perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id studi tentang ... fileperpustakaan.uns.ac.id...

88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (Analisis Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche Reglement (HIR)) PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta IFFAH ALMITRA NIM E0009161 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Upload: hadan

Post on 05-Jun-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA

PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI

(Analisis Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang

nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche

Reglement (HIR))

PENULISAN HUKUM

(SKRIPSI)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

IFFAH ALMITRA

NIM E0009161

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA

PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI

(Analisis Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang

nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche

Reglement (HIR))

PENULISAN HUKUM

(SKRIPSI)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

IFFAH ALMITRA

NIM E0009161

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA

PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (Analisis

Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang Nomor 49

tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche Reglement

(HIR))

Oleh

IFFAH ALMITRA

E0009161

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta,

Dosen Pembimbing Skripsi

Pembimbing I Pembimbing II

Harjono, S.H.,M.H Syafrudin Yudhowibowo, S.H.,M.H

NIP 196101041986011001 NIP197805012003121002

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA

PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (Analisis

Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang Nomor 49

tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche Reglement

(HIR))

Oleh

Iffah Almitra

E0009161

Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 19 Maret 2013

DEWAN PENGUJI

(1) Soehartono, S.H., M.hum

NIP. 195604251985031002 ………………………..

Ketua

(2) Syafrudin Yudhowibowo, S.H., M.H

NIP. 197805012003121002 ………………………..

Sekretaris

(3) Harjono, S.H., M.H

NIP. 196101041986011001 ………………………..

Anggota

Prof. Dr. Hartiwiningsih S.H.,M.Hum

19570203 198503 2 001

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA

PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (Analisis

Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang Nomor 49

tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche Reglement

(HIR)) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam

penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi)

dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skipsi) ini.

Surakarta,

Yang membuat pernyataan

Iffah Almitra

NIM.E0009161

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Tirulah Ilmu Padi yang Semakin berisi Semakin Merunduk”

“Kun Fayakun”

"1% talent, 99% hardwork"

"If you think you Can, It Can!"

“Sedekah adalah investasi yang sangat berharga”

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Persembahan seutuhnya hanya untuk ALLAH SWT

Dan Baginda Rasullulah SAW

yang Telah Memudahkan jalanku dan Segalanya Bagiku

dan :

umi dan bapakku

serta :

yang terkasih

popip

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRAK

IFFAH ALMITRA, E0009161, STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM

PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN

NEGERI (Analisis Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-

undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene

Inlandsche Reglement (HIR))

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan asas audi et alteram

partem dalam Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan

juga untuk mengetahui pengaturan asas audi et alteram partem dalam Herziene

Inlandsche Reglement (HIR).

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai

berikut : jenis penelitian normatif, sifat penelitian deskripstif, pendekatan undang-

undang dan pendekatan konseptual, pengumpulan bahan hukum dengan

mengidentifikasi peraturan perundang-undangan mengenai atau berkaitan dengan isu

tersebut, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier,

teknik analisis bahan hukum dengan metode interpretasi. Sumber bahan hukum ini

dari bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan yaitu Undang-Undang

Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche Reglement

(HIR), cetakan-cetakan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim serta bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi.

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan

bahwa dalam Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum telah

mengatur norma-norma yang memuat asas audi et alteram partem. Sebagaimaan

tercantum di dalam pasal-pasal berikut : pasal 52 A ayat (1), pasal 53 ayat (1), (2) dan

(3), pasal 57 A ayat (1), (3) dan (5) ,pasal 58, pasal 59, pasal 68 A ayat (2), pasal 68

B ayat (1), pasal 68 C ayat (2) . Demikian halnya dengan Herziene Inlandsche

Reglement (HIR), pengaturan asas audi et alteram partem terdapat pada pasal 52 A

ayat (1), pasal 53 ayat (1), (2) dan (3), pasal 57 A ayat (1), (3) dan (5) ,pasal 58, pasal

59, pasal 68 A ayat (2), pasal 68 B ayat (1), pasal 68 C ayat (2) untuk undang-undang

nomor 49 tahun 2009 dan pada pasal 121 ayat (1), (2) dan (4), pasal 122, pasal 123

ayat (3), pasal 126, pasal 135, pasal 139 ayat (2) dan pasal 163 untuk Herziene

Inlandsche Reglement (HIR).

Kata Kunci : Pembuktian, Asas Audi Et Alteram Partem.

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRACT

IFFAH ALMITRA, E0009161, A STUDY ON AUDI ET ALTERAM PARTEM

PRINCIPLE IN AUTHENTICATING THE CIVIL CASE IN THE FIRST

INSTANCE COURT (An Analysis on Audi Et Alteram Partem Principle in the

Act Number 49 number 2009 about General Justice and Herziene Inlandsche

Reglement (HIR))

This research aims to find out how the regulation of audi et alteram partem

principle in the Act Number 49 of 2009 about General Justice and to find out how the

regulation of audi et alteram partem in Herziene Inlandsche Reglement (HIR).

The research method used in this legal writing was as follow: normative

research type, descriptive nature of research, statute approach and conceptual

approach, law material collection through identifying the legislation concerning or

relevant to the issue, primary, secondary and tertiary law materials, law material

analysis technique with interpretation method. The law material source derived from

the primary law material consisting of legislation namely the Act Number 49 number

2009 about General Justice and Herziene Inlandsche Reglement (HIR), official prints

or treatise in legislation process and judge’s verdict as well as secondary law material

constituting all publications about law rather than official document.

Based on the result of research and discussion, it could be concluded that the

Act of Number 49 of 2009 about General Justice had governed the norms containing

the audi et alteram partem principle, as included in the following articles: Articles 52

A clause (1); 53 clauses (1), (2), and (3); 57 A clause (1), (3), and (5); 58; 59; 68 A

clause (2); 68 B clause (1), 68 C clause (2). It is just like in Herzeine Inlandsche

Reglement (HIR), in 52 A clause (1); 53 clauses (1), (2), and (3); 57 A clause (1), (3),

and (5); 58; 59; 68 A clause (2); 68 B clause (1), 68 C clause (2) for the Act Number

49 of 2009 and in articles 121 clauses (1), (2), and (4); 122; 123 clause (3); 126; 135;

139 clause (2) and 163 for Herziene Inlandsche Reglement (HIR).

Keywords: Authentication, Audi Et Alteram Partem principle.

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :

STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA

PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (Analisis

Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang Nomor 49

tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche Reglement

(HIR)). Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

kesarjanaan dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan,

bimbingan, dorongan, saran dan nasehat dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada :

1. Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayahnya yang telah diberikan kepada

penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Prof. Dr Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Harjono, S.H.,M.H selaku Pembimbing I dan Bapak Syafrudin

Yudhowibowo S.H,M.H selaku Dosen Pembimbing II serta Tim penguji yang

telah menguji untuk menyempurnakan penulisan hukum ini.

4. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H selaku ketua bagian Hukum Acara.

5. Bapak Agus Rianto, S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing Akademik.

6. Umi, bapak, mbak usy, sena, nenek, kakek, om laju, om laka dan tante nurul

yang selalu mendo’akan, memberikan dorongan, semangat dan harapan.

7. Popip yang selalu setia mendampingi dan mendengarkan segala keluh kesah

dikala senang maupun susah.

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

8. Semua teman-teman terdekat citra, dessy dan mardha yang selalu memberi

inspirasi dan dukungan.

9. Teman-teman kosan nefilla vanya, naris, cicis, mbak nita, memel, indri, intan,

naomi,isna dan ian yang selalu happy dan saling membantu.

10. Teman-teman seperjuangan agil, rea, memel, shinta, ipus, nisa dan juni yang

selalu setia menghibur dan memberi semangat.

11. Teman-teman kampus mia, cindy, dian jati, lusy, febry, sary, tyas, nilan,

vanya, naris, siska,yuan yang selalu bersemangat dan rajin kuliah.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuannya bagi penulis dalam penyelesaian penulisan hukum ini.

Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memmberikan manfaat bagi

kita sebagai kalangan akademisi, terutama untuk penulisan, praktisi, maupun

masyarakat umum.

Surakarta, 19 Maret 2013

penulis

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................... v

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7

E. Metode Penelitian .............................................................................. 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ........................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori .................................................................................

1. Proses Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan

Negeri………...............................................................................

2. Pembuktian Dalam Perkara Perdata…………………………….

3. Teori Positivisme..........................................................................

4. Ajaran Realisme Hukum...............................................................

5. Asas Audi Et Alteram Partem.......................................................

12

18

35

37

38

12

B. Kerangka Pemikiran ...........................................................................

40

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam undang-undang nomor

49 tahun 2009 tentang peradilan umum................................................

1. Pengaturan Asas Audi Et Alateram Partem dalam Undang-undang

Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-undang

Nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan pertama atas Undang-

undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan

Umum...............................................................................................

2. Pengaturan Asas Audi et Alteram partem tentang Perubahan kedua

atas undang-undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan

umum..............................................................................................

B. Penerapan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Herziene Inlandsche

Reglement (HIR)....................................................................................

42

42

46

58

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan………………………………………………………............ 71

B. Saran……………………………………..……………………………. 74

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia pasti memerlukan pergaulan satu sama lainnya untuk

mempertahankan hidupnya. Akan tetapi, tiap-tiap orang mempunyai kepentingan

yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Pada umumnya disetiap

negara, hubungan atau pergaulan antara satu orang dengan yang lainnya diatur

dalam suatu tata tertib atau peraturan untuk mencegah agar tidak terjadi

kekacauan. Oleh karena itu tata aturan tersebut diatur dalam undang-undang.

Hukum acara perdata bisa juga disebut dengan hukum perdata formil,

namun sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum perdata

formil. Hukum acara perdata atau hukum perdata formil sebetulnya merupakan

bagian daripada hukum perdata. Sebab, di samping hukum perdata formil, juga ada

hukum perdata materiil. Hukum perdata materiil ini lazimnya hanya disebut

hukum perdata saja (Riduan Syahrani, 2009:1).

Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro, yang dikutip oleh Abdulkadir

Muhammad dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata Indonesia,

hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana

orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana

pengadilan itu harus bertindak, semuanya itu untuk melaksanakan peraturan

hukum perdata (Abdulkadir Muhammad, 2008:11).

Apabila dalam pergaulan hukum di tengah-tengah masyarakat ada yang

melakukan pelanggaran terhadap norma/kaidah hukum perdata tersebut, maka hal

itu jelas menimbulkan kerugian terhadap pihak lain. Untuk memulihkan hak

perdata pihak lain yang telah dirugikan ini, maka hukum perdata materiil yang

1

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

telah dilanggar itu harus dipertahankan atau ditegakkan, yaitu dengan cara

mempergunakan hukum acara perdata. Jadi, pihak lain yang hak perdatanya

dirugikan karena pelanggaran terhadap hukum perdata tersebut, tidak boleh

memulihkan hak perdatanya itu dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting),

tetapi harus menurut ketentuan yang termuat dalam hukum acara perdata.

Dari sisi lain dapat dikatakan, bahwa pelangggaran terhadap hukum

perdata itu akan menimbulkan perkara perdata, yakni perkara dalam ruang lingkup

hukum perdata. Bagaimana caranya menyelesaikan perkara perdata ini di dalam

negara yang berdasarkan hukum, tidak boleh dengan cara main hakim sendiri,

tetapi harus dengan cara yang diatur dalam hukum acara perdata. Oleh karena itu,

juga dapat dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan hukum acara perdata adalah

peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menyelesaikan perkara

perdata melalui badan peradilan (Riduan Syahrani, 2009:3).

Dalam buku Ari Wdhiatmo Putro yang mengutip pendapat Sudikno

Mertokusumo bahwa ada beberapa asas yang penting dalam hukum acara perdata

yaitu (Ari Widhiatmo Putro, 1999:2) :

1. Asas Hakim harus mendengarkan kedua belah pihak (Audi Et Alteram

Partem);

2. Asas hakim bersifat menunggu (Nemo Yudex Sine Actore);

3. Asas Hakim bersifat pasif (Verhandlungs Maxime);

4. Asas sidang terbuka untuk umum (Openbaarheid);

5. Asas berperkara harus dengan biaya;

6. Asas berperkara tidak harus diwakilkan;

7. Asas pertimbangan hakim harus disertai dengan pertimbangan;

8. Asas pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan;

9. Asas beracara dapat dengan lisan maupun tertulis;

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

10. Asas untuk perkara yang sama dengan hal yang sama dan dengan pihak yang

sama pula tidak dapat diputus kedua kalinya oleh pengadilan yang sama

tingkatannya (Nebis in idem);

11. Asas kebebasan hakim terhadap pengaruh diluar kekuasaan kehakiman;

12. Asas hakim harus tidak memihak;

13. Asas pemeriksaan perkara perdata dilaksanakan dalam dua tingkatan dan

14. Asas susunan hakim majelis untuk memeriksa perkara perdata.

Dalam asas hukum acara perdata yang telah disebutkan tersebut diatas,

asas hakim harus mendengarkan kedua belah pihak (audi et alteram partem)

merupakan asas yang penting terutama bagi pihak-pihak yang berperkara. Karena

asas tersebut merupakan suatu tolak ukur bagi kinerja hakim dalam menjalankan

tugasnya sehingga hakim tidak dapat menyalahgunakan kewenangannya.

Asas ini memiliki dua aspek, yaitu mengakui adanya hak seorang tergugat

untuk membela diri, dan adanya jaminan baik langsung maupun tidak langsung

oleh ketentuan undang-undang mengenai pengakuan tentang kesamaan kedudukan

para pihak. Maksudnya adalah bahwa para pihak yang bersengketa haruslah diberi

kesempatan yang sama untuk mempertahankan hak atau kepentingannya,

singkatnya secara prosesual para pihak mempunyai kedudukan yang sama.

Mengenai masalah kesamaan kedudukan, sebenarnya hal ini akan nampak

pada saat para pihak yang bersengketa hadir dalam setiap persidangan, karena

dengan kehadiran para pihak tersebut dalam persidangan, maka sebenarnya para

pihak yang berperkara secara langsung akan dapat memberikan tanggapan ataupun

pendapatnya yang dapat berupa pengakuan atau pembenaran atas suatu peristiwa

yang terjadi, atau bahkan sebaliknya dapat berupa sanggahan atau bantahan

terhadap suatu tuduhan yang dianggap tidak benar dan tidak beralasan yang

dilontarkan oleh salah satu pihak terhadap pihak yang lain. Dengan demikian

pemeriksaan perkara tersebut dapat diselesaikan dengan cepat, dimana dalam hal

ini sebenarnya para pihak yang bersengketa jugalah yang diuntungkan karena hal

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

tersebut dapat menghemat waktu, biaya, tenaga serta pikiran dalam usaha

menyelesaikan perkara yang dihadapi (Ari Widhiatmo Putro, 1999:2-3).

Dalam penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan, pembuktian

merupakan hal yang sangat berpengaruh penting bagi hakim untuk memberikan

dasar-dasar bagi pemutusan suatu perkara yang dapat berupa perintah-perintah

maupun larangan-larangan (Hari Sasangka, 2005:3). Pada dasarnya pembuktian

adalah bagian yang penting di dalam hukum acara. Baik di dalam mengadili

perkara perdata maupun perkara pidana, hakim selalu memerlukan pembuktian.

Dengan diselesaikannya suatu perkara melalui pengadilan negeri, maka akan

dicapai suatu penyelesaian yang pasti berdasarkan alat-alat pembuktian. Karena

dengan pembuktian dimaksudkan akan dapat dicapai suatu kebenaran yang

sesungguhnya yaitu kebenaran dari hubungan hukum terhadap pihak-pihak yang

berperkara. Dengan jalan pembuktian, maka akan dapat diketahui siapa

sebenarnya yang salah dan siapa sebenarnya yang benar, dengan adanya

pembuktian maka akan dapat dijamin adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi

para pihak yang berperkara secara seimbang (Teguh Samudera, 1992:8-9).

Apabila hal pembuktian tersebut dihubungkan dengan asas audi et

alteram partem dalam hukum acara perdata, maka hal ini berarti bahwa hakim

tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja sebagai keterangan

yang benar, bila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk

mengeluarkan pendapatnya. Menyangkut hal pembuktian tersebut dapat diartikan

juga bahwa pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri

oleh kedua belah pihak. Hakim wajib menerapkan asas audi et alteram partem

dalam hal pembuktian karena pembuktian adalah kunci utama hakim dalam

membuat putusan (Sudikno Mertokusumo, 2002:14-15).

