya sendiri sumber kekuatan penyembuhannya
(Nouwen, 1989:80).
Kalau seseorang tidak takut untuk masuk ke dalam diri batin
sendiri dan memusatkan perhatian pada gerak jiwa sendiri, orang akan
mengetahui bahwa hidup berarti dicintai. Pengalaman ini mengatakan
kepada setiap orang bahwa manusia hanya dapat mencintai karena
dilahirkan oleh kasih; bahwa orang hanya dapat memberi karena hidup
seseorang adalah anugerah; dan bahwa seseorang hanya dapat membuat
orang lain bebas karena sudah dibebaskan oleh Dia, yang hati-Nya jauh
lebih besar daripada hati manusia (Nouwen, 1989: 87).
Persahabatan yang kuat terjadi bila saling mengasihi secara tulus,
karena percaya bahwa Allah telah mengasihi manusia (bdk 1 Yoh 4:10).
Mengasihi saudara terutama yang paling hina adalah perintah Allah (bdk
Yoh15:9; Mat 25:31-46). Perintah Allah bukanlah sekedar himbauan yang
dapat ditanggapi secara sukarela. Karena itu, sikap paling tepat sebagai
pengikut Kristus adalah menuruti perintah-Nya. “Barang siapa menuruti
segala perintah-Nya, ia diam dalam Allah dan Allah diam didalam Dia” (1
Yoh 3:24; bdk. Yoh 15:9-17). Kasih yang tulus merupakan karunia Allah
yang menyelamatkan semua orang (bdk. Tit 2:11). Maka terhadap kekerasan
yang terjadi dalam hidup bersama hendaknya berjuang untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menyingkirkannya secara aktif tanpa kekerasan. Dengan kasih yang tulus,
seseorang berkehendak memutus lingkaran balas dendam (Ardas, 2001-
2005:20).
Kedamaian merasuki hati dan jiwa saat cinta Tuhan yang penuh
pengampunan, belas kasihan, dan kemurahan hati membersihkan dosa-dosa
manusia. Ia selalu mengulurkan tangan-Nya untuk merangkul manusia.
Tuhan selalu mengulurkan tangan-Nya untuk menuntun dan membimbing
manusia. Tuhan selalu menerima dengan penuh cinta, apa pun dan
bagaimana pun keadaan manusia. Tuhan Yesus meyakinkan bahwa Ia akan
mengampuni siapa pun yang datang kepada-Nya. Pengampunan-Nya akan
mendatangkan kedamaian yang tak dapat diberikan oleh dunia (Riyanto,
2004:92-93).
3. Hidup Berkomunitas Menurut Mateus 18:1-20
Para murid diajak untuk membangun komunitas beriman secara
benar (Mat 18:1-5), tidak saling memberi batu sandungan (Mat 18:6-11),
bahkan justru mencari dan menemukan yang hilang dan menjauh (Mat
18:12-14), memberi sumbangan demi kebaikan sesama (Mat 18:15-20). Hal
ini yang dikehendaki oleh Yesus dalam membangun komunitas para murid.
Dengan demikian para murid juga ditantang oleh Yesus untuk mengenakan
kebijaksanaan dan tanggung jawab yaitu seorang yang dekat dengan Allah,
karena kedekatan dengan Allah itulah yang memberikan kemerdekaan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
keterbukaan, dan kepedulian terhadap sesama dalam membangun komunitas
(Darminta,1997:55).
Kemampuan mencintai merupakan kualitas tertinggi yang dapat
dimiliki sebagai pribadi manusia, bahkan tidak hanya secara manusiawi
belaka namun sampai pada tingkat rohani manusia. Sebab dengan cinta,
Tuhan telah menciptakan manusia dan makhluk lainnya serta bumi dan
segala isinya. Mencintai Tuhan seperti mencintai diri sendiri dan sesama
harus menjadi persembahan yang terbesar dalam kehidupan manusia.
Membenci Tuhan atau seseorang merupakan tindakan yang melawan cinta
dan menghancurkan kemampuan manusia untuk mencinta. Tuhan adalah
kasih dan penuh cinta, maka kebencian berlawanan dengan eksistensi
Tuhan. Kebencian merupakan sumber dosa karena kebencian adalah akar
dan tindakan-tindakan jahat. Kesabaran itu menetralkan kebencian,
pengampunan menyembuhkan kebencian, dan belas kasih serta kemurahan
hati mengangkat sikap dan tindakan orang yang penuh kasih dan
pengampunan ke tingkat pertama cinta.
Apabila seseorang sampai pada tingkat pertama cinta akan
memiliki sikap menghargai, menerima, dan melibatkan peranan Tuhan
dalam kehidupannya. Pengampunan dan kasih meningkatkan kemampuan
manusia untuk mencintai sesama seperti diri sendiri, sebagaimana Tuhan
mencintainya dan sesama. Belaskasihan berarti menaruh kasih, ikut
menderita bersama yang lain, berdukacita bersama dan tertimpa kemalangan
dengan niat untuk menolong. Sikap belas kasih demikian seperti yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
disabdakan Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni
saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali….?”
“Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan
sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat 18:21-22). Kekuatan dan
kemampuan mencinta datangnya dari Tuhan, yakni cinta Tuhan yang tertuju
kepada manusia dan sebaliknya, cinta manusia yang diarahkan kepada
Tuhan. Cinta merupakan suatu tindakan timbal balik. Kekuatan dan
kemampuan mencinta semakin bertambah dan meningkat sejalan dengan
bertambahnya cinta Tuhan yang dialami manusia. Semakin seseorang
mencintai Tuhan dan sesama, ia akan semakin menerima cinta dan sekaligus
menambah kemampuan untuk mencintai (Riyanto, 2004:16-17).
Ungkapan Yesus, saat ditanya oleh Petrus, “Tuhan, sampai berapa
kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia bersalah kepadaku? Sampai
tujuh kali?” Yesus menjawab,”Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai
tujuh puluh kali tujuh kali.” Ini menunjukan bahwa pengampunan itu tiada
batasnya (Suwito, 2000:6). Dengan ungkapan Yesus semakin jelas bahwa
mengampuni tanpa batas merupakan panggilan ilahi yang mana setiap orang
berjuang untuk mengampuni walaupun itu kadang tidak mudah untuk
dilakukan oleh manusia.
Kristus tidak membuat macam-macam syarat seperti, “Aku mau
mengampuni jika kamu berubah atau jika kamu minta maaf”. Maka
seandainya orang itupun tidak berubah atau berjanji mau memperbaiki diri,
dan wajib mengampuni. Bukan hanya mengampuni sebanyak tujuh kali,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
tetapi tujuh puluh kali tujuh (Mat 18:22). Kristus sedemikian mengasihi
bukan karena orang tersebut sedemikan berharga atau berjasa, tetapi karena
kasih pengampunan-Nya yang berlimpah ruah. Bahkan Ia akan lebih banyak
mengampuni orang yang banyak melakukan dosa (Dennis, 198138-39).
C. PENGAMPUNAN YANG DIHAYATI BUNDA ELISABETH
1. Pengampunan Dari Allah
“Hati-ku sangat sedih seperti mau mati rasanya. Tinggalah di sini
dan berjaga-jagalah” (Mrk 14:34-36). Dan ketika maut mengerikan itu
datang, Yesus berteriak nyaring, “Allah-ku, mengapa engkau meninggalkan
Aku?” (Mrk15:34). Yesus Kristus tidak takut atau merasa malu
mengungkapkan perasaan-perasaan hati-Nya pada Bapa. Setiap orang perlu
mengenal perasaan-perasaan agar mampu mempunyai “tenggang rasa”
terhadap orang lain dan dapat mengampuni mereka dengan sepenuh hati.
Sebagai orang kristiani tidak hanya dipanggil untuk berbagi rasa dengan
Kristus tentang perasaan, kenangan pahit atau luka-luka batin, tetapi juga
untuk mengampni orang lain sebagaimana Ia telah mengampuni. Bahkan
seandainya harus mengampuni musuh sekalipun. Perlu menyadari bahwa
bagaimana Kristus telah mengampuni diriku dan juga sesamaku. Kristus
melakukan penyembuhan itu dalam kehadiran, sentuhan, tatapan dan kata-
kata-Nya. Namun lebih dari itu Kristus membimbing setiap orang untuk
sungguh-sungguh terbuka dan mau menerima banyak orang serta mencintai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
mereka sebagaimana halnya Ia telah mengasihi mereka (Dennis, 1981:34-
35).
Setiap orang ingin mendalami kasih pengampunan Allah sehingga
dapat mencintai dengan kasih tersebut. Allah telah mencurahkan kasih-Nya
ke dalam hati setiap orang melalui Roh-Nya (Rm 5:5). Dengan meminta
Roh Kudus mencabut akar-akar luka batin dan menggantinya dengan cinta,
secara sadar memilih untuk meninggalkan hidup sebagai budak-budak dosa
dan menjadi orang-orang merdeka. Setiap orang menunjukan kesediaannya
untuk menyerahkan segala luka yang telah menguasai hidupnya selama ini
dan membuka hati bagi kasih Allah yang menyembuhkan dan membebaskan
(Dennis, 1981:37).
Kadang berpikir bahwa mengampuni seperti dilakukan oleh Kristus
itu mudah. Cukuplah berkata, “Aku mengampuni kamu” atau “tinggalkan
kebencian”. Semua orang dapat melakukannya. Tetapi apakah sering kali
siap sedia mengampuni luka batin itu secara total dan tanpa syarat seperti
dilaukan oleh Kristus? Kristus senatiasa siap sedia mengampuni tanpa
syarat. Ia mengampuni dosa-dosa tanpa diminta, bahkan bila tindakan
pengampunan itu berakibat. Dia dituduh menghujat Allah dan dengan
demikian dapat diseret untuk dirajam dengan batu sekali pun (Luk 5:17-26).
Ia tidak peduli dengan kemarahan banyak orang yang hendak merajam-Nya
ataupun dari para murid yang tidak rela melihat Yesus berbicara seorang diri
dengan wanita samaria yang sesat dibenci itu. Keterbukaan hati Yesus
membuat Dia siap sedia mengampuni tanpa syarat (Dennis, 1981:38).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Agar seseorang dapat mengampuni sebagaimana Allah telah
mengampuni, ia harus berani masuk dan terlibat dalam peristiwa–peristiwa
yang menyakitkan itu bersama dengan Kristus dan memperhatikan
bagaimana Ia bekerja menyembuhkan diri dengan sabda dan karya-Nya.
Jika masih mengalami kesukaran untuk mengampuni seperti Kristus, harus
belajar meneladan semangat pengampunnan itu dengan berdoa dan
memohon pada-Nya. Kemampuan untuk mengampuni sedikit banyak
tergantung pada macam manakah orang-orang yang diperbolehkan masuk
dalam kehidupan seseorang. Lebih mudah menularkan kasih pengampunnan
Kristus bersama dengan orang-orang yang siap sedia mengampuni dan
saling menghargai. Kehidupan doa juga sangat mempengaruhi kemampuan
untuk mengampuni di samping cara menanggapi dan berhubungan dengan
sesama (Dennis, 1981:42).
Bela rasa lahir kalau seseorang menemukan di dalam pusat
eksistensi diri sendiri bukan hanya bahwa Allah adalah Allah dan manusia
adalah manusia, akan tetapi juga bahwa tetangga juga adalah sungguh-
sungguh sesama. Melalui bela rasa dapat dilihat bahwa kerinduan orang
akan kasih juga ada di dalam hati sendiri, bahwa kebengisan yang dikenal
oleh dunia ini sebenarnya berakar juga dalam kecenderungan-
kecenderungan dari hati sendiri. Melalui bela rasa juga seseorang merasakan
kerinduan untuk diampuni dalam mata kawan-kawannya. Bagi orang yang
bela rasa, tidak ada satu pengalaman manusiawi pun yang asing, baik
kegembiraan maupun kesusahan, baik cara hidup maupun cara mati. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dunia luas itu setiap wajah manusia tampak sebagai wajah sesama. Dengan
demikian kewibawaan bela rasa adalah kemampuan manusia untuk
mengampuni saudaranya, karena pengampunan hanya menjadi nyata bila
orang yang sudah menemukan kelemahan kawan-kawannya dan dosa
musuh-musuhnya di dalam hatinya sendiri, dan bersedia menerima semua
orang sebagai sebagai saudaranya sendiri (Nouwen, 1989:43-44).
2. Keteladanan Pengampunan Yang Dihayati Bunda Elisabeth
Meneladan kehidupan Bunda Elisabeth sebagai acuan dalam
menentukan tanggapan yang relevan dan efektif terhadap situasi, para suster
CB perlu bertemu kembali dengan Bunda Elisabeth bagaimana beliau
menanggapi keterlukaan pada zamannya. Setelah revolusi Perancis,
Maastricht hancur lebur. Setiap perang membawa penderitaan bagi manusia
dan kerusakan terhadap lingkungan. Keterlukaan dan kehancuran seperti
itulah yang ditanggapi Bunda Elisabeth. Ia melihat, tergerak dan bertindak
secara nyata untuk meringankan penderitaan manusia. Dengan sikap itu
Bunda Elisabeth menjadi alat dalam mendirikan Kongregasi; Bunda
Elisabeth dibentuk untuk menanggapi situasi keterlukaan dalam dunia.
Bunda Elisabeth mampu menangkap dengan tajam gerakan Roh dalam
hidupnya karena relasi yang akrab dengan Yesus Kristus (EG. 39-41).
Pengalaman dikasihi Allah membuat Bunda Elisabeth Gruyters mampu
melihat realitas dengan mata Allah, digerakan oleh belarasa dengan hati
Allah, dan bertindak dengan tangan Allah. Bunda Elisabeth tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
meragukan kasih Allah yang dialaminya, oleh karena itu Bunda Elisabeth
juga tidak ragu-ragu akan kasih dan kehadiran Allah didalam sesama.
Keterpusatan Allah dalam Yesus Kristus di dalam hidupnya adalah sumber
segala inspirasi, kekuatan dan kebijaksanaan dalam menghadapi kesulitan
hidup pelayanan kepada orang-orang tempat Bunda Elisabeth dan para
suster yang pertama menghayati perutusannya (EG. 91,106). Dalam
masyarakat yang terluka, apabila Allah tidak diallahkan lagi dalam
kehidupan apabila mereka, maka pemulihan relasi yang benar dengan Allah
merupakan tindakan nyata rekonsiliasi (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi
2005:27-28).
Bunda Elisabeth menjadi alat rekonsiliasi dan penyembuhan yang
mengantar orang-orang kembali kepada relasi dengan Allah dengan satu
sama lain, dalam perhatian dan kepedulian (EG.110-112,29,30-37).
Rekonsiliasi juga tampak dalam sikap Bunda Elisabeth terhadap keterlukaan
dan keterbatasan manusia. Dalam kerendahan hati ia terbuka
mengungkapkan kelemahannya sendiri dengan perhatian serta belarasa yang
besar Bunda Elisabeth menerima dan sabar terhadap sesama sebagaimana
adanya mereka (EG. 96, 76, 94, 98). Bunda Elisabeth mampu
menghubungkan dirinya dengan mereka yang menderita. Mereka terus
menerus hadir memenuhi pikirannya, perasaan, aspirasi, dan doa-doanya.
Kehidupan yang terluka dan keterpecahan dalam orang miskinlah yang
memenuhi hidup kesehariannya. Ia bersetiakawan dalam penderitaan
mereka, karena Bunda Elisabeth tahu bahwa Allah juga menderita di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dan bersama mereka (EG. 109,113,117). Bagi Bunda Elisabeth dalam
ketersentuhan denan keterlukaannya dengan keterlukaan orang lain dan
dunia, membuat Bunda Elisabeth merasa lebih ringan dalam menanggung
penderitaannya. Dengan demikiam terjadinya saling rekonsiliasi antar
kebersamaan itu terjadi pula penyembuhan dalam diri sendiri dan orang lain
(Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:28-29).
Bunda Elisabeth adalah seorang pengemban rekonsiliasi dan
penyembuh bagi pribadi manusia secara utuh, dengan mempertimbangkan
seluruh segi kehidupan manusia. Bagi Bunda Elisabeth orang-orang miskin
yang dilayaninya di Maastricht adalah baik miskin secara materi maupun
rohani. Memperhatikan kebutuhan-kebutahan orang-orang yang dilayaninya
demi kesejahteraan karena memperhatikan semua dimensi yang saling
terkait dari eksistensi kehidupan. Kepedulian Bunda Elisabeth terhadap
orang-orang miskin berdasarkan pada pandangannya yang holistik tentang
pribadi manusia, keterpaduan dari segi-segi spiritual dan manusiawi
seseorang sebagai pribadi (EG. 108, 112, 117, 149). Ia tidak hanya
mengajarkan katekese kepada mereka, tetapi juga mengajar jahit-menjahit,
menanamkan dasar hidup yang baik pada anak-anak miskin (EG.51). Rasa
hormat dan pemberdayaan orang-orang miskin dan bagi para suster
didasarkan pada martabat manusia, kebebasan dan paham kemanusiaan
yang utuh, merupakan tindakan rekonsiliasi yang konkret dalam seluruh
hidup Bunda Elisabeth (EG. 76, 78).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Beriman akan Allah, harga diri yang sehat, dan sikap yang sehat
terhadap orang lain berdasar pada kasih merupakan kekuatan dari tanda
yang kuat akan adanya harapan dalam situasi yang penuh dengan
keterlukaan. Kehadiran Bunda Elisabeth di Maastricht pada waktu itu
merupakan kehadiran yang membawa rekonsiliasi Yesus Kristus bagi umat
Allah. Ada harapan dalam dan bagi mereka, karena Allah senantiasa setia
pada mereka. Dalam pengharapan seperti itu, Bunda Elisabeth adalah
pengemban rekonsiliasi dengan membawa orang-orang yang terluka
“kembali” ke jati diri sendiri. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman
rekonsiliasi ini merupakan perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit, Tuhan
atas kehidupan baru. Kebangkitan dan rekonsiliasi merupakan jalinan dari
dua realitas yang saling berkaitan dalam hidup kita sehari-hari (Kapitel
Umum dan Kapitel Provinsi 2005:28-30).
Sebagai murid Yesus Kristus suster CB perlu meneladan dari
Yesus dengan menjadikan seluruh pola kehidupan Yesus menjadi pola
hidup para suster CB. Seperti Bunda Elisabeth pengalaman pribadi dengan
Yesus yang tersalib menjadi penggerak seluruh pola pikir, pilihan dan
tindakannya. Demikian pula yang diperjuangkannya, yang didalamnya
terkandung segala konsekuensi yang mesti ditanggungnya. Kontemplasi
Bunda Elisabeth kepada yang tersalib sebagai pembawa rekonsiliasi tampak
dalam kerelaannya untuk mengampuni. Kepada orang-orang yang
memfitnahnya, merendahkannya, dan mengusirnya, Bunda Elisabeth tidak
hanya mengampuninya tetapi memohonkan pengampunan bagi mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
(bdk. EG. 96). Bunda Elisabeth belajar mengampuni dari Yesus yang
tersalib. Di atas salib Yesus mendoakan mereka yang memfitnah, menghina,
merendahkan, memukuli dan menyalibkan. Di atas salib Yesus
memohonkan pengampunan bagi mereka kepada Bapa-Nya di surga (bdk.
Luk 23:34). Dengan kontemplasi kepada Yesus yang tersalib Bunda
Elisabeth memilih untuk tidak membalas dendam dan bertindak tanpa
kekerasan.
“Untuk mengembalikan orang yang licik dan licin kepada Allah, hendaknyamemperlakukan mereka secara jujur sekali, sebab para pemimpin yang inginmelakukan kewajibannya dengan baik, memang harus banyak menderita”(EG. 69).
Bunda Elisabeth senantiasa membawanya kembali kepada doa
kepada Yesus yang tersalib. Ada pergulatan dalam diri Bunda Elisabeth
antara rasa prihatin yang besar dan kecenderungan sakit hati dari
kemanusiaan Bunda Elisabeth. Namun bersama Yesus yang tersalib, Bunda
Elisabeth mampu melampauinya dan menanggung derita seperti Yesus (bdk.
EG.117). Kontemplasi kepada Yesus yang tersalib membawa Bunda
Elisabeth untuk senatiasa mementingkan keselamatan jiwa (EG. 40). Hal ini
sungguh tampak dalam pengalaman Bunda Elisabeth bersama keluarga
Nijpels (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:75-76).
Kontemplasi kepada Yesus yang tersalib membawa Bunda
Elisabeth pada kualitas puncak membalas kasih-Nya dengan kasihnya
meminta bagian dalam duka Yesus (bdk. EG.39). Bagi Bunda Elisabeth
menderita sedikit demi cinta kepada Yesus Kristus adalah merupakan
kebahagiaan dan ucapan syukur yang mendalam kepada Allah (bdk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
EG.100). Maka Bunda Elisabeth senantiasa mengarahkan seluruh tenaga,
pikiran dan hati untuk berjuang dan membela supaya jiwa malang dalam
penderita sakit di Rumah Sakit Calvarieberg dapat dilayani oleh para suster
cintakasih. Kontemplasi kepada Yesus yang tersalib menumbuhkan
kekuatan Duka Ilahi di dalam hati Bunda Elisabeth. Namun Bunda Elisabeth
tidak hanya terus menerus berdoa memohon untuk dipersatukan dengan
Duka Ilahi (EG. 39-41) dan bersyukur bila boleh menderita sedikit demi
Yesus (EG.100) tetapi juga mampu menempatkan dirinya bersama Bunda
Maria dan mempersatukan air matanya dengan air mata Maria sewaktu
berdiri di bawah kayu salib (EG. 54). Mempersatukan air matanya dengan
air mata Maria di bawah salib berarti mau mengikuti Maria yang
membiarkan diri terus menerus dibentuk dan diubah oleh kehadiran Hati
Yesus yang tergantung pada salib yang memandang dirinya. Pandangan
kontemplatif hati ini berarti bahwa menerima dengan penuh penyerahan diri
kepada pandangan Kristus tergantung di salib yang memberikan
pengampunan dan harapan akan “firdaus” hidup baru. Pengampunan
dianugerahkan didalam Yesus Kristus bagi orang yang mau bertobat dan
mengarahkan diri kembali kepada Allah Bapa di surga yang penuh belas
kasih dan maharahim (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:77-78).
3. Perlunya Pertobatan Terus-Menerus
Bagi Bunda Elisabeth “Pertobatan” merupakan anugerah istimewa.
Bunda Elisabeth bersyukur atas anugerah rasa sesal hati yang mendalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
akan kelakuan-kelakuan yang tidak setia dimasa lalu (bdk. EG. 98) Allah
mengampuninya dan melupakannya. Allah dialami sebagai Allah yang
mencintainya yang tanpa batas dan membuat Bunda Elisabeth mau
membalas kasih-Nya dengan kasihnya. Maka tidak ada pertobatan yang
terlalu sukar bagi Bunda Elisabeth (bdk. EG. 95).
Tidak mengherankan bahwa Bunda Elisabeth begitu sangat
mencintai dan hormat terhadap St. Pertus dan St. Paulus karena pertobatan-
pertobatan besar. Bagi Bunda Elisabeth tidak ada dosa yang sebesar apa pun
yang tidak dapat diampuni oleh Yesus. Sebab hati yang sudah membatu pun
masih akan tergerak kalau merenungkan cintakasih Yesus Kristus (bdk. EG.
95). Bagi Bunda Elisabeth pengakuan dosa, penyegaran rohani, dan
ceramah-ceramah yang menggerakan hati lebih berharga dari harta yang
paling berharga yang ada di dunia. Bunda Elisabeth menggambarkan
kemajuan hidup rohani merupakan suatu kebahagiaan yang tak pernah dapat
diimbangi dengan ucapan syukur dan terima kasih kepada Allah. Pertobatan
lebih berharga dari pada segala kekayaan yang ada diseluruh Maasticht
(bdk. EG. 139) (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:74-75).
Sering dalam angan-anganku, aku tinggal bersama kedua rasul tersebut,lebih-lebih apabila api cinta Ilahi mulai berkobar dalam hatiku, maka padasaat seperti itu timbulah hasrat untuk membalas cinta-Nya dengan cintaku(EG95).
Pengalaman Bunda Elisabeth akan kasih Allah yang mendalam
membawanya kepada solidaritas yang mendalam dengan St. Petrus dan St.
Paulus. Ia mengagumi kedua rasul agung ini, sebagaimana halnya ia
mengalami betapa besar kasih Yesus namun betapa sempit dan lamban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
pikirannya untuk memahami cinta-Nya. Disposisi batin seperti ini
menciptakan ruang yang lebih luas dalam hatinya untuk menerima secara
terbuka rahmat Allah yang menyentuh hatinya yang penuh Roh Kudus dan
untuk membalas kasih Allah dengan cintanya (Kapitel Umum 2011:10).
