perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 bab ii

43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dalam cabang olahraga atletik. Lompat jauh adalah gerakan melompat yang menggunakan tumpuan dengan satu kaki yang bertujuan untuk mencapai jarak yang sejauh jauhnya. Dalam hal ini Aip Syarifuddin (1992:90) mengemukakan bahwa : Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh jauhnya. Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakan. Untuk mendapatkan hasil lompatan yang maksimal harus diawali dengan berlari dengan kecepatan yang maksimal. Selanjutnya menolak sekuat kuatnya dengan menggunakan salah satu kaki. Karena lari dengan kecepatan maksimal dan tolakan dengan kekuatan tinggi akan mendapat keuntungan berupa dorongan ke depan pada saat badan terangkat ke atas. Pada lompat jauh menurut Soegito (1992:39) terdapat tiga macam gaya, antara lain: ”1) Gaya jongkok di udara (sit down in the air) 2) Gaya bergantung di udara (hanging in the air) 3) Gaya berjalan di udara (walking in the air)Tujuan dari lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh jauhnya. Untuk dapat mencapai jarak lompatan yang maksimal, sangat diperlukan penguasaan teknik dan kondisi fisik yang baik. Gunter Bernhard (1993:45) berpendapat bahwa: Unsur unsur dasar bagi suatu prestasi dalam lompat jauh dan pembangunannya adalah: a. Faktor faktor kondisi: kecepatan, tenaga lompat dan tujuan yang diarahkan kepada keterampilan. 7

Upload: tranhanh

Post on 12-Jan-2017

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Lompat Jauh

Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dalam cabang

olahraga atletik. Lompat jauh adalah gerakan melompat yang menggunakan

tumpuan dengan satu kaki yang bertujuan untuk mencapai jarak yang sejauh –

jauhnya. Dalam hal ini Aip Syarifuddin (1992:90) mengemukakan bahwa :

Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke

atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama

mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan

dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak

yang sejauh – jauhnya.

Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau

tolakan. Untuk mendapatkan hasil lompatan yang maksimal harus diawali

dengan berlari dengan kecepatan yang maksimal. Selanjutnya menolak sekuat

– kuatnya dengan menggunakan salah satu kaki. Karena lari dengan kecepatan

maksimal dan tolakan dengan kekuatan tinggi akan mendapat keuntungan

berupa dorongan ke depan pada saat badan terangkat ke atas. Pada lompat jauh

menurut Soegito (1992:39) terdapat tiga macam gaya, antara lain:

”1) Gaya jongkok di udara (sit down in the air)

2) Gaya bergantung di udara (hanging in the air)

3) Gaya berjalan di udara (walking in the air)”

Tujuan dari lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan yang

sejauh – jauhnya. Untuk dapat mencapai jarak lompatan yang maksimal, sangat

diperlukan penguasaan teknik dan kondisi fisik yang baik. Gunter Bernhard

(1993:45) berpendapat bahwa:

Unsur – unsur dasar bagi suatu prestasi dalam lompat jauh dan

pembangunannya adalah:

a. Faktor – faktor kondisi: kecepatan, tenaga lompat dan tujuan yang

diarahkan kepada keterampilan.

7

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

b. Faktor – faktor teknik: ancang – ancang, persiapan lompat dan

perpindahan, fase melayang dan pendaratan.

Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa secara garis

besar faktor – faktor yang menentukan terhadap kemampuan lompat jauh

adalah faktor teknik dan kondisi fisik. Untuk mencapai prestasi yang maksimal

dalam lompat jauh, unsur – unsur tersebut harus dikembangkan melalui latihan

secara intensif dengan berdasarkan pada prinsip latihan yang benar.

a. Faktor Kondisi Fisik yang Mempengaruhi Kemampuan Lompat Jauh

Dalam olahraga khususnya lompat jauh, disamping memiliki

kemampuan teknik yang baik, juga harus mempunyai kondisi fisik yang

baik pula. M. Sajoto (1995:8) mengatakan bahwa, ”Kondisi fisik adalah

suatu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan prestasi

seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak

dapat ditunda atau ditawar – tawar lagi”. Kondisi fisik sebagai modal dasar

yang dapat dijadikan sebagai syarat untuk melakukan lompatan dengan

jarak yang semaksimal mungkin.

Unsur fisik yang diperlukan untuk masing – masing olahraga tidak

sama, sesuai dengan karakteristik dari olahraga tersebut. Demikian juga

unsur fisik yang diperlukan untuk mencapai prestasi dalam nomor lompat

jauh, tidak sama dengan nomor olahraga yang lain. Unsur kondisi fisik yang

harus dimiliki oleh pelompat jauh menurut Tamsir Riyadi (1985:95) antara

lain adalah ”daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan,

koordinasi”.

Dari berbagai unsur kondisi fisik tersebut, unsur yang paling

menentukan terhadap pencapaian prestasi dalam lompat jauh adalah

kecepatan lari dan daya ledak otot tungkai. Hal ini sesuai dengan pendapat

Jess Jarver (1986:32) yang mengatakan bahwa: ”jauhnya lompatan

tergantung pada kecepatan lari, kekuatan dan percepatan pada saat take off

(memindahkan kecepatan horisontal ke gerakan bersudut)”. Dalam upaya

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

untuk meningkatkan prestasi dalam lompat jauh, maka kecepatan dan daya

ledak otot tungkai pelompat harus ditingkatkan.

Dalam lompat jauh, power otot tungkai sangat besar peranannya

dalam memperoleh prestasi yang maksimal. Bahkan dapat dikatakan bahwa

power otot tungkai merupakan kondisi fisik yang utama dalam lompat jauh.

Dengan otot tungkai yang kuat, maka akan berpengaruh terhadap daya

eksplosif otot tungkai dalam tolakan untuk mendapatkan dorongan yang

lebih besar apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki otot tungkai

yang lemah.

Gerak explosif power dapat dilihat pada seorang pelompat jauh saat

menolakkan kaki tumpu sekuat mungkin pada balok tumpu dalam waktu

yang singkat untuk dapat mengangkat tubuh naik ke depan secara parabola,

serta dapat memperoleh jangkauan lompatan yang lebih jauh. Semakin besar

daya ledak otot tungkai dalam melakukan tumpuan atau tolakan, maka akan

memperoleh tekanan atau tolakan yang sama besarnya dan perlawanan

arahnya, sehingga dapat memperoleh jarak lompatan yang jauh.

b. Tehnik Lompat Jauh Gaya Jongkok

Teknik merupakan unsur yang sangat penting yang harus dikuasai

agar dapat berprestasi dalam olahraga termasuk lompat jauh. Penguasaan

teknik yang baik akan memberikan keuntungan dan kegunaan dengan

terjadinya efisiensi dan efektifitas gerakan untuk mencapai hasil yang

optimal. Penguasaan teknik yang baik juga akan dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya cedera, memberi perasaan lebih mantap dan

percaya diri dalam penampilan.

Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang terdiri dari lari

awalan, tumpuan pada papan tumpu, melayang di udara dan pendaratan

pada bak lompat. Yusuf Adisasmita (1992:65) menyatakan bahwa: ”lompat

jauh terdiri dari unsur – unsur awalan, tumpuan, melayang di udara dan cara

melakukan pendaratan”.

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Dari beberapa uraian dapat disimpulkan bahwa teknik dasar yang

ada dalam lompat jauh terdiri dari empat tahap, yaitu awalan (ancang –

ancang), tolakan (take off), melayang di udara dan pendaratan (landing).

Gerakan – gerakan dalam lompat jauh tersebut merupakan suatu rangkaian

yang harus dilakukan secara harmonis, tidak terputus – putus atau secara

berurutan di dalam pelaksanaannya. Unsur – unsur teknik lompat jauh

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Awalan

Tujuan dari awalan yaitu untuk mendapatkan kecepatan yang

maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi

yang optimum untuk tolakan. Awalan dalam lompat jauh dilakukan

dengan berlari secepat – cepatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Soegito (1992:36) yang menyatakan bahwa, ”Kecepatan waktu

mengambil awalan untuk lompat jauh harus sama dengan lari jarak

pendek”.

Pelompat harus lari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan

penuh dapat dicapai sesaat sebelum salah satu kaki menumpu. Kecepatan

yang tinggi dalam melakukan awalan akan mendapatkan dorongan ke

depan yang lebih besar saat badan melayang di udara. Jarak kira – kira 3

atau 4 langkah sebelum sampai di balok tumpuan, dengan tanpa

mengurangi kecepatan pelompat harus dapat berkonsentrasi untuk

melakukan tumpuan dengan kuat. Menurut Soegito (1992:36) rangkaian

cara dalam mengambil awalan sebagai berikut:

a. Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasi

sejenak.

b. Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok

tumpuan.

c. Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada

tumpuan tanpa mengurangi kecepatan.

d. Pada saat melakukan tumpuan, badan agak condong ke belakang.

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Di dalam awalan lompat jauh terdapat suatu gerakan lari yang

tujuannya memperoleh jarak lompatan yang maksimal. Lari tersebut

harus mencapai kecepatan maksimal jika ingin memperoleh jarak yang

maksimal. Kecepatan maksimal dalam lari di lompat jauh yaitu pada

jarak 30-40 meter, tetapi sebagian banyak pelompat sering menggunakan

jarak 30 meter untuk memperoleh keepatan maksimal.

