perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Lompat Jauh
Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dalam cabang
olahraga atletik. Lompat jauh adalah gerakan melompat yang menggunakan
tumpuan dengan satu kaki yang bertujuan untuk mencapai jarak yang sejauh –
jauhnya. Dalam hal ini Aip Syarifuddin (1992:90) mengemukakan bahwa :
Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke
atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama
mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan
dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak
yang sejauh – jauhnya.
Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau
tolakan. Untuk mendapatkan hasil lompatan yang maksimal harus diawali
dengan berlari dengan kecepatan yang maksimal. Selanjutnya menolak sekuat
– kuatnya dengan menggunakan salah satu kaki. Karena lari dengan kecepatan
maksimal dan tolakan dengan kekuatan tinggi akan mendapat keuntungan
berupa dorongan ke depan pada saat badan terangkat ke atas. Pada lompat jauh
menurut Soegito (1992:39) terdapat tiga macam gaya, antara lain:
”1) Gaya jongkok di udara (sit down in the air)
2) Gaya bergantung di udara (hanging in the air)
3) Gaya berjalan di udara (walking in the air)”
Tujuan dari lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan yang
sejauh – jauhnya. Untuk dapat mencapai jarak lompatan yang maksimal, sangat
diperlukan penguasaan teknik dan kondisi fisik yang baik. Gunter Bernhard
(1993:45) berpendapat bahwa:
Unsur – unsur dasar bagi suatu prestasi dalam lompat jauh dan
pembangunannya adalah:
a. Faktor – faktor kondisi: kecepatan, tenaga lompat dan tujuan yang
diarahkan kepada keterampilan.
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
b. Faktor – faktor teknik: ancang – ancang, persiapan lompat dan
perpindahan, fase melayang dan pendaratan.
Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa secara garis
besar faktor – faktor yang menentukan terhadap kemampuan lompat jauh
adalah faktor teknik dan kondisi fisik. Untuk mencapai prestasi yang maksimal
dalam lompat jauh, unsur – unsur tersebut harus dikembangkan melalui latihan
secara intensif dengan berdasarkan pada prinsip latihan yang benar.
a. Faktor Kondisi Fisik yang Mempengaruhi Kemampuan Lompat Jauh
Dalam olahraga khususnya lompat jauh, disamping memiliki
kemampuan teknik yang baik, juga harus mempunyai kondisi fisik yang
baik pula. M. Sajoto (1995:8) mengatakan bahwa, ”Kondisi fisik adalah
suatu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan prestasi
seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak
dapat ditunda atau ditawar – tawar lagi”. Kondisi fisik sebagai modal dasar
yang dapat dijadikan sebagai syarat untuk melakukan lompatan dengan
jarak yang semaksimal mungkin.
Unsur fisik yang diperlukan untuk masing – masing olahraga tidak
sama, sesuai dengan karakteristik dari olahraga tersebut. Demikian juga
unsur fisik yang diperlukan untuk mencapai prestasi dalam nomor lompat
jauh, tidak sama dengan nomor olahraga yang lain. Unsur kondisi fisik yang
harus dimiliki oleh pelompat jauh menurut Tamsir Riyadi (1985:95) antara
lain adalah ”daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan,
koordinasi”.
Dari berbagai unsur kondisi fisik tersebut, unsur yang paling
menentukan terhadap pencapaian prestasi dalam lompat jauh adalah
kecepatan lari dan daya ledak otot tungkai. Hal ini sesuai dengan pendapat
Jess Jarver (1986:32) yang mengatakan bahwa: ”jauhnya lompatan
tergantung pada kecepatan lari, kekuatan dan percepatan pada saat take off
(memindahkan kecepatan horisontal ke gerakan bersudut)”. Dalam upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
untuk meningkatkan prestasi dalam lompat jauh, maka kecepatan dan daya
ledak otot tungkai pelompat harus ditingkatkan.
Dalam lompat jauh, power otot tungkai sangat besar peranannya
dalam memperoleh prestasi yang maksimal. Bahkan dapat dikatakan bahwa
power otot tungkai merupakan kondisi fisik yang utama dalam lompat jauh.
Dengan otot tungkai yang kuat, maka akan berpengaruh terhadap daya
eksplosif otot tungkai dalam tolakan untuk mendapatkan dorongan yang
lebih besar apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki otot tungkai
yang lemah.
Gerak explosif power dapat dilihat pada seorang pelompat jauh saat
menolakkan kaki tumpu sekuat mungkin pada balok tumpu dalam waktu
yang singkat untuk dapat mengangkat tubuh naik ke depan secara parabola,
serta dapat memperoleh jangkauan lompatan yang lebih jauh. Semakin besar
daya ledak otot tungkai dalam melakukan tumpuan atau tolakan, maka akan
memperoleh tekanan atau tolakan yang sama besarnya dan perlawanan
arahnya, sehingga dapat memperoleh jarak lompatan yang jauh.
b. Tehnik Lompat Jauh Gaya Jongkok
Teknik merupakan unsur yang sangat penting yang harus dikuasai
agar dapat berprestasi dalam olahraga termasuk lompat jauh. Penguasaan
teknik yang baik akan memberikan keuntungan dan kegunaan dengan
terjadinya efisiensi dan efektifitas gerakan untuk mencapai hasil yang
optimal. Penguasaan teknik yang baik juga akan dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya cedera, memberi perasaan lebih mantap dan
percaya diri dalam penampilan.
Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang terdiri dari lari
awalan, tumpuan pada papan tumpu, melayang di udara dan pendaratan
pada bak lompat. Yusuf Adisasmita (1992:65) menyatakan bahwa: ”lompat
jauh terdiri dari unsur – unsur awalan, tumpuan, melayang di udara dan cara
melakukan pendaratan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Dari beberapa uraian dapat disimpulkan bahwa teknik dasar yang
ada dalam lompat jauh terdiri dari empat tahap, yaitu awalan (ancang –
ancang), tolakan (take off), melayang di udara dan pendaratan (landing).
Gerakan – gerakan dalam lompat jauh tersebut merupakan suatu rangkaian
yang harus dilakukan secara harmonis, tidak terputus – putus atau secara
berurutan di dalam pelaksanaannya. Unsur – unsur teknik lompat jauh
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Awalan
Tujuan dari awalan yaitu untuk mendapatkan kecepatan yang
maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi
yang optimum untuk tolakan. Awalan dalam lompat jauh dilakukan
dengan berlari secepat – cepatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soegito (1992:36) yang menyatakan bahwa, ”Kecepatan waktu
mengambil awalan untuk lompat jauh harus sama dengan lari jarak
pendek”.
Pelompat harus lari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan
penuh dapat dicapai sesaat sebelum salah satu kaki menumpu. Kecepatan
yang tinggi dalam melakukan awalan akan mendapatkan dorongan ke
depan yang lebih besar saat badan melayang di udara. Jarak kira – kira 3
atau 4 langkah sebelum sampai di balok tumpuan, dengan tanpa
mengurangi kecepatan pelompat harus dapat berkonsentrasi untuk
melakukan tumpuan dengan kuat. Menurut Soegito (1992:36) rangkaian
cara dalam mengambil awalan sebagai berikut:
a. Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasi
sejenak.
b. Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok
tumpuan.
c. Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada
tumpuan tanpa mengurangi kecepatan.
d. Pada saat melakukan tumpuan, badan agak condong ke belakang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Di dalam awalan lompat jauh terdapat suatu gerakan lari yang
tujuannya memperoleh jarak lompatan yang maksimal. Lari tersebut
harus mencapai kecepatan maksimal jika ingin memperoleh jarak yang
maksimal. Kecepatan maksimal dalam lari di lompat jauh yaitu pada
jarak 30-40 meter, tetapi sebagian banyak pelompat sering menggunakan
jarak 30 meter untuk memperoleh keepatan maksimal.
Pelaksanaan awalan dalam lompat jauh dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
Gambar 1. Awalan Lompat Jauh
(Soegito, 1992:37)
Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan simultan dan
dengan kecepatan yang maksimal. Jarak atau panjangnya awalan
merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhitungkan.
Panjangnya awalan dalam lompat jauh yaitu kira – kira 30 – 40 meter
dari balok tumpuan.
2) Tumpuan
Tumpuan merupakan gerak lanjutan dari kecepatan lari yang
maksimal. Tumpuan dalam lompat jauh adalah menjejakkan salah satu
kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk
mendapatkan tumpuan yang baik. Tujuan gerakan tumpuan ini adalah
untuk merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Tamsir Riyadi (1985:96) tehnik menumpu pada lompat jauh
sebagai berikut:
1) Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat.
2) Sesaat akan bertumpu sikap badan agak condong ke belakang
(jangan berlebihan) untuk membantu timbulnya lambungan
yang lebih baik (sekitar 45°).
3) Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan.
4) Saat bertumpu kedua lengan ikut serta diayunkan ke depan atas.
Pandangan ke depan atas (jangan melihat ke bawah).
5) Pada kaki ayun (kanan) diangkat ke depan setinggi pinggul
dalam posisi lutut ditekuk.
Teknik bertumpu pada balok tumpuan harus dilakukan dalam
tempo yang cepat dan tepat. Dimana tumit bertumpu lebih dahulu baru
diteruskan ke seluruh telapak kaki. Pandangan tetap ke depan. Teknik
gerakan melompat dilakukan dengan mengayunkan kaki setinggi
mungkin ke depan atas dan dengan bantuan ayunan kedua lengan ke atas
agar seluruh badan terangkat ke atas. Cara bertumpu pada balok tumpuan
harus kuat. Tumit bertumpu lebih dahulu diteruskan dengan seluruh
telapak kaki. Pandangan mata tetap lurus ke depan agak ke atas, tidak
menunduk melihat balok tumpuan. Pelompat jauh yang baik harus
mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan berkonsentrasi pada
gerakan berikut yang harus dilakukannya, yaitu gerakan melayang di
udara. Sudut lompatan yang baik pada saat melayang di udara adalah ±
45°.
Gambar 2. Tumpuan Lompat Jauh
(Soegito, 1992:38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3) Saat Melayang Di Udara
Pada saat badan melayang di udara diusahakan membuat
gerakan sesuai dengan kemampuan, hal ini bertujuan untuk menambah
jarak jangkauan. Sikap pada saat melayang adalah sikap setelah gerakan
lompatan dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi ke atas. Pada tahap
melayang, pelompat harus berusaha untuk dapat mempertahankan diri
supaya tidak cepat jatuh ke tanah. Karena pada saat melayang diperlukan
keseimbangan tubuh yang baik untuk mempersiapkan pendaratan. Jonath
U. et all (1987:200) menyatakan: ”Pada fase melayang bertujuan untuk
menjaga keseimbangan dan mempersiakan pendaratan”.
Pada saat itu keseimbangan harus dijaga jangan sampai terjatuh,
bahkan kalau mungkin harus diusahakan membuat sikap atau gerakan
untuk menambah jarak jangkauan lompatan. Menurut Soegito (1992:39)
menyatakan bahwa: ”Dalam mengambil sikap di udara adalah dalam
melakukan gaya jongkok di udara, sikap melayang ini adalah sikap
seolah – olah berjongkok di udara”. Secara lebih jelas, bentuk gerakan
saat melayang di udara pada lompat jauh gaya jongkok dapat dilihat pada
gambar:
Gambar 3. Melayang di Udara Pada Lompat Jauh Gaya Jongkok
(Soegito, 1992:40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
4) Mendarat
Pada waktu badan akan mendarat kedua tungkai diluruskan ke
depan dan rapat, kedua lengan diayunkan ke depan bersamaan dengan
membungkukkan badan ke depan. Pada saat jatuh di bak lompat,
diusahakan jatuh pada kedua ujung kaki dan sejajar. Perlu dijaga agar
dalam pendaratan jangan jatuh pada bagian pantat terlebih dahulu.
Setelah mendarat dengan segera tubuh dibawa ke depan, agar tidak jatuh
ke belakang. Soegito (1992:41) mengemukakan mengenai hal – hal yang
perlu diperhatikan dalam pendaratan sebagai berikut:
1. Pada saat badan akan jatuh ke tanah lakukan gerakan pendaratan
sebagai berikut:
a. Luruskan kedua kaki ke depan
b. Rapatkan kedua kaki
c. Bungkukkan badan ke depan
d. Ayunkan kedua tangan ke depan
e. Berat badan dibawa ke depan
2. Pada saat jatuh di tanah atau mendarat:
a. Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar
b. Segera lipat kedua lutut
c. Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah
arah belakang
Untuk lebih jelasnya, pelaksanaan teknik pendaratan tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4. Pendaratan Dalam Lompat Jauh
(Soegito, 1992:42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2. Latihan
a. Hakikat Latihan
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan latihan Sudjarwo
(1993) menyatakan, “Latihan adalah suatu proses yang sistematis secara
berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan beban
latihan” (hlm. 14).
Latihan yang sistematis adalah program latihan direncanakan secara
matang, dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan, dan
evaluasi sesuai dengan alat yang benar. Penyajian materi harus dilakukan
dari materi yang paling mudah ke arah materi yang paling sukar, dari materi
yang sederhana mengarah kepada materi yang paling kompleks.
Latihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya latihan
harus dilakukan minimal tiga kali dalam seminggu. Dengan pengulangan ini
diharapkan gerakan yang pada saat awal latihan dirasakan sukar dilakukan,
pada tahap-tahap berikutnya akan menjadi lebih mudah dilakukan.
Beban latihan harus meningkat maksudnya, penambahan jumlah
beban latihan harus dilakukan secara periodik, sesuai dengan prinsip-prinsip
latihan, dan tidak harus dilakukan pada stiap kali latihan, namun tambahan
beban harus segara dilakukan ketika atlet merasakan latihan yang
dilaksanakan terasa ringan.
b. Tujuan Latihan
Latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang
sistematis dan kontinyu, dilakukan dalam waktu yang lama dan secara
berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Russel R. Pate.,
BruceMc. Clenaghan & Robert Rotella (1993) tujuan akhir latihan yaitu,
“Untuk meningkatkan penampilan olahraga”(hlm. 317). Menurut Yusuf
Adisasmita & Aip Syarifuddin (1996) bahwa, “Tujuan utama latihan
adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
olahraganya semaksimal mungkin” (hlm.126). Sedangkan Bompa (1990)
menyatakan tujuan umum latihan yaitu:
1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara
multiralteral.
2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik
yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang
ditekuni.
3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari
cabang olahraganya.
4) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun
strategi yang diperlukan.
5) Untuk mengelola kualitas kemauan.
6) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu
maupun tim secara optimal.
7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit.
8) Untuk pencegahan cidera.
9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori (hlm. 4).
Tujuan umum latihan pada prinsipnya sangat luas. Namun hal yang
utama dari latihan olahraga prestasi yaitu, untuk meningkatkan keterampilan
dan mencapai prestasi setinggi mungkin dari atlit yang berlatih.Untuk
mencapai tujuan tersebut, ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam
latihan yaitu, “(1) Latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik dan, (4)
latihan mental (Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin, 1996: 126-127). Dari
keempat aspek tersebut saling berkaitan antara aspek yang satu dengan
aspek yang lainnya.Untuk mencapai tujuan latihan, maka perlu diterapkan
metode latihan yang tepat.
c. Prinsip-Prinsip Latihan
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratrur guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka
harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut
Sudjarwo (1993) prinsip-prinsip latihan di antaranya: “(1) Prinsip individu,
(2) Prinsip penambahan beban, (3) Prinsip interval, (4) Prinsip penekanan
beban (stress), (5) Prinsip makanan baik dan, (6) Prinsip latihan sepanjang
tahun” (hlm.21-23).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Prinsip-prinsip latihan tersebut sangat penting untuk diperhatikan
dalam latihan. Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-
prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Untuk lebih
jelasnya prinsip-prinsip latihan dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Prinsip Individu
Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan
latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih.
Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat
kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena
perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan.
Menurut Andi Suhendro (1999) bahwa, “Prinsip individual merupakan
salah satu syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini
harus diterapkan kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki
prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan
kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat
tercapai”(hlm. 3.15).
Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang
diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan
kondisi setiap atlet. Sudjarwo (1993) menyatakan, “Pemberian beban
latihan harus selalu mengingat kemampuan dan kondisi masing-masing
atlet. Faktor-faktor individu yang harus mendapat perhatian misalnya
tingkat ketangkasan atlet, umur atau lamanya berlatih, kesehatan dan
kesegaran jasmani serta psychologis”(hlm. 21).
2) Prinsip Penambahan Beban (Over Load Principle)
Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang
pelatih dan atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang
mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja.
Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan
berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu di atas dari beban latihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999) menyatakan, “Seorang
atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan
mengabaikan prinsip beban lebih” (hlm. 37).
Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan
beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban
latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet,
tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau
dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit.
3) Prinsip Interval
Interval atau istirahat merupakan bagian penting dalam latihan. Hal
ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi atlet. Berkaitan dengan prinsip
interval Sudjarwo (1993) menyatakan, “Latihan secara interval adalah
merupakan serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu
(interval). Faktor istirahat (interval) haruslah diperhatikan setelah jasmani
melakukan kerja berat akibat latihan” (hlm. 22).
Istirahat atau interval merupakan factor yang harus diperhatikan
dalam latihan. Kelelahan akibat dari latihan harus diberi istirahat. Dengan
istirahat akan memulihkan kondisi atlet, sehingga untuk melakukan
latihan berikutnya kondisinya akan lebih baik.
4) Prinsip Penekanan Beban (Stress)
Pemberian beban latihan pada suatu saat harus dilaksanakan
dengan tekanan yang berat atau bahkan dapat dikatakan membuat atlet
stress. Penekanan beban latihan harus sampai menimbulkan kelelahan
secara sungguh-sungguh, baik kelelahan local maupun kelelahan total
jasmani dan rokhani atlet. Dengan waktu tertentu serta beban latihan
dengan intensitas maksimal akan berakibat timbulnya kelelahan lokal
yaitu otot-otot tertentu atau pun fungsi organisme. Kelelahan total
disebabkan adanya beban latihan dengan volume yang besar, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
intensitasnya maksimal dengan waktu yang cukup lama. Prinsip
penekanan beban (stress) diberikan guna meningkatkan kemampuan
organisme, penggemblengan mental yang sangat diperlukan untuk
menghadapi pertandingan-pertandingan.
5) Prinsip Latihan Sepanjang Tahun
Pencapaian prestasi yang tinggi dibutuhkan latihan yang teratur
dan terprogram. Sudjarwo (1993) menyatakan, “Kembali kepada
sistematis dari latihan yang diberikan secara teratur dan ajeg serta
dilaksanakan sepanjang tahun tanpa berseling. Hal ini bukan berarti tidak
ada istirahat sama sekali, ingat akan prinsip interval”(hlm. 23). Sistematis
suatu latihan sepanjang tahun akan diketahui melalui periode-periode
latihan. Oleh karena itu, latihan sepanjang tahun harus dijabarkan dalam
periode-periode latihan. Melalui penjabaran dalam periode-periode
latihan, maka tujuan kan lebih fokus, sehingga prestasi yang tinggi dapat
dicapai.
d. Komponen-Komponen Latihan
Setiap pelatihan olahraga akan mengarah kepada sejumlah
perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, kejiwaan dan
keterampilan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu
yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban
dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas).
Semua komponen dibuat sedemikian rupa dalam berbagai model
yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang
olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan
tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan
dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah direncanakan. Cabang
olahraga yang banyak menentukan keterampilan yang tinggi termasuk tenis
lapangan, maka kompleksitas latihan merupakan hal yang sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
diutamakan. Menurut Andi Suhendro (1999) komponen-komponen penting
yang harus diperhatikan dalam suatu latihan meliputi: “(1) volume latihan,
(2) intensitas latihan, (3) density atau kekerapan latihan dan, (4)
kompleksitas latihan”(hlm. 3.17).
Komponen-komponen latihan tersebut sangat penting dalam latihan
olahraga prestasi. Komponen-komponen latihan tersebut berkaitan antara
yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, komponen-komponen
latihan tersebut harus diterapkan dengan baik dan benar agar tujuan latihan
dapat tercapai. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat
diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1) Volume Latihan
Volume latihan merupakan syarat yang sangat penting untuk
mencapai kemampuan fisik yang yang lebih baik. Menurut Suharno HP
bahwa, “Volume latihan adalah isi beban latihan yang biasanya
dinyatakan dengan satuan jarak, jumlah beberapa elemen bahan latihan,
total waktu, berat beban, jumlah set dalam latihan interval”
Unsur-unsur latihan meliputi: (1) waktu atau lama latihan, (2) jarak
tempuh atau berat beban yang diangkut setiap waktu dan (3) jumlah
ulangan latihan atau unsur teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu.
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume
latihan mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan
pada saat latihan. Untuk meningkatkan kemampuan fisik, maka volume
latihan harus ditingkatkan secara berangsur-angsur (progresif).
Peningkatan beban latihan harus disesuaikan dengan perkembangan yang
dicapai. Hal ini karena, semakin tinggi kemampuan seseorang makin
besar volume latihannya, karena terdapat korelasi antara volume latihan
dan prestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2) Intensitas Latihan
Intensitas latihan merupakan komponen kualitas latihan yang
mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu
tertentu. Semakin banyak kerja yang dilakukan, semakin tinggi
intensitasnya. Suharno HP. menyatakan, “Intensitas adalah takaran
kesungguhan pengeluaran tenaga atlet dalam melakukan aktivitas jasmani
baik dalam latihan maupun pertandingan” (1992: 15).
Intensitas latihan tercermin dari kuatnya stimuli (rangsangan)
syaraf dalam latihan. Kuatnya rangsangan tergantung dari beban,
kecepatan gerakan dan variasi interval atau istirahat antar ulangan. Antara
intensitas latihan dan volume latihan sulit untuk dipisahkan, karena
latihan selalu mengkaitkan antara kuantitas dan kualitas latihan. Untuk
mencapai hasil latihan yang baik, maka intensitas latihan yang diberikan
tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang
tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang
ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila
intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.
3) Densitas Latihan
Densitas merupakan frekuensi (kekerapan) dala melakukan
serangkaian stimuli (rangsangan) harus dilakukan dalam setiap unit
waktu dalam latihan. Dalam hal ini Andi Suhendro (1999) menyatakan,
“Density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu
latihan yang dilakukan”(hlm. 3.24).
Densitas menunjukkan hubungan yang dicerminkan dalam waktu
antara aktifitas dan pemulihan (recovery) dalam latihan. Ketepatan
densitas dinilai berdasarkan perimbangan antara aktivitas dan pemulihan.
Perimbangan ini berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan
seseorang. Lama waktu isntirahat atau interval antar aktivitas tergantung
pada berbagai faktor antar alain: intensitas latihan, status kemampuan
peserta, fase latihan, serta kemampuan spesifik yang ditingkatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
4) Kompleksitas Latihan
Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang
dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan
membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam
menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit,
mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan
menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap
dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu
gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks,
dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang
baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam
Bompa (1990) “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga
perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”(hlm. 28).
3. Sistem Energi Utama Lompat Jauh
Setiap melakukan aktifitas tubuh membutuhkan energi. Semakin berat
aktifitas yang dilakukan, akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan oleh
tubuh. Oleh karena itu penting untuk mengetahui bagaimana energi diproduksi,
seberapa besar energi yang dihasilkan dan berapa lama energi tersebut dapat
untuk menunjang kelangsungan aktifitas. Terutama bagi pelatih, pengetahuan
ini dapat untuk membantu dalam penyusunan program latihan.
Sebelum lebih lanjut membahas tentang energi, terlebih dahulu
membahas tentang energi itu sendiri. Menurut Merle L. Foss & Steven J.
Keteyian (1998:18) mendefinisikan, “Energi adalah kapasitas atau kemampuan
untuk melakukan pekerjaan”. Energi memberi seorang atlet kapasitas untuk
melakukan usaha. Energi adalah persyaratan untuk melakukan usaha fisik
selama pelatihan dan perlombaan. Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998 :
18) membagi energi menjadi enam bentuk, yaitu : (1) kimia, (2) mekanik, (3)
panas (kalor), (4) cahaya, (5) listrik, dan (6) nuklir. Energi dapat berubah dari
bentuk satu ke bentuk yang lain. Perubahan tersebut dinamakan “Transformasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
energi”. Energi yang digunakan tubuh untuk melakukan kerja dipasok dari
makanan yang kita makan, akan tetapi energi tersebut tidak dapat langsung
diserap dari makanan, melainkan harus melalui proses-proses mekanik
sehingga dihasilkan senyawa-senyawa energi yang tinggi yang dikenal sebagai
adenosine trifosfat (ATP). ATP ini akan disimpan dalam sel otot. ATP terdiri
dari satu molekul adenosine dan tiga molekul fosfat.
Energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot dilepaskan dengan
mengubah ATP energi tinggi menjadi ADP + Pi (adenosine difosfat + fosfat
anorganik). Ketika satu ikatan fosfat pecah yang menyebabkan ADP dan Pi
terpecah pula, maka energi dilepaskan. Jumlah ATP yang tersimpan di dalam
otot dibatasi, sehingga tubuh terus menerus mengisi kembali cadangan ATP
untuk melakukan aktifitas selanjutnya. Merle L. Foss & Steven J. Keteyian
(1998:18) mengungkapkan bahwa, “Hanya dari energi yang dilepaskan oleh
pemecahan ATP, sel dapat melakukan usaha khususnya”, kemudian Merle L.
Foss & Steven J. Keteyian (1998:19) menambahkan bahwa, “Energi yang
dilepaskan pada saat pemecahan ATP ini menyatakan sumber energi yang
segera dapat digunakan oleh sel otot untuk melakukan usaha”. Tubuh dapat
mengisi kembali cadangan ATP dengan salah satu dari tiga sistem energi yang
tergantung dari jenis kegiatan fisik. Dua diantaranya secara anaerob yang
berarti oksigen tidak mutlak diperlukan dalam peoses menghasilkan ATP, yaitu
sistem ATP-PC dan sistem LA. Sedangkan cara yang ketiga adalah sistem
aerobik, yaitu sistem yang membutuhkan oksigen untuk dapat menghasilkan
ATP. Jenis energi yang digunakan tergantung dari intensitas dan waktu yang
diperlukan untuk melakukan aktifitas tersebut. Estimasi waktu akan
menentukan kebutuhan energi saat melakukan aktifitas.
Ketika melakukan aktifitas, otot membutuhkan pasokan energi (ATP)
secara terus menerus, sedangkan persediaan ATP dalam otot terbatas. Untuk
dapat tetap melakukan aktiftas ATP harus selalu dihasilkan kembali. Proses-
proses pembetukan ATP menurut Soekarman (1991:9), melalui :
a. Sistem ATP-PC (Fosfagen),
b. Sistem asam laktat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
c. Sistem aerobik.
Estimasi waktu dan energi yang digunakan untuk melakukan aktiftas
adalah sebagai berikut :
Berdasarkan gambaran estimasi waktu dan energi yang digunakan
untuk melakukan aktifitas di atas, intensitas latihan menjadi hal yang penting
untuk dapat membantu dalam menyusun program latihan. Perencanaan
program latihan akan lebih efektif dan efisien.
Sedangkan proses pemecahan ATP sebagai berikut :
ATP ADP + Pi + Energi
Dibackup
ATP – PC P + C + Energi (digunakan untuk resistensis ADP+P)
Lompat jauh gaya jongkok dilakukan dengan intensitas yang
maksimal, dengan power yang maksimal. Aktivitas yang dilakukan dengan
intensitas tinggi dalam waktu kurang lebih dari 10 detik menggunakan sistem
energi ATP-PC. Menurut Edward L. Fox & D. Mathews (1981:242), aktifitas
lompat jauh gaya jongkok diperkirakan menggunakan ATP-PC dan LA sebesar
98% dan LA-O2 sebesar 2 %.
a) Sistem ATP – PC (Fosfagen)
Semua energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas barasal
dari ATP. ATP dalam otot tersedia dalam jumlah yang terbatas. Namun
apabila otot terlatih untuk melakukan aktifitas maka jumlah ATP yang
tersedia akan semakin meningkat. Saat kontraksi, ATP akan pecah menjadi
ADP dan Pi yang menghasilkan pelepasan energi. Energi yang dihasilkan
ATP
ATP – PC
ATP – PC – LA
Aerob (Oksigen)
1 detik
Aktifitas antara 15-20 detik
Aktifitas antara 20 detik – 2 menit
Lebih dari 2 menit
55 % menjadi panas
45% digunakan untuk
action
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
55% berupa panas sedangkan sisanya 45% untuk melakukan kontraksi
tersebut. Apabila aktifitas/kontraksi yang dilakukan masih berlanjut maka
ATP akan habis sehingga harus dibentuk kembali. Guna memenuhi kembali
jumlah ATP perlu adanya posokan dari cadangan energi. Merle L. Foss &
Steven J. Keteyian (1998:20) menyatakan bahwa ketika cadangan habis
dalam aktivitas yang berintensitas sangat (ultra) tinggi, misalnya sprinting,
mereka tidak dapat diisi kembali secara efektif hingga pemulihan dimulai.
Oleh karena itu harus ada senyawa lain yang membatu menyediakan energi
secepat mungkin. Proses pembentukan kembali ATP ini membutuhkan
peran senyawa sederhana, yaitu PC (phosphocreatine). PC ini merupakan
senyawa sederhana sumber energi tercepat untuk menghasilkan ATP.
Soekarman (1991:12) menyatakan, bahwa “PC merupakan sumber energi
yang tercepat untuk membentuk ATP kembali”.
Proses pembentukan ATP ini dilakukan dengan memecah PC
menjadi Pi dan C (creatine) yang menghasilkan energi. Energi ini yang
digunakan untuk meresintesis ADP dan Pi untuk menjadi ATP kembali.
Proses pemecahan ini tidak memerlukan oksigen. Di dalam otot PC tersedia
dalam jumlah sangat sedikit. Akan tetapi jumlahnya dapat ditingkatkan
dengan melakukan latihan secara teratur. Hal ini berlangsung pada masa
pemulihan (recovery) dari suatu latihan/kerja, dimana energi yang
digunakan bagi resintesis ATP berasal dari pemecahan bahan-bahan
makanan. ATP dan PC disebut sistem fosfagen (phosphagensistem) karena
mengandung senyawa fosfat. Reaksi kimia dari sistem fosfagen adalah
sebagi berikut :
(Merle L. Foss & Steven J. Keteyian, 1998:20)
Pentingnya sistem fosfagen bagi performa fisik menjadi semakin
dominan. Tanpa sistem ini, gerakan yang cepat dan kuat tidak dapat
PC Pi + C + Energi
Energi + ADP + Pi ATP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dilakukan, karena kegiatan-kegiatan ini memerlukan pasokan yang dapat
disediakan dengan cepat. Soekarman (1991:13) menyatakan bahwa olahraga
yang dilakukan dengan intensitas yang sangat tinggi seperti lari 60 meter,
dibutuhkan persediaan energi yang sangat cepat. Hal ini hanya dapat
dipenuhi oleh cadangan fosfat yang tersedia.
Soekarman (1991:13) mengemukakan juga bahwa sistem fosfagen
ini merupakan sumber energi yang dapat digunakan secara cepat yang
diperlukan untuk olahraga yang memerlukan kecepatan. Seorang pelompat
jauh hanya dapat mempertahankan kecepatan maksimum selama 6 detik,
selanjutnya kecepatan akan menurun. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff
(2009:21) berpendapat bahwa otot rangka hanya dapat menyimpan sejumlah
ATP, kehabisan energi dalam usaha berintensitas tinggi selama 10 detik,
sedangkan PCr dapat berkurang sebesar 50% sampai 70% dari nilai awal
dalam latihan berintensitas tinggi selama 5 detik dan dapat benar-benar
habis dalam merespon latihan yang kuat dan melelahkan. Sumbangan
tertinggi terhadap produksi ATP oleh PCr terjadi dalam 2 detik pertama
latihan inisiasi; sebesar 10 detik latihan, kemampuan PCr untuk memasok
ATP berkurang sebesar 50% dan dengan 30 detik latihan PCr menyumbang
sangat sedikit terhadap persediaan ATP. Pada waktu 10 detik, sumbangan
sistem glikolisis terhadap pasokan ATP mulai meningkat.
Di dalam otot tubuh simpanan PC yang jumlahnya kira-kira lima
kali lipat simpanan ATP dalam tubuh. Akan tetapi jumlah ATP tidak hanya
bergantung pada berat badan dan massa otot. Latihan yang dilakukan secara
teratur akan meningkatkan jumlah ATP dalam otot. Oleh karena itu untuk
dapat meningkatkan prestasi terutama dalam pembahasan ini adalah lompat
jauh, diperlukan suatu rancangan program latihan yang cermat sehingga
diperoleh latihan yang efektif dan efisien. Pengetahuan tentang sistem
energi terutama sistem energi dominan yang dibutuhkan dalam lompat jauh
membantu dalam penyediaan konsumsi makanan bagi para atlet. Besarnya
energi ATP yang tersedia dari sistem fosfagen dalam Merle L. Foss &
Steven J. Keteyian (1998:21) adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel . Jumlah Energi ATP-PC
(Merle L. Foss & Steven J. Keteyian, 1998:21)
OTOT ATP PC
TOTAL
ATP-
PC
1. Konsentrasi Otot
a. mM/Kg otot
b. mM keseluruhan otot
2. Energi yang
digunakan
Kcal/Kg otot
Kcal keseluruhan otot
4 – 6
120– 180
0.04 – 0.06
1.2 – 1.8
15 – 17
450 – 510
0.15 – 0.17
4.5 – 5.1
19 – 23
570 – 690
0.19 – 0.23
5.7 – 6.9
Tabel di atas mengandaikan berat seseorang 70 Kg dengan berat
otot seluruhnya 30 kg, dan setiap molekul ATP dapat menghasilkan 10 Kcal
energi. Dari tabel di atas dinyatakan bahwa simpanan PC dalam otot lebih
banyak dari simpanan ATP-nya. Hal ini sesuai dengan fungsi PC, yaitu
untuk menyajikan energi bagi resintesis ATP. Simpanan fosfagen
seluruhnya (ATP + PC) dalam tubuh hanya antara 570 sampai 690 milimol
saja, yang seharga dengan 5.7 sampai 6.9 Kcal energi yang berasal dari
ATP, dan yang hanya dapat digunakan untuk kegiatan dalam waktu yang
terbatas sekali, sekitar 10 detik, missal untuk lompat jauh (Merle L. Foss &
Steven J. Keteyian, 1998:22).
Kemudian Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998 : 22)
menyatakan, bahwa sistem fosfagen merupakan sumber ATP yang tersedia
dengan cepat untuk digunakan oleh otot. Alasan yang menunjang
pernyataan tersebut ialah :
(1) ATP-PC disimpan secara langsung di dalam mekanisme kontraktil
otot,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(2) Tidak tergantung pada reaksi kimia yang panjang, dan
(3) Tidak tergantung pada pengangkutan oksigen saat bernafas untuk
kerja otot”.
Sistem fosfagen merupakan sumber energi utama untuk aktifitas
yang berintensitas sangat tinggi, seperti lompat jauh gaya jongkok. Tudor O.
Bompa & G. Gregory Haff (2009:22) mengemukakan bahwa :
“Pengisian kembali cadangan fosfagen biasanya merupakan
sebuah proses yang sangat cepat, dengan 70 % pemulihan ATP yang terjadi
dalam waktu sekitar 30 detik dan pemulihan sempurna dalam latihan terjadi
selama 3 sampai 5 menit. Pemulihan PC memakan waktu lebih lama dengan
2 menit untuk pemulihan 84%, 4 menit untuk pemulihan 89 % dan 8 menit
untuk yang sempurna. Pemulihan fosfagen terjadi sebagian besar melalui
metabolisme aerobik. Akan tetapi, sistem glikolisis mungkin juga
menyumbang pada pemulihan kumpulan fosfagen setelah latihan yang
berintensitas tinggi”.
b) Sistem Glikolisis Anaerobik atau Sistem Asam Laktat
Ketika suatu aktifitas dilakukan terus menerus melebihi sistem
energi fosfagen, yaitu aktifitas yang berlangsung selama 20 detik – 2 menit.
Maka aktifitas tersebut membutuhkan cadangan energi yang akan dipenuhi
melalui persediaan glikogen yang ada dalam otot-otot yang aktif melakukan
kontraksi. Proses anaerob yang berlangsung dalam otot dimana terjadi
resintesis ATP dengan glikogen sebagai sumber energinya disebut dengan
proses glikolisis. Proses glikolisis merupakan proses pemecahan karbohidrat
secara tak sempurna, karena belum menggunakan oksigen dan
menghasilkan asam laktat sebagai hasil sampingan. Oleh karena
berlangsungnya proses tanpa melibatkan oksigen maka proses ini disebut
proses glikolisis anaerobik. Di dalam tubuh, semua jenis karbohidrat diubah
menjadi jenis gua sederhana, yaitu glukosa, yang dapat digunakan. Bila
berlebihan akan disimpan di dalam hati atau dalam otot sebagai glikogen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
yang dapat segera digunakan kemudian pada saat diperlukan. Sebagai hasil
sampingan, asam laktat bila menumpuk dankadarnya meninggi dapat
merugikan tubuh karena akan menimbulkan kelelahan. Dibandingkan
dengan sistem fosfagen, sistem glikolisis anaerob jauh lebih rumit.
Pada awalnya sebagian besar ATP dipasok dari glikolisis cepat.
Ketika aktifitas berlangsung hampir 2 menit maka pasokan ATP berasal dari
glikolisis lambat. Proses pembentukan energi glikolisis anaerobik
memerlukan proses yang lebih panjang dibandingkan dengan proses
pembentukan energi ATP-PC. Hal ini dikarenakan proses glikolisis
anaerobik harus melalui 12 macam reaksi. Soekarman (1991 : 15)
menyebutkan bahwa proses tersebut (glikolisis anaerobik) diperlukan 12
macam reaksi berurutan, sehingga pembentukan energi lewat sistem ini
berjalan lambat jika dibandingkan dengan ATP-PC. Kemudian Soekarman
menambahkan ciri-ciri glikolisis anaerobik dapat disimpulkan sebagai
berikut:
(1) Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan
kelelahan.
(2) Tidak membutuhkan oksigen.
(3) Hanya menggunakan karbohidrat.
(4) Memberikan energi untuk resintesis beberapa molekul ATP saja.
Proses glikolisis anaerobik ini menghasilkan asam laktat (LA). Jika
asam laktat yang dihasilkan melebihi kemampuan tubuh untuk mentoleransi
maka asam laktat itu akan menumpuk. Penumpukan asam laktat ini akan
mengakibatkan otot mengalami kelelahan sehingga aktifitas akan terhenti.
Glikogen diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat.
Makanan rendah karbohidrat akan berakibat pada berkurangnya cadangan
glikogen dalam otot sehingga berdampak pada aktifitas yang dilakukan,
terutama latihan yang memerlukan intensitas tinggi dan durasi yang
panjang. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009 : 23-24)
mengemukakan bahwa “Latihan aerobik dan latihan anaerobik seperti
interval sprint yang berulang-ulang dan pelatihan ketahanan dapat secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
signifikan mempengaruhi otot dan cadangan glikogen liver”. Aktifitas
dengan intensitas dan durasi yang tinggi akan menguras cadangan glikogen
yang ada dalam otot. Pengisian kembali atau pemulihan glikogen otot ini
memerlukan waktu yang panjang. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff
(2009:24) menjelaskan bahwa “ Setelah menyelesaikan latihan, secara
umum memerlukan waktu antara 20 – 24 jam bagi glikogen otot agar pulih
secara sempurna”. Kemudian ketika terjadi kerusakan otot atau persediaan
karbohidrat yang tidak memenuhi, maka pemulihan kembali glikogen otot
memerlukan waktu yang lebih panjang. Ini diperjelas oleh pendapat Ivy dan
rekan-rekan dalam Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009:24) bahwa “
Jika karbohidrat dikonsumsi dalam 2 hari setelah menyelesaikan latihan,
penyimpanan glikogen otot dapat meningkat 45%”. Pemahaman ini sangat
penting disaat mengikuti perlombaan, dimana waktu yang digunakan untuk
lomba sangat pendek. Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa konsumsi
karbohidrat yang cukup akan membantu menjaga performa atlet.
4. Otot Penggerak Lompat Jauh
Gerak lompat jauh ini akan dapat dilakukan dengan penguasaan
teknik lari cepat dan daya ledak yang baik. Kesempurnaan teknik lari cepat
untuk mendapatkan langkah dan daya ledak yang optimal tidak terlepas dari
otot-otot utama yang bekerja pada lompat jauh gaya jongkok.
Seperti dijelaskan oleh Hay (1993 : 400) yang menyatakan bahwa
waktu saat tungkai atlet kontak dengan permukaan tanah terutama ditentukan
oleh kecepatan dimana otot-otot tungkai topang dapat mendorong tubuh
kedepan dan kemudian kedepan dan keatas kedalam fase melayang
selanjutnya. Otot-otot utama yang berperan dalam lari cepat adalah otot-otot
extremitas bawah, yaitu :
a. Kelompok otot ekstensor
Faccioni (2004), beberapa penulis menyatakan bahwa kekuatan
disekitar sendi panggul mempunyai hubungan secara langsung pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
5. Latihan Pliometrik
a. Pengertian dan Tujuan Latihan Pliometrik
Pengertian latihan pliometrik tidak terlepas dari pengertian latihan
pada umumnya. Adapun pengertian latihan atau training secara umum
menurut Harsono (1988:101) adalah ”Proses yang sistematis dari berlatih
atau bekerja yang dilakukan secara berulang – ulang dengan kian hari kian
menambah beban latih44eannya atau pekerjaannya”. Adapun menurut A.
Hamidsyah Noer ( 1995:9) bahwa: ”Latihan adalah suatu proses
penyesuaian tubuh yang dilakukan dengan berulang-ulang secara sistematis
dan ajeg dengan penambahan beban secara bertahap untuk mencapai
prestasi maksimal”. Latihan dalam olahraga meliputi latihan fisik, teknik,
taktik, dan mental.
Latihan pliometrik merupakan salah satu jenis dari latihan fisik.
Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara
menyeluruh. Dalam hal ini Harsono (1988:153) menyatakan bahwa tujuan
latihan fisik adalah ”Untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan
kemampuan fungsional sistem tubuh sehingga mencapai prestasi yang lebih
baik”. Latihan pliometrik merupakan metode latihan yang bersifat khusus.
Latihan pliometrik merupakan metode latihan yang dikembangkan untuk
meningkatkan power otot. Tipe kerja dalam latihan pliometrik yaitu cepat
dan eksplosif, sehingga latihan pliometrik cocok untuk mengembangkan
power otot. Menurut Chu D.A. (1992:1) bahwa ”Pliometrik adalah latihan
yang dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan kemampuan atlet, yang
merupakan perpaduan latihan kecepatan dan kekuatan”. Perpaduan antara
kecepatan dan kekuatan merupakan perwujudan dari daya ledak otot.
b. Dasar Fisiologis Latihan Pliometrik
Tipe kerja latihan pliometrik yaitu dengan adanya kontraksi –
kontraksi otot yang dilakukan dengan cepat dan kuat. Menurut Radcliffe &
Farentinos (1985:2) bahwa ”Pliometrik mengacu pada latihan – latihan yang
ditandai dengan kontraksi – kontraksi otot yang kuat sebagai respon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis atau peregangan otot – otot
yang terlibat”.
Gerakan – gerakan yang dilakukan dalam latihan pliometrik
bersifat refleks dan reaktif. Radcliffe & Farentinos (1985:9) menyatakan
bahwa, ”Dasar – dasar proses gerak sadar maupun tak sadar yang terlibat
dalam pliometrik adalah apa yang disebut refleks peregangan (stretch
reflex), juga disebut refleks spindle atau refleks miotatik”. Latihan dan drill
pliometrik didasarkan pada prinsip – prinsip peregangan pendahuluan (pra–
peregangan) otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon
untuk penyerapan kejutan dari tegangan awal yang dilakukan otot sewaktu
pendaratan.
Ciri khas dari latihan pliometrik adalah adanya peregangan
pendahuluan (pre-stretching) dan tegangan awal (pre-tention) pada saat
melakukan kerja. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa latihan
pliometrik merupakan latihan yang menjembatani antara kecepatan dan
kekuatan. Tipe gerakan dalam latihan pliometrik adalah cepat, kuat,
eksplosif dan reaktif. Tipe – tipe seperti ini merupakan tipe dari kemampuan
daya ledak. Oleh karena itu latihan pliometrik merupakan latihan yang
sangat cocok untuk meningkatkan daya ledak (power).
c. Prinsip – Prinsip Latihan Pliometrik
Latihan pliometrik merupakan bagian dari latihan olahraga,
khususnya latihan fisik secara umum. Prinsip – prinsip latihan olahraga
secara umum, juga berlaku untuk latihan pliometrik. Prinsip – prinsip yang
harus diterapkan pada latihan pliometrik, menurut Sarwono & Ismaryati
(1999:39-42) antara lain, ”(a) memberi regangan (stretch) pada otot, (b)
beban lebih yang meningkat (progresive overloade), (c) kekhususan latihan,
(d) pulih asal”. Prinsip – prinsip latihan pliometrik tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
1) Memberi Regangan (stretch) Pada Otot
Dasar gerak latihan pliometrik adalah adanya refleks peregangan
sebelum kontraksi otot untuk melawan beban yang berlangsung dengan
cepat. Menurut Sarwono & Ismaryati (1999:39) bahwa, ”Tujuan dari
pemberian regangan yang cepat (segera) pada otot – otot sebelum
melakukan kontraksi (gerak), secara fisiologis untuk, (1) memberi
panjang awal yang optimum pada otot, (2) mendapatkan tenaga elastis
dan (3) menimbulkan refleks regang”.
Gerakan pliometrik didasarkan pada kontraksi refleks dari
serabut – serabut otot dengan pembebanan yang cepat yang didahului
dengan peregangan otot secara cepat pula. Dengan adanya regangan otot
sebelum berkontraksi dapat memberikan stimulasi pada sistem
neuromuskuler dan meningkatkan refleks peregangan dinamis pada otot.
2) Beban Lebih Yang Meningkat (Progressive Overload)
Prinsip beban lebih atau overload merupakan prinsip dasar
latihan, termasuk dalam latihan pliometrik. Prinsip beban lebih dapat
merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh yang mendorong
peningkatan kemampuan otot atau tubuh. Kemampuan orang dapat
meningkat jika mendapatkan beban latihan lebih berat dari beban yang
diterima sebelumnya secara teratur dan kontinyu. Dalam hal ini Pate R.,
Rotella R.& McClenaghan B. (1993:318) mengemukakan bahwa,
”sebagian besar sistem fisiologi dapat menyesuaikan diri pada tuntutan
fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dalam kehidupan
sehari – hari”.
Dengan demikian agar kemampuan atlet dapat meningkat, maka
beban yang diberikan dalam latihan harus merupakan beban yang lebih
berat dari beban yang telah terbiasa diterima sebelumnya. Dengan
pembebanan yang lebih berat dari sebelumnya, maka akan merangsang
tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut. Sehingga kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
tubuh akan meningkat. Oleh karena itu prinsip beban lebih ini harus
benar – benar diterapkan dalam pelaksanaan latihan.
Harus selalu diingat, bahwa peningkatan beban latihan yang
diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau berlebihan. Jika beban latihan
yang diberikan tersebut selalu tinggi dan berlebihan, maka yang
diperolah bukanlah kemajuan kondisi fisik, tetapi malah sebaliknya yaitu
kemunduran kondisi fisik. Karena beban yang berlebihan kemungkinan
dapat menimbulkan cedera, sehingga kondisi fisiknya menurun karena
sakit. Untuk menghindari pemberian beban yang berlebihan, maka
pemberian beban latihan diberikan secara progresif.
Penggunaan beban secara progresif adalah latihan yang
dilakukan dengan menggunakan beban yang ditingkatkan secara teratur
dan bertahap sedikit demi sedikit. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa
”Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai
maksimum. Dan jangan berlatih melebihi kemampuan”. Dengan
pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian
meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektivitas
kemampuan fisik.
Pembebanan dalam latihan pliometrik memiliki ciri – ciri yang
bersifat khusus. Menurut Radcliffe & Farentinos (1985:17) bahwa,
”program latihan pliometrik harus diberikan beban lebih dalam hal
tahanan atau beban (resistif), kecepatan (temporal), dan jarak (spasial)”.
Peningkatan beban latihan pliometrik dapat dilihat dari beban yang
digunakan, kecepatan gerak dan jarak tempuh.
3) Kekhususan Latihan
Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus,
sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan sistem energi
yang digunakan dalam latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur
kondisi fisik tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar
terhadap komponen tersebut. Berdasarkan hal tersebut, agar aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
latihan itu mempunyai pengaruh yang baik, latihan yang diberikan harus
bersifat khusus, sesuai dengan unsur kondisi fisik dan pola gerak jenis
olahraga yang akan dikembangkan. Dalam hal ini Soekarman (1987:60)
mengemukakan bahwa, ”latihan itu harus bersifat khusus untuk
meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang
olahraga yang bersangkutan”. Latihan hendaknya melibatkan gerakan
yang langsung menuju pada nomor – nomor cabang olahraga yang
bersangkutan.
Prinsip kekhususan juga berlaku untuk latihan pliometrik.
Program latihan yang diberikan harus bersifat khusus, disesuaikan
dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan tersebut yaitu menyangkut
kelompok otot utama yang digunakan, sistem energi dan pola gerakan
(keterampilan) yang sesuai dengan nomor olahraga yang dikembangkan.
Bentuk latihan yang dilakukan harus bersifat khas sesuai cabang olahraga
tersebut. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot
yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang
dikembangkan.
Agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan,
maka program latihan yang disusun juga harus berpegang pada prinsip
kekhusususan latihan ini. Baik dalam pola gerak, jenis kontraksi otot,
kelompok otot yang dilatih dan sistem energi yang dikembangkan dalam
latihan tersebut harus sesuai dengan ciri – ciri dan karakteristik lompat
jauh.
4) Pulih Asal
Prinsip pemulihan sering juga disebut dengan recovery atau
sering pula disebut prinsip interval. Dalam suatu latihan tubuh harus
mendapat pulih asal yang cukup. Penggunaan prinsip interval ini cukup
besar manfaatnya dalam proses pelaksanaan latihan. Menurut Suharno
H.P. (1993:17), manfaat prinsip interval ini antara lain untuk: ”(a)
Menghindari terjadinya overtraining, (b) Memberikan kesempatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan, (c) Pemulihan
tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”.
Cedera dalam latihan sering terjadi karena adanya pembebanan
yang berat dan dilakukan secara terus menerus. Dengan interval istirahat
yang cukup akan dapat memberikan kesempatan pada tubuh untuk
istirahat, sehingga dapat menghindari terjadinya cedera. Interval yang
cukup juga dapat memberikan kesempatan tubuh untuk beradaptasi
terhadap beban latihan.
Prinsip pulih asal ini harus diterapkan dalam latihan, termasuk
dalam latihan pliometrik. Lama waktu pulih asal untuk latihan
pliometrik, menurut Chu (1992:14) yaitu, ”menggunakan rasio antara
kerja dan istirahat 1:5 sampai 1:10”. Dalam hal ini Radcliffe &
Farentinos (1985:20) mengemukakan bahwa, ”periode istirahat 1 – 2
menit di sela–sela set biasanya sudah memadai untuk sistem
neuromuskuler yang mendapat tekanan karena latihan pliometrik untuk
pulih kembali”. Dengan pulih asal (recovery) yang cukup, tubuh akan
siap kembali untuk melaksanakan aktivitas latihan selanjutnya. Jika tidak
ada waktu pemulihan yang cukup, atlet akan mengalami kelelahan yang
berat dan akibatnya penampilan akan menurun.
d. Bentuk Latihan Pliometrik Untuk Meningkatkan Kemampuan Lompat
Jauh
Komponen utama dalam lompat jauh adalah kemampuan fisik dan
teknik. Pelatih dituntut untuk dapat menyusun dan memberikan progaram
latihan untuk mengembangkan unsur fisik dan unsur teknik yang diperlukan
dalam lompat jauh secara terpadu.
Sesuai dengan prinsip kekhususan latihan, latihan yang dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus bersifat khusus.
Program latihan yang disusun untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh
harus sesuai dengan karakteristik atau pola gerakan lompat jauh. Tanpa
memperhatikan hal tersebut, maka latihan yang dilakukan tidak akan efektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dan efisien. Bentuk dan metode latihan yang digunakan juga harus bersifat
khusus, yang dapat mengembangkan unsur – unsur dalam lompat jauh
tersebut.
Latihan pliometrik untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh
terutama adalah dengan bentuk latihan melompat – lompat. Bentuk latihan
pliometrik yang dapat digunakan untuk mengembangkan prestasi lompat
jauh, diantaranya yaitu latihan melompat menggunakan dua kaki seara
bersama-sama dengan alat bantu kotak (box) dan latihan melompat ke atas
dan kembali lagi kebawah. Bentuk latihan tersebut dinamakan box jump.
Sedangkan pelaksanaan latihan pliometrik leaps menggunakan tempat yang
datar untuk melompat dengan satu kaki atau berjingkat.
e. Penyusunan Program Latihan
Pelaksanaan latihan harus direncanakan, disusun dan diprogram
dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Untuk mencapai prestasi
olahraga yang setinggi mungkin, mutlak diperlukan penyusunan program
latihan yang baik dan tepat. Program latihan harus disusun dengan teliti dan
seksama dengan memperhatikan prinsip – prinsip latihan yang benar. Dalam
hal ini Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984:12-14)
mengemukakan bahwa:
Pada pembuatan program latihan harus meliputi faktor berikut:
a. Tipe latihan
b. Intensitas latihan
c. Frekuensi latihan
d. Lama latihan
e. Peningkatan
Menurut M. Sajoto (1995:33-35) dalam menyusun program latihan
harus memperhatikan, ”(a) Jumlah beban, (b) Repetisi dan set, (c) Frekuensi
dan lama latihan”. Adapun hal – hal yang harus diperhatikan dalam
menyusun program latihan untuk latihan melompat – lompat antara lain
adalah intensitas latihan, repetisi dan set serta frekuensi dan lama latihan.
1) Intensitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Intensitas latihan adalah ”jumlah beban dalam latihan yang
dilakukan dengan sungguh – sungguh dan benar pelaksanaannya”. A.
Hamidsyah Noer, (1995:12). Ukuran kesungguhan dalam pelaksanaan
latihan merupakan bentuk dari intensitas latiahan. Intensitas dapat pula
diartikan sebagai ukuran berat ringannya beban latihan. Dalam hal ini
Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984:12) mengemukakan
bahwa, ”Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan
faktor utama yang mempengaruhi efek latihan terhadap efek tubuh”.
Pelaksanaan latihan pliometrik menurut Pyke (1991:144) yaitu
meliputi, ”Latihan memantul – mantul, lompatan dalam dan dapat juga
latihan lempar pantul”. Jadi pelaksanaan latihan ini adalah melompat –
lompat dengan memantul, sehingga tidak ada waktu istirahat antar
lompatan yang dilakukan. Dengan demikian latihan pliometrik ini
dilaksanakan dalam intensitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bompa (1994:42) yaitu bahwa latihan pliometrik dengan
lompat – lompat memantul itu dilakukan dengan ”intensitas
submaximal”.
2) Repetisi dan Set
Repetisi adalah jumlah ulangan gerakan dalam latihan,
sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi.
Penentuan jumlah repetisi dan set yang harus dilakukan atlet harus
ditentukan dengan tepat.
Dalam latihan melompat – lompat dengan memantul, menurut
Bompa (1994:44) yaitu dengan jumlah repetisi ”3-25, sedangkan jumlah
setnya yaitu 2-15”. Adapun istirahat antar setnya yaitu ”3-5 menit”.
Sedangkan menurut Nosseck (1982:81) bahwa dosis latihan lompat untuk
meningkatkan daya ledak otot tungkai adalah dengan: ”intensitas 50-
70%, repetisinya 4-6, interval istirahat 2-5 menit, dengan irama latihan
cepat dan eksplosif”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Berdasarkan uraian di atas, maka latihan melompat – lompat
yang dilakukan untuk melakukan kemampuan melompat dalam lompat
jauh adalah dengan repetisi 3-5, dalam 2-4 set, dengan istirahat antar set
selama 3 menit.
3) Frekuensi dan Lamanya Latihan
Frekuensi dan lamanya latihan merupakan dua hal yang saling
berkaitan dalam pelaksanaan latihan. Frekuensi merupakan jumlah
berapa kali latihan yang dilakukan setiap minggunya. Sedangkan
lamanya latihan yaitu lamanya waktu yang diperlukan dalam latihan
sampai mendapatkan pengaruh yang nyata. Dalam hal ini M. Sajoto
(1995:35) mengemukakan bahwa, ”Para pelatih dewasa ini umumnya
setuju untuk menjalankan program latihan 3 kali seminggu, agar tidak
terjadi kelelahan yang kronis. Adapun lama latihan yang diperlukan
adalah selama 6 minggu atau lebih”. Dengan latihan yang dilakukan 3
kali seminggu secara teratur selama 6 minggu, kemungkinan sudah
menampakkan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan kondisi fisik.
4. Latihan Box Jump
a. Pelaksanaan Latihan Box Jump
Box jump adalah bentuk latihan pliometrik yang dalam
pelaksanaannya dilakukan dengan loncat naik turun bangku tumpuan dua
kaki. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan power otot tungkai.
Menurut Donal A Chu, 1992:48 menyatakan bahwa, “ketinggian bangku
antara 6-12 inchi dan tidak boleh lebih dari 24 inchi”.
Untuk melakukan gerakan tersebut diawali dengan posisi berdiri
menghadap ke bangku, sedikit menekuk sendi lutut kurang lebih 135°,
kedua lengan berada disamping badan dengan kedua sendi siku ditekuk 90°
dari awalan. Kemudian dilanjutkan dengan menolak dengan kedua kaki
secara bersamaan melompat ke atas bangku dan kembali mendarat ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
tempat semula (lantai) yang dilakukan secepat mungkin sesuai posisi awal
dan dilanjutkan dengan gerakan selanjutnya secara berulang-ulang.
Gerakan loncat naik turun bangku ini menggunakan irama
menotrom. Menurut Donal A Chu, 1992:45 menyatakan pada waktu
hitungan ke satu, loncat ke atas bangku, hitungan turun bangku dilanjutkan,
hitungan ganjil loncat di atas bangku dan ketika hitungan genap turun dari
bangku.
Untuk lebih jelasnya berikut disajikan ilustrasi latihan box jump
sebagai berikut:
Gambar 5. Latihan loncat box jump
Donal A Chu, 1992:18
Berdasarkan pada pelaksanaan latihan yang telah diuraikan, latihan
ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan latihan box
jump sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaannya mengangkat kedua kaki secara bersama-
sama, memudahkan siswa dalam mengangkat berat beban
tubuhnya.
2. Meningkatkan unsur tehnik lompat jauh gaya jongkok pada saat
melayang di udara, sehingga dapat bertahan lama di udara
mengakibatkan lompatan semakin maksimal.
Sedangkan kelemahan dalam pelaksanaan lompat box jump antara lain:
1. Beban yang diangkat menjadi ringan, karena dilakukan oleh kedua
kaki secara bersama-sama.
2. Dengan latihan secara kontinyu dan terus menerus pada batas
kemampuan siswa akan menjadi merasa berkurang, sehingga
menurunkan konsentrasi ataupun akan terjadi kelelahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
b. Pengaruh latihan box jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya
jongkok
Latihan box jump adalah latihan dengan menggunakan kedua kaki
secara bersamaan. Untuk melakukan gerakan tersebut diawali dengan posisi
berdiri meghadap bangku, sedikit menekuk sendi lutut sekitar 135°, kedua
lengan di samping badan dengan kedua sendi siku di tekuk 90° dari awalan.
Kemudian dilanjutkan dengan menolak dengan kedua kaki secara
bersamaan melompat ke atas bangku dan kembali mendarat dengan
menggunakan kedua kaki ketempat semula, dilakukan dengan gerakan
irama cepat dan berulang-ulang.
Gerakan meloncat yang dilakukan dengan kuat dan cepat
berkesinambungan akan dapat meningkatkan unsur power, yaitu kekuatan
dan kecepatan. Gerakan meloncat-loncat dengan kedua kaki secara bersama
akan meningkatkan power otot tungkai yang berimbang, antara kaki kanan
dan kaki kiri.
Power otot tungkai berperan sangat penting dalam melakukan
lompat jauh, dengan meningkatnya power otot tungkai, maka dapat
mendukung pencapaian prestasi hasil lompat jauh. Keberadaan power otot
tungkai berperan penting dalam lompat jauh terutama pada perubahan gerak
horizontal menjadi gerak vertikal yauiti pada saat take off. Jes jerver
(1999:36) “peubahan dari keepatan horizontal menjadi gerakan bersudut
didapat dengan cara memberikan tenaga maksimum pada kaki yang akan
take off.”
Sedangkan menurut tamsir riyadi (1985:71) “salah satu hal yang
harus diperhatikan pada saat melakukan tumpuan adalah dilakukan dengan
sekuat tenaga, cepat dan meledak (eksplosif)”. Hal ini berarti untuk
melakukan tolakan pada lompat jauh, maka otot-otot yang terdapat di bagian
bawah seperti otot tungkai harus dikerahkan dengan cepat dan kuat atau
semaksimal mungkin sehingga dapat memperoleh capaian jarak yang
sejauh-jauhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
5. Latihan Leaps
a. Pelaksanaan Berjingkat Leaps
Latihan leaps pada prinsipnya sama seperti latihan box jump yaitu
untuk meningkatkan power otot tungkai, tetapi pelaksanaannya atau
gerakannya berbeda. Latihan berjingkat merupakan bentuk latihan
melompat memantul ke depan dengan satu kaki dan mendarat dengan kaki
yang sama. Menurut James C Redcliffe S Robet C. Farentinos (1985:12)
“lompat memantul (bounding) menekankan pada melompat untuk mencapai
ketinggian maksimum dan juga jarak horizontal”. Hal ini menunjukan
bahwa, latihan lompat memantul menekankan pada kemampuan melompat-
lompat dengan menggunakan bilah atau yang lainnya sebagai rintangan
yang dilakukan untuk melompat dengan satu kaki.
Depdikbud (1996:84) menyatakan “pelaksanaan dari latihan
berjingkat (leaps) yaitu posisi badan tegak pada satu kaki sementara kaki
yang lain di tekuk ke belakang, sikap tangan di tekuk di samping badan”.
Kaki yang menumpu melompat-lompat ke arah depan (berjingkat) di ikuti
dengan keduan tangan di tekuk di samping badan, sikap badan tegak, kedua
tangan lurus di samping.
Latihan leaps sering digunakan untuk latihan lompat, khususnya
lompat jangkit, tetapi latihan leaps ini juga sering untuk di laksanakan pada
latihan lompat jauh, karena basic tumpuannya sama.
Untuk lebih jelasnya pelaksanaan gerakan leaps di sajikan oleh
gambar berikut ini:
Gambar 6. Latihan leaps
(Garry A. Car, 2003:23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Berdasarkan pelaksanaanm latihan di atas bisa di simpulkan
bahwasanya latihan leaps ternyata mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain adalah:
1. Kemampuan power diperoleh secara maksimal karena beban tubuh
diangkat dengan satu kaki secara cepat dan berkesinambungan.
2. Dapat meningkatkan unsur tehnik lompat jauh gaya jongkok
khususnya pada saat lompatan atau tolakan.
Sedangkan kekuranganya antara lain:
1. Terkadang siswa kesulitan dalam mengangkat beban tubuh karena
gerakan dilakukan secara cepat dan kontinyu.
2. Latihan yang terus menerus atau kontinyu mengakibatkan siswa
mengalami kelelahan, sehingga berpengaruh terhadap
kesempurnaan gerakan.
b. Pengaruh latihan leaps terhadap hasil kemampuan lompat jauh
Latihan leaps adalah latihan lompat memantul dengan satu kaki
dilakukan secara berulang-ulang. Dengan gerakan melompat memantul yang
dilakukan dengan kuat dan cepat, maka unsur-unsur power otot bagian
bawah dikembangkan secara maksimal, sehingga terbentuk power otot
tungkai yang memadai.
Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan leaps menuntut kerja otot-otot
tungkai lebih kuat dan cepat agar dapat melompat-lompat setinggi dan
sejauh mungkin yang dilakukan secara berkesinambungan. Melompat-
lompat dengan satu kaki merupakan gerakan yang ukup berat, karena otot-
otot tungkai dituntut bekerja untuk mengangkat tubuh dengan satu kaki dan
mendarat dengan satu kaki pula, sehingga pada saat mendarat ini kaki kaki
menahan berat badan. Melompat dengan berat badan yang berat dan
dilakukan dengan cepat, maka otot-otot tungkai menjadi berkembang.
Dengan berkembangnya kekuatan dan kecepatan dari otot tungkai,
maka akan menghasilkan power otot tungkai yang memadai. Seperti yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dikemukakan M. Furqon H. dan Mucshin Doewes (2002:18) bahwa “baik
gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan pliometrik.
Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi
tertentu akan dapat dilakukan”
Ditinjau dari gerakan latihan pliometrik leaps, gerakan ini
menyerupai teknik melompat, dimana pada latihan leaps dilakukan dengan
melompat dengan menggunakan satu kaki yang dilakukan dengan kuat dan
cepat. Dengan gerakan yang menyerupai teknik melompat, maka latihan
leaps ini memberikan kemudahan dalam penguasaan teknik menumpu untuk
menolak, kemampuan seorang pelompat mengerahkan power secara
maksimal pada teknik yang benar, maka akan diperoleh lompatan yang
sejauh-jauhnya sehingga kemampuan lompat jauh dapat di capai lebih
maksimal.
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat
diajukan kerangka berfikir sebagai berikut
1) Perbedaan pengaruh latihan box jump dan leaps terhadap kemampuan
lompat jauh gaya jongkok
Latihan box jump dan leaps, masing-masing dapat mengembangkan
power otot tungkai. Power otot tungkai mempunyai peran penting terhadap
hasil kemampuan lompat jauh. Dengan power otot tungkai yang baik dapat
mendukung penguasaan teknik melompat yang baik khususnya pada saat take
off, sehingga memberi peluang besar untuk mencapai hasil lompatan yang
maksimal.
Selain dapat megembangkan power otot tungkai, latihan box jump dan
leaps memiliki penekanan yang berbeda terhadap penguasaan teknik lompat
jauh. Latihan box jump adalah latihan yang menekankan pengembangan unsur
sikap melayang di udara. Dengan latihan box jump yang dilakukan dengan
sistematis dan kontinyu akan terbentuk power otot tungkai yang berimbang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
antara kaki kakan dan kaki kiri serta unsur teknik melayang di udara menjadi
semakin baik, sehingga akan mendukung penguasaan teknik lompat jauh gaya
jongkok lebih optimal.
Sedangkan latihan leaps adalah melompat-lompat dengan
menggunakan salah satu kaki dan mendarat menggunakan satu kaki yang sama.
Latihan melompat-lompat dengan menggunakan satu kaki dan mendarat
dengan kaki yang sama dilakukan dengan cepat, maka kekuatan dan kecepatan
otot-otot tungkai berkembang secara maksimal. Dengan dikembangkannya
kekuatan dan kecepatan otot-otot tungkai secara bersama-sama, maka akan
terbentuk power otot tungkai yang memadai.
Perbedaan penekanan dari kedua latihan tersebut tentu akan
menimbulkan pengaruh perbedaan terhadap peingkatan power otot tungkai.
Dengan demikian diduga ada pengaruhnya latihan box jump dan leaps terhadap
kemampuan lompat jauh gaya jongkok.
2) Latihan leaps memiliki pengaruh lebih baik pengaruhnya terhadap
kemampuan lompat jauh gaya jongkok
Berdasarkan perbedaan latihan box jump dan leaps menunjukkan
bahwa, latihan leaps lebih baik pengaruhnya tehadap peningkatan power otot
tungkai, sehingga dapat mendukung secara maksimal kemampuan lompat jauh
gaya jongkok. Hal ini karena, pada latihan leaps kekuatan dan keepatan otot-
otot tungkai dikembangkan secara maksimal.
Di tinjau dari gearakannya, melompat dengan satu kaki dan medarat
dengan satu kaki yang sama yang dilakukan secara cepat dan
berkesinambungan. Gerakan yang demikian menuntut kerja otot tungkai
dengan kuat dan cepat, sehingga unsur utama power otot tungkai
dikembangkan secara maksimal. Selain itu, latihan leaps gerakannya
menyerupai teknik menumpu untuk melompat pada lompat jauh. Gerakan
menumpu untuk melompat yang dikembangkan dalam latihan leaps, maka
kemampuan menumpu untuk menolak berkembang dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Kemampuan atlet mengerahkan power secara maksimal pada teknik
yang benar (pada saat menumpu untuk menolak), maka akan diperoleh
lompatan yang sejauh-jauhnya. Hal ini adalah titik sentral dalam lompat jauh
yaitu terleak pada perubahan gerak horizontal ke arah gerak vertikal, dimana
pada gerakan tersebut pelompat harus mampu mengerahkan power otot tungkai
secara maksimal pada teknik teknik yang benar. Dengan demikian di duga
latihan leaps lebih baik pengaruhnya dari pada latihan box jump terhadap
peningkatan hasil kemampuan lompat jauh gaya jongkok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik box jump dan leaps terhadap
kemampuan lompat jauh gaya jongkok siswa ekstrakurikuler atletik SMK
N 1 Kedawung Sragen.
2. Latihan pliometrik leaps lebih baik pengaruhnya dari pada box jump
terhadap kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada siswa ektrakurikuler
atletik SMK N 1 Kedawung Sragen.