Pengalaman dicintai Allah secara mendalam mampu mengubah
hidup Bunda Elisabeth menjadi seorang pelaku kasih Allah yang dinyatakan
dalam hidup doa dan perutusannya. Ia tidak peduli kata orang, sebaliknya
Bunda Elisabeth justru menaruh kepercayaan pada penyelenggaraan dan
tuntunan Ilahi serta melaksanakan apapun yang dapat ia lakukan untuk
menolong banyak orang. Ia bahkan memohonkan pengampunan bagi
mereka yang menantangnya, bagi mereka yang menolaknya, bahkan lebih
dari itu bagi mereka yang menganiaya dan mengoloknya (Kapitel Umum
2011:11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB III
KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUSMEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF
A. Undangan Gereja Masa Sekarang
1. Komunitas Sekolah Cinta
Semua anggota religius dipanggil kepada kekudusan dengan
membaktikan seluruh hidup dalam komunitas. Agar komunitas-komunitas
religius menjadi sekolah komunio dan sekolah doa dalam hidup
keperawanan yang menunjukkan dengan jelas martabat manusia yang
diciptakan untuk tujuan ilahi dan abadi. Dunia yang menawarkan
kenikmatan dan keamanan dalam hal-hal material sudah melupakan tujuan
transendental dan perlu saksi-saksi yang mengingatkannya (Novo Millennio
Ineunte, art. 34). Demikian pula dikatakan bahwa “Menjadikan Gereja
home sekaligus persekutuan” ini merupakan tantangan besar yang dihadapi
dalam millenium sekarang ini dan sedang yang berlangsung (NMI, art. 43).
Yesus mengundang para pengikut-Nya untuk mengalami kesatuan
dalam cinta kasih Bapa yang telah dihayati di dunia dalam persekutuan Roh
Kudus yang dicurahkan kepada kita dalam Gereja. Kesatuan dalam kasih,
koinonia dan komunio adalah keselamatan dari egoisme perpecahan dan
perselisihan. Pewartaan Kristiani menegaskan bahwa kesatuan itu mungkin
di antara semua orang dari bangsa, suku, kelompok, etnis, tingkat sosial-
ekonomis apapun. Setiap orang dituntut untuk mampu membangun
paguyuban yang bersatu dalam kebenaran, di mana semua mencari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
kepentingan bersama. Hanya sekelompok murid Kristus yang bersatu dalam
kasih, dalam pengampunan timbal balik, yang hidup sehati dan sejiwa dapat
memberi pewartaan yang meyakinkan dan mengundang orang lain untuk
masuk ke dalam hidup Kristus yang membahagiakan dan menyelamatkan.
Mereka membentuk sekolah komunio di mana semua dapat belajar
mengikuti Yesus bersama (Driscoll, 2003: 221).
Spiritualitas persekutuan berarti juga kecakapan untuk memikirkan
saudara-saudara dan saudari-saudari dalam pangkuan kesatuan mendalam
Tubuh Mistik dan karenanya juga sebagai “mereka yang merupakan
sebagian saya. Ini memampukan menanggung bagian pokok kegembiraan
dan penderitaan sesama, ikut ambil bagian dalam memperhatikan, serta
menawarkan persahabatan yang mendalam dan sejati. Spiritualitas
persekutuan mencakup kecakapan juga memandang apapun positif pada
sesama, menyambutnya baik dan menghargainya sebagai karunia dari Allah:
tidak melulu sebagai anugerah saudara atau saudari yang telah langsung
menerimanya, tetapi juga sebagai “kurnia bagi saya. Spiritualitas berarti
meluangkan tempat bagi saudara-saudara dan saudari-saudari, sambil
“saling menanggung beban-beban sesama: (Gal 6:2) dan menolak
pencobaan cinta diri, yang terus-menerus merundungi kita dan mengundang
persaingan, karierisme, sikap curiga dan iri hati (NMI, art.43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
2. Komunitas Yang Menghayati Hidup Tritunggal Mahakudus
Yesus selama hidup-Nya di dunia, Ia memanggil mereka yang
dikehendaki-Nya, supaya mereka menyertai Dia, dan Ia mendidik mereka
hidup menurut teladan-Nya bagi Bapa dan bagi perutusan yang telah
diterima-Nya dari Bapa (bdk. Mrk 3:13-15). Begitulah Ia memulai keluarga
baru, yang dari abad ke abad akan mencakup mereka yang siap
“menjalankan kehendak Allah” (bdk. Mrk 3:32-35). Sesudah kenaikan
Tuhan ke surga, sebagai buah karunia Roh Kudus, terbentuklah rukun hidup
persaudaraan di sekitar para rasul, berhimpun dalam puji syukur kepada
Allah dan dalam pengalaman konkret persekutuan (bdk. Kis 2:42-47; 4:32-
35). Hidup jemaat itu, bahkan lebih dari pengalaman hidup dalam
persekutuan penuh dengan Kristus yang dihayati oleh Dua Belas Rasul,
selalu dijadikan pola yang menjadi acuan Gereja, bila Gereja berusaha
kembali kepada semangat aslinya, dan dengan kekuatan Injil yang segar
meneruskan lagi perjalanannya di sepanjang sejarah.
Yang mengenakan bentuk jemaat manusiawi sebagai kediaman
Tritunggal Mahakudus, untuk menyalurkan ke dalam sejarah kurnia-kurnia
persekutuan yang khas bagi ketiga Pribadi ilahi. Banyak situasi dan cara-
cara persekutuan persaudaraan diungkapkan dalam Gereja. Hidup bakti pasti
dapat dianggap berjasa karena secara efektif membantu untuk tetap
menghidupkan dalam Gereja kewajiban persaudaraan sebagai bentuk
kesaksian akan Tritunggal. Dengan tiada hentinya mengembangkan
cintakasih persaudaraan, juga dalam wahana hidup bersama, hidup bakti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
telah menunjukan, bahwa ikut serta dalam persekutuan Tritunggal dapat
mengubah hubungan manusiawi dan menciptakan corak baru solidaritas.
Hidup bakti mengamanatkan kepada umat baik keindahan persekutuan
persaudaraan maupun cara-cara hidup yang dalam kenyataan mengantar
kepadanya. Para anggota hidup bakti hidup “bagi” Allah dan “dari” Allah,
dan justru karena itu mereka mampu memberi kesaskian akan kuasa rahmat
untuk mendamaikan, serta mengatasi kecenderungan-kecenderungan yang
terdapat dalam hati manusia dan pada masyarakat (VC, art . 41).
Hidup bersaudara dalam arti hidup dalam cintakasih merupakan
lambang yang jelas bagi persekutuan gerejawi. Corak hidup itu dipraktekan
secara khas, dalam tarekat-tarekat Religius dan Serikat-serikat Apostolis;
Hidup berkomunitas beroleh relevansi khusus. Dimensi persekutuan
persaudaraan juga tidak asing bagi institut-institut sekular, atau bahkan bagi
bentuk-bentuk hidup bakti yang dihayati secara perorangan. Dengan hidup
sebagai murid Kristus menurut Injil, mereka semua menyanggupkan diri
untuk melaksanakan “perintah baru” Tuhan, yakni saling mengasihi seperti
Ia mengasihi kita (bdk. Yoh 13:34). Cintakasih mendorong Kristus untuk
menyerahkan Diri, bahkan sampai korban termulia di salib. Begitupula
dikalangan para murid-Nya tidak mungkin ada kesatuan yang sejati tanpa
cintakasih timbal-balik yang tanpa syarat, yang meminta kesediaan untuk
dengan murah hati melayani sesama, kesiagaan untuk menampung mereka
seperti adanya, tanpa menilai mereka (bdk. Mat 7: 1-2). Para anggota hidup
bakti, menjadi “sehati sejiwa” (Kis. 4:32) melalui cintakasih yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
dicurahkan ke dalam hati mereka oleh Roh Kudus (bdk. Rom 5:5),
mengalami panggilan batin untuk berbagi bersama segala sesuatu: barang-
barang materiil dan pengalaman-pengalaman rohani, bakat-kemampuan dan
inspirasi-inspirasi, cita-cita kerasulan dan pelayanan kasih: “dalam hidup
berkomunitas kuasa Roh Kudus yang berkarya dalam seorang individu
sekaligus tersalurkan kepada semua anggota.
Maka dalam hidup berkomunitas dalam cara tertentu perlu menjadi
jelas, bahwa lebih dari sekedar upaya untuk menunaikan perutusan khusus,
persekutuan persaudaraan yang merupakan ruang yang disinari oleh Allah,
untuk mengalami kehadiran tersembunyai Tuhan yang bangkit mulia (bdk.
Mat 18:20). Untuk terwujudkan berkat cintakasih antar anggota komunitas,
dan ditopang oleh doa untuk kesatuan, anugerah khusus Roh bagi mereka
yang dengan patuh mendengarkan Injil. Roh Kudus sendirilah yang
membimbing jiwa untuk mengalami persekutuan dengan Bapa dan dengan
Putera-Nya Yesus Kristus (bdk. 1 Yoh 1:3), dan persekutuan adalah sumber
hidup bersaudara. Rohlah yang membimbing komunitas-komunitas hidup
bakti dalam menunaikan misi pelayanan mereka kepada Gereja dan kepada
segenap umat manusia, menurut inspirasi mereka (VC, art. 42).
Membangun komunitas religius bersumber dari Komunitas Agung
Tritunggal Mahakudus. “Bapa dan Roh Kudus adalah satu komunitas
Agung. Pola interaksi dan relasi komunitas agung itu adalah kasih, sebab
Allah adalah kasih (1Yoh 4:8). Jadi dalam komunitas agung itu hanya satu
acara tunggal dan pokok, yaitu kasih. Inilah inti pokok kasih ialah saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
menyerahkan diri seutuhnya. Demikianlah dalam komunitas kasih trinitas,
yakni Bapa, Putra, dan Roh Kudus terjadi tindakan saling menyerahkan diri
satu sama lain. Tantangan dalam komunitas Kristiani ialah menghadirkan
komunitas Tritunggal Mahakudus dalam lingkungan hidup kita dengan
mengupayakan hubungan yang saling menyerahkan diri satu sama lain.
Relasi dalam komunitas murid ialah pola relasi yang mendapat hidup dan
maknanya dari relasi satu sama lain dengan Yesus Kristus. Berkat relasi
kita dengan Yesus dan berkat Roh Kudus, kita dimasukan ke dalam relasi
Allah Tritunggal. Komunitas murid Yesus tentu mengikuti gerak kasih
Kristus kepada Bapa-Nya (Martasudjita, 2001:44-48).
Semua anggota komunitas biara akan menjadi pribadi yang utuh,
bila mereka senantiasa bertumpu di atas landasan cintakasih Allah
Tirtunggal. Bahtera hidup komunitas biara haruslah merupakan
pengejawantahan dari komunitas Allah Tritunggal. Allah Tritunggal adalah
asal dan citra asli serta penyempurnaan persekutuan hidup kita. Hubungan
antar pribadi yang dalam dasar cintaksaih Allah Tritunggal, memainkan
suatu peranan yang bersifat membentuk. Pribadi Allah Tritunggal haruslah
dipandang dalam daya gerak cinta yang saling berelasi, yang dinamis-cinta
Bapa kepada Dirinya terpancar keluar kepada cinta yang saling memberi
dan menerima (cinta Bapa kepada Putera tercinta dan dan cinta Putera
kepada Bapa), akhirnya kepada bersama membagi cinta dalam Roh Kudus.
Setiap anggota komunitas hendaknya selalu berusaha untuk
menimba air kehidupan dari sumber dan kekuatan yakni Allah Tritunggal;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
sebab di dalam satu Roh, dipermandikan dan diberi minum dari satu Roh
(bdk. 1 Kor 12:13), maka segala peselisihan harus kita jauhkan.
Membangun komunitas yang betumpu di atas basis Allah Tritunggal, akan
membuat setiap anggota komunitas merasa berada “di rumah”, dimana
spontanitas serta kreativitas dapat berkembang dengan baik. Membina cinta
persaudaraan atas dasar cinta Allah Tritunggal akan membuat semakin
yakin akan diri sendiri bahwa kini berada pada jalur yang benar dan tepat
sasar (Peter, 1986:323-324).
3. Komunitas Yang Mampu Menjawab Kebutuhan
Untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang penghayatan
hidup berkomunitas, maka orang perlu mempunyai gambaran yang jelas
tentang bentuk atau model hidup berkomunitas di mana ia berada. Beberapa
model hidup komunitas religius berdasarkan segi penghayatan, sikap
maupun pendekatan terhadap hidup komunitas meliputi; komunitas rasuli
atau zaman para rasul (Kis 2:41-47; 4:32-37), dan komunitas rasul yang
berjalan mengikuti Yesus merasul (Luk 9:1-6; 10:12). Komunitas rasuli atau
zaman para rasul (Kis 2:42-47; 4:32-37), komunitas umat kristen di
Yerusalem; bersifat komunitas koinonia di mana setiap anggota menghayati
hidup bersama, memecahkan roti bersama, membagi milik, sehingga tidak
ada orang yang merasa berkekurangan. Komunitas ini merelakan milik dan
harta pribadi demi kepentingan bersama. Komunitas kesatuan, satu hati satu
jiwa, sebagai pujian kepada Allah. Komunitas inilah yang menjadi inspirasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
dasar bagi kongregasi religius monastik. Komunitas merupakan sarana
penghayatan kemiskinan dalam persaudaraan. Komunitas rasul yang
berjalan mengikuti Yesus merasul (Luk 9:1-6; 10:1-12). Komunitas ini
merupakan kelompok murid yang dipanggil untuk hidup bersama dengan
Yesus dalam perjalanan Yesus mewartakan Kerajaan Allah. Kelompok ini
hidup dalam kemiskinan sebagai orang yang selalu berjalan dalam merasul,
dan tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, selalu pergi dari tempat
yang satu ke tempat yang lain (Mrk 1:13-39) kebersamaan lebih tertuju
untuk merasul. Cara hidup mereka ialah hidup yang selalu siap untuk diutus
dan pergi. Kerasulan mereka diikat dan dipersatukan oleh Yesus dan kuasa
Yesus yang diberikan kepada mereka.
Komunitas merupakan inspirasi dasar bagi para religius yang
muncul pada abad XII dan XIII dan dipertajam oleh kelompok religius yang
mucul pada abad XV dan XVI dan abad-abad sesudahnya (Darminta,
1983:90).
Ciri-ciri komunitas yang disebutkan diatas ini memberikan bantuan
untuk menemukan model penghayatan konkret yang sesuai dengan tuntutan
hidup Kristiani. Adapun ciri komunitas kristiani antara lain: doa bersama
dan persaudaraan (kis 2:56; 4:32; 14:22), pewartaan sabda melalui kotbah
(Kis 2:14; 3:12), milik demi kepentingan bersama digerakan oleh Roh
Kudus (Kis 4:32-35), mengadakan keputusan bersama, mujizat dan
penyembuhan (Kis 2:4; 5:16). Berdasarkan kesaksian komunitas para rasul,
dapat dilihat beberapa model hidup komunitas dengan ciri-ciri hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
berkomunitas di mana orang itu berada dan hidup meliputi; komunitas
tradisional, komunitas sosial-psikologis, komunitas pelayanan, komunitas
kesaksian hidup, komunitas kesaksian sabda, komunitas rohaniah, dan
komunitas pneumatis (Darminta, 1981:11-20).
a. Komunitas Tradisional
Komunitas ini tempat tinggal sebagai pusat dari komunitas,
kehadiran secara fisik merupakan tuntutan bagi setiap anggota. Komunitas
menyediakan setiap kebutuhan anggota. Komunitas menekankan penting
hidupnya hidup bersama yakni sebagai sarana untuk memupuk rasa
kebersamaan dalam komunitas. Komunitas cenderung untuk mempunyai
karya apostolat yang satu dan sama. Keanekaragaman karya dialami
gangguan hidup bersama keyakinan dasar hidup bersama berarti hidup
dalam komunitas. Tujunannya adalah untuk mempermudah pelaksanaan
hidup komunitas supaya dapat berdoa, bekerja dan hidup bersama dalam
damai dan melaksanakan karya Kerajaan Allah (Darminta, 1981: 14-15).
b. Komunitas Sosial-Psikologis
Dalam komunitas ini yang menjadi perhatian utama adalah
perkembangan dan pertumbuhan masing-masing pribadi. Doa bersama
dirasakan sebagai suatu tantangan dalam membantu pribadi masing-masing
untuk tumbuh dan berkembang. Doa bersama dihayati sebagai suatu
bantuan bagi pribadi masing-masing demi pertumbuhan dalam mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
visi dan anugerah-anugerahnya serta bertahan hidup pada saat-saat sukar.
Faktor penentu untuk mengadakan keputusan adalah bagaimana komunitas
dapat membantu anggota untuk merealisasikan potensi hidupnya sebagai
seorang religius. Perubahan diterima sebagai proses pertumbuhan yang
normal. Pembinaan diarahkan untuk membantu masing-masing pribadi agar
dapat menemukan, memperkembangkan dan mengarahkan bakat-bakat yang
dimiliki. Keyakinan dasar ini ialah melayani kebutuhan masing-masing
anggota (Darminta, 1981:15).
c. Komunitas Pelayanan
Dalam komunitas ini tempat tidaklah menjadi penting bagi
mereka. Perjumpaan dan kebersamaan dalam hidup bersama juga kurang
dipentingkan. Pelayanan kepada masyarakat luas sangat diutamakan
sehingga pelayanan keluar sangat diharapkan karena ini merupakan tugas
pelayanan. Doa bersama jarang dilakukan hanya pada kesempatan-
kesempatan tertentu saja banyak waktu untuk doa pribadi. Keanekaragaman
dalam kerasulan dapat diterima namun ada pembatasannya. Faktor yang
cukup untuk mengambil keputusan ialah bagaimana keputusan ini akan
memberikan kesiapsiagaan dan efisiensi dalam pelayanan bagi orang lain.
Perubahan dipengaruhi oleh perubahan kebutuhan masyarakat yang
dilayani. Yang menjadi keyakinan dasar bahwa komunitas merupakan
bagian dari anggota untuk melayani anggota masyarakat yang lebih luas.
Komitmen kepada pelayanan kerasulan merupakan kriterium untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
mengadakan evaluasi dan refleksi pribadi. Didasarkan pula atas harapan
untuk membangun dunia yang lebih baik, di mana manusia dapat hidup
dengan lebih merdeka, adil dan manusiawi (Darminta, 1981: 16-17).
d. Komunitas Kesaksian Hidup
Komunitas ini merupakan cara dan penghayatan hidup sebagai
kesaksian dalam hidup berkomunitas kepada masyarakat. Komunitas
dihayati sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Doa bersama merupakan
tempat untuk sharing pengalaman iman. Mengundang orang luar untuk
berdoa bersama, pelayanan dipilih sejauh tidak merugikan kesaksian hidup
komunitas karena hidup komunitas itu merupakan kerasulan. Maka dapat
dipahami jikalau terjadi ketegangan antara komunitas sebagai tujuan dan
komunitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Masa pembinaan
merupakan masa mempersiapkan orang untuk menghayati hidup komunitas
sebagai yang bernilai dan komunitas sebagai kesaksian secara keseluruhan.
Keyakinan dasar dari komunitas kesaskian adalah komunitas kristiani secara
keseluruhan saksi hidup bersama dalam masyarakat manusia yang lebih luas
yang mengalami tindakan Allah (Darminta, 1981: 17-18).
e. Komunitas Kesaksian Sabda
Komunitas ini menekankan kesaksian sabda. Yang menjadi
komitmen pelayanan adalah menyampaikan sabda kepada masyarakat luas.
Keputusan bersama dibuat dalam terang pelayanan sabda. Pembinaan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
pembentukan anggota ialah memperoleh ketrampilan untuk menyampaikan
dan memberikan kesaksian dengan efektif. Karya pelayanan lebih
diutamakan yang lebih berpautan dengan pewartaan sabda. Kesaksian dasar
ialah bahwa komunitas membantu anggota-anggotanya untuk memberikan
kesaksian sabda dan ketekunan penyelamatan sabda dalam dunia masa kini.
Keputusan bersama dibuat dalam terang pelayanan sabda. Harapan dari
komunitas ini ialah bahwa dengan memberi kesaksian sabda anggota
komunitas membuat sabda hadir dan mempengaruhi masyarakat luas
(Darminta, 1981:18)
f. Komunitas Rohaniah
Dalam komunitas ini tempat merupakan hal yang penting karena
tempat merupakan pusat hidup komunitas dan tempat untuk menemukan
kekuatan. Komunitas ini mengingatkan akan para murid yang dahulu
bersama dan berkumpul di ruang perjamuan, bertekun dengan sehati berdoa
bersama-sama. Namun yang lebih penting adalah ibadat sendiri, karena
setiap orang dan juga komunitas secara keseluruhan dipanggil ke kesucian,
ke komitmen kepada doa, ke hidup cinta yang kaya bersama Allah.
Pelayanan kerasulan lebih tergantung pada bagaimana masing-masing
maupun komunitas telah mengintegrasikan kerohaniannya dengan
kebutuhan hidup dan perhatian dunia. Doa menjadi pilihan yang utama.
Faktor utama untuk mengadakan keputusan maupun perubahan ialah
“bagaimana keputusan akan mempengaruhi hidup doa masing-masing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
maupun komunitas. Pembinaan dan pendidikan anggota lebih menekankan
perkembangan, Pemupukan dan pertumbuhan hidup doa (Darminta,
1981:18-19).
g. Komunitas Pneumatis
Komunitas merupakan kesatuan hidup untuk mendengarkan Roh.
Doa merupakan penantian dan pencaharian akan bimbingan Roh dari hari ke
hari. Roh terus-menerus dirasakan memanggil komunitas dalam waktu dan
tempat yang berbeda-beda. Roh menjadi faktor penentu dalam membuat
keputusan dan melaksanakannya. Dasar komunitas ini ialah keyakinan
bahwa Roh meresapi seluruh hidup, dan dengan demikian komunitas berada
di mana-mana. Tuntutannya adalah masing-masing anggota menyerahkan
diri kepada bimbingan Roh (Darminta, 1981:20).
4. Komunitas sebagai Misio
Komunitas para murid Yesus bukan hanya komunitas dari orang-
orang yang sama-sama dipanggil oleh Yesus, tetapi juga orang-orang yang
diutus. Injil Markus menceritakan: “Yesus memanggil orang-orang yang
dikehendakinya dan mereka pun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua
belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil”
(Mrk 3:13-14). Panggilan orang-orang dalam kelompok murid bersifat
misioner. Artinya, mereka dipanggil untuk diutus, yakni memberitakan Injil.
Dalam komunitas biara, para warga datang dan berada di situ juga karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
tugas perutusan dari pimpinan. Masing-masing warga mempunyai tugas
perutusan yang barangkali berbeda. Dengan demikian bahwa kebaikan dan
kebahagiaan komunitas akhirnya ditentukan bukan hanya apakah mereka
dapat hidup rukun dan bersaudara, tetapi juga sejauh mana mereka dapat
melaksanakan tugas perutusan mereka dengan maksimal dan baik
(Martasudjita, 1999: 96-98).
Komunitas religius tidaklah Injili bila tidak universal. Seorang
religius semestinya menjadi orang yang mampu menemukan pengalaman
hidupnya sebagai sarana untuk memperkembangkan relasi yang penuh
persaudaraan dengan semua umat manusia. Seorang religius dipanggil untuk
memperkembangkan kemampuannya, menerima, solider dengan siapaun;
untuk melayani semua yang tak diuntungkan dalam hidup ini dengan
kebesaran jiwa dan kesediaan, kegembiraan dan cinta; untuk merasakan
bahwa kemanapun dirinya pergi, dia harus menciptakan ikatan-ikatan
persaudaraan, persahabatan, dan saling penghargaan, dengan menjadi
saudara di antara saudara-saudara, terutama bagi mereka yang kurang
diperhitungkan dalam masyarakat (Darminta, 2003: 28-29).
Karena disatukan dalam komunitas, yang tak dapat ditawar dan
merupakan tempat konkret bagi pembaktian dan misinya, seorang religius
menjadi tanda bahwa Kerajaan persaudaraan sudah hadir. Karakter khas
komunitas adalah persaudaraan Injili. Para religius, sebagai komunitas,
mengenakan misi khusus untuk melanjutkan keselamatan yang dibawa oleh
Yesus (Darminta, 2003: 49).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Seorang religius melaksanakan pelayanannya, dalam konteks “misi
gerejawi” yang khas dan khusus, sesuai dengan karisma yang mendasarinya.
Digerakkan oleh “panggilan dan pembaktian: seorang religius melaksanakan
pelayanan melalui dua model kegiatan yakni:
1. Menjawab kebutuhan manusia yang paling dasar dan karya-karya yang
secara eksplisit diperuntukan bagi evangelisasi.
2. Kaum religius tidak ikut ambil bagian dalam pelayanan “tertahbis”, tetapi
dia bertindak dalam pelayanan gereja yang dipercayakan kepada tarekatnya
dan ditegaskan oleh konstitusi yang disetujui oleh gereja. Melalui cara khas
untuk ikut serta dalam pelayanan-pelayanan gerejawi, para religius
memberikan jaminan yang berkesinambungan, baik pada lingkup pribadi
maupun pada kelembagaan (Darminta, 2003:76).
Kaum religius dipanggil secara khusus untuk mengikuti lebih dekat
dan menjadikan Dia segala-galanya bagi hidup mereka (VC 72). Panggilan
ini mengandung misi menghadirkan Kristus bagi dunia melalui kesaksian
pribadi sesuai cita-cita Tarekat masing-masing. Lebih khusus religius aktif
diutus menghadirkan Kristus melalui hidup dan karya pelayanan mereka di
tengah-tengah dunia. Oleh karena itu, bagi merekaa hidup persaudaraan
dalam komunitas diarahkan demi perutusan tersebar agar semakin bisa
memberikan diri secara utuh demi kerasulan. Demikian juga jika relasi
dengan Tuhan semakin personal, hidup berkomunitas semakin besrifat
persaudaraan, dan kesadaran untuk terlibat ke dalam misi Tarekat pun
semakin kuat (Darminta dkk, 2008:23).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
B. PENGERTIAN HIDUP BERKOMUNITAS
1. Pengertian Komunitas Menurut Kitab Suci
Menurut teladan Gereja perdana, ketika golongan kaum beriman
hidup sehati dan sejiwa (lih. Kis 4:32), bertekun dalam ajaran Injil, dalam
liturgi suci dan terutama dalam perayaan Ekaristi, dalam doa serta
persekutuan semangat yang sama (lih. Kis 2: 42). Sebagai sesama anggota
Kristus para religius hendaknya dalam pergaulan persaudaraan bersaing
dalam saling menghormati, saling menanggung beban mereka. Sebab berkat
cinta kasih Allah, yang karena Roh Kudus telah dicurahkan ke dalam hati
mereka. Komunitas sebagai keluarga yang sejati, dihimpun dalam nama
Tuhan, menikmati kehadiran-Nya (Konsli Vatikan II, Dekrit tentang
pembaharuan dan penyesuaian HidupReligius, art. 15)
Model komunitas yang sering digunakan untuk hidup bersama
adalah gereja perdana (Kis 2:41-47, 4:32-37). Dalam hidup mereka saling
membantu penuh persaudaraan. Mereka saling sehati, saling berbagi
pengalaman; bahkan milik mereka menjadi milik bersama. Dalam hidup itu
mereka rela berbagi, baik berbagi hal rohani maupun jasmani; hidup
spiritual dan hidup sehari-hari. Mereka dengan gembira saling berbagi hidup
rohani sehingga saling diperkuat; saling berbagi hidup sehari-hari seperti
membantu secara ekonomi. Kerelaan berbagi itulah kiranyan yang membuat
persaudaraan mereka sungguh erat dan hidup masing-masing dikuatkan.
Tidak mustahil bahwa hidup mereka itu menarik bagi orang-orang disekitar
mereka (Suparno, 2002:32-33).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Komunitas Kristiani adalah komunitas yang disatukan dan dihidupi
oleh iman akan Yesus Kristus berkat pencurahan Roh Kudus. Apa yang
dilakukan ialah bertekun dalam pengajaran para rasul (pendalaman
iman/pewartaan), giat dalam persekutuan, bersemangat dalam pelayanan
satu sama lain dan sesama, serta berdoa yang puncaknya ada dalam
perayaan Ekaristi (Kis 2:41-47). Kebersamaan para murid dengan kata yang
amat menyentuh hati, yakni “mereka sehati dan sejiwa” (cor unum et
anima). Ketekunan dalam pola interaksi dan relasi yang sehati dan sejiwa.
Komunitas kristiani tentu harus berkembang ke dalam suatu pola interaksi
yang sehati dan sejiwa. Kualitas kehidupan bersama para murid mendapat
ciri khasnya dalam relasi yang sampai pada tingkat sehati dan sejiwa.
Tingkatan sehati dan sejiwa bukan mendapat perwujudannya dalam sekadar
kesamaan acara bersama, seperti makan bersama, doa bersama, rekreasi
bersama, namun tingkatan sehati dan sejiwa itu pertama-tama soal batin atau
roh yang entah bagaimana membuat satu sama lain sudah saling “terpaut”
jiwanya. Hanya dengan keterpautan hati dan jiwa itulah suatu komunitas
sungguh-sungguh menjadi komunitas yang hidup (Martasudjita, 2001: 40-
42).
Hidup bersama yang dibangun atas teladan komunitas gereja purba,
yaitu semua anggota sehati dan sejiwa untuk mewartakan Allah sesuai
dengan teladan-Nya melalui doa-Nya, amanat-Nya dan terutama wafat-Nya,
sebagai sumber perdamaian (Kis 4:32). Sebagai anggota dalam hidup
bersama dalam Kristus sebagai saudara, kaum religius hendaknya saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
menghargai dan dan saling menanggung hidup bersama. Sebagai komunitas
keluarga sejati yang dikumpulkan atas nama Tuhan oleh cinta Allah yang
meliputi anggota-anggotanya melalui Roh Kudus hendaknya bergembira
karena Dia hadir di tengah-tengah mereka. Dengan demikian hidup
berkomunitas memberikan kemungkinan konkret untuk penghayatan hidup
berkaul dengan lebih jelas dan lebih menantang, bila hidup berkomunitas
dihayati dalam komunio rohaniah maupun lahiriah eksternal dengan sesama
anggota maupun dihayati dalam ketergantungan kepada orang yang
memimpin komunitas.
Yesus membentuk komunitas para murid, dengan tujuan agar
mereka dalam kelompok menjalankan misi Yesus (Mat 10:1-8). Dalam
kebersamaan pula para murid diutus untuk mewartakan oleh Yesus dalam
pesan akhir-Nya. Maka tujuan kesatuan dan persekutuan para murid ialah
untuk merasakan kekuatan dalam membangun komunitas umat manusia
tanpa membedakan kaya dan miskin (Luk 14:16-24). Yesus pun
menanamkan jiwa pengabdian dalam komunitas para murid. Dari jiwa
pengabdian dan pelayanan itulah para murid akan menimba kekuatan untuk
mengajar, mewartakan, menyembuhkan, dan menghadapi kejahatan dan
dosa dunia. Dalam kebersamaan dan solidaritas terhadap siapapun juga, para
murid diharapkan menjadi bukan pribadi dengan kuasa yang mau menguasai
orang lain, melainkan pribadi yang sungguh merdeka agar mampu melayani,
terutama melayani yang miskin, yang memerlukan, tersingkir dari
masyarakat, dan siap untuk memberikan hidup untuk mereka. Demikian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
juga bahwa membangun komunitas religius diharapkan untuk memberikan
kesaksian dalam melayani tanpa memilih siapapun seperti yang ditanamkan
oleh Yesus kepada para murid-Nya (Darminta, 1981: 30-31).
Hidup bersama yang dibangun atas teladan komunitas Gereja
purba, yaitu semua anggota sehati dan sejiwa (Kis 4: 32) dengan kekuatan
ajaran-ajaran Injil, liturgi dan terutama ekaristi, hendaknya dihayati dalam
doa dan komunio semangat yang sama. Sebagai anggota dalam hidup
bersama dalam Kristus sebagai saudara, kaum religius hendaknya saling
menghargai (Rom 12:10) dan saling menanggung hidup bersama. Sebab
keluarga komunitas, keluarga sejati yang dikumpulkan atas nama Tuhan
oleh cinta Allah yang meliputi hati anggota-anggotanya melalui Roh Kudus
(Rom 5:5) hendaknya bergembira karena Dia hadir ditengah-tengah mereka
(Darminta, 1981: 31-32).
Hidup akan semakin religius, sejauh hidup itu lebih evangelis.
Tarekat-tarekat religius dan anggota-anggotanya haruslah mencari daya
upaya dan sarana untuk kembali ke Injil, agar dapat dipahami dan dihayati
dalam kondisi jaman sekarang dibawah pimpinan Roh Kudus. Pembaharuan
religius dapat diukur dan dilihat dari keterbukaannya terhadap Injil
(Darminta, 1981: 50-51).
2. Gereja sebagai Communio
Yesus telah memberi Gereja sebagai lingkungan hidup manusia
(paguyuban) tempat Ia hadir dan mengajar manusia menjadi putera-puteri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
dan saudara-saudari. Yesus menjadikan Gereja sumber hidup-Nya, Tubuh-
Nya, sakramnen keselamatan, Ibu dan Guru. Gereja melahirkan manusia
sebagai putera-puteri Allah yang hidup hanya untuk mengasihi dan dan
dikasihi karena belaskasihan Allah yang mau menyelamatkan manusia dari
dosa. Gereja adalah Sakramen Kesatuan persaudaraan dalam Kristus. Di
dalam Gereja manusia belajar menjadi yakin bahwa dicintai oleh Bapa
dalam Kristus. Diri manusia yang terdalam adalah Kristus yang hadir dan
bersatu dengan Bapa (Driscoll, 2002 : 38).
Pembaktian religius yang dihayati akan mencapai perkembangan
penuh dalam komunitas. Dengan pembaktiannya, seorang religius sekaligus
dan menyanggupkan diri kepada Allah dan menjadi anggota tarekat religius.
Dengan berbuat demikian dan dengan hidup di sebuah komunitas, seorang
religius memberi kesaksian akan kehadiran Kerajaan Allah, mewartakannya,
dan berjuang untuk kedatangannya. Dengan hidup di sebuah komunitas
tentu dipersatukan dalam sabda Allah dan Ekaristi, para religius menyambut
misi khas bersama untuk mengubah dunia dengan kerja sama dalam misi
penyelamatan Kristus. Dalam Gereja aspek komunitas religius merupakan
ungkapan yang menunjukan kesamaan martabat masing-masing anggotanya,
kesamaan fundamental sebagai anak-anak Allah, sebagai pribadi yang
dipanggil dan dibaktikan. Komunitas religius berdasarkan Sabda Allah,
yang memanggil anggota-anggotanya untuk mengikuti Yesus dengan
meninggalkan gaya hidupnya dan dengan mengenakan gaya hidup religius
yang dimasuki: “hidup dalam kebersamaan”. Komunitas religius dibangun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
atas dasar panggilan yang diterima oleh anggota-anggotanya untuk
mengikuti Kristus. Ukuran dari suatu komunitas religius bukanlah demi
kegunaan atau keuntungannya, melainkan terutama demi kenabian.
Dalam Gereja, komunitas persaudaraan religius mengungkapkan
tanggung jawab bersama dari semua anggotanya, sebagaimana mereka
berbagi dalam organisasi internal dalam pelayanan-pelayanan, yang
diemban oleh tarekat untuk mewujudkan misinya. Hidup berkomunitas juga
memberi kesaksian terhadap luasnya keanekaragaman anugerah dan
karisma, kebutuhan dan panggilan, peranan dan pelayanan. Hal itu
menunjukan bahwa tidak ada komunitas Kristiani yang dari dirinya sendiri
merupakan sebuah “sel” Gereja. Oleh karena itu, komunitas harus masuk
dalam totalitas Gereja dan menimba hidup dari totalitas Gereja. Ini berarti
bahwa komunitas religius hidup dalam kebersamaan dengan semua unsur
Gereja baik pelayan-pelayan terthabis maupun awam (Darminta, 2003:23-
27).
Setiap anggota Gereja dipanggil Allah untuk mencapai kesucian
hidupnya. Mereka dipanggil Allah bukan berdasarkan perbuatan mereka
melainkan karenanya, supaya dengan kesucian tersebut cara hidup di dunia
ini menjadi lebih manusiawi (Lih. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis
tentang Gereja, art. 40).
Kesucian Gereja tersebut harus tampak dalam buah rahmat yang dihasilkan
oleh Roh dalam hidup kaum beriman. Masing-masing anggota Gereja dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
mencapai kekudusan/kesempurnaan hidup melalui berbagai bentuk pilihan
hidup dan karya.
Ikatan persaudaraan antar anggota menjadi lebih erat, hendaknya
mereka yang disebut para bruder, para rekan sekerja, atau dengan nama lain,
melibatkan diri secara lebih erat dengan perihidup serta karya-karya
komunitas (Konsili Vatikan II, Dekrit tentang Pembaharuan Hidup Religius
art. 15).
Hidup bersaudara dalam arti hidup bersama dalam cintakasih
merupakan lambang yang jelas bagi perekutuan gerejawi. Corak hidup itu
dipraktekan secara khas dalam Tarekat-tarekat Religius dan serikat-serikat
Apostolis. Di situ hidup komunitas beroleh relevansi khusus. Dimensi
persekutuan persaudaraan juga tidak asing bagi institut-institut Sekular, atau
bahkan bagi bentuk-bentuk hidup bakti yang dihayati secara perseorangan.
Dengan hidup sebagai murid Kristus menurut Injil, mereka semua
menyanggupkan diri untuk melaksanakan “perintah baru” Tuhan, yakni
saling mengasihi seperti Ia mengasihi kita (bdk. Yoh 13:34). Para anggota
hidup bakti, yang menjadi “sehati sejiwa” (Kis 4:32) melalui cintakasih
yang dicurahkan ke dalam hati mereka oleh Roh Kudus (bdk. Rom 5:5),
mengalami panggilan batin untuk berbagi bersama segala sesuatu: barang-
barang materiil dan pengalaman-pengalaman rohani, bakat-kemampuan dan
inspirasi-inspirasi, cita-cita kerasulan dan pelayanan kasih: dalam hidup
berkomunitas kuasa Roh Kudus yang berkarya dalam seorang indivudu
sekaligus tersalurkan kepada semua anggota. Dengan demikian dalam hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
berkomunitas dalam cara tertentu perlu menjadi jelas, bahwa lebih dari
sekedar upaya untuk menunaikan perutusan khusus persekutuan
persaudaraan itu ruang yang disinari oleh Allah, untuk mengalami kehadiran
tersembunyi Tuhan yang bangkit mulia (bdk. Mat 18:20). Berkat cintakasih
timbal-balik antara semua anggota komunitas cintakasih yang dipupuk
melalui sabda dan Ekaristi, dimurnikan dalam sakramen perdamaian, dan
ditopang oleh doa untuk kesatuan, anugerah khusus Roh bagi mereka yang
dengan patuh mendengarkan Injil. Roh Kudus sendirilah yang membimbing
jiwa untuk mengalami persekutuan dengan Bapa dengan Putera-Nya Yesus
Kristus (bdk. 1 Yoh 1:3), dan persekutuan itu sumber hidup bersaudara.
Rohlah yang membimbing komunitas-komunitas hidup bakti dalam
menunaikan misi pelayanan mereka kepada Gereja dan kepada segenap
umat manusia, menurut inspirasi asli mereka (VC, 62-64).
Membangun komunitas adalah sebuah proses untuk membentuk
setiap pribadi. Setiap anggota wajib membangun diri dari dalam, saling
membangun dalam kerja sama, pembicaraan, dan pergaulan, dan atas dasar
itu semua anggota bersama membentuk kesatuan di bawah pembinaan
seorang pemimpin.
Cinta persaudaraan merupakan inspirasi yang mengatur hidup dan
hubungan antara komunitas. Tak jarang mendengar ungkapan yang
mengatakan bahwa harus ada semangat “sehati dan sejiwa”. Maka untuk
mencapai itu segala macam hal yang menyebabkan perbedaan harus
dihindari, karena perpecahan inilah merupakan hambatan adanya semangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
sehati dan sejiwa. Bila ada perbedaan watak, dan karenanya terjadi
perbedaan-perbedaan yang mungkin mencekam, hendaknya kesatuan, damai
dan cinta dipulihkan kembali dengan mengingat kembali bahwa tiap-tiap
religius adalah saudara satu sama lain dan sama-sama anak-anak Bapa yang
satu. Dengan demikian adapun kecenderungan-kecenderungan tertentu
dalam hidup yang perlu diperhatikan yang kadang menghambat tumbuh dan
berkembangnya kesatuan hati dan jiwa.
Hubungan-hubungan rohani dan kerja sama timbal-balik penuh
persaudaraan antara berbagai Tarekat Hidup Bakti dan Serikat-serikat Hidup
Apostolis ditopang dan dimantapkan oleh kesadaran akan persatuan
Gerejawi. Mereka dipersatukan oleh komitmen bersama untuk mengikuti
Kristus, dan yang diilhami oleh Roh yang sama niscaya akan menampilkan
secara kelihatan, ibarat ranting-ranting pada suatu pokok anggur, kepenuhan
Injil cinta kasih (Darminta dkk, 2008:78).
Dunia telah memasuki millenium baru yang dibebani pertentangan-
pertentangan dalam kemajuan ekonomi budaya dan teknologi, yang
menjanjikan kemungkinan amat luas bagi kelompok kecil yang serba
beruntung, sedangkan itu meninggalkan jutaaan rakyat lain bukan sekedar
pada pinggiran-pinggiran kemajuan tetapi dalam kondisi hidup yang jauh di
bawah minimum menurut tuntutan martabat manusia. Skenario kemelaratan
melebar luas tanpa batas, selain bentuk-bentuk tradisionalnya juga pula yang
lebih baru sering menyangkut sektor dan kelompok kaya-raya finansial,
yang diancam oleh keputusasaan akibat tiadanya makna dalam hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mereka, akibat kecanduan narkoba, rasa takut ditinggalkan dalam keadaan
lanjut usia atau banyak penyakit, akibat marginalisasi dan diskriminasi
sosial. Mereka yang mengalami penggusuran secara tidak adil oleh
penguasa-penguasa yang memiliki modal, pengangguran, anak-anak
jalanan, yang tidak memiliki tempat tinggal (NMI, art 50).
Untuk menjembatani berbagai persoalan kehidupan menggereja,
Gereja menyadari kembali salah satu aspek jati dirinya sebagai persekutuan
hidup beriman (communio). Hidup pesekutuan ini merupakan tantangan
dalam hidup menggereja, yang ditandai ileh berbagai panggilan dan fungsi.
Unsur baru hidup persekutuan menggereja untuk dewasa ini ialah
persekutuan dengan dunia berbagai dinamika hidupnya sebagaimana
ditegaskan di dalam Gaudium et Spes. Persekutuan hidup menggereja
maupun persekutuan di dalam masyarakat kiranya tidak cukup hanya
dilandasi oleh kesamaan nasib, tetapi dilandasi oleh yang laing hakiki dari
jati diri manusia, sebagaimana di wahyukan oleh Allah, ialah bahwa semua
manusia adalah citra Allah dan seluruh alam semesta alam merupakan
anugerah Allah untuk menjadi sarana membangun hidup dalam kecitraan
Allah (Darminta, 1993:44-46).
3. Komunitas Religius
Komunitas religius pada dasarnya merupakan komunitas rohaniah.
Orang-orang yang ada di dalamnya diikat oleh panggilan Allah. Allah
sendirilah yang telah mempertemukan untuk hidup bersama dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
komunitas. Yesus Kristus menjadi saudara sulung, dan Roh Kudus menjadi
jiwa komunitas. Komunitas religius disebut komunitas hidup bakti. Di
dalam komunitas hidup bakti para anggota membangun persekutuan religius
dengan maksud ingin membaktikan seluruh hidupnya kepada Tuhan dan
sesama. Setiap komunitas hidup bakti dibangun atas dasar semangat,
kharisma dan latar belakang sosial budaya yang berbeda namun disatukan
oleh cita-cita atau tujuan yang sama. Komunitas religius muncul dari
inisiatif orang-orang yang bermaksud membaktikan diri secara penuh
kepada Allah dan sesama (VC, art. 72).
Komunitas religius merupakan pertemuan hidup, dimana usaha
perorangan untuk melaksanakan panggilan seturut kharisma khusus
dihadapkan dengan tugas pengabdian sehari-hari yang ditunaikan terhadap
sesama. Komunitas religius sebagai kesatuan di tengah-tengah umat Allah
dapat menjadi pusat samadi, pusat liturgi atau pusat pemeliharaan dan
bimbingan rohani. Komunitas dapat menjadi sumber ilmu kebudayaan dan
pendidikan sumber cintakasih dan pengorbanan basis operasi bagi kesatuan
gerak cepat dibidang sosial, komunikasi, evangelisasi dan pembangunan.
Komunitas dapat juga hidup sebagai kesatuan yang memikirkan, memimpin
dan merencanakan serta mengatur kehidupan kongregasi ataupun Gereja.
Dalam semuanya itu komunitas religius hanya dapat berfungsi bila ia
menempatkan diri pada tingkatan rohani, di mana ia bersatu dengan Kristus,
bekerja digerakan oleh Roh Kudus (Soenarjo, 1971:8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Komunitas adalah sebuah kehidupan bersama. Kehidupan bersama
adalah suatu anugerah dan karunia Allah. Ciri Khas dari satu karunia Allah
adalah diberikan, dihadiahkan. Komunitas sebagai karunia berarti bahwa
komunitas yang dimiliki, bukanlah hasil jerih payah sendiri (Martasudjita,
1999:89).
Dalam komunitas biara orang mempunyai kamar sendiri-sendiri, di
rumah tidak. Komunitas religius “bukan kelompok teman akrab”, sehingga
hubungan dalam komunitas tidak buat-buat. Persahabatan dengan 30 atau 40
orang tidak mungkin terjadi karena hubungan dalam komunitas tidak seperti
kawan atau sahabat karib. Komunitas religus bukan “perusahaan”, dimana
orang berhubungan hanya untuk bekerja saja, selain itu masing-masing
mempunyai tugasnya sendiri-sendiri. Komunitas religius juga bukan
“tentara”, yang ditentukan dari atas menurut kebutuhan Negara. Biarpun
anggota religius harus taat kepada pimpinan. Namun ketaatan anggota
komunitas tidak sama dengan ketaatan tentara (Jacobs, 1985: 112-113).
Hidup setiap anggota komunitas harus dinyatakan dalam
kebersamaan. Komunitas berarti membangun dunia sendiri sambil
membangun dunia orang lain (Jacobs, 1985 :114).
Dalam komunitas, seseorang dipanggil untuk mencintai orang lain
sebagaimana adanya, dengan luka-luka, kekurangan, dan kelebihannya,
bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Komunitas berarti saling
memberikan kemerdekaan, kepercayaan dan peneguhan. Dalam komunitas
juga diharapkan untuk saling menghormati dengan cara saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
mendengarkan, dalam semangat saling percaya, dan dengan mati terhadap
diri sendiri sehingga orang lain dapat hidup, berkembang, dan menjadi
anugerah (Nouwen, 1998:25).
C. KONGREGASI SANTO CAROLUS BORROMEUS
MEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF
1. Tantangan Hidup Berkomunitas dalam Kongregasi CB
Para suster saat ini menghadapi suatu tantangan besar dalam
konteks sekarang ini. Sebagai religius dalam Gereja yang hidup dalam
masyarakat global sekarang ini, kehidupan dalam komunitas merupakan
tanda iman dan harapan bagi sesama. Bagi para suster CB untuk menjadi
pembawa damai bagi orang lain adalah harus mulai dari komunitas sendiri.
Apabila pengalaman setiap suster dalam komunitas sungguh autentik,
komunitas akan menjadi komunitas yang memberikan kesaksian yang
efektif akan Kasih Allah. Langkah pertama ialah memulai dimana berada
sejak saat ini (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:35).
Membawa damai kepada komunitas dan pelayanan kerasulan
seharusnya menjadi identitas religius CB yang diutus di tengah-tengah
masyarakat yang penuh dengan kekerasan dan korup. Damai dalam
komunitas berarti bahagia dalam menjalani hidup, dalam berkarya dan
dalam melakukan peziarahan hidup bersama dalam komunitas dan
pelayanan kita sebagai suster-suster CB. Damai yang dimaksud adalah
kedamaian spiritual dalam arti ‘compassion’ (belarasa), saling mengasihi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dan saling memperhatikan. Damai seharusnya menjadi misi dalam
pelayanan kerasulan dimanapun para suster CB berada dan apapun bentuk
pelayanannya. Para suster CB dipanggil untuk membawa damai melawan
roh-roh jahat seperti: suasana antipasti, rasa benci, iri hati dan saling
menyalahkan di antara oarng-orang tersebut, dan dalam keadaan seperti itu
mereka meninggal satu persatu (EG. 112). Bahkan dalam masyarakat,
komunitas, keluarga-keluarga dan dalam Gereja pun tidak bebas dari roh-
roh jahat semacam itu (Kapitel Provinsi 2011:14-15).
Kongregasi CB menekankan nilai pentingnya komunitas dalam
kehidupan sebagai religius. Dalam keberagaman sifat dan pandangan, Tuhan
telah mengumpulkan para suster CB bersama untuk berbagi kehidupan dan
misi atau perutusan. Kehadiran Roh Kuduslah yang mengikat dan
memungkinkan para suster CB bersatu hati dan pikiran. Komunitas adalah
suatu anugerah sekaligus tugas kewajiban. Kesulitan-kesulitan yang muncul
dalam menghayati cita-cita persatuan (“communio”) tidak dapat dihindari.
Akan tetapi, justru dalam menghadapi tantangan ini komunitas menjadi
ruang istimewa tempat tempat pembinaan nilai-nilai kristiani yang otentik
seperti kerendahan hati, cinta dan pelayanan yang tidak berpusat pada diri
sendiri, kesabaran dan pengorbanan dapat terlaksana. Tidak perlu dikatakan,
dukungan diberikan, saling mendengarkan dan menemani, perubahan hati
dan pengampunan yang muncul sesudah saat-saat konflik dan kesalah-
pahaman, semua itu memberikan kesempatan bagi perkembangan menuju
kematangan dan kekayaan cinta serta iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pengalaman “communio” harus meluas sampai kepada banyak
orang yang dengan mereka para suster CB dapat berbagi persahabatan dan
pelayanan. Oleh karena itu, para suster CB diajak untuk menciptakan
suasana “welcome” kesediaan menerima tamu, dirumah-rumah sehingga
saudara-saudari dapat merasakan kehadiran Roh Kudus yang memberi
inspirasi dan memanggil setiap orang kepada kepenuhan hidup. Sebagai
suatu pengejwantahan atas pengalaman spiritualitas, para suster CB terus
mencari cara-cara untuk mewujudkan kebersamaan yang memberikan
kesaksian warta gembira “communio” dalam dunia yang ditandai oleh
kemiskinan, ketidaadilan, pengucilan dan kerusakan ekologis; namun yang
sesungguhnya merindukan pengalaman mendalam akan kesatuan dan
harmoni (Kapitel Umum 2011:39)
Kesatuan hidup sebagai komunitas dibangun dengan doa, baik
bersama maupun pribadi, dan dipupuk dengan Ekaristi (Konst. Ps. 36).
Bersama-sama membangun dan mengembangkan komunitas sebagai fokus
dan lokus. Yesus Kristus yang tersalib menjadi sumber kekuatan dan tujuan
pelayanan suster CB. Panggilan kenabian tarekat religius untuk
berpartisipasi dalam peranan kenabian Kristus amat ditekankan oleh para
Bapa Sinode (Bdk. VC. 84). Dimensi kenabian yang menjadi jati diri hidup
bakti bersumber pada sifat radikal mengikuti Kristus. Oleh karena itu
sebagai pribadi dan komunitas dipanggil dan diutus untuk menghidupi
dimensi kenabian yang terwujud dalam ‘komunitas kontras’ sebagai
kesaksian mistik dan gerak profetik (Kapitel Provinsi 2011:42-43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Membangun hidup berkomunitas dalam communio tidaklah
mudah. Perlu suatu komitmen bersama untuk mau menghayati suatu bentuk
pertobatan konkret dalam hidup sehari-hari melalui tugas dan pelayanan
yang dipercayakan kepada setiap anggota komunitas. Semua anggota diajak
untuk berusaha menghayati hidup dalam communio kasih persaudaraan
sejati yang diterima dari Allah sendiri. Namun, banyak kesulitan dan
tantangan yang dialami oleh setiap pribadi untuk sungguh menghayatinya
karena terbentur oleh egoisme dan kepentingan diri sendiri yang justru
menghalangi pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota komunitas
sebagai seorang pribadi yang dikehendaki Allah (Darminta dkk, 2008:35-
36).
Hidup bersama bukanlah soal yang gampang. Kadangkala setiap
pribadi betul-betul ditantang untuk berkorban demi sesama. Sebagai religius
dipanggil untuk hidup bersama dengan pribadi yang sudah direncanakan
sebelumnya, atau dengan pribadi-pribadi yang cocok, dan juga sering tidak
kenal dengan pribadi yang akan hidup bersama. Setiap orang sering
berhadapan dengan pribadi yang berbeda karakter, latar belakang asal,
perbedaan watak, perpedaan tingkat pendidikan semuanya itu menjadi
masalah dalam hidup bersama (Mujiran, 1996:267)
Menjadi anggota komunitas menuntut suatu pemahaman yang
bebas atas anggota atau pribadi lain dalam komunitas, termasuk pemahaman
atas kecenderungan-kecenderungan afektif yang ada dalam dirinya maupun
pada diri anggota-anggota lain. Dengan begitu tumbuhlah suatu hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
pribadi terjalin dengan adanya aksi dan reaksi dalam hubungan afektif satu
sama lain, dengan siapa ikatan-ikatan itu dibangun untuk hidup bersama.
Taraf kesadaran yang dicapai ialah bahwa orang lain mempunyai nilai bagi
dirinya. Dan kesadaran itu dijelmakan dalam sikap, perbuatan, tingkah laku
yang mengatur hubungan itu. Dengan begitu kesadaran itu sendiri dapat
berkembang dan dapat menumbuhkan sikap yang lebih dalam, tingkah laku
dan perbuatan yang tepat, maupun pemahaman yang semakin penuh satu
sama lain (Darminta, 1981: 23).
Realitas hidup bersama sering menimbulkan ketegangan.
Mengusahakan kesatuan dan kebersamaan dalam komunitas sering tidak
gampang, karena disebabkan oleh kemajemukan para anggota komunitas itu
sendiri, dan mungkin disebabkan pula oleh kemajemukan tugas atau bidang
pekerjaan. Kemajemukan pribadi-pribadi yang bervariasi dari suku, bahasa,
kaum dan bangsa; di tambah lagi dengan perbedaan usia, tingkat
perndidikan, bakat-bakat dan lain sebagainya iotu yang jelas sangat
membutuhkan saling pengertian dan penerimaan yang tulus ikhlas.
Sementara kemajemukan dibidang pekerjaan membutuhkan kebijaksanaan
untuk menyeimbangkan kepentingan pribadi dan kebutuhan komunitas
(Sujoko, 1986:303).
2. Pengarahan dalam menghayati Konstitusi CB
Konstitusi merupakan sarana nyata dan konkret untuk menghayati
hidup menurut Injil dan menurut kharisma kongregasi. Dengan menghayati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
konstitusi, sebagai religius dibantu dan diarahkan dalam menghayati hidup
mengikuti Kristus. Konstitusi memberi bentuk dan pegangan konkret untuk
menghayati dan mengembangkan spiritualitas Kongregasi. Konstitusi
merupakan cara hidup Kongregasi yang memberi warna, wajah dan identitas
konkret sebuah Kongergasi. Dengan memahami dan menghayati Konstitusi,
kita mendapatkan kekuatan untuk menanggung kelemahan manusiawi
dalam menghayati hidup religius (Kapitel Provinsi 2011:45).
Allah mengundang para suster CB untuk hidup dalam kesatuan
religius yang ditandai oleh Kharisma Bunda Elisabeth Gruyters pendiri
kongregasi CB (Konst. Ps. 29) masing-masing yang terpanggil merupakan
anugerah. Bersama-sama membangun komunitas religius dan ini menjadi
tanggung jawab bersama yang menuntut setiap orang untuk senantiasa
bertobat (Konst. Ps. 32). Dengan saling mengampuni, saling membantu dan
berunding, serta mengembangkan budaya kesetaraan, setiap orang mencari
kehendak Allah melalui penegasan bersama serta dialog sehingga seluruh
hidup dan perutusan sebagai suster CB menghadirkan Allah dan Kerajaan-
Nya (bdk. Konst. Ps. 31-32).
a. Komunitas Rekonsiliatif sebagai Pilihan
Kapitel Umum 2011 menganjurkan untuk menggiatkan hidup
berkomunitas agar menjadi komunitas kontras atau yang menampilkan
“budaya tandingan”yang memberikan kesaksian kasih, keadilan, dan
perdamaian di dunia (Kapitel Umum 2011:44).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Berkembangnya “komunitas kontras” sebagai sebagai fokus dan
lotus serta memfasilitasi berkembangnya budaya diskresi, refleksi, meditasi,
dan kontemplasi dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian seluruh
anggota dapat mengembangkan budaya pengampunan dan kesetaraan
sebagai orang yang terpanggil dalam membangun komunitas religius CB
(Kapitel Provinsi 2011:43).
Sebagai suster CB dipanggil untuk menjadi pembawa kedamaian
dalam dunia terluka yang terluka sekarang ini. Kekuatan yang menjadi pusat
gerakan rekonsiliatif adalah cinta yang bernyala-nyala kepada Yesus yang
tersalib. Pengalaman mistik selalu berdimensi sosial, artinya pengalaman
cinta yang bernyala-nyala dengan Yesus yang tersalib dan cinta yang
bernyala-nyala kepada sesama, dan mendorong suster-suster CB untuk
melakukan gerakan rekonsiliatif, demi terjadinya keselamatan sesama
(Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:70).
Suster-suster CB dipanggil untuk menjadi wanita-wanita yang
penuh syukur. Kehadiran dan sumbangan dalam hidup komunitas menjadi
ungkapan dan perwujudan cinta dan kebahagiaan yang keluar dari dalam
batin. Oleh karena itu, cara untuk menghayati identitas sebagai murid
perempuan Yesus Kristus juga akan menjadi pancaran kasih Allah yang
meneguhkan sesama untuk mendekatkan diri kepada Dia dan memberikan
kepada masing-masing kehidupan baru setiap saat (Kapitel Umum 2011:13).
Hidup bersama dalam suatu tarekat diperlukan sikap pengampunan
dan penerimaan agar sesama saudara dapat berkembang dalam hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
panggilannya. Sebagai suster CB perlu melihat kembali kepada dasar
persatuan komunitas. Hidup dalam komunitas tarekat adalah berdasarkan
panggilan Tuhan sendiri dan bukan karena setiap pribadi mempunyai
kecocokan, kesukaan dan hobi yang sama. Oleh karena itu dapat terjadi
bahwa Tuhan memilih orang-orang berbeda karakter, watak, sifat, yang
dalam hidup bersama dapat mengalami konflik, pertentangan, dan
ketidakcocokan. Tetapi karena Tuhan yang mengumpulkan, maka setiap
pribadi harus rela hidup bersama. Bila masih sulit perlu mencoba terus-
menerus. Disinilah perjuangan hidup bersama dalam panggilan.
Perlu sadar bahwa karena setiap orang tidak memilih teman dalam
tarekat, dapat terjadi memang tidak cocok dengan teman sekomunitas.
Tetapi itu bukan alasan untuk tidak mau bekerja sama, karena Tuhan sendiri
yang telah mempersatukan maka diperlukan sikap penerimaan meski
berbeda atau bahkan bertentangan. Bila dari setiap orang hanya menerima
saudarinya sendiri dimana keunggulan sebagai seorang religius? Tentu bila
teman itu tidak cocok, hidup menjadi lebih muda dan mungkin enak. Tetapi
dengan yang tidak cocokpun bila dicoba akan menyenangkan pula. Kecauali
peneriamaan juga dibutuhkan sikap pengampunan dari anggota dan
komunitas untuk memecahkan persoalan tersebut (Suparno, 2000 : 16).
Orang dapat masuk dalam sebuah komunitas yang dihidupi oleh
Injili dengan membawa semua kelemahan yang dimiliki. Setiap pribadi
diterima sebagai anugerah Allah persis seperti adanya. Dalam Yesus Kristus
kelemahan manusia merupakan hadiah bagi komunitas, karena semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
kelemahan yang dimiliki setiap orang memperlihatkan sesuatu dari kekuatan
dan cinta Allah (Louf, 24:25).
b. Dinamika Komunitas Rekonsiliatif
Kehidupan bersama dalam komunitas kadang tidak mudah. Tanpa
dikehendaki, kadang dipertemukan dengan orang-orang yang tidak cocok
dengan kita. Perbedaan latar belakang keluarga, pendidikan, pengalaman
hidup, pergaulan, dan luka batin sering menjadi sebab ketidakcocokan dan
kesalahpahaman. Mungkin komunitas Yesus dan para murid tidak jauh
berbeda. Para murid Yesus terdiri dari orang-orang yang kurang
berpendidikan, latar belakang mereka bermacam-macam. Hal ini tentu tidak
mudah bagi mereka untuk hidup bersama. Namun, pribadi Yesus menjadi
teladan, sumber cinta, dan damai yang mempersatukan mereka dalam
melaksanakan karya kerasulan demi kerajaan Allah. Pengalaman yang
mendalam akan melalui doa, keterpesonaan akan Allah dalam peristiwa, dan
bermacam-macam kejadian sehari-hari, dalam refleksi, menumbuhkan rasa
cinta mendalam akan Allah yang menjadi manusia dalam pribadi Yesus,
yang memampukan dan memberi daya untuk mencinta, memperhatikan,
memaafkan, menghargai, belas kasih, bermurah hati, mengampuni, memberi
kekuatan, melindungi. Hidup dan teladan Yesus yang diintegrasikann dalam
hidup sehari-hari dan yang meresap dalam sanubari, memampukan setiap
orang menerima dan mencintai orang lain sebagai saudara. Hal ini juga
membuat seseorang mampu menghadapi dan mengatasi masalah dan konflik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
yang terjadi dalam hidup bersama komunitas. Pengalaman akan Allah
memampukan seseorang untuk menjaga persatuan hidup berkomunitas.
Walaupun konflik serta perbedaan tidak akan pernah selesai (Darminta dkk,
2008:17-18)
Dasar dalam hidup membiara jelas bukanlah kesamaan hobi, sifat,
atau suku, melainkan panggilan Tuhan (Mrk 3:13-19). Seperti para murid,
dipanggil oleh Tuhan sendiri dan diutus-Nya. Setiap orang berbeda-beda
disatukan oleh Yesus dalam satu panggilan dan perutusan. Masing-masing
tetap pribadi yang berbeda dengan segala kekhasan masing-masing. Karena
dasarnya adalah panggilan Tuhan, hubungan pribadi masing-masing dengan
Tuhan menjadi dasar yang kuat untuk hidup berkomunitas, hidup dalam
persaudaraan. Akulah pokok anggur dan kamu ranting-rantingnya (Yoh
15:1-8). Semua sama-sama disatukan pokok hidup sendiri, yaitu Yesus.
Sama-sama dihidupkan dan disemangati oleh sumber yang sama: Yesus.
(Suparno, 2002:32-33).
Bila meniru hidup para jemaat perdana, jelas bahwa hidup dalam
biara, disatukan oleh Kristus sendiri dari berbagai tempat, keadaaan dan
latar belakang. Oleh karena itu, untuk membangun persaudaraan diperlukan
beberapa sikap antara lain: Kerelaan untuk saling melayani, berkorban bagi
yang lain, saling memperhatikan, mengembangkan, meneguhkan,
menghargai pribadi masing-masing, kesatuan dengan Tuhan secara pribadi,
menghargai perbedaan dan rela hidup dalam perbedaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Konflik yang terjadi didalam hidup membiara dapat dibagi dua
Konflik yang besar adalah konflik yang prinsipil, yang menyangkut hal-hal
pokok dalam hidup bertarekat seperti tentang visi dan misi serta pilihan
karya besar. Dalam pendekatan untuk memecahkan persoalan konflik ini
perlu digunakan pegangan konstitusi dan keputusan pokok tarekat seperti
hasil kapitel provinsi dan umum. Konflik kecil adalah konflik dalam hidup
hidup sehari-hari tentang hal-hal kecil yang didasarkan pada rasa,
kesenangan, kebiasaan, budaya yang berbeda seperti soal makan,
kebersihan, sopan santun. Dalam praktik kehidupan justru konflik ini yang
sering terjadi karena memang dialami sehari-hari. Dalam konflik kecil ini
pemecahannya memang harus dilakukan secara terbuka dalam pembicaraan
bersama dan diperlukan perubahan sikap kedua belah pihak (Suparno,
2002:33)
Dengan demikian bahwa konflik yang terjadi didalam hidup
membiara adalah karena adanya perbedaan budaya, perbedaan karakter,
sifat, dan watak pribadi, perbedan ide dan pemikiran, dan perbedaan
generasi. Untuk mengatasi semua ini dibutuhkan suatu keterbukaan dan
komunikasi dan pada akhirnya lebih nampak pada pendalaman kasih dan
pengampunan (Suparno, 2002:36).
Dalam suatu komunitas yang hidup, pengaturan hidup harus timbul
sendirinya dari kontak antara para anggota. Untuk suatu komunitas aktif
membentuk komunitas adalah pelaksanaan dari cita-cita religius sendiri.
Oleh karena itu para anggota komunitas harus berani saling menanyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
mengenai pandangan tentang hidup membiara, mengenai cita-cita religius
dan juga mengenai komunitas sendiri. Karena komunitas tidak boleh
diandaikan tetapi senantiasa harus diwujudkan kembali, maka juga
pandangan para anggota mengenai komunitas tidak boleh diandaikan begitu
saja (Jacobs, 1987:135).
Hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan salah satu ciri
hidup religius. Penghayatan konkret religius sehari-hari terlaksana dalam
suatu komunitas. Dalam komunitas itu hidup bersama mendapatkan bentuk
konkret dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan perkembangan hidup
rohani maupun terlaksananya tugas perutusan. Hidup bersama dalam suatu
komunitas merupakan tuntutan mutlak bagi seorang religius. Dengan
demikian bahwa hidup bersama merupakan hidup dalam persekutuan,
dimana orang sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang,
menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi. Dasar
dari semua itu adalah cinta, sebab manusia dipanggil untuk hidup cinta.
Hidup bersama religius merupakan hasil unsur-unsur ilahi dan
manusiawi, internal dan eksternal. Semua unsur itu membentuk komunitas.
Pada akar dari hidup komunitas itu terdapat realitas teologis dan
antropologis, psikologis, rohani dan afektif. Atas dasar itu dibangunlah
persaudaraan, yang dipupuk oleh Roh Kudus, persaudaraan yang bersumber
pada persatuan dari Allah Tritunggal. Maka komunitas religius itu
dipersatukan oleh iman yang sama, harapan yang sama, cinta kasih yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
sama. Hidup bersama dalam komunitas religius tidaklah sederhana begitu
saja.
c. Kesaksian Komunitas Rekonsiliatif
Dunia yang terluka karena ketidakadilan dan kekerasan yang
terstruktur membawa para suster CB pada suatu kerinduan untuk
membangun komunitas rekonsiliatif. Dengan menawarkan nilai-nilai
tersebut, kongregasi CB berharap dapat melakukan suatu gerakan kontras
yang signifikan, suatu gerakan menuju habitus baru. Dengan demikian
setiap bentuk ketidakadilan, marginalisasi, dan relasi-relasi hierarkis akan
diperbaharui oleh komunitas kontras yang memperjuangkan nilai-nilai
keadilan, perdamaian, cintakasih, pengampunan dan pembebasan. Dalam
perjuangan untuk mengembalikan dunia yang terluka, yang didasari oleh
relasi mistik dengan Tuhan akan memunculkan gerakan profetik
penyembuhan, keadilan dan keindahan sehingga Allah dapat bangkit lagi
dan dialami diantara suster CB (Kapitel Provinsi 2011:23).
Kongregasi CB menghadapi suatu tantangan besar dalam konteks
sekarang ini. Sebagai religius dalam Gereja yang hidup dalam masyarakat
global sekarang ini, kehidupan dalam komunitas merupakan tanda iman dan
harapan bagi sesama. Bagi para suster CB untuk menjadi pengemban
rekonsiliasi dan alat penyembuh, harus mulai dari komunitas sendiri.
Apabila pengalaman setiap suster dalam komunitas sungguh autentik,
komunitas akan menjadi komunitas yang memberikan kesaksian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
efektif akan Kasih Allah. Langkah pertama ialah memulai dimana suster CB
berada sejak saat ini (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:35).
Sebagai suster CB dipanggil untuk menjadi alat penyembuh dalam
dunia yang terluka; untuk membawa harapan dan kehidupan dalam
komunitas-komunitas dan masyarakat (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi
2005:41-43).
Membangun hidup berkomunitas sebagai tugas yang sangat
penting. Komunitas setempat akan menjadi tempat dan pusat pembaruan
selanjutnya. Semua dipanggil untuk membentuk dan membangun komunitas
kesaksian dan komunitas profetik/kenabian yang terdiri dari pribadi-pribadi
yang bersama-sama menghayati visi-misi yang sama, dikuatkan dan saling
mendukung dalam visi-misi yang sama, serta diberi wewenang dalam
kerasulan untuk mengungkapkan penghayatan spiritualitas sebagai
kongregasi secara konkret Konst. Ps.122. Oleh karena itu, kesanggupan dan
kesediaan mereka yang memimpin untuk menciptakan dan membangun
suasana dialog timbal balik, kesetiakawanan, dan penegasan roh adalah
sangat penting dalam membina dan membangun komunitas (Kapitel umum
dan Kapitel Provinsi 2005:41)
Di tengah arus globalisasi yang melindas cepat, dunia tampak
keterpecahan dan keterlukaan dunia yang semakin tajam. Sebagai pribadi
dan sebagai kongregasi, diajak turut serta menyebabkan keterlukaan dunia
ini. Kesadaran ini mendorong suster CB untuk terus-menerus bertobat dan
mengembangkan budaya rekonsiliasi. Budaya rekonsiliasi ini akan tampak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
dalam gerakan yang membela kehidupan, menghargai orang kecil,
mengembangkan pengampunan, menjaga kutuhan yang dimulai dari diri
sendiri, dalam komunitas dan meluas ke tempat kerasulan (Kapitel Umum
dan Kapitel Provinsi 2005:11).
Gerakan komunitas rekonsiliatif dapat bertumbuh, bila suster CB
mampu menggali dan meneladan semangat Bunda Elisabeth Gruyters
pendiri kongregasi CB, yang cintanya membara kepada Yesus Yang
Tersalib dan membakar hatinya dengan kasih yang bernyala-nyala kepada
sesamanya yang menderita. Kekuatan cinta Allah yang tanpa syarat inilah
juga yang menjadi kekuatan suster CB dalam menghidupkan semangat
rekonsliliatif (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:12).
Sebagai religius wanita di panggil untuk menjadi alat dan pembawa
pengampunan bagi sesama. Inilah merupakan tugas besar tetapi sekaligus
anugerah panggilan bagi suster CB sebagai wanita pemberi kehidupan yang
maknanya berkaitan erat dengan siapakah dan apakah suster CB. Anugerah
sifat-sifat alami sebagai wanita, kewanitaan dan keibuan tampak dalam
kemampuan memberi, memlihara, dan menopang hidup merupakan sifat
yang diperlukan untuk mengembalikan suatu lingkungan yang berpihak
pada kehidupan (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005 :17)
Dalam keadaan dunia yang semakin terpecah dapat memunculkan
suatu kerinduan untuk membangun budaya baru, budaya rekonsiliasi yang
bertitik tolak dari spiritualitas Bunda Elisabeth. Kekhasan semangat
Kongergasi tampak dalam kontemplasi Bunda Elisabeth pada Yesus yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Tersalib. Kontemplasi tersebut menampakkan Bunda Elisabeth dengan
Yesus Tersalib. Kerinduan untuk dipersatukan memunculkan keinginan
untuk mengambil bagian “Duka Ilahi” dalam keterlukaan dunia (bdk.
EG.39) dan keterpecahan dalam masyarakat yang ditimbulkan sebagai
akibat dari globalisasi dan modernisasi (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi
2005:60-61).
Tanda-tanda zaman mengundang bagaimana suster CB mempunyai
daya, apakah hidup sebagai suster CB dapat merespon kebutuhan manusia
zaman ini yang ditandai rasa cemas, apatis menghadapi keadaan, dan kurang
percaya diri sehingga sulit berkomitmen. Suster CB yang hidup pada zaman
kini juga ditantang untuk menjawab kebutuhan, dengan hidup pelayanan
yang berfokus pada pelayanan bagi yang miskin, yang tertindas, dan yang
menderita agar dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah. Dengan
demikian untuk mewujudkan semangat Kongregasi tersebut merupakan
perjuangan yang tak kunjung henti. Dampak globalisasi tersebut mendesak
suster CB untuk mengembangkan budaya rekonsiliatif melalui berbagai
macam kemungkinan. Dalam bidang pendidikan, bagaimana menjadi
pendidik dalam karya kerasulan pendidikan, bagaimana menjadi penyembuh
dalam karya kesehatan, karya sosial-pastoral dan menjadi Pembina. Dengan
demikian tetap memiliki harapan menjadi suster CB yang membawa
rekonsiliasi dengan berbagai model kehadiran yang ditandai oleh karya-
karya yang dilakukan. Karya yang dilakukan ikut membentuk model
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
kehadiran yang menumbuhkan harapan (Kapitel Umum dan Kapitel
Provinsi 2005:61).
Jika melihat zamannya yang semakin berkembang dan tantangan
juga semakin meningkat, maka para religius diundang untuk menghadirkan
kerajaan Allah sebagai tanda di tengah-tengah masyarakat. Di tengah
pertikaian masyarakat saat ini kaum religius tampil sebagai pribadi yang
penuh pengampunan. Di tengah arus materialisme dan konsumerisme, kaum
religius dapat hidup sederhana. Di tengah kebencian dan balas dendam,
kaum religius dapat memberi contoh hidup bersaudara satu sama lain. Di
tengah orang mengejar jabatan, kedudukan dan kekayaan, kaum religius
menempatkan dirinya sebagai orang miskin, dengan terjun dan dengan
sehati sejiwa berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka
memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan
brsama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati. Dan mereka disukai
semua orang dan setiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang
yang diselamatkan (Mujiran, 2002: 22).
Kaum religius dipanggil untuk menjadi nabi yang menegakan
keadilan lewat kata dan perbuatan. Hidup seorang religius akan selalu
menarik hanya sejauh ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan
sesama secara adil dan bertanggungjawab. Ia dipanggil Tuhan untuk
menjadi panutan bagi sesama dalam sikap dan tindak keadilan (Peter,
1986:114).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Bertindak secara rekonsiliatif dan penuh belas kasih merupakan
tuntutan dari rasa kemanusiaan yang mendalam. Rasa kemanusiaan yang
mendalam inilah yang mempertemukan semua orang pada kasih yang penuh
kelembutan hati. Untuk betindak seperti itu, diperlukan bahwa setiap atau
sekurang-kurangnya yang beriman berani kembali hadir pada inti serta pusat,
yang menyatukan umat manusia. Membangun hati yang damai, hening dan
jernih lewat doa dan hadir pada Allah merupakan kondisi yang perlu, agar
tidak terjebak pada perangkap tindak kekerasan. Bertindak tanpa kekerasan
itulah yang sepantasnya diwujudkan ditengah-tengah masyarakat yang
menderita karena berbagai macam tindak kekerasan. Manusia ditantang untuk
menghapus segala macam tindak kekerasan tanpa menggunakan kekerasan.
Hal ini merupakan tindakan iman yang mengandaikan bahwa manusia
mampu mengolah diri (Darminta, 1993:55-56).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
BAB IV
SUMBANGAN KATEKESE DALAM UPAYAMEMBANGUN KOMUNITAS REKONSILIATIF
SUSTER-SUSTER CB
Pada bab III penulis telah memaparkan gagasan tentang
pengampunan dan rekonsiliasi dalam membangun hidup berkomunitas
merupakan kebutuhan bagi setiap orang dalam membangun relasi dengan
sesama. Terbentuknya komunitas rekonsiliatif diandaikan sehati sejiwa yang
sungguh menampakan perwujudan pembaktian diri secara total kepada
Tuhan dan sesama. Dengan demikian tujuan tindakan rekonsiliatif dan
penuh rasa belas kasih bukanlah mengalahkan atau menghina tetapi untuk
pertobatan, menghapus permusuhan bukan musuh. Untuk itu untuk
membangun komunitas rekonsiliatif membutuhkan suatu proses yang terus-
menerus untuk memperbaharui diri dari setiap pribadi, yang bertumbuh dan
berkembang untuk mengembangkan komunitas rekonsiliatif yang sehati dan
sejiwa.
Pada bab IV, penulis akan memaparkan sumbangan katekese
sebagai salah satu model pembinaan untuk membangun hidup berkomunitas
rekonsiliatif Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus sesuai cita-
cita dari konstitusi dan spiritualitas kongregasi. Dengan saling berbagi harta
jasmani dan rohani serta saling melayani, kita saling meneguhkan dan
menguatkan dalam menempuh jalan menuju kepada Allah (Konst. Art.
33:24).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Katekese sebagai pembinaan ke arah pendewasaan iman. Pada
hakekatnya merupakan komunikasi iman atau kesaksian akan karya
penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Isi
komunikasi berupa penafsiran Kitab Suci atau tradisi Gereja maupun
pengalaman/kesaksian pergulatan/pertobatan hidup umat Kristen. Maka
melalui katekese ini diharapkan para suster CB semakin menemukan cara
untuk semakin mengembangkan komunitas yang rekonsiliatif melalui
pengalaman iman dalam kehidupan sehari-hari.
Bab IV ini, penulis memaparkan bagian pertama, Gambaran Umum
katekese dan pemilihan model katekese meliputi; pengertian katekese,
tujuan katekese, isi katekese, dan unsur katekese. Bagian kedua, penulis
memilih bentuk katekese Shared Chistian Praxis (SCP) sebagai salah satu
model katekese yang meliputi: langkah-langkah model SCP, penjabaran
program katekese sebagai bentuk konkret dalam usaha membangun hidup
berkomunitas yang mengampuni dalam bentuk matriks beserta contoh
persiapan katekese.
A. Gambaran Umum Katekese
Katekese sebagai salah satu usaha membantu mengembangkan dan
mendewasakan iman umat selalu mengalamai perkembangan sesuai dengan
kebutuhan, situasi dan kondisi umat. Proses katekese tidak dapat dipisahkan
dari subyek atau pelaku katekese dan lingkungannya. Dengan kata lain
katekese memiliki arti yang luas dan dalam sejarah Gereja pengertian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
selalu berkembang sesuai dengan situasi, tuntutan dan perkembangan
zaman.
Perkembangan katekese yang disebabkan karena tuntutan
perkembangan zaman tersebut, menjadikan pemahaman para ahli mengenai
katekese sangat beragam sesuai dengan tuntutan keadaan Gereja tempat
mereka mengabdikan diri. Karena pengertian dan maksud katekese begitu
luas dan beragam, maka pemaparan penulis mengenai arti, tujuan, dan
unsur-unsur katekese terbatas sebagai usaha pendewasaan iman untuk
memungkinkan semakin berkembangnya sikap pengampunan dalam
membangun komunitas yang rekonsiliatif suster-suster CB.
1. Pengertian Katekese
Mengenai tujuan katekese. Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen
Cathecesi Trandendae menjelaskan tujuan katekese sebagai berikut:
Berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh dandari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta semakinmemantapkan peri hidup Kristen umat beriman, muda maupun tua.Kenyataanya itu berarti: merangsang pada taraf pengetahuan maupunpenghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudusmelalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif melalui baptis(CT, art. 20a).
Katekese sebagai pendidikan iman dan penyampaian ajaran yang
diberikan oleh para pemimpin Gereja secara sistematis dan organis
didukung dengan studi refleksi yang mendalam tentang misteri pribadi
Kristus, sesuai dengan situasi dan kebutuhan umat. Maksudnya adalah
menghantar orang beriman masuk ke dalam kepenuhan hidup Kristen yakni,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
makin percaya pada Yesus Kristus dan hidup semakin serupa dengan-Nya.
Dalam konteks ini katekese juga dimengerti sebagai proses sosialisasi dan
integrasi umat beriman di dalam kehidupan Gereja. Katekese adalah bentuk
pelayanan dan pembinaan yang diselenggarakan oleh Gereja supaya iman
seluruh umat dapat berkembang matang dan dewasa. Sedangkan dari pihak
umat beriman katekese adalah proses pempribadian dan pengakaran nilai-
nilai kristiani di dalam hidupnya sehari-hari.
Katekese atau pendidikan dalam iman merupakan proses
internalisasi kristiani dan sosialisasi ke dalam hidup jemaat serta masyarakat
yang didalamnya merangkum penyampaian informasi, pembentukan
identitas kristiani, dan komitmen untuk mengusahakan hidup bersama baik
komunitas kristiani maupun komunitas manusia yang lebih “baik” secara
berkelanjutan supaya nilai-nilai kerajaan Allah makin terwujud di dalam
hidup bersama (Heryatno W.W. 1998:1).
Melalui katekese sebagai pendidikan iman diharapkan komunitas
rekonsiliatif mampu menghayati nilai-nilai pengampunan dalam hidup
bersama sebagai bentuk kesaksian hidup yang menghadirkan Kristus
ditengah-tengah masyarakat.
Dalam keseluruhan tugas perutusan Gereja berusaha membantu
manusia menjadi murid Kristus (agar semakin percaya) dengan mendidik
dan mengajar tentang nilai-nilai Injili dengan cara itu Gereja membangun
diri serta mengaktualisasi panggilannya. Katekese dipandang sebagai proses
sosialisasi hidup di dalam kehidupan dan pengutusan Gereja. Dalam konteks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
ini katekese dipahami sebagai pendidikan dan pembinaan dalam iman.
Sebagai pendidikan dalam iman katekese membantu umat untuk semakin
memahami dan mengikuti Yesus Kristus dengan jalan menghayati dan
mewujudkan imannya menuju iman yang dewasa. Pembinaan dan
pendidikan iman dimaksudkan agar umat Kristen semakin dewasa. Dengan
demikian mampu menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat. Setiap
anggota Kristus tidak dapat dibebaskan dari kewajiban “menerima”
katekese, sebab dengan menerima katekese umat dibantu untuk semakin
mendalami arti dan kata-kata perbuatan Yesus Kristus Putera Allah
sehingga mereka dimampukan untuk mempribadikan-Nya di dalam seluruh
tindakan dalam kehidupan sehari-hari (Setyakarjana, 1997:71).
PKKI II yang diselenggarakan di Klender pada tahun 1997
mengartikan katekese sebagai komunikasi iman atau tukar-menukar
pengalaman penghayatan iman antar anggota jemaat atau kelompok.
Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga
iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna.
Dalam katekese umat tekanan terutama diletakan pada penghayatan iman,
meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan ada
perencanaan (Setyakarjana, 1997:68).
Katekese dimengerti sebagai komunikasi iman. Dalam komunikasi
iman masing-masing peserta diharapkan secara bebas, jujur dan terbuka
mengungkapkan pengalaman iman masing-masing dan terbuka pula untuk
menerima pengalaman orang lain sehingga masing-masing anggota saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
membantu, mengembangkan, memperkaya dan mendewasakan iman.
Maksud saling membantu untuk semakin peka dan tanggap terhadap
gerakan Roh Kudus yang selalu hadir dalam kehidupan manusia dan dunia.
Dengan demikian mereka semakin dikuatkan dalam mengambil keputusan
untuk menanggapi panggilan dan karya Allah yang dinyatakan dalam
kehidupan sehari-hari. Pengembangan dan pendewasaan iman ini
merupakan suatu proses karena katekese dilaksanakan secara teratur dan
terencana (Heryatno, 1997:19).
Dalam komunikasi iman yang ditekankan tidak hanya pembimbing
dan peserta tetapi terlebih peserta dengan peserta. Sebab arah katekese
menuntut agar peserta semakin mampu mengungkapkan diri demi
pembangunan jemaat. Yang berkatekese adalah umat artinya semua orang
beriman, yang secara pribadi memilih Kristus secara bebas berkumpul untuk
memahami Kristus. Kristus menjadi pola pribadi pun pola kehidupan
kelompok. Komunikasi iman dalam berkatekese memandang peserta
sebagai subjek, sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi
tentang iman, berdialog dalam suasana terbuka yang ditandai sikap saling
menghargai, saling mendengarkan satu dengan yang lain. Sedangkan
pemimpin katekese bertindak sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator).
Pemimpin katekese bertindak sebagai pelayan yang siap menciptakan
suasana komunikatif agar proses katekese dapat berjalan dengan lancar
(Lalu, 2007:12).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
2. Tujuan Katekese
Pada hakekatnya katekese bertujuan untuk mengembangkan hidup
beriman orang Kristen. Dalam konteks itu Paus Yohanes II menjelaskan
tujuan katekese sebagai berikut:
Berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulaitumbuh dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannyaserta semakin memantapkan peri hidup Kristen umat beriman,muda maupun tua. Kenyataanya itu berarti: merangsang pada tarafpengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yangditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yangdikurniakan secara efektif melalui baptis (CT, art. 20a).
Tujuan katekese menurut Yohanes Paulus II adalah mendewasakan
iman yang masih ada dalam tahap awal dengan memelihara, merawat dan
mempertumbuhkan iman, pengetahuan dalam hidup Kristen pada umumnya.
Katekese bertujuan mengembangkan pemahaman tentang misteri Kristus,
mengembangkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai umat Kristen serta
mendorong umat Kristen menghayati iman dalam kehidupan setiap hari.
Dengan demikian umat semakin hidup dari iman yang diresapi oleh sabda
Allah dan mengikuti Kristus secara total (Sequila Christi) kemudian
menjadi Kristus yang lain (Alter Christi) (CT, art.5). .
Melalui katekese umat beriman menerima pengajaran dan
pendewasaan semakin mengenal dan mantap menerima pribadi Kristus
sebagai Tuhan serta semakin berani menyerahkan diri seutuhnya kepada
Yesus yang diimani dan diyakini sebagai tumpuan hidup. Katekese
membantu membuka hati untuk terus-menerus mengusahakan pertobatan
hati yang jujur dan mengenal Yesus lebih dekat dengan seluruh misteri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
hidup-Nya dalam Injil. Paus Yohanes Paulus II lebih lanjut meneruskan
tujuan katekese sebagai berikut:
Tujuan katekese adalah menjadi tahap pengajaran danpendewasaan, artinya: masa orang Kristen sesudah dalam imanmenerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan, dansesudah menyerahkan diri seutuh-utuhnya kepada-Nya melaluipertobatan hati yang jujur, berusaha mengenal Yesus, yang menjaditumpuan kepercayaannya: mengerti “misteri-Nya”, Kerajaan Allahyang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janjiyang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telahdigariskan-Nya bagi siapa pun yang ingin mengikuti-Nya (CT, art.20b).
Dalam hubungan dengan tujuan katekese umat, dokumen hasil pertemuan
kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II (PKKI II) memahami katekese
sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman yang memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.
b. Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadarikehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
c. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap,mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita.
d. Kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegasmewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta.
e. Kita semakin sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalamhidup kita di tengah masyarakat (Lalu, 2007:97).
Dari dokumen anjuran apostolik Catechesi Trandendae maupun
hasil pertemuan PKKI II, keduanya memiliki kesamaan tujuan yaitu
membantu umat atau jemaat untuk mencapai kedewasaan iman atau
memperoleh kepenuhan hidup dalam Kristus. Pada intinya katekese
sungguh perlu baik bagi pendewasaan iman maupun kesaksian umat Kristen
di tengah masyarakat. Tujuannya adalah mendampingi umat Kristen, untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
“meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putera Allah, kedewasaan
pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus” (CT, art.25).
3. Isi Katekese
Isi katekese pada hakekatnya adalah kebenaran yang diwartakan
sesuai dengan ajaran Yesus Kristus. Kebenaran yang tak lain adalah Yesus
sendiri yang menjadi pusat katekese melalui segala kesaksianya-Nya. Hal
ini ditegaskan dalam dokumen (CT 1997, art. 6 Dikatakan; Katekese harus
bersifat Kristosentris, artinya dalam katekese Krsituslah sabda yang
menjelma dan Putera Allah yang diajarkan. “Misteri hidup Yesus sebagai
pesan pokok katekese harus disampaikan secara utuh. Hidup Yesus adalah
pemakluman jalan, kebenaran dan kehidupan (Yoh14:6). Maka tugas pokok
Yesus adalah mewartakan kebenaran dan kehidupan. Kristus diimani
sebagai satu-satunya Guru sejati/Guru utama (CT, art.7,8). Sifat katekese
dalam hal ini adalah membantu orang beriman menghormati Kristus, mau
mengambil bagian dan bersatu dengan hidup-Nya.
4. Tugas Katekese
Tugas katekese membantu perkembangan Gereja sebagai salah satu
bentuk untuk pembinaan iman. Tugas-tugas katekese meliputi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
a. Menyuburkan dan membangkitkan pertobatan
Pertobatan sebagai momen fundamental dan pemersatu dinamisme
iman termasuk bidang katekese sekalipun pertobatan itu pada dirinya adalah
sasaran evangelisasi dalam arti sempit. Akan tetapi kenyataan menunjukkan
terutama dalam gereja yang telah bertradisi kristiani-bahwa penyerahan diri
secara menyeluruh pada awal satu katekese tidak mungkin terjadi.
Hal ini sebagian disebabkan oleh kebiasaan pembabtisan pada usia
kanak-kanak dan sebagian lagi oleh kekurangan pelayanan pastoral yang
berakibat terhambatnya perkembangan iman secara teratur dan tidak
tercapainya pertobatan (bdk CT 19).
b. Membimbing umat beriman untuk memahami misteri Kristus
Katekese yang berfungsi sebagai media pendidikan iman tidak
boleh melupakan aspek pengetahuan iman dan juga sikap iman. Tugasnya
adalah mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan lengkap
perihal Misteri Kristus sebagai objek sentrak iman.
c. Mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat
Dalam proses pendidikan iman yang terarah pada kedewasaan
harus dikembangkan pula komponen operatif, yakni berbuat sesuatu bagi
Gereja dan masyarakat sesuai dengan situasi dan pola hiduo. Dalam konteks
ini dapat dikatakan bahwa katekese berupa inisiasi ke dalam suatu proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
yang mengubah manusia secara intern. Dasar teologi perubahan ini adalah
kebersamaan dalam kematian dan kebangkitan Kristus.
Dalam seluruh proses evangelisasi tujuan katekese adalah: menjadi
tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya masa orang Kristen sesudah
dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunga Tuhan,
dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh kepadaNya melalui hati yang jujur,
berusaha makin mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya:
mengerti “misteri-misteriNya”, kerajaan Allah yang diwartakan olehNya,
tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat InjilNya,
dan jalan yang telah digariskanNya bagi siapapun yang ingin mengikutiNya
(CT art 20).
Secara singkat tugas-tugas katekese dapat dipadukan dalam fungsi
dan aktivitas gereja.
1) Katekese berupa inisiasi untuk tugas diakonia
Bentuknya: memberikan kesaksian di dunia, mendidik melakukan karya
kasih dan melayani kaum tersingkir dari masyarakat, berjuang demi
keadilan dan kedamaian.
2) Katekese berupa inisasi untuk tugas Koinonia
Katekese berkaitan dengan persekutuan gerejawi hendaknya diusahakan
semangat persaudaraan dan setia kawan, kemampuan berkomunikasi,
berdialog, dan berpartisipasi dalam hidup menggereja, sikap taat yang
wajar dan dewasa terhadap pemerintah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
3) Katekese berupa inisiasi untuk mendengar dan mewartakan sabda
(kerygma).
Katekese bertugas membangkitkan semangat umat untuk ikut aktif dalam
fungsi profetis Gereja termasuk mengusahakan: pembacaan Kitab Suci,
pendidikan dalam mendengar sabda Allah, penyiapan orang-orang untuk
merasul dan aktif dalam karya misioner.
4) Katekese berupa inisiasi kedalam liturgi
Katekese mempersiapkan umat untuk menerima sakramen-sakramen
dengan layak dan bermafaat, untuk mencintai dan dan meditasi, untuk
menghayati kebaktian-kebaktian liturgi lainnya.
5) Katekese berupa inisiasi untuk panggilan hidup menggereja
Termasuk dalam kegiatan ini mengungkapkan pelayanan dan peranan
pribadi-pribadi dalam hidup menggereja, memberitakan pengarahan dan
pembinaan panggilan imamat dan hidup membiara.
6) Menumbuhkan dan mendewasakan sikap
Pendidikan sikap harus juga menjadi sasaran katekese, bahkan tugas ini
jauh lebih menentukan. Pengetahuan agama dan perilaku kristiani tidak
menjamin pertumbuhan iman, jika tidak padu dengan pendewasaan sikap
iman. Pendewasaan sikap iman dijadikan tujuan sentral dari kegiatan
katekese. Untuk memahami tujuan sentral perlu dipahami konsep biblis
dan tradisi yang menempatkan pada pusat hidup seorang Kristen sikap
dasariah ini, iman pengharapan dan cinta kasih, dalam proses pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
iman ketiganya tidak terpisahkan, sebab pada dasarnya pengharapan dan
cinta adalah dimensi yang tidak terpisahkan dari sikap iman.
5. Unsur-unsur Katekese
Unsur-unsur katekese dapat membantu menumbuhkan dan
mengembangkan iman umat. Maka unsur-unsur katekese tersebut meliputi:
a. Unsur Pengalaman atau Praktek Hidup
Katekese umat sebagai komunikasi merupakan kesaksian yang
berpangkal pada apa yang sungguh dialami. Maka proses ini sebaikanya
bertolak dari pengalaman konkret peserta. Pengalaman adalah apa yang
terjadi pada hidup anggota atau kelompok umat. Termasuk pengalaman ini
adalah situasi umat beriman aktual dalam masyarakat dan lingkungannya.
Pengalaman ini menyangkut keseluruhan fungsi dan kegiatan umat dengan
macam-macam pandangan dan sikap hidup (Setyakarjana, 1997:74).
b. Unsur Komunikasi Pengalaman Iman
Pengalaman konkret dalam hidup nyata sehari-hari baik
pengalaman kegembiraan maupun keprihatinan dikomunikasikan dan diolah
oleh peserta katekese umat. Unsur penting yang perlu dikomunikasikan
adalah keterlibatan Allah dalam setiap pengalaman, manusiawi. Dalam
komunikasi ini diungkapkan keprihatinan maupun kegembiraan iman yang
merupakan keadaan dan sikap umat pada saat itu (Setyakarjana, 1997:75).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
c. Unsur Komunikasi dengan Tradisi Kristiani
Iman umat Kristiani didasari oleh pribadi Kristus dan iman para
rasul yang mengimani Allah sebagai sumber keselamatan. Katekese tidak
dapat terlepas dari kesaksian para rasul yang pertama-tama terungkap dalam
Kita Suci dan dihayati oleh Gereja sepanjang masa hingga saat ini, maka
dari itu komunikasi iman juga menyangkut ajaran Gereja yang secara resmi
diteruskan oleh hierarki. Ajaran Kristiani perlu dimengerti secara luas
menyangkut tradisi, spiritualitas, liturgi dan segala praktek hidup Gereja
yang menampakan Kristus (Setyakarjana, 1997:75).
d. Unsur Arah Keterlibatan Baru
Kelompok murid Kristus adalah kelompok yang dipanggil dan
diutus. Maka katekese umat sebagai komunikasi iman harus menolong para
peserta umat mengalami panggilan mereka itu dan menjalankan pengutusan
mereka. Untuk itu komunikasi iman terarah kepada pembaharuan hidup dan
keterlibatan kelompok umat dalam pengembangan masyarakat. Dengan
demikian panggilan dan perutusan sebagai murid semakin nyata di dunia
yakni banyak orang mengalami karya keselamatan Allah (Setyakarjana,
1997:7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
B. Relevansi Katekese Dalam Hidup Berkomunitas Suster-suster CB
Para suster CB juga berupaya untuk membangun komunitas
pengampunan melalui salah satu model katekese yang menekankan
pengalaman iman dalam terang Injil. Dengan demikian bahwa dalam
membangun komunitas pengampunan semakin sempurna dalam beriman,
berharap, mengamalkan cinta kasih dan semakin dikukuhkan hidup
Kristiani.
Melalui katekese para suster CB diajak untuk menemukan kasih
dan pengampunan dalam hidup berkomunitas sehingga sanggup memberi
kesaksian tentang Kristus dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat. Hal
ini yang sangat ditekankan oleh Bunda Elisabeth pendiri kongregasi CB
yang merupakan kekhasan spiritualitas kongregasi yang tampak dalam
kontemplasi Bunda Elisabeth pada Yesus yang tersalib, sehingga
memampukannya untuk bertindak sebagai pengemban rekonsiliasi pada
zamannya dengan cara memberikan kesaksian Kristus yang dialaminya
dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai suster CB misteri salib menjadi
daya dalam melaksanakan perutusan sebagai pengemban rekonsiliasi dalam
dunia yang terluka. Para suster CB dimampukan oleh Allah untuk menjadi
pengemban rekonsiliasi, karena Allah sudah terlebih dahulu berbelarasa
dengan manusia yang berdosa. Pengalaman akan kasih Allah yang telah
menyelamatkan inilah yang terus-menerus akan dikembangkan dan
disebarluaskan dalam hidup sehari-hari, agar menjadi daya bagi para suster
CB dalam menghayati perutusan sebagai pengemban rekonsiliasi dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
dunia yang terluka baik dalam hidup bersama sebagai komunitas maupun di
tempat perutusan masing-masing. Dengan demikian penulis menawarkan
katekese sebagai bentuk pembinaan dalam usaha semakin menumbuhkan
sikap pertobatan terus-menerus dalam membangun komunitas rekonsiliatif.