Pelaksanaan awalan dalam lompat jauh dapat dilihat pada

gambar berikut ini:

Gambar 1. Awalan Lompat Jauh

(Soegito, 1992:37)

Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan simultan dan

dengan kecepatan yang maksimal. Jarak atau panjangnya awalan

merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhitungkan.

Panjangnya awalan dalam lompat jauh yaitu kira – kira 30 – 40 meter

dari balok tumpuan.

2) Tumpuan

Tumpuan merupakan gerak lanjutan dari kecepatan lari yang

maksimal. Tumpuan dalam lompat jauh adalah menjejakkan salah satu

kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk

mendapatkan tumpuan yang baik. Tujuan gerakan tumpuan ini adalah

untuk merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan.

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Tamsir Riyadi (1985:96) tehnik menumpu pada lompat jauh

sebagai berikut:

1) Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat.

2) Sesaat akan bertumpu sikap badan agak condong ke belakang

(jangan berlebihan) untuk membantu timbulnya lambungan

yang lebih baik (sekitar 45°).

3) Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan.

4) Saat bertumpu kedua lengan ikut serta diayunkan ke depan atas.

Pandangan ke depan atas (jangan melihat ke bawah).

5) Pada kaki ayun (kanan) diangkat ke depan setinggi pinggul

dalam posisi lutut ditekuk.

Teknik bertumpu pada balok tumpuan harus dilakukan dalam

tempo yang cepat dan tepat. Dimana tumit bertumpu lebih dahulu baru

diteruskan ke seluruh telapak kaki. Pandangan tetap ke depan. Teknik

gerakan melompat dilakukan dengan mengayunkan kaki setinggi

mungkin ke depan atas dan dengan bantuan ayunan kedua lengan ke atas

agar seluruh badan terangkat ke atas. Cara bertumpu pada balok tumpuan

harus kuat. Tumit bertumpu lebih dahulu diteruskan dengan seluruh

telapak kaki. Pandangan mata tetap lurus ke depan agak ke atas, tidak

menunduk melihat balok tumpuan. Pelompat jauh yang baik harus

mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan berkonsentrasi pada

gerakan berikut yang harus dilakukannya, yaitu gerakan melayang di

udara. Sudut lompatan yang baik pada saat melayang di udara adalah ±

45°.

Gambar 2. Tumpuan Lompat Jauh

(Soegito, 1992:38)

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

3) Saat Melayang Di Udara

Pada saat badan melayang di udara diusahakan membuat

gerakan sesuai dengan kemampuan, hal ini bertujuan untuk menambah

jarak jangkauan. Sikap pada saat melayang adalah sikap setelah gerakan

lompatan dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi ke atas. Pada tahap

melayang, pelompat harus berusaha untuk dapat mempertahankan diri

supaya tidak cepat jatuh ke tanah. Karena pada saat melayang diperlukan

keseimbangan tubuh yang baik untuk mempersiapkan pendaratan. Jonath

U. et all (1987:200) menyatakan: ”Pada fase melayang bertujuan untuk

menjaga keseimbangan dan mempersiakan pendaratan”.

Pada saat itu keseimbangan harus dijaga jangan sampai terjatuh,

bahkan kalau mungkin harus diusahakan membuat sikap atau gerakan

untuk menambah jarak jangkauan lompatan. Menurut Soegito (1992:39)

menyatakan bahwa: ”Dalam mengambil sikap di udara adalah dalam

melakukan gaya jongkok di udara, sikap melayang ini adalah sikap

seolah – olah berjongkok di udara”. Secara lebih jelas, bentuk gerakan

saat melayang di udara pada lompat jauh gaya jongkok dapat dilihat pada

gambar:

Gambar 3. Melayang di Udara Pada Lompat Jauh Gaya Jongkok

(Soegito, 1992:40)

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

4) Mendarat

Pada waktu badan akan mendarat kedua tungkai diluruskan ke

depan dan rapat, kedua lengan diayunkan ke depan bersamaan dengan

membungkukkan badan ke depan. Pada saat jatuh di bak lompat,

diusahakan jatuh pada kedua ujung kaki dan sejajar. Perlu dijaga agar

dalam pendaratan jangan jatuh pada bagian pantat terlebih dahulu.

Setelah mendarat dengan segera tubuh dibawa ke depan, agar tidak jatuh

ke belakang. Soegito (1992:41) mengemukakan mengenai hal – hal yang

perlu diperhatikan dalam pendaratan sebagai berikut:

1. Pada saat badan akan jatuh ke tanah lakukan gerakan pendaratan

sebagai berikut:

a. Luruskan kedua kaki ke depan

b. Rapatkan kedua kaki

c. Bungkukkan badan ke depan

d. Ayunkan kedua tangan ke depan

e. Berat badan dibawa ke depan

2. Pada saat jatuh di tanah atau mendarat:

a. Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar

b. Segera lipat kedua lutut

c. Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah

arah belakang

Untuk lebih jelasnya, pelaksanaan teknik pendaratan tersebut

dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4. Pendaratan Dalam Lompat Jauh

(Soegito, 1992:42)

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

2. Latihan

a. Hakikat Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan latihan Sudjarwo

(1993) menyatakan, “Latihan adalah suatu proses yang sistematis secara

berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan beban

latihan” (hlm. 14).

Latihan yang sistematis adalah program latihan direncanakan secara

matang, dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan, dan

evaluasi sesuai dengan alat yang benar. Penyajian materi harus dilakukan

dari materi yang paling mudah ke arah materi yang paling sukar, dari materi

yang sederhana mengarah kepada materi yang paling kompleks.

Latihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya latihan

harus dilakukan minimal tiga kali dalam seminggu. Dengan pengulangan ini

diharapkan gerakan yang pada saat awal latihan dirasakan sukar dilakukan,

pada tahap-tahap berikutnya akan menjadi lebih mudah dilakukan.

Beban latihan harus meningkat maksudnya, penambahan jumlah

beban latihan harus dilakukan secara periodik, sesuai dengan prinsip-prinsip

latihan, dan tidak harus dilakukan pada stiap kali latihan, namun tambahan

beban harus segara dilakukan ketika atlet merasakan latihan yang

dilaksanakan terasa ringan.

b. Tujuan Latihan

Latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang

sistematis dan kontinyu, dilakukan dalam waktu yang lama dan secara

berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Russel R. Pate.,

BruceMc. Clenaghan & Robert Rotella (1993) tujuan akhir latihan yaitu,

“Untuk meningkatkan penampilan olahraga”(hlm. 317). Menurut Yusuf

Adisasmita & Aip Syarifuddin (1996) bahwa, “Tujuan utama latihan

adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

olahraganya semaksimal mungkin” (hlm.126). Sedangkan Bompa (1990)

menyatakan tujuan umum latihan yaitu:

1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara

multiralteral.

2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik

yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang

ditekuni.

3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari

cabang olahraganya.

4) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun

strategi yang diperlukan.

5) Untuk mengelola kualitas kemauan.

6) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu

maupun tim secara optimal.

7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit.

8) Untuk pencegahan cidera.

9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori (hlm. 4).

Tujuan umum latihan pada prinsipnya sangat luas. Namun hal yang

utama dari latihan olahraga prestasi yaitu, untuk meningkatkan keterampilan

dan mencapai prestasi setinggi mungkin dari atlit yang berlatih.Untuk

mencapai tujuan tersebut, ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam

latihan yaitu, “(1) Latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik dan, (4)

latihan mental (Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin, 1996: 126-127). Dari

keempat aspek tersebut saling berkaitan antara aspek yang satu dengan

aspek yang lainnya.Untuk mencapai tujuan latihan, maka perlu diterapkan

metode latihan yang tepat.

c. Prinsip-Prinsip Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratrur guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka

harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut

Sudjarwo (1993) prinsip-prinsip latihan di antaranya: “(1) Prinsip individu,

(2) Prinsip penambahan beban, (3) Prinsip interval, (4) Prinsip penekanan

beban (stress), (5) Prinsip makanan baik dan, (6) Prinsip latihan sepanjang

tahun” (hlm.21-23).

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Prinsip-prinsip latihan tersebut sangat penting untuk diperhatikan

dalam latihan. Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-

prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Untuk lebih

jelasnya prinsip-prinsip latihan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Prinsip Individu

Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan

latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih.

Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat

kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena

perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan.

Menurut Andi Suhendro (1999) bahwa, “Prinsip individual merupakan

salah satu syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini

harus diterapkan kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki

prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan

kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat

tercapai”(hlm. 3.15).

Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang

diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan

kondisi setiap atlet. Sudjarwo (1993) menyatakan, “Pemberian beban

latihan harus selalu mengingat kemampuan dan kondisi masing-masing

atlet. Faktor-faktor individu yang harus mendapat perhatian misalnya

tingkat ketangkasan atlet, umur atau lamanya berlatih, kesehatan dan

kesegaran jasmani serta psychologis”(hlm. 21).

2) Prinsip Penambahan Beban (Over Load Principle)

Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang

pelatih dan atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang

mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja.

Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan

berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu di atas dari beban latihan

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999) menyatakan, “Seorang

atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan

mengabaikan prinsip beban lebih” (hlm. 37).

Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan

beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban

latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet,

tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau

dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit.

3) Prinsip Interval

Interval atau istirahat merupakan bagian penting dalam latihan. Hal

ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi atlet. Berkaitan dengan prinsip

interval Sudjarwo (1993) menyatakan, “Latihan secara interval adalah

merupakan serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu

(interval). Faktor istirahat (interval) haruslah diperhatikan setelah jasmani

melakukan kerja berat akibat latihan” (hlm. 22).

Istirahat atau interval merupakan factor yang harus diperhatikan

dalam latihan. Kelelahan akibat dari latihan harus diberi istirahat. Dengan

istirahat akan memulihkan kondisi atlet, sehingga untuk melakukan

latihan berikutnya kondisinya akan lebih baik.

4) Prinsip Penekanan Beban (Stress)

Pemberian beban latihan pada suatu saat harus dilaksanakan

dengan tekanan yang berat atau bahkan dapat dikatakan membuat atlet

stress. Penekanan beban latihan harus sampai menimbulkan kelelahan

secara sungguh-sungguh, baik kelelahan local maupun kelelahan total

jasmani dan rokhani atlet. Dengan waktu tertentu serta beban latihan

dengan intensitas maksimal akan berakibat timbulnya kelelahan lokal

yaitu otot-otot tertentu atau pun fungsi organisme. Kelelahan total

disebabkan adanya beban latihan dengan volume yang besar, serta

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

intensitasnya maksimal dengan waktu yang cukup lama. Prinsip

penekanan beban (stress) diberikan guna meningkatkan kemampuan

organisme, penggemblengan mental yang sangat diperlukan untuk

menghadapi pertandingan-pertandingan.

5) Prinsip Latihan Sepanjang Tahun

Pencapaian prestasi yang tinggi dibutuhkan latihan yang teratur

dan terprogram. Sudjarwo (1993) menyatakan, “Kembali kepada

sistematis dari latihan yang diberikan secara teratur dan ajeg serta

dilaksanakan sepanjang tahun tanpa berseling. Hal ini bukan berarti tidak

ada istirahat sama sekali, ingat akan prinsip interval”(hlm. 23). Sistematis

suatu latihan sepanjang tahun akan diketahui melalui periode-periode

latihan. Oleh karena itu, latihan sepanjang tahun harus dijabarkan dalam

periode-periode latihan. Melalui penjabaran dalam periode-periode

latihan, maka tujuan kan lebih fokus, sehingga prestasi yang tinggi dapat

dicapai.

d. Komponen-Komponen Latihan

Setiap pelatihan olahraga akan mengarah kepada sejumlah

perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, kejiwaan dan

keterampilan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu

yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban

dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas).

Semua komponen dibuat sedemikian rupa dalam berbagai model

yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang

olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan

tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan

dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah direncanakan. Cabang

olahraga yang banyak menentukan keterampilan yang tinggi termasuk tenis

lapangan, maka kompleksitas latihan merupakan hal yang sangat

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

diutamakan. Menurut Andi Suhendro (1999) komponen-komponen penting

yang harus diperhatikan dalam suatu latihan meliputi: “(1) volume latihan,

(2) intensitas latihan, (3) density atau kekerapan latihan dan, (4)

kompleksitas latihan”(hlm. 3.17).

Komponen-komponen latihan tersebut sangat penting dalam latihan

olahraga prestasi. Komponen-komponen latihan tersebut berkaitan antara

yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, komponen-komponen

latihan tersebut harus diterapkan dengan baik dan benar agar tujuan latihan

dapat tercapai. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat

diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1) Volume Latihan

Volume latihan merupakan syarat yang sangat penting untuk

mencapai kemampuan fisik yang yang lebih baik. Menurut Suharno HP

bahwa, “Volume latihan adalah isi beban latihan yang biasanya

dinyatakan dengan satuan jarak, jumlah beberapa elemen bahan latihan,

total waktu, berat beban, jumlah set dalam latihan interval”

Unsur-unsur latihan meliputi: (1) waktu atau lama latihan, (2) jarak

tempuh atau berat beban yang diangkut setiap waktu dan (3) jumlah

ulangan latihan atau unsur teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume

latihan mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan

pada saat latihan. Untuk meningkatkan kemampuan fisik, maka volume

latihan harus ditingkatkan secara berangsur-angsur (progresif).

Peningkatan beban latihan harus disesuaikan dengan perkembangan yang

dicapai. Hal ini karena, semakin tinggi kemampuan seseorang makin

besar volume latihannya, karena terdapat korelasi antara volume latihan

dan prestasi.

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan komponen kualitas latihan yang

mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu

tertentu. Semakin banyak kerja yang dilakukan, semakin tinggi

intensitasnya. Suharno HP. menyatakan, “Intensitas adalah takaran

kesungguhan pengeluaran tenaga atlet dalam melakukan aktivitas jasmani

baik dalam latihan maupun pertandingan” (1992: 15).

Intensitas latihan tercermin dari kuatnya stimuli (rangsangan)

syaraf dalam latihan. Kuatnya rangsangan tergantung dari beban,

kecepatan gerakan dan variasi interval atau istirahat antar ulangan. Antara

intensitas latihan dan volume latihan sulit untuk dipisahkan, karena

latihan selalu mengkaitkan antara kuantitas dan kualitas latihan. Untuk

mencapai hasil latihan yang baik, maka intensitas latihan yang diberikan

tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang

tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang

ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila

intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Densitas merupakan frekuensi (kekerapan) dala melakukan

serangkaian stimuli (rangsangan) harus dilakukan dalam setiap unit

waktu dalam latihan. Dalam hal ini Andi Suhendro (1999) menyatakan,

“Density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu

latihan yang dilakukan”(hlm. 3.24).

Densitas menunjukkan hubungan yang dicerminkan dalam waktu

antara aktifitas dan pemulihan (recovery) dalam latihan. Ketepatan

densitas dinilai berdasarkan perimbangan antara aktivitas dan pemulihan.

Perimbangan ini berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan

seseorang. Lama waktu isntirahat atau interval antar aktivitas tergantung

pada berbagai faktor antar alain: intensitas latihan, status kemampuan

peserta, fase latihan, serta kemampuan spesifik yang ditingkatkan.

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang

dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan

membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam

menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit,

mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan

menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap

dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu

gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks,

dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang

baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam

Bompa (1990) “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga

perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”(hlm. 28).

3. Sistem Energi Utama Lompat Jauh

Setiap melakukan aktifitas tubuh membutuhkan energi. Semakin berat

aktifitas yang dilakukan, akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan oleh

tubuh. Oleh karena itu penting untuk mengetahui bagaimana energi diproduksi,

seberapa besar energi yang dihasilkan dan berapa lama energi tersebut dapat

untuk menunjang kelangsungan aktifitas. Terutama bagi pelatih, pengetahuan

ini dapat untuk membantu dalam penyusunan program latihan.

Sebelum lebih lanjut membahas tentang energi, terlebih dahulu

membahas tentang energi itu sendiri. Menurut Merle L. Foss & Steven J.

Keteyian (1998:18) mendefinisikan, “Energi adalah kapasitas atau kemampuan

untuk melakukan pekerjaan”. Energi memberi seorang atlet kapasitas untuk

melakukan usaha. Energi adalah persyaratan untuk melakukan usaha fisik

selama pelatihan dan perlombaan. Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998 :

18) membagi energi menjadi enam bentuk, yaitu : (1) kimia, (2) mekanik, (3)

panas (kalor), (4) cahaya, (5) listrik, dan (6) nuklir. Energi dapat berubah dari

bentuk satu ke bentuk yang lain. Perubahan tersebut dinamakan “Transformasi

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

energi”. Energi yang digunakan tubuh untuk melakukan kerja dipasok dari

makanan yang kita makan, akan tetapi energi tersebut tidak dapat langsung

diserap dari makanan, melainkan harus melalui proses-proses mekanik

sehingga dihasilkan senyawa-senyawa energi yang tinggi yang dikenal sebagai

adenosine trifosfat (ATP). ATP ini akan disimpan dalam sel otot. ATP terdiri

dari satu molekul adenosine dan tiga molekul fosfat.

Energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot dilepaskan dengan

mengubah ATP energi tinggi menjadi ADP + Pi (adenosine difosfat + fosfat

anorganik). Ketika satu ikatan fosfat pecah yang menyebabkan ADP dan Pi

terpecah pula, maka energi dilepaskan. Jumlah ATP yang tersimpan di dalam

otot dibatasi, sehingga tubuh terus menerus mengisi kembali cadangan ATP

untuk melakukan aktifitas selanjutnya. Merle L. Foss & Steven J. Keteyian

(1998:18) mengungkapkan bahwa, “Hanya dari energi yang dilepaskan oleh

pemecahan ATP, sel dapat melakukan usaha khususnya”, kemudian Merle L.

Foss & Steven J. Keteyian (1998:19) menambahkan bahwa, “Energi yang

dilepaskan pada saat pemecahan ATP ini menyatakan sumber energi yang

segera dapat digunakan oleh sel otot untuk melakukan usaha”. Tubuh dapat

mengisi kembali cadangan ATP dengan salah satu dari tiga sistem energi yang

tergantung dari jenis kegiatan fisik. Dua diantaranya secara anaerob yang

berarti oksigen tidak mutlak diperlukan dalam peoses menghasilkan ATP, yaitu

sistem ATP-PC dan sistem LA. Sedangkan cara yang ketiga adalah sistem

aerobik, yaitu sistem yang membutuhkan oksigen untuk dapat menghasilkan

ATP. Jenis energi yang digunakan tergantung dari intensitas dan waktu yang

diperlukan untuk melakukan aktifitas tersebut. Estimasi waktu akan

menentukan kebutuhan energi saat melakukan aktifitas.

Ketika melakukan aktifitas, otot membutuhkan pasokan energi (ATP)

secara terus menerus, sedangkan persediaan ATP dalam otot terbatas. Untuk

dapat tetap melakukan aktiftas ATP harus selalu dihasilkan kembali. Proses-

proses pembetukan ATP menurut Soekarman (1991:9), melalui :

a. Sistem ATP-PC (Fosfagen),

b. Sistem asam laktat dan

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

c. Sistem aerobik.

Estimasi waktu dan energi yang digunakan untuk melakukan aktiftas

adalah sebagai berikut :

Berdasarkan gambaran estimasi waktu dan energi yang digunakan

untuk melakukan aktifitas di atas, intensitas latihan menjadi hal yang penting

untuk dapat membantu dalam menyusun program latihan. Perencanaan

program latihan akan lebih efektif dan efisien.

Sedangkan proses pemecahan ATP sebagai berikut :

ATP ADP + Pi + Energi

Dibackup

ATP – PC P + C + Energi (digunakan untuk resistensis ADP+P)

Lompat jauh gaya jongkok dilakukan dengan intensitas yang

maksimal, dengan power yang maksimal. Aktivitas yang dilakukan dengan

intensitas tinggi dalam waktu kurang lebih dari 10 detik menggunakan sistem

energi ATP-PC. Menurut Edward L. Fox & D. Mathews (1981:242), aktifitas

lompat jauh gaya jongkok diperkirakan menggunakan ATP-PC dan LA sebesar

98% dan LA-O2 sebesar 2 %.

a) Sistem ATP – PC (Fosfagen)

Semua energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas barasal

dari ATP. ATP dalam otot tersedia dalam jumlah yang terbatas. Namun

apabila otot terlatih untuk melakukan aktifitas maka jumlah ATP yang

tersedia akan semakin meningkat. Saat kontraksi, ATP akan pecah menjadi

ADP dan Pi yang menghasilkan pelepasan energi. Energi yang dihasilkan

ATP

ATP – PC

ATP – PC – LA

Aerob (Oksigen)

1 detik

Aktifitas antara 15-20 detik

Aktifitas antara 20 detik – 2 menit

Lebih dari 2 menit

55 % menjadi panas

45% digunakan untuk

action

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

55% berupa panas sedangkan sisanya 45% untuk melakukan kontraksi

tersebut. Apabila aktifitas/kontraksi yang dilakukan masih berlanjut maka

ATP akan habis sehingga harus dibentuk kembali. Guna memenuhi kembali

jumlah ATP perlu adanya posokan dari cadangan energi. Merle L. Foss &

Steven J. Keteyian (1998:20) menyatakan bahwa ketika cadangan habis

dalam aktivitas yang berintensitas sangat (ultra) tinggi, misalnya sprinting,

mereka tidak dapat diisi kembali secara efektif hingga pemulihan dimulai.

Oleh karena itu harus ada senyawa lain yang membatu menyediakan energi

secepat mungkin. Proses pembentukan kembali ATP ini membutuhkan

peran senyawa sederhana, yaitu PC (phosphocreatine). PC ini merupakan

senyawa sederhana sumber energi tercepat untuk menghasilkan ATP.

Soekarman (1991:12) menyatakan, bahwa “PC merupakan sumber energi

yang tercepat untuk membentuk ATP kembali”.

Proses pembentukan ATP ini dilakukan dengan memecah PC

menjadi Pi dan C (creatine) yang menghasilkan energi. Energi ini yang

digunakan untuk meresintesis ADP dan Pi untuk menjadi ATP kembali.

Proses pemecahan ini tidak memerlukan oksigen. Di dalam otot PC tersedia

dalam jumlah sangat sedikit. Akan tetapi jumlahnya dapat ditingkatkan

dengan melakukan latihan secara teratur. Hal ini berlangsung pada masa

pemulihan (recovery) dari suatu latihan/kerja, dimana energi yang

digunakan bagi resintesis ATP berasal dari pemecahan bahan-bahan

makanan. ATP dan PC disebut sistem fosfagen (phosphagensistem) karena

mengandung senyawa fosfat. Reaksi kimia dari sistem fosfagen adalah

sebagi berikut :

(Merle L. Foss & Steven J. Keteyian, 1998:20)

Pentingnya sistem fosfagen bagi performa fisik menjadi semakin

dominan. Tanpa sistem ini, gerakan yang cepat dan kuat tidak dapat

PC Pi + C + Energi

Energi + ADP + Pi ATP

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dilakukan, karena kegiatan-kegiatan ini memerlukan pasokan yang dapat

disediakan dengan cepat. Soekarman (1991:13) menyatakan bahwa olahraga

yang dilakukan dengan intensitas yang sangat tinggi seperti lari 60 meter,

dibutuhkan persediaan energi yang sangat cepat. Hal ini hanya dapat

dipenuhi oleh cadangan fosfat yang tersedia.

Soekarman (1991:13) mengemukakan juga bahwa sistem fosfagen

ini merupakan sumber energi yang dapat digunakan secara cepat yang

diperlukan untuk olahraga yang memerlukan kecepatan. Seorang pelompat

jauh hanya dapat mempertahankan kecepatan maksimum selama 6 detik,

selanjutnya kecepatan akan menurun. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff

(2009:21) berpendapat bahwa otot rangka hanya dapat menyimpan sejumlah

ATP, kehabisan energi dalam usaha berintensitas tinggi selama 10 detik,

sedangkan PCr dapat berkurang sebesar 50% sampai 70% dari nilai awal

dalam latihan berintensitas tinggi selama 5 detik dan dapat benar-benar

habis dalam merespon latihan yang kuat dan melelahkan. Sumbangan

tertinggi terhadap produksi ATP oleh PCr terjadi dalam 2 detik pertama

latihan inisiasi; sebesar 10 detik latihan, kemampuan PCr untuk memasok

ATP berkurang sebesar 50% dan dengan 30 detik latihan PCr menyumbang

sangat sedikit terhadap persediaan ATP. Pada waktu 10 detik, sumbangan

sistem glikolisis terhadap pasokan ATP mulai meningkat.

Di dalam otot tubuh simpanan PC yang jumlahnya kira-kira lima

kali lipat simpanan ATP dalam tubuh. Akan tetapi jumlah ATP tidak hanya

bergantung pada berat badan dan massa otot. Latihan yang dilakukan secara

teratur akan meningkatkan jumlah ATP dalam otot. Oleh karena itu untuk

dapat meningkatkan prestasi terutama dalam pembahasan ini adalah lompat

jauh, diperlukan suatu rancangan program latihan yang cermat sehingga

diperoleh latihan yang efektif dan efisien. Pengetahuan tentang sistem

energi terutama sistem energi dominan yang dibutuhkan dalam lompat jauh

membantu dalam penyediaan konsumsi makanan bagi para atlet. Besarnya

energi ATP yang tersedia dari sistem fosfagen dalam Merle L. Foss &

Steven J. Keteyian (1998:21) adalah :

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Tabel . Jumlah Energi ATP-PC

(Merle L. Foss & Steven J. Keteyian, 1998:21)

OTOT ATP PC

TOTAL

ATP-

PC

1. Konsentrasi Otot

a. mM/Kg otot

b. mM keseluruhan otot

2. Energi yang

digunakan

Kcal/Kg otot

Kcal keseluruhan otot

4 – 6

120– 180

0.04 – 0.06

1.2 – 1.8

15 – 17

450 – 510

0.15 – 0.17

4.5 – 5.1

19 – 23

570 – 690

0.19 – 0.23

5.7 – 6.9

Tabel di atas mengandaikan berat seseorang 70 Kg dengan berat

otot seluruhnya 30 kg, dan setiap molekul ATP dapat menghasilkan 10 Kcal

energi. Dari tabel di atas dinyatakan bahwa simpanan PC dalam otot lebih

banyak dari simpanan ATP-nya. Hal ini sesuai dengan fungsi PC, yaitu

untuk menyajikan energi bagi resintesis ATP. Simpanan fosfagen

seluruhnya (ATP + PC) dalam tubuh hanya antara 570 sampai 690 milimol

saja, yang seharga dengan 5.7 sampai 6.9 Kcal energi yang berasal dari

ATP, dan yang hanya dapat digunakan untuk kegiatan dalam waktu yang

terbatas sekali, sekitar 10 detik, missal untuk lompat jauh (Merle L. Foss &

Steven J. Keteyian, 1998:22).

Kemudian Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998 : 22)

menyatakan, bahwa sistem fosfagen merupakan sumber ATP yang tersedia

dengan cepat untuk digunakan oleh otot. Alasan yang menunjang

pernyataan tersebut ialah :

(1) ATP-PC disimpan secara langsung di dalam mekanisme kontraktil

otot,

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(2) Tidak tergantung pada reaksi kimia yang panjang, dan

(3) Tidak tergantung pada pengangkutan oksigen saat bernafas untuk

kerja otot”.

Sistem fosfagen merupakan sumber energi utama untuk aktifitas

yang berintensitas sangat tinggi, seperti lompat jauh gaya jongkok. Tudor O.

Bompa & G. Gregory Haff (2009:22) mengemukakan bahwa :

“Pengisian kembali cadangan fosfagen biasanya merupakan

sebuah proses yang sangat cepat, dengan 70 % pemulihan ATP yang terjadi

dalam waktu sekitar 30 detik dan pemulihan sempurna dalam latihan terjadi

selama 3 sampai 5 menit. Pemulihan PC memakan waktu lebih lama dengan

2 menit untuk pemulihan 84%, 4 menit untuk pemulihan 89 % dan 8 menit

untuk yang sempurna. Pemulihan fosfagen terjadi sebagian besar melalui

metabolisme aerobik. Akan tetapi, sistem glikolisis mungkin juga

menyumbang pada pemulihan kumpulan fosfagen setelah latihan yang

berintensitas tinggi”.

b) Sistem Glikolisis Anaerobik atau Sistem Asam Laktat

Ketika suatu aktifitas dilakukan terus menerus melebihi sistem

energi fosfagen, yaitu aktifitas yang berlangsung selama 20 detik – 2 menit.

Maka aktifitas tersebut membutuhkan cadangan energi yang akan dipenuhi

melalui persediaan glikogen yang ada dalam otot-otot yang aktif melakukan

kontraksi. Proses anaerob yang berlangsung dalam otot dimana terjadi

resintesis ATP dengan glikogen sebagai sumber energinya disebut dengan

proses glikolisis. Proses glikolisis merupakan proses pemecahan karbohidrat

secara tak sempurna, karena belum menggunakan oksigen dan

menghasilkan asam laktat sebagai hasil sampingan. Oleh karena

berlangsungnya proses tanpa melibatkan oksigen maka proses ini disebut

proses glikolisis anaerobik. Di dalam tubuh, semua jenis karbohidrat diubah

menjadi jenis gua sederhana, yaitu glukosa, yang dapat digunakan. Bila

berlebihan akan disimpan di dalam hati atau dalam otot sebagai glikogen,

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

yang dapat segera digunakan kemudian pada saat diperlukan. Sebagai hasil

sampingan, asam laktat bila menumpuk dankadarnya meninggi dapat

merugikan tubuh karena akan menimbulkan kelelahan. Dibandingkan

dengan sistem fosfagen, sistem glikolisis anaerob jauh lebih rumit.

Pada awalnya sebagian besar ATP dipasok dari glikolisis cepat.

Ketika aktifitas berlangsung hampir 2 menit maka pasokan ATP berasal dari

glikolisis lambat. Proses pembentukan energi glikolisis anaerobik

memerlukan proses yang lebih panjang dibandingkan dengan proses

pembentukan energi ATP-PC. Hal ini dikarenakan proses glikolisis

anaerobik harus melalui 12 macam reaksi. Soekarman (1991 : 15)

menyebutkan bahwa proses tersebut (glikolisis anaerobik) diperlukan 12

macam reaksi berurutan, sehingga pembentukan energi lewat sistem ini

berjalan lambat jika dibandingkan dengan ATP-PC. Kemudian Soekarman

menambahkan ciri-ciri glikolisis anaerobik dapat disimpulkan sebagai

berikut:

(1) Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan

kelelahan.

(2) Tidak membutuhkan oksigen.

(3) Hanya menggunakan karbohidrat.

(4) Memberikan energi untuk resintesis beberapa molekul ATP saja.

Proses glikolisis anaerobik ini menghasilkan asam laktat (LA). Jika

asam laktat yang dihasilkan melebihi kemampuan tubuh untuk mentoleransi

maka asam laktat itu akan menumpuk. Penumpukan asam laktat ini akan

mengakibatkan otot mengalami kelelahan sehingga aktifitas akan terhenti.

Glikogen diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat.

Makanan rendah karbohidrat akan berakibat pada berkurangnya cadangan

glikogen dalam otot sehingga berdampak pada aktifitas yang dilakukan,

terutama latihan yang memerlukan intensitas tinggi dan durasi yang

panjang. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009 : 23-24)

mengemukakan bahwa “Latihan aerobik dan latihan anaerobik seperti

interval sprint yang berulang-ulang dan pelatihan ketahanan dapat secara

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

signifikan mempengaruhi otot dan cadangan glikogen liver”. Aktifitas

dengan intensitas dan durasi yang tinggi akan menguras cadangan glikogen

yang ada dalam otot. Pengisian kembali atau pemulihan glikogen otot ini

memerlukan waktu yang panjang. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff

(2009:24) menjelaskan bahwa “ Setelah menyelesaikan latihan, secara

umum memerlukan waktu antara 20 – 24 jam bagi glikogen otot agar pulih

secara sempurna”. Kemudian ketika terjadi kerusakan otot atau persediaan

karbohidrat yang tidak memenuhi, maka pemulihan kembali glikogen otot

memerlukan waktu yang lebih panjang. Ini diperjelas oleh pendapat Ivy dan

rekan-rekan dalam Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009:24) bahwa “

Jika karbohidrat dikonsumsi dalam 2 hari setelah menyelesaikan latihan,

penyimpanan glikogen otot dapat meningkat 45%”. Pemahaman ini sangat

penting disaat mengikuti perlombaan, dimana waktu yang digunakan untuk

lomba sangat pendek. Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa konsumsi

karbohidrat yang cukup akan membantu menjaga performa atlet.

4. Otot Penggerak Lompat Jauh

Gerak lompat jauh ini akan dapat dilakukan dengan penguasaan

teknik lari cepat dan daya ledak yang baik. Kesempurnaan teknik lari cepat

untuk mendapatkan langkah dan daya ledak yang optimal tidak terlepas dari

otot-otot utama yang bekerja pada lompat jauh gaya jongkok.

Seperti dijelaskan oleh Hay (1993 : 400) yang menyatakan bahwa

waktu saat tungkai atlet kontak dengan permukaan tanah terutama ditentukan

oleh kecepatan dimana otot-otot tungkai topang dapat mendorong tubuh

kedepan dan kemudian kedepan dan keatas kedalam fase melayang

selanjutnya. Otot-otot utama yang berperan dalam lari cepat adalah otot-otot

extremitas bawah, yaitu :

a. Kelompok otot ekstensor

Faccioni (2004), beberapa penulis menyatakan bahwa kekuatan

disekitar sendi panggul mempunyai hubungan secara langsung pada

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

5. Latihan Pliometrik

a. Pengertian dan Tujuan Latihan Pliometrik

Pengertian latihan pliometrik tidak terlepas dari pengertian latihan

pada umumnya. Adapun pengertian latihan atau training secara umum

menurut Harsono (1988:101) adalah ”Proses yang sistematis dari berlatih

atau bekerja yang dilakukan secara berulang – ulang dengan kian hari kian

menambah beban latih44eannya atau pekerjaannya”. Adapun menurut A.

Hamidsyah Noer ( 1995:9) bahwa: ”Latihan adalah suatu proses

penyesuaian tubuh yang dilakukan dengan berulang-ulang secara sistematis

dan ajeg dengan penambahan beban secara bertahap untuk mencapai

prestasi maksimal”. Latihan dalam olahraga meliputi latihan fisik, teknik,

taktik, dan mental.

Latihan pliometrik merupakan salah satu jenis dari latihan fisik.

Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara

menyeluruh. Dalam hal ini Harsono (1988:153) menyatakan bahwa tujuan

latihan fisik adalah ”Untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan

kemampuan fungsional sistem tubuh sehingga mencapai prestasi yang lebih

baik”. Latihan pliometrik merupakan metode latihan yang bersifat khusus.

Latihan pliometrik merupakan metode latihan yang dikembangkan untuk

meningkatkan power otot. Tipe kerja dalam latihan pliometrik yaitu cepat

dan eksplosif, sehingga latihan pliometrik cocok untuk mengembangkan

power otot. Menurut Chu D.A. (1992:1) bahwa ”Pliometrik adalah latihan

yang dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan kemampuan atlet, yang

merupakan perpaduan latihan kecepatan dan kekuatan”. Perpaduan antara

kecepatan dan kekuatan merupakan perwujudan dari daya ledak otot.

b. Dasar Fisiologis Latihan Pliometrik

Tipe kerja latihan pliometrik yaitu dengan adanya kontraksi –

kontraksi otot yang dilakukan dengan cepat dan kuat. Menurut Radcliffe &

Farentinos (1985:2) bahwa ”Pliometrik mengacu pada latihan – latihan yang

ditandai dengan kontraksi – kontraksi otot yang kuat sebagai respon

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis atau peregangan otot – otot

yang terlibat”.

Gerakan – gerakan yang dilakukan dalam latihan pliometrik

bersifat refleks dan reaktif. Radcliffe & Farentinos (1985:9) menyatakan

bahwa, ”Dasar – dasar proses gerak sadar maupun tak sadar yang terlibat

dalam pliometrik adalah apa yang disebut refleks peregangan (stretch

reflex), juga disebut refleks spindle atau refleks miotatik”. Latihan dan drill

pliometrik didasarkan pada prinsip – prinsip peregangan pendahuluan (pra–

peregangan) otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon

untuk penyerapan kejutan dari tegangan awal yang dilakukan otot sewaktu

pendaratan.

Ciri khas dari latihan pliometrik adalah adanya peregangan

pendahuluan (pre-stretching) dan tegangan awal (pre-tention) pada saat

melakukan kerja. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa latihan

pliometrik merupakan latihan yang menjembatani antara kecepatan dan

kekuatan. Tipe gerakan dalam latihan pliometrik adalah cepat, kuat,

eksplosif dan reaktif. Tipe – tipe seperti ini merupakan tipe dari kemampuan

daya ledak. Oleh karena itu latihan pliometrik merupakan latihan yang

sangat cocok untuk meningkatkan daya ledak (power).

c. Prinsip – Prinsip Latihan Pliometrik

Latihan pliometrik merupakan bagian dari latihan olahraga,

khususnya latihan fisik secara umum. Prinsip – prinsip latihan olahraga

secara umum, juga berlaku untuk latihan pliometrik. Prinsip – prinsip yang

harus diterapkan pada latihan pliometrik, menurut Sarwono & Ismaryati

(1999:39-42) antara lain, ”(a) memberi regangan (stretch) pada otot, (b)

beban lebih yang meningkat (progresive overloade), (c) kekhususan latihan,

(d) pulih asal”. Prinsip – prinsip latihan pliometrik tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut:

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

1) Memberi Regangan (stretch) Pada Otot

Dasar gerak latihan pliometrik adalah adanya refleks peregangan

sebelum kontraksi otot untuk melawan beban yang berlangsung dengan

cepat. Menurut Sarwono & Ismaryati (1999:39) bahwa, ”Tujuan dari

pemberian regangan yang cepat (segera) pada otot – otot sebelum

melakukan kontraksi (gerak), secara fisiologis untuk, (1) memberi

panjang awal yang optimum pada otot, (2) mendapatkan tenaga elastis

dan (3) menimbulkan refleks regang”.

Gerakan pliometrik didasarkan pada kontraksi refleks dari

serabut – serabut otot dengan pembebanan yang cepat yang didahului

dengan peregangan otot secara cepat pula. Dengan adanya regangan otot

sebelum berkontraksi dapat memberikan stimulasi pada sistem

neuromuskuler dan meningkatkan refleks peregangan dinamis pada otot.

2) Beban Lebih Yang Meningkat (Progressive Overload)

Prinsip beban lebih atau overload merupakan prinsip dasar

latihan, termasuk dalam latihan pliometrik. Prinsip beban lebih dapat

merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh yang mendorong

peningkatan kemampuan otot atau tubuh. Kemampuan orang dapat

meningkat jika mendapatkan beban latihan lebih berat dari beban yang

diterima sebelumnya secara teratur dan kontinyu. Dalam hal ini Pate R.,

Rotella R.& McClenaghan B. (1993:318) mengemukakan bahwa,

”sebagian besar sistem fisiologi dapat menyesuaikan diri pada tuntutan

fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dalam kehidupan

sehari – hari”.

Dengan demikian agar kemampuan atlet dapat meningkat, maka

beban yang diberikan dalam latihan harus merupakan beban yang lebih

berat dari beban yang telah terbiasa diterima sebelumnya. Dengan

pembebanan yang lebih berat dari sebelumnya, maka akan merangsang

tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut. Sehingga kemampuan

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

tubuh akan meningkat. Oleh karena itu prinsip beban lebih ini harus

benar – benar diterapkan dalam pelaksanaan latihan.

Harus selalu diingat, bahwa peningkatan beban latihan yang

diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau berlebihan. Jika beban latihan

yang diberikan tersebut selalu tinggi dan berlebihan, maka yang

diperolah bukanlah kemajuan kondisi fisik, tetapi malah sebaliknya yaitu

kemunduran kondisi fisik. Karena beban yang berlebihan kemungkinan

dapat menimbulkan cedera, sehingga kondisi fisiknya menurun karena

sakit. Untuk menghindari pemberian beban yang berlebihan, maka

pemberian beban latihan diberikan secara progresif.

Penggunaan beban secara progresif adalah latihan yang

dilakukan dengan menggunakan beban yang ditingkatkan secara teratur

dan bertahap sedikit demi sedikit. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa

”Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai

maksimum. Dan jangan berlatih melebihi kemampuan”. Dengan

pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian

meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektivitas

kemampuan fisik.

Pembebanan dalam latihan pliometrik memiliki ciri – ciri yang

bersifat khusus. Menurut Radcliffe & Farentinos (1985:17) bahwa,

”program latihan pliometrik harus diberikan beban lebih dalam hal

tahanan atau beban (resistif), kecepatan (temporal), dan jarak (spasial)”.

Peningkatan beban latihan pliometrik dapat dilihat dari beban yang

digunakan, kecepatan gerak dan jarak tempuh.

3) Kekhususan Latihan

Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus,

sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan sistem energi

yang digunakan dalam latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur

kondisi fisik tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar

terhadap komponen tersebut. Berdasarkan hal tersebut, agar aktivitas

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

latihan itu mempunyai pengaruh yang baik, latihan yang diberikan harus

bersifat khusus, sesuai dengan unsur kondisi fisik dan pola gerak jenis

olahraga yang akan dikembangkan. Dalam hal ini Soekarman (1987:60)

mengemukakan bahwa, ”latihan itu harus bersifat khusus untuk

meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang

olahraga yang bersangkutan”. Latihan hendaknya melibatkan gerakan

yang langsung menuju pada nomor – nomor cabang olahraga yang

bersangkutan.

Prinsip kekhususan juga berlaku untuk latihan pliometrik.

Program latihan yang diberikan harus bersifat khusus, disesuaikan

dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan tersebut yaitu menyangkut

kelompok otot utama yang digunakan, sistem energi dan pola gerakan

(keterampilan) yang sesuai dengan nomor olahraga yang dikembangkan.

Bentuk latihan yang dilakukan harus bersifat khas sesuai cabang olahraga

tersebut. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot

yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang

dikembangkan.

Agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan,

maka program latihan yang disusun juga harus berpegang pada prinsip

kekhusususan latihan ini. Baik dalam pola gerak, jenis kontraksi otot,

kelompok otot yang dilatih dan sistem energi yang dikembangkan dalam

latihan tersebut harus sesuai dengan ciri – ciri dan karakteristik lompat

jauh.

4) Pulih Asal

Prinsip pemulihan sering juga disebut dengan recovery atau

sering pula disebut prinsip interval. Dalam suatu latihan tubuh harus

mendapat pulih asal yang cukup. Penggunaan prinsip interval ini cukup

besar manfaatnya dalam proses pelaksanaan latihan. Menurut Suharno

H.P. (1993:17), manfaat prinsip interval ini antara lain untuk: ”(a)

Menghindari terjadinya overtraining, (b) Memberikan kesempatan

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan, (c) Pemulihan

tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”.

Cedera dalam latihan sering terjadi karena adanya pembebanan

yang berat dan dilakukan secara terus menerus. Dengan interval istirahat

yang cukup akan dapat memberikan kesempatan pada tubuh untuk

istirahat, sehingga dapat menghindari terjadinya cedera. Interval yang

cukup juga dapat memberikan kesempatan tubuh untuk beradaptasi

terhadap beban latihan.

Prinsip pulih asal ini harus diterapkan dalam latihan, termasuk

dalam latihan pliometrik. Lama waktu pulih asal untuk latihan

pliometrik, menurut Chu (1992:14) yaitu, ”menggunakan rasio antara

kerja dan istirahat 1:5 sampai 1:10”. Dalam hal ini Radcliffe &

Farentinos (1985:20) mengemukakan bahwa, ”periode istirahat 1 – 2

menit di sela–sela set biasanya sudah memadai untuk sistem

neuromuskuler yang mendapat tekanan karena latihan pliometrik untuk

pulih kembali”. Dengan pulih asal (recovery) yang cukup, tubuh akan

siap kembali untuk melaksanakan aktivitas latihan selanjutnya. Jika tidak

ada waktu pemulihan yang cukup, atlet akan mengalami kelelahan yang

berat dan akibatnya penampilan akan menurun.

d. Bentuk Latihan Pliometrik Untuk Meningkatkan Kemampuan Lompat

Jauh

Komponen utama dalam lompat jauh adalah kemampuan fisik dan

teknik. Pelatih dituntut untuk dapat menyusun dan memberikan progaram

latihan untuk mengembangkan unsur fisik dan unsur teknik yang diperlukan

dalam lompat jauh secara terpadu.

Sesuai dengan prinsip kekhususan latihan, latihan yang dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus bersifat khusus.

Program latihan yang disusun untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh

harus sesuai dengan karakteristik atau pola gerakan lompat jauh. Tanpa

memperhatikan hal tersebut, maka latihan yang dilakukan tidak akan efektif

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

dan efisien. Bentuk dan metode latihan yang digunakan juga harus bersifat

khusus, yang dapat mengembangkan unsur – unsur dalam lompat jauh

tersebut.

Latihan pliometrik untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh

terutama adalah dengan bentuk latihan melompat – lompat. Bentuk latihan

pliometrik yang dapat digunakan untuk mengembangkan prestasi lompat

jauh, diantaranya yaitu latihan melompat menggunakan dua kaki seara

bersama-sama dengan alat bantu kotak (box) dan latihan melompat ke atas

dan kembali lagi kebawah. Bentuk latihan tersebut dinamakan box jump.

Sedangkan pelaksanaan latihan pliometrik leaps menggunakan tempat yang

datar untuk melompat dengan satu kaki atau berjingkat.

e. Penyusunan Program Latihan

Pelaksanaan latihan harus direncanakan, disusun dan diprogram

dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Untuk mencapai prestasi

olahraga yang setinggi mungkin, mutlak diperlukan penyusunan program

latihan yang baik dan tepat. Program latihan harus disusun dengan teliti dan

seksama dengan memperhatikan prinsip – prinsip latihan yang benar. Dalam

hal ini Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984:12-14)

mengemukakan bahwa:

Pada pembuatan program latihan harus meliputi faktor berikut:

a. Tipe latihan

b. Intensitas latihan

c. Frekuensi latihan

d. Lama latihan

e. Peningkatan

Menurut M. Sajoto (1995:33-35) dalam menyusun program latihan

harus memperhatikan, ”(a) Jumlah beban, (b) Repetisi dan set, (c) Frekuensi

dan lama latihan”. Adapun hal – hal yang harus diperhatikan dalam

menyusun program latihan untuk latihan melompat – lompat antara lain

adalah intensitas latihan, repetisi dan set serta frekuensi dan lama latihan.

1) Intensitas

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Intensitas latihan adalah ”jumlah beban dalam latihan yang

dilakukan dengan sungguh – sungguh dan benar pelaksanaannya”. A.

Hamidsyah Noer, (1995:12). Ukuran kesungguhan dalam pelaksanaan

latihan merupakan bentuk dari intensitas latiahan. Intensitas dapat pula

diartikan sebagai ukuran berat ringannya beban latihan. Dalam hal ini

Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984:12) mengemukakan

bahwa, ”Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan

faktor utama yang mempengaruhi efek latihan terhadap efek tubuh”.

Pelaksanaan latihan pliometrik menurut Pyke (1991:144) yaitu

meliputi, ”Latihan memantul – mantul, lompatan dalam dan dapat juga

latihan lempar pantul”. Jadi pelaksanaan latihan ini adalah melompat –

lompat dengan memantul, sehingga tidak ada waktu istirahat antar

lompatan yang dilakukan. Dengan demikian latihan pliometrik ini

dilaksanakan dalam intensitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Bompa (1994:42) yaitu bahwa latihan pliometrik dengan

lompat – lompat memantul itu dilakukan dengan ”intensitas

submaximal”.

2) Repetisi dan Set

Repetisi adalah jumlah ulangan gerakan dalam latihan,

sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi.

Penentuan jumlah repetisi dan set yang harus dilakukan atlet harus

ditentukan dengan tepat.

Dalam latihan melompat – lompat dengan memantul, menurut

Bompa (1994:44) yaitu dengan jumlah repetisi ”3-25, sedangkan jumlah

setnya yaitu 2-15”. Adapun istirahat antar setnya yaitu ”3-5 menit”.

Sedangkan menurut Nosseck (1982:81) bahwa dosis latihan lompat untuk

meningkatkan daya ledak otot tungkai adalah dengan: ”intensitas 50-

70%, repetisinya 4-6, interval istirahat 2-5 menit, dengan irama latihan

cepat dan eksplosif”.

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Berdasarkan uraian di atas, maka latihan melompat – lompat

yang dilakukan untuk melakukan kemampuan melompat dalam lompat

jauh adalah dengan repetisi 3-5, dalam 2-4 set, dengan istirahat antar set

selama 3 menit.

3) Frekuensi dan Lamanya Latihan

Frekuensi dan lamanya latihan merupakan dua hal yang saling

berkaitan dalam pelaksanaan latihan. Frekuensi merupakan jumlah

berapa kali latihan yang dilakukan setiap minggunya. Sedangkan

lamanya latihan yaitu lamanya waktu yang diperlukan dalam latihan

sampai mendapatkan pengaruh yang nyata. Dalam hal ini M. Sajoto

(1995:35) mengemukakan bahwa, ”Para pelatih dewasa ini umumnya

setuju untuk menjalankan program latihan 3 kali seminggu, agar tidak

terjadi kelelahan yang kronis. Adapun lama latihan yang diperlukan

adalah selama 6 minggu atau lebih”. Dengan latihan yang dilakukan 3

kali seminggu secara teratur selama 6 minggu, kemungkinan sudah

menampakkan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan kondisi fisik.

4. Latihan Box Jump

a. Pelaksanaan Latihan Box Jump

Box jump adalah bentuk latihan pliometrik yang dalam

pelaksanaannya dilakukan dengan loncat naik turun bangku tumpuan dua

kaki. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan power otot tungkai.

Menurut Donal A Chu, 1992:48 menyatakan bahwa, “ketinggian bangku

antara 6-12 inchi dan tidak boleh lebih dari 24 inchi”.

Untuk melakukan gerakan tersebut diawali dengan posisi berdiri

menghadap ke bangku, sedikit menekuk sendi lutut kurang lebih 135°,

kedua lengan berada disamping badan dengan kedua sendi siku ditekuk 90°

dari awalan. Kemudian dilanjutkan dengan menolak dengan kedua kaki

secara bersamaan melompat ke atas bangku dan kembali mendarat ke

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

tempat semula (lantai) yang dilakukan secepat mungkin sesuai posisi awal

dan dilanjutkan dengan gerakan selanjutnya secara berulang-ulang.

Gerakan loncat naik turun bangku ini menggunakan irama

menotrom. Menurut Donal A Chu, 1992:45 menyatakan pada waktu

hitungan ke satu, loncat ke atas bangku, hitungan turun bangku dilanjutkan,

hitungan ganjil loncat di atas bangku dan ketika hitungan genap turun dari

bangku.

Untuk lebih jelasnya berikut disajikan ilustrasi latihan box jump

sebagai berikut:

Gambar 5. Latihan loncat box jump

Donal A Chu, 1992:18

Berdasarkan pada pelaksanaan latihan yang telah diuraikan, latihan

ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan latihan box

jump sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaannya mengangkat kedua kaki secara bersama-

sama, memudahkan siswa dalam mengangkat berat beban

tubuhnya.

2. Meningkatkan unsur tehnik lompat jauh gaya jongkok pada saat

melayang di udara, sehingga dapat bertahan lama di udara

mengakibatkan lompatan semakin maksimal.

Sedangkan kelemahan dalam pelaksanaan lompat box jump antara lain:

1. Beban yang diangkat menjadi ringan, karena dilakukan oleh kedua

kaki secara bersama-sama.

2. Dengan latihan secara kontinyu dan terus menerus pada batas

kemampuan siswa akan menjadi merasa berkurang, sehingga

menurunkan konsentrasi ataupun akan terjadi kelelahan.

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

b. Pengaruh latihan box jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya

jongkok

Latihan box jump adalah latihan dengan menggunakan kedua kaki

secara bersamaan. Untuk melakukan gerakan tersebut diawali dengan posisi

berdiri meghadap bangku, sedikit menekuk sendi lutut sekitar 135°, kedua

lengan di samping badan dengan kedua sendi siku di tekuk 90° dari awalan.

Kemudian dilanjutkan dengan menolak dengan kedua kaki secara

bersamaan melompat ke atas bangku dan kembali mendarat dengan

menggunakan kedua kaki ketempat semula, dilakukan dengan gerakan

irama cepat dan berulang-ulang.

Gerakan meloncat yang dilakukan dengan kuat dan cepat

berkesinambungan akan dapat meningkatkan unsur power, yaitu kekuatan

dan kecepatan. Gerakan meloncat-loncat dengan kedua kaki secara bersama

akan meningkatkan power otot tungkai yang berimbang, antara kaki kanan

dan kaki kiri.

Power otot tungkai berperan sangat penting dalam melakukan

lompat jauh, dengan meningkatnya power otot tungkai, maka dapat

mendukung pencapaian prestasi hasil lompat jauh. Keberadaan power otot

tungkai berperan penting dalam lompat jauh terutama pada perubahan gerak

horizontal menjadi gerak vertikal yauiti pada saat take off. Jes jerver

(1999:36) “peubahan dari keepatan horizontal menjadi gerakan bersudut

didapat dengan cara memberikan tenaga maksimum pada kaki yang akan

take off.”

Sedangkan menurut tamsir riyadi (1985:71) “salah satu hal yang

harus diperhatikan pada saat melakukan tumpuan adalah dilakukan dengan

sekuat tenaga, cepat dan meledak (eksplosif)”. Hal ini berarti untuk

melakukan tolakan pada lompat jauh, maka otot-otot yang terdapat di bagian

bawah seperti otot tungkai harus dikerahkan dengan cepat dan kuat atau

semaksimal mungkin sehingga dapat memperoleh capaian jarak yang

sejauh-jauhnya.

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

5. Latihan Leaps

a. Pelaksanaan Berjingkat Leaps

Latihan leaps pada prinsipnya sama seperti latihan box jump yaitu

untuk meningkatkan power otot tungkai, tetapi pelaksanaannya atau

gerakannya berbeda. Latihan berjingkat merupakan bentuk latihan

melompat memantul ke depan dengan satu kaki dan mendarat dengan kaki

yang sama. Menurut James C Redcliffe S Robet C. Farentinos (1985:12)

“lompat memantul (bounding) menekankan pada melompat untuk mencapai

ketinggian maksimum dan juga jarak horizontal”. Hal ini menunjukan

bahwa, latihan lompat memantul menekankan pada kemampuan melompat-

lompat dengan menggunakan bilah atau yang lainnya sebagai rintangan

yang dilakukan untuk melompat dengan satu kaki.

Depdikbud (1996:84) menyatakan “pelaksanaan dari latihan

berjingkat (leaps) yaitu posisi badan tegak pada satu kaki sementara kaki

yang lain di tekuk ke belakang, sikap tangan di tekuk di samping badan”.

Kaki yang menumpu melompat-lompat ke arah depan (berjingkat) di ikuti

dengan keduan tangan di tekuk di samping badan, sikap badan tegak, kedua

tangan lurus di samping.

Latihan leaps sering digunakan untuk latihan lompat, khususnya

lompat jangkit, tetapi latihan leaps ini juga sering untuk di laksanakan pada

latihan lompat jauh, karena basic tumpuannya sama.

Untuk lebih jelasnya pelaksanaan gerakan leaps di sajikan oleh

gambar berikut ini:

Gambar 6. Latihan leaps

(Garry A. Car, 2003:23)

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Berdasarkan pelaksanaanm latihan di atas bisa di simpulkan

bahwasanya latihan leaps ternyata mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain adalah:

1. Kemampuan power diperoleh secara maksimal karena beban tubuh

diangkat dengan satu kaki secara cepat dan berkesinambungan.

2. Dapat meningkatkan unsur tehnik lompat jauh gaya jongkok

khususnya pada saat lompatan atau tolakan.

Sedangkan kekuranganya antara lain:

1. Terkadang siswa kesulitan dalam mengangkat beban tubuh karena

gerakan dilakukan secara cepat dan kontinyu.

2. Latihan yang terus menerus atau kontinyu mengakibatkan siswa

mengalami kelelahan, sehingga berpengaruh terhadap

kesempurnaan gerakan.

b. Pengaruh latihan leaps terhadap hasil kemampuan lompat jauh

Latihan leaps adalah latihan lompat memantul dengan satu kaki

dilakukan secara berulang-ulang. Dengan gerakan melompat memantul yang

dilakukan dengan kuat dan cepat, maka unsur-unsur power otot bagian

bawah dikembangkan secara maksimal, sehingga terbentuk power otot

tungkai yang memadai.

Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan leaps menuntut kerja otot-otot

tungkai lebih kuat dan cepat agar dapat melompat-lompat setinggi dan

sejauh mungkin yang dilakukan secara berkesinambungan. Melompat-

lompat dengan satu kaki merupakan gerakan yang ukup berat, karena otot-

otot tungkai dituntut bekerja untuk mengangkat tubuh dengan satu kaki dan

mendarat dengan satu kaki pula, sehingga pada saat mendarat ini kaki kaki

menahan berat badan. Melompat dengan berat badan yang berat dan

dilakukan dengan cepat, maka otot-otot tungkai menjadi berkembang.

Dengan berkembangnya kekuatan dan kecepatan dari otot tungkai,

maka akan menghasilkan power otot tungkai yang memadai. Seperti yang

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

dikemukakan M. Furqon H. dan Mucshin Doewes (2002:18) bahwa “baik

gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan pliometrik.

Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi

tertentu akan dapat dilakukan”

Ditinjau dari gerakan latihan pliometrik leaps, gerakan ini

menyerupai teknik melompat, dimana pada latihan leaps dilakukan dengan

melompat dengan menggunakan satu kaki yang dilakukan dengan kuat dan

cepat. Dengan gerakan yang menyerupai teknik melompat, maka latihan

leaps ini memberikan kemudahan dalam penguasaan teknik menumpu untuk

menolak, kemampuan seorang pelompat mengerahkan power secara

maksimal pada teknik yang benar, maka akan diperoleh lompatan yang

sejauh-jauhnya sehingga kemampuan lompat jauh dapat di capai lebih

maksimal.

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat

diajukan kerangka berfikir sebagai berikut

1) Perbedaan pengaruh latihan box jump dan leaps terhadap kemampuan

lompat jauh gaya jongkok

Latihan box jump dan leaps, masing-masing dapat mengembangkan

power otot tungkai. Power otot tungkai mempunyai peran penting terhadap

hasil kemampuan lompat jauh. Dengan power otot tungkai yang baik dapat

mendukung penguasaan teknik melompat yang baik khususnya pada saat take

off, sehingga memberi peluang besar untuk mencapai hasil lompatan yang

maksimal.

Selain dapat megembangkan power otot tungkai, latihan box jump dan

leaps memiliki penekanan yang berbeda terhadap penguasaan teknik lompat

jauh. Latihan box jump adalah latihan yang menekankan pengembangan unsur

sikap melayang di udara. Dengan latihan box jump yang dilakukan dengan

sistematis dan kontinyu akan terbentuk power otot tungkai yang berimbang

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

antara kaki kakan dan kaki kiri serta unsur teknik melayang di udara menjadi

semakin baik, sehingga akan mendukung penguasaan teknik lompat jauh gaya

jongkok lebih optimal.

Sedangkan latihan leaps adalah melompat-lompat dengan

menggunakan salah satu kaki dan mendarat menggunakan satu kaki yang sama.

Latihan melompat-lompat dengan menggunakan satu kaki dan mendarat

dengan kaki yang sama dilakukan dengan cepat, maka kekuatan dan kecepatan

otot-otot tungkai berkembang secara maksimal. Dengan dikembangkannya

kekuatan dan kecepatan otot-otot tungkai secara bersama-sama, maka akan

terbentuk power otot tungkai yang memadai.

Perbedaan penekanan dari kedua latihan tersebut tentu akan

menimbulkan pengaruh perbedaan terhadap peingkatan power otot tungkai.

Dengan demikian diduga ada pengaruhnya latihan box jump dan leaps terhadap

kemampuan lompat jauh gaya jongkok.

2) Latihan leaps memiliki pengaruh lebih baik pengaruhnya terhadap

kemampuan lompat jauh gaya jongkok

Berdasarkan perbedaan latihan box jump dan leaps menunjukkan

bahwa, latihan leaps lebih baik pengaruhnya tehadap peningkatan power otot

tungkai, sehingga dapat mendukung secara maksimal kemampuan lompat jauh

gaya jongkok. Hal ini karena, pada latihan leaps kekuatan dan keepatan otot-

otot tungkai dikembangkan secara maksimal.

Di tinjau dari gearakannya, melompat dengan satu kaki dan medarat

dengan satu kaki yang sama yang dilakukan secara cepat dan

berkesinambungan. Gerakan yang demikian menuntut kerja otot tungkai

dengan kuat dan cepat, sehingga unsur utama power otot tungkai

dikembangkan secara maksimal. Selain itu, latihan leaps gerakannya

menyerupai teknik menumpu untuk melompat pada lompat jauh. Gerakan

menumpu untuk melompat yang dikembangkan dalam latihan leaps, maka

kemampuan menumpu untuk menolak berkembang dengan baik.

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Kemampuan atlet mengerahkan power secara maksimal pada teknik

yang benar (pada saat menumpu untuk menolak), maka akan diperoleh

lompatan yang sejauh-jauhnya. Hal ini adalah titik sentral dalam lompat jauh

yaitu terleak pada perubahan gerak horizontal ke arah gerak vertikal, dimana

pada gerakan tersebut pelompat harus mampu mengerahkan power otot tungkai

secara maksimal pada teknik teknik yang benar. Dengan demikian di duga

latihan leaps lebih baik pengaruhnya dari pada latihan box jump terhadap

peningkatan hasil kemampuan lompat jauh gaya jongkok.

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 BAB II

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik box jump dan leaps terhadap

kemampuan lompat jauh gaya jongkok siswa ekstrakurikuler atletik SMK

N 1 Kedawung Sragen.

2. Latihan pliometrik leaps lebih baik pengaruhnya dari pada box jump

terhadap kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada siswa ektrakurikuler

atletik SMK N 1 Kedawung Sragen.