Tidak sedikit pelanggaran terhadap asas audi et alteram partem tersebut

terjadi. Salah satunya yaitu perkara yang terjadi antara PT.PERTAMINA DANA

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

VENTURA d.h. PT. PERTAMINA SAVING & INVESTMENT sebagai Pemohon

Kasasi dahulu Pemohon Pailit dengan PT.EUROCAPITAL PEREGRINE

SECURITIES sebagai Termohon Kasasi dahulu Termohon Pailit dimana pada

perkara tersebut hakim telah melanggar asas audi et alteram partem yaitu hakim

tidak bersikap konsisten terhadap penetapan pada hari sidang sebelumnya, quon

non yang mengakibatkan pemohon kasasi tidak hadir pada acara sidang

pembuktian dan hakim malah mempertimbangakan jawaban Termohon Kasasi

tanpa memberi kesempatan kepada Pemohon Kasasi untuk mengajukan bantahan

atas Jawaban Termohon Kasasi a quo sehingga sangat merugikan hak dan

kepentingan Pemohon Kasasi. Bahwa seharusnya berdasarkan asas audi et alteram

partem hakim memberi kesempatan yang sama kepada Pemohon Kasasi dan

Termohon Kasasi dalam hal pengajuan jawaban dan bantahan pada acara

persidangan (Putusan MA No. 852 K/Pdt.Sus/2010).

Adanya alat-alat pembuktian yang ditampilkan oleh para pihak dapat

menjamin bahwa hakim dalam memeriksa suatu pembuktian tidak mengada-ada

karena telah ditentukan dalam hukum yang berlaku di Indonesia (hukum positif

Indonesia) yaitu undang-undang. Oleh karena pentingnya asas audi et alteram

partem maka asas tersebut sebaiknya terkandung didalam hukum positif Indonesia

(undang-undang yang berlaku).

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian atau studi kasus yang lebih mendalam mengenai asas audi et alteram

partem pada pembuktian perkara perdata di Pengadilan Negeri berdasarkan

Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene

Inlandsche Reglement (HIR). Untuk itu penulis dalam penulisan hukum ini

memilih judul : “ STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM

PADA PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI

(Analisis Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang Nomor

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan Herziene Inlandsche Reglement

(HIR))”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disusun

rumusan masalah yaitu :

1. Apakah Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum

mengatur norma-norma yang memuat asas audi et alteram partem?

2. Bagaimana pengaturan asas audi et alteram partem dalam Herziene

Inlandsche Reglement (HIR)?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang hendak dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas

dan terarah. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pelaksanaan

penelitian agar sesuai dengan maksud dilaksanakannya penelitian tersebut. Oleh

karena itu, penelitian dan penulisan hukum ini mempunyai tujuan sebagai

berikut :

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui pengaturan asas audi et alteram partem dalam

Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum.

b. Untuk mengetahui pengaturan asas audi et alteram partem dalam

Herziene Inlandsche Reglement (HIR)

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk memperoleh hasil penelitian yang nantinya digunakan penulis

dalam menyusun skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar

kesarjanaan dalam ilmu hukum .

b. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan wacana, ilmu hukum serta

pemahaman penulis tentang penerapan asas audi et alteram partem

dalam pembuktian perkara perdata.

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

c. Untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan kreatifitas mahasiswa

dalam menulis.

d. Untuk mempersiapkan mahasiswa agar siap terjun di dalam masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Salah satu aspek penting dalam kegiatan penelitian adalah menyangkut

kegunaan atau manfaat penelitian, baik kegunaan teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

a. Merupakan bahan pengembangan hukum acara perdata pada umumnya

dan hukum pembuktian pada khususnya.

b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam hal pembuktian perkara

perdata di pengadilan negeri

c. Menambah dan memberikan sumbangan referensi bagi penelitian dalam

konteks pembuktian perkara perdata di pengadilan negeri.

d. Dijadikan bahan masukan untuk pengkajian dan atau penulisan karya

ilmiah di bidang hukum pembuktian.

2. Manfaat praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.

b. Untuk menambah dan memperkaya bahan kuliah hukum acara perdata

dan hukum pembuktian.

c. Meningkatkan daya penalaran, daya kritis, dan menerapkan ilmu

pengetahuan di bidang ilmu hukum yang dipelajari penulis dalam

perkuliahan yang didapat.

d. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang

pembuktian dalam sengketa perdata.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

E. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam suatu penelitian merupakan hal yang penting,

tidak hanya berguna untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan

penelitian dan juga untuk mempermudah dalam mengembangkan data agar

penulisan hukum dapat berjalan lancar. Oleh karena itu, metode yang digunakan

penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian hukum normatif atau biasa disebut

penelitian hukum doktrinal atau kepustakaan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah menggunakan pendekatan undang-undang (Statue

Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Istilah

pendekatan penelitian dengan metode pendekatan undang-undang dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2008 :

93).

3. Jenis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini bahan hukum yang dipakai adalah bahan

hukum primer dan sekunder. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan

hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. (Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 141).

Dalam penulisan hukum ini, bahan hukum primer yang digunakan

yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan

Herziene Inlandsche Reglement (HIR). Sedangkan bahan hukum sekunder

yang digunakan adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis dan

disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.

4. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer, yaitu :

i. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

ii. Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum;

iii. Herziene Inlandsche Reglement (HIR).

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Buku-buku hukum termasuk skripsi,

tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.

c. Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan peneliti

dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau studi kepustakaan

(literature research) yaitu pengumpulan dan identifikasi bahan hukum

yang didapat melalui buku referensi, karangan ilmiah, dokumen resmi,

makalah, jurnal, media massa seperti koran , internet, serta bahan-bahan

yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dibuat. Kemudian

bahan hukum disusun serta dikonstruksikan dengan sistematis.

5. Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum yang digunakan peneliti adalah menggunakan

metode interpretasi. Di dalam literatur, interpretasi dibedakan menjadi

interpretasi berdasarkan kata-kata undang-undang , pembuat undang-undang,

interpretasi sistematis, dan interpretasi historis (Peter Mahmud, 2005 : 106 ).

Interrpetasi berdasarkan kata undang-undang disebut juga plain

meaning atau interpretasi harfiah/literal. Interperetasi ini bermula pada

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

makna dari kata-kata yang tertuang di dalam undang-undang. Interpretasi

pembuat undang-undang adalah interpretasi sebagaimana tertuang didalam

penjelasan suatu undang-undang yang berdasarkan pada kehendak

pembentuk undang-undang. Interprestasi ini biasa disebut juga dengan

interpretasi gramatikal. Selanjutnya interpretasi sistematis menurut

P.W.C.Akkerman yang dikutip oleh Peter Mahmud dalam bukunya yang

berjudul Penelitian Hukum, interpretasi sistematis ialah interperetasi dengan

melihat kepada adanya hubungan saling bergantung antara aturan dalam

suatu undang-undang. Yang terakhir interpretasi historis yaitu dalam

interpretasi ini melacak makna ketentuan undang-undang dari segi lahirnya

ketentuan tersebut (Peter Mahmud, 2011 : 107-113).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mempermudah dan memberikan gambaran secara menyeluruh

dalam penulisan hukum ini, maka penulis membagi dalam empat bab yaitu

Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Pembahasan dan Penutup ditambah dengan

Daftar Pustaka dan Lampiran.

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan peneliatian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika

penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang landasan teori mengenai proses pemeriksaan

perkara perdata di pengadilan negeri, tinjauan tentang pembuktian dalam perkara

perdata, teori positivisme dan ajaran realisme hukum. Selain landasan teori,

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

dalam bab ini juga akan dikemukakan tentang kerangka pemikiran yang berisi

rangkaian proses pemeriksaan perkara perdata.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang membahas mengenai

pengaturan norma-norma yang memuat asas kesamaan dalam pembuktian pada

Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 dan pengaturan norma-norma yang

memuat asas kesamaan dalam pembuktian pada Herziene Inlandsche Reglement

(HIR).

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan hasil penelitian dan dilanjutkan

dengan saran-saran mengenai permasalahan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Proses Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri.

Peradilan perdata hanya berlaku pada perkara yang bersifat privat antara

pribadi seorang dengan yang lainnya. Oleh karena itu tidak semua perkara dapat

diselesaikan melalui jalur peradilan perdata. Salah satu perkara yang tidak dapat

diselesaikan melalui jalur peradilan adalah suatu perkara yang mana sebelum

peristiwa tersebut terjadi, sudah ditentukan proses penyelesaiannya terlebih dahulu

melalui jalur penyelesaian yang lain dalam perjanjian yang telah dibuat para pihak.

Menurut Abdulkadir Muhammad pengertian perkara perdata lebih luas daripada

pengertian sengketa perdata. Suatu sengketa adalah bagian dari perkara, sedangkan

di dalam suatu perkara belum tentu ada sengketa (Abdulkadir Muhammad, 2008 :

11).

Perkara perdata terdiri dari :

a. Permohonan (Perkara Voluntair)

Pada kasus permohonan, pihak yang ada hanya pemohon sendiri.

Tidak ada pihak lain yang ditarik sebagai lawan atau tergugat. Pada

prinsipnya, tujuan permohonan untuk menyelesaikan kepentingan pemohon

sendiri tanpa melibatkan pihak lawan (M.Yahya Harahap, 2011: 37).

Disamping itu, peradilannya adalah peradilan tidak sesungguhnya atau

Voluntarie Yurisdictie yang juga biasa disebut peradilan sukarela.

Ciri dari permohonan atau gugatan voluntair ini adalah :

1) Gugatan yang diajukan untuk kepentingan sepihak semata;

12

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

2) Permasalahan yang dimohonkan tanpa adanya konflik dengan pihak lain;

3) Bersifat ex-parte, oleh karena itu tidak ada pihak ketiga atau orang lain

yang ditarik sebagai lawan.

Proses pemeriksaan pada kasus permohonan ini, dilakukan hanya

secara sepihak dan dihadiri oleh pemohon atau kuasanya saja. Sedangkan

pada pembuktiannya, yang diperiksa pengadilan hanya keterangan dan bukti-

bukti pemohon saja. Lalu pada proses pemeriksaan ini, tidak semua asas

pemeriksaan persidangan ditegakkan oleh pengadilan.

Contoh permohonan (Perkara Voluntair) :

- Permohonan penetapan ahli waris;

- Permohonan akte kelahiran;

- Permohonan pengangkatan anak.

b. Sengketa Perdata

Sengketa perdata ialah suatu permasalahan diantara dua pihak atau

lebih yang mengandung sengketa atau perselisihan, dimana permasalahan

tersebut diajukan dan diminta untuk diselesaikan oleh pengadilan. Sedangkan

peradilan yang menanganinya disebut peradilan sesungguhnya atau

Contentius jurisdiksi.

Adapun ciri-ciri dari pada gugatan perdata yaitu :

1) Adanya sengketa atau konflik yang terkandung pada permasalahan yang

diajukan;

2) Miminal ada dua pihak yang terlibat pada sengketa yang terjadi tersebut;

3) Bersifat party (partai) yang terdiri dari pihak penggugat dan pihak lainnya

disebut pihak tergugat.

Apabila terjadi sengketa atau perselisihan diantara dua pihak atau

lebih, dimana sengketa tersebut ingin diselesaikan melalui pengadilan maka

pihak yang berkedudukan sebagai penggugat haruslah mengajukan gugatan ke

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

pengadilan. Berdasarkan kompetensi relatif yang diatur dalam pasal 118 HIR,

sebagai berikut :

a) Gugatan dapat diajukan secara lisan maupun tertulis, tetapi yang paling

diutamakan adalah gugatan tertulis. Dimana gugatan tersebut harus

diajukan pada pengadilan negeri dimana tergugat bertempat tinggal.

b) Jika tergugat lebih dari satu dan bertempat tinggal pada wilayah

pengadilan negeri yang berbeda, gugatan tersebut diajukan ke pengadilan

negeri dimana salah satu tergugat berdomisili. Jika diantara tergugat

berkedudukan sebagai penjamin, gugatan tersebut diajukan ke pengadilan

negeri debiturnya.

c) Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui atau tidak jelas :

1) Gugatan diserahkan atau diajukan dimana penggugat bertempat

tinggal.

2) Apabila sengketa mengenai benda tetap, diajukan ke pengadilan negeri

dimana benda tetap itu berada.

d) Jika terdapat tempat kedudukan hukum (domisili) yang ditentukan dan

disepakati dalam suatu akta maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri

dimana domisili ditentukan.

Surat gugatan tersebut harus memuat dengan lengkap identitas para

pihak, posita dan petitum yang jelas. Lalu penggugat juga harus melunansi

persekot biaya perkara. Kemudian, gugatan diajukan dan didaftarkan oleh

panitera dalam suatu daftar perkara. Setelah gugatan telah terdaftar, maka

selanjutnya diserahkan kepada ketua pengadilan negeri untuk diberitahukan

kepada ketua majelis hakim yang ditunjuk untuk memeriksa perkara tersebut.

Hakim yang ditunjuk lalu menetapkan hari persidangan dan memerintahkan

untuk membuat surat penetapan hari sidang berserta surat panggilan sidang

(relaas) yang akan digunakan oleh juru sita atau juru sita pengganti untuk

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

memanggil para pihak agar para pihak hadir di persidangan pada hari yang

telah ditentukan.

Panggilan sidang tersebut harus sesuai dengan ketentuan Pasal 390

HIR yaitu surat panggilan sidang (relaas) harus diserahkan secara langsung

dengan orang yang bersangkutan di kediamannya. Jika orang yang yang

bersangkutan tidak ada ditempat tinggal atau kediamannya maka juru sita atau

juru sita pengganti harus menyampaikan surat panggilan tersebut kepada

kepala desa, lalu kepala desa wajib dengan segera memberitahukan panggilan

itu kepada orang yang bersangkutan. Apabila orang yang bersangkutan

ternyata telah meninggal dunia, maka panggilan itu harus disampaikan kepada

ahli warisnya. Jika orang yang bersangkutan tidak diketahui tempat tinggalnya

maka surat panggilan disampaikan kepada kepala daerah dimana penggugat

bertempat tinggal untuk ditempelkan pada papan pengumuman di pengadilan

tempat perkara tersebut didaftarkan. Disamping itu, pihak tergugat juga harus

mendapatkan salinan surat gugatan (Pasal 121 HIR).

Menurut pasal 122 HIR, Ketua Majelis Hakim menetapkan hari

persidangan harus mempertimbangkan jarak antara tempat tinggal/kediaman

para pihak dari tempat sidang pengadilan negeri diadakan, tetapi terkecuali

dalam hal yang sangat penting dan mendesak apabila perkara itu perlu dengan

segera diperiksa, maka tenggang waktu antara hari persidangan dan panggilan

para pihak tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari kerja. Apabila pada panggilan

pertama salah satu pihak yang bersengketa tidak hadir dalam persidangan

maka surat panggilan sidang atau relas dapat dikirimkan untuk kedua kalinya.

(Pasal 126 HIR)

Pada saat hari persidangan yang telah ditentukan, para pihak baik

penggugat, tergugat atau kuasa hukumnya dipanggil masuk ke ruang sidang,

lalu ketua majelis hakim menyatakan bahwa sidang dibuka dan terbuka untuk

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

umum. Ketua majelis hakim harus terlebih dahulu menanyakan identitas para

pihak yaitu nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal, agama, dan seterusnya.

Setelah itu, ketua juga harus menanyakan kepada pihak tergugat atau kuasa

hukumnya sebab mengapa ia dipanggil ke muka persidangan dan apakah

turunan surat gugatan yang ditujukan kepadanya sudah diterima atau belum.

Kemudian ketua membacakan isi surat gugatan penggugat terhadap tergugat

lalu setelah selesai membacakan isi surat gugatan, ketua menawarkan kepada

para pihak untuk melakukan mediasi dan sidang ditunda untuk memberikan

waktu kepada para pihak melakukan mediasi. Apabila perdamaian tidak

tercapai, pemeriksaan dilanjutkan dengan membacakan gugatan dan pihak

penggugat juga diberi kesempatan untuk merubah atau bahkan mencabut

gugatan sebelum tergugat mengajukan jawaban gugatan.

Setelah mendengar gugatan yang diajukan oleh penggugat, kemudian

ketua memberikan kesempatan kepada tergugat atau kuasa hukumnya untuk

mengajukan jawaban gugatan dan dapat juga mengajukan gugat balik atau

dapat disebut rekonvensi. Kemudian penggugat diberi kesempatan untuk

memberikan tanggapannya terhadap jawaban tergugat yang disebut juga

dengan replik. Replik penggugat tersebut dapat diberikan tanggapan oleh

tergugat atau dapat disebut dengan duplik. Proses tersebut disebut dengan

proses jawab jinawab antara pihak penggugat dan tergugat yang biasanya

diberi kesempatan sampai dua kali yaitu berakhir pada tergugat.

Kemudian, selesai proses jawab jinawab ketua memberikan

kesempatan kepada penggugat untuk mengajukan pembuktian. Lalu, tergugat

juga diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan atas pembuktian dari

pihak tergugat dengan mengajukan pembuktian pula. Pembuktian tersebut

tidak boleh diluar dari pokok sengketa. Menurut pasal 163 HIR, yang harus

membuktikan dalam suatu perkara perdata ialah :

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

a) Barangsiapa yang menyatakan mempunyai sesuatu barang hak;

b) Barangsiapa yang mengatakan suatu peristiwa atau kejadian untuk

menguatkan haknya;

c) Barangsiapa yang tidak mengakui atau membantah hak orang lain.

Selanjutnya apabila hakim ketua pemeriksa perkara tersebut

menganggap proses pemeriksaan cukup, maka para pihak yang bersengketa

diberi kesempatan untuk mengajukan suatu tanggapan atas segala sesuatu

yang telah terjadi di dalam persidangan dalam bentuk kesimpulan. Bagi

majelis hakim, kesimpulan dari para pihak dianggap akan membantu untuk

menarik kesimpulan akhir. Setelah kesimpulan akhir dimusyawarahkan oleh

majelis hakim, maka hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara itu.

Menurut Riduan Syahrani, putusan pengadilan merupakan sesuatu yang

sangat diinginkan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan

perkara mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan pengadilan

tersebut pihak-pihak yang berperkara mengharapkan adanya kepastian hukum

dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi (Riduan Syahrani, 2009:125).

Setelah perkara diputus dan dibacakan oleh majelis hakim, para pihak

berhak untuk mengajukan upaya hukum apabila tidak merasa puas dengan

putusan hakim tersebut. Biasanya pihak yang dinyatakan kalah lebih besar

kemungkinannya untuk mengajukan upaya hukum terhadap putusan tersebut.

Upaya hukum ialah suatu cara atau langkah untuk memperbaki kekeliruan

yang dianggap terjadi dalam suatu putusan.

Upaya hukum terdiri dari upaya hukum biasa dan upaya hukum

istimewa. Upaya hukum biasa yaitu perlawanan (verset), banding dan kasasi.

Upaya hukum banding dapat diajukan ke pengadilan tinggi, sedangkan upaya

hukum kasasi diajukan ke Mahkamah Agung. Lalu upaya hukum istimewa

yaitu peninjauan kembali dan perlawanan dari pihak ketiga. Peninjauan

kembali diajukan ke Mahkamah Agung.

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Apabila para pihak telah menggunakan semua upaya hukum yang ada

maupun tidak menggunakan upaya hukum, suatu putusan terhadap perkara

perdata tersebut telah dianggap berkekuatan hukum tetap sehingga bagi pihak

yang dinyatakan kalah harus melaksanakan isi dari putusan tersebut. Maka

perkara tersebut dianggap telah selesai dengan dilaksanakannya isi putusan

tersebut secara sukarela.

2. Pembuktian Dalam Perkara Perdata

1) Pengertian Pembuktian

Pembuktian di dalam ilmu hukum itu hanya ada apabila terjadi

bentrokan kepentingan yang diselesaikan melalui pengadilan yang lazimnya

masalah bentrokan tersebut akhirnya disebut dengan perkara. Bentrokan

kepentingan itu dapat diakibatkan oleh sesuatu hak. Bentrokan kepentingan

melalui pengadilan tersebut yaitu bentrokan mengenai kepentingan perdata

yang semata-mata penyelesaiannya merupakan wewenang pengadilan. Hanya

pengadilanlah yang dapat memberikan penyelesaian bentrokan itu. Pengadilan

berhak menentukan pihak mana yang menang dan kalah dengan suatu

keputusan pengadilan. Tetapi sebelum ditarik suatu kesimpulan akhir yang

dituangkan dalam keputusan, dalam tugasnya pengadilan harus berpedoman

pada aturan-aturan pembuktian yang disebut dengan hukum pembuktian. Oleh

karena itu pengadilan (hakim) tidak boleh hanya bersandar pada keyakinannya

belaka akan tetapi harus pula disandarkan kepada dalil-dalil yang

dikemukakan para pihak yang bersengketa yang merupakan suatu alat bukti

(Teguh Samudera, 1992:11-12).

Menurut Riduan Syahrani dalam bukunya yang berjudul Buku Materi

Dasar Hukum Acara Perdata, yang dimaksud dengan pembuktian adalah

penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang

memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran

peristiwa yang dikemukakan (H.Riduan Syahrani, 2009:83).

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Pembuktian memiliki peran penting dalam mempengaruhi putusan

hakim. Para pihak diberi kesempatan untuk membuktikan kepentingannya

demi meyakinkan hakim, tetapi para pihak tidak perlu memberitahukan dan

memberikan bukti mengenai peraturan hukumnya. Karena hakim diangap

sudah mengetahui akan hukum untuk mengutus perkara yang diperiksanya.

Lalu, maksud dari membuktikan ialah memberikan kepastian kepada hakim

yang memeriksa suatu perkara dengan fakta yang sebanyak-banyaknya

tentang kebenaran dalil-dalil yang diajukan baik dari pihak penggugat maupun

pihak tergugat.

Menurut Teguh Samudera dalam bukunya yang berjudul Hukum

Pembuktian dalam Acara Perdata, membuktikan berarti menjelaskan

(menyatakan) kedudukan hukum yang sebenarnya berdasarkan keyakinan

hakim kepada dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa

(Teguh Samudera, 1992:12).

2) Asas Pembuktian

Dalam setiap sistem hukum, pasti memiliki asas-asas hukum. Tanpa

asas hukum, suatu sistem akan kehilangan kekuatan mengikatnya. Begitu pula

dengan pembuktian yang mana pembuktian merupakan bagian dari sistem

hukum dalam hukum acara perdata, juga memiliki asas-asas sebagai sesuatu

kekuatan mengikat. Asas-asas pembuktian tersebut yaitu (Harjono,

2012;2).(Moh. Taufik Makaro, 2009;6-12):

a) Asas Audi et alteram partem

Asas audi et alteram partem bisa disebut juga dengan asas kesamaan

prosesuil dan para pihak yang berperkara. Dimana hakim harus

mendengarkan kedua belah pihak. Hakim tidak boleh menjatuhkan

putusan sebelum memberikan kesempatan yang sama bagi para pihak

untuk mengajukan dan menolak bukti-bukti. Asas ini juga terkandung

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 5 Undang-

Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaaan Kehakiman yang

intinya adalah semua warga Indonesia memiliki kedudukan yang sama

dihadapan hukum dan pengadilan tidak boleh membeda-bedakan orang

dan memperlakukan kedua belah pihak dengan tidak berat sebelah

b) Asas Ius curia novit

Dalam asas ini, hakim selalu difiksikan dan dianggap mengetahui akan

hukum dari setiap perkara yang diadilinya. Oleh karena itu, dalam hukum

pembuktian asas ini berarti para pihak harus membuktikan peristiwa atau

kejadiannya, sedangkan hakim yang harus membuktikan hukumnya.

c) Asas Actor sequitor forum rei

Dalam pembuktian, asas ini bermakna bahwa penggugat harus

membuktikan kebenaran gugatannya di tempat tinggal tetap tergugat atau

dimana tergugat berdomisili.

d) Asas Actori incumbit probation

Asas ini diatur dalam pasal 163 HIR dan disebut juga dengan asas beban

pembuktian. Maksudnya yaitu apabila seseorang mengakui suatau hak

atau membantah adanya hak orang lain, maka harus membuktikannya.

e) Asas Ne ultra petita

Pada pembuktian, asas ini berarti hakim tidak boleh membebani

pembuktian lebih daripada apa yang dituntut oleh penggugat.

f) Asas Unus testis nullus testis

Dalam pembuktian, asas ini memiliki arti bahwa satu saksi bukan

merupakan bukti oleh karena itu harus ada bukti lainnya.

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

g) Asas Similia similibus

Asas ini bermakna bahwa perkara dengan pembuktian yang sama

haruslah diputus sama. Dimana maksud dari sama tersebut ialah bukan

dalam arti kuantitasnya.

h) Asas Testimonium de Auditu

Yaitu suatu kesaksian yang berasal dari orang lain yang mana dimuka

persidangan, saksi yang dihadirkan memberikan keterangan yang tidak

diperolehnya secara langsung pada saat peristiwa tersebut, melainkan

berasal dari keterangan orang lain.

i) Asas Negativa non sunt probanda

Menurut asas ini, sesuatu yang bersifat negative itu sangat sulit

dibuktikan. Bersifat negatif disini dimaksudkan dengan menggunakan

perkataan “tidak”.

j) Asas Nemo testis indoneus in propia causa

Asas ini menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang boleh menjadi

saksi terhadap perkaranya sendiri. Oleh karena itu, bagi pihak penggugat

dan tergugat tidak dapat memberikan keterangan sebagai saksi atas

perkara mereka.

k) Asas Nemo plus juris transfere potest quam insehebat

Tidak ada orang yang dapat bersaksi untuk dapat mengalihkan lebih

banyak hak daripada apa yang dimilikinya.

3) Objek dan Beban Pembuktian

Objek Pembuktian yaitu :

a) Pokok sengketa

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Pengertian pokok sengketa ialah segala sesuatu yang dinyatakan atau

diargumentasikan oleh salah satu pihak dan dibantah oleh pihak lain.

Hal tersebut terdapat aturannya pada pasal 163 HIR.

b) Hak yang diakui salah satu pihak

Maksud dari hak yang diakui salah satu pihak yaitu sesuatu yang

harusnya menjadi milik salah satu pihak yang timbul karena adanya

hubungan hukum.

c) Peristiwa/hubungan hukum

Pertistiwa hukum ialah pertalian atau hubungan hukum yang terjadi

antara penggugat dan tergugat yang mengakibatkan adanya sebuah

perkara. (Soedikno Mertokusumo, 2002:130-131)

Selanjutnya, dalam pembuktian hakimlah yang berhak

memerintahkan kepada para pihak yang berperkara untuk mengajukan

bukti-bukti. Oleh karena itu hakim juga lah yang membebani para

pihak yang berperkara untuk melakukan pembuktian. Akan tetapi

masalah penentuan beban pembuktian bukanlah hal yang mudah,

karena tidak ada satu pasal pun yang mengatur secara tegas dan

terperinci mengenai pembagian beban pembuktian. Pengaturan

tentang beban pembuktian terdapat pada pasal 163 HIR, tetapi tidak

begitu jelas dan terperinci sehingga sulit diterapkan secara tegas oleh

hakim.

Dalam hal ketentuan mengenai beban pembuktian yang ada

pada pasal 163 HIR, Abdulkadir Muhammad mencoba meneliti dan

merinci ketentuan pasal tersebut yaitu (Abdulkadir Muhammad,

2008:127-128) :

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

a) Suatu pihak yang menyatakan mempunyai hak, maka harus

membuktikan keabsahan haknya itu. Pada umumnya penggugat

yang biasanya menyatakan mempunyai hak, maka penggugatlah

yang harus diberi beban pembuktian terlebih dahulu.

b) Suatu pihak yang menyebutkan suatu kejadian atau peristiwa

untuk menguatkan haknya harus membuktikan adanya peristiwa

tersebut. Apabila yang menyebutkan kejadian atau peristiwa

tersebut penggugat, maka dia yang harus membuktikannya,

beban pembuktian ada pada penggugat. Tetapi, apabila yang

menyebutkan kejadian atau peristiwa tersebut tergugat, maka dia

yang harus membuktikannya, beban pembuktian ada pada

tergugat.

c) Suatu pihak yang menyebutkan suatu peristiwa untuk

membantah hak orang lain, maka ia harus membuktikan adanya

peristiwa itu. Apabila pihak yang menyebutkan peristiwa

tersebut penggugat, beban pembuktian ada pada penggugat.

Begitu juga apabila pihak yang menyebutkan peristiwa itu adalah

tergugat, oleh karena itu beban pembuktian ada pada tergugat.

Dengan begitu, artinya bahwa para pihak baik penggugat

maupun tergugat sama-sama dibebani pembuktian. Khususnya bagi

penggugat harus membuktikan peristiwa yang diajukannya dan

tergugat juga wajib membuktikan bantahannya.

4) Teori Penilaian Kekuatan Pembuktian

Menurut Sudikno Mertokusomo, teori pembuktian yaitu (Sudikno

Mertokusumo, 2002:133-134) :

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

a) Teori pembuktian bebas

Teori ini menghendaki bahwa tidak ada ketentuan-ketentuan yang

mengikat hakim, oleh karena itu penilaian pembuktian seberapa dapat

diserahkan kepadanya.

b) Teori pembuktian positif

Disamping terdapat adanya larangan, teori ini menghendaki adanya

perintah kepada hakim. Hakim diwajibkan, tetapi dengan syarat

memenuhi pasal 165 HIR, 1870 BW.

Adanya pendapat umum yang menghendaki teori pembuktian yang

lebih bebas. Keinginan akan adanya kebebasan dalam hukum

pembuktian tersebut dimaksudkan untuk memberi kelonggaran

wewenang kepada hakim dalam mencari suatu kebenaran.

c) Teori pembuktian negatif

Teori ini mengatur keharusan adanya ketentuan mengikat, yang

bersifat negative yaitu ketentuan ini wajib membatasi larangan kepada

hakim untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan

pembuktian.

5) Alat-Alat Bukti

Pengaturan mengenai alat bukti dalam perkara perdata diatur dalam pasal

164 HIR, ada lima jenis alat bukti dalam perkara perdata yaitu :

a. Tulisan

b. Saksi

c. Persangkaan

d. Pengakuan

e. Sumpah

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Penjelasan mengenai macam-macam alat bukti diatas adalah sebagai

berikut :

a) Tulisan

Dari urutan alat bukti tersebut, alat bukti tulisanlah yang

ditempatkan pada urutan pertama atau paling atas karena alat bukti

tulisan merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara

perdata. Menurut Sudikno Mertokusumo, alat bukti tertulis yang

disebut juga dengan surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda

bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk

menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai

pembuktian (Sudikno Mertokusumo, 2009:151)

Menurut Riduan Syahrani, alat bukti tertulis dibagi atas 2 (dua)

macam yaitu akta dan tulisan-tulisan lain bukan akta (Riduan

Syahrani, 2009:91). Sama halnya dengan pendapat Sudikno

Mertokusumo, membagi alat bukti tertulis menjadi dua yaitu surat

yang merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta

(Sudikno Mertokusumo, 2009:151). Sedangkan Retno Wulan

memiliki pendapat yang berbeda yaitu bukti tulisan itu terbagi

menjadi tiga, yang terdiri dari surat biasa, akta otentik dan akta

dibawah tangan (Retnowulan, 1997:64).

Menurut Riduan Syahrani, akta adalah suatu tulisan yang

dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang sesuatu peristiwa

atau kejadian dan ditandatangi oleh pembuatnya. Dengan demikian,

unsur-unsur yang penting untuk digolongkan dalam pengertian akta

adalah kesengajaan untuk membuatnya sebagai suatu bukti tulisan

tersebut. Lalu maksud dari penandatanganan ialah membubuhkan

nama orang yang menandatangani itu, sehingga dengan

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

membubuhkan paraf (singkatan tanda tangan) pun dianggap belum

cukup. Nama itu harus ditulis sendiri dengan tangan oleh si penanda

tangan sendiri atas kehendaknya sendiri. Oleh karena itu tanda tangan

dengan nama orang lain dianggap tidak sah atau batal (Riduan

Syahrani, 2009:91-91).

Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa akta otentik adalah

akta yang dibuat oleh atau pejabat publik yang berwenang, yang dapat

digunakan sebagai bukti yang sempurna (lengkap) bagi para pihak

dan ahli warisnya serta orang yang mendapat hak darinya tentang

segala hal yang tertulis dalam akta itu dan bahkan tentang apa yang

tercantum didalamnya sesbagai pemberitahuan saja, sepanjang

langsung mengenai pokok dalam akta tersebut. Pejabat publik yang

diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat akta otentik

yaitu notaris, pegawai catatan sipil, panitera pengadilan dan juru sita.

Dalam melakukan pekerjaannya, pejabat publik yang bersangkutan

terikat pada syarat dan ketentuan undang-undang sehingga merupakan

jaminan untuk memercayai keabsahan hasil pekerjaannya (Abdulkadir

Muhammad, 2008:131).

Akta otentik terbagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

a) Akta pejabat (acte ambtelijk) ialah akta yang dibuat oleh pejabat.

Dalam hal pembuatan akta pejabat, inisiatif untuk membuat akta

tersebut datang dari pejabatnya sendiri.

b) Akta partai (acte partij) ialah akta yang dibuat dihadapan pejabat.

Pembuatan akta partai tidak pernah berasal dari inisiatif pejabat

melainkan inisiatif dari para pihak.

Akta dibawah tangan diatur khusus dalam peraturan yang termuat

dalam Stb. 1867 nomor 29 karena akta ini tidak diatur di dalam

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

HIR. Pengertian akta dibawah tangan adalah suatu akta yang

dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan sendiri tanpa

bantuan dari pejabat umum yang berwenang.

Selain akta otentik dan akta dibawah tangan, juga terdapat

surat bukan akta. Surat bukan akta ialah surat-surat yang sengaja

dibuat oleh para pihak yang bersangkutan yang pada dasarnya tidak

dimaksudkan untuk dipakai sebagai alat pembuktian tetapi surat-surat

tersebut dapat dipakai sebagai alat bukti tambahan dan dapat pula

dikesampingkan bahkan dapat sama sekali tidak dipercaya.

b) Saksi

Pembuktian dengan saksi pada dasarnya diperbolehkan yang

mana hal tersebut diatur di dalam pasal 139 HIR yang menyebutkan

ketentuan bahwa pembuktian dengan saksi diperbolehkan dalam

segala hal, terkecuali dilarang oleh undang-undang. Kesaksian sendiri

berarti suatu fakta peristiwa yang dinyatakan secara lisan dan pribadi

oleh orang yang bukan termasuk para pihak dalam perkara guna untuk

memberikan kepastian kepada hakim dipersidangan.

Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Pembuktian,

menyatakan bahwa seorang saksi itu akan menerangkan tentang apa

yang dilihatnya atau dialaminya sendiri. Dan tiap-tiap kesaksian itu

harus disertai dengan alasan-alasan bagaimana diketahuinya hal-hal

yang diterangkan itu. Seorang saksi tidak diperbolehkan memberikan

keterangan-keterangan yang berupa kesimpulan-kesimpulan, karena

dalam hal menarik kesimpulan dalam suatu perkara adalah wewenang

hakim yang mengadili perkara itu. (Subekti, 2010:38)

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Menurut Teguh Samudera, saksi-saksi yang dipanggil ke muka

sidang pengadilan mempunyai kewajiban-kewajiban menurut hukum

yaitu (Teguh Samudera, 1992:60) :

a) Kewajiban untuk menghadap atau datang memenuhi panggilan di

persidangan. Dengan catatan harus dipanggil dengan patut dan

sah menurut hukum (pasal 139, 140, 141 HIR);

b) Kewajiban untuk bersumpah sebelum mengemukakan keterangan.

Dimana sumpah tersebut hendaknya dilakukan menurut agamanya

dan bagi suatu agama yang melarang bersumpah dapat diganti

dengan mengucapkan janji. (pasal 147, 148 HIR);

c) Kewajiban untuk memberikan keterangan yang sesungguhnya

atau benar (pasal 148 HIR).

Namun, sebagaimana diatur dalam pasal 145, pasal 146 HIR

atau pasal 172, pasal 173 dan pasal 174 RBg atau pasal 1909, serta

pasal 1910 BW ada beberapa orang yang tidak dapat didengar

keterangannya sebagai saksi dan yang dapat meminta dibebaskan

untuk memberi kesaksian.

Orang-orang yang tidak dapat didengar sebagai saksi menurut Riduan

Syahrani adalah :

a. Keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan menurut

keturunan lurus dari salah satu pihak;

b. Suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai.

c. Anak-anak yang belum berusia 15 (lima belas) tahun;

d. Orang-orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya terang

atau sehat.

Sedangkan orang-orang yang dapat meminta dibebaskan untuk

memberi kesaksian adalah :

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

a. Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan

perempuan salah satu pihak;

b. Keluarga sedarah menurut keturunan lurus dari saudara laki-

laki dan perempuan dari suami atau istri dari salah satu pihak;

c. Orang yang karena martabat, pekerjaan, atau jabatannya yang

sah diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya

tentang hal itu saja yang dipercayakan karena martabat,

pekerjaan dan jabatannya itu (misalnya dokter, advokat, dan

notaris) (Riduan Syahrani, 2009:101-102).

Menurut Abdulkadir Muhammad, pembuktian dengan saksi

sebaiknya menggunakan lebih dari satu saksi karena keterangan

seorang saksi saja tanpa alat bukti lain tidak dapat dipercaya. Yang

dalam bahasa hukumnya dapat disebut juga dengan unus testis nullus

testis yaitu suatu asas yang menyatakan satu saksi dianggap bukan

saksi. Suatu peristiwa akan dianggap tidak terbukti jika hanya

didasarkan pada keterangan dari satu orang saksi saja. Oleh karena

itu agar peristiwa terbukti dengan sempurna menurut hukum,

keterangan satu orang saksi harus dilengkapi dengan alat bukti yang

lainnya, misalnya surat, pengakuan dan sumpah. (Abdulkadir

Muhammad, 2008:136)

Selain itu, menurut Riduan Syahrani yang mengutip pendapat

Wirjono Prodjodikoro di dalam bukunya yang berjudul Buku Materi

Dasar Hukum Acara Perdata yang menyatakan bahwa dalam

pembuktian dengan alat bukti saksi juga terdapat asas testimonium de

auditu yaitu kesaksian yang sumbernya dari orang lain tidak boleh

dijadikan alat bukti dan tidak perlu dipertimbangkan. Sebenarnya

testimonium de auditu bukan merupakkan suatu pendapat atau

persangkaan yang didapat secara berpikir, karena itu tidak dilarang.

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Hanya saja penting diingat bahwa yang dikemukakan oleh saksi

haruslah sebuah kenyataan bahwa orang ketiga di luar sidang

pengadilan pernah mengatakan sesuatu. Tidak ada larangan untuk

menggunakan perkataan orang tersebut guna menyusun alat bukti

berupa persangkaan. (Riduan Syahrani, 2009:103).

c) Persangkaan

Persangkaan dapat disebut juga dengan praduga. Penjelasan

mengenai maksud dari persangkaan tidak dijelaskan dalam HIR, tapi

menurut Teguh Samudera penjelasan terebut terdapat dalam

KUHPerdata pada pasal 1915 yaitu : Persangkaan-persangkaan ialah

kesimpulan-kesimpulan yang oleh Undang-undang atau oleh hakim

ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal kearah suatu peristiwa

yang tidak terkenal. (Teguh Samudera, 1992:74)

Sedangkan menurut Riduan Syahrani, persangkaan adalah

kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang dikenal atau

dianggap terbukti, yang mana diketahui adanya suatu peristiwa yang

tidak dikenal. Jika yang menarik kesimpulan tersebut undang-undang

maka disebut persangkaan undang-undang. Lalu jika yang menarik

kesimpulan itu hakim, disebut persangkaan hakim. (Riduan Syahrani,

2009:106)

Menurut ilmu pengetahuan hukum dalam bukunya Abdulkadir

Muhammad, persangkaan atau praduga digolongkan menjadi dua

jenis yaitu :

a. Persangkaan atau praduga menurut hukum (rechtsvermoeden,

legal conjecture)

Persangkaan atau praduga menurut hukum atau undang-undang

memiliki kekuatan pembuktian bersifat memaksa karena telah

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

ditentukan secara tegas dalam undang-undang yang diatur dalam

pasal 1916 KUHPdt Indonesia, oleh karena itu majelis hakim

terikat padanya. Persangkaan berdasarkan hukum terdiri dari dua

macam yaitu :

- Praesuptiones Juris et de jure ialah persangkaan berdasarkan

hukum yang tidak memberikan kemungkinan akan adanya

pembuktian dari lawan.

- Praesumptiones Juristantum ialah persangkaan berdasarkan

hukum yang memberikan kemungkinan akan adanya

pembuktian lawan. (Sudikno Mertokusumo, 2002:170-171)

b. Persangkaan atau praduga menurut kenyataan (feitelijk

vermoeden, factual conjecture).

Persangkaan atau praduga itu harus memiliki arti penting,

seksama dan tertentu juga harus ada kesesuaian satu sama lain.

Majelis hakim dilarang memutuskan suatu perkara hanya

berdasarkan pada praduga yang berdiri sendiri terlepas dari satu

sama lain dan mendasarkan putusan hanya pada satu praduga saja.

Dimana pada persangkaan atau praduga ini pembuktiannya tidak

bersifat memaksa karena dikembalikan lagi kepada majelis hakim

untuk menggunakan atau tidak.

d) Pengakuan

Pembuktian dengan menggunakan alat bukti pengakuan diatur

dalam pasal 174, pasal 175 dan pasal 178 HIR. Dimana masing-

masing bunyi pasal tersebut yaitu :

Pasal 174 :

“Pengakuan yang diucapkan di hadapan hakim cukup menjadi bukti

untuk memberatkan orang yang mengaku itu, baik yang diucapkannya

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

sendiri, maupun dengan pertolongan orang lain, yang istimewa

dikuasakan untuk itu.”

Pasal 175, yaitu :

“Maka diserahkan kepada pertimbangan dan waspadanya hakim

didalam menentukan gunanya suatu pengakuan dengan lisan, yang

dilakukan diluar hukum.”

Pasal 178 :

“Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarat wajib mencukupkan

segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah

pihak.”

Menurut Teguh Samudera yang mengutip pendapat A. Pitlo,

pengakuan ialah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu

perkara, dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan

atau sebahagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan. (Teguh

Samudera, 1992: 83)

Riduan Syahrani dalam bukunya membagi pengakuan menjadi 2 (dua)

macam yaitu :

a. Pengakuan yang dilakukan didepan sidang pengadilan.

Pengakuan bersifat membenarkan salah satu atau keseluruhan

hubungan hukum yang dinyatakan oleh penggugat. Oleh karena

itu pengakuan yang dikemukakan atau diberikan oleh tergugat

dalam perselisihan memiliki kekuatan bukti sempurna. Dimana

pengakuan tersebut dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.

b. Pengakuan yang dilakukan diluar sidang pengadilan.

Pengakuan diluar sidang dapat dilakukan secara lisan dan tertulis.

Kekuatan pembuktian dengan pengakuan diluar sidang pengadilan

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

sepenuhnya dikembalikan lagi pada kebijaksanaan hakim. Maka

hakim memerlukan alat bukti lain seperti alat bukti saksi sehingga

dengan alat bukti saksi tersebut hakim akan dapat menilai apakah

pengakuan tersebut memiliki kekuatan bukti sempurna atau tidak.

d). Sumpah

Pengaturan alat bukti sumpah terdapat dalam Pasal 155 sampai

pasal 158 dan pasal 178 HIR. Menurut Riduan Syahrani yang

mengutip pendapat Sudikno Mertokusumo, sumpah pada umumnya

adalah suatu pernyataan yang hikmat yang diucapkan pada waktu

memberi keterangan atau janji dengan mengingat akan sifat Maha

Kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan yang

tidak sebenarnya maka akan dihukum-Nya. Jadi, pada hakikatnya

sumpah merupakan tindakan yang bersifat religious yang digunakan

dalam peradilan.

Dalam pemeriksaan perkara perdata, sumpah diucapkan oleh

salah satu pihak yang berperkara pada waktu memberi keterangan

mengenai pokok perkaranya. Oleh karena itu, berdasarakan pendapat

Wirjono Prodjodikoro yang dikutip oleh Riduan Syahrani dalam

bukunya yang berjudul Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata

bahwa sebetulnya sumpah bukanlah sebagai suatu alat bukti. Yang

sebetulnya menjadi alat bukti adalah keterangan dari salah satu pihak

yang berperkara yang dikuatkan dengan sumpah. Hukum acara perdata

menyebutkan sumpah terdiri dari 2 (dua) macam sumpah, yaitu

sumpah penambah (suppletoire eed) dan sumpah pemutus (decisoire

eed). (Riduan Syahrani, 2009:116)

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Sudikno Mertokusumo menyatakan dalam bukunya yang berjudul

Hukum Acara Perdata Indonesia, bahwa HIR menyebutkan ada 3

macam sumpah sebagai alat bukti yaitu :

1. Sumpah Suppletoir (Sumpah Pelengkap)

Sumpah Suppletoir atau sumpah pelengkap ialah sumpah yang

diperintahkan oleh hakim karena jabatannya pada salah satu pihak

yang berperkara guna untuk melengkapi pembuktian perstiwa yang

menjadi pokok perkara sebagai dasar dari putusannya. Sumpah ini

memiliki kekuatan pembuktian sempurna yang memungkinkan

adanya bukti lawan.

2. Sumpah Aestimatoir (Sumpah Penaksiran)

Sumpah Aestimatoir atau sumpah penaksiran adalah sumpah yang

diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat

untuk menentukan kelayakan jumlah uang pengganti kerugian.

3. Sumpah Decisoir (Sumpah Pemutus)

Sumpah Decisoir atau sumpah pemutus yaitu sumpah yang diminta

untuk dibebankan kepada salah satu pihak kepada lawannya agar

dengan sumpah itu perkara dapat diputus. Pihak yang harus

bersumpah disebut delaat sedangkan pihak yang memintakan

sumpah tersebut kepada lawannya disebut deferent. Akibat hukum

dari sumpah decisoir atau sumpah pemutus ini ialah peristiwa atau

perbuatan yang dimintakan sumpah atasnya merupakan bukti yang

menentukan. Jika peristiwa atau perbuatan yang dimintakan

sumpah itu tidak benar, hal tersebut tidak akan mempengaruhi

akibat hukum dari sumpah pemutus. Dengan sumpah pemutus,

perbuatan yang dimintakan sumpah menjadi pasti. Tetapi apabila

salah satu pihak yang telah melakukan sumpah diluar pengadilan

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

tersebut ternyata dikemudian hari melakukan sumpah palsu, maka

pihak yang melakukan sumpah pemutus tersebut dapat dituntut.

(Sudikno Mertokusumo, 2009:192-193)

3. Teori Positivisme

Tokoh yang pertama kali mencetuskan istilah positivisme hukum

sebagai metode dan perkembangan ke dalam arah pemikiran filsafat adalah

Saint Simon pada tahun 1760-1825. Kemudian pada tahun 1798-1857

seorang ahli filsafat Perancis yang terkemuka yaitu August Comte

mengemukakan pemikirannya berupa positivisme hukum sebagai sebuah

aliran filsafat hukum yang disebut positivisme.

Menurut Khudzaifah Dimyati yang mengutip pendapat H.L.A. Hart

membedakan arti dari positivisme yaitu :

1. Suatu anggapan bahwa undang-undang adalah perintah-perintah dari

manusia.

2. Suatu pemikiran bahwa tidak perlu adanya hubungan antara hukum

dengan moral atau hukum yang ada dengan yang seharusnya ada.

3. Suatu pemikiran bahwa analisis dari konsepsi-konsepsi hukum layak

dilanjutkan atau harus dibedakan dari penelitian-penelitian historis

mengenai sebab atau asal-usul undang-undang dari penelitian-penelitian

sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala social lainnya, juga

kritik atau penghargaan hukum apakah dalam arti moral atau sebaliknya.

4. Suatu pemikiran bahwa system hukum merupakan suatu system logis

yang tertutup yaitu putusan-putusan hukum yang tepat dapat dihasilkan

dengan cara-cara yang logis dari peratauran-peraturan hukum yang telah

ditentukan terlebih dahulu tanpa mengingat kebijaksanaan, norma-norma

moral, tuntutan-tuntuan sosial.

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

5. Suatu pemikiran bahwa penilaian-penilaian moral tidak dapat diberikan

atau dipertahankan, seperti halnya tentang pernyataan-pernyataan tentang

fakta, dengan alasan yang rasional, petunjuk, atau bukti (Khudzaifah

Dimyati, 2005:61).

Suatu hukum dilihat dari sudut pandang positivisme yuridis dalam

arti yang mutlak melalui positivisme. Maksudnya adalah ilmu pengetahuan

hukum yaitu undang-undang positif yang diketahui dan disusun secara

sistematis berupa bentuk kodifikasi-kodifikasi yang ada. Menurut positivisme

hukum, diperlukan adanya suatu pemisahan antara hukum yang berlaku dan

hukum yang seharusnya juga biasa disebut das sollen dan das sein. Positivis

memandang bahwa tidak ada hukum lain kecuali perintah dari penguasa.

Hampir semua aliran legisme juga menyatakan bahwa hukum itu identik

dengan undang-undang. Disamping itu, positivisme hukum juga sangat

mengutamakan hukum sebagai suatu aturan yang mekanistik dan

deterministik.

Menurut W. Friedmann salah satu pemikir teori positivisme lainnya

yaitu John Austin mendefinisikan hukum ialah peraturan yang dibuat untuk

mendidik makhluk yang berakal oleh makhluk berakal lain yang memiliki

kekuasaan yang lebih tinggi. Jadi hukum secara keseluruhan dipisahkan dari

keadilan dan tidak bertumpu pada gagasan-gagasan tentang baik dan buruk,

melainkan bertumpu pada kekuasaan yang lebih tinggi. Pembagian hukum

dibagi ke dalam hukum yang dibuat oleh Tuhan untuk manusia (Hukum

Tuhan) dan undang-undang yang dibuat oleh manusia untuk manusia (hukum

manusia). Hukum Tuhan dianggap hanya menjadi wadah kepercayaan

utilitarian Austin, sedangkan hukum manusia dapat dibagi ke dalam undang-

undang yang disebut hukum yang sebenarnya (hukum positif) dan undang-

undang yang disebut hukum yang tidak sebenarnya (W. Friedmann,

1990:149-150).

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

4. Ajaran Realisme Hukum

Realisme hukum pertama kali muncul di Amerika Serikat, lahir karena

dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor hukum dan non hukum. Faktor-faktor

tersebut berupa faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dan

faktor perkembangan sosial dan politik. Aliran realisme hukum lebih faktual

dan lebih nyata dalam hal program-progamnya dibandingkan dengan aliran

yang berpendapat bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai

dengan hidup diantara masyarakat (sociological jurisprudence). Dalam aliran

ini secara tegas terdapat perbedaan antara hukum yang hidup dengan hukum

positif. Akan tetapi salah satu tujuan hukum yang sebenarnya adalah mengatur

kepentingan masyarakat sehingga peranan hukum dalam masyarakat dianggap

penting. Oleh karena itu pengaruh hukum untuk mengatur dominasi

kekuasaan dan masyarakat merupakan syarat mutlak (conditio sine qua non),

dimana hukum berkewajiban untuk mengatur dan memberi batasan mengenai

pelaksanaan kekuasaan manusia agar tidak mendiskriminasi orang lain yang

hanya sebagai golongan minoritas (M. Alpi, http://m-

alpi.blogspot.com/2012/05/realisme-hukum-by-m-alpi-syahrin-dkk.html

diakses pada 15 September 2012 pukul 15.00).

Menurut Oliver wendel Holmes dalam konsepnya menyatakan bahwa

hukum bukanlah sebuah logika melainkan sebuah pengalaman, oleh karena

itu hukum dipandang dan dinilai dari kinerja hukum yang ingin dicapai

melalui tujuan-tujuan sosial dan akibat yang timbul. Aliran realism dibagi

menjadi dua macam yaitu :

1. American Realism

Realisme Amerika Serikat yaitu sebuah pendekatan terhadap lembaga-

lembaga social secara behaviouritis dan pragmatis. Aliran tersebut

menegaskan bahwa hukum merupakan suatu law in action dan

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

memandang bahwa hukum itu sebagai pengalaman dan sumber

hukumnya adalah putusan hakim.

2. Scandinavian Legal Realism

Hukum hanya bisa dijelaskan dengan suatu hasil penelitian berupa fakta-

fakta, dimana studi tentang fakta tersebut merupakan ilmu pengetahuan

hukum yang sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain yang

menitikberatkan pada kejadian dan fakta hubungan sebab akibat. (M.

Alpi, http://m-alpi.blogspot.com/2012/05/realisme-hukum-by-m-alpi-

syahrin-dkk.html diakses pada 15 September 2012 pukul 15.00)

5. Asas Audi Et Alteram Partem

Asas audi et alteram partem dapat disebut juga dengan Eines Manners

Rede Ist Keines Mannes Rede, man soll sie horen alle beide yaitu bahwa

hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar,

apabila pihak lawan tidak didengar keterangannya atau tidak diberikan

kesempatan untuk menyatakan pendapatnya. Dimana asas audi et alteram

partem ini merupakan asas yang paling utama dalam hukum pembuktian yang

juga merupakan asas kesamaan prosesuil dari para pihak yang berperkara.

Dasar dari asas ini adalah Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang

berbunyi : “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum

dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya” dan Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang

kekuasaan kehakiman dalam pasal 5 ayat (1) yang intinya adalah bahwa

dalam hukum acara perdata para pihak yang berperkara harus sama-sama

diperhatikan, diberi kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapatnya

dan berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan seimbang (Sudikno

Mertokusumo, 2009;14-15).

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Hal tersebut berarti bahwa apabila para pihak mengajukan alat bukti,

maka harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak.

Oleh karena itu, harus memperhatikan asas-asas beban pembuktian dan adil

dalam memberikan beban pembuktian pada para pihak yang berperkara agar

kedua belah pihak tetap mendapatkan kesempatan yang sama untuk

mempertahankan haknya. Disamping itu, asas audi et alteram partem

memiliki dua aspek yaitu pengakuan terhadap hak seorang tergugat untuk

membela diri dan pengakuan mengenai kesamaan kedudukan para pihak yang

dijamin oleh ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 baik langsung maupun

tidak langsung. Asas ini menghendaki :

1). Para pihak harus dipanggil dengan patut. Tata cara serta tenggang

waktu pemanggilan harus diusahakan hakim benar-benar ditaati

oleh para pihak.

2). Kedua belah pihak didengar kepentingannya. Dalam hal ini, kedua

belah pihak masing-masing harus mendapatkan kesempatan yang

sama dan seimbang.

3). Hakim diperbolehkan memberikan penelitian terhadap suatu alat

bukti, hanya apabila para pihak telah mengetahui atau diberitahu

mengenai adanya alat bukti tersebut serta apabila para pihak telah

diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan

pendiriannya terhadap alat bukti tersebut. (Setiawan, 1992:362)

Agar terjaminnya pelaksaan asas audi et alteram partem pada setiap

pemeriksaan di pengadilan, maka undang-undang telah menentukan bahwa

sidang dilakukan terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang bersifat khusus

sidang dinyatakan tertutup untuk umum yaitu dalam perkara mengenai

perceraian.

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

B. Kerangka Pemikiran

Skema 1. Kerangka Pemikiran

SENGKETA

GUGATAN

PENGADILAN NEGERI

PEMBUKTIAN

PENGGUGAT TERGUGAT

ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM

ALAT BUKTI ALAT BUKTI

TERGUGAT PENGGUGAT

Herziene Inlandsche

Reglement (HIR)

Undang-undang Nomor 49

tahun 2009 tentang

Peradilan Umum

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Penjelasan :

Perkara Perdata merupakan suatu perselisihan atau sengketa yang bersifat

pribadi atau privat antara para pihak untuk mempertahankan hak dan kepentingannya

masing-masing. Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut para pihak biasanya

mengajukan gugatan ke pengadilan negeri. Pada pemeriksaan perkara perdata di

pengadilan negeri, para pihak harus memberikan bukti terhadap sesuatu hal yang

diakuinya sebagai haknya. Dalam hal pembuktian, hakim memiliki hak penuh untuk

membebankan pembuktian kepada para pihak baik penggugat maupun tergugat. Akan

tetapi, dengan hak penuh yang dimiliki hakim tersebut, hakim juga berkewajiban

untuk menerapkan asas audi et alteram partem yaitu memberi perlakuan yang sama,

tidak memihak dan mendengarkan kedua belah pihak secara sama. Tetapi, pada

kenyataaannya masih ada hakim yang tanpa sengaja maupun sengaja melanggar asas

tersebut sehingga memberikan putusan yang merugikan salah satu pihak. Padahal

asas audi et alteram partem tersebut termasuk asas yang paling penting dalam

pemeriksaan perkara perdata dan telah diatur dalam peraturan dan perundang-

undangan yang berlaku. Sehingga muncul pertanyaan apakah undang-undang nomor

49 tahun 2009 tentang peradilan umum mengatur norma-norma yang memuat asas

audi et alteram partem. Lebih lanjut lagi muncul pertanyaan besar bagaimana

penerapan asas audi et alteram partem dalam Herziene Inlandsche Reglement (HIR).

Dimana hakim memang sudah seharusnya menerapkan asas audi et alteram

partem kepada para pihak baik penggugat maupun tergugat pada awal proses

pemeriksaan, jawab-jinawab, pengajuan alat-alat bukti hingga kesimpulan dari para

pihak. Oleh karena itu, hal ini menarik untuk dikaji dan dianalisis dengan terlebih

dahulu memaparkan norma-norma yang memuat asas audi et alteram partem yang

diatur dalam undang-undang nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan kemudian baru

dikaji bagaimana penerapan asas audi et alteram partem dalam Herziene Inlandsche

Reglement (HIR).

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

BAB III

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang nomor 49

tahun 2009 tentang Peradilan Umum.

1. Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang Nomor 2

tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-undang Nomor 8 tahun

2004 tetang Perubahan pertama atas Undang-undang Nomor 2 tahun 1986

tentang Peradilan umum.

Sebelum adanya Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang

peradilan umum, pengaturan tentang beracara di peradilan umum telah terlebih

dahulu diatur dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan

umum yang memiliki tujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang

sejahtera, aman, tenteram, dan tertib serta menjamin persamaan kedudukan

warga negara dalam hukum diperlukannya upaya untuk menegakkan ketertiban,

keadilan, kebenaran dan kepastian hukum yang mampu memberikan

pengayoman kepada masyarakat. Akan tetapi karena dianggap sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat dan ketatanegaraan

menurut Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, maka

Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum tersebut diubah

dan ditambahkan dengan beberapa ketentuan-ketentuan tambahan yang

dituangkan pada Undang-undang Nomor 8 tahun 2004 tentang peradilan umum

dengan masih memberlakukan undang-undang yang lama sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang yang baru tersebut.

42

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Lalu, seiring dengan perkembangan pola pikir dan teknologi pada

masyarakat, maka pemerintah melakukan perubahan dan penambahan ketentuan-

ketentuan terhadap Undang-undang Nomor 8 tahun 2004 untuk disesuaikan

dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat dengan Undang-undang

Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum. Sebagai undang-undang

perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 dan Undang-undang

Nomor 8 tahun 2004, Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan

umum ini berlaku sampai sekarang dengan tidak menghapus pemberlakuan dua

undang-undang yang diatur sebelumnya.

Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 masih tetap berlaku selama tidak

bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.

Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum,

pengaturan tentang asas audi et alteram partem terdapat pada pasal-pasal sebagai

berikut :

a. Pasal 53 ayat (1) dan (2), yang berbunyi :

“ Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan

tingkah laku hakim, panitera, sekretaris dan jurusita di daerah hukumnya.”

“Selain tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan

Tinggi di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap peradilan di

tingkat Pengadilan Negeri. Dan menjaga agar jalannya peradilan

diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.”

Pada pasal ini, diatur mengenai pengawasan tugas hakim, panitera,

sekretaris dan jurusita pada proses persidangan, dimana pengawasan tersebut

dilakukan agar hakim, panitera, sekretaris dan jurusita tidak

menyalahgunakan tugasnya. Khususnya bagi hakim karena hakim adalah

tonggak pemutus suatu perkara dan sebagai pelaksana yang menjalankan

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

undang-undang agar undang-undang tersebut diterapkan dengan adil,

sehingga tugasnya perlu diawasi oleh ketua pengadilan.

Dengan adanya pengawasan terhadap tugas-tugas hakim tersebut,

maka akan terciptanya proses peradilan yang seksama dan sewajarnya sesuai

dengan peraturan-peraturan yang berlaku yaitu dilaksanakan dengan cepat,

sederhana dan dengan biaya. Lalu apabila telah tercipta proses peradilan

dengan seksama dan sewajarnya tersebut, maka secara tidak langsung hakim

telah menerapakan asas audi et alteram partem yaitu dalam memeriksa dan

mengadili suatu perkara hakim harus memperlakukan kedua belah pihak

dengan seimbang tanpa membeda-bedakan. Hakim juga harus

mendengarkan kedua belah pihak secara sama, khususnya pada proses

pembuktian karena dengan mendengarkan kedua belah pihak dengan sama

dan adil maka proses persidangan akan berjalan dengan lancar sehingga

penyelesaiannya cepat dan tidak memakan waktu yang lama, sederhana dan

dengan biaya yang ringan.

b. Pasal 58, yang berbunyi :

“Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi perkara dan

mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera pengganti”.

Dalam pasal ini, tugas panitera sebagai penyelenggaraan administrasi

perkara sangat berperan penting, khususnya pada proses pemeriksaan

perkara. Dimana pada proses pemeriksaan perkara para pihak harus

menghadiri sidang pemeriksaan perkara tersebut dan harus memberikan

keterangan-keterangan dan pembuktian kepada hakim mengenai pokok

perkara tersebut.

Tugas penyelenggaraan administrasi perkara oleh panitera tersebut

terdiri dari penetapan biaya perkara yang diperlukan dan surat-menyurat.

Lalu dengan penetapan biaya perkara dimana biaya perkara tersebut akan

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

digunakan untuk membuat surat dan untuk memanggil para pihak, serta para

saksi-saksi pada proses pembuktian, maka akan memperlancar jalannya

proses persidangan. Panitera memanggil para pihak dan saksi-saksi dengan

memberikan surat panggilan (relaas) beserta salinan gugatan, sehingga para

pihak dapat hadir di persidangan pada waktu yang ditentukan dan telah

mempersiapkan keterangan-keterangannya untuk didengarkan oleh hakim.

Oleh karena itu, pengaturan mengenai tugas panitera dalam

menyelenggarakan administrasi perkara tersebut sangat penting dalam

membantu hakim untuk menerapkan asas audi et altram partem. Karena

dengan dijalankannya tugas administrassi perkara tersebut dengan baik, para

pihak akan hadir pada proses pemeriksaan perkara dan hakim dapat

mendengarkan kedua belah pihak dengan seimbang dan tanpa membeda-

bedakan.

c. Pasal 59, yang berbunyi :

“Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti bertugas

membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang

pengadilan”.

Pengaturan tugas panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera

pengganti dengan mengikuti dan mencatat jalannya suatu persidangan dalam

pasal ini merupakan salah satu hal penting karena dengan adanya catatan

mengenai jalannya proses pengadilan, maka akan memberikan evaluasi

kepada hakim apakah hakim telah mendengarkan kedua belah pihak dengan

baik.

Lalu catatan tersebut juga akan membantu hakim dalam mendengarkan

kedua belah pihak apabila hakim melakukan kelalaian pada saat melakukan

pertimbangan hukum terhadap perkara tersebut, sehingga hakim dapat

melihat catatan tersebut sekali lagi tanpa harus mengulangi proses

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

pemeriksaan perkara untuk mendengarkan keterangan dari para pihak.

Khususnya pada proses pembuktian, dimana diperlukan kecermatan hakim

dalam mendengarkan dan menilai pembuktian yang dipaparkan oleh para

pihak dan saksi-saksinya sehingga catatan mengenai jalannya proses

persidangan tersebut akan sangat berguna bagi hakim dalam memutus

perkara tersebut.

Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan pertama

Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum, tidak terdapat

pengaturan yang mengatur tentang asas audi et alteram partem.

2. Pengaturan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Undang-undang Nomor 49

tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 2 tahun

1986 tentang Peradilan umum.

Hukum adalah segala sesuatu yang membatasi dan mengatur tingkah

laku manusia. Pembagian hukum di dalam filsafat ilmu hukum terbagi dua yaitu

hukum Tuhan dan hukum manusia. Hukum Tuhan adalah hukum yang berasal

dari perintah atau perkataan Tuhan yang apabila dilanggar tidak memperoleh

sanksi secara langsung melainkan akan mendapatkan sanksi dikemudian hari

yang disebut dengan dosa. Sedangkan hukum manusia berasal dari pemikiran

dan perintah manusia yang berwujud undang-undang. Masyarakat penganut

aliran positivisme meyakini bahwa hukum berasal dari undang-undang artinya

hukum merupakan alat untuk mengatur kehidupan manusia yang bersumber dari

undang-undang.

Dalam negara hukum, undang-undang merupakan perangkat normatif

yang merepresentasikan jiwa dan nilai-nilai sosial dan hukum dalam masyarakat.

Undang-undang adalah perangkat hukum yang mengatur pelaksanaan kegiatan-

kegiatan kenegaraan, mengatur sinergitas antar lembaga-lembaga negara, filter

dalam dinamika politik, mengatur dinamika kemasyarakatan, sekaligus sebagai

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

sistem nilai yang harus dijiwai dan diimplementasikan oleh setiap warga negara.

Sistem hukum positif menempatkan undang-undang sebagai instrumen

utama penegakan hukum. Dalam konteks ini, kodifikasi nilai-nilai moral,

budaya, sosial, dan hukum adat menjadi keniscayaan dalam upaya penataan

kehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui, dalam sistem hukum positif,

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tidak memiliki kekuatan mengikat dan

memaksa tanpa dikodifikasi dalam perundang-undangan. Nilai-nilai di

masyarakat hanyalah quasi dari hukum dan sekedar menjadi pelengkap peraturan

informal yang mandul.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut aliran

positivisme yaitu negara yang menjunjung tinggi hukum yang bersumber dari

undang-undang. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem hukum yang digunakan di

Indonesia yaitu sistem hukum positif. Hukum positif adalah hukum yang berlaku

di suatu negara. Hukum positif selalu identik dengan undang-undang, sehingga

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem hukum positif berusaha

mengatur dinamika kenegaraan dengan membentuk undang-undang sesuai

dengan peruntukannya. Dalam hal ini, khususnya undang-undang yang mengatur

mengenai hukum acara perdata. Terdapat lebih dari satu peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai hukum acara perdata, misalnya HIR

merupakan undang-undang tertua yang mengatur tentang hukum acara perdata,

lalu Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum juga

mengatur mengenai hukum acara perdata dan masih ada undang-undang lainnya

yang juga mengatur tentang hukum acara perdata.

Oleh karena itu Indonesia sangat menjunjung tinggi undang-undang

yang berlaku karena undang-undang merupakan perwujudan dari aturan-aturan

hukum yang dibuat oleh penguasa dan dikodifikasikan. Peraturan hukum konkrit

terbentuk dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

kehidupan manusia yang dapat dipaksakan pelaksanaannya. Sebagai suatu sistem

hukum, dalam menegakkan hukum perdata materiil, maka hukum acara perdata

juga mengandung asas-asas yang harus diperhatikan oleh hakim. Adapun fungsi

asas hukum dalam hukum adalah melengkapi sistem hukum. Asas hukum adalah

dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. (Elisabeth

Nurhaini Butarbutar ;2009:203-408)

Dalam mengadili suatu perkara perdata di pengadilan, hakim harus

memperlakukan kedua belah pihak tanpa membeda-bedakan setiap orang. Hal

tersebut berarti bahwa pihak yang berperkara harus diperhatikan dengan sama,

memiliki hak atas perlakuan yang sama dan adil serta harus diberi kesempatan

untuk memberikan pendapatnya masing-masing yang disebut juga dengan asas

audi et alteram partem (Moh. Taufik Makaro, 2009 : 12). Asas tersebut wajib

diterapkan oleh hakim yang memeriksa perkara di pengadilan agar memberikan

putusan yang adil bagi kedua belah pihak. Oleh karena pentingnya asas audi et

alteram partem tersebut, maka sudah seharusnya asas tersebut diatur didalam

undang-undang yang berlaku. Khususnya dalam Undang-undang Nomor 49

tahun 2009 tentang peradilan umum yang bertujuan untuk menciptakan

kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan sehingga perlu diwujudkan adanya lembaga

peradilan yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam

masyarakat baik secara tersirat maupun tersurat. Sebelum membahas lebih dalam

mengenai pengaturan asas audi et alteram partem dalam Undang-undang Nomor

49 tahun 2009 tentang peradilan umum, akan sedikit disinggung mengenai ciri-

ciri suatu negara hukum, dimana undang-undang yang baik adalah undang-

undang yang mencerminkan ciri-ciri suatu negara hukum.

Sebagai negara hukum, Indonesia telah memiliki banyak peraturan

perundang-undangan, dimana setiap peraturan perundang-undangan tersebut

harus mencerminkan ciri-ciri dari suatu negara hukum. Ciri-ciri tersebut ialah

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

adanya pengakuan, perlindungan, dan penghargaan hak asasi manusia (human

rights) mengandung kesamaan dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial

kultural, pendidikan, dan agama, lalu adanya peradilan bebas yang tidak

memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan/kekuatan apapun, serta adanya

legalitas dalam arti hukum dalam segala hal.

Oleh karena itu, undang-undang sebagai sumber hukum yang utama di

Indonesia memang seharusnya telah mengatur ketentuan mengenai hukum acara

perdata, terlebih lagi Indonesia telah memiliki induk peraturan yang mengatur

tentang hukum acara perdata yaitu Herziene Inlandsche Reglement (HIR).

Disamping itu, untuk lebih memperdalam dan merinci lagi peraturan yang

mengatur mengenai hukum acara perdata khususnya peradilan perdata, maka

dibuatlah Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 yang mengatur mengenai

peradilan umum.

Dalam Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum,

pengaturan tentang asas audi et alteram partem terdapat pada pasal-pasal sebagai

berikut :

a. Pasal 52 A ayat (1) yang berbunyi :

“Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh

informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses

persidangan”.

Dalam pasal ini dinyatakan bahwa setiap pengadilan haruslah terbuka

dan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi

yang seluas-luasnya berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam

proses persidangan, karena dengan terbukanya informasi yang seluas-

luasnya bagi masyarakat, masyarakat akan ikut melaksanakan dan

mengawasi kinerja pengadilan sehingga pengadilan akan bekerja dengan

baik demi terciptanya keadilan. Khususnya bagi para pihak yang bersengketa

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

dimana dalam menangani dan memeriksa suatu perkara, pengadilan

hendaknya bersifat transparan baik mengenai putusan maupun biaya perkara

dalam proses persidangan. Pengadilan harus terbuka kepada para pihak

terutama pihak yang mengajukan gugatan (penggugat) untuk memperoleh

informasi besarnya biaya perkara yang harus dibayar.

Besarnya biaya perkara biasanya dihitung dan ditetapkan sementara

oleh panitera, lalu diteruskan kepada bagian keuangan pengadilan untuk

dilunasi oleh penggugat demi lancarnya proses pemeriksaan perkara di

pengadilan. Karena biaya perkara dari pihak penggugat tersebut akan

digunakan untuk memberitahu dan memanggil pihak tergugat untuk hadir di

persidangan guna untuk memberikan keterangan mengenai perkara yang

sedang diperiksa. Dengan hadirnya kedua belah pihak baik penggugat dan

tergugat guna memberikan keterangan mengenai perkara yang diperiksa

maka akan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh keadilan

bagi kedua belah pihak. Kehadiran kedua belah pihak yang berperkara

tersebut dianggap penting karena apabila salah satu pihak yang bersengketa

tidak hadir di persidangan maka pihak yang tidak hadir tersebut akan

dirugikan karena tidak dapat menyampaikan keterangan untuk membela

dirinya. Sehingga hakim hanya memperoleh keterangan dan informasi dari

salah satu pihak saja tanpa mendengar keterangan dan informasi dari pihak

yang tidak hadir dan terdapat kemungkinan hakim akan memutus

berdasarkan kepastian yang diperolehnya pada saat proses persidangan saja.

Oleh karena itu, biaya perkara diperlukan untuk memberikan

keadilan bagi kedua belah pihak, karena hakim harus mendengarkan kedua

belah pihak. Keharusan bagi hakim untuk mendengarkan kedua belah pihak

tersebut biasa disebut juga dengan asas audi et alteram partem. Asas

tersebut merupakan asas yang penting dalam pembuktian perkara perdata di

pengadilan, karena dengan hadirnya kedua belah pihak pada proses

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

pemeriksaan dipersidangan, akan membantu hakim dalam memeriksa dan

memutus perkara. para pihak dapat menyampaikan keterangan masing-

masing untuk memperoleh putusan yang seadil-adilnya bagi mereka. Dengan

diaturnya kewajiban pengadilan untuk memberikan akses kepada masyarakat

dalam hal memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya

perkara dalam proses persidangan, maka pasal tersebut telah memuat asas

audi et alteram partem.

b. Pasal 53 ayat (3) yang berbunyi :

“Selain tugas melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan (2), ketua pengadilan tinggi di daerah hukumnya melakukan

pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan negeri dan

menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.”

Dalam pasal tersebut secara implisit memuat asas audi et alteram

partem, dapat dilihat dari kandungan isi pasalnya yang menyatakan bahwa

ketua pengadilan tinggi di suatu daerah hukum tidak hanya harus melakukan

pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan negeri tetapi

juga harus menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan

sewajarnya. Kalimat peradilan diselenggarakan dengan seksama dan

sewajarnya secara implisit menggambarkan asas audi et alteram partem.

Karena maksud dari kalimat tersebut yaitu hakim dalam memeriksa dan

memutus suatu perkara harus sesuai dengan aturan-aturan yang diatur dalam

hukum acara perdata.

Hakim harus bersikap adil kepada kedua belah pihak dan tidak boleh

berat sebelah. Khususnya dalam hal pembuktian, hakim harus

menyelenggarakan peradilan dengan seksama tanpa membeda-bedakan

kedua belah pihak, memberikan kesempatan yang sama bagi para pihak

untuk menyatakan pendapatnya serta dalam memeriksa perkara harus

bersikap sewajarnya dalam arti tidak berpihak kepada salah satu pihak dan

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

mendengarkan kedua belah pihak. Harus juga diindahkan aturan-aturan yang

menjamin keseimbangan dalam pembebanan kewjiban untuk membuktikan

hal-hal yang menjadi perselisihan itu. Pembebanan yang berat sebelah dapat

a priori menjerumuskan suatu pihak dalam kekalahan dan akan

menimbulkan perasaan teraniaya pada yang dikalahkan itu. Secara seksama

yaitu secara baik bagi kedua belah pihak, secara benar, secara. Secara

sewajarnya yaitu sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan, sesuai dengan

peraturan yang berlaku dan sesuai dengan kepatutan pengadilan.

c. Pasal 57 A ayat (1), (3) dan (5) yang berbunyi :

“Dalam menjalankan tugas peradilan, peradilan umum dapat menarik biaya

perkara”.

“Biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya

kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara”.

“Biaya proses penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dibebankan pada pihak atau para pihak yang berperkara yang ditetapkan oleh

Mahkamah Agung”

Pasal ini memiliki makna yang hampir sama dengan pasal 52 A ayat

(1) yang sebelumnya telah dibahas, dimana pasal tersebut juga mengatur

mengenai penarikan biaya perkara, akan tetapi pada pasal ini lebih dibahas

mendalam mengenai biaya perkara yaitu pengaturan tentang penarikan biaya

perkara dan pembebanan biaya perkara.

Menurut HIR dan Rbg yang dikutip oleh Hari Sasangka di dalam

bukunya yang berjudul Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata

menyatakan bahwa biaya perkara itu meliputi beberapa hal mengenai (Hari

Sasangka, 2005:123-124):

1. Biaya materai yang diperlukan untuk dipakai dalam perkara tersebut dan

biaya kantor panitera;

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

2. Biaya surat keterangan untuk keperluan perkara tersebut;

3. Biaya saksi, biaya ahli dan juru bahasa, termasuk juga biaya sumpah

para saksi, saksi ahli dan juru bahasa dengan pengertian bahwa pihak

yang meminta agar diperiksa lebih dari 5 orang saksi yang mengetahui

mengenai kejadian itu akan tetapi tidak dapat memperhitungkan

kesaksian yang lebih itu kepada pihak lawannya;

4. Biaya pemeriksaan setempat, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

hakim, dan lain-lain;

5. Gaji yang wajib diberikan kepada panitera atau pegawai lain karena

menjalankan putusan;

Seperti apa yang dikemukakan oleh Lawrence B. Solum bahwa

sistem penyelesaian sengketa pada umumnya membebankan biaya pada

pihak yang bersengketa dan masyarakat pada umumnya. “Dispute resolution

systems impose costs on the parties to the dispute and on society at large..”.

(Lawrence B. Solum, 2004:3) Oleh karena itu, biaya perkara memiliki peran

yang penting dalam proses penyelesaian sengketa di pengadilan. Biaya

perkara bertujuan untuk memanggil kedua belah pihak supaya datang dan

hakim dapat mendengar keterangan dari kedua belah pihak. Karena jika

salah satu pihak tidak hadir, hakim mungkin saja memutus perkara tersebut

dengan putusan yang tidak adil bagi pihak yang tidak hadir tersebut. Oleh

karena itu diperlukan biaya perkara untuk menghadirkan kedua belah pihak

di persidangan demi terwujudnya asas audi et alteram partem yaitu hakim

harus mendengarkan kedua belah pihak.

Biaya perkara biasanya ditetapkan oleh panitera sesaat setelah surat

gugatan diterima. Panitera menghitung perkiraan biaya perkara yang

diperlukan, lalu jumlahnya dicantumkan bersama-sama dengan disposisi

yang telah diberi tanggal dan paraf. Selanjutnya penggugat membayar biaya

perkara dengan membawa surat gugatan kepada bagian keuangan untuk

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

pembayaran jumlah biaya yang telah disetujui oleh panitera serta

membukukannya ke dalam buku kas dan memberikan kuitansi kepada

penggugat.

Dengan dilunasinya biaya perkara, maka perkara dapat dilanjutkan

pada proses sidang pemeriksaan di pengadilan dan para pihak dapat

dipanggil secara patut pada proses sidang pemeriksaan tersebut. Dengan

hadirnya kedua belah pihak yang telah dipanggil secara patut tersebut, maka

hakim dapat mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak dan secara

tidak langsung hakim dapat melaksanakan asas audi et alteram partem. Oleh

karena itu dapat dinyatakan bahwa pasal ini memuat pengaturan tentang asas

audi et alteram partem.

d. Pasal 68 A ayat (2) yang berbunyi :

“Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat

pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum

yang tepat dan benar.”

Putusan pengadilan merupakan sesuatu hal yang sangat diinginkan

oleh para pihak yang berperkara untuk memberikan penyelesaian terhadap

perkara mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan pengadilan

tersebut, para pihak yang berperkara mengharapkan adanya suatu kepastian

hukum dan keadilan bagi perkara yang mereka hadapi. Riduan Syahrani

dalam bukunya yang berjudul Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata

berpendapat bahwa hakim sebagai aparatur negara yang melaksanakan

peradilan harus benar-benar mengetahui pokok perkara yang sebenarnya

terjadi dan penerapan peraturan hukum yang mengaturnya, baik peraturan

hukum tertulis yaitu peraturan perundang-undangan mupun hukum yang

tidak tertulis yaitu hukum adat, untuk dapat menghasilkan putusan

pengadilan yang benar-benar menciptakan dan mencerminkan kepastian

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

hukum serta keadilan bagi para pihak yang berperkara. (Riduan Syahrani,

2009:125)

Kesewenangan dan ketidakpastian hukum akan timbul apabila dalam

melaksanakan tugasnya itu, hakim diperbolehkan menyandarkan putusannya

hanya atas keyakinannya, biarpun itu sangat murni dan kuat. Keyakinan

hakim itu harus didasarkan pada sesuatu yang diatur di dalam undang-

undang dan dinamakan alat bukti. Dalam memeriksa alat bukti, hakim harus

berkoordinasi dan mendengarkan kedua belah pihak agar memperoleh

keterangan yang dapat membantu hakim dalam memberikan pertimbangan

terhadap perkara tersebut. Hakim harus bersikap adil dan tidak berat sebelah

dalam mendengarkan kedua belah pihak untuk memperoleh alasan dan dasar

hukum yang tepat dan benar untuk menetapkan dan memutus perkara yang

diperiksanya. Oleh karena itu pasal tersebut mencerminkan asas audi et

alteram partem.

e. Pasal 68 B ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”.

Beracara di muka pengadilan pada dasarnya dapat dilakukan secara

langsung oleh para pihak, akan tetapi didalam HIR/RBG yang merupakan

induk dari pengaturan hukum acara di Indonesia terdapat ketentuan yang

memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memperoleh bantuan

hukum atau mewakilkan dirinya kepada seorang kuasa. Untuk memperoleh

bantuan hukum atau perwakilan atas dirinya, seseorang harus membuat surat

kuasa khusus yang berisi pernyataan pemberian kuasa untuk mewakili

dirinya berperkara di pengadilan. Pemberian kuasa khusus dapat dilakukan

dengan surat kuasa khusus atau dapat juga dilakukan langsung secara lisan di

persidangan dan harus memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku.

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Menurut Moh. Taufik Makaro di dalam bukunya yang berjudul

Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata menyatakan bahwa penerima kuasa

untuk beracara di pengadilan dapat dibagi menjadi tiga golongan

berdasarkan izin yang diberikan, yaitu (Moh. Taufik Makararo, 2009:24-25)

:

1. Advokat atau procureur adalah penasehat hukum resmi yang terdiri dari

sarjana hukum yang secara resmi diangkat sebagai advokat oleh

pemerintah dan bukanlah seorang pegawai negeri;

2. Pengacara praktek merupakan pembela umun atau penasihat hukum

resmi. Pengacara praktek pada awalnya terdiri dari sarjana hukum dan

bukan sarjana hukum, akan tetapi sekarang telah ada ketentuan yang

mensyaratkan bahwa mereka harus sarjana hukum dan telah diangkat

oleh pengadilan negeri setelah lulus mengikuti ujian;

3. Penasihat hukum insidental yaitu pengacara insidentil yang telah

diberikan izin oleh ketua pengadilan, yang terdiri dari siapa saja baik

sarjana hukum, pegawai negeri atau yang lainnya akan tetapi harus telah

dewasa dan memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan hukum

sehingga dapat menjadi seorang kuasa yang setiap menangani suatu

perkara harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan.

Setiap orang berhak memperoleh bantuan hukum untuk

membantunya dalam proses persidangan apalagi bagi orang-orang yang

awam akan hukum, bantuan hukum sangat diperlukan. Karena bagi orang-

orang yang awam akan hukum, bantuan hukum yaitu seorang kuasa akan

dapat membantunya memahami perkara yang sedang dihadapinya dan

mewakilinya di persidangan yang mungkin tidak dimengertinya agar tidak

salah bertindak sehingga menimbulkan kekalahan yang merugikan dirinya.

Dengan adanya bantuan hukum, maka para pihak dapat memberikan

keterangannya dengan baik tanpa keluar dari pokok perkara yang diperiksa

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

sehingga hakim dapat mendengarkan kedua belah pihak dan

mempertimbangkan keterangan-keterangan para pihak dengan adil sehingga

tidak ada yang merasa tidak adil atau dirugikan.

f. Pasal 68 C ayat (2) yang berbunyi :

“Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara cuma-

cuma, kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara

tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Dalam pasal 68 C ayat (2) ini dibahas mengenai bantuan hukum

seperti pada pasal 68 B ayat (1) sebelumnya, akan tetapi pasal ini lebih

khusus membahas mengenai bantuan hukum bagi orang yang kurang mampu

yang tidak dapat membayar jasa seorang pengacara atau advokat yang pada

umumnya bertugas memberi bantuan hukum sebagai seorang kuasa, oleh

karena itu pemerintah memberikan bantuan hukum secara gratis atau cuma-

cuma bagi para pihak yang berperkara tetapi tidak mampu membayar jasa

seorang pengacara atau advokat.

Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma tersebut sangat

berguna bagi para pihak yang berperkara apalagi pihak yang berperkara

tersebut awam akan hukum dan juga kurang mampu, maka bantuan hukum

secara cuma-cuma dapat membantu memperlancar para pihak pada proses

pemeriksaan perkara di pengadilan sehingga para pihak yang berperkara

mendapatkan keadilan. Terlebih lagi, bantuan hukum tersebut diberikan pada

semua tingkat pengadilan bagi para pihak yang berperkara. Dengan

diperolehnya keadilan, secara tidak langsung hakim telah mendengarkan

kedua belah pihak atau menerapkan asas audi et alteram partem dimana asas

tersebut merupakan salah satu tolak ukur terciptanya keadilan pada suatu

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

proses pemeriksaan perkara di pengadilan. Keadilan tersebut dicerminkan

pada hakim yang mendengarkan kedua belah pihak.

B. Penerapan Asas Audi Et Alteram Partem dalam Herziene Inlandsche

Reglement (HIR).

Pada tanggal 1 Mei 1948 merupakan tanggal terpenting bagi sejarah

pertumbuhan hukum di Indonesia karena pada tanggal tersebut mulai berlaku

perundang-undangan baru dan hapuslah kekuatan hukum Belanda-kuno dan

hukum Roma sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 dalam “Bepalingen

omtrent de invoering van-en de overgang tot de nieuwe wetgeving”. Perundang-

undangan baru tersebut adalah akibat dari perubahan perundang-undangan di

Negeri Belanda pada tahun 1838 yang menghapuskan hukum kerajaan Perancis

setelah negeri Belanda mendapatkan kembali kemerdekaannya. Berdasarkan

pada asas penyesuaian (concordantie-beginsel), maka ditetapkanlah perundang-

undangan baru di Negeri Belanda tersebut juga berlaku di Indonesia. Penetapan

tersebut ditetapkan oleh raja Belanda dengan sebuah penetapan yang biasa

disebut dengan Firman. Firman tersebut dibagi dalam 9 pasal dan isinya

diumumkan seluruhya di Indonesia dengan S. 1847 No.23. Dengan

diumumkannya Firman raja tersebut maka dimulailah lembaran baru sejarah

hukum di Indonesia. Walaupun undang-undang tersebut tidak memberi

kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh kedudukan hukum yang

layak akan tetapi dengan adanya undang-undang baru tersebut bangsa Indonesia

jadi mengenal dan mengetahui bentuk dan isi suatu undang-undang.

HIR berasal dari Inlandsche Reglement (IR) yang terdapat dalam

lembaran Negara no.16 jo 57/1848 yang judul lengkapnya Reglement op de uit

oefening van de politie, de Burgelijke rechtspleging en de Strafvordering onder

de Inlanders en de Vremde Oosterlingen op Java en Madura (reglemen tentang

melakukan tugas kepolisian mengadili perkara perdata dan penuntutan perkara

pidana terhadap golongan Bumiputera dan Timur Asing di Jawa dan Madura)

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

(Moh. Taufik Makaro, 2009:12-13). HIR berisi peraturan mengenai acara pidana

dan acara perdata, kedua peraturan tersebut diperuntukkan bagi golongan Timur

Asing dan Bumiputera di wilayah Jawa dan Madura untuk berperkara di

pengadilan. Dimana pembagiannya yaitu bagian acara perdata terdapat pada

pasal 115 sampai 245, bagian acara pidana terdapat pada pasal 1 sampai pasal

114 dan pasal 246 sampai pasal 371, sedangkan pasal 372 sampai pasal 394

merupakan pasal yang mengatur kedua bagian tersebut yaitu acara perdata dan

acara pidana.

Dari sejarah tersebut, dapat dikatakan bahwa HIR merupakan peraturan

tertua sekaligus induk peraturan yang mengatur tentang acara perdata. Sebagai

induk dari peraturan yang mengatur mengenai acara perdata, sudah seharusnya di

dalam HIR terkandung salah satu asas yang sangat penting dalam proses

pemeriksaan perkara perdata di pengadilan yaitu asas audi et alateram partem

baik secara tersirat maupun tersurat. Karena asas audi et alteram partem

mencerminkan suatu keadilan hakim sebagai aparatur negara dalam memeriksa

dan memutus suatu perkara, dimana asas audi et alteram partem juga merupakan

asas yang mengandung makna bahwa para pihak yang berperkara pada dasarnya

memiliki kedudukan yang sama, harus diperlakukan dengan cara yang sama dan

memiliki kemungkinan yang sama untuk memenangkan perkara. Sehingga asas

tersebut harus diterapkan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu

perkara.

Dalam Herziene Inlandsche Reglement (HIR), pengaturan tentang asas

audi et alteram partem terdapat pada pasal-pasal berikut, yaitu :

a. Pasal 121 ayat (1), (2), dan (4) yang berbunyi :

“Sesudah surat gugat yang dimasukkan itu atau catatan yang diperbuat itu

dituliskan oleh panitera dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka ketua

menentukan hari dan jamnya perkara itu akan diperiksa dimuka pengadilan

negeri, dan ia memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

pada waktu itu, disertai oleh saksi-saksi yang dikehendakinya untuk diperiksa,

dan dengan membawa segala surat-surat keterangan yang hendak

dipergunakan.”

“Ketika memanggil tergugat, maka beserta itu diserahkan juga sehelai salinan

surat gugat dengan memberitahukan bahwa ia, kalau mau, dapat menjawab

surat gugat itu dengan surat.”

“Memasukkan ke dalam daftar seperti di dalam ayat pertama, tidak dilakukan,

kalau belum dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang yang akan

diperhitungkan kelak yang banyaknya buat sementara ditaksir oleh ketua

pengadilan negeri menurut keadaan untuk bea kantor kepaniteraan dan

ongkos melakukan segala panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan

kepada kedua belah pihak dan harga materai yang akan dipakai.”

Sebelum Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 mengatur mengenai

biaya perkara, HIR telah lebih dahulu mengaturnya khususnya pada pasal 121

ayat (1), (2) dan (4) ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa biaya perkara

merupakan hal yang sangat penting bagi kelancaran proses pemeriksaan

perkara di pengadilan dalam hal pemanggilan para pihak, surat-menyurat,

biaya pemanggilan saksi dan lain-lain.

Setiap perkara harus didaftarkan ke pengadilan melalui panitera,

kemudian panitera menaksir biaya perkara dan penggugat membayar biaya

tersebut ke bagian administrasi pengadilan. Akan tetapi perkara tersebut tidak

akan di daftarkan pada buku daftar yang tersedia di pengadilan apabila pihak

Penggugat belum melunasi biaya perkara tersebut. Karena apabila tidak

dibayar, maka perkara tersebut tidak bisa diteruskan pada proses selanjutnya

yaitu proses pemeriksaan di pengadilan karena pada proses pemeriksaan para

pihak harus hadir di persidangan, pemanggilan para pihak tersebut

membutuhkan biaya yaitu biaya untuk surat menyurat, biaya materai, biaya

untuk pemanggilan para pihak dan gaji panitera. Biaya perkara tersebut

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

nantinya akan digunakan untuk kepentingan para pihak sendiri yaitu akan

dipergunakan untuk membantu jalannya proses pemeriksaan perkara. Karena

kehadiran para pihak dipersidangan menggunakan dana dari pembayaran

biaya perkara.

Setelah biaya perkara dilunasi lalu panitera memanggil para pihak untuk hadir

dipersidangan pada waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya pada saat pemanggilan,

bagi pihak tergugat juga disertai pemberian salinan surat gugatan yaitu agar pihak

tergugat dapat mengetahui dan mengerti alasan dirinya dipanggil ke pengadilan dan

agar ia menyiapkan terlebih dahulu pembelaan untuk dinyatakan di pengadilan

sehingga pada proses pemeriksaan perkara tersebut tidak hanya pihak penggugat saja

yang memberikan keterangan sebagai pembelaannya kepada hakim tetapi pihak

tergugat juga dapat memberikan pembelaannya.

Dengan memanggil kedua belah pihak, maka hakim akan mengetahui

pokok perkara yang sebenarnya terjadi karena hakim perlu menggali

informasi yang sebanyak-banyaknya dari para pihak. Sehingga hakim dapat

mendengarkan kedua belah pihak secara sama, maksudnya sama dalam hal ini

adalah sama dari segi kualitasnya bukan kuantitasnya. Oleh karena itu, demi

tercapainya penyelesaian yang adil bagi kedua belah pihak maka para pihak

harus hadir di persidangan.

Dari ketentuan-ketentuan pada pasal tersebut intinya bahwa ketua

pengadilan memanggil para pihak berserta saksinya dengan panggilan yang

patut yaitu panitera mendatangi pihak tergugat dan memberikan lampiran

surat gugatan. Panggilan tersebut bertujuan agar pihak tergugat mengetahui

sebab dirinya dipanggil ke pengadilan, pokok perkara yang dihadapinya dan

agar tergugat mempersiapkan pembelaan yang akan dipaparkannnya pada

proses pemeriksaan perkara di pengadilan. Lalu penetapan hari persidangan

oleh hakim sebelum pemanggilan para pihak, agar para pihak lebih dulu

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

menyiapkan pembelaan dan saksi-saksi dengan sebaik-baiknya guna

menguatkan pembuktian mereka terhadap perkara tersebut. Sehingga para

pihak telah siap dengan pembelaannya masing-masing untuk dipaparkan di

depan persidangan kepada hakim sebagai bahan pertimbangan hakim dalam

memeriksa dan memutus perkara tersebut.

Untuk melakukan hal-hal tersebut yaitu pemanggilan para pihak,

pemberian salinan gugatan dan lain-lain, maka diperlukan sejumlah biaya

untuk membayar panitera, surat-menyurat, materai dan lain-lain. Oleh karena

itu biaya perkara penting guna menghadirkan para pihak di pengadilan,

sehingga hakim dapat mendengarkan keterangan mengenai pokok perkara dari

para pihak dengan perlakuan yang sama agar dapat memberikan putusan yang

adil bagi kedua belah pihak. Dari hal tersebut diatas, mencerminkan bahwa

pasal ini telah mengatur asas audi et alteram partem.

b. Pasal 122 yang berbunyi :

“Ketika menentukan hari persidangan, ketua menimbang jarak antara tempat

diam atau tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat pengadilan negeri

bersidang dan kecuali dalam hal perlu benar perkara itu dengan segera

diperiksa, dan pemanggilan kedua belah pihak dari hari persidangan tidak

boleh kurang dari tiga hari.”

Didalam pasal ini, penentuan hari persidangan yang dilakukan oleh

ketua pengadilan negeri dengan menimbang jarak antara tempat tinggal kedua

belah pihak dari tempat pengadilan negeri bersidang dan pemanggilan kedua

belah pihak dari hari persidangan tidak boleh kurang dari tiga hari kerja

diperlukan karena apabila waktunya tidak ditentukan oleh ketua pengadilan

sedangkan pihak penggugat ingin segera memulai proses pemeriksaan perkara

tersebut sehingga waktu yang diberikan kepada tergugat terlalu singkat, maka

akan merugikan pihak tergugat. Karena mungkin saja pihak tergugat

menerima panggilannya hanya sehari sebelum waktu persidangan. Sehingga

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

pihak tergugat mungkin belum mempersiapkan pembelannya berupa surat

gugatan dan saksi-saksi, apalagi apabila surat tersebut tidak sampai pada

tergugat dan telah lewat waktu persidangan yang telah ditentukan maka akan

mengakibatkan tergugat tidak hadir pada proses pemeriksaan. Padahal

kehadiran tergugat penting untuk memberikan keterangan karena hakim harus

mendengarkan kedua belah pihak dengan sama dan para pihak memiliki

kemungkinan yang sama untuk menang.

Selanjutnya pembatasan waktu pemanggilan yang batas waktunya

hanya selama tiga hari kerja agar para pihak dapat menyusun pembelaan

mereka dengan sebaik-baiknya dan proses pemeriksaan perkara lebih efektif

karena tidak memakan waktu yang terlalu lama dan berlarut-larut sehingga

hakim dapat memperoleh keterangan yang berkualitas. Dengan adanya

pemanggilan para pihak secara patut, maka para pihak akan hadir pada proses

pemeriksaan perkara tersebut dan hakim secara tidak langsung akan dapat

menerapkan asas audi et alteram partem yaitu hakim harus mendengarkan

kedua belah pihak.

c. Pasal 123 ayat (3) yang berbunyi :

“Pengadilan Negeri berkuasa memberi perintah, supaya kedua belah pihak,

yang diwakili oleh kuasanya pada persidangan, datang menghadap sendiri.

Kuasa itu tidak berlaku buat Presiden.”

Dalam pasal ini dinyatakan bahwa pengadilan negeri memperbolehkan

kedua belah pihak diwakili oleh kuasanya akan tetapi pengadilan negeri juga

berhak memerintahkan kedua belah pihak yang diwakili oleh kuasanya

tersebut datang menghadap sendiri pada proses persidangan. Peran seorang

kuasa akan sangat penting untuk mewakili seseorang dalam menghadapi

proses pemeriksaan perkara di pengadilan, karena mungkin saja para pihak

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

kurang memahami tentang pokok perkara yang disengketakan, maka kuasanya

masing-masing akan membantu untuk memahami dan menyiapkan gugatan

maupun jawaban tergugat bagi kedua belah pihak yang berperkara. Akan

tetapi, apabila hakim ingin memanggil kedua belah pihak untuk hadir

dipersidangan maka para pihak harus datang menghadap sendiri ke

persidangan tanpa diwakili oleh kuasanya.

Dimana secara tidak langsung dalam pasal ini mengatur mengenai

kekuasaan kehakiman. Salah satu prinsip dari negera hukum adalah kekuasaan

kehakiman yang merdeka atau adanya kebebasan hakim dalam menjalankan

pengadilan yang jujur dan adil. Tujuan dari kebebasan kehakiman tersebut

adalah hakim diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan memeriksa

dan mengadili perkara secara leluasa guna memberikan keadilan bagi para

pihak yang berperkara (Elisabeth Nurhaini Butarbutar, 2009:203-408). Seperti

yang dikemukakan oleh Stephen B. Burbank, bahwa indepensi peradilan

adalah sebuah koin dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dengan akuntabilitas

peradilan. “ Judicial independence is merely the other side of the coin from

judicial accountability..” (Stephen B. Burbank, 2007: 911). Dalam pasal ini,

hakim diberikan kewenagan untuk memanggil kedua belah pihak untuk hadir

dipersidangan tanpa diwakili oleh kuasanya.

Apabila hakim telah memanggil para pihak untuk hadir dipersidangan,

maka para pihak tidak boleh menolak untuk hadir, karena dengan

dipanggilnya kedua belah pihak untuk hadir dipersidangan tanpa diwakili oleh

kuasanya, hakim dapat mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak

secara langsung. Hakim memiliki hak untuk memanggil para pihak secara

langsung tersebut agar dapat memperoleh keterangan lebih jelas mengenai

pokok perkara yang sedang diperiksannya karena para pihak sendiri yang

secara langsung mengalami peristiwa tersebut. Juga agar informasi dan

keterangan dari kedua belah pihak yang diperoleh oleh hakim lebih akurat dan

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

pasti untuk membantunya dalam memberikan pertimbangan mengenai perkara

yang diperiksanya tersebut.

Sedangkan jika mendengarkan keterangan yang tidak langsung dari

kedua belah pihak melainkan hanya melalui kuasa hukum kedua belah pihak

saja, maka hakim tidak dapat memperoleh kepastian yang sesunggguhnya

karena keterangan yang diperoleh oleh hakim dari para kuasa hukum tersebut

adalah keterangan yang tidak langsung dari sumbernya. Artinya hakim

memperoleh keterangan tersebut dari kuasa hukum para pihak yang hanya

mendengarkan keterangan dari para pihaknya masing-masing. Sehingga,

terdapat kemungkinan bahwa keterangan tersebut dapat dilebih-lebihkan atau

dikurangi sehingga hakim akan kesulitan untuk mendapatkan fakta dari

peristiwa yang sebenarnya.

Oleh karena itu, pengaturan dalam pasal ini yang mengatur

kewenangan hakim untuk dapat memanggil para pihak secara langsung hadir

dipersidangan dapat mewujudkan asas audi et alteram partem yaitu hakim

dapat mendengarkan kedua belah pihak dengan baik tanpa membeda-bedakan

kedua belah pihak.

d. Pasal 126 yang berbunyi :

“Didalam hal yang tersebut pada kedua pasal diatas tadi, Pengadilan negeri

dapat, sebelum menjatuhkan keputusan memerintahkan supaya pihak yang

tidak datang dipanggil buat kedua kalinya, datang menghadap pada hari

persidangan lain yang diberitahukan oleh ketua di dalam persidangan kepada

pihak yang datang, bagi siapa pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan.”

Pemanggilan untuk kedua kalinya para pihak yang tidak hadir pada

hari persidangan pertama, dapat terjadi apabila salah satu pihak atau keduanya

tidak hadir tanpa alasan pada persidangan dan tidak menyuruh orang lain

sebagai wakilnya. Dimana ketidakhadiran tersebut akan berdampak pada

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

gugurnya gugatan bagi penggugat dan dijatuhkannya putusan verstek bagi

penggugat. Akan tetapi, hakim dalam memerintahkan melakukan

pemanggilan untuk kedua kalinya harus dengan teliti memeriksa berita acara

pemanggilan para pihak, yang mungkin saja tidak dipanggil secara patut dan

seksama, maka setelah memeriksa hal-hal tersebut hakim berhak

memerintahkan untuk melakukan pemanggilan untuk kedua kalinya bagi para

pihak.

Apabila pihak penggugat tidak hadir pada sidang pertama dan setelah

untuk kedua kalinya telah dipanggil ternyata penggugat juga tidak hadir pula

pada hari sidang berikutnya yang ditetapkan, maka hakim akan menjatuhkan

putusan menggugurkan gugatan dan menghukum penggugat untuk membayar

biaya perkara. Akan tetapi, gugatan dapat diajukan lagi oleh penggugat setelah

ia membayar biaya perkara terlebih dahulu. Begitu juga dengan pihak

tergugat, hakim akan menjatuhkan putusan verstek apabila pada sidang

pertama tergugat tidak hadir di persidangan. Akan tetapi, menurut pasal 126

HIR ini, hakim tidak harus selalu memutuskan verstek karena hakim dapat

mengambil tindakan lain yaitu memanggil sekali lagi pihak tergugat apabila

hakim memandang perkaranya sangat penting sehingga tidak layak diputus

tanpa kehadiran tergugat.

Oleh karena itu, pemanggilan para pihak untuk kedua kalinya

bertujuan agar pihak yang tidak hadir tersebut dapat diberi kesempatan sekali

lagi untuk hadir dipersidangan guna didengar keterangan dan pembelaannya

agar hakim dapat mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak secara

sama dan adil, tidak hanya mendengarkan keterangan dari pihak yang hadir

saja karena para pihak yang berperkara memiliki kedudukan yang sama dan

harus didengarkan oleh hakim dengan cara yang sama sehingga memberikan

pertimbangan dan putusan yang adil. Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan

bahwa secara eksplisit pasal ini mengatur asas audi et alteram partem.

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

e. Pasal 135 yang berbunyi :

“Jika tidak ada pernyataan tidak berkuasa, atau jika ada pernyataan yang

ditimbang tidak beralasan, maka pengadilan negeri sesudah mendengar kedua

belah pihak akan dengan segera memeriksa dengan seksama dan adil

kebenaran surat gugatan yang dilawan itu dan syahnya pembelaan tentang

itu.”

Menurut pasal ini, hakim dapat memulai dengan teliti dan adil

memeriksa syah dan benarnya jawaban tergugat apabila tergugat dalam

jawaban gugatannya tidak ada perlawanan tentang wewenang hakim untuk

mengadili perkara tersebut atau perlawanan tersebut ada, akan tetapi tidak

berasalan maka hakim akan menjalankan tugasnya yaitu menjatuhkan putusan

terhadap perkara tersebut. Akan tetapi sebelum menjatuhkan putusan, hakim

haruslah mendengar keterangan dari kedua belah pihak terlebih dahulu

mengenai pokok perkara guna sebagai pertimbangan hakim dalam memutus

perkara. Dimana dalam mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak

hakim harus memenuhi asas audi et alteram partem yaitu bersikap adil,

mengakui bahwa para pihak memiliki kedudukan yang sama, memiliki

kemungkinan yang sama untuk memenangkan perkara dan berhak

mendapatkan perlakuan yang sama dari hakim. Khususnya pada saat proses

pembuktian, hakim harus benar-benar mendengarkan keterangan dari para

pihak untuk menggali informasi mengenai pokok perkara yang diperiksanya

agar pada akhirnya hakim dapat menjalankan tugasnya dengan baik yaitu

memberikan putusan yang baik dan adil pada sengketa yang diajukan

kepadanya.

f. Pasal 139 ayat (2) yang berbunyi :

“Panggilan serupa itu dijalankan juga kepada saksi-saksi yang mesti didengar

oleh pengadilan negeri, menurut perintah oleh karena jabatannya.”

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Pembuktian dengan menggunakan bukti saksi selalu diperkenankan

oleh pengadilan selama tidak ada ketentuan lain yang diatur oleh undang-

undang. Dalam hal ini, HIR sebagai induk dari peraturan yang mengatur

mengenai hukum acara perdata telah mengatur mengenai pembuktian dengan

menggunakan alat bukti saksi terutama pada pasal ini. Siapapun dapat menjadi

saksi apabila ia telah cakap hukum dan tidak termasuk dalam kriteria

pengecualian seorang saksi. Setiap warga negara pada dasarnya memiliki

kewajiban sebagai saksi apabila diminta untuk menjadi saksi. Karena dengan

memenuhi kewajibannya sebagai saksi dapat membantu sesama manusia dan

ikut membantu penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh

pengadilan. Apabila seorang saksi tidak memenuhi panggilan untuk menjadi

saksi dapat dikenakan sanksi berupa hukuman penyanderaan, hukuman untuk

membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memanggilnya sebagai

saksi dan dibawa secara paksa menghadap ke pengadilan.

Panggilan untuk hadir dipersidangan tidak hanya dilakukan kepada

para pihak, akan tetapi dapat juga dilakukan kepada para saksi-saksi baik yang

diajukan dari pihak penggugat maupun tergugat apabila saksi-saksi tersebut

tidak datang padahal telah diminta oleh para pihak. Panggilan kepada saksi-

saksi juga harus dilakukan secara patut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tujuan dari pemanggilan saksi-saksi tersebut oleh para pihak maupun

pengadilan yang dilakukan secara patut, untuk mendengarkan kesaksian

mereka dimana kesaksian tersebut dapat menguatkan dan meneguhkan

kebenaran tentang keterangan-keterangan yang mereka nyatakan pada

pembuktian yang mereka ajukan.

Dalam kesaksian, hal yang harus diterangkan adalah pengetahuan saksi

mengenai suatu peristiwa yang didengar sendiri, sedangkan pendapat atau

pemikiran khusus yang berasal dari pikiran seorang saksi bukanlah sebuah

kesksian. Hakim harus benar-benar cermat dalam memperhatikan kesesuaian

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

antara saksi dengan kesaksiannya berupa keterangan yang diketahuinya, sebab

ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan saksi itu dapat dipercaya atau

tidak. Akan tetapi walaupun ada kemungkinan bahwa seorang saksi tidak

dapat dipercaya, hakim harus tetap mendengarkan saksi-saksi dari kedua belah

pihak tersebut. Sebab mendengarkan kesaksian dari saksi-saksi yang diajukan

oleh kedua belah pihak tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa

hakim telah mendengarkan kedua belah pihak secara adil dan seimbang juga

hakim telah menerapkan asas audi et alteram partem.

g. Pasal 163 yang berbunyi :

“Barangsiapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan

suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak

orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya

kejadian itu.”

Pasal ini menentukan beban pembuktian bagi para pihak. Hakim tidak

melakukan pembuktian, melainkan para pihaklah yang harus melakukan

pembuktian. Menurut pasal ini, dalil-dalil para pihak baik dari pihak

penggugat maupun pihak tergugat yang menyatakan berhak akan sesuatu

mupun membantah akan suatu hak, maka para pihak wajib membuktikannya

didepan pengadilan. Akan tetapi, tidak semua dalil-dalil yang dinyatakan para

pihak harus dibuktikan, Selain mengenai perbuatan-perbuatan dan kejadian-

kejadian yang disengketakan oleh kedua belah pihak yang berperkara, dan

juga mengenai dalil-dalil yang dibantah oleh pihak lawan satu sama lain,

mengenai hal lain diluar pokok perkara tidak harus dibuktikan. Pembagian

beban pembuktian dilakukan oleh hakim agar pembuktian dari para pihak

tidak keluar dari pokok perkara yang sedang diperiksa. Setelah beban

pembuktian dibagikan oleh hakim kepada para pihak secara adil, hakim harus

mendengarkan kedua belah pihak agar mendapatkan keterangan yang jelas

dan pasti mengenai pokok perkara yang diperiksanya.

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Pada proses pembuktian mengharuskan hakim mendengarkan kedua

belah pihak secara seksama dan teliti demi memperoleh keterangan-

keterangan yang jelas mengenai perkara yang diperiksanya. Karena di dalam

hukum acara perdata yang dicari adalah kebenarn formil yang berarti bahwa

hakim terikat pada peristiwa yang diakui oleh tergugat atau apa yang tidak

dipersengketakan.

Lalu kemudian hakim pulalah yang menilai bukti-bukti yang diajukan

oleh para pihak tersebut. Hakim bagaikan robot yang menjalankan undang-

undang. Namun begitu, dalam system pembuktian ini, hakim akan berusaha

menilai dalil-dalil dalam gugatan atau dalam jawaban atas gugatan tanpa

dipengaruhi hati nuraninya, sehingga putusan yang diputusnya benar-benar

obyektif.

Dengan adanya pembuktian yang dilakukan oleh para pihak terhadap

perkara yang dihadapi, secara tidak langsung hakim menerapkan asas audi et

alteram partem. Karena dengan pembuktian tersebut para pihak dapat

didengar keterangan-keterangannya guna sebagai pertimbangan hakim dan

hakim akan dapat memutus dengan seadil-adilnya berdasarkan kepastian yang

didapatnya pada proses pembuktian.

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan

sebagai berikut :

1. Dalam Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum

telah terdapat pengaturan mengenai asas audi et alteram partem, baik

secara tersirat maupun tersurat. Bahkan pada Undang-undang Nomor 2

tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-undang Nomor 8 tahun

2004 tetang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 tentang

Peradilan umum yang mengatur mengenai peradilan umum sebelumnya,

juga terdapat pengaturan asas audi et alateram partem. Pengaturan asas

audi et alteram partem yang terdapat pada ketiga undang-undang tersebut

khususnya Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum

terdapat pada pasal-pasal sebagai berikut yaitu :

a. Pasal 52 A ayat (1) yang intinya menyatakan bahwa setiap pengadilan

haruslah terbuka dan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk

memperoleh informasi yang seluas-luasnya berkaitan dengan putusan

dan biaya perkara dalam proses persidangan;

b. Pasal 53 ayat (1), (2) dan (3) yang intinya menyatakan bahwa

pengawasan tugas hakim, panitera, sekretaris dan jurusita pada proses

persidangan, dilakukan agar hakim, panitera, sekretaris dan jurusita

tidak menyalahgunakan tugasnya dan menyelenggarakan peradilan

dengan seksama dan sewajarnya;

c. Pasal 57 A ayat (1), (3) dan (5) yang intinya mengatur mengenai

penarikan biaya perkara, akan tetapi pada pasal ini lebih dibahas

71

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

mendalam mengenai biaya perkara yaitu pengaturan tentang penarikan

biaya perkara dan pembebanan biaya perkara;

d. Pasal 58 yang intinya mengatur mengenai tugas panitera pengadilan

dalam menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas

wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti;

e. Pasal 59 yang intinya menyatakan bahwa panitera, wakil panitera,

panitera muda dan panitera pengganti bertugas membantu hakim

dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan;

f. Pasal 68 A ayat (2) yang intinya menyatakan bahwa Penetapan dan

putusan hakim harus memuat pertimbangan hukum yang didasarkan

pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar;

g. Pasal 68 B ayat (1) yang intinya mengatur mengenai bantuan hukum

berhak diperoleh oleh setiap orang yang tersangkut perkara;

h. Pasal 68 C ayat (2) yang intinya menyatakan bahwa bantuan hukum

diberikan secara cuma-cuma kepada setiap orang yang tersangkut

perkara, pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap

perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.

Setiap isi dari pasal-pasal tersebut dalam pelaksanaan pengaturannya

mencerminkan adanya penerapan asas audi et alteram partem.

2. Dalam Herziene Inlandsche Reglement (HIR) yang merupakan induk dari

peraturan yang mengatur hukum acara perdata, asas audi et alteram

partem juga telah diatur secara tersirat maupun secara tersurat. Pengaturan

tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut, yaitu :

a. Pasal 121 ayat (1), (2) dan (4) pada intinya mengatur mengenai proses

pendaftaran gugatan ke pengadilan, penetapan dan pembayaran biaya

perkara dan pemanggilan para pihak.

b. Pasal 122 pada intinya mengatur mengenai penentuan hari persidangan

dan pemanggilan para pihak.

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

c. Pasal 123 ayat (3) pada intinya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri

berkuasa memberi perintah, supaya kedua belah pihak, yang diwakili

oleh kuasanya pada persidangan, datang menghadap sendiri.

d. Pasal 126 pada intinya mengatur mengenai pemanggilan untuk kedua

kalinya para pihak yang tidak hadir pada hari persidangan pertama.

e. Pasal 135 pada intinya menyatakan bahwa hakim dapat memulai

dengan teliti dan adil memeriksa syah dan benarnya jawaban tergugat

apabila tergugat dalam jawaban gugatannya tidak ada perlawanan

tentang wewenang hakim untuk mengadili perkara tersebut atau

perlawanan tersebut ada, akan tetapi tidak berasalan maka hakim akan

menjalankan tugasnya yaitu menjatuhkan putusan terhadap perkara

tersebut.

f. Pasal 139 ayat (2) pada intinya mengatur mengenai pemanggilan

saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak.

g. Pasal 163 yang mengatur mengenai beban pembuktian bagi para

pihak.

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

B. Saran

Berdasarkan atas penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaturan asas audi et

alteram partem dalam Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan

umum dan Herziene Inlandsche Reglement (HIR), maka penulis memberikan

beberapa saran yaitu :

1. Pengaturan mengenai asas audi et alteram partem perlu diatur lebih rinci

lagi dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak hanya secara

tersirat tetapi juga secara tersurat khususnya pada Undang-undang Nomor

49 tahun 2009 tentang peradilan umum dan Herziene Inlandsche

Reglement (HIR).

2. Semakin ditambah peraturan yang mengatur mengenai asas audi et

alteram partem khususnya pada Undang-undang Nomor 49 tahun 2009

dan Herziene Inlandsche Reglement (HIR) maupun undang-undang lain

yang, memandang pentingnya asas audi et alteram partem dalam proses

pembuktian perkara perdata di pengadilan sehingga dapat mewujudkan

kekuasaan kehakiman yang merdeka dan memberikan keadilan yang

seadil-adilnya bagi masyarakat umum.

3. Perlu segera diatur mengenai peraturan yang mengatur tentang

pelanggaran asas audi et alteram partem yang dilakukan oleh hakim

dalam memeriksa dan memutus suatu perkara dipersidangan sehingga

pengaturannya seimbang dan menjamin terciptanya keadilan bagi

masyarakat dalam mencari keadilan dan kepastian hukum.

4. Perlu peningkatan dalam penerapan asas audi et alteram partem

dipengadilan agar sesuai dengan peraturan yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum dan Herziene

Inlandsche Reglement (HIR) guna menciptakan peradilan yang adil dan

jujur.

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id STUDI TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i STUDI TENTANG ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA PEMBUKTIAN PERKARA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

5. Peningkatan pengawasan dalam penerapan asas audi et alteram partem

pada persidangan dipengadilan dianggap perlu sebagai tolak ukur apakah

peraturan-peraturan mengenai asas audi et alteram partem telah

diterapkan dengan baik atau tidak.