Sesuai dengan sasaran katekese sebagai pembinaan ke arah kedewasaan
iman, maka diharapkan iman setiap anggota komunitas semakin dewasa
sehingga sikap pengampunan dapat berkembang didalam berkomunitas.
Dengan demikian terwujudlah cita-cita komunitas yang sehati dan sejiwa.
Dalam (Kis 2;41-47, 4:32-37) Menekankan model hidup bersama
dalam Gereja perdana yang di tandai dengan saling membantu penuh
persaudaraan, saling sehati, saling berbagi pengalaman, bahkan milik
mereka menjadi milik bersama. Dalam hidup mereka rela berbagi, baik
berbagi hal rohani maupun jasmani; hidup spiritual dan hidup sehari-hari.
Mereka dengan gembira saling saling berbagi hidup rohani sehingga saling
diperkuat; saling berbagi hidup sehari-hari seperti membantu secara
ekonomi. Kerelaan berbagi itulah kiranya yang membuat persaudaraan
mereka sungguh erat dan hidup masing-masing dikuatkan.
Dalam Konstitusi Suster-suster CB juga terungkap bahwa pada
dasarnya Cintakasih Tuhanlah yang menyatukan kita bersama di dalam
persekutuan Gereja. Tuhan yang mengundang kita untuk hidup dalam
persekutuan religius yang ditandai oleh Kharisma Bunda Elisabeth. Hidup
bersama bukanlah karya manusia melainkan ada sebuah misteri Allah yang
terilhami yang tidak dapat dipahami oleh akal manusia. Disinilah setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
suster yang disatukan mulai berupaya secara terus-menerus untuk menjaga
api Roh kebersamaan dalam hidup bersama.
Menyadari akan keterbatasan setiap pribadi, sebagai komunitas
setiap saat berupaya untuk melakukan bina diri bersama antara lain melalui
refleksi, pengolahan hidup, meditasi kontemplasi dan juga dicernment.
Upaya ini diarahkan agar setiap suster tetap mengingat bahwa membangun
komunitas religius adalah tanggungjawab bersama.
Alangkah bahagia suasana biara, bila terdapat kesatuan antara para
anggota ialah jika mereka saling membantu dan berunding, agar karyanya
menghasilkan buah demi Allah (EG. 39). Ada dialog, kerja sama,
keterbukaan untuk mengupayakan agar komunitas dapat berekembang
sesuai yang dikehendaki oleh Allah.
Meneladan kehidupan Bunda Elisabeth sebagai acuan dalam
menentukan tanggapan yang relevan dan efektif terhadap situasi, kita perlu
bertemu dengan Bunda Elisabeth bagaimana beliau menanggapi keterlukaan
pada zamannya.
Setelah revolusi Perancis, Maastricth hancur lebur. Setiap perang
membawa penderitaan bagi manusia dan kerusakan terhadap lingkungan.
Keterlukaan dan kehancuran seperti itulah yang ditanggapi Bunda Elisabeth.
Ia melihat, tergerak dan bertindak secara nyata untuk meringankan
penderitaan manusia. Dengan sikap itu Bunda Elisabeth menjadi alat dalam
mendirikan kongergasi; Bunda Elisabeth dibentuk untuk menanggapi situasi
keterlukaan dalam dunia. Bunda Elisabeth mampu menangkap dengan tajam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
gerakan Roh dalam hidupnya karena relasi yang akrab dengan Yesus Kristus
(EG. 39-41). Pengalaman dikasihi Allah membuat ia mampu melihat realitas
dengan mata Allah, digerakan oleh belarasa dengan hati Allah, dan
bertindak dengan tangan Allah. Bunda Elisabeth tidak meragukan kasih
Allah yang dialaminya, oleh karena itu Bunda Elisabeth juga tidak ragu-
ragu akan kasih dan kehadiran Allah didalam sesama. Bunda Elisabeth
dalam ketersentuhan dengan keterlukaannya sendiri dan menyatukannnya
dengan keterlukaan orang lain dan dunia, membuat Bunda Elisabeth merasa
lebih ringan dalam menanggung penderitaannya dengan demikian terjadilah
saling berekonsiliasi antar kita kebersaman itu terjadi pula penyembuhan
dalam diri kita sendiri dan orang lain (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi
2005: 29).
Bunda Elisabeth mampu tergerak untuk mengambil bagian dalam
keterlukaan dunia, karena tidak terlepas dari relasinya yang akrab dengan
Yesus yang tersalib. Beriman akan Allah, harga diri yang sehat, dan sikap
yang sehat terhadap orang lain berdasar pada kasih merupakan kekuatan dari
tanda kuat akan adanya harapan dalam situasi yang penuh dengan
keterlukaan (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:30). Bunda Elisabeth
sangat menghargai setiap pribadi, karena melalui pribadi-pribadi tersebut ia
menemukan Allah yang berbelarasa, Allah yang mencintai tanpa syarat bagi
mereka yang terluka. Oleh karena itu kehadiran suster CB merupakan
kesaksian sebagai nabi dengan mencintai mereka yang lemah, miskin dan
tersingkir sebagai wujud dari penyembuh bagi mereka yang terluka pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
zaman ini sesuai dengan situasi. Dengan harapan bahwa hal ini paling
terutama adalah bagaimana setiap anggota kongregasi berusaha untuk
menghayati kasih itu dalam komunitas maupun dalam karya perutusannya
sebagai suster CB.
C. Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model Katekese
Pengampunan bagi Suster-suster CB
Para religius CB merupakan pribadi-pribadi yang secara serius
berusaha menemukan kehendak Allah dalam peristiwa-peristiwa hidup yang
setiap hari dialaminya. Pengalaman perjumpaan dengan Allah itulah yang
menjadi dasar untuk membangun hidup doa, karya maupun hidup
berkomunitas.
Katekese model SCP adalah salah satu alternatif katekese model
pengalaman hidup. Katekese model SCP menekankan proses berkatekese
yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta
berdasarkan konfrontasi antar “tradisi” dan “visi” hidup peserta dengan
“tradisi” dan “visi” kristiani agar baik secara pribadi maupun bersama,
mampu mengadakan penegasan dan mengambil keuputusan demi
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang
terlibat dalam dunia.
Model katekese SCP bermula dari pengalaman hidup umat, yang
direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman
supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
keterlibatan baru. Maka sejak awal orientasi pendekatan ini pada “praxis”
peserta.
1. Pengertian Shared Christian Praxis
a. Praxis
Praxis artinya“Praktek” (lawan dari teori), yang bukan hanya dipraktek saja
tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan, praxis mengacu pada
tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang
meliputi kesatuan antara praktek dan teori. Praxis mempunyai tiga unsur
pembentuk yang saling berkaitan (Sumarno, 2013:15).
1) Aktivitas
Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal
dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya
merupakan medan masa kini untuk perwujudan diri manusia (Sumarno,
2013:15).
2) Refleksi
Kegiatan atau tindakan yang telah dilakukan direfleksikan terhadap pribadi
dan juga kehidupan bersama, serta terhadap Tradisi dan Visi iman Kristiani
(Sumarno, 2013:15).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
3) Kreativitas
Merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat
transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru
(Sumarno, 2013: 15).
b. Christian
Tradisi dan visi Kristiani dapat ditekankan agar iman umat semakin
mendalam dan diperkaya sehingga situasi umat di zaman sekarang dapat
terjangkau.
Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup yang
merupakan jawaban atas wahyu Allah yang terlaksana dalam kehidupan
manusia. Tradisi Kristiani merupakan sabda yang harus dihayati yang
bertujuan untuk memupuk identitas Kristiani dan memberikan inpirasi
seturut nilai-nilai Kristiani. Ada berbagai macam kekayaan iman Kristiani
seperti: Kitab Suci, sakramen, liturgi, reflkesi telogis dan spiritualitas
Kristiani.
Visi Kristiani menekankan tuntutan dan tanggung jawab perutusan
seorang Kristiani demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Visi
ini menunjukkan proses kehidupan umat Kristiani yang berkesinambungan
dan bersifat dinamis yang mengundang penilaian, penegasan dan keputusan.
Visi Kristiani dapat menjadi sarana untuk berkomunikasi dan
menumbuhkan kesatuan hati sebagai jemaat beriman. Dalam komunikasi
iman, pengalaman hidup nyata perlu diintagrasikan ke dalam Tradisi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
visi Kristiani agar dapat memahami dan memaknai hidup menurut nilai-nilai
Kristiani (Groome, 1997:2-3).
c. Shared
Di dalam katekese model SCP adaShared atau sharing atau dialog
yang berarti berbagi pengalaman iman yang dialami. Maka sikap yang
dibutuhkan di dalam sharing pengalaman ini adalah mendengarkan,
menghargai, rendah hati, terbuka agar pengalaman yang dibagikan tersebut
dapat meneguhkan orang yang mendengar dan juga pengalaman yang
didengar dari orang lain dapat meneguhkan dan menguatkan hati untuk
semakin beriman kepada Yesus Kristus. Seperti yang dikatakan oleh Romo
M. Sumarno SJ bahwa Sharing berarti berbagi rasa, pengalaman,
pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain (Sumarno,
2013: 16).
2. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis (SCP)
Thomas H. Groome mengemukakan 5 (lima) langkah pokok katekese model
Shared Christian Praxis yang disadur oleh Romo M. Sumarno SJ (Sumarno,
2013: 19-22). Berikut langkah-langkahnya:
a. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual (Mengungkap
Pengalaman Hidup Peserta)
Kekhasan di dalam langkah pertama ini adalah sharing pengalaman
dari peserta katekese. Pengalaman yang sungguh-sungguh dialami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
diungkapkan oleh peserta dan peserta yang lain dapat mendengarkan. Hal
ini bukan merupakan suatu laporan, oleh karena itu tidak boleh ditanggapi
oleh pemandu katekese. Tetapi pemandu hanya berperan sebagai fasilitator
untuk menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung
peserta untuk membagikan praxis hidupnya agar pengungkapan pengalaman
terarah pada tema dan tujuan katekese. Sikap yang harus disadari oleh
pemandu katekese dalam langkah ini adalah ramah, sabar, hormat, peka
pada latar belakang keadaan dan permasalahan peserta; katakan pada peserta
bahwa mereka boleh memilih pertanyaan yang cocok (Sumarno, 2013:19).
b. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Peserta
(Mendalami Pengalaman Hidup Peserta)
Pengalaman iman yang telah diungkapkan di dalam langkah
pertama, direfleksikan di dalam langkah ini, maka peserta diberi dukungan
atau motiasi untuk lebih kritis, analitis dan kreatif untuk merefleksikan
pengalaman yang telah dialami tersebut.
Tanggungjawab pemandu katekese adalah yang pertama,
menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap
gagasan serta sumbang saran peserta; kedua, mengundang refleksi kristis
setiap peserta; ketiga, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan
penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman,
kenangan dan imajinasi peserta; keempat, mengajak setiap setiap peserta
untuk berbicara tapi tidak memaksa; kelima, menggunakan pertanyaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
menggali tidak menginterogasi dan mengganggu harga diri dan apa yang
dirahasiakan peserta; keenam, menyadari kondisi peserta, lebih-lebih
mereka yang tidak bisa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman
hidupnya (Sumarno, 2013:20).
c. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani
Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)
Pemandu katekese dapat menyampaikan tafsiran Kitab Suci sesuai
dengan tema, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi peserta untuk
mengungkapkan pemahamannya tentang ayat-ayat Kitab Suci tesebut. Inti
tafsiran Kitab Suci juga harus berkaitan dengan kehidupan peserta yang
konteks dan latar belakang kebudayaan yang berlainan. Peranan pemandu
katekese ini perlu: pertama, menghormati Tradisi dan visi Kristiani yang
otentik dan normatif; Kedua, cara dan isi tafsiran bertujuan memberi
informasi dan membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani
menjadi miliknya; Ketiga, menggunakan metode yang tepat. Pembimbing
atau pemandu bisa menggunakan metode diskusi kelompok, memanfaatkan
produk-produk audio-visual atau media murah; Keempat, bersikap tidak
mendikte tetapi mengantar peserta ke tingkat kesadaran, tidak mengulang-
ulang rumusan, tidak bersikap sebagai “guru”, adakalanya bersikap sebagai
“murid” yang siap belajar; Kelima, tafsiran dari pemandu mengikutsertakan
kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri; Keenam, harus membuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
persiapan yang matang dengan studi pribadi (Sumarno, 2013: 21; bdk.
Groome, 1997:45-47).
d. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi
Kristiani Dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani
dalam Situasi Peserta Konkret)
Pemandu katekese berperan sebagai fasilitator mengarahkan
peserta agar dapat mengungkapkan hasil pengolahan atau refleksi
berdasarkan nilai Tradisi dan visi Kristiani, Menemukan bagi dirinya sendiri
nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik yang
hendak dihilangkan, dan nilai-nilai baru yang hendak diperkembangkan.
Selain itu peserta dibantu untuk mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka
ke dalam Tradisi dan visi Krisiani demi terwujudnya Kerajaan Allah.
Peserta juga bisa mengungkapkan pengolahan refleksinya melalui tulisan,
simbol, atau ekpresi lainnya.
Peranan pembimbing atau pemandu katekese di dalam langkah ini:
pertama; menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk
peserta yang menolak tafsiran pembimbing; Kedua, meyakinkan peserta
bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi
mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani; Ketiga, mendorong peserta
untuk merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif;
Keempat, menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan kata mati; Kelima,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
mendengar dengan hati tanggapan, pendapat dan pemikiran peserta
(Sumarno, 2013: 21-22).
e. Langkah V: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah
di Dunia Ini (Mengusahakan Suatu Aksi Konkret)
Peserta katekese diajak untuk mengusahakan suatu aksi konkrit
sebagai tanggapan terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di
dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi
Gereja sepanjang sejarah dan visi Kristiani, yaitu mendorong keterlibatan
baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan pribadi dan sosial
kontinyu. Maka tanggungjawan pemandu yaitu: Pertama, menyadari
hakikat praktis, inovatif, dan transformatif dari langkah ini; Kedua,
merumuskan pertanyaan operasional yang terarah; Ketiga, menekankan
sikap optimis yang realistis pada peserta; Keempat, pemandu dapat
merangkum hasil langkah pertama sampai keempat, supaya peserta lebih
terbantu; Kelima, mengushakan supaya peserta sampai pada keputusan
pribadi dan bersama; Keenam, sebagai penutup peserta diajak merayakan
liturgi sederhana untuk mendoakan keputusan (Sumarno, 2013:22).
D. Usulan Program Katekese sebagai Upaya Membangun komunitas
Suster-suster CB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
1. Pengertian Program
Program dalam arti pembinaan yaitu prosedur yang dijadikan
landasan untuk menentukan sistem urutan acara-acara pembinaan yang akan
dilaksanakan (Suhardiyanto, 2009:3)
Program komunitas adalah suatu perencanaan sistematis dengan
tujuan yang jelas yang dibuat oleh para suster CB dengan beracuan dari
hasil keputusan kapitel yang kemudian direalisasikan oleh komunitas-
komunitas para suster CB dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Program tersebut bertujuan membantu para suster CB untuk mencapai
tujuan yang jelas yaitu menemukan kehendak Allah.
2. Tujuan Program
Setiap kegiatan yang hendak dilaksanakan secara pribadi atau
kelompok memerlukan suatu rancangan perencanaan yang matang dan
sistematis demi tercapainya tujuan yang ditetapkan. Pelaksanaan setiap
program memiliki tujuan yakni demi kemantapan dan kelancaran suatu
tugas karena program sangat mendukung keberhasilan suatu kegiatan
(Suhardiyanto, 2009:3). Apabila suatu kegiatan tidak terprogram secara baik
maka kemungkinan besar akan mengalami kegagalan karena kegiatan yang
akan dilaksanakan tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Pada
dasarnya katekese merupakan kegiatan yang pelaksanaannya bersifat
bertahap dan berkelanjutan yang didalamnya mengajak peserta untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
menemukan kehendak Allah. Oleh karena itu katekese mengandaikan
adanya urutan tema yang berkesinambungan.
Tujuan pembuatan program katekese dalam skripsi ini akan
memperjelas arah dan tujuan pembinaan, mempermudah pelaksanaan
pembinaan, membantu setiap anggota komunitas Suster-suster Cintakasih
Santo Carolus Borromeus dalam memaknai pengampunan.
3. Latar Belakang Pemilihan Program Katekese serta Rumusan Tema dan
Tujuan
Hidup bersama dalam kongregasi perlu dihayati secara nyata
dalam hidup bersama dalam komunitas. Agar komunitas terpelihara
hendaknya dari setiap pribadi mengusahakan untuk membangun komunikasi
yang terbuka dengan sikap saling mengampuni antar anggota komunitas
sehingga komunitas menjadi tempat kesaksian sebagaimana yang
diteladankan oleh komunitas Gereja perdana yaitu sehati dan sejiwa.
Namun dalam kehidupan para suster CB kadang masih
mengabaikan nilai pengampunan ini sehingga banyak yang mengalami
keterlukaan yang masih dibawa dan akhirnya itu sangat nampak ketika
hidup bersama dengan para suster yang lain dalam hidup berkomunitas.
Dengan demikian maka penulis memilih salah satu model katekese untuk
membantu para suster bagaimana mampu membangun komunitas yang
rekonsiliatif melalui katekese model Sharing Christian Praxis (SCP).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Membangun sebuah komunitas rekonsiliatif tidaklah mudah.
Seringkali dalam hidup bersama terjadi berbagai pro dan kontra antara satu
pribadi dengan pribadi lain yang mengakibatkan keterlukaan. Tentu dapat
diakui bahwa setiap pribadi disatukan dalam komunitas bukanlah saudara
sekandung melainkan pribadi-pribadi yang datang dari berbagai macam latar
belakang, budaya, pendidikan, keluarga dan sebagainya. Hal ini yang
memungkinkan kongregasi CB belum mampu membangun komunitas
rekonsiliatif dikarenakan setiap pribadi yang mengalami keterlukaan dengan
sesama suster belum mampu mengampuni bahkan menyimpan rasa
keterlukaan yang menyebabkan munculnya perbedaan-perbedaan dalam
komunitas.
Dengan alasan tersebut diatas, maka penulis memilih katekese
sebagai salah satu usaha untuk membantu meningkatkan semangat
pengampunan dalan hidup berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo
Carolus Borromeus penting direncanakan secara matang melalui
penyususnan program yang baik. Dengan adanya penyusunan program yang
baik diharapkan dapat membantu kegiatan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Dalam membangun hidup berkomunitas semangat saling
mengampuni menjadi salah satu kekuatan yang harus disadari dan
ditumbuh-kembangkan dalam komunitas. Maka pertama-tama para suster
CB di panggil untuk menjadi pengemban rekonsiliasi bagi dunia yang
terluka yang tentu terlebih dahulu memulai dari komunitas masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Komunitas adalah suatu anugerah sekaligus tugas kewajiban. Kesulitan-
kesulitan yang muncul dalam menghayati cita-cita persatuan (“communio”)
tidak dapat dihindari. Akan tetapi, justru dalam menghadapi tantangan ini
komunitas menjadi ruang istimewa tempat pembinaan nilai-nilai kristiani
yang otentik seperti kerendahan hati, cinta dan pelayanan yang tidak
berpusat pada diri sendiri, kesabaran dan pengorbanan dapat terlaksana.
Tidak perlu dikatakan, dukungan yang saling kita berikan, saling
mendengarkan dan menemani, perubahan hati dan pengampunan yang
muncul sesudah saat-saat konflik dan kesalahpahaman, semua itu
memberikan kesempatan bagi perkembangan menuju kematangan dan
kekayaan cinta serta iman (Kapitel Umum 2011:39). Komunitas merupakan
tempat untuk menimba kekuatan serta menghayati nilai-nilai kerajaan Allah
misalnya pengampunan dan cinta kasih, pengorbanan sehingga komunitas
dapat bertumbuh dan berkembang menjadi komunitas yang rekonsiliatif
karena terdapat pribadi-pribadi yang mampu menghayati nilai-nilai kerajaan
Allah yang ditawarkan oleh Yesus kepada setiap pribadi.
Dalam tulisan ini penulis menawarkan beberapa tema katekese
yang dapat dimanfaatkan untuk pembinaan komunitas. Tema yang dipilih
diangkat berdasarkan gagasan dan pemikiran penulis serta pengalaman
dalam hidup berkomunitas dengan harapan dapat membantu
mengembangkan pemahaman dan penghayatan hidup berkomunitas Suster-
suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
4. Rumusan Tema dan Tujuan
Pada bagian ini penulis mengusulkan tema Umum dan tema-tema
khusus katekese dengan tujuannya masing-masing sebagai berikut:
Tema Umum : Pengampunan dalam Hidup Berkomunitas
Tujuan Umum : Bersama-sama pendamping, peserta semakin
menyadari pentingnya menumbuhkan sikap
keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam
hidup berkomunitas, sehingga setiap anggota
semakin mampu mewujudkan komunitas sehati
dan sejiwa sebagaimana yang telah dicita-citakan
dalam hidup bersama
Tema I : Spiritualitas pengampunan Bunda Elisabeth
Tujuan I : Bersama-sama pendamping, peserta semakin
mendalami spiritualitas pengampunan
khususnya dalam hidup bersama sehingga
semakin terdorong untuk menghayati serta
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam hidup berkomunitas maupun hidup
karya dalam semangat pengampunan Bunda
Elisabeth
Tema II : Relevansi pengampunan Bunda Elisabeth masa
sekarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Tujuan II : Bersama-sama pendamping, peserta semakin
dimampukan untuk mewujudkan semangat
pengampunan dalam hidup sehari-hari
Tema III : Membangun Komunitas Rekonsiliatif
Tujuan III : Bersama-sama pendamping, peserta semakin
menyadari pentingnya menumbuhkan sikap
keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam
hidup berkomunitas, sehingga setiap anggota
dimampukan untuk membangun komunitas sehati
dan sejiwa sebagaimana yang telah dicita-citakan
dalam hidup bersama
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
5. Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis
Tema Umum : Pengampunan dalam hidup berkomunitas
Tujuan Umum : Bersama-sama pendamping, peserta semakin menyadari pentingnya menumbuhkan sikap keterbukaan hati
untuk saling mengampuni dalam hidup berkomunitas, sehingga setiap anggota semakin mampu
mewujudkan komunitas sehati dan sejiwa sebagaimana yang telah dicita-citakan dalam hidup bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
No Tema Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
1 2 3 4 5 6 7
a MembangunKomunitasRekonsiliatif
Bersama-samapendamping,peserta semakinmenyadaripentingnyamenumbuhkansikap keterbukaanhati untuk salingmengampunidalam hidupberkomunitas,sehingga setiapanggotadimampukanuntukmembangunkomunitas sehatidan sejiwasebagaimana yangtelah dicita-citakan dalamhidup bersama
- Artipengampunan dalamKitab SuciMat18:21-35
- Semangatapa yangperlu kitamiliki untukmengampunidalam hidupberkomunitas
- Sikap-sikapapa yangperludikembangkan dalammengampuni
- Sharingkelompok
- Refleksipribadi
- Informasi
- Kitab Suci-Buku
NyanyianBermadahbagiKemuliaan
- Konstitusidan DirekCB
- EG- Tape- CD- Salib- Lilin-Teks Kitab
Suci-Teks
pertanyaanpendalaman
-Yoh 8:1-11-Konst, art.
