penolakan pengadilan terhadap gugatan …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/skripsi...

165
i PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI ANALISIS PUTUSAN NOMOR: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Oleh : KHALIM MUDRIK MASRUHAN NIM : 21208003 JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012

Upload: lekien

Post on 18-Jul-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

i

PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN

PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA

(STUDI ANALISIS PUTUSAN

NOMOR: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh :

KHALIM MUDRIK MASRUHAN

NIM : 21208003

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

2012

Page 2: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

ii

Page 3: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

iii

Page 4: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

iv

Page 5: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

v

Page 6: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh

habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan

tambahan sebanyak itu (pula)" (Q.S al-Kahfi 109).

PERSEMBAHAN

Untuk ayahku Abdul Rosyad dan bundaku Khuzaemah yang telah dipanggil oleh-Nya, isteri dan buah hatiku yang tercinta Muhammad Jangki

Dausat, para guru dan dosen STAIN Salatiga, saudara-saudaraku, sahabat-sahabat

seperjuanganku, serta teman-teman yang selalu memotivasiku.

Page 7: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

vii

KATA PENGANTAR

بسم اهلل انرحمه انرحيم

انحمد هلل رب انعانميه و بً وستعيه عهً امىراند ويا واند يه الحىل والقىة اال باهلل انعهي

انعظيم اشهد ان الانً االاهلل وحدي الشريل نً واشهد ان محمدا عبدي ورسىنً انههم صم وسهم

اما بعد.وبارك عهً سيد وا محمد وعهً انً واصحابً اجمعيه

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam saya

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jalan

yang gelap menuju ke jalan yang terang, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul : “Penolakan Pengadilan Terhadap Gugatan Perceraian

dengan Alasan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Analisis Putusan Nomor:

666/Pdt.G/2011/PA.Sal)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan program S-1 Jurusan Syari‟ah, Program Studi Ahwal Al-

Syakhshiyyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai bila tanpa bantuan dari berbagai

pihak yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan

dan petunjuk yang berharga demi terselesainya skripsi ini. Sehingga pada

kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada:

vii

Page 8: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

viii

1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri (STAIN) Salatiga.

2. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag selaku Kepala Jurusan Syari‟ah Sekolah Tinggi

Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

3. Bapak Ilyya Muhsin, S.HI, M.Si selaku Kepala Program Studi Ahwal Al-

Syakhshiyyah (AHS) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga,

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan

menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Benny Ridwan, M. Hum selaku pembimbing yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. H. Umar Muchlis selaku Ketua Pengadilan Agama Salatiga yang

telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan bapak Hakim, bapak

Panitera, ibu Wakil Panitera dan seluruh pegawai, karyawan dan karyawati

Pengadilan Agama Salatiga yang telah membantu selama kegiatan penelitian

di Pengadilan Agama Salatiga.

6. Ayahanda Abdul Rosyad, Ibunda Khuzaemah (al marhum, al marhumah) dan

istri tercinta yang telah banyak memberi bantuan moral dan spiritual sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman semuanya yang telah bersedia memberikan kritik, saran dan

dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

viii

Page 9: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

ix

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah

SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak

kekurangannya, untuk itu diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi

ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.

Amiiin yaa rabbal „alamiin.

Salatiga, 5 September 2012

penulis,

Khalim Mudrik Masruhan

Page 10: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

x

ABSTRAK

Masruhan, Khalim Mudrik. 2012. Penolakan Pengadilan Terhadap Gugatan

Perceraian dengan Alasan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi

Analisis Putusan Nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal). Skripsi. Jurusan

Syari‟ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Benny Ridwan, M. Hum

Kata Kunci: Penolakan Pengadilan, Gugatan Perceraian, Kekerasan dalam

Rumah Tangga

Penelitian ini merupakan upaya menganalisis putusan Pengadilan Agama

Salatiga nomor: 0666/Pdt.G/2011/PA.Sal tentang pengajuan gugatan perceraian

dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga tahun 2011, pertanyaan utama yang

ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1) Bagaimana Majelis Hakim dalam

menilai alat bukti yang diajukan Penggugat di persidangan yang telah dituangkan

dalam putusan tersebut. 2) Apa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim

dalam putusan yang menolak gugatan Penggugat dengan alasan kekerasan dalam

rumah tangga tersebut.

Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk menjawab rumusan

masalah tersebut diatas adalah menggunakan metode penelitian yurisprudensi

yang memfokuskan penelitian pada studi putusan. Adapun pendekatan yang

digunakan dengan pendekatan yuridis normatif yakni suatu analisis untuk

mengetahui apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang dan

peraturan lain yang berlaku. Teknik pengumpulan data dengan tiga cara, yang

pertama wawancara yakni tanya jawab secara lisan terhadap informan dengan

berhadapan secara langsung, kedua observasi yang diartikan sebagai pengamatan

dan pencatatan terhadap informasi yang didapat selama melakukan penelitian,

ketiga dokumentasi yakni pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan

penyimpanan informasi yang berupa catatan, transkip, buku, dan lain

sebagainya.

Pengajuan gugatan perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga

ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan bahwa alat bukti yang diajukan

Penggugat tidak memenuhi syarat formil pembuktian, meskipun Penggugat sudah

mengajukan alat bukti yang sah, sehingga penilaian Majelis Hakim dalam

pembuktian ini bertentangan dengan pasal 5 (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 pasal 4 (2)

Tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 132, 155, 119 HIR. Majelis Hakim dalam

pertimbangan hukumnya tidak mencantumkan sama sekali pasal-pasal tertentu

peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin

hukum. Hal ini bertentangan dengan pasal 25 (1), pasal 28 (1) Undang-undang

Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman, pasal 14 (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Page 11: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i

HALAMAN LOGO STAIN SALATIGA...........………………………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN …………………………. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………….. v

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……......……………… vi

KATA PENGANTAR.......………………………………………………. vii

ABSTRAK.. ……….…………………………………………………….. x

DAFTAR ISI............................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………... 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………… 5

C. Tujuan Penelitian. ………………………………………… 5

D. Kegunaan Penelitian …....................………………………. 6

E. Penegasan Istilah ………………………………………….. 7

F. Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 8

G. Metode Penelitian …………………………………………. 10

H. Sistematika Penulisan ……………………………………... 14

BAB II PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN

AGAMA DALAM PEMERIKSAAN GUGATAN

PERCERAIAN

A. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama …........………….. 16

B. Gugatan Perceraian …......................................................… 24

C. Hukum Acara Pemeriksaan Perkara Perceraian …......…… 34

D. Hukum Acara Pembuktian .................................................. 47

E. Putusan.................................................................................. 79

Page 12: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

xii

BAB III

PRAKTIK PELAKSANAAN HUKUM ACARA

PERDATA PERADILAN AGAMA DI PENGADILAN

AGAMA SALATIGA DALAM MEMERIKSA DAN

MENGADILI PERKARA GUGATAN PERCERAIAN

A. Profil Pengadilan Agama Salatiga......................................... 90

B. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga ………………… 101

C. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama

Salatiga..............................................................................… 106

D. Proses Pemeriksaan pada Perkara Gugatan Perceraian ….... 122

E. Sikap Hakim Terhadap Dalil-dalil Gugatan Penggugat 136

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

AGAMA SALATIGA YANG MENOLAK GUGATAN

PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA

A. Proses Pemeriksaan Perkara ...........................................….. 138

B. Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Putusan 143

BAB V PENUTUP

A Kesimpulan ………………………………………………... 147

B Saran ………………………………………………………. 149

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tugas pokok Pengadilan Agama sebagaimana dalam Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 2 adalah “menerima, memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya”.

Pengadilan Agama dalam memeriksa perkara di persidangan menghasilkan

tiga macam yaitu putusan, penetapan dan akta perdamaian. Selain itu, ada

pula produk Pengadilan Agama yang bukan merupakan produk sidang tetapi

mempunyai kekuatan hukum seperti putusan sebagai akta otentik yaitu akta

komparasi dan akta keahliwarisan.

Putusan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk

tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka untuk umum,

sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan atau kontensius (Arto,

2007:251). Pengadilan Agama melalui Majelis Hakim dalam menerima,

memeriksa dan mengadili suatu perkara gugatan atau kontensius diakhiri

dengan suatu putusan. Putusan tersebut dapat berupa putusan akhir, putusan

sela, putusan gugur, putusan verstek, putusan tidak menerima, putusan

menolak gugatan Penggugat, putusan mengabulkan gugatan Penggugat

untuk sebagian dan menolak atau tidak menerima selebihnya dan lain

sebagainya.

Pengadilan Agama setelah memeriksa dan mengadili gugatan,

dapat menolak gugatan Penggugat apabila dalam pokok gugatan atau dalil-

Page 14: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

2

dalil gugat tersebut tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat dalam

persidangan. Tentunya Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili

perkara tersebut harus sudah melalui semua tahap pemeriksaan persidangan.

Proses pemeriksaan perkara perdata dilakukan melalui beberapa tahap

dalam hukum acara perdata, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan

tidak berhasil mendamaikan para pihak berperkara. Berkaitan dengan hal

tersebut menurut Arto (2007:83), ”tahap-tahap pemeriksaan perkara perdata

dalam persidangan adalah pertama pembacaan gugatan, kedua jawaban

Tergugat, ketiga Replik Penggugat, keempat Duplik Tergugat, kelima

Pembuktian, keenam kesimpulan, dan yang ketujuh adalah putusan hakim”.

Pembuktian merupakan tahapan pemeriksaan persidangan yang kelima.

Pembuktian atau membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang

kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan di persidangan dalam

suatu persengketaan. Sedangkan menurut Arto (2007:139), “membuktikan

artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta atau

peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum

pembuktian yang berlaku”.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, di Pengadilan Agama

Salatiga ada suatu pengajuan gugatan perceraian dengan alasan terjadinya

kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya

yang diajukan pada tanggal 8-9-2011, nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal.

Namun pengajuan gugatan perceraian tersebut oleh Pengadilan Agama

Salatiga ditolak.

Page 15: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

3

Pemeriksaan persidangan perkara tersebut mulai dari pembacaan

gugatan sampai pada tahap pembuktian, Tergugat tidak hadir setelah

dipanggil secara sah dan patut. Penggugat juga telah mengajukan alat-alat

bukti atau dalil-dalil gugatannya berupa seorang saksi dan salinan putusan

Pengadilan Negeri Salatiga nomor: 45/Pid.Sus/2011/PN.Sal, tanggal 12

Oktober 2011.

Disamping akta otentik berupa putusan dan saksi sebagai alat bukti

yang diajukan Penggugat, antara Penggugat dan Tergugat juga mengadakan

perjanjian perkawinan sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta Nikah

Nomor: 240/231/VIII/1996, tanggal 12 Agustus 1996 yang dikeluarkan oleh

Kantor Urusan Agama Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, yang isinya

sebagai berikut:

Sewaktu-waktu saya:

a. Meninggalkan istri saya dua tahun berturut-turut;

b. Atau, saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan

lamanya;

c. Atau, saya menyakiti badan/jasmani istri saya;

d. Atau, saya membiarkan (tidak meperdulikan) istri saya enam bulan

lamanya, kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya

kepada Pengadilan Agama dan pengaduannya dibenarkan, serta

diterima oleh Pengadilan tersebut, dan istri saya membayar uang

sebesar Rp. 1000,00 (seribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti)

kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

pasal 29 (1) menyebutkan:

Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua

pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis

yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya

berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut

(Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 2001:138).

Page 16: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

4

Perjanjian perkawinan bukan sesuatu yang wajib ada dalam

perkawinan, namun apabila perjanjian taklik talak sudah dibuat maka

perjanjian tersebut tidak dapat dicabut kembali. Hal ini sesuai dengan pasal

46 (3) Kompilasi Hukum Islam yang isinya sebagai berikut, “Perjanjian

taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap

perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat

dicabut kembali” (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam,

2001:328).

Mengenai Hukum Acara Perdata Islam, pengajuan alat bukti diatur

dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 282 yang bunyinya :

Artinya, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang

lelaki (di antaramu) (Q.S, al-Baqarah:282)”.

Surat ath-Thalaq ayat 2 :

Artinya, Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di

antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena

Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman

kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah

niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.S Ath-

Thalaq:2)

Page 17: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

5

Rasulullah SAW bersabda :

انبيىت : روي انبيهقي وانطبراوي باسىاد صحيح ان رسىل صهي اهلل عهيً وسهم قال

(رواي انبيهقي وانطبراوي )عهي انمدعي وانيميه عهي مه اوكر

Artinya, “Bayyinah itu diwajibkan kepada Penggugat dan sumpah itu

diwajibkan kepada orang yang mengingkari”. (H.R, Baihaqi dan Thabarani)

(Sabiq, 1987:42).

Secara bahasa lafal bayyinah dalam hadits tersebut berarti hujjah

(argumentasi), atau burhan (tanda bukti). Sedangkan menurut istilah para

fuqoha, bayyinah adalah segala sesuatu yang diusahakan oleh Penggugat

untuk membenarkan gugatannya dalam memperoleh keputusan yang

diharapkan, sehingga bayyinah itu merupakan syarat mutlak untuk

memperkuat suatu gugatan.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa rumusan masalah pertama bagaimana Majelis Hakim

dalam menilai alat bukti yang diajukan Penggugat di persidangan yang telah

dituangkan dalam putusan tersebut ? Kedua apa yang menjadi dasar

pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan yang menolak gugatan

Penggugat dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah

diuraikan, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu:

Page 18: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

6

1. Untuk mengetahui Majelis Hakim menilai alat bukti yang diajukan

Penggugat di persidangan yang telah dituangkan dalam sebuah putusan.

2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan

yang menolak gugatan Penggugat dengan alasan kekerasan dalam rumah

tangga.

D. Kegunaan Penelitian

Agar tulisan ini dapat memberikan hasil yang berguna secara

keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat

diantaranya:

1. Teoritis

Memberikan sumbangsih terhadap kemajuan perkembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya yang

memiliki kaitan dengan gugatan perceraian sehingga dapat mengungkap

permasalahan-permasalahan yang saling berhubungan erat (inherent) di

dalam proses pembaharuan hukum.

2. Praktis

a. Bagi masyarakat

Memberi wawasan dan pemahaman kepada masyarakat

mengenai gugatan perceraian serta akan dapat menunjukkan ke

arah mana sebaiknya hukum dibina berhubung dengan perubahan-

perubahan masyarakat.

Page 19: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

7

b. Bagi Pengadilan Agama

Memberi masukan tentang perkembangan aspirasi dan

kebutuhan hukum yang terus berkembang dalam masyarakat

tentang gugatan perceraian.

c. Bagi STAIN Salatiga

Memberi masukan kepada akademik tentang masalah

hukum kekeluargaan (ahwal al-syakhshiyyah) yang memiliki

banyak perkembangan dalam masyarakat sehingga menarik untuk

dimasukkan sebagai kurikulum yang nantinya dapat memenuhi

kebutuhan dalam masyarakat serta menunjang pembaharuan hukum

dari hasil penemuan-penemuan di lapangan.

d. Bagi Penulis

Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola

berpikir serta pemenuhan pra-syarat dalam menyelesaikan

pembelajaran ilmu hukum Islam dalam bidang hukum keluarga

(ahwal al-Syakhshiyyah) pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Salatiga.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang

berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul,

maka perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian.

Adapun yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:

Page 20: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

8

1. Penolakan pengadilan adalah gugatan yang diajukan oleh Penggugat ke

pengadilan dalam putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh

semua tahap pemeriksaan, dalil-dalil gugat tidak terbukti (Mardani,

2009:120).

2. Gugatan Perceraian adalah surat-surat yang diajukan oleh Penggugat

kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang yang memuat tuntutan

hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus

merupakan dasar pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu

hak yang berkaitan perceraian.

3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah suatu bentuk penganiayaan

(abuse) secara fisik maupun emosional atau psikologis yang merupakan

suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah

tangga (Awwalin, 2005:21)

F. Tinjauan Pustaka

Penolakan Pengadilan Terhadap Gugatan Perceraian dengan

Alasan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Analisis Putusan Nomor:

666/Pdt.G/2011/PA.Sal) belum pernah diangkat menjadi skripsi. Meskipun

demikian peneliti menemukan judul skripsi yang memilki kaitan dengan

masalah gugatan perceraian yaitu :

1. Kekerasan terhadap Isteri Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan

Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 1999-

2001) yang diangkat oleh Siti Nakiyah fokus pembahasannya adalah

pengertian kekerasan dalam rumah tangga, bentuk dan motif kekerasan

Page 21: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

9

terhadap istri dalam rumah tangga, pandangan Hukum Islam tentang

kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga, data perkara perceraian

yang dikabulkan gugatannya di Pengadilan Agama Salatiga antara tahun

1999-2001 dengan alasan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga.

2. Khulu’ Sebagai Penyebab Putusnya Perkawinan (Studi Kasus di

Pengadilan Agama Salatiga 2004-2005) oleh Wiwien Tri Haryono

dengan fokus penelitian membahas tentang hukum dan syarat talak,

pengertian perceraian, macam-macam talak khulu‟, kasus perceraian dan

sebab khulu‟ di Pengadilan Agama Salatiga, putusnya perkawinan karena

khulu‟.

3. Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga (Studi Komparatif

Terhadap Hukum Islam dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004)

oleh Fithri Awwalin fokus pembahasannya adalah pengertian kekerasan

dalam rumah tangga, latar belakang terjadinya kekerasan dalam rumah

tangga, bentuk-bentuk kekerasan dalam perspektif Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2004 dan Hukum Islam, akibat hukum tindakan

kekerasan yang dilakukan.

4. Pelanggaran Sighot Taklik Talak dalam Pernikahan Sebagai Alasan

Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2002-

2004) oleh Umi Masykuroh fokus pembahasannya adalah pengertian,

dasar hukum dan faktor-faktor perceraian, dasar hukum dan macam-

macam taklik talak, pelanggaran taklik talak sebagai alasan perceraian,

Page 22: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

10

proses penyelesaian perkara dengan alasan pelanggaran taklik talak, data

perceraian yang disebabkan pelanggaran taklik talak.

Berbeda dengan skripsi-skripsi yang sudah ada, disini penulis

menfokuskan pada dasar hukum penolakan Pengadilan Agama terhadap

gugatan perceraian dengan alasan adanya kekerasan dalam rumah tangga,

membahas hukum acara peradilan Agama, tentang alat-alat bukti atau dalil-

dalil gugatan dan pertimbangan khusus apa yang digunakan oleh hakim

dalam menetapkan putusan.

G. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode

penelitian yang diantaranya adalah:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum normatif

(yuridis normatif). Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yaitu

metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan

pustaka atau data sekunder. Dalam penelitian ini yang akan dicari

terkait dengan putusan perceraian.

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang secara

umum bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk

mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data

secermat mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk

Page 23: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

11

menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang penolakan

pengadilan terhadap gugatan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis di Pengadilan Agama

Salatiga Jl. Lingkar Selatan, Kelurahan Cebongan, Kecamatan

Argomulyo, Kota Salatiga. Penulis memilih lokasi tersebut karena

Pengadilan Agama Salatiga yang dalam tugas pokoknya menerima,

memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan

kepadanya, termasuk di dalamnya gugatan perceraian. Disamping itu

penulis mempunyai pertimbangan lain penelitian ini dilakuan di

Pengadilan Agama Salatiga yaitu untuk mengatahui sejauh mana antara

teori dan praktik pelaksanaan undang-undang dan peraturan tentang

Peradilan Agama.

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu:

a. Informan

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi

atau orang yang menjadi sumber data dalam penelitian (Departemen

Pendidikan Nasional, 2002:432). Informan adalah mereka yang

mempunyai banyak pengalaman atau yang berhubungan tentang

masalah yang sedang diteliti. Informan diharapkan dapat memberikan

pandangan mengenai semua hal yang berkaitan dengan latar penelitian

Page 24: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

12

setempat. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua

Pengadilan Agama Salatiga, hakim, panitera.

b. Dokumen

Dokumen adalah surat yang tertulis atau tercetak yang dapat

dipakai sebagai bukti keterangan (Departemen Pendidikan Nasional,

2002:272):

1) Surat gugatan Penggugat

2) Salinan putusan

3) Buku-buku yang memiliki kaitan dengan penelitian ini

4) Artikel ilmiah

5) Arsip-arsip yang mendukung

6) Putusan Hakim

4. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun

data yang diperlukan, relevan serta dapat memberikan gambaran dari

aspek yang akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian

lapangan.

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metodologi

penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan

dengan terjun langsung secara aktif ke lapangan.

Prosedur penelitiannya meliputi:

Page 25: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

13

a. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab secara lisan terhadap

informan dengan berhadapan secara langsung. Wawancara dilakukan

penulis kepada Ketua Pengadilan Agama Salatiga, hakim, panitera.

b. Observasi

Kegiatan ini diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan

terhadap informasi yang didapat selama melakukan penelitian.

Observasi penelitian ini dilakukan di Kantor Pengadilan Agama

Salatiga baik di luar maupun di dalam proses persidangan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan,

dan penyimpanan informasi yang berupa catatan, transkip, buku,

surat kabar, agenda, dan lain sebagainya. Salah dokumentasi yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah berkas secara utuh gugatan

perceraian yang akan diteliti.

5. Analisis Data

Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang

dipakai untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data

tertentu, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang

permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan analisa data deduktif yaitu cara dengan berpikir dan

bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik pada

persoalan yang berkaitan dengan penelitian (Nawawi, 1990:63). Metode

Page 26: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

14

ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah-

kaidah normative dan yuridis dalam perkara gugatan perceraian.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, keabsahan data mempunyai peranan

yang sangat besar, sehingga untuk mendapatkan data yang valid

diperlukan suatu pengecekan. Menurut Nawawi (1992:218), “hasil

penelitian sebelum atau sesudah tersusun sebagai laporan dan bahkan

penafsiran-penafsiran data, perlu dicek kebenarannya, agar waktu

didistribusikan tidak terdapat keragu-raguan.

7. Tahap-tahap Penelitian

Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti, maka

penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama

Salatiga guna mendapatkan data awal dengan bertanya kepada panitera

dan hakim sehingga menghasilkan sebuah catatan-catatan, kemudian

mencari permasalahan yang ada. Data awal dan masalah yang sudah

diperoleh kemudian dilanjutkan dengan proses observasi ke lapangan dan

melakukan wawancara-wawancara kepada informan. Setelah data dan

fakta telah didapatkan langkah selanjutnya adalah proses penyusunan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, sistematika penulisan dapat digambarkan

sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,

Page 27: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

15

tinjauan pustaka, metode penelitian (pendekatan dan jenis penelitian, lokasi

penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,

pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian), dan sistematika

penulisan.

Bab II, Kajian Pustaka yang meliputi: hukum acara perdata

Pengadilan Agama, pembahasan tentang gugatan perceraian, hukum acara

pemeriksaan, hukum acara pembuktian, putusan.

Bab III, Hasil Penelitian dan Pembahasan yang meliputi: profil

Pengadilan Agama Salatiga, kewenangan Pengadilan Agama Salatiga,

administrasi berperkara di Pengadilan Agama Salatiga, proses pemeriksaan

gugatan dalam persidangan, sikap hakim terhadap dalil-dalil gugatan.

Bab IV, Analisis Data yang meliputi: Analisis putusan yang

meliputi proses pemeriksaan perkara, dasar hukum atau pertimbangan yang

dipakai majelis hakim dalam menetapkan putusan.

Bab V, Penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran.

Page 28: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

16

BAB II

PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN AGAMA

DALAM PEMERIKSAAN GUGATAN PERCERAIAN

A. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama

1. Pengertian

Hukum Acara Peradilan Agama adalah peraturan hukum yang

mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata

materiil Peradilan Agama dengan perantaraan hakim Peradilan Agama.

Sedangkan Hamami (2003:24) mengatakan bahwa Hukum

Acara Perdata Peradilan Agama adalah ketentuan-ketentuan yang

mengatur tentang bagaimana cara mengajukan tuntutan hak di pengadilan

di lingkungan Badan Peradilan Agama, bagaimana cara hakim

memeriksa dan memutus perkara yang ditanganinya, dan bagaimana cara

melaksanakan putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan

Badan Peradilan Agama.

Hukum Acara Perdata Peradilan Agama termasuk dalam ruang

lingkup hukum prifat (privat law) disamping Hukum Perdata Materiil.

Hukum Acara Perdata disebut juga Hukum Perdata Formal, karena ia

mengatur tentang proses penyelesaian perkara melalui pengadilan sesuai

dengan norma-norma yang telah ditentukan secara formal sebagaimana

tercantum dalam pasal 54 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama Hukum Acara Perdata yang berlaku di Peradilan

Page 29: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

17

Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Peradilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus.

Adapun Hukum Acara Peradilan Agama yang diatur secara

khusus adalah pertama biaya perkara perceraian dibebankan kepada

penggugat, kedua saksi keluarga yang dihadirkan dalam persidangan,

ketiga sumpah li‟an, keempat perkara perceraian sidang dilaksanakan

dalam sidang tertutup untuk umum, kelima perkara perceraian dengan

harta bersama dalam satu gugatan atau perkara, keenam dalam perkara

perceraian gugatan diajukan di tempat penggugat, ketujuh khulu‟,

kedelapan panggilan tergugat yang ghaib dalam perkara perceraian.

2. Asas Hukum Acara Perdata Peradilan Agama

Pengadilan Agama dalam melaksanakan tugas-tugas

peradilannya harus berpijak pada berbagai asas yang dimilikinya.

Adapun asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama sebagaimana

disebutkan dalam HIR, RBG, Rv, Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989, yaitu:

a. Peradilan Agama adalah peradilan negara.

b. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama

Islam.

c. Peradilan Agama menetapkan dan menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila.

Page 30: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

18

d. Peradilan Agama memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara

berdasarkan hukum Islam.

e. Peradilan Agama dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

f. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

g. Peradilan dilakukan menurut hukum dan tidak membedakan orang.

h. Peradilan dilakukan bebas dari pengaruh dan campur tangan dari luar.

i. Peradilan dilakukan dalam persidangan majelis dengan sekurang-

kurangnya 3 (tiga) orang hakim (ketua dan dua anggota) dengan

dibantu oleh panitera sidang.

j. Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang

mengadili.

k. Hakim bersifat menunggu.

Maksudnya yaitu tidak ada tuntutan hak maka tidak ada

hakim (nemo yudek sine aktore), hakim dianggap tahu (ius curia

novit), inisiatif mengajukan perkara ada pada pihak yang

berkepentingan (inde ne proeedat ex officio).

l. Hakim pasif.

Maksudnya yaitu para pihak yang wajib membuktikan

(verharlungs maxime), sedangkan hakim wajib mengumpulkan bahan

(untersiungs maxime).

m. Hakim aktif dalam memimpin persidangan.

n. Mendengar kedua belah pihak dan tidak memihak.

Page 31: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

19

o. Pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri

kedua pihak.

p. Hakim membantu para pihak.

q. Putusan harus disertai alasan dan memuat dasar hukum.

r. Hakim wajib mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya,

hakim tidak boleh menolak perkara dengan dalih bahwa hukum tidak

atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili.

s. Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia.

t. Setiap putusan atau penetapan dimulai dengan kalimat

Bismillahirrahmanirrahim diikuti dengan Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

u. Terhadap setiap putusan atau penetapan diberikan jalan upaya hukum

menurut undang-undang.

3. Sumber Hukum

a. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement) atau Reglement Indonesia yang

diperbaharui).

b. R.Bg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) atau Rechtsreglement

Buitengenwesten, Staatblad Tahun 1927 Nomor 227.

c. Rv (Reglement of de Burgelijke Rechsvordering) Staatblad Nomor 52,

63 Tahun 1849 apabila tidak ada dalam HIR dan R.Bg.

d. KUH (Kitab Undang-undang Hukum Acara) Perdata Buku III tentang

pembuktian dan daluarsa.

Page 32: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

20

e. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-undang Perkawinan.

f. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, yang telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 dan diubah lagi dengan

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004.

g. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Republik Indonesia yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor

5 Tahun 2004.

h. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, yangg telah diubah denga

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama dan

perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.

i. Undang-undang Nomor 41 Tentang Wakaf.

j. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Biaya Meterai.

k. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

l. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

m. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

n. Undang-undang nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun.

o. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah.

p. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan

Tanah Milik.

Page 33: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

21

q. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Perubahan Kedua Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang

Penyelenggaraan Perasuransian.

r. Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Gubernur Bank Indonesia.

s. Kompilasi Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Ekonomi Islam.

t. Perma (Peraturan Mahkamah Agung).

u. Sema (Surat Edaran Mahkamah Agung).

v. Permenag (Peraturan Menteri Agama).

w. Kepmenag (Keputusan Menteri Agama).

x. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

y. Fatwa Dewan Syariah Nasional.

z. Kitab-kitab fiqh Islam dan sumber hukum tidak tertulis lainnya.

4. Tugas Hakim

Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan

kehakiman mempunyai tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan

mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya

guna menegakkan hukum dan keadilan.

Hakim Peradilan Agama mempunyai tugas untuk menegakkan

Hukum Perdata Islam yang menjadi wewenangnya dengan cara-cara

yang diatur dalam Hukum Acara Peradilan Agama.

Tugas pokok hakim dibagi menjadi dua pertama tugas yustisial

dan kedua tugas bukan di bidang yustisial. Tugas hakim dibidang

yustisial yaitu:

Page 34: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

22

a. Membantu pencari keadilan. Hal ini diatur dalam pasal 5 (2) Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1970. Pemberian bantuan tersebut harus

dalam hal-hal yang dianjurkan oleh hukum acara perdata yaitu dalam

hal-hal sebagai berikut:

1). Membuat gugatan bagi yang buta huruf.

2). Memberi pengarahan tata cara berperkara secara prodeo.

3). Menyarankan penyempurnaan surat kuasa.

4). Menganjurkan perbaikan surat gugatan.

5). Memberi penjelasan tentang alat bukti yang sah.

6). Memberi penjelasan tentang cara mengajukan bantahan dan

jawaban.

7). Bantuan memanggil saksi secara resmi.

8). Memberi penjelasan tentang acara verzet dan rekonpensi.

9). Memberi penjelasan tentang upaya hukum.

10). Mengarahkan dan membantu menformulasikan perdamaian.

b. Mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa.

Perdamaian adalah lebih baik daripada putusan yang

dipaksakan terutama dalam gugatan perceraian, maka hakim harus

lebih bersungguh-sungguh dalam upaya perdamaian.

c. Mengawasi pelaksanaan putusan.

Panitera dan Jurusita yang dipimpin Ketua Pengadilan

merupakan pelaksana putusan dalam perkara perdata. Hakim wajib

Page 35: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

23

mengawasi pelaksanaan putusan tersebut agar putusan dapat

dilaksanakan dengan baik.

d. Memimpin persidangan.

Dalam memimpin persidangan hakim menetapkan hari

sidang, memerintahkan memanggil para pihak berperkara, mengatur

mekanisme sidang, mengambil prakarsa untuk kelancaran sidang,

melakukan pembuktian dan mengakhiri sengketa.

e. Meminutir berkas perkara.

Minutering yaitu tindakan yang menjadikan semua dokumen

perkara menjadi dokumen resmi dan sah.

f. Memberi pengayoman kepada pencari keadilan.

Hakim wajib memberi rasa aman dan pengayoman kepada

pencari keadilan melalui pendekatan secara manusiawi, sosiologi,

psikologi, dan filosofis yang relijius dan sekaligus yuridis.

g. Memeriksa dan mengadili perkara.

Dalam memeriksa dan mengadili perkara hakim harus

mengikuti prosedur hukum acara pemeriksaan.

h. Mengatasi segala hambatan dan rintangan.

Untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya

ringan, maka hakim wajib mengatasi segala rintangan baik yang

berupa tehnis maupun yuridis.

i. Menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Page 36: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

24

Sebagaimana pasal 27 (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970 hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat.

j. Mengawasi penasehat hukum.

Pengawasan terhadap penasehat hukum bertujuan membantu

peradilan apabila terjadi pelanggaran kode etik dan hukum profesi

yang dilakukannya.

Sedangkan tugas hakim bukan dibidang yustisial adalah:

a. Tugas pengawasan sebagai hakim pengawas bidang.

b. Turut melaksanakan hisab, rukyat dan mengadakan kesaksian hilal.

c. Melayani riset untuk kepentingan ilmiah.

d. Sebagai rokhaniwan sumpah jabatan.

e. Memberikan penyuluhan hukum.

f. Tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya.

B. Gugatan Perceraian

1. Pengertian

Gugatan pada prinsipnya didefinisikan sebagai tuntutan hukum

guna pemenuhan hak dan kewajiban tertentu, yang diajukan oleh

seseorang atau lebih (sebagai penggugat) terhadap seseorang atau suatu

badan hukum atau lebih (sebagai tergugat).

Gugatan adalah suatu surat yang diajukan oleh penggugat

kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat

Page 37: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

25

tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus

merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian

kebenaran suatu hak (Arto, 2007:36).

Dengan demikian dapat disimpulkan gugatan perceraian adalah

surat-surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan

Agama yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang didalamnya

mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar pemeriksaan

perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak yang berkaitan dengan

perceraian.

2. Prinsip-prinsip Gugatan

Gugatan yang dibuat oleh penggugat atau kuasanya harus

memenuhi prinsip-prinsip gugatan perdata. Adapun prinsip-prinsip

tersebut adalah :

a. Ada dasar hukum yang jelas. Menurut pasal 118 HIR dan pasal 142

R.Bg, “siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang

lain sehingga mendatangkan kerugian, dan ia tidak mampu

menyelesaikan sendiri persoalan tersebut, maka ia dapat meminta

kepada pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai dengan

hukum yang berlaku”.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka para pihak yang

bermaksud mengajukan gugatan kepada pengadilan harus diketahui

lebih dahulu dasar hukumnya. Gugatan yang tidak ada dasar

hukumnya sudah pasti akan ditolak oleh hakim dalam sidang

Page 38: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

26

pengadilan karena dasar hukum inilah yang menjadi dasar putusan

yang diambilnya.

b. Adanya kepentingan hukum. Suatu tuntutan hak yang akan diajukan

kepada pengadilan yang dituangkan dalam sebuah gugatan, pihak

penggugat harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup. Orang

yang tidak mempunyai kepentingan hukum tidak dibenarkan untuk

menjadi para pihak dalam mengajukan gugatan, oleh karena itu syarat

mutlak untuk dapat mengajukan gugatan adalah kepentingan hukum

secara langsung yang melekat dari penggugat. Tidak setiap orang yang

mempunyai kepentingan dapat mengajukan gugatan, apabila

kepentingan itu tidak langsung dan melekat pada dirinya.

c. Dibuat dengan cermat dan terang. Pada prinsipnya semua gugatan

harus dibuat secara tertulis. Bagi penggugat yang tidak dapat

membaca dan menulis maka gugatan diajukan secara lisan kepada

Ketua Pengadilan Agama (Pasal 118, 120 HIR dan pasal 144 (1)

R.Bg).

Gugatan secara tertulis harus disusun dalam surat gugatan

yang dibuat secara cermat dan terang, jika tidak dilakukan secara

demikian maka akan mengalami kegagalan dalam sidang pengadilan.

Adapun gugatan yang diajukan secara lisan Ketua Pengadilan

Agama dapat menyuruh kepada hakim untuk mencatat segala sesuatu

yang dikemukakan oleh penggugat, maka gugatan tersebut

Page 39: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

27

ditandatangani oleh Ketua Pengadilan atau hakim yang menerimanya

itu.

d. Memahami hukum formil dan materiil. Sebuah gugatan dikatakan

baik dan benar apabila orang yang membuat surat gugatan itu

mengetahui tentang hukum formal dan hukum materiil, sebab kedua

hukum tersebut berkaitan erat dengan seluruh isi gugatan yang akan

dipertahankan dalam sidang pengadilan.

e. Merupakan suatu sengketa. Gugatan yang diajukan kepada pengadilan

harus bersifat sengketa, dan persengketaan itu telah menyebabkan

kerugian dari pihak penggugat, sehingga perlu diselesaikan melalui

pengadilan sebagai instansi yang berwenang dan tidak memihak.

3. Susunan Gugatan Perceraian

Dalam HIR dan R.Bg tidak disebutkan secara tegas dan rinci

tentang bagaimana seharusnya gugatan itu disusun. Siapapun bebas

menyusun dan merumuskan surat gugatannya asal cukup memberikan

keterangan tentang kejadian materiil yang menjadi dasar gugatan.

Menurut pasal 8 (3) Rv menyebutkan, “surat gugat harus dibuat

secara sistematis dengan unsur-unsur identitas para pihak, dalil-dalil

kongkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dari

gugatan serta petitum atau apa yang diminta atau dituntut”.

a. Identitas para pihak berperkara (persona standi on judicio) yang

meliputi pertama nama lengkap beserta bin atau binti dan aliasnya,

kedua tempat dan tanggal lahir, ketiga agama, keempat pekerjaan,

Page 40: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

28

kelima tempat tinggal atau domisili, keenam kedudukannya sebagai

pihak dalam perkara yang diajukan ke pengadilan. Bagi para pihak

dalam gugatannya memakai advokat, maka identitas advokat juga

dicantumkan dalam gugatan tersebut.

b. Posita atau fundamentum petendi. Posita merupakan dalil-dalil

kongkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar

serta alasan-alasan daripada tuntutan. Posita terdiri dari dua bagian

yaitu pertama bagian yang menguraikan tentang kejadian atau

peristiwa hukum (feitelijke gronden).

Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan

“Perkawinan dapat putus karena: a. kematian, b. perceraian, c. atas

keputusan pengadilan”. Sedangkan dalam pasal 116 Kompilasi

Hukum Islam menyebutkan bahwa alasan-alasan perceraian yaitu:

Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,

pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan,

salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah

atau karena hal lain diluar kemampuannya, salah satu pihak

mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung, salah satu pihak

melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain, salah satu pihak mendapat cacat

badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai suami atau isteri, antara suami dan isteri

terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak

ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, suami

melanggar taklik talak, peralihan agama atau murtad yang

menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Erat kaitannya dengan posita atau fundamentum petendi yang

disebutkan dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yaitu tentang

Page 41: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

29

alasan-alasan yang dapat diajukan oleh penggugat ke Pengadilan

Agama dalam gugatan perceraiannya dengan alasan kekerasan dalam

rumah tangga yang sampai saat ini persoalan tersebut sering muncul di

masyarakat. Persoalan tersebut sering dibawa ke Pengadilan Agama

sebagai dasar alasan gugatan perceraian.

a. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga

Kata kekerasan mengingatkan penulis pada suatu keadaan,

situasi ataupun perlakuan yang menimbulkan rasa sakit, tidak

nyaman dan berbagai bentuk kerugian baik secara fisik maupun

emosional psikologis. Faqih (1997:17) mengatakan “kekerasan

adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas

(keutuhan) mental psikologis seseorang”. Kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah

tangga baik oleh suami maupun oleh istri.

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004

Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pengertian

kekerasan dalam rumah tangga adalah

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang

berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara

fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,

atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam

lingkup rumah tangga.

b. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga

Berdasarkan pengertian kekerasan dalam rumah tangga

sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1 Undang-undang

Page 42: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

30

Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga, maka bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah

tangga dapat berupa:

1) Kekerasan fisik

Yaitu bentuk yang paling nyata dan mudah

diidentifikasi. Serangan secara fisik ini berupa pemukulan

tangan, menampar, dibenturkan ke tembok, mendorong,

menjepit, mencekik, menendang, menempeleng dan lain-lain.

2) Kekerasan secara psikologis

Bentuk kekerasan ini berupa tindakan pengendalian,

manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan

penghinaan dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi

sosial, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau

menghina.

3) Kekerasan seksual

Kekerasan seksual dapat berupa kekerasan seksual

ringan dan kekerasan seksual berat. Kekerasan seksual ringan

berupa pelecehan seksual secara verbal misalnya: gurauan

porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal,

seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan

lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki

korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.

Page 43: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

31

Sedangkan kekerasan seksual berat berupa pelecehan

seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ

seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain

yang menimbulkan rasa muak atau jijik, terteror, terhina dan

merasa dikendalikan.

4) Kekerasan secara ekonomis

Yaitu tindakan eksploitasi, manipulasi dan

pengendalian lewat sarana ekonomi misalnya: memaksa korban

bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran, melarang

korban bekerja tetapi menelantarkannya, mengambil tanpa

sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan

atau memanipulasi harta benda korban.

c. Motif Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Ada beberapa hal penyebab atau motifasi tindakan

kekerasan dalam rumah tangga yaitu:

1) Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara.

2) Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan

anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun.

3) Kekerasan dalam rumah tangga dianggap bukan sebagai

permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi

suami istri, orang lain tidak boleh ikut campur.

4) Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul

anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.

Page 44: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

32

Dengan demikian kekerasan dalam rumah tangga dapat

dikategorikan dalam pelanggaran taklik talak atau salah satu pihak

melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan

pihak lain sehingga hal tersebut dapat dijadikan dasar dalam posita

gugatan perceraian.

Menurut Manan (2006:25), “cara menyusun gugatan dikenal

dua teori yaitu substantiering theorie dan individualisering theorie”.

Teori substansi yaitu merumuskan peristiwa hukum dengan

menjelaskan fakta-fakta yang mendahuluinya sebagai penyebab

timbulnya suatu peristiwa hukum.

Sedangkan teori individual yaitu merumuskan peristiwa

hukum dalam gugatan dengan memperlihatkan secara jelas hubungan

hukum yang menjadi dasar gugatan, tetapi tidak mengemukakan

secara rinci kronologi terjadinya hubungan hukum itu.

Bagian kedua menguraikan tentang dasar hukumnya

(rechtgronden) yaitu fakta-fakta dan dasar hukum dengan menunjuk

sifat melawan hukum, ketentuan hukum ataupun asas-asas hukum

mana saja yang sudah dilanggar berdasarkan fakta-fakta perbuatan

atau peristiwa.

c. Petitum.

Petitum adalah apa yang diminta atau diharapkan oleh

penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan yang harus

dirumuskan secara jelas dan tegas.

Page 45: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

33

Dalam praktik peradilan, petitum atau tuntutan dibagi tiga

bagian yaitu :

1). Tuntutan primer atau tuntutan pokok . Tuntutan ini merupakan

tuntutan yang sebenarnya, atau apa yang diminta oleh penggugat

sebagaimana yang dijelaskan dalam posita.

2). Tuntutan tambahan. Tuntutan tambahan merupakan tuntutan

pelengkap daripada tuntutan pokok.

3). Tuntutan subsider atau pengganti. Tuntutan subsider diajukan

untuk mengantisipasi barangkali tuntutan pokok dan tuntutan

tambahan tidak diterima oleh hakim.

4. Kumulasi Gugatan

Kumulasi gugatan yaitu gabungan beberapa gugatan hak atau

gabungan beberapa pihak yang mempunyai akibat hukum yang sama,

dalam satu proses perkara.

Ada beberapa macam kumulasi gugatan yaitu:

a. Kumulasi suyektif yaitu penggabungan beberapa penggugat atau

tergugat dalam satu gugatan.

b. Kumulasi obyektif yaitu penggabungan beberapa tuntutan terhadap

beberapa peristiwa hukum dalam satu gugatan. Pasal 66 (5) dan pasal

86 (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 mengatakan bahwa

gugatan masalah penguasaan anak, nafkah isteri, dan harta bersama

sumai isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian,

ataupun sesudah perceraian terjadi.

Page 46: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

34

c. Intervensi yaitu ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu proses perkara.

Intervensi ada 3 (tiga) macam yaitu:

1). Voeging yaitu masuknya pihak ketiga atas kehendaknya sendiri

untuk membantu salah satu pihak menghadapi pihak lawan.

2). Vrijwaring yaitu masuknya pihak ketiga ditarik oleh tergugat

dengan maksud agar ia menjadi penanggung bagi tergugat.

3). Tusencomst yaitu masuknya pihak ketiga dalam proses suatu

perkara yang sedang berjalan untuk membela kepentingannya

sendiri.

C. Hukum Acara Pemeriksaan Perkara Perceraian

1. Pemanggilan Para Pihak

Penyampaian surat panggilan kepada para pihak merupakan

tahap pertama pemeriksaan perkara yang diawali dengan ditetapkannya

pelaksanaan hari persidangan perkara oleh Ketua Majelis Hakim, yang

disingkat dengan PHS. Penetapan pelaksanaan sidang atas perkara

tersebut, jarak antara hari dan tanggal dibuatnya Penetapan Majelis

Hakim (PMH) dengan hari sidang disesuaikan dengan kondisi para pihak

berperkara (jarak jauh dekatnya).

Bagi para pihak yang diketahui alamatnya di wilayah Hukum

Republik Indonesia, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak

perkara tersebut terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama. Sedangkan

bagi para pihak yang berdomisili di luar negeri, tenggang waktunya

sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, dan bagi para pihak yang tidak

Page 47: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

35

diketahui tempat kediamannya yang jelas tenggang waktunya sekurang-

kurangnya 4 (empat) bulan sejak perkara tersebut terdaftar di

Kepaniteraan Pengadilan Agama. Hal ini diatur dalam pasal 68 (1), 80

(2), Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan pasal 27, 29 (30)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

Jurusita atau Jurusita Pengganti dalam menyampaikan surat

panggilan kepada para pihak berperkara harus disampaikan secara patut

dan resmi. Panggilan yang patut dan resmi sesuai dengan ketentuan pasal

26, 27 dan 28 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 390

HIR serta pasal 718 R.Bg yaitu:

a. Tenggang waktu antara diterimanya surat panggilan dengan hari dan

tanggal sidang sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari.

b. Penyampaian surat panggilan dilakukan di tempat domisili para pihak

secara pribadi langsung. Apabila Jurusita atau Jurusita Pengganti tidak

bertemu yang bersangkutan, maka penyampaian surat panggilan

dilakukan melalui Kepala Desa atau Kepala Kelurahan tempat

kediaman yang dipanggil.

c. Untuk tergugat dalam surat panggilannya yang pertama dilampirkan

salinan surat gugatan yang dibuat penggugat.

Jurusita atau Jurusita Pengganti yang menyampaikan surat

panggilan kepada para pihak berperkara yang berdomisili di luar negeri

dilakukan melalui perwakilan Indonesia setempat. Tenggang waktu patut

dan resminya pemanggilan sekurang-kurangnya adalah 6 (enam) bulan.

Page 48: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

36

Aturan dalam menyampaikan surat panggilan yang patut dan

resmi bagi pihak tergugat yang tidak diketahui alamatnya di wilayah

Hukum Republik Indonesia sesuai ketentuan pasal 27 (1), (2) dan (3)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu:

a. Panggilan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu 1

(satu) bulan antara panggilan pertama dengan panggilan yang kedua,

dan panggilan kedua dengan pelaksanaan hari dan tanggal persidangan

sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.

b. Panggilan dilakukan dengan cara menempelkan salinan surat gugatan

pada papan pengumuman dan mengumumkannya melalui media masa.

Segala peristiwa yang ditemui oleh Jurusita atau Jurusita

Pengganti saat menyampaikan surat panggilan, apakah ia bertemu

langsung atau tidak dengan yang dipanggil, bagaimana cara ia

menyampaikannya, harus dicatat dalam berita acara panggilan.

Setelah Jurusita atau Jurusita Pengganti selesai

melaksanakannya, kemudian surat panggilan tersebut diserahkan kepada

Ketua Majelis Hakim yang akan memeriksa perkara tersebut sebagai

bukti bahwa para pihak telah dipanggil.

Setelah para pihak berperkara mendapatkan surat panggilan dari

pengadilan supaya datang menghadap di persidangan yang telah

ditentukan hari dan tanggalnya, maka dimulai sidang pertama

pemeriksaan perkara tersebut oleh Majelis Hakim.

Page 49: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

37

Sidang pertama yaitu sidang yang ditunjuk atau ditetapkan

menurut yang tertera dalam Penetapan Hari Sidang (PHS) yang

ditetapkan oleh Ketua Majelis Hakim, atau juga dapat diartikan sidang

yang akan dimulai pertama kali menurut surat panggilan.

Dalam sidang pertama tersebut, para pihak yang telah dipanggil

untuk hadir dalam sidang ada beberapa kemungkinan yaitu:

a. Penggugat tidak hadir, sedangkan tergugat hadir, maka Majelis

Hakim dapat menyatakan gugatan dinyatakan gugur, atau menunda

persidangan sekali lagi untuk memanggil penggugat.

b. Tergugat tidak hadir, sedangkan penggugat hadir, maka Majelis

Hakim dapat menunda persidangan untuk memanggil tergugat sekali

lagi. Dalam hal ini, Arto (2007:87) menyatakan Majelis Hakim tidak

dapat menjatuhkan putusan verstek dalam perkara perdata perceraian,

karena menurut pendapat Mahkamah Agung terbaru, khusus perkara

perceraian hanya dapat dijatuhkan apabila dalil-dalil gugat telah

dibuktikan dalam persidangan.

c. Tergugat tidak hadir tetapi mengirim surat jawaban. Walaupun telah

dipanggil dengan patut dan resmi tergugat tetap tidak datang hanya

mengirimkan surat jawaban maka surat itu tidak perlu diperhatikan

dan dianggap tidak pernak ada, kecuali jika surat itu berisi tentang

perlawanan (eksepsi) tentang kewenangan relatif pengadilan maka hal

tersebut harus diperiksa oleh Majelis Hakim dan diputus setelah

mendengar dari penggugat (pasal 125 (2) HIR).

Page 50: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

38

d. Penggugat dan tergugat tidak hadir dalam persidangan. Jika penggugat

dan tergugat tidak hadir dalam sidang pertama, maka sidang harus

ditunda dan atau para pihak berperkara dipanggil lagi sampai dapat

diajukan putusan gugur atau verstek atau perkara dapat diperiksa.

e. Penggugat dan tergugat hadir dalam persidangan. Jika para pihak

hadir semua dalam persidangan, maka Majelis Hakim sebelum

memulai memeriksa pokok perkaranya wajib berusaha mendamaikan

para pihak.

Dalam sengketa yang berkaitan dengan status seseorang

(perceraian) maka tindakan Majelis Hakim dalam mendamaikan para

pihak yang bersengketa untuk menghentikan persengketaannya adalah

mengupayakan tidak terjadinya perceraian.

2. Perdamaian

Asas umum sebelum memeriksa pokok perkara hakim harus

mengupayakan perdamaian bagi pihak-pihak yang bersengketa cukup

pada sidang pertama saja. Hal ini ditegaskan dalam pasal 130 HIR dan

pasal 154 R.Bg.

Berbeda dengan perkara perceraian yang merupakan perkara

khusus sebagaimana pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan

pasal 143 Kompilasi Hukum Islam, maka upaya mendamaikan

merupakan kewajiban hukum hakim untuk dilaksanakan usahanya

selama proses pemeriksaan sidang.

Page 51: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

39

Usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang

pemeriksaan pada semua tingkat peradilan, yaitu tingkat pertama, tingkat

banding maupun kasasi selama perkara belum diputus dan mempunyai

kekuatan hukum tetap pada tingkat tersebut, jadi tidak hanya dalam

ringkat pertama sebagaimana lazimnya perkara perdata.

Apabila upaya perdamaian yang dilakukan hakim tidak tercapai,

selama proses pemeriksaan perkara dalam persidangan, maka

pemeriksaan pokok perkara diteruskan sampai selesai. Namun apabila

upaya tersebut berhasil, maka dibuatkanlah akta perdamaian di muka

pengadilan.

Para pihak yang bersengketa mohon kepada Majelis Hakim agar

persetujuan perdamaian itu dikukuhkan dalam suatu keputusan dan

disebut dengan putusan perdamaian. Formulasi isi dan perjanjian

perdamaian itu dibuat sendiri oleh para pihak yang berperkara yang

dituangkan dalam suatu akta, para pihak yang bersengketa

menandatangani akta perdamaian tersebut. Atas dasar akta perdamaian

tersebut Majelis Hakim menjatuhkan putusan perdamaian sesuai isi

persetujuan dengan diktum menghukum kepada pihak-pihak untuk

mentaati dan melaksanakan isi perjanjian tersebut.

Suatu persetujuan disebut berbentuk akta perdamaian, jika

persetujuan perdamaian terjadi tanpa campur tangan hakim. Akta

perdamaian kekuatan hukumnya sama dengan putusan dan tidak dapat

diajukan gugatan cerai berdasarkan alasan yang sama.

Page 52: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

40

3. Pembacaan Gugatan

Pembacaan gugatan dilakukan oleh penggugat langsung atau

kuasanya yang sah, kecuali kalau penggugat buta huruf maka pembacaan

gugatan diserahkan kepada panitera sidang.

Pada dasarnya menurut asas hukum acara perdata persidangan

harus dalam keadaan terbuka untuk umum, untuk pemeriksaan sengketa

perkawinan persidangan harus dalam keadaan tetutup untuk umum (pasal

68 (2), pasal 80 (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, pasal 33

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). Pelanggaran atas asas ini

berakibat putusannya batal demi hukum.

Pada tahap pembacaan gugatan terdapat beberapa kemungkinan

dari penggugat pertama mencabut gugatan, kedua mengubah gugatan,

ketiga mempertahankan isi gugatan.

Perubahan gugatan berupa menambah, melengkapi atau

memperbaiki gugatan diperbolehkan selama tidak merugikan

kepentingan penggugat dalam menyampaikan pembelaannya, tidak

melampaui batas-batas materi pokok gugatan yang dapat merugikan pada

hak pembelaan tergugat.

Dalam praktik pelaksanaan atas kebolehan penggugat merubah

gugatannya dimaksudkan untuk membantu masyarakat yang awam

tentang hukum. Sebagaimana tugas hakim membantu para pihak

berperkara, apabila masih merasa bahwa surat gugatan masih perlu

dilengkapi dan diperjelas. Majelis Hakim akan memberikan pertanyaan-

Page 53: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

41

pertanyaan kepada penggugat, dan jawaban-jawaban penggugat atas

pertanyaan Majelis Hakim tersebut dicatat dalam berita acara

persidangan serta dianggap sebagai perbaikan, penambah atau perubahan

gugatan.

Dalam hal akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada

pihak penggugat, sebelumnya Majelis Hakim harus mengingatkan

kepada tergugat agar jawaban-jawaban penggugat disimak dan dicatat,

sebagai bahan bagi tergugat dalam menyampaikan pembelaan atau

jawabannya.

4. Jawaban

Dalam pasal 121 (2), 132 (1) HIR, pasal 154 (2), 158 (1) R.Bg,

menyebutkan tergugat dapat mengajukan jawaban baik secara tertulis

maupun lisan. Tergugat harