problematika penyelesaian sengketa antara …... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH
DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Anita Budi Sulistyarini
NIM.E0007079
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH
DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
Oleh
Anita Budi Sulistyarini
NIM.E0007079
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2011
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. JAMAL WIWOHO, S.H,M.Hum. PUJIYONO,S.H.,M.H. NIP. 196111081987021001 NIP. 197910142003121001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH
DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
Anita Budi Sulistyarini
NIM.E0007079
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada :
Hari : Senin
Tanggal : 25 Juli 2011
DEWAN PENGUJI
1. Dr. M. Najib Imanullah, S.H, M.H, PhD :
............................................................. NIP. 195908031985031001
Ketua 2. Pujiyono, S.H, M.H :
............................................................. NIP. 197910142003121001
Sekretaris 3. Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H, M.Hum. :
............................................................. NIP. 196111081987021001
Anggota
Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum NIP. 195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Anita Budi Sulistyarini
NIM : E0007079
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH
DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi)
dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011
yang membuat pernyataan
Anita Budi Sulistyarini
NIM.E0007079
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Anita Budi Sulistyarini, E.0007079. 2011. PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dengan perbankan serta mencari tahu problematika-problematika dan solusi dalam pelaksanaan mediasi perbankan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, mengkaji mengenai pelaksanaan, problematika, dan solusi mediasi perbankan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, pengamatan atau observasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi perbankan merupakan tindak lanjut dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank. Landasan hukum dilaksanakannya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia adalah PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP. Sedangkan problematika yang dihadapi selama pelaksanaan mediasi perbankan, antara lain pengajuan permohonan dan pelaksanaan mediasi perbankan masih terpusat di DIMP yang terdapat di Jakarta, ada hal yang terkait pelaksanaan mediasi perbankan yang belum diatur dalam PBI Mediasi Perbankan, nasabah belum memahami ketentuan atau prosedur mediasi perbankan, dalam pelaksanaan mediasi perbankan, nasabah diwakili oleh pihak ketiga, pada saat mediasi bank kerap mengirimkan delegasi atau wakil yang tidak memiliki kewenangan untuk memutus, masih terdapat sebagian petugas atau pejabat bank yang belum mengetahui ketentuan tentang mediasi perbankan oleh Bank Indonesia, bank belum melakukan publikasi mediasi perbankan diseluruh kantornya, masih banyak nasabah dan perbankan yang memilih untuk menyelesaikan sengketanya melalui jalur pengadilan. Solusi yang dapat diambil dari problematika tersebut adalah nasabah bersikap pro aktif dan memiliki iktikad baik dalam menyelesaikan sengketanya dengan bank, bank melakukan perlindungan nasabah secara maksimal dengan cara transparansi produk, edukasi, pengaduan nasabah, dan mediasi, Bank Indonesia melakukan amandemen terhadap PBI, permohonan mediasi tidak hanya dapat diajukan ke DIMP, nasabah dan bank mengirim perwakilan dengan kewenangan memutus.
Kata Kunci : Mediasi perbankan, Bank, Nasabah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Anita Budi Sulistyarini, E.0007079. 2011. THE PROBLEMS OF DISPUTE RESOLUTION BETWEEN THE CUSTOMER AND BANKING THROUGH BANKING MEDIATION AGENCY.
The objectives of research are to find out the implementation of banking
mediation by Bank of Indonesia as one alternative of dispute resolutions between the customer and banking as well as to find out the problems and solutions in the implementation of banking mediation.
This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature, studies the implementation, problems and solutions of banking mediation. The approach used in this research was qualitative one. The data type used included primary and secondary data. Techniques of collecting data used were library study, observation and interview. Technique of analyzing data used in this research was qualitative analysis.
The result of research shows that the implementation of banking mediation is the follow-up of the attempt of resolving customer complaint that cannot be solved internally by the bank. The legal foundation of the implementation of banking mediation by Bank of Indonesia is PBI Number 10/1/PBI/2008 on the Amendment of PBI Number 8/5/PBI/2006 on Banking Mediation and Bank of Indonesia’s Circular Number 8/14/DPNP. Meanwhile, the problems encountered during the implementation of banking mediation, including the application and implementation of banking mediation that is still concentrated in DIMP existing in Jakarta, something relating to the implementation of banking mediation not governed in Banking Mediation PBI, customer has not understood the provision or procedure of banking mediation, in the implementation of banking mediation, the customer is represented by the third party, during mediation, the bank frequently sends delegation or representative having no authorization of making decision, some bank employees or officials have not understood the provision of banking mediation by Bank of Indonesia, bank have not made publication of banking mediation throughout its office, many customers and banking prefer resolving their dispute through the court. The solutions of this problems are customer took action and have a good attitude of solving their problem with bank, bank gives customer protection maximally through product transparation, education, customer complaint, and mediation, the Bank of Indonesia doing amendment of PBI, the application of banking mediation is not concentrated in DIMP, customer and bank send delegation with authorization of making decision. Keyword: Banking mediation, Bank, Customer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan)
Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepadaNya lah aku
kembali”
(Q.S. Hud:88)
“Orang-orang hebat bisa dikenali dari tiga hal: murah hati dalam perencanaan,
humanis dalam pelaksanaan, dan tidak berlebihan dalam keberhasilan”
(Otto Von Bismarch)
“If better is possible good is not enough”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum ini penulis persembahkan untuk:
Allah SWT
Thank you for every blessed that You’ve given to me
Papa, Mama, dan adikku tercinta
Thank you for never ending love, care and pray
Kedua pembimbing skripsiku
Irvan Adi
Impossible is nothing
Sahabat serta teman-teman seperjuanganku
Thank you for every moment in my life
Semua pihak yang telah membantu penulisan hukum ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahNya
sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum yang
berjudul “PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA
NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI
PERBANKAN” dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulisan hukum ini membahas mengenai pelaksanaan mediasi perbankan
oleh Bank Indonesia, problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi
perbankan serta solusi yang dapat diambil untuk mengatasi problematika tersebut.
Pembahasan mengenai mediasi perbankan ini penting dilakukan untuk menjaga
reputasi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip kepercayaan. Salah satu upaya
untuk menjaga kepercayaan terutama dari nasabah adalah dengan menyelesaikan
sengketa yang murah, cepat, dan sederhana melalui mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam setiap proses penyelesaian penulisan
hukum (skripsi) ini tidak akan terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H, M.Hum., selaku Pembimbing I
Penulisan Hukum yang telah bersedia memberikan bimbingan, saran, kritik,
dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
3. Bapak Pujiyono, S.H, M.H., selaku Pembimbing II Penulisan Hukum yang
telah dengan sabar menyediakan waktu dan pikiran untuk berbagi ilmu
dengan penulis, memberikan motivasi, saran, dan kritik sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan hukum ini tepat waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
4. Bapak Wasis Sugandha, S.H, M.H, M.H., selaku pembimbing akademis, atas
nasehat dan motivasinya yang sangat berguna selama Penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum UNS.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan
hukum ini.
6. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum., dan Mas Wawan
anggota PPH yang banyak membantu dalam penulisan hukum ini.
7. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu
menyediakan bahan referensi yang berkaitan dengan topik penulisan hukum.
8. Bapak Yiyok T. Herlambang (Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI
Solo) atas waktu diskusi yang diberikan serta saran dan kritiknya, Ibu Ifa
Mukholifah (Pengawas Muda di KBI Solo) atas diskusi dan ceritanya, Bapak
Nur Ali dan Ibu Harini (SDM di KBI Solo) atas izin dan waktu yang
diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di KBI Solo.
9. Bapak Imam, Bapak Bambang, Bapak Yustinus, Bapak Dito, Bapak Dodi
dan pihak-pihak lain di KBI Semarang yang sudah meluangkan waktunya
untuk berdiskusi sehingga memberikan pengetahuan baru kepada penulis.
10. Papa, Mama, dan adikku, Dian, atas cinta dan kasih sayang, doa, dukungan,
semangat dan segala yang telah diberikan yang tidak ternilai harganya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
11. Especially for Irvan Adi Sasmito atas dukungan dan waktunya, atas
kesabarannya dalam menghadapi penulis dan menemani penulis
mengumpulkan bahan serta menyelesaikan setiap detail penulisan hukum ini.
12. Sahabatku Adel dan Arina atas motivasinya, teman-teman seperjuanganku,
Farida, Bonita, Nesia, Wisnu atas waktu, motivasi, dan diskusinya, teman-
teman kostku, Very dan Shelma yang telah sabar menghadapi penulis.
13. Semua pihak yang ikut dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, baik untuk akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO.................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 8
E. Metode Penelitian ................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum mengenai Bank Indonesia
a. Pengertian Bank Indonesia .......................................... 16
b. Sejarah Bank Indonesia ............................................... 16
c. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia .............................. 17
d. Status dan Kedudukan Bank Indonesia...................... . 18
e. Visi dan Misi Bank Indonesia..................................... 19
2. Tinjauan Umum mengenai Perbankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. Pengertian Perbankan .................................................. 21
b. Ruang Lingkup ............................................................ 22
c. Macam-macam Bank .................................................. 23
3. Tinjauan Umum mengenai Nasabah
a. Pengertian Nasabah ..................................................... 23
b. Hubungan Bank dengan Nasabah ............................... 24
c. Mekanisme Perlindungan Nasabah...................... ....... 26
4. Tinjauan Umum mengenai Sengketa
a. Konsultasi................................................................... 30
b. Negosiasi .................................................................... 31
c. Mediasi ....................................................................... 33
d. Konsiliasi........................................................... ........ 35
e. Pendapat Ahli.............................................................. 36
f. Arbitrase...................................................................... 37
5. Tinjauan Umum mengenai Lembaga Mediasi Perbankan 39
6. Tinjauan Umum mengenai Problematika................... .... . 42
7. Tinjauan Umum mengenai Implementasi................... .... . 42
B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
1. Kantor Bank Indonesia Solo ............................................ 46
a. Lokasi .......................................................................... 46
b. Struktur Organisasi ..................................................... 46
c. Visi dan Misi ............................................................... 47
d. Wewenang Kantor Bank Indonesia Solo .................... 48
2. Pengadilan Negeri Surakarta
a. Lokasi ........................................................................ 49
b. Sejarah ....................................................................... 49
c. Visi dan Misi ............................................................. 50
B. Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia .......... 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
1. Hasil Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah
Dengan Perbankan Melalui Lembaga Mediasi
Perbankan................................................................... 63
2. Mediasi Perbankan yang Dilakukan Oleh Kantor
Bank Indonesia Solo ....................................................... 64
C. Problematika yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan
Mediasi Perbankan
1. Problematika Pelaksanaan Mediasi Perbankan ................ 67
2. Solusi Yang Dapat Diambil Terkait Dengan
Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan
Mediasi Perbankan ............................................................ 75
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................ 80
B. Saran....................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Mediasi Perbankan di DIMP dan KBI ....................... 66
Tabel 2. Daftar Bank yang Menyelesaikan Sengketa Melalui Pengadilan
Negeri Surakarta ......................................................................... 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Analisis Kualitatif Model Interaktif ........................................ 14
Gambar 2. Kerangka Pemikiran.. .............................................................. 44
Gambar 3. Penyelesaian Pengaduan Nasabahah (Tertulis).................. 52
Gambar 4. Operasionalisasi Mediasi Perbankan.................................. 53
Gambar 5. Prosedur Mediasi Perbankan.............................................. 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian negara.
Fungsi utama perbankan adalah sebagai intermediasi, yaitu penghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada
sektor-sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas
perekonomian suatu negara. Dalam hal ini, bank menghimpun dana dari
masyarakat berdasarkan asas kepercayaan dari masyarakat untuk
kemudian dapat menyalurkan dana tersebut untuk menggerakkan
perekonomian bangsa (Erna Priliasari, 2008: 42).
Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional
ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mewujudkan
tujuan-tujuan tersebut maka dalam melaksanakan kegiatan usahanya,
perbankan harus diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia.
Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki tugas untuk menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Hal ini telah
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Di dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan, seringkali terjadi
pihak nasabah merasa hak-haknya tidak dipenuhi sehingga timbul
pengaduan nasabah. Pengaduan nasabah adalah ketidakpuasan nasabah
yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada nasabah
yang diduga karena hak-hak nasabah tidak dapat dipenuhi dengn baik oleh
bank. Pengaduan nasabah ini hendaknya ditangani dan diselesaikan
dengan baik oleh pihak bank, karena jika tidak maka akan berpotensi
menjadi sengketa antara nasabah dan bank.
Sengketa antara nasabah dengan bank akan berpotensi merugikan
kedua belah pihak. Nasabah sebagai pihak yang posisinya lemah
berpotensi untuk menanggung kerugian, baik finansial maupuan material.
Sedangkan sengketa bagi bank berpotensi menyebabkan bank kehilangan
kepercayaan dari masyarakat. Hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap
reputasi bank di mata masyarakat. Kondisi seperti ini tidak baik bagi bank
karena bank bekerja dan beroperasi berdasarkan kepercayaan dari
masyarakat.
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa
antara nasabah dengan bank, yaitu melalui jalur litigasi maupun non
litigasi. Proses litigasi dilakukan melalui jalur pengadilan, dimana dalam
pelaksanaannya dilakukan pula proses mediasi pada awal persidangan. Hal
ini telah diatur dalam PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 2
Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan PERMA Nomor 1 Tahun
2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan. Selain melalui pengadilan,
dikenal juga jalur arbitrase. Berdasarkan definisi yang diberikan dalam
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, arbitrase adalah
“cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Jalur kedua, yaitu jalur non litigasi dapat dilakukan dengan cara
rekonsiliasi, mediasi, negosiasi, konsultasi, dan penilaian ahli. Salah satu
jalur non litigasi yang ditawarkan oleh Bank Indonesia untuk
menyelesaikan sengketa antara nasabah dengan perbankan secara
sederhana, cepat, dan murah adalah melalui mediasi. Mediasi ini
merupakan perwujudan salah satu dari enam pilar API. API atau
Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar sistem
perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberi arah, bentuk,
dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh
tahun ke depan (Hermansyah, 2009: 191). Ada enam pilar API tersebut,
antara lain:
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan;
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional;
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko;
4. Menciptakan Good Corporate Governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional;
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat;
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan (Hermansyah, 2009: 195).
Tujuan dari adanya Arsitektur Perbankan Indonesia atau API ini adalah
menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna
menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu
pertumbuhan ekonomi nasional.
Upaya perlindungan nasabah yang terdapat dalam pilar ke VI API
dituangkan dalam empat aspek yang terkait satu sama lain dan secara
bersama-sama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan
hak-hak nasabah. Empat aspek tersebut (http://www.djpp.depkumham.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
go.id/hukum-bisnis/86-mediasi-perbankan-sebagai-wujud-perlindungan-
terhadap-nasabah-bank.html) adalah:
1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah;
2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan;
3. Penyusunan standar transparansi informasi produk, dan
4. Peningkatan edukasi untuk nasabah.
Mediasi perbankan oleh Bank Indonesia merupakan perwujudan dari
pilar keenam API. Selain mediasi ada pula transparansi produk dan juga
pengaduan nasabah. Kesemuanya ini telah diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI), yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/25/DPNP tentang Transparansi dan
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 dan Surat Edaran
Ekstern Nomor 7/24/DPNP/2005 sebagaimana diubah dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 10/13/DPNP tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Ekstern
Nomor 8/14/DPNP/2006 tentang Mediasi Perbankan.
Mediasi perbankan ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan
nasabah. Ketika ada nasabah yang merasa tidak puas dengan penyelesaian
pengaduan nasabah oleh bank maka nasabah yang bersangkutan boleh
mangajukan permohonan mediasi perbankan ke Bank Indonesia. Ini
merupakan salah satu bentuk perlindungan atau jaminan bagi nasabah
dalam mendapatkan pelayanan yang baik dari bank. Selain itu dengan
tidak berlarut-larutnya penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank,
maka bank akan semakin mendapatkan kepercayaan dari nasabahnya.
Penyelesaian sengketa yang berlarut-larut akan dapat membuat nasabah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
berpikir ulang untuk menjadi nasabah bank yang bersangkutan.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan juga menguntungkan
bagi kedua belah pihak karena kasus atau sengketa yang terjadi akan
menjadi rahasia para pihak atau tidak di blow up kepada khalayak umum.
Setiap bank wajib membentuk sebuah unit pengaduan nasabah di
setiap kantornya. Selain itu bank juga berkewajiban untuk melakukan
transparansi dalam memberikan informasi terkait produk dan jasa yang
dikeluarkan, seperti perhitungan suku bunga dan risiko yang terkandung
dalam setiap produk tersebut. Dalam Peraturan Bank Indonesia telah
disebutkan bahwa pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia
hanya akan dilakukan sampai lembaga mediasi perbankan independen
telah dibentuk oleh asosiasi perbankan. Selama belum terbentuk lembaga
mediasi perbankan yang independen, maka untuk sementara waktu fungsi
mediasi perbankan berada di tangan Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Dalam pelaksanaannya, mediasi perbankan memiliki beberapa
permasalahan, antara lain terkait dengan batas maksimal nilai tuntutan
yang berjumlah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Beberapa
pakar ekonomi berpendapat bahwa batas maksimal ini harus dinaikkan
mengikuti nilai tingkat penjaminan wajar oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) yaitu Rp. 2 Milyar. Selain itu, awalnya mediasi
perbankan ini dikhususkan untuk melindungi nasabah UMK, tetapi
belakangan ini kemampuan UMK dalam hal permodalan sudah semakin
meningkat sehingga batas maksimal nilai tuntutan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia dirasa sudah tidak tepat lagi (www.bataviase.co.id).
Permasalahan lain terkait dengan mediasi perbankan ini adalah tempat
pelaksanaan mediasi perbankan yang berada di Jakarta, yaitu di Direktorat
Investigasi dan Mediasi Perbankan. Dimana untuk bersengketa disana
membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Padahal tujuan dari
mediasi perbankan ini adalah untuk melindungi nasabah UMK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Bertolak dari pemaparan diatas, penulis tertarik untuk menyusun dan
mengkaji lebih mendalam mengenai problematika penyelesaian sengketa
antara nasabah dengan bank melalui jalur mediasi, melalui penelitian
hukum yang berjudul:
“Problematika Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah dengan
Perbankan Melalui Lembaga Mediasi Perbankan”.
B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nanti dapat dibahas
dengan lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka
penulis telah merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia?
2. Apa problematika mediasi perbankan dalam menyelesaikan sengketa
antara nasabah dengan perbankan?
3. Bagaimana solusi yang dapat diambil untuk mengatasi problematika
dalam mediasi perbankan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian ada dua macam, yaitu:
tujuan obyektif dan tujuan subyektif, dimana tujuan obyektif merupakan
tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan
subyektif berasal dari peneliti. Tujuan obyektif dan subyektif dalam
penelitian ini antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1. Tujuan Obyektif
Tujuan Obyektif yaitu tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum
yang mendasari penulis dalam melakukan penelitian. Tujuan obyektif
dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui prosedur mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa antara
nasabah dan perbankan.
b. Untuk mengetahui problematika mediasi perbankan dalam
penyelesaian sengketa antara nasabah dengan perbankan.
c. Untuk mengetahui solusi apa saja yang dapat diambil terkait
problematika dalam pelaksanaan mediasi perbankan.
2. Tujuan Subyektif
Tujuan Subyektif adalah tujuan penulisan dilihat dari tujuan
pribadi penulis yang mendasari penulis dalam melakukan penulisan.
Tujuan subyektif penulis adalah:
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis di bidang
ilmu hukum perdata khususnya dalam lingkup hukum perbankan.
b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana
di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
c. Untuk mengasah dan menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang
telah penulis peroleh adar dapat memberi manfaat bagi penulis
sendiri serta menberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian ynag dapat memberi
manfaat atau faedah, baik secara teoritis maupun praktis, yang meliputi:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang
berkaitan dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari
penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum perdata
pada umumnya serta Hukum Perbankan pada khususnya.
b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memperkaya
referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan yang terkait
langsung dengan judul penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang
berkaitan dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari penulisan
ini sebagai berikut:
a. Menjadi wahana bagi penulisan untuk mengembangkan
penalaran dan pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui
kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu
memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan
pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan
dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam
upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya
Hukum Perbankan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan
suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
gejala yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2008: 43).
Metode penelitian yang dipergunakan penulis dalam penelitian hukum
ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah
penelitian hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah
data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap
data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2008: 52).
2. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian hukum
yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya.
Hal ini dilakukan terutama untuk mempertegas hipotesis-hipotesis,
agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau
didalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto,
2008: 10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang
menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata (Soerjono
Soekanto, 2008: 32).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian hukum ini adalah di Kantor Bank Indonesia
Surakarta yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 4 Surakarta
dan Pengadilan Negeri Surakarta yang terletak di di Jalan Brigjend
Slamet Riyadi No. 290.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden, yakni perilaku responden di lapangan maupun
keterangan yang diberikan (Soerjono Soekanto, 2008: 12). Data
primer dalam penulisan hukum ini berupa hasil wawancara dengan
Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan
di KBI Solo, Ibu Ifa Mukholifah, Pengawas Bank Muda di KBI
Solo, Bapak Suradi, Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, dan
Bapak Dodi, Bapak Bambang, Bapak Yustinus, Bapak Dito,
Pengawas Bank di KBI Semarang, Ibu Ira, Nana, Endang serta
Bapak Ayok dari Bank Jateng, BCA, dan BTPN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk
mendukung data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-
undangan, jurnal, buku-buku, dokumen-dokumen, artikel, internet,
maupun sumber-sumber lain yang terkait dengan penelitian
penulis. Data sekunder yang digunakan oleh penulis adalah PBI
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006
tentang Mediasi Perbankan, SEBI Nomor 8/14/DPNP tentang
Mediasi Perbankan, Dokumen Bagian Perdata dan Hukum PN
Surakarta, Dokumen dari DIMP dan KBI Solo, jurnal nasional
maupun internasional, buku perbankan, misal karangan
Hermansyah, Munir Fuady, buku alternatif penyelesaian sengketa,
misalnya karangan Gunawan Widjaja, buku mediasi perbankan
karangan Takdir Rahmadi, dan lain-lain serta artikel internet terkait
mediasi perbankan dan alternatif penyelesaian sengketa.
6. Sumber Data
a. Sumber data primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh
langsung dari lapangan. Penulis memperoleh data langsung dari
lokasi penelitian, yaitu Kantor Bank Indonesia Surakarta dan
Pengadilan Negeri Surakarta.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan data yang mendukung
sumber data primer. Data tersebut diperoleh dari literature-literatur
maupun peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti penulis, antara lain Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan
atas PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang Proses Mediasi di
Pengadilan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
7. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi dokumen atau bahan pustaka
Tipe data apapun yang akan dikehendaki oleh penulis, maka studi
dokumen atau bahan pustaka yang akan selalu dipergunakan
terlebih dahulu (Soerjono Soekanto, 2008: 201). Studi kepustakaan
dalam penelitian penulisan hukum ini akan digunakan sebagai
patokan norma dalam menilai fakta-fakta hukum yang akan
dipecahkan sebagai isu atau permasalahan hukum. Dalam hal ini
penulis mengumpulkan data dengan membaca dan memperlajari isi
dari PBI Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006
tentang Mediasi Perbankan, SEBI Nomor 8/14/DPNP tentang
Mediasi Perbankan, Dokumen Bagian Perdata dan Hukum PN
Surakarta, Dokumen dari DIMP dan KBI Solo, jurnal nasional
maupun internasional, buku perbankan, misal karangan
Hermansyah, Munir Fuady, buku alternatif penyelesaian sengketa,
misalnya karangan Gunawan Widjaja, buku mediasi perbankan
karangan Takdir Rahmadi, dan lain-lain serta artikel internet terkait
mediasi perbankan dan alternatif penyelesaian sengketa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
b. Pengamatan atau observasi
Penulis akan melihat kenyatan-kenyataan yang terjadi
dalam lapangan penelitian, kemudian dari kenyataan-kenyataan
yang ada maka penulis melakukan pengamatan. Persepsi penulis
ini akan menjadi penafsiran, yang dinamakan sebagai fakta. Fakta
merupakan hasil penafsiran terhadap gejala yang diamati penulis.
Penulis harus selalu berpedoman pada kerangka teoritis dan
kerangka konsepsionil yang menjadi dasar penelitiannya (Soerjono
Soekanto, 2008: 220). Dalam hal ini penulis melakukan dengan
cara datang ke beberapa bank (Bank Mandiri, BTPN, Bank Jateng)
untuk melihat publikasi mediasi perbankan, melakukan
pengamatan di PN Surakarta serta melakukan pengamatan di KBI
Solo.
c. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan dimana seseorang dengan tujuan
tertentu melakukan percakapan atau tatap muka guna memperoleh
data baik secara lisan atau tulisan atas sejumlah tulisan atau data
yang diperlukan. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara
terhadap Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang
Perbankan di KBI Solo, Ibu Ifa Mukholifah, Pengawas Bank Muda
di KBI Solo, Bapak Suradi, Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta,
dan Bapak Dodi, Bapak Bambang, Bapak Yustinus, Bapak Dito,
Pengawas Bank di KBI Semarang, Ibu Ira, Nana, Endang serta
Bapak Ayok dari Bank Jateng, BCA, dan BTPN.
8. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu model
analisis dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
analisis yang dilakukan dengan cara interaksi, baik antar
komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam
proses yang berbentuk siklus (H.B. Sutopo, 1988: 37). Analisis data
tersebut, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis
yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan
abstraksi data dari fieldnote. Proses reduksi ini akan berlangsung
terus sepanjang pelaksanaan penelitian.
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi
deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan untuk
melakukan kesimpulan penelitian. Sajian data selain dalam bentuk
narasi kalimat juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar,
jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung
narasinya.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Kesimpulan akhir merupakan hasil dari pemahaman atas
arti dari berbagai hal yang ditemukan peneliti dengan melakukan
pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,
konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan proposisi yang
mungkin. Konklusi-konklusi dibiarkan tetap disitu yang pada
awalnya kurang jelas, kemudian meningkat secara eksplisit dan
juga memiliki landasan yang kuat. Kesimpulan akhir perlu
diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan. Dalam teknis analisis ini, peneliti tetap
bergerak di antara ketiga komponen analisis dan pengumpulan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
selama pengumpulan data selesai, maka peneliti bergerak di antara
ketiga komponen analisis tersebut hingga waktu yang tersisa bagi
penelitian berakhir (H.B. Sutopo, 1988: 34-36).
Gambar1: Analisis Kualitatif Model Interaktif
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi,
penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang dilakukannya penelitian tentang
problematik dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui
lembaga mediasi perbankan. Dan untuk menjaga agar penelitian
ini tidak keluar dari permasalahan, maka penelitian dibatasi
dengan pokok-pokok pembahasan dalam perumusan masalah.
Bab ini juga menguraikan mengenai tujuan, manfaat, dan metode
yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini.
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Reduksi Data Sajian Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan-tinjauan umum yang
berhubungan dengan penelitian mengenai lembaga mediasi
perbankan, antara lain: tinjauan umum mengenai problematik,
tinjauan mengenai mediasi perbankan, tinjauan umum mengenai
Bank Indonesia, tinjauan umum mengenai alternatif penyelesaian
sengketa, tinjauan umum mengenai nasabah, dan tinjauan umum
mengenai perbankan.
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan
pembahasan dari permasalahan yang telah dianalisis berdasarkan
sumber-sumber data yang telah didapat. Bab ini berisi gambaran
umum lokasi penelitian, yaitu KBI Solo dan PN Surakarta,
pembahasan rumusan masalah pertama, yaitu pelaksanaan
mediasi perbankan di Bank Indonesia yang sub judulnya adalah
pelaksanaan mediasi perbankan di KBI Solo dan hasil
kesepakatan mediasi perbankan. Lalu pembahasan rumusan
masalah kedua, yaitu mengenai problematika pelaksanaan
mediasi perbankan. Kemudian yang terakhir adalah pembahasan
mengenai rumusan masalah ketiga, yaitu solusi yang dapat
diambil terkait problematika mediasi perbankan.
BAB IV: PENUTUP
Bab ini memuat simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan
serta saran yang terkait dengan permasalahan yang telah diteliti.
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum mengenai Bank Indonesia
a. Pengertian Bank Indonesia
Bank Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia adalah “lembaga negara yang
independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-
pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
undang-undang ini”. Bank Indonesia merupakan bank sentral
Republik Indonesia yang berbadan hukum.
b. Sejarah Bank Indonesia
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi
pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa,
merkantilisme telah berkembang menjadi revolusi industri dan
menyebabkan pesatnya kegiatan dagang Eropa. Pada saat itulah
muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di
negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh
bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama.
VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang
kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada
1752. Bank itu adalah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal
bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari
1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh
tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu
oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya
diundangkan DJB Wet 1922.
Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB
dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian
masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme
kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche
Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua,
DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan "Jajasan
Poesat Bank Indonesia" dan Bank Negara Indonesia di wilayah RI.
Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik
Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai bank
sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus
bertahan hingga masa kembalinya RI dalam negara kesatuan.
Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, RI
menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli 1953
berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi
Republik Indonesia (http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+
BI/Fungsi+Bank+Indonesia/sejarah/).
c. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Bank Indonesia disebutkan
bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap
barang dan jasa srta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan
nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dari perkembangan
laju inflasi. Sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang
negara lain diukur dari perkembangan nilai tukar uang rupiah
terhadap mata uang negara lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dalam mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia perlu
mengarahkan kebijakannya untuk menyeimbangkan kondisi
ekonomi internal, khususnya keseimbangan antara permintaan dan
penawaran dengan kondisi ekonomi eksternal yang tercermin pada
kinerja neraca pembayaran. Perwujudan keseimbangan internal
adalah terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah, sementara dari
sisi eksternal adalah terjaganya nilai tukar rupiah pada tingkat
perkembangan yang cukup kuat dan stabil. Untuk itu, Bank
Indonesia harus mempertimbangkan dan melakukan koordinasi
dengan pemerintah agar kebijakan yang ditempuhnya sejalan dan
saling mendukung dengan kebijakan fiskal dan ekonomi lainnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai
tugas yang antara lain:
1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
3) mengatur dan mengawasi bank (http://www.bi.go.id/web
/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/
).
d. Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik
maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang.
Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat masyarakat luas
sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999,
Bank Indonesia mempunyai status sebagai lembaga negara yang
independen. Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
setiap bentuk campur tangan atau intervensi dari pihak luar Bank
Indonesia. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan
agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai otoritas moneter dan perbankan secara lebih efektif dan
efisien.
Bank Indonesia sebagai suatu lembaga negara yang independen
mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan
setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Demi menjamin independensi, undang-
undang ini telah memberikan khusus kepada Bank Indonesia dalam
struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, yaitu tidak sejajar
dengan lembaga tinggi negara, disamping itu pula kedudukan Bank
Indonesia juga tidak sama dengan departemen karena kedudukan
Bank Indonesia berada di luar pemerintah
(http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/
Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/).
e. Visi dan Misi Bank Indonesia
Visi dan Misi Bank Indonesia yang dituangkan dalam
Keputusan Gubernur No. 422/KEP/GBI/INTERN/2002 tanggal 28
Juni 2002 adalah sebagai berikut:
1) Visi Bank Indonesia
Visi Bank Indonesia adalah menjadi lembaga Bank Sentral
yang dipercaya secara nasional maupun internasional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan stabil. Pernyataan visi cukup penting
bagi Bank Indonesia karena dapat:
a) Memperjelas arah organisasi ke depan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b) Memotivasi anggota Dewan Gubernur dan pegawai Bank
Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah
ditetapkan.
c) Mengkoordinasikan tindakan serta kebijakan dari anggota
Dewan Gubernur dan pegawai secara lebih efiktif dan
efisien.
d) Memberikan keyakinan dalam pencapaian misi organisasi.
2) Misi Bank Indonesia
Misi Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan
moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk
pembangunan nasional jangka panjang yang
berkesinambungan. Perumusan misi tersebut diharapkan dapat
membantu organisasi dalam :
a) Menetapkan dan menjaga konsistensi serta, kejelasan
tujuan organisasi.
b) Memberikan referensi untuk perencanaan dan proses
pengambilan keputusan.
c) memperoleh komitmen para anggota Dewan Gubernur dan
seluruh pegawai, melalui komunikasi yang jelas tentang
tugas organisasi.
d) Memperoleh dukungan dan pengertian dari pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap pelaksanaan tugas
organisasi.
2. Tinjauan Umum mengenai Perbankan
a. Pengertian Perbankan
Menurut Munir Fuady, hukum perbankan adalah seperangkat
kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur
masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang dipenuhi oleh suatu
bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas, dan
tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis
perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank,
eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia
perbankan (Hermansyah, 2009: 39-40).
Sedangkan bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki
peranan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial
intermediary institution) yakni sebagai lembaga yang melakukan
kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau pembiayaan (Jamal Wiwoho, 2011: 27).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah badan
usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang
dalam masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang (Hasan Alwi, 2007:123).
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan, bank
adalah ”badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
b. Ruang Lingkup
Adapun yang merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum
perbankan adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2003: 14):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
1) Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan, hak, dan kewajiban bank.
2) Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi, dan karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing, atau bank asing.
3) Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah, dan lain-lain.
4) Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral, dan lain-lain.
5) Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh bisnis bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif, pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.
c. Macam-macam Bank
Macam-macam bank antara lain (Munir Fuady, 2003: 15):
1) Bank Sentral;
2) Bank Komersial;
3) Bank Umum;
4) Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
5) Bank Investasi (Investment Bank);
6) Bank Devisa;
7) Bank Korporat (Corporate Banking);
8) Bank Retail (Retailed Banking);
9) Bank Syariat (Bank Bagi Hasil); dan
10) Bank Pembangunan Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3. Tinjauan Umum mengenai Nasabah
a. Pengertian Nasabah
Nasabah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang
yang menjadi langganan suatu bank karena uangnya diputarkan
melalui bank itu (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain,
1996:933). Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, nasabah adalah
pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak
memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk
melakukan transaksi keuangan (walk-in customer).
Dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Perbankan, nasabah
adalah “pihak yang menggunakan jasa bank”. Yang dimaksud
nasabah oleh undang-undang ini adalah:
1) Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan
dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan
perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
2) Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan.
Dalam penelitian hukum ini, nasabah yang dimaksud oleh
penulis adalah nasabah debitur. Hal ini dikarenakan sengketa yang
timbul biasanya antara nasabah debitur dengan pihak bank.
Sedangkan untuk nasabah penyimpan tidak banyak sengketa yang
terjadi dan diselesaikan melalui lembaga mediasi perbankan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
b. Hubungan Bank dengan Nasabah
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank
terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu: (Munir Fuady, 2003: 100-102)
1) Hubungan Kontraktual
Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut
berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai
kreditur (pemberi dana) dan pihak debitur (peminjam dana).
Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank
dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan
KUHPerdata tentang kontrak (buku ketiga).
Sedangkan untuk nasabah deposan atau nasabah
nondebitur-nondeposan, tidak terdapat ketentuan yang khusus
mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUHPerdata, lazimnya
hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simpel. Itu pun,
sama seperti untuk kontrak kredit, diberlakukan kontrak dalam
bentuk kontrak standar (kontrak baku), yang biasanya terdapat
ketentuan-ketentuan yang berat sebelah, dimana pihak bank
sering kali lebih diuntungkan.
2) Hubungan Nonkontraktual
Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum antara bank dan
nasabah selain dari hubungan kontrakual sebagaimana
disebutkan di atas, yaitu (Munir Fuady, 2003: 102-104):
a) Hubungan fidusia (Fiduciary Relation);
b) Hubungan Konfidensial;
c) Hubungan Bailor-Bailee;
d) Hubungan Principal-Agent;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
e) Hubungan Mortgagor-Mortgagee; dan
f) Hubungan Trustee-Beneficiary.
Disamping itu, adanya kewajiban bank untuk menyimpan
rahasia bank, yang sebenarnya hal tersebut tidak pernah
diperjanjikan sama sekali, juga mengindikasikan bahwa
hubungan antara nasabah dan bank tidak sekadar hubungan
kontraktual semata-mata. Dalam hal ini ada semacam amanah
yang diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan
nasabahnya.
c. Mekanisme Perlindungan Nasabah
Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka
perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut (Munir Fuady,
2003: 104-107):
1) Pembuatan peraturan baru
2) Pelaksanaan peraturan yang ada
Peraturan tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa
melihat siapa direktur, komisaris, atau pemegang saham dari
bank yang bersangkutan.
3) Perlindungan nasabah deposan lewat Lembaga Asuransi
Deposito
Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui
lembaga asuransi deposito yang adil dan predictable ternyata
dapat juga membawa hasil yang positif. Asuransi deposito
dengan nilai tinggi didasarkan pada risiko dari pinjaman atau
kredit bank dimana tingkat risiko tersebut dapat diamati
(Douglas W. Diamond dan Philip H. Dybvig, 2008: 57).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4) Memperketat perizinan bank
Adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified
sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya.
Undang-undang perbankan menetapkan persyaratan yang harus
dipenuhi apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan
dalam hal-hal sebagai berikut:
a) susunan organisasi;
b) permodalan;
c) kepemilikan;
d) keahlian di bidang perbankan; dan
e) kelayakan rencana usaha.
5) Memperketat pengaturan di bidang kegiatan bank
Ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga
yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk
melindungi pihak nasabah, antara lain:
a) Ketentuan mengenai permodalan, antara lain mengenai
kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital
Adequate Ratio (CAR) yang diukur dari persentase tertentu
terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
b) Ketentuan mengenai manajemen. Merupakan penilaian
kualitatif mengenai manajemen terhadap manajemen
permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum,
manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas.
c) Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif. Diukur
tingkat kemampuan pengembaliannya dengan kategori
lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet.
d) Ketentuan mengenai likuiditas. Sering kali dilakukan
pengukuran lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Requirement. Harus dihindari adanya kesulitan likuiditas
yang biasanya terjadi karena adanya tindakan yang disebut
mismatch.
e) Ketentuan mengenai rentabilitas. Sering diukur dengan cara
penilaian kuantitatif melalui rasio perbandingan laba
selama 12 (dua belas) bulan terakhir terhadap volume usaha
dalam periode yang sama (Return on Assets atau RAA), dan
rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional
dalam periode 1 (satu) tahun.
f) Ketentuan mengenai solvabilitas.
g) Ketentuan mengenai kesehatan bank. Sering digunakan
sebagai ukuran adalah:
(1) Capital, Assets quality, Management quality, Earnings,
and Liquidity (CAMEL).
(2) Posisi Devisa Netto (Net Open Position) dengan tujuan
untuk menghindari risiko nilai tukar (exchange rate
risk).
(3) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau yang
sering pula disebut juga Legal Lending Limit (3L) atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan
kewenangan kepada Bank Sentral untuk menetapkan
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) tersebut.
Di samping itu, khusus untuk nasabah tertentu maka
Bank Indonesia dapat juga menetapkan BMPK.
Nasabah tertentu tersebut adalah:
(a) pemegang saham 10% (sepuluh persen) atau lebih
dari modal setor;
(b) anggota dewan komisaris;
(c) anggota direksi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(d) keluarga pemegang saham (sampai derajat kedua
lurus atau ke samping), dewan komisaris, dan
direksi;
(e) pejabat bank lainnya;perusahaan dimana di
dalamnya ada kepentingan pihak pemegang saham,
komisaris, direksi, pejabat bank lainnya, dan
anggota keluarga dari pemegang saham, direktur,
dan komisaris.
6) Memperketat pengawasan bank
Dalam menilai performa dan kondisi keuangan suatu bank,
pengawas menggabungkan antara pemeriksaan on site dan off
site. Selama pemeriksaan on site, pengawas mengunjungi bank
untuk menilai kesehatan dan pemenuhan keuangan bank
dengan hukum dan kebijakan yang terkait dengan peraturan-
peraturan, untuk menaksir kualitas manajemen dan untuk
menilai sistem dari pengawasan internal bank (Rebel A. Cole
dan Jeffery W. Gunther, 1998: 1). Sedangkan pemeriksaan off
site dilakukan dengan cara memeriksa laporan keuangan bank
yang diberikan kepada pengawas.
Dalam rangka meminimalkan risiko yang ada dalam bisnis
bank, maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga
dalam hal tertentu Menteri Keuangan) harus melakukan
tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang
ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun bak swasta.
Sebagai pengawas, Bank Indonesia tidak dapat mencampuri
secara langsung urusan intern dari bank yang diawasinya itu.
Sebab, pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan
pengurus bank tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
4. Tinjauan Umum mengenai Sengketa
Sengketa berasal dari bahasa Inggris, yaitu dispute yang artinya a.
sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran;
perbantahan: perkara yang kecil dapat juga menimbulkan -- besar;
daerah --, daerah yg menjadi rebutan (pokok pertengkaran); b.
pertikaian; perselisihan: -- di dalam partai itu akhirnya dapat
diselesaikan dengan baik; c. perkara (dalam pengadilan): tidak ada --
yang tidak dapat diselesaikan (http://www.artikata.com/arti-350210-
sengketa.html).
Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu pranata penyelesaian
sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri (Gunawan Wijaya
dan Ahmad Yani, 2001:26).
Pada tanggal 12 Agustus 1999 telah diundangkan dan sekaligus
diberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Undang-undang ini tidak hanya mengatur mengenai arbitrase sebagai
salah satu alternatif penyelesaian sengketa, yang telah cukup dikenal di
Indonesia saat ini, melainkan juga alternatif penyelesaian sengketa
lainnya, antara lain konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
a. Konsultasi
Jika melihat pada Black’s Law Dictionary, konsultasi
(consultation) adalah “A conference between the counsel engaged
in a case, to discuss its questions or arrange the method of
conducting it” (Henry Campbell Black,1979: 286).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang
bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan
klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang
memberikan pendapatnya kepada kliennya tersebut. Tidak ada
suatu rumusan yang menyatakan sifat keterikatan atau kewajiban
untuk memenuhi dan mengikuti pendapat yang disampaikan oleh
pihak konsultan. Ini berarti klien adalah bebas untuk menentukan
sendiri keputusan yang akan ia ambil untuk kepentingannya
sendiri, walau demikian tidak menutup kemungkinan klien akan
dapat mempergunakan pendapat yang disampaikan oleh pihak
konsultan tersebut. Ini berarti dalam konsultasi, sebagai suatu
bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari
konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang
ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan
pendapat (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk
selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut
akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak
konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-
bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak
yang bersengketa tersebut.
b. Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-
pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan
yang berbeda dan bertentangan
(http://id.wikipedia.org/wiki/Negosiasi). Menurut Syahrizal Abbas
(Syahrizal Abbas, 2009: 9), negosiasi adalah salah satu strategi
penyelesaian sengketa, dimana para pihak setuju untuk
menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah,
perundingan atau urun rembuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
memiliki makna dan objektif yang hampir sama dengan yang
diatur dalam Pasal 1851 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
hanya saja negosiasi menurut rumusan Pasal 6 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tersebut:
1) Diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari,
dan
2) Penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk
“pertemuan langsung” oleh dan antara para pihak yang
bersengketa.
Negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif
penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan,
sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum maupun
setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun di
luar sidang pengadilan (Pasal 130 HIR).
Pada umumnya proses negosiasi merupakan salah satu lembaga
alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat informal, meskipun
adakalanya dilakukan secara formal. Tidak ada suatu kewajiban
bagi para pihak untuk melakukan pertemuan secara langsung pada
saat negosiasi dilakukan, pun negosiasi tersebut tidak harus
dilakukan oleh para pihak sendiri. Melalui negosiasi para pihak
yang bersengketa atau berselisih paham dapat melakukan suatu
proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak
dengan/melalui suatu siatuasi yang sama-sama menguntungkan
(win-win), dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran
(concession) atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal
balik. Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut
kemudian ditungkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para
pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tertulis tersebut bersifat final dan mengikat bagi para pihak.
Kesepakatan tertulis tersebut menurut ketentuan Pasal 6 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak ditandatangani, dan dilaksanakan dalam waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran (Pasal 6 ayat (8)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999).
c. Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin,
mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada
peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam
menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa
antara para pihak. Berada di tengah juga bermakna mediator harus
berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan
sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang
bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan
kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa (Syahrizal
Abbas, 2009: 2).
Pengaturan mengenai mediasi dapat kita temukan dalam
ketentuan Pasal 6 ayat (3), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 6 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Ketentuan mengenai
mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) adalah/merupakan suatu
proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang
dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2).
Pasal 6 ayat (3) tesebut juga mengatakan bahwa atas
kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda pendapat
diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli
maupun melalui seorang mediator. Dari literatur hukum, misalnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa ”mediation is
intervention; interposition; the act of a third person in
intermediating between two contending parties with a view to
persuading them to adjust or settle their dispute. Settlement of
dispute by action of intermediary” (Henry Campbell Black, 1979:
885).
Menurut Pasal 1 angka 7 PERMA Nomor 1 Tahun 2008,
mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian
sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara
mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki
kewenangan memutus (Takdir Rahmadi, 2010:12).
Sedangkan mediasi perbankan menurut Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
adalah “merupakan alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah
dan bank yang tidak mencapai penyelesaian yang melibatkan
mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna
mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela
terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang
disengketakan”.
Mediasi, dari pengertian yang diberikan, jelas melibatkan
keberadaan pihak ketiga (baik perorangan maupun dalam bentuk
suatu lembaga independen) yang bersifat netral dan tidak memihal,
yang akan berfungsi sebagai mediator. Sebagai pihak ketiga yang
netral, independen, tidak memihak, dan ditunjuk oleh para pihak
(secara langsung maupun melalui lembaga mediasi), mediator ini
berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Sebagai
suatu pihak di luar perkara, yang tidak memiliki kewenangan
memaksa, mediator ini berkewajiban untuk bertemu atau
mempertemukan para pihak yang bersengketa gunan mencari
masukan mengenai pokok persoalan yang dipersengketakan oleh
para pihak.
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, kesepakatan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah
final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan
iktikad baik. Kesepatakan tertulis tersebut wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilaksanakan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
Pasal 6 ayat (4) membedakan mediator ke dalam:
1) Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak (Pasal
6 ayat (3)); dan
2) Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak
(Pasal 6 ayat (4)).
d. Konsiliasi
Perkataan konsiliasi sebagai salah satu lembaga alternatif
penyelesaian sengketa dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1
angka 10 dan Alinea ke-9 Penjelasan Umum Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tersebut.
Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa konsiliasi
adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
“Conciliation is the adjustment and settlement of a dispute in a
friendly, unantagonistic manner. Used in courts before trial with a
view towards avoiding trial in labor disputes before arbitration”
(Henry Campbell Black, 1979: 262).
Konsiliasi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai
perdamaian di luar pengadilan.
e. Pendapat Ahli
Pendapat ahli sebagai bagian dari alternatif penyelesaian
sengketa menunjukkan bahwa arbitrase dalam suatu bentuk
kelembagaan, tidak hanya bertugas untuk menyelesaikan
perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang
terjadi di antara para pihak dalam suatu perjanjian pokok,
melainkan juga dapat memberikan konsultasi dalam bentuk opini
atau pendapat hukum atas permintaan dari setiap pihak yang
memerlukannya, tidak terbatas pada para pihak dalam perjanjian.
Pemberian opini atau pendapat hukum tersebut dapat merupakan
suatu masukan bagi para pihak dalam menyusun atau membuat
perjanjian yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban para pihak
dalam perjanjian, maupun dalam memberikan penafsiran ataupun
pendapat terhadap salah satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian
yang telah dibuat oleh para pihak untuk memperjelas
pelaksanaannya.
Oleh karena pendapat tersebut diberikan atas permintaan dari
para pihak secara bersama-sama dengan melalui mekanisme,
sebagaimana halnya suatu penunjukan (lembaga) arbitrase untuk
menyelesaikan suatu perbedaan pendapat atau perselisihan paham
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
maupuan sengketa yang ada atau lahir dari suatu perjanjian, maka
pendapat hukum ini pun bersifat akhir (final) bagi para pihak yang
meminta pendapatnya pada lembaga arbitrase termaksud. Pendapat
yang semacam ini termasuk dalam pengertian atau bentuk putusan
lembaga arbitrase.
f. Arbitrase
Berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase adalah ”cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa”.
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (9) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 dalam hal usaha-usaha alternatif penyelesaian
sengketa melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
pemberian pendapat (hukum) yang mengikat maupun perdamaian
tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan
secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui
lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Ini berarti arbitrase dapat
dikatakan merupakan pranata alternatif penyelesaian sengketa
terakhir dan final bagi para pihak.
Dalam Pasal 5 Undang-Undang No.30 tahun 1999 disebutkan
bahwa ”Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase
hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya
oleh pihak yang bersengketa”.
Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk
masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga. Arbitase hanya
dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna
menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
mereka.
Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak
digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum
yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh
karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan
pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat
yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut
berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract -
wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan
dalam bentuk upaya hukum apapun.
Putusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga
ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut
(http://jurnalhukum.blogspot. com/2006/09/klausul-arbitrase-dan
pengadilan18.html).
5. Tinjauan Umum mengenai Lembaga Mediasi Perbankan
Lembaga Mediasi Perbankan ini telah disosialisasikan melalui
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari
2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tanggal 1
Juni 2006 sehingga dengan demikian Bank Indonesia telah
menjalankan fungsi mediasi perbankan sebagai sarana yang sederhana,
murah, dan cepat dalam hal penyelesaian pengaduan nasabah oleh
bank belum dapat memuaskan nasabah dan menimbulkan sengketa
antara nasabah dengan bank. PBI tersebut telah diperbaharui dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi
Perbankan. Pengajuan penyelesaian sengketa dimaksud dapat
disampaikan kepada Bank Indonesia oleh nasabah atau perwakilan
nasabah dengan persyaratan sebagai berikut :
a Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang
timbul dari transaksi keuangan.
b Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari
hasil penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh
Bank.
c Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang
diakibatkan oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud kerugian
immaterial antara lain adalah kerugian karena pencemaran nama
baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
d Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan
jumlah maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). Jumlah tersebut dapat berupa kumulatif dari kerugian
finansial yang telah terjadi pada Nasabah, potensi kerugian karena
penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan
Nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah
dikeluarkan Nasabah untuk mendapatkan penyelesaiannya
Sengketa.
e Batas waktu pengajuan adalah paling lambat 60 (enampuluh) hari
kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian
pengaduan Nasabah dari Bank
f Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga
Mediasi perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir
terlampir atau dibuat sendiri oleh Nasabah dan dilengkapi
dokumen pendukung antara lain:
1) Foto copy surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan
Bank kepada Nasabah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2) Foto copy bukti identitas Nasabah yang masih berlaku.
3) Surat penyataan yang ditandatangani di atas meterai yang
cukup bahwa Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam
proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga
arbitrase, peradilan, atau lembaga Mediasi lainnya dan belum
pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang difasilitasi oleh
Bank Indonesia.
4) Foto copy dokumen pendukung yang terkait dengan Sengketa
yang diajukan
5) Foto copy surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian
Sengketa dikuasakan.
g Formulir yang telah diisi dan dilengkapi dokumen pendukung
disampaikan kepada :
Bank Indonesia
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan
Menara Radius Prawiro lantai 19
Jalan MH Thamrin No. 2
Jakarta 10110 (www. KumpulBlogger.com)
Mediasi perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan
independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi perbankan independen ini
melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia. Sepanjang lembaga
mediasi perbankan independen ini belum terbentuk, maka fungsi
mediasi perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia. Fungsi mediasi
perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya
untuk menyelesaikan sengketa secara mendasar dalam rangka
memperoleh kesepakatan antara kedua belah pihak.
Dalam struktur organisasi Bank Indonesia telah membentuk sebuah direktorat yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
fungsi mediasi, yaitu Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. Bank Indonesia telah menyediakan tenaga-tenaga mediator yang direkrut dari karyawan Bank Indonesia yang sudah dilatih sebagai mediator. Penggunaan jasa mediator dari Bank Indonesia bersifat cuma-cuma atau tanpa pungutan (Takdir Rahmadi, 2010: 89).
Beberapa keunggulan mediasi perbankan adalah:
1) kesepakatan para pihak (voluntary);
2) terjaganya hubungan baik (forward looking);
3) terjaganya kepentingan masing-masing pihak (interesed based);
4) proses yang murah, cepat, dan sederhana.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia terfokus pada nasabah kecil dan UMK. Hal ini dibuktikan
dengan dibatasinya tuntutan finansial, yaitu maksimal Rp.
500.000.000,00. Alasan difokuskannya penyelesaian sengketa melalui
mediasi perbankan untuk nasabah kecil dan UMK adalah karena
nasabah kecil dan UMK:
a) tidak mudah mendapatkan akses yang cukup dan dana untuk
menyelesaikan sengketanya dengan bank melalui lembaga arbitrase
atau peradilan; dan
b) merupakan bagian terbesar dari nasabah bank secara keseluruhan.
6. Tinjauan Umum mengenai Problematika
Berasal dari kata problem yang artinya masalah, persoalan (Hasan
Alwi, 2007: 722). Sedangkan problematika berarti mengandung
masalah (A.A. Waskito, 2009: 427).
Menurut Kamus English-Indonesian, problem (noun) berarti: 1.
kesukaran, masalah yang sukar dipecahkan, 2. pertanyaan yang harus
dijawab atau dipecahkan. Problem (adj) berarti: 1. bandel, badung, 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
berkenaan dengan pemilihan tindakan yang sulit bagi individu maupun
bagi masyarakat pada umumnya. Sedangkan problematic (adj)
merupakan persoalan yang masih diragukan (Peter Salim, 1996: 926).
7. Tinjauan Umum Mengenai Implementasi
Hukum, dalam pengertian sebagai struktur dan peraturan, hanyalah satu dari tiga fenomena, yang semuanya sepadan dan amat nyata. Pertama, ada kekuatan-kekuatan sosial dan legal yang dengan cara tertentu mendesak masuk dan membentuk hukum. Kemudian muncul hukum itu sendiri, struktur-struktur dan peraturan-peraturan. Ketiga, ada dampak dari hukum tersebut terhadap perilaku di dunia luarnya (Lawrence M. Friedman, 2009: 2).
Sebuah sistem adalah sebuah unit yang beroperasi dengan batas-
batas tertentu. Sistem bisa bersifat mekanis, organis, atau sosial
(Lawrence M. Friedman, 2009: 6). Ada tiga komponen sistem hukum,
yaitu (Lawrence M. Friedman, 2009: 15-18):
a. Struktur Hukum
Adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum.
Struktur sebuah sistem adalah kerangka badannya, ia adalah bentuk
permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut, tulang-tulang
keras yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batas-
batasnya.
b. Substansi Hukum
Tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai
bagaimana institusi-institusi itu harus berperilaku. Suatu sistem
hukum adalah kesatuan dari peraturan-peraturan primer dan
peraturan-peraturan sekunder. Peraturan primer adalah norma-
norma perilaku, peraturan sekunder adalah norma mengenai norma-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
norma ini, bagaimana memutuskan apakah semua itu valid,
bagaimana memberlakukannya, dan lain-lain.
c. Kultur Hukum
Adalah elemen sikap dan nilai sosial. Kultur hukum mengacu
pada pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum, adat
kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir yang mengarahkan
kekuatan-kekuatan sosial menuju atau menjauh dari hukum dan
dengan cara-cara tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
Penyelesaian
Non litigasi Litigasi
PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan
Mediasi Perbankan
Dilakukan oleh BI
Pengadilan/ arbitrase
Pengaduan Nasabah
Penyelesaian oleh bank
Tidak setuju
Nasabah Bank
Setuju
Masalah selesai
Tidak sepakat
Sepakat
Sengketa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Keterangan:
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa
dalam hubungan antara nasabah dan bank dimungkinkan terjadi suatu
permasalahan, misalnya saja nasabah merasa haknya tidak dipenuhi
oleh bank. Untuk itu nasabah diberikan hak untuk melakukan
pengaduan ke bank yang bersangkutan.
Pengaduan nasabah tersebut kemudian akan diselesaikan secara
intern oleh bank. Ketika menyelesaian yang ditawarkan oleh bank
disetujui oleh nasabah, maka permasalahan selesai. Tetapi ketika
nasabah merasa tidak puas dengan penyelesaian yang ditawarkan bank,
maka akan menimbulkan sengketa.
Sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu litigasi
dan non litigasi. Jalur litigasi dilakukan melalui pengadilan atau
arbitrase. Sedangkan jalur non litigasi salah satunya dapat dilakukan
dengan mediasi perbankan.
Permohonan mediasi perbankan dilakukan oleh nasabah. Yang
melaksanakan mediasi perbankan adalah Bank Indonesia dengan
berdasarkan pada PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi
Perbankan. Ketika melalui mediasi ini tercapai kesepakatan antara
nasabah dan bank, maka sengketa tersebut dianggap selesai.
Sedangkan apabila tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah
pihak, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui jalur litigasi, yaitu
pengadilan atau arbitrase.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
1. Kantor Bank Indonesia Solo
a. Lokasi
Kantor Bank Indonesia Solo beralamat di Jalan Jenderal
Sudirman Nomor 4 Surakarta. Gedung Kantor Bank Indonesia Solo
memiliki letak yang strategis karena berada di tengah kota Surakarta.
Kantor Bank Indonesia Solo memiliki wilayah kerja meliputi Eks
Karesidenan Surakarta yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten
Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten
Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Karanganyar.
b. Struktur Organisasi
Pada Kantor Bank Indonesia terdapat struktur organisasi seperti
terurai dibawah ini :
1) Pimpinan KBI : Doni P. Joewono
2) Deputi Pemimpin KBI:
a) Deputi Pemimpin Bidang Perbankan: Yiyok T. Herlambang
b) Deputi Pemimpin Bidang Sistem Manajemen dan Pembayaran
Intern: Tatung M. Taufik
c) Deputi Pemimpin Bidang Ekonomi Moneter: Suryono
3) Kepala Bidang :
a) Bidang Ekonomi & moneter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
(1) Seksi pemberdayaan sektor riil & umkm
(2) Seksi kajian statistik & survey
b) Bidang Sistem Pembayaran & Manajemen Intern
(1) Seksi operasional kas
(2) Seksi pelayanan nasabah &penyelenggara kliring
(3) Seksi sumberdaya manusia
(a) Bagian sumber daya
(b) Bagian logistik
(c) Bagian pengamanan
(d) Bagian kesekretariatan
c) Bidang Pengawasan Bank: Allan Hudaya
(1) Kelompok pengawasan bank I
(2) Kelompok pengawasan bank II
(3) Kelompok pengawasan bank III
(4) Kelompok pengawasan bank IV
Bidang Pengawasan Bank juga menangani permohonan
mediasi perbankan. Meskipun demikian, tidak dibentuk bagian
yang khusus menangani pelaksanaan mediasi perbankan di KBI
Solo.
c. Visi dan Misi
1) Visi Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo
Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di
daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas
Bank Indonesia yang diberikan.
2) Misi Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi
daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi
moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan bank serta
memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait
lainnya.
d. Wewenang Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo
1) Bidang Ekonomi dan Moneter
a) Memantau dan melaksanakan kebijakan moneter yang telah
dirumuskan oleh kantor Pusat.
b) Mengamati dan mengumpulkan dana perkembangan ekonomi
di wilayah kinerja Solo.
c) Mengawasi kinerja Perbankan di wilayah Solo.
d) Melakukan koordinasi dengan kepala seksi beserta staff
dibawahnya.
2) Bidang Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern (SPMI)
a) Mengawasi peredaran uang di wilayah Solo.
b) Melakukan pengaturan sistem pembayaran.
c) Melaksanakan fungsi Bank Indonesia sebagai kasir
Pemerintah.
d) Mengawasi dan mengevaluasi kinerja seluruh pegawai.
e) Memantau ketersediaan logistik dan terjaminnya keamanan.
3) Bidang Tim Pengawasan Bank
a) Melakukan pengawasan terhadap kinerja perbankan seluruh
wilayah Solo.
b) Membuat tingkat kesehatan (TKS) seluruh Bank yang ada di
wilayah Solo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
c) Merekapitulasi tingkat kesehatan seluruh Bank di Solo dan
melaporkannya ke Kantor Pusat setiap bulan.
d) Melakukan pemeriksaan terhadap setiap bank secara periodik.
e) Mengevaluasi dan menganalisis terhadap permohonan ijin
prinsip pembukuan bank baru, pembukuan kantor cabang dan
kantor kas pelayanan (Dokumen Bagian Sumber Daya
Manusia KBI Solo).
2. Pengadilan Negeri Surakarta
a. Lokasi
Pengadilan Negeri Surakarta saat ini termasuk dalam golongan
Pengadilan dengan kualifikasi kelas IA. Kualifikasi tersebut
berdasarkan wewenangnya dalam menyelesaikan perkara yang
tergolong banyak atau tinggi untuk wilayah sebesar Kota Surakarta.
Pengadilan Negeri Kelas IA Surakarta terletak di Jalan Brigjend
Slamet Riyadi No. 290. Adapun kepala Pengadilan Negeri Surakarta
saat ini adalah Bapak Sutanto, S.H, M.H.
b. Sejarah
Pada Zaman Belanda, Pengadilan Negeri Surakarta Terdiri atas
dua bagian, yaitu Landraad dan Landsrecht. Bangunan tersebut berdiri
sejak zaman penjajahan Hindia Belanda dan sejak dulu hingga
sekarang bangunan tersebut tidak boleh dirubah bentuknya karena
dilindungi oleh Undang-Undang. Sejarah Pengadilan Negeri Surakarta
dimulai pada masa penjajahan Belanda dimana pada waktu
pemerintahan Belanda tiap-tiap kota besar yang ada Residen,
khususnya kota Surakarta ada Pengadilan Landsrecht/Landraad.
Adapun khususnya untuk pemerintah Kasunanan Pengadilan
dinamakan “Pradata Agung”. Sedangkan yang mempunyai Pradata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Agung adalah Surakarta dan Yogyakarta, yaitu Mangkunegaran dan
Paku Alam.
Pradata Agung ini ada sejak susunan Paku Buwono ke 7 atau
dikenal dengan jaman Diponegoro. Landasan hukum untuk Pradata
Agung ini juga digunakan WVS 1918, sedang hukum sipilnya adalah
hukum Adat Jawa Tengah. Hukum adat tersebut hanya berlaku bagi
Sentoso Dalem sampai grat ke-4, adapun yang bukan golongan
tersebut menjadi wewenang Landgrecht/Landraad, Pradata Agung ini
setelah Kemerdekaan Republik Indonesia hapus atau tidak berlaku
lagi sekitar tahun 1951.
Dengan hapusnya Pradata Agung ini berdirilah Pengadilan
Negeri Surakarta hingga sekarang ini, dengan demikian Pengadilan
Negeri Surakarta adalah merupakan warisan jaman colonial Belanda
yang hingga sekarang masih berada di Jalan Brigjend Slamet Riyadi
No. 29 Surakarta.
c. Visi dan Misi
1) Visi Pengadilan Negeri Kelas IA Surakarta
Memantapkan sistem hukum nasional dalam rangka menegakkan
supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia.
2) Misi Pengadilan negeri Kelas IA Surakarta
a) Menyelenggarakan proses peradilan secara mudah, murah dan
terbuka serta bebas KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme)
dengan tetap menjunjung asas keadilan dan kebenaran.
b) Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari
pengaruh pihak manapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
c) Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin
kepastian hukum, keadilan dan supremasi hukum serta
menghargai Hak Asasi Manusia.
d) Menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran
hukum dan Hak Asasi Manusia yang belum ditangani secara
tuntas (Dokumen Bagian Hukum Pengadilan Negeri
Surakarta).
B. Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia
Mediasi Perbankan merupakan upaya lanjut dari upaya penyelesaian
pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan secara internal oleh
bank. Penyelesaian Pengaduan Nasabah diatur dalam PBI
No.7/7/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan PBI No.10/10/PBI/2008
tentang Pengaduan Nasabah dan SE Ekstern No.7/24/DPNP/2005
sebagaimana diubah dengan SE BI No.10/13/DPNP. Manfaat dari
penyelesaian pengaduan nasabah adalah:
1. Mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada produk-produk
yang ditawarkannya kepada masyarakat;
2. Mengidentifikasi kelemahan SOP (System Operational Prosedure)
dan penyimpangan kegiatan operasional pada kantor-kantor bank
tertentu yang mengakibatkan kerugian pada nasabah;
3. Memperoleh masukan secara langsung dari nasabah mengenai aspek-
aspek yang harus dibenahi untuk mengurangi risiko operasional; dan
4. Memperbaiki karakteristik produk sesuai dengan kebutuhan nasabah.
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan proses penyelesaian
pengaduan nasabah oleh pihak intern bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Gambar 3: Penyelesaian Pengaduan Nasabah (Tertulis)
Sumber: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat
memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh
tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun
sebagian. Ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara
nasabah dengan perbankan, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera
ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan
masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.
Upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui negosiasi, konsiliasi,
mediasi, dan arbitrase sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
maupun melalui jalur pengadilan. Namun demikian, upaya penyelesaian
sengketa melalui jalur arbitrase maupun jalur pengadilan tidak mudah
dilakukan oleh nasabah kecil dan usaha mikro dan kecil (UMK) mengingat
hal tersebut memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Oleh karena itu, penyelesaian sengketa antara nasabah dengan
perbankan terutama bagi nasabah kecil dan usaha mikro dan kecil perlu
diupayakan secara sederhana, murah, dan cepat, yaitu melalui mediasi
perbankan. Hal ini dilakukan agar hak-hak mereka sebagai nasabah dapat
terjaga dan terpenuhi dengan baik.
Gambar 4: Operasionalisasi Mediasi Perbankan
Sumber: Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan
Landasan hukum dilaksanakannya mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia adalah PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI
Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, selanjutnya disebut
dengan PBI Mediasi Perbankan. Seperti yang tertuang dalam Pasal 4,
fungsi mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terbatas
pada upaya membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang sengketa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan. Yang dimaksud
membantu nasabah dan bank adalah Bank Indonesia memfasilitasi
penyelesaian sengketa dengan cara memanggil, mempertemukan,
mendengar, dan memotivasi nasabah dan bank untuk mencapai
kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi atau keputusan.
Gambar 5: Prosedur Mediasi Perbankan
Sumber: Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan
Di dalam pelaksanaan mediasi perbankan ada beberapa persyaratan
yang diatur dalam PBI Mediasi Perbankan, antara lain:
1. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang
timbul dari transaksi keuangan, yaitu:
a. Penghimpunan dana, misalnya: giro, tabungan, deposito.
b. Penyaluran dana, misalnya: kredit atau pembiayaan.
c. Sistem pembayaran, misalnya: ATM atau kartu debit, kartu
kredit, kartu pra bayar, Direct Debit Standing, Travellers
Cheque, kliring, RTGS, dan Electronic Banking.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
d. Produk kerjasama, misalnya: Bankassurance, dan reksa dana.
e. Produk lainnya, misalnya: bank garansi, Trade finance,
derivatif, wealth management, dan safe deposit box.
2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil
penyelesaian pengaduan nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.
3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan
oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud kerugian immaterial
antara lain adalah kerugian karena pencemaran nama baik dan
perbuatan tidak menyenangkan.
4. Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan
jumlah maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Jumlah tersebut dapat berupa kumulatif dari kerugian finansial yang
telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau
tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan
pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah
untuk mendapatkan penyelesaian sengketanya.
5. Pasal 11 ayat (1) PBI Mediasi Perbankan mengatur mengenai jangka
waktu pelaksanaan mediasi adalah sebanyak 30 (tiga puluh) hari
kerja. Waktu pelaksanaan dibatasi mengingat tujuan penyelesaian
sengketa melalui mediasi perbankan adalah memperoleh
penyelesaian secara cepat, murah, dan sederhana. Tetapi bila belum
tercapai kesepakatan dan para pihak setuju untuk melanjutkan
mediasi, maka waktu dapat diperpanjang 30 (tiga puluh) hari kerja
lagi. Tujuannya adalah sebagai antisipasi penyesuaian waktu untuk
menghadirkan narasumber tertentu yang memiliki keahlian dan
kompetensi sesuai masalah yang disengketakan. Hal ini telah diatur
dalam Pasal 11 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan. Dalam SEBI
Nomor 8/14/DPNP disebutkan mengenai syarat perpanjangan waktu
tersebut dapat dilakukan, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a. Para pihak memiliki iktikad baik dengan mematuhi aturan
mediasi dan perjanjian mediasi; dan
b. Jangka waktu proses mediasi hampir berakhir, namun menurut
penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai
kesepakatan.
6. Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga
mediasi perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir
terlampir atau dibuat sendiri oleh nasabah dan dilengkapi dokumen
pendukung, yaitu:
a. Formulir pengajuan penyelesaian sengketa;
b. Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan
bank kepada nasabah;
c. Fotokopi bukti indentitas nasabah yang masih berlaku;
d. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai yang
cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang diproses atau
telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan
atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam
mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia;
e. Fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa
yang diajukan; dan
f. Fotokopi surat kuasa khusus tanpa hak substitusi dalam hal
pengajuan penyesaian sengketa diwakilkan atau dikuasakan.
Formulir pengajuan penyelesaian sengketa pada mediasi
perbankan disediakan di setiap kantor bank atau dapat dibuat
sendiri oleh nasabah dengan berpedoman pada format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 SEBI Nomor
8/14/DPNP (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi
Perbankan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Di dalam Pasal 7 ayat (1) PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa
yang berhak mengajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada Bank
Indonesia adalah nasabah atau perwakilan nasabah. Hal ini dikarenakan
nasabah berada pada posisi sebagai penerima keputusan atas penyelesaian
pengaduan nasabah oleh bank.
Sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) dan (2) PBI Mediasi Perbankan,
nasabah dan bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain dalam proses
mediasi. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus
yang paling sedikit mencantumkan kewenangan penerima kuasa untuk
mengambil keputusan. Pencantuman kewenangan penerima kuasa untuk
mengambil keputusan dimaksudkan agar proses mediasi dapat berjalan
dengan efektif.
Proses mediasi baru dapat dilaksanakan setelah nasabah atau
perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi
(agreement to mediate). Hal ini telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1).
Adapun agreement to mediate tersebut memuat antara lain:
1. Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian
sengketa; dan
2. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Di dalam Pasal 9 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa
bank memiliki kewajiban untuk mengikuti dan mentaati perjanjian mediasi
yang telah ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank.
Kewajiban lain yang harus dilakukan bank antara lain:
a. Pasal 7 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan: memenuhi panggilan Bank
Indonesia dalam hal nasabah mengajukan penyelesaian sengketa
(Pasal 7 ayat (2)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
b. Pasal 13 PBI Mediasi Perbankan: melaksanakan hasil penyelesaian
sengketa yang terdapat dalam akta kesepakatan.
c. Pasal 14 PBI Mediasi Perbankan: mempublikasikan adanya sarana
alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan
dengan cara mediasi kepada nasabah. Publikasi tersebut dapat
dilakukan melalui brosur, leaflet, pengumuman, dan atau media
lainnya dan sekurang-kurangnya mencakup prosedur yang harus
ditempuh nasabah untuk dapat mengajukan penyelesaian sengketa
kepada Bank Indonesia.
Ada beberapa aturan-aturan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan
mediasi, yaitu:
1) Nasabah dan Bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan
informasi penting terkait sengketa;
2) Seluruh informasi dari para pihak bersifat rahasia;
3) Mediator bersifat netral;
4) Kesepakatan secara sukarela dan bukan merupakan rekomendasi
atau keputusan Mediator;
5) Nasabah dan Bank tidak dapat meminta pendapat hukum maupun
jasa konsultasi kepada Mediator;
6) Nasabah dan Bank dengan alasan apapun tidak akan mengajukan
tuntutan hukum terhadap Mediator, pegawai maupun Bank
Indonesia;
7) Nasabah dan Bank bersedia :
a) Melakukan proses mediasi dengan itikad baik;
b) Bersikap kooperatif dengan mediator;
c) Menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan
tempat yang telah disepakati;
8) Dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan, mediator dapat:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
a) Menghadirkan narasumber atau tenaga ahli;
b) Menangguhkan proses mediasi;
c) Menghentikan proses mediasi;
9) Dalam hal dilakukan upaya lanjutan melalui arbitrase atau peradilan
maka Nasabah dan Bank sepakat :
a) Tidak melibatkan Mediator maupun Bank Indosesia untuk
memberi kesaksian;
b) Tidak meminta dokumen yang ditatausahakan Bank Indonesia,
baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses mediasi
dan atau berkas lainnya yang terkait dengan proses mediasi;
10) Dalam hal Nasabah dan Bank berinisiatif menghadirkan narasumber
atau tenaga ahli tertentu, maka Nasabah dan Bank sepakat untuk
menanggung biayanya;
11) Proses mediasi berakhir dalam hal :
a) Tercapainya kesepakatan;
b) Berakhirnya jangka waktu mediasi;
c) Terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses
mediasi;
d) Nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi;
atau
e) Salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi (agreement
to mediate) (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi
Perbankan).
Penyelenggaraan mediasi perbankan idealnya dilaksanakan oleh
kalangan industri perbankan sendiri yang dalam hal ini dapat diwakili oleh
asosiasi perbankan. Namun demikian, pembentukan lembaga mediasi
perbankan yang akan mewadahi pelaksanaan mediasi perbankan
sebagaimana diamanatkan dalam PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Mediasi Perbankan belum dapat direalisasikan karena adanya kendala-
kendala seperti aspek pendanaan dan sumber daya manusia. Mengingat
penyelenggaraan mediasi perbankan sangat diperlukan untuk melindungi
kepentingan publik dalam pelaksanaan transaksi keuangan melalui bank,
maka untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan tetap dilaksanakan
oleh Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 telah
mengamanatkan dalam Pasal 3 ayat (2) bahwa pembentukan lembaga
mediasi perbankan yang independen yang dibentuk oleh asosiasi
perbankan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2007, tetapi
sampai dengan akhir 2007, lembaga ini belum juga terbentuk sehingga
Bank Indonesia menghapus Pasal 3 ayat (2) ini dengan mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi
Perbankan. Selain adanya ketidaksiapan dari pihak asosiasi perbankan
untuk membentuk lembaga mediasi perbankan yang independen, hal-hal
yang mendasari dilakukannya amandemen atas PBI yang terkait dengan
mediasi perbankan adalah adanya masukan atau umpan balik yang
diterima dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, dimana mereka
beranggapan bahwa pelaksanaan fungsi mediasi perbankan yang dilakukan
oleh Bank Indonesia, khususnya oleh DIMP memiliki fungsi sosial dan
peran yang sangat strategis dalam memberdayakan perlindungan nasabah
bank, khususnya nasabah mikro, kecil dan menengah.
Untuk melaksanakan fungsi mediasi perbankan, Bank Indonesia
harus menunjuk mediator sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1)
PBI Mediasi Perbankan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mediator
telah diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan, yaitu sebagai
berikut:
(1) Memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan, dan atau
hukum;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
(2) Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas
penyelesaian sengketa; dan
(3) Tidak memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan nasabah atau perwakilan nasabah dan bank.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP, tata cara
penunjukan mediator dilakukan oleh Direktorat Investigasi dan Mediasi
Perbankan (DIMP). Pimpinan DIMP akan menunjuk stafnya untuk
menjadi mediator berdasarkan usulan tertulis dari Tim Mediasi Perbankan
(TMP). Namun jika diperlukan mediator pendamping, maka DIMP dapat
meminta mediator yang memiliki keahlian sesuai dengan permasalahan
yang disengketakan untuk ikut dalam penyelesaian sengketa. Mediator
pendamping berfungsi sebagai pihak yang membantu mediator dalam
pelaksanaan mediasi, sedangkan mediator dari DIMP bertindak sebagai
koordinator dalam pelaksanaan mediasi.
Demi menjamin integritas dan independensi, mediator Bank
Indonesia tidak memberikan keputusan dan atau rekomendasi
penyelesaian sengketa kepada nasabah dan pihak perbankan. Mediator
Bank Indonesia hanya memberikan fasilitas kepada nasabah dengan
perbankan untuk mengkaji kembali pokok permasalahan sengketa secara
mendesak agar tercapai kesepakatan. Kesepakatan yang dihasilkan
merupakan kesepakatan yang bersifat sukarela dan bukan merupakan
rekomendasi maupun keputusan mediator. Nasabah dan bank juga tidak
dapat meminta pendapat hukum maupun jasa konsultasi hukum kepada
mediator. Mediator, pegawai maupun Bank Indonesia tidak dapat dituntut
oleh nasabah maupun bank atas hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan
mediasi.
Bab III.5.H SEBI Nomor 8/14/DPNP menyebutkan mengenai
tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh mediator jika mediasi
mengalami kebuntuan, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
(a) Menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai tenaga ahli
untuk mendukung kelancaran mediasi;
(b) Menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui
batas waktu proses mediasi; dan
(c) Menghentikan proses mediasi.
Manfaat yang dapat diperoleh oleh bank dengan kehadiran lembaga
mediasi perbankan adalahsebagai berikut:
1) Sebagai upaya bagi bank untuk membuat nasabah loyal, tidak
berpindah ke bank lain. Karena setiap keluhan nasabah dapat
ditanggapi dengan baik oleh manajemen bank.
2) Sebagai informasi penting bagi manajemen akan segera tahu aspek-
aspek mana saja dari pelayanan yang harus diperbaiki.
3) Dapat berfungsi sebagai riset pasar (market research) bagi bank
sehingga bisa meningkatkan efisiensi. Manajemen bank tidak perlu
menyewa atau membayar pihak lain untuk mengetahui kualitas
pelayanannya.
4) Meminimalisir publikasi negatif jasa pelayanan bank. Apabila
keluhan nasabah ditulis di media massa akan dapat menumbuhkan
reputasi buruk bank yang bersangkutan (Dokumen Direktorat
Investigasi dan Mediasi Perbankan).
a. Hasil Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dengan Perbankan
Melalui Lembaga Mediasi Perbankan
Di dalam Pasal 12 PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan
atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 disebutkan bahwa “kesepakatan antara
nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses
mediasi dituangkan dalam akta kesepakatan yang ditandatangani oleh
nasabah atau perwakilan nasabah dan bank”. Akta kesepakatan tersebut
dapat memuat kesepakatan penuh atau kesepakatan sebagian atas hal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dipersengketakan, atau pun pernyataan tidak dicapainya kesepakatan
dalam proses mediasi.
Akta Kesepakatan tersebut bersifat final dan mengikat bagi nasabah
dan bank. Bersifat final artinya tidak dapat diajukan untuk proses mediasi
ulang. Sedangkan mengikat artinya adalah kesepakatan tersebut berlaku
sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilakukan
dengan iktikad baik.
Di dalam Pasal 13 PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa “bank
wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah
dengan bank yang telah disepakati dan dituangkan dalam akta
kesepakatan”. Kewajiban bagi bank untuk melaksanakan hasil
penyelesaian sengketa ini dimaksudkan antara lain dalam rangka
mengantisipasi risiko reputasi bank.
Akta kesepakatan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa
antara nasabah dengan perbankan dapat dikuatkan dengan cara didaftarkan
ke pengadilan. Hal ini dimaksudkan agar akta kesepakatan yang notabene
berbentuk akta di bawah tangan tersebut dapat memiliki kekuatan hukum
yang mengikat pihak perbankan agar memenuhi segala kewajibannya dan
tidak terjadi wanprestasi. Meskipun demikian, dalam PBI Nomor
10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang
Mediasi Perbankan tidak mengatur mengenai pendaftaran akta
kesepakatan ke pengadilan.
b. Mediasi Perbankan Yang Dilakukan Oleh Kantor Bank Indonesia
Solo
Pelaksanaan mediasi perbankan merupakan kewenangan DIMP yang
berada di Bank Indonesia pusat. Meskipun demikian, berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan pihak KBI diketahui bahwa KBI membuka
peluang untuk menyelenggarakan mediasi perbankan. Tetapi mediasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
perbankan ini dilakukan tidak dengan cara dan prosedur sesuai dengan
yang ada di PBI Mediasi Perbankan. Adapun prosedur pelaksanaan
mediasi perbankan di KBI adalah:
a. Pihak nasabah atau perwakilan nasabah dan pihak bank sama-sama
diperbolehkan mengajukan permohonan mediasi perbankan ke KBI.
b. KBI akan bertindak sebagai fasilitator untuk mempertemukan kedua
belah pihak. Dimana pihak yang dipanggil oleh KBI wajib hadir
memenuhi panggilan tersebut.
c. Mediator berasal dari KBI.
d. Mediasi ini dilakukan dengan tanpa dipungut biaya.
Adapun perbedaan antara mediasi perbankan yang dilakukan melalui
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan dengan mediasi perbankan
yang dilakukan di Kantor Bank Indonesia antara lain sebagai berikut:
No Pembanding Mediasi di DIMP Mediasi di KBI
1. Dasar hukum PBI No.
10/1/PBI/2008
tentang Perubahan
atas PBI No.
8/5/PBI/2006 tentang
Mediasi Perbankan
Tidak diatur dalam
PBI
2. Mediator Berasal dari DIMP Berasal dari KBI
3. Jangka waktu 60 hari kerja Tidak ditentukan
4. Nilai tuntutan Maksimal Rp 500 juta Tidak ditentukan
5. Tempat pelaksanaan DIMP, meskipun
tidak menutup
kemungkinan
dilakukan di KBI
Di KBI atau
tempat lain yang
disepakati
6. Pengajuan Dilakukan oleh Dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
permohonan nasabah atau
perwakilan nasabah
nasabah atau
perwakilan
nasabah dan bank
Tabel 1: Perbedaan Mediasi Perbankan di DIMP dan KBI
Sumber: Hasil Wawancara Dengan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi
Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo
Contoh sengketa antara nasabah dengan perbankan yang pernah
diselesaikan melalui mediasi perbankan oleh pihak Kantor Bank
Indonesia (KBI) Solo adalah sebagai berikut:
Sengketa ini terjadi antara pihak nasabah debitur yang diwakili oleh
YLKI dengan beberapa bank di karesidenan Surakarta yang terjadi pada
bulan Februari 2011. Sengketa ini berawal dari pihak YLKI yang
berencana membantu nasabah debitur korban erupsi merapi untuk
mendapatkan keringanan pembayaran angsuran pinjamannya kepada
bank. Dalam hal ini YLKI menafsirkan ketentuan dari Bank Indonesia
dengan cara yang salah, yaitu YLKI beranggapan bahwa nasabah debitur
yang sedang menjadi korban bencana alam dianggap sebagai debitur
lancar dan dibebaskan dari membayar angsuran selama 3 tahun. Hal ini
oleh YLKI disosialisasikan kepada pihak nasabah, dengan menambahkan
bahwa YLKI akan membantu mengurus hal ini kepada pihak bank
sebagai kreditur para nasabah tersebut.
Pihak bank yang merasa dirugikan melaporkan kepada Kantor Bank
Indonesia Solo untuk kemudian meminta dilakukan mediasi dengan
pihak nasabah yang diwakili YLKI. Pihak KBI Solo menindaklanjuti
laporan tersebut dengan melakukan presentasi dan sosialisasi terkait
ketentuan yang dimaksud di tempat nasabah-nasabah tersebut berada,
yaitu di daerah Klaten dan Boyolali. Pihak KBI Solo menyampaikan
bahwa yang dimaksud dengan nasabah dianggap sebagai debitur lancar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
dalam hal ini adalah nasabah tersebut akan dihapus buku, artinya tidak
dimasukkan dalam neraca tetapi masuk dalam administrasi. Maksudnya
adalah nasabah tersebut tetap membayar angsuran dengan jumlah yang
disesuaikan dengan kemampuannya dalam jangka waktu 3 tahun. Dari
sini, pihak YLKI mengakui kesalahan mereka dan bersedia membantu
pihak bank untuk berunding kembali dengan pihak nasabah.
Sengketa lain yang pernah dilakukan upaya penyelesaiannya melalui
mediasi perbankan di KBI Solo adalah terkait dengan update SID
(Sistem Informasi Debitur) dimana nasabah melaporkan kepada KBI
Solo terkait statusnya sebagai debitur yang seharusnya sudah lunas
kreditnya tetapi dalam SID masih dianggap sebagai debitur macet. Hal
ini merugikan nasabah karena nasabah tersebut tidak dapat memperoleh
kredit dari bank lain (hasil wawancara dengan Ibu Ifa Mukholifah,
Pengawas Bank Muda di KBI Solo pada Selasa, 31 Mei 2011).
C. Problematika Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan
1. Problematika Pelaksanaan Mediasi Perbankan
Pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia tidak
selamanya berjalan lancar. Ada beberapa problematika atau
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi perbankan.
Penulis akan mencoba menjabarkan permasalahan-permasalahan
dalam pelaksanaan mediasi perbankan dengan memakai teori
implementasi oleh Lawrence M. Friedman. Penulis akan
menggolongkan permasalahan tersebut ke dalam tiga komponen
sistem hukum, yaitu sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
a. Struktur hukum
Permasalahan yang termasuk dalam komponen struktur
hukum, antara lain:
1) Pengajuan permohonan dan pelaksanaan mediasi perbankan
masih terpusat di Direktorat Investigasi dan Mediasi
Perbankan (DIMP) yang terdapat di Jakarta
Semua permohonan mediasi yang diajukan oleh nasabah
harus di alamatkan ke DIMP yang terdapat di Bank Indonesia
Jakarta. Dengan demikian tidak jarang terjadi penumpukan
permohonan sehingga penanganan permohonan mediasi
perbankan tersebut membutuhkan waktu yang relatif lebih
lama. Pada dasarnya penanganan permohonan mediasi bisa
saja didelegasikan kepada Kantor Bank Indonesia, tetapi
berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Kantor
Bank Indonesia Semarang dan Kantor Bank Indonesia Solo,
sampai saat ini belum pernah ada permohonan mediasi
perbankan yang didelegasikan kepada KBI tersebut.
Selain itu, ketika yang mengajukan permohonan mediasi
perbankan adalah nasabah yang berasal dari daerah, maka
ketika nasabah tersebut harus melakukan mediasi di Jakarta
akan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini
jelas bertentangan dengan alasan dilakukannya mediasi yang
diharapkan dapat menyelesaikan sengketa antara nasabah
dengan perbankan dengan sederhana, cepat, dan murah (hasil
wawancara dengan Bapak Bambang Purwogandi (KBI
Semarang) dan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi
Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
b. Substansi Hukum
Permasalahan yang termasuk dalam komponen susbstansi
hukum, antara lain:
1) Ada hal yang terkait pelaksanaan mediasi perbankan yang
belum diatur dalam PBI Mediasi Perbankan
Setelah membaca PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang
Perubahan atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi
Perbankan penulis beranggapan bahwa ada hal yang belum
diatur dalam PBI tersebut. Misalnya, belum adanya aturan
yang menyebutkan bahwa ketika jangka waktu pelaksanaan
mediasi perbankan sudah habis tetapi belum ada kesepakatan
yang diambil oleh kedua belah pihak lalu bagaimana dengan
proses mediasi tersebut. Dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) hanya
disebutkan bahwa jangka waktu pelaksanaan mediasi adalah
30 hari kerja dan dapat diperpanjang 30 hari kerja berikutnya.
Lalu bagaimana jika jangka waktu pelaksanaan telah habis dan
belum ada kesepakatan apapun dari para pihak. Apakah proses
mediasi tersebut dapat dilanjutkan kembali atau berhenti begitu
saja atau diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa
yang lain, misalnya arbitrase atau pengadilan. Alangkah
baiknya jika hal ini juga diatur dalam PBI sehingga ada acuan
yang jelas terkait dengan pelaksanaan mediasi ini.
c. Kultur Hukum
Permasalahan yang termasuk dalam komponen kultur
hukum, antara lain:
1) Hambatan yang berasal dari nasabah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
a) Belum memahami ketentuan atau prosedur mediasi
perbankan
Banyak nasabah yang masih belum mengerti dan
memahami prosedur yang harus dilalui dalam pelaksanaan
mediasi perbankan ini. Sehingga mediator harus terlebih
dahulu menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan
mediasi perbankan yang akan dijalani oleh nasabah. Hal ini
menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
mediasi perbankan menjadi lebih banyak.
b) Dalam pelaksanaan mediasi perbankan, nasabah diwakili
oleh pihak ketiga
Tidak jarang dalam pelaksanaan mediasi perbankan
nasabah diwakili oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang
dimaksud adalah pengacara, LSM, atau pihak-pihak
lainnya. Terkadang pihak ketiga ini memiliki orientasi lain,
misalnya ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar
jika sengketa ini dapat diselesaikan dengan waktu yang
lebih lama dan prosedur yang tidak gratis seperti mediasi
perbankan yang ditawarkan oleh Bank Indoensia ini (hasil
wawancara dengan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi
Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo pada Selasa, 31
Mei 2011).
2) Hambatan yang berasal dari perbankan:
a) Pada saat mediasi, bank kerap mengirimkan delegasi atau
wakil yang tidak memiliki kewenangan untuk memutus
Delegasi atau wakil yang tidak memiliki kewenangan
memutus yang dikirim oleh pihak perbankan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
menghambat pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia karena delegasi atau wakil tersebut harus
melaporkan terlebih dahulu segala sesuatu yang terjadi
dalam pelaksanaan mediasi kepada atasannya. Hal ini
membuat proses mediasi perbankan membutuhkan waktu
yang relatif lebih lama dan perundingan yang dilakukan
menjadi kurang efektif (hasil wawancara dengan Bapak
Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan
di KBI Solo pada Selasa, 31 Mei 2011).
b) Masih terdapat sebagian petugas atau pejabat bank yang
belum mengetahui ketentuan tentang mediasi perbankan
oleh Bank Indonesia
Sebagian petugas atau pejabat bank belum mengenal
adanya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. Hal ini
dapat menjadi hambatan karena ketika nasabah meminta
penjelasan perihal pelaksanaan mediasi, pihak bank tidak
dapat menjelaskan hal tersebut. Selain itu, ketika ada
nasabah yang mengajukan permohonan mediasi dan pihak
bank dipanggil oleh pihak Bank Indonesia untuk melakukan
perundingan, petugas atau pejabat bank tersebut tidak dapat
melakukan tugasnya secara efektif dan optimal (hasil
wawancara dengan beberapa pegawai bank).
c) Bank belum melakukan publikasi mediasi perbankan
diseluruh kantornya
Sebagian bank belum melakukan publikasi terkait
mediasi perbankan di kantornya. Dengan demikian nasabah
bank yang bersangkutan tidak mengetahui adanya alternatif
penyelesaian sengketa berupa mediasi perbankan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
dilakukan oleh Bank Indonesia. Padahal publikasi ini
merupakan salah satu sarana untuk edukasi bagi nasabah
(hasil wawancara dengan beberapa pegawai bank).
3) Hambatan yang berasal dari Bank Indonesia:
a) Masih banyak nasabah dan perbankan yang memilih untuk
menyelesaikan sengketanya melalui jalur pengadilan
Masih banyak nasabah yang memilih jalur litigasi atau
pengadilan untuk menyelesaikan sengketanya dengan
perbankan. Hal ini dapat dibuktikan dengan data-data yang
diperoleh oleh penulis ketika melakukan penelitian di
Pengadilan Negeri Surakarta. Beberapa bank yang
menyelesaikan sengketa dengan nasabahnya melalui
Pengadilan Negeri Surakarta pada tahun 2009-2010 antara
lain:
No 2009 2010
1. BCA Bank Capital Indonesia
2. Bank Syariah Mandiri BRI
3. BPR Sabar Artha Palur Bank Century
4. BPR Weleri Makmur Bank Danamon
5. Bank Mega Bank Panin
6. Bank Syariah Mandiri Bank Permata
7. Bank Dipo International Bank Permata
8. BRI dan Bank International Bank Mega
9. Bank Permata BTN
10. Bank Syariah Mandiri Bank Mega Syariah
11. BCA BRI
12. Bank CIMB Niaga BRI
13. BPR Weleri Makmur Bank OCBC NISP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
14. BRI Bank Bukopin
15. Bank Centra Tama Nasional BRI
16. Bank Centra Tama Nasional Bank OCBC NISP
17. Bank Agroniaga Bank Permata
18. BPR Bina Sejahtera Insani
Palur
Bank Danamon
19. Bank Century BPR Bina Sejahtera Insani Palur
20. Bank Permata BPR Artha Sari Sentosa
Tabel 2: Daftar Bank yang Menyelesaikan Sengketa Melalui PN
Surakarta
Sumber: Dokumen Bagian Perdata PN Surakarta
Meskipun sengketa antara nasabah dengan perbankan
diselesaikan melalui pengadilan, namun pada dasarnya
semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan
Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator,
kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur
pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial,
keberatan atas putusan Badan Penylesaian Sengketa
Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 4
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi
sendiri menurut Pasal 1 angka 7 PERMA ini adalah “cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator”.
Namun dari hasil wawancara penulis dengan salah satu
hakim di PN Surakarta diketahui bahwa jarang sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
sengketa antara nasabah dengan perbankan yang selesai
melalui mediasi di pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari
keempat puluh sengketa antara nasabah dengan perbankan
pada tahun 2009-2010 yang telah disebutkan oleh penulis di
atas, hanya 8 sengketa yang dapat diselesaikan melalui
mediasi. 8 sengketa tersebut adalah:
(1) Pada tahun 2009:
Sengketa antara Bank Mega dengan nasabahnya,
Bank Dipo International dengan nasabahnya, Bank
Centra Tama Nasional dengan nasabahnya, Bank
Centra Taman Nasional dengan nasabahnya, dan
Bank Agroniaga dengan nasabahnya.
(2) Pada tahun 2010:
Sengketa antara Bank Capital Indonesia dengan
nasabahnya, Bank OCBC NISP dengan nasabahnya,
Bank Danamon dengan nasabahnya, dan BPR Artha
Sari Sentosa dengan nasabahnya (hasil wawancara
dengan Bapak Suradi, S.H, S.Sos, M.H, hakim
Pengadilan Negeri Surakarta pada Senin, 30 Mei
2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
D. Solusi Yang Dapat Diambil Untuk Mengatasi Problematika Mediasi
Perbankan
1. Solusi Yang Dapat Diambil Terkait Dengan Permasalahan Yang
Dihadapai Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan
a. Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak nasabah
1) Adanya iktikad baik dari nasabah dalam penyelesaian
sengketa dengan perbankan
Apabila terjadi sengketa antara nasabah dengan
perbankan hendaknya nasabah memiliki iktikad baik untuk
menyelesaikannya dengan cara yang baik, misalnya dengan
mengadukan permasalahan tersebut kepada pihak bank agar
dapat dirundingkan dan tidak buru-buru
mempublikasikannya, misal melalui surat pembaca.
Hendaknya juga nasabah tidak buru-buru membawa
permasalahannya untuk diselesaikan melalui pengadilan,
tetapi bisa dipilih alternatif penyelesaian sengketa lain,
misalnya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia.
2) Nasabah bersikap lebih pro aktif
Yang dimaksud dengan bersikap lebih pro aktif
disini adalah bahwa nasabah ketika mendapat tawaran suatu
produk bank hendaknya menanyakan detail produk tersebut
kepada petugas bank, jangan hanya menunggu penjelasan
dari pegawai tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir terjadinya kerugian oleh pihak nasabah akibat
ketidaktahuannya. Selain itu, ketika terjadi kerugian pada
nasabah hendaknya segera dilaporkan kepada pihak bank
yang bersangkutan agar segera dapat ditangani dan
diselesaikan agar persoalan tersebut tidak berlarut-larut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
b. Upaya yang dilakukan oleh pihak perbankan
1) Memberikan perlindungan terhadap nasabah semaksimal
mungkin
Perlindungan yang dapat diberikan oleh bank antara
lain adalah:
a) Transparansi produk
Transparansi produk dilakukan dengan cara
menjelaskan dengan sedetail-detailnya hal-hal yang
terkait dengan produk bank yang bersangkutan kepada
nasabah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya sengketa dikemudian hari.
b) Edukasi
Bank hendaknya melakukan edukasi, baik kepada
nasabah maupun kepada pegawai atau pejabat bank itu
sendiri terkait produk-produknya dan juga cara-cara yang
dapat ditempuh jika menghadapi permasalahan atau
sengketa antara nasabah dengan pihak perbankan,
terutama penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan. Hal ini dikarenakan masih banyak nasabah
dan juga pegawai atau pejabat bank yang belum
mengetahui perihal pelaksanaan dan prosedur mediasi
perbankan oleh Bank Indonesia.
c) Pengaduan nasabah
Hendaknya bank membuka peluang seluas-luasnya
bagi nasabah untuk melakukan pengaduan jika merasa
dirugikan oleh pihak bank. Selain itu bank juga harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
menanggapi pengaduan nasabah tersebut dengan sebaik-
baiknya. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga
kepercayaan nasabah dan menjaga reputasi bank yang
bersangkutan.
d) Mediasi perbankan
Hendaknya bank memberikan informasi yang
seluas-luasnya terkait dengan pelaksanaan mediasi
perbankan oleh Bank Indonesia sebagai alternatif
penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank. Hal
ini sudah diatur dalam Pasal 14 PBI dimana bank wajib
mempublikasikan perihal mediasi ini kepada
nasabahnya, misalnya melalui pemberian brosur, leaflet,
atau pengumuman terkait perlaksanaan mediasi
perbankan.
c. Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak Bank Indonesia
1) Melakukan amandemen terhadap PBI tentang Mediasi
Perbankan yang telah dikeluarkan sebelumnya
Hal yang perlu ditambahkan dalam Peraturan Bank
Indonesia adalah terkait dengan jangka waktu pelaksanaan
mediasi perbankan. Dimana dalam PBI tidak disebutkan
setelah jangka waktu pelaksanaan mediasi perbankan
berakhir tapi belum ada kesepakatan antara kedua belah
pihak maka bagaimana dengan mediasi tersebut. Bolehkah
mediasi tersebut diteruskan atau dianggap selesai begitu saja.
2) Permohonan mediasi perbankan tidak hanya dapat diajukan
ke DIMP yang berada di BI pusat tetapi juga dapat diajukan
melalui KBI yang ada di daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Pelaksanaan mediasi perbankan merupakan
kewenangan dari DIMP yang berada di BI pusat. Dalam Bab
I.6 SEBI Nomor 8/14/DPNP disebutkan bahwa proses
mediasi dapat dilakukan di Kantor Bank Indonesia yang
terdekat dengan domisili nasabah. Tetapi berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan pihak KBI Solo dan KBI
Semarang diketahui bahwa sampai saat ini belum ada
permohonan mediasi perbankan yang dilimpahkan dari
DIMP.
Hendaknya KBI tidak hanya diberi kewenangan
untuk melaksanaan mediasi perbankan saja, tetapi juga untuk
menerima permohonan mediasi perbankan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi penumpukan permohonan
yang masuk ke DIMP sehingga permohonan-permohonan
tersebut dapat segera dilaksanakan. Selain itu dengan
diberikannya kewenangan pada KBI untuk menerima
permohonan mediasi maka diharapkan alternatif penyelesaian
sengketa berupa mediasi perbankan ini dapat lebih dikenal
baik olah nasabah maupun pihak perbankan di daerah.
Dengan demikian, nasabah dan pihak perbankan akan beralih
menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif
penyelesaian sengketa dari pada melalui jalur-jalur lain,
seperti pengadilan.
d. Hendaknya kedua belah pihak yang mengirimkan perwakilan
dalam mediasi perbankan ini dengan disertai kewenangan
memutus
Hal ini dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan
mediasi perbankan. Agar ketika dilakukan perundingan
perwakilan nasabah maupun bank tersebut dapat langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
memberikan keputusan ketika diminta dan tidak harus berunding
dahulu dengan atasannya atau pihak yang diwakili. Ini
dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan mediasi agar
mediasi perbankan ini benar-benar dapat dilakukan dengan cepat,
murah, dan sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
BAB IV
PENUTUP
B. Simpulan
1. Pelaksanaan mediasi Perbankan merupakan tindak lanjut dari
upaya penyelesaian pengaduan nasabah yang tidak dapat
diselesaikan secara internal oleh bank. Landasan hukum
dilaksanakannya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia adalah
PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI Nomor
8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 8/14/DPNP. Penyelenggaraan mediasi
perbankan idealnya dilaksanakan oleh kalangan industri
perbankan sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh asosiasi
perbankan. Namun demikian, pembentukan lembaga mediasi
perbankan yang akan mewadahi pelaksanaan mediasi perbankan
sebagaimana diamanatkan dalam PBI Nomor 8/5/PBI/2006
tentang Mediasi Perbankan belum dapat direalisasikan karena
adanya kendala-kendala. Mengingat penyelenggaraan mediasi
perbankan sangat diperlukan untuk melindungi kepentingan
publik dalam pelaksanaan transaksi keuangan melalui bank, maka
untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan dilaksanakan
oleh Bank Indonesia.
2. Problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi
perbankan jika dikaitkan dengan teori implementasi dari
Lawrence M. Friedman, yaitu pengajuan permohonan dan
pelaksanaan mediasi perbankan masih terpusat di Direktorat
Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) yang terdapat di
Jakarta, ini termasuk dalam teori struktur hukum. Adapun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
hambatan yang termasuk dalam teori substansi hukum adalah ada
hal yang terkait pelaksanaan mediasi perbankan yang belum
diatur dalam PBI Mediasi Perbankan. Dan yang termasuk dalam
teori kultur hukum, yaitu nasabah belum memahami ketentuan
atau prosedur mediasi perbankan, dalam pelaksanaan mediasi
perbankan nasabah diwakili oleh pihak ketiga, pada saat mediasi
bank kerap mengirimkan delegasi atau wakil yang tidak memiliki
kewenangan untuk memutus, masih terdapat sebagian petugas
atau pejabat bank yang belum mengetahui ketentuan tentang
mediasi perbankan oleh Bank Indonesia, bank belum melakukan
publikasi mediasi perbankan diseluruh kantornya, masih banyak
nasabah dan perbankan yang memilih untuk menyelesaikan
sengketanya melalui jalur pengadilan.
3. Solusi yang dapat diambil untuk mengatasi problematika
pelaksanaan mediasi perbankan antara lain adanya iktikad baik
dari nasabah dalam penyelesaian sengketa dengan perbankan,
nasabah bersikap lebih pro aktif, memberikan perlindungan
terhadap nasabah semaksimal mungkin (antara lain dengan
transparansi produk, edukasi, pengaduan nasabah, mediasi
perbankan), melakukan amandemen terhadap PBI tentang mediasi
perbankan yang telah dikeluarkan sebelumnya, permohonan
mediasi perbankan tidak hanya dapat diajukan ke DIMP yang
berada di BI pusat tetapi juga dapat diajukan melalui KBI yang
ada di daerah, hendaknya kedua belah pihak yang mengirimkan
perwakilan dalam mediasi perbankan ini dengan disertai
kewenangan memutus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis memberikan
beberapa saran yang perlu diperhatikan terkait rumusan masalah
penulis, antara lain:
1. Pelaksanaan mediasi perbankan didasarkan pada PBI dan SEBI,
tetapi masih ada ketentuan yang belum dilaksanakan dengan baik,
misalnya terkait publikasi pelaksanaan mediasi perbankan dimana
masih banyak bank yang belum melakukannya. Oleh karena itu,
disarankan kepada pengawas Bank Indonesia ketika melakukan
pemeriksaan on site melihat lebih teliti apakah di bank yang
bersangkutan sudah melakukan publikasi mediasi perbankan. Jika
belum maka hendaknya bank yang bersangkutan diberi sanksi
sesuai dengan peraturan yang ada.
2. Problematika mediasi perbankan muncul dari pihak nasabah,
perbankan, maupun dari Bank Indonesia. Oleh karena itu, kepada
nasabah disarankan untuk bersikap lebih pro aktif dan memiliki
iktikad baik dalam menyelesaikan sengketa dengan bank. Kepada
perbankan disarankan untuk benar-benar melakukan transparansi
produk, edukasi, pengaduan nasabah, dan mediasi perbankan.
Kepada Bank Indonesia disarankan untuk melakukan amandemen
terhadap PBI mediasi perbankan.
3. Solusi yang dapat diambil terkait problematika mediasi perbankan
dapat dilaksanakan dengan baik jika pihak-pihak yang terlibat
mau bekerjasama. Oleh karena itu, kepada perbankan yang
beroperasi berdasarkan prinsip kepercayaan disarankan untuk
dapat menanamkan kepercayaan kepada nasabahnya, misalnya
dengan memberikan pelayanan yang baik, menerima pengaduan
nasabah dan menyelesaikannya dengan baik sehingga nasabah
merasa aman mempercayakan uangnya di bank. Selain itu kepada
Bank Indonesia sebagai pengawas bank disarankan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
bertindak tegas dalam menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh pihak perbankan dimana pelanggaran-
pelanggaran ini dapat berpotensi terhadap reputasi bank dan
merugikan nasabah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Waskito. 2009. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Kawah Media. Arti Kata. Definisi Sengketa. http://www.artikata.com/arti-350210-
sengketa.html> [13 April 2011 pukul 19.30]. Bank Indonesia. Sejarah Bank Indonesia.
http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI /Fungsi+Bank+Indonesia/sejarah/> [1 Maret 2011 pukul 14.40].
Bank Indonesia. Status dan Kedudukan Bank Indonesia. http://www.bi.go.id/web/ id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/> [1 Maret 2011 pukul 14.25].
Bank Indonesia. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia. http://www.bi.go.id/web/id/ Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/> [1 Maret 2011 pukul 14.30].
Direktoral Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank. http://www.djpp.depkumham.go.id/ hukum-bisnis/86-mediasi-perbankan-sebagai-wujud-perlindungan-terhadap-nasabah-bank.html> [5 Oktober 2010 pukul 21:22:35].
Dokumen Bagian Hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Dokumen Bagian Perdata Pengadilan Negeri Surakarta. Dokumen Bagian Sumber Daya Manusia KBI Solo. Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. Dokumen Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Douglas W. Diamond and Philip H. Dybvig. 2008. “Banking Theory, Deposit
Insurance, and Bank Regulation”. The Journal of Business. Vol. 59, No. 1.
Erna Priliasari. 2008. “Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank”. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 5, No. 2-Juni 2008. Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2001. Hukum Arbitrase. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hasan Alwi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Hendri T. Asworo. BI Mediasi Sengketa di Bawah Rp. 2 Miliar. www.bataviase.co. id>[2 Februari 2011 pukul 14.30].
Henry Campbell Black. 1979. Black’s Law Dictionary. United States of America: West Publishing Co.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Heribertus Sutopo. 1988. Pengantar Penelitian, Kualitatif Dasar-dasar Teoritis dan Praktis. Surakarta: UNS Press.
Hermansyah. 2009. Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jamal Wiwoho. 2011. Hukum Perbankan Indonesia. Surakarta: UNS Press. Keputusan Gubernur No. 422/KEP/GBI/INTERN/2002 tanggal 28 Juni 2002.
Lawrence M. Friedman. 2009. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. Jakarta:
Nusa Media.
Munir Fuady. 2003. Hukum Perbankan Modern Buku Satu. Bandung: Citra Aditya Bakti.
NM. Wahyu Kuncoro. Lembaga Mediasi Perbankan. www. KumpulBlogger.com> [4 Februari 2011 pukul 11.00].
Pan Mohamad Faiz. Kemungkinan Diajukannya Perkara Dengan Klausul Arbitrase Ke Muka Pengadilan. http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/09/klausul-arbitrase-dan-pengadilan_18.html> [2 Februari pukul 12.00].
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Pengaduan Nasabah.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.
Peter Salim. 1996. The Contemporary English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press.
Rebel A. Cole and Jeffery W. Gunther.1998. “Predicting Bank Failures: Comparison of On- and Off-Site Monitoring Systems”. Journal of Financial Services Research.
Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan.
Syahrizal Abbas. 2009. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariat, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Takdir Rahmadi. 2010. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Wikipedia Bahasa Indonesia. Negosiasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Negosiasi> [26 Februari 2011 pukul 00:45:37].