32-33 danDirek, art.23-24
-KapitelProvinsi2011, no. 5hal 38
-EG 155-156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
1 2 3 4 5 6 7
b MendalamiSpiritualitaspengampunan BundaElisabeth
Bersama-samapendamping,peserta semakinmendalamispiritualitaspengampunankhususnya dalamhidup bersamasehingga semakinterdorong untukmenghayati sertamewujudkannyadalam kehidupansehari-hari baikdalam hidupberkomunitasmaupun hidupkarya dalamsemangatpengampunanBunda Elisabeth
- Ekaristisebagai pusathidup
- Penghayatanpengampunan dalamkehidupmharian
- Menghidupidoa.Refleksi,meditasi,kontemplasisertapengolahanhidup dalamkehidupansehari-hari
- Sharingpribadi
- Informasi- Diskusi
kelompok
- Kitab Suci- Lilin- Konstitusi
dan Direk- EG- Buku
Kapitel2005,KapitelProvinsi2011
- BukuNyanyianBermadahBagiKemuliaan
- Kitab SuciMat 18:15-20
- Buku KapitelUmum danKapitelProvinsi2005, hal 26-30
- Buku KapitelProvinsi201142-43
- Konstitusidan Direk,art.32-
- EG 91-95
c. Relevansipengampunan masasekarang
Bersama-samapendamping,peserta semakindimampukan
-Menghayatisemangatpengampunan dalam
-Refleksipribadi
-Sharingkelompok
- Kitab Suci- Buku
KapitelUmum dan
- Kitab SuciMat 18:15-20
- Buku Kapitel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
untukmewujudkansemanatpengampunandalam hidupsehari-hari
hidupberkomunitassesuaidenganajaran Yesus
- Menerimasesama apaadanya baikkekurangannya maupunkelebihannya
- Informasi- Bernyanyi
KapitelProvinsi2005,KapitelProvinsi2011
- Buku EG- Buku
NyanyianBermadahBagiKemuliaan
Umum danKapitelProvinsi2005, hal 26-30KapitelProvinsii2011, hal 42-43
- Buku EG156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
6. Contoh Persiapan Katekese
a. Indentitas
1) Pelakasana : Fransiska Tanesib Bifel
2) No. Mhs : 091124016
3) Tema : Pengampunan dalam hidup berkomunitas
4) Tujuan : Bersama-sama pendamping, peserta semakin
menyadari pentingnya menumbuhkan sikap
keterbukaan hati untuk saling mengampuni dalam
hidup berkomunitas, sehingga setiap pribadi
dimampukan untuk membangun komunitas yang
sehati dan sejiwa.
5) Peserta : Suster-suster Komunitas CB Pakuningratan
6) Tempat : Kapel Susteran CB Pakuningratan
7) Hari/Tgl : Selasa 19 Agustus 2014
8) Waktu : 90 menit
9) Model : Shared Christian Praxis
10) Metode : - Sharing Kelompok
- Diskusi kelompok
- Refleksi pribadi
- Informasi
11) Sarana : - Kitab Suci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
- Buku Bermadah Bagi Kemuliaan
- Konstitusi CB
- Buku EG
- Buku Kapitel
- Tape dan CD
- Salib
- Lilin
- Teks Kitab Suci Perjanjian Baru
- Teks pertanyaan pendalaman
b. Pemikiran Dasar
Dalam realitas kehidupan sekarang ini mengampuni merupakan hal
yang sulit untuk diwujudkan dalam kebersamaan baik didalam hidup
bermasyarakat maupun dalam hidup berkomunitas. Hal ini ditandai dengan
berbagai macam latarbelakang konflik, marah, kesalahpahaman, mendiamkan
orang lain, dan bahkan mementingkan diri sendiri sehingga dengan demikian
sangat mempengaruhi hidup berkomunitas menjadi tidak damai.
Komunitas suster-suster CB terdiri dari berbagai macam latarbelakang
suku, budaya, maupun dalam tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Perbedaan
ini yang sering terjadi sehingga relasi antara sesama suster menjadi renggang.
Panggilan seseorang untuk membaktikan diri kepada Tuhan dan sesama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
menjadi hilang, lantaran ia tidak menemukan kebahagiaan di komunitas. Tetapi
orang dapat berkembang sebagai pribadi yang utuh karena didukung oleh
suasana komunitas yang membahagiakan. Kebahagiaan dalam kehidupan
berkomunitas tidak tergantung pada fasilitas yang tersedia tetapi hubungan
antar pribadi anggota komunitas.
Hubungan antar pribadi inilah menjadi unsur penting dalam kehidupan
berkomunitas. Mengingat komunitas dibangun oleh pribadi-pribadi dengan latar
belakang dan kematangan berbeda, maka relasi antar pribadi perlu
dikembangkan dan diupayakan, sebab perbedaan-perbedaan tersebut berpotensi
memunculkan konflik dan ketegangan.
Perbedaan-perbedaan di dalam diri anggota komunitas tersebut
menandakan bahwa mereka adalah pribadi yang tidak sempurna.
Ketidaksempurnaan inilah yang memungkinkan mereka secara tidak sadar telah
berbuat dosa. Indikasi bahwa mereka telah berbuat dosa adalah retaknya
hubungan antar sesama. Sebab dosa berakibat retaknya hubungan manusia
dengan Allah maupun dengan sesamanya. Oleh sebab itu komunitas akan
menjadi tempat yang membahagiakan dan mengembangkan sikap
pengampunan. Sebab dengan pengampunan memungkinkan setiap anggota
komunitas diterima sebagai pribadi dengan segala kelebihan dan
kekurangannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Untuk menyadari bahwa masing-masing anggota komunitas
mempunyai kelemahan dalan saling menyakiti, sekaligus melihat hal-hal yang
baik, sebagai usaha semakin menumbuhkan semangat pengampunan terus-
menerus diperlukan serta penyadaran diri terus-menerus pula. Maka
pendalaman konstitusi dalam bentuk katekese ini diharap memberi bekal
permenungan untuk membentuk komunitas yang dibangun atas dasar
pengampunan dan cinta kasih. Dengan demikian bahwa harapannya setelah
katekese berakhir semangat pengampunan juga semakin berkembang dalam
komunitas.
Injil Matius 18:21-35 merupakan sebuah perumpamaan tentang
pengampunan yang mengajak kita untuk menyadari pengampunan dosa adalah
misi utama Tuhan kita Yesus Kristus. Ia telah mengajar kita untuk senantiasa
mengampuni kesalahan sesama kita. Petrus pernah bertanya kepada Yesus,
berapa kali sebaiknya pengampunan itu dilakukan? Tuhan Yesus berulang-
ulang menekankan kepada para murid-murid-Nya perulnya seseorang untuk
mengampuni orang-orang yang menyakiti mereka. ‘Ya’, tetapi sampai berapa
kali? Petrus bertanya ‘Sampai tujuh kali? Dan mungkin ia berpikir bahwa itulah
batas kesabaran yang masuk akal. ‘Bukan sampai tujuh kali’ kata Tuhan Yesus,
‘melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali’ (Matius 18:21-22). Mungkin
saat seorang berhasil mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali,
pengampunan telah mendarah daging dalam dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Dalam pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari
pentingnya pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat, sehingga semakin
mampu meneladan sikap Yesus sebagai pengampun yang menyembuhkan hati
yang terluka agar sikap dan tindakan dalam hidup bersama dikomunitas
merupakan wujud tanggapan atas panggilan-Nya.
c. Pengembangan langkah-langkah
1) Pembukaan
a) Pengantar
Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, pada sore ini kita
berkumpul di tempat ini karena adanya satu panggilan yang sama untuk
menanggapi kesetiaan Allah dalam diri kita. Banyak cara yang telah disediakan
oleh Allah melalui Kongregasi kita untuk mengembangkan hidup kita supaya
selaras dengan apa yang dikehendaki Allah dalam diri kita yang terpanggil
secara khusus ini. Salah satu cara Allah mengembangkan hidup panggilan kita
adalah bagaimana kita dalam hidup bersama di tempa untuk semakin memiliki
kedewasaan pribadi, lebih-lebih kedewasaan dalam mengolah emosi untuk
pengampunan kepada sesama yang tanpa batas dan tanpa syarat. Tidak sedikit
orang diantara kita yang memiliki pengalaman ini. Bahkan yang sering
merenung, berdoa dan berefleksi serta berkotbah tentang mengampuni sampai
tujuh puluh kali tujuh kali pun mengalami kesulitan hanya untuk mengampuni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
satu kali saja. Kata orang, justru para imam dan religiuslah yang sulit untuk
mengampuni dengan tulus hati. Mengapa demikian? pada kesempatan ini kita
akan menggali bersama pengalaman iman kita akan pengampunan Allah yang
tanpa batas dan tanpa syarat dalam hidup kita.
b). Lagu Pembuka: Teks (Kasih Pasti Lemah-Lembut)
Kasih pasti lemah lembut
Kasih pasti memaafkan
Kasih pasti murah hati
KasihMu kasihMu Tuhan
Reef: Ajarilah kami ini saling mengasihi
Ajarilah kami ini saling mengampuni
Ajarilah kami ini kasih-Mu ya Tuhan
Kasih-Mu kudus tiada batasnya Reff 2x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
c). Doa Pembuka
Bapa yang penuh kasih, kami bersyukur dan berterima kasih atas
rahmat kesetiaan dalam panggilan yang telah Engkau berikan kepada kami
sampai saat ini. Secara khusus, kami juga mengucapakan banyak terimakasih
karena pada kesempatan ini kami juga Kau kumpulkan dalam satu ikatan
persaudaraan sebagai komunitas. Saat ini kami akan bersama-sama menggali,
merefleksikan sejauh mana kami sungguh menghayati sikap pengampunan
yang tanpa batas dan tanpa syarat. Bimbinglah dan hantarlah kami agar
semakin mampu terus memperbaiki dan memperkembangkan diri demi
perkembangan benih panggilan yang telah Engaku tanamkan dalam diri kami
seturut kehendak-Mu. Bantulah kami agar dalam hidup bersama senantiasa
meneladani sikap Yesus yang penuh pengampunan sehingga menjadi sumber
hidup kami untuk mengembangkan pengampunan yang menyembuhkan hati
yang terluka. Berilah keterbukaan hati agar hari demi hari kami semakin bersatu
untuk membangun komunitas rekonsiliatif sebagaimana Engkau sendiri
kehendaki. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
2). Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Faktual
a). Membagikan teks cerita “ Pengampunan Menyembuhkan” kepada peserta
dan memberi kesempatan untuk membaca dan mendalami terlebih dahulu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Artikel”. Dokter memanggil gadis itu dan menanyakan kepadanya,” adakah
sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu semenjak pemeriksaanmu yang
terakhir?”
Ya,” katanya. “Sekonyong-konyong saya dapat mengampuni
seseorang yang membuat saya sangat menderita suatu dendam yang membara
sepanjang hidup kepadanya. Pada saat itu, saya merasa ada perubahan
menyeluruh dalam diriku”. (1500 Ceritera Bermakna Penerbit Obor 1999
Hal.111. No 1191 Frank Mihalic, SVD).
b). pendamping meminta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan
kembali isi pokok artikel ini dengan bahasanya sendiri.
c). Seorang gadis itu mengalami penderitaan bukan hanya secara fisik saja
tetapi dia mengalami penderitaan batin. Karena mengalami penderitaan batin
yang membuat dia merasa tidak bebas dengan dirinya sendiri. Dan akhirnya itu
membuat dia menderita sendiri. Namun ketika gadis itu mulai membuka diri
untuk mengampuni orang yang telah melukai hatinya, iapun mengalami
kesembuhan yang tidak hanya secara fisik tetapi juga secara batin yang dapat
membebaskannya.
d). Pengungkapan Pengalaman: peserta diajak untuk mendalami cerita tersebut
dengan tuntunan beberapa pertanyaan.
1) Ceritakanlah pengalaman para suster dalam memberikan pengampunan
dalam hidup berkomunitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
2) Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh si gadis itu dalam mengampuni?
dan mengapa?
e). Contoh arah rangkuman
Dalam cerita tersebut mengisahkan seorang gadis dimana saat ia belum
bisa mengampuni orang yang melukai hatinya,ia tidak mengalami kebebasan
batin dan hal itu membuat dia menjadi suatu penderitaan. Maka ketika si gadis
itu membuka hatinya untuk mau mengampuni orang yang telah melukainya,
diapun dapat sembuh dari penyakitnya dan tidak hanya sembuh secara fisik,
tetapi dia juga mengalami sikap batin yang dapat merubah hidupnya. Begitupun
demikian dengan kita, tentu kita juga menemui pengalaman yang sama seperti
si gadis tadi. Kadang dalam hidup berkomunitas, kita juga sulit untuk
mengampuni sesama yang pernah melukai kita. Dan yang terjadi adalah kita
sendiri yang menderita karena rasa dendam yang akhirnya menjadi suatu
penyakit yang terus berkembang dalam diri kita. Namun sebaliknya bila kita
mau berusaha untuk mengampuni sesama, tentu kita akan semakin nyaman
dengan diri sendiri maupun ketika kita membangun relasi dengan orang lain.
3). Langkah II: Refleksi Kritis atas Pengalaman Hidup Faktual
a) Peserta diajak untuk merefleksikan Sharing pengalaman atau cerita diatas
dengan dibantu pertanyaan sebagai berikut:
1) Cara apa yang dipakai oleh para suster untuk mengampuni?
2) Mengapa mengampuni dan mengapa cara itu dipilih?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
b) Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan
arahan rangkuman singkat, misalnya:
Para suster yang terkasih, dalam perjalanan hidup kita sebagai pribadi dan
komunitas tentu sajabanyak cara yang kita gunakan untuk mengampuni sesama
yaitu melalui teguran, sapaan, dialog bersama, sehingga kita diharapkan untuk
mampu mengampuni sesama kita, memberi kenyamanan, dimanapun kita
berada. Maka untuk berani mengampuni sesama sangat membutuhkan suatu
kerendahan hati serta keterbukaan untuk menerima sesama kita yang didasari
oleh nilai cinta kasih seperti yang telah diteladankan oleh Yesus kepada kita.
4). Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Terjangkau
a). salah satu peserta diminta untuk membacakan dari Injil Matius 18:21-35
b). Peserta diberi waktu untuk hening sejenak sambil merenungkan secara
pribadi dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan tuntunan pertanyaan
sebagai berikut:
1) Ayat-ayat mana yang menunujukkan adanya sikap pengampunan?
2) Makna apa yang dapat kita petik dari perikope tersebut?
c) Pendamping memberikan tafsiran dari Matius 18:21-35 dan
menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema
dan tujuan:
Ayat 22, Tetapi jawaban Yesus,” Aku berkata kepadamu: bukan
sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
memberikan konsep tentang ketidakterbatasan. Belaskasihan Allah begitu besar
sehingga tidak dapat diukur; demikian juga kamu, Petrus, kamu harus
menunjukan belas kasihan yang seperti itu kepada sesamamu. Yesus
mengangkat permasalahan itu melampaui perhitungan praktis dengan
mengatakan “tujuh puluh kali tujuh kali”. Ia mengkoreksi apa yang dikatakan
oleh Petrus. Namun jumlah ini sebaiknya tidak diartikan secara harafiah = 490
kali. Maksud Yesus adalah, bahwa murid Tuhan tidak mempunyai hak untuk
menentukan batas untuk mengampuni. Dengan demikian dalam tata perjanjian
baru, patokan mengenai balas dendam telah diubah menjadi hukum
pengampunan, artinya pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat. Ayat 27
memberi gambaran sikap raja belas kasihan kepada hambanya, menghapuskan
hutangnya dan membiarkan dia pergi. Luar biasa! Betapa murah hatinya!
Ternyata hati raja lebih mulia daripada yang diduga oleh hambanya. Ia tergerak
hatinya. Ungkapan ini sering diterapkan pada Yesus yang “tidak tahan”
menyaksikan penderitaan hebat sejumlah orang. Sebab begitulah sikap Allah
terhadap manusia. Raja itu kasihan secara mendalam, sehingga bukan hanya
mengabulkan hambanya, melainkan juga membebaskan dari penjara dan
menghapus hutangnya, artinya menganggap hambanya sebagai orang yang
tidak berhutang lagi.
Perikope ini memaparkan seorang raja memanggil semua pegawai-
pegawainya (hamba-hambanya) pada hari yang sudah ditentukan untuk
mengadakan perhitungan. Salah satu dari mempunyai hutang kepada raja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
dengan jumlah yang mengejutkan yaitu sepuluh ribu talenta, suatu jumah yang
mengandung arti jutaan. Sebenarnya, kata sepuluh ribu mempunyai arti dasar
yang pokok yaitu tidak terhingga, tidak terhitung, tidak terbatas. Hamba
tersebut jelas sekali berhutang dalam jumlah yang banyak kepada tuannya. Kita
tidak diberitahu dia menggunakan uang tersebut untuk apa, hal ini tidak
penting. Dia mempunyai hutang sepuluh ribu talenta, dan dia harus
membayarnya. Dia tahu bahwa tidak akan pernah mengumpulkan uang
sejumlah itu pada hari yang sudah dijanjikannya. Ketika dia berdiri di hadapan
tuannya dia mendengar keputusan bahwa dia, istrinya, anaknya, dan semua
miliknya akan dijual untuk membayar hutangnya. Dia bersujud di kaki tuannya,
meminta belas kasihan dan memohon, “sabarlah dahulu segala hutangku akan
ku lunaskan.” Dia memohon belas kasihan, bukan pengampunan. Tuannya
belas kasihan kepadanya, menghapuskan hutangnya dan membiarkan dia pergi.
Luar biasa! Betapa sukacitanya! Betapa murah hatinya! Semua ini hanya
merupakan babak pertama dari sebuah drama. Babak kedua berhubugan dengan
babak pertama: hamba itu bertemu dengan pegawai raja yang lain. Ketika
menuruni tanggga istana raja. Hamba yang dibebaskan hutangnya oleh raja
bertemu dengan sesama hamba yang berhutang seratus dinar kepadanya.
Sebenarnya jumlah tersebut tidak berarti apa-apa, karena dengan bekerja
beberapa hari saja dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Tetapi pegawai raja
tersebut mencekik orang itu dan menuntut pembayaran dengan segera,
“bayarlah hutangmu kepadaku” orang itu sujud di kaki menteri keuangan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
memohon, “Bersabarlah, aku akan membayar kembali.” Tetapi hamba itu
menolaknya dan memasukan orang itu ke dalam penjara. Ia mengharapkan
seseorang memberi jaminan dan membayar hutangnya. Babak ketiga
memperkenalkan saksi yang menyaksikan babak kedua; ada orang lain yang
melihat apa yang telah terjadi dan tidak bisa menyembunyikannya. Mereka
harus menceritakan peristiwa ini kepada raja. Ketika mendengar cerita itu, raja
sangat marah. Dia memanggil pegawai tersebut dan memarahinya. “Hai hamba
yang jahat, seluruh hutangmu telah ku hapuskan karena engkau
memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu
seperti aku telah mengasihani engkau?” kemudian raja itu menyerahkan dia
kepda algojo-algojo sampai hutang dibayar.
Sikap-sikap yang nampak dari perikope ini menggambarkan Yesus
yang memiliki pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat, yaitu
pengampunan yang memiliki 2 sisi, memberi dan menerima. Baik memberi
maupun menerima pengampunan bersifat tanpa batas dan tanpa syarat, seperti:
setiap orang yang pernah diampuni harus siap memberikan pengampunan
dengan sepenuh hati, belas kasih kepada sesama yang melakukan kesalahan dan
murah hati dalam memberi pengampunan.
Sebagai suster CB diajak untuk menimba semangat baru dalam pribadi
Bunda Elisabeth dalam menjaga agar fokus pembaruan terus menerus dalam
membangun hidup berkomunitas dalam semangat rekonsiliasi (Kapitel Umum
dan Kapitel Provinsi 2005:37).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Sebagai suster CB dipanggil untuk membentuk dan membangun
komunitas kesaksian dan komunitas profetik/kenabian yang terdiri dari pribadi-
pribadi yang bersama-sama menghayati visi dan misi. Para anggota
dipersatukan, dikuatkan dan saling mendukung dalam visi dan misi yang sama,
serta diberi wewenang dalam kerasulan untuk mengungkapkan penghayatan
Spiritualitas CB sebagai Kongregasi secara konkret (Konst. Ps. 22). Oleh
karena itu, kesanggupan dan kesediaan mereka yang memimpin untuk
menciptakan dan membangun suasana dialog timbal balik, kesetiakawanan, dan
penegasan roh adalah sangat penting dalam menimba dan membangun
komunitas rekonsilatif (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005:41).
Menerima pengampunan dari oarng lain sama penting dan nilainya
memberi pengampunan kepda orang lain: sampai tujuh puluh kali tujuh kali “.
Yesus menghendaki bahwa setiap orang yang pernah diampuni harus siap
memberikan pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus
melakukan pengampunan dengan sepenuh hati. Yesus menunjukan bahwa
manusia yang telah menerima pengampunan harus merefklesikan belas kasihan
Allah. Allah mengampuni kesalahan orang yang berdosa dan Allah tidak
mengingat dosanya. Allah mengharapkan yang telah diampuni berbuat
demikian juga kepada sesama yang telah melukai hatinya. Pengampunan adalah
jalan menuju penyembuhan batin sehinnga sikap mengampuni itu
menyembuhkan hati yang terluka. Pengampunan yang kita berikan harus asli,
sejati, penuh, sebab pengampunan macam itu hanya dapat muncul dari dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
hati. Demikianpun dalam hidup bersama dalam komunitas, yang tentu kita
disatukan oleh Allah untuk menghayati nilai-nilai Kerajaan yang ditawarkan
kepada kita. Salah satu nilai yang perlu dihayati dalam hidup berkomunitas
adalah nilai pengampunan yang tanpa syarat kepada sesama. Hal ini yang perlu
dikembangkan dalam membangun komunitas rekonsiliatif yang ditandai dengan
sikap pengampunan kepada sesama dengan menerima pribadi lain sebagai
anugerah Allah.
5). Langkah IV: Interpertasi Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan
Tradisi dan Visi peserta
a). Pengantar
para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus. Dalam pembicaraan tadi, kita
sudah menemukan sikap-sikap yang dibuat Yesus dalam memberikan
pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat sebagai jalan menuju
penyembuhan batin seperti: setiap orang yang pernah diampuni harus siap
memberikan pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus
melakukan pengampunan dengan sepenuh hati, berbelaskasih kepada sesama
yang melakukan kesalahan dan murah hati dalam memberi pengampunan,
seperti: mengampuni orang yang telah mendiamkan kita selama 2 bulan,
mengampuni orang yang telah membocorkan rahasia hidup kita kepada orang
lain, mengampuni orang yang telah berkata kasar tehadap kita, mengampuni
orang yang telah memfitnah kita dan mengampuni orang yang membuat kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
sakit hati karena melukai kesetiaan kita. Sebagai seorang yang terpanggil secara
khusus, kita juga diapnggil untuk meneladan sikap-sikap yang diperjuangkan
Kristus. Meskipun dalam perjalanan hidup panggilan, kita sering kali tak
mampu mengampuni dosa atau kesalahan sesama. Atau kalau kita
mengampnui, kita setengah-setengah memberi ampun. Padahal kita semua
adalah orang berdosa. Namun dalam pertemuan kali ini yang merupakan saat
berahmat, Allah menyadarkan kita kembali sebagai seorang terpanggil yang
seharusnya hidup dalam pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat yang sudah
diteladankan Yesus.
b) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati sikap
pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat dan menyadarkan diri pada Allah
satu-satunya pedoman dalam bersikap penuh pengampunan tanpa batas dan
tanpa syarat bagi langkah hidup kita dalam menapaki panggilan untuk semakin
hidup sesuai dengan rencananya, maka kita akan mencoba merenungkan
pertanyaaan-pertanyaan ini sebagai berikut:
1) Sejauhmana pesan teks Matius 18:21-35 menyadarkan, menantang,
meneguhkan para suster dalam membangun hidup berkomunitas.
2) Sikap-sikap mana yang perlu kita perjuangkan agar dapat semakin
menghayati semangat pengampunan dalam membangun komunitas
rekonsiliatif?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
c). Suatu contoh arah rangkuman penerapan pada situasi peserta
Para suster yang terkasih, Yesus telah banyak menwarkan sikap-sikap baik
seperti: setiap orang yang pernah diampuni harus siap memberikan
pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus melakukan
pengampunan kepada orang lain yang melukai hatinya dan harus melakukan
pengampunan dengan sepenuh hati, belaskasih kepada sesama yang melakukan
kesalahan dan murah hati dalam memberi pengampunan. Dalam kaitannya
dengan pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat bagi kita sebagai orang
yang terpanggil secara khusus dalam hidup membiara di komunitas kita.
Marilah kita kembali menyadari sikap kita dalam mengampuni sesama yang
bersama kita dalam satu komunitas khususnya komunitas pakuningratan ini.
Sebagai seorang pengikut Kristus yang baik menandai dirinya dengan kerelaan
saling mengampuni, sabar terhadap kekurangan orang lain, dan tidak menaruh
dendam terhadap orang lain. Oleh karena itu, sebaikanya kita berani
menanggalkan hal-hal yang menghambat sikap pengampunan yang tanpa batas
dan tanpa syarat sebagai orang yang terpanggil dengan menyingkirkan rasah
marah, rasa benci, dan nafsu untuk membalas dendam sehingga pengampunan
yang kita berikan kepada sesama mengembalikan martabat kemanusiaan kita.
6). Langkah V: Keterlibatan Baru demi Makin Terwujudnya Kerjaan Allah di
Dunia ini
a). Pengantar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, setelah kita bersama-sama
menggali pengalaman kita sebagai seorang suster yang belajar menghidupi
pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat cerita lewat seorang gadis yang
mampu mengampuni orang yang ia dendam selama ini dan akhirnya iapun
mengalami kesembuhan tidak hanya secara fisik tetapi juga secara batin.
Demikainpun pengalaman kita dalam hidup bersama di komunitas, seringkali
kita kecewa, marah dan dendam terhadap tindakan seorang suster yang tinggal
bersama kita. Dari pengalaman iman Matius dalam Injilnya Tuhan Yesus
berulang-ulang menekankan kepada murid-murid-Nya perlunya seseorang
untuk mengampuni: mereka tidak boleh menyimpan dendam, tetapi dengan
lapang dada mereka harus mengampuni orang-orang yang menyakiti mereka.
‘Bukan sampai tujuh kali; kata Tuhan Yesus, ‘melainkan sampai tujuh puluh
kali tujuh kali’. Mungkin saat seorang berhasil mengampuni samapai tujuh
puluh kali tujuh kali, pengampunan telah mendarah daging dalam dirinya.dalam
seluruh perjalanan panggilan hidup kita, kita senantiasa perlu menyadari bahwa
Allah yang maharahim sungguh menyertai, melindungi meneguhkan dan
membimbing langkah hidup kita, bahkan dalam kesulitan permasalahan yang
kita hadapi dalam hidup bersama dalam komunitas ini. marilah sekarang kita
memikirkan niat dan tindakan apa yang kita perbuat untuk meningkatkan
keharmonisan dalam hidup bersama yang penuh dengan pengampunan yang
tanpa batas dan tanpa syarat sebagai bentuk pembaharuan keterlibatan kita
dalam komunitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
b). Memikirkan nita-niat dengan bantuan pertanyaan, Apa yang apat kita
lakukan untuk mengampuni seperti dalam teks Kitab Suci Mat 18:21-35?
Peserta diberi kesempatan untuk memikirkani niat secara peribadi dan
bersama yang akan dilaksanakan. selanjutnya diberi kesempatan untuk
mengungkapkan niat-niat pribadi dan bersama. Kemudian niat kelompok
sebagai komunitas bila ada, didiskusikan bersama guna menentukan niat
bersama agar semakin memperbaharui sikap kelompok sebagai pendidik iman
baik di komunitas maupun di tempat perutusan masing-masing.
7). Penutup
a). Setelah merumuskan niat pribadi dan bersama, kemudian kesempatan
hening sejenak diringi musik instrumen.
b). Sementara itu lilin dan salib diletakan ditengah untuk kemudian dinyalakan.
c). Kesempatan doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan
menghubungkan dengan kebutuhan dan situasi hidup berkomunitas yang
mengampuni. Setelah itu doa umat disusul secara spontan oleh para suster yang
lain.
d). Doa Penutup
Allah Bapa yang penuh kasih, kami mengucap syukur atas berkat-Mu yang
boleh kami terima didalam hidup kami, kami juga berterima kasih atas teladan-
Mu yang boleh kami terima melalui perumpamaan tentang pengampunan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
dapat memberi inspirasi kepada kami bagaimana untuk membanun sikap
pengampunan yang sejati. Semoga Engkau memampukan kami agar bisa
mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam keseharian kami, terlebih ketika kami
mengalami konflik dalam hidup berkomunitas ataupun tempat dimana Engkau
mengutus kami. Ya Bapa, bukalah hati kami agar kami sungguh-sungguh
menghayati makna pengampunan serta semakin menyadari akan kasih-Mu yang
begitu besar kepada kami. Kami bersyukur bahwa walaupun kami sering jatuh
dalam kelemahan kami, namun Engkau tidak pernah menghitung kesalahan
yang pernah kami perbuat, tetapi Engkau berani menerima kami dan
mengampuni kami apa adanya diri kami. Kami juga masih mohon berkat-Mu
bagi kami yang masih berjuang untuk mewujudkan sikap pengampunan yang
kadang membawa kami untuk semakin jauh dari pada-Mu. Ajarilah kami agar
kami juga berani membuka diri untuk mengampuni sesama kami, sehingga
dalam menjalani kehidupan kami sehari-hari, kami mampu menjadi saksi-Mu
ditengah-tengah dunia ini yang semakin hari semakin terlihat kebencian,
dendam dan kekerasan yang semakin marak. Semoga dengan nilai-nilai
kristiani yang telah kami peroleh pada saat ini dapat membantu kami untuk
semakin mencintai, dan menerima pribadi orang lain dengan apa adanya
sehingga komunitas kami dapat berkembang menjadi komunitas yang
rekonsiliatif seperti yang Engkau teladankan kepada kami sehingga dengan
demikian nama-Mu semakin ditinggikan. Demi Yesus Kristus Tuhan dan
Pengantara kami kini dan sepanjang segala masa” Amin”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
e). Lagu penutup “Cintailah Sesamamu” MB No.775.
1. Hidup kita dalam dunia satu dengan sesama
Marilah kita saling cinta dalam persaudaraan
Amalkan cinta Tuhan, buanglah kebencian
Hidup dalam damai-Nya
Agar hidup di dunia berkenan kepada Tuhan
2. Satu di dalam perjuangan memperoleh anugerah
Jadi saksi pembawa damai melayani sesama
Jauhkan cinta diri kembangkan dengan giat sikap rela berkurban
Yang setia sampai kahir akan hidup selamanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
PENGAMPUNAN MENYEMBUHKAN
1500 Ceritera Bermakna Penerbit Obor (1999) Hal.111. No 1191
(Frank Mihalic, SVD)
Seorang gadis dirawat selama beberapa bulan karena menderita
anemia, namun tidak ada kemajuan berarti. Dokter yang merawatnya
memutuskan untuk mengirimnya ke sebuah sanatorium yang jauh letaknya.
Hal pertama yang dialaminya di sana, ialah pemeriksaan fisikyang
lengkap. Dokter pemeriksa fisiknya menemukan bahwa kondisi darahnya
terhitung sangat normal. Dokter tersebut melakukan ulang dan ia tidak yakin
pada apa yang dilihatnya. Maka ia memanggil gadis itu dan menanyakan
kepadanya,” adakah sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu semenjak
pemeriksaanmu yang terakhir?”
Ya,” katanya. “Sekonyong-konyong saya dapat mengampuni
seseorang yang membuat saya sangat menderita suatu dendam yang membara
sepanjang hidup kepadanya. Pada saat itu, saya merasa ada perubahan
menyeluruh dalam diriku”.
Maka sekarang dokter memahami persoalannya. Sikap batin gadis itu telah
berubah, dan kondisi darahnya pun dengan sendirinya berubah.
Marah terhadap seseorang dapat menjadi kebodohan, karena orang lain
mungkin tidak menyadari sama sekali kebencianmu itu. maka, satu-satunya
yang paling disakiti adalah diri kita sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Matius 18:21-35 Perumpamaan tentang Pengampunan
18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampaiberapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosaterhadap aku? sampai tujuh kali?”
18:22 Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukanamapai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali
18:23 Sebab hal kerajaan surga seumpama seorang raja yang hendakmengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya
18:24 Setelah ia mulai dengan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanyaseorang yang berhutang sepuluh ribu talenta
18:25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itumemerintahkan suapaya ia dijual beserta anak istrinya dan segalamiliknya untuk pembayar hutangnya
18:26 Maka sujudlah hamba itu menyambah dia, katanya: Sabarlah dahulu,segala hutangku akan kulunaskan
18:27 Lalu tergerakalah hati raja oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga iamembebaskannya dan mengahapuskan hutangnya
18:28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lainyang berhuitang seratus dinar kepaanya. Ia menangkap dan mencekikkawannya itu, katanya: Bayar hutangmu
18:29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu,hutangku itu akan kulunaskan
18:30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penajrasamapai dilaunaskannya hutangnya
18:31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikansegala yang terjadi kepada tuan mereka
18:32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Haihamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkaumemohonkannya kepadaku
18:33 Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telahmengasihani engkau?
18:34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo,sampai ia melunaskan seluruh hutangnya
18:35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu,apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengansegenap hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
BAB V
PENUTUP
Pada akhir skripsi ini, penulis mengemukakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan dan ditegaskan lebih lanjut oleh setiap anggota komunitas dengan
usaha untuk menjadikan semangat saling mengampuni sebagai kekuatan dalam
membangun hidup berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus
Borromeus. Maka dalam bab ini, secara garis besar dibagi menjadi dua bagian
yaitu kesimpulan dan saran.
A. Kesimpulan
Komunitas religius pada dasarnya merupakan komunitas rohaniah
yakni orang-orang yang ingin membaktikan seluruh hidupnya kepada Tuhan
dan sesama. Komunitas hidup bakti dibangun atas dasar semangat, kharisma
dan latar belakang sosial budaya yang berbeda namun disatukan oleh satu cita-
cita yang sama. Dengan demikian berdasarkan kenyataan ini menyadari akan
panggilan yang sama dari setiap anggota, kongregasi CB mempunyai cara
untuk berjuang dalam membangun persaudaraan yang sehati dan sejiwa dalam
komunitas dengan keterbukaan untuk saling mengampuni dalam mewujudkan
visi misi komunitas yaitu demi terwjudnya Kerajaan Allah. Kongregasi CB
menanggapi undangan Gereja dengan membangun hidup berkomunitas sebagai
sekolah cinta, berdasarkan kharisma, visi dan misi Kongregasi sebagai saksi
cinta bagi dunia dengan karya-karya yang dipercayakan oleh Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Pengampunan untuk membangun hidup berkomunitas merupakan
kebutuhan mendasar bagi setiap orang dalam membangun relasi dengan
sesama. Hal ini merupakan landasan yang kokoh kuat, yang perlu dibangun
dalam diri masing-masing pribadi agar cita-cita untuk hidup damai, tenteram
dan penuh persaudaraan terwujud dalam kebersamaan. Dengan mengampuni
orang menjadi bebas untuk menempuh jalan yang memungkinkan
perkembangan yang sejati menuju kematangan pribadi yang dewasa.
Mengampuni dan tindak pendamaian berkaitan erat dengan sikap saling
mencintai dan dicintai. Oleh karena itu, dengan mengampuni orang akan
memiliki kesadaran diri bahwa setiap orang pantas dicintai dan mencintai,
bahwa Tuhan adalah maha cinta dan sesama juga memiliki hak untuk mencintai
dan dicintai merupakan modal dasar yang sangat berharga bagi setiap orang
untuk mengampuni dirinya dan orang lain. Kesulitan untuk mengampuni
merupakan nilai bersama yang harus dapat diterima dan ditanggung bersama
serta diperjuangkan dalam panggilan mengikuti Dia.
Ungkapan Yesus, saat ditanya oleh Petrus (Mat: 21-22) “Tuhan,
sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia bersalah
kepadaku? Sampai tujuh kali?” Yesus menjawab, “Bukan sampai tujuh kali,
melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh. ”Ini menunjukan bahwa
pengampunan itu tiada batasnya. Kristus sedemikian mengasihi bukan karena
orang tersebut sedemikian berharga atau berjasa, tetapi karena kasih
pengampunan-Nya yang berlimpah ruah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Komunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus
menanggapi panggilan Allah dengan rela dan mau bersatu untuk hidup bersama
dengan para suster yang lain mengupayakan untuk membangun komunitas yang
rekonsiliatif. Selanjutnya kesaksian kasih yang diwujudkan dengan sesama
suster dalam komunitas dapat diwujudkan kerelaan hidup bersama, saling
membantu, saling memperhatikan, saling menerima kelebihan dan kekurangan
yang akhirnya mengambil pada sikap saling mengampuni satu sama lain seperti
yang diteladankan oleh Yesus (Mat 18:22).
Katekese merupakan salah satu usaha untuk membantu meningkatkan
semangat pengampunan dalam membangun hidup berkomunitas Suster-suster
Cintakasih Santo Carolus Borromeus.
Melalui katekese umat beriman menerima pengajaran dan
pendewasaan untuk semakin mengenal dan mantap menerima pribadi Kristus
sebagai Tuhan serta semakin berani menyerahkan diri sutuhnya kepada Yesus
yang diimani dan diyakini sebagai tumpuan hidup. Katekese membantu
membuka hati untuk terus-menerus mengusahakan pertobatan hati yang jujur
dan mengenal Yesus lebih dekat dengan seluruh misteri hidup-Nya dalam Injil
Dengan demikian bahwa setiap suster diharapkan semakin mengalami
pertumbuhan dan perkembangan iman yang dewasa serta tumbuh kesadaran
untuk mengembangkan nilai-nilai Kristiani antara lain dengan saling
mengampuni dalam hidup berkomunitas sebagai Suster-suster Cintakasih Santo
Carolus Borromeus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Di dalam Gereja terdapat berbagai macam model katekese yang dapat
digunakan untuk mendewasakan iman umat. Dari berbagai model katekese
yang ada, penulis memilih salah satu model yaitu katekese Shared Cristian
Praxis (SCP) sebagai upaya yang ditempuh untuk membantu para suster CB
dalam membangun hidup berkomunitas yang rekonsiliatif. Model katekese
Shared Christian Praxis (SCP) ini lebih pada menekankan pengalaman konkret
yang menjadi keprihatinan sekelompok orang. Model katekese ini bersifat
dialogal partisipatif yang bermaksud mendorong para peserta untuk
mengkonfrontasikan pengalaman hidupnya dengan pengalaman tradisi Kristiani
yang terdapat dalam Kitab Suci dan ajaran-ajaran Gereja.
B. Saran
Hidup bersama dibangun atas dasar teladan komunitas Gereja purba
yaitu semua anggota sehati sejiwa untuk mewartakan Allah sesuai dengan
teladan-Nya melalui doa-Nya, amanat-Nya dan terutama wafat-Nya sebagai
sumber perdamaian. Dengan demikian bahwa komunitas merupakan suatu
anugerah sekaligus tugas kewajiban. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam
menghayati cita-cita persatuan sebagai (“communio”) tidak dapat dihindari,
akan tetapi justru dalam menghadapi tantangan komunitas menjadi ruang
istimewa tempat pembinaan nilai-nilai Kristiani yang otentik seperti
kerendahan hati, cinta dan pelayanan yang tidak berpusat pada diri sendiri,
kesabaran dan pengorbanan dapat terlaksana. Tidak perlu dikatakan, dukungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
yang saling diberikan, saling mendengarkan dan menemani, perubahan dan
pengampunan yang muncul setelah saat-saat konflik dan kesalah-pahaman,
semua itu memberikan kesempatan bagi perkembangan menuju kematangan
dan kekayaan cinta serta iman. Untuk itu penulis menawarkan beberapa saran
berkaitan dengan skripsi ini dengan tujuan membantu pemahaman akan hidup
berkomunitas Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus secara utuh
dan dapat diwujudkan dalam hidup dan karya perutusan masing-masing.
1. Menjadikan Allah sebagai pusat hidup berkomunitas dengan membina relasi
personal dengan Yesus yang tersalib melalui kontemplasi, refleksi, dan
diskresi sehingga mampu mengembangkan budaya pengampunan dan
kesetaraan sebagai orang yang terpanggil untuk membangun komunitas
religius dalam situasi dunia yang terus berkembang.
2. Sebagai anggota religius CB dipanggil dan diundang oleh Allah melalui
Gereja untuk mengembangkan komunitas dengan berbelarasa sesuai dengan
spiritualitas kongregasi untuk mencintai mereka yang kecil, lemah, miskin
dan tersingkir sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah.
3. Membangun hidup berkomunitas tidaklah mudah. Oleh karena itu perlu
memiliki semangat pengampunan untuk membangun budaya rekonsiliasi
sehingga menjadi komunitas yang pengampun.
4. Ekaristi sebagai pusat hidup dan sumber kekuatan dalam seluruh perjalanan
hidup panggilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
5. Setiap anggota perlu mendalami Konstitusi sebagai pedoman hidup dalam
menghayati spiritualitas kongregasi yang dapat memberi kekuatan untuk
menanggung kelemahan manusiawi dalam hidup bersama sebagai
komunitas.
6. Perlunya pertobatan yang terus-menerus dalam membangun hidup bersama
sehingga mendorong setiap pribadi untuk mampu menerima sesama dengan
seluruh kelemahan dan kekurangannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
DAFTAR PUSTAKA
Ardas, (2001-2005). Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang
CB. (2005). Kapitel Umum dan dan Kapitel Provinsi____. (2011). Kapitel Umum. Maastricht.____. (2004). Konstitusi beserta Direktorium Kongregasi Suster-suster
Cinta Kasih St. Carolus Borromeus.Darminta, J (1982). Berbagai Segi Penghayatan Hidup Religius Sehari-
hari. Cetakan ke-1,Yogyakarta: Kanisius_____. (1981). Persembahanku Cintaku. Seri Ikhrar 10, Yogyakarta:
Kanisius_____. (1993). Tumbuh dalam Roh Panduan Pemeriksaan Batin Dari Hari
ke Hari. Seri Spiritualitas Kristen. Yogyakarta: Kanisius_____. (2003). Mencitrakan Hidup Religius.Komisi Pemimpin Umum
Tarekat Religius Awam. Yogyakarta: Kanisius._____. (1997). Sabda di Bukit.Konstitusi Hidup Kerajaan Allah.
Yogyakarta: Kanisius._____. (1993). Mengubah tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Kanisius._____. (2010). Diktat Perspektif Hati dalam Pendidikan Etika. Pusat
Spiritualitas Girisonta_____. (2008).Membangun Komunitas Formatif. Yogkarta: Kanisius._____. (2008). Bentuk-Bentuk Komunitas. Yogyakarta: Kanisius._____. (2008). Landasan Hidup Berkomunitas. Yogyakarta: Kansius._____. (2008). Komunitas dan Karya. Yogyakarta: Kanisius._____. (2008). Menyongsong Hidup Baru. Yogyakarta: Kanisius_____. (2000). Yesus Sang Pendoa. Rohani, hal 37.Driscol (2002). Sekolah Cinta. Rohani, hal 38.Dewanto, (2006) Berdamai dengan Allah. Rohani, hal 145.Dennis, (1981). Penyembuhan luka-luka batin. Yogyakrta: Kanisius.Harjawiyata, Frans. (1983). Bentuk-bentuk Hidup Religius. Seri Hidup
Dalam Roh 6. Cetakan ke-2, Yogyakarta: Kanisius______. (2014). Belajar Mencintai dengan Tulus. Utusan, hal. 21Jacobs, Tom. (1985). Buah Renungan. Yogyakarta: Kansius.__________. (1985). Sikap Dasar Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.Joyce. (1987). Kaul Harta Melimpah dalam Bejana Tanah Liat.
Yogyakarta: Kanisius.KWI, (1996) Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta:
Kanisius.KGK, (1995). Katekismus Gereja Katolik, hal. 711Louf, Andre. Hidup di dalam Komunitas. Seri Gedono no.1Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Jakarta. Komisi Kateketik KWI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Moi dkk. (2012) Meraih Kelimpahan Hidup. Bajawa Press, YogyakartaMartasudjita.E. (1999) Komunitas Peziarah.. Yogyakarta: Kanisius_________. (2001). Komunitas Transformatif . Yogyakarta: KanisiusMuller. Geiko (1999). Pengampunan Membebaskan. Ende, ArnoldusMeninger, (1999). Pribadi Menjadi Utuh. Yogyakarta: Kanisius.Mujiran, (1996). Hidup Berkomunitas dan Kedekatan Manusia kepada
Nafsu. Rohani, hal. 267Nouwen, J.M. Henri. (1995). Kembalinya Si Anak Hilang. Membangun
Sikap Kebapaan, Persaudaraan dan Keputraan.Yogyakarta: Kanisius.
______. (1998). Yang Terluka Yang Menyembuhkan.Pelayanan dalamMasyarakat Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Ola Tukan. (1995). Hidup Religius, Simbol Pemihakan Allah. Rohani, hal.196-201).
Prasetyo, M. (1982). Ciri Khas Komunitas Hidup Kristiani.Seri PastoralNo.77.Pusat Pastoral Yogyakarta.
Paul, Birt Mary. (1979). Hidup Dalam Pengampunan Setiap Saat. Jakarta:Yayasan Pekabaran Injil. “Immauel”.
Riyanto, (2004). Mukjizat Pengampunan untuk Hidup Damai danSejahtera. Yogyakarta: Kanisius.
Richard. (2000). Ekaristi dan Pengampunan. Rohani, hal. 24-25.Smedes, B. (1991). Memaafkan Kekuatan Yang Membebaskan. Cetakan
ke-1, Yogyakarta: Kanisius.Suharyo, I. Mgr., (Ed.). (1998). Komunitas Alternatif Hidup Bersama
Menebar Kasih. Cetakan ke-1,Yogyakarta: Kanisius.Sumarno, (2013). Diktat Mata Kuliah semester VI Prodi IPPAK,
Universitas Sanata Dharma. Program PengalamanPendidikan Agama Katolik.
Suparno, (2002). Dasar Hidup Bersama. Rohani, hal. 32-33.Setyakarjana, (1997). Arah Katekese Di Indonesia. Pusat Kateketik
Yogyakarta.Soenarjo, (1984). Kepemimpinan Biara. Yogyakarta: Kanisius.Suhardiyanto. HJ. (2008). Sejarah Pendidikan Agama kuliah semester IV,
Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.Sujoko, (1986). Kebersamaan dan Kesatuan. Rohani, hal. 302-303Suwito, (2006). Pengampunan sebagai proses memiliki kemerdekaan sejati
dalam Roh. Rohani 2000, hal 4-5.Tukan Peter, (1986). Hidup Komunitas dan Merasul. Rohani, hal. 323.__________. (1986). Hidup Berkomunitas Merasul: Bagai Mendayung di
Tengah Gelombang. Rohani, hal 318Yohanes Paulus II, Paus. (1996). Vita Consecrata. (Hidup Bakti): Anjuran
Apostolik tentang Hidup Bakti bagi Para Religius. (R.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen. KWI. (SeriDokumen Gerejawi No.51).
Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Catechesi Trandendae. AnjuranApostolik kepada para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman,tentang katekese masa kini. (R. Hardawiryana, Penerjemah).
Yohanes Paulus II, Paus. (2001). Novo Mellennio Ineunte. Surat Apostolikkepada para Uskup, para Imam dan para Diakon, para Religius priamaupun Wanita dan segenap umat beriman awam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
PENGAMPUNAN MENYEMBUHKAN
1500 Ceritera Bermakna Penerbit Obor (1999) Hal.111. No 1191
(Frank Mihalic, SVD)
Seorang gadis dirawat selama beberapa bulan karena menderita
anemia, namun tidak ada kemajuan berarti. Dokter yang merawatnya
memutuskan untuk mengirimnya ke sebuah sanatorium yang jauh letaknya.
Hal pertama yang dialaminya di sana, ialah pemeriksaan fisikyang
lengkap. Dokter pemeriksa fisiknya menemukan bahwa kondisi darahnya
terhitung sangat normal. Dokter tersebut melakukan ulang dan ia tidak yakin
pada apa yang dilihatnya. Maka ia memanggil gadis itu dan menanyakan
kepadanya,” adakah sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu semenjak
pemeriksaanmu yang terakhir?”
Ya,” katanya. “Sekonyong-konyong saya dapat mengampuni
seseorang yang membuat saya sangat menderita suatu dendam yang membara
sepanjang hidup kepadanya. Pada saat itu, saya merasa ada perubahan
menyeluruh dalam diriku”.
Maka sekarang dokter memahami persoalannya. Sikap batin gadis itu telah
berubah, dan kondisi darahnya pun dengan sendirinya berubah.
Marah terhadap seseorang dapat menjadi kebodohan, karena orang lain
mungkin tidak menyadari sama sekali kebencianmu itu. maka, satu-satunya
yang paling disakiti adalah diri kita sendiri.
(1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Matius 18:21-35 Perumpamaan tentang Pengampunan
18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampaiberapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosaterhadap aku? sampai tujuh kali?”
18:22 Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukanamapai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali
18:23 Sebab hal kerajaan surga seumpama seorang raja yang hendakmengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya
18:24 Setelah ia mulai dengan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanyaseorang yang berhutang sepuluh ribu talenta
18:25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itumemerintahkan suapaya ia dijual beserta anak istrinya dan segalamiliknya untuk pembayar hutangnya
18:26 Maka sujudlah hamba itu menyambah dia, katanya: Sabarlah dahulu,segala hutangku akan kulunaskan
18:27 Lalu tergerakalah hati raja oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga iamembebaskannya dan mengahapuskan hutangnya
18:28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lainyang berhuitang seratus dinar kepaanya. Ia menangkap dan mencekikkawannya itu, katanya: Bayar hutangmu
18:29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu,hutangku itu akan kulunaskan
18:30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penajrasamapai dilaunaskannya hutangnya
18:31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikansegala yang terjadi kepada tuan mereka
18:32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Haihamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkaumemohonkannya kepadaku
18:33 Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telahmengasihani engkau?
18:34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo,sampai ia melunaskan seluruh hutangnya
18:35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu,apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengansegenap hati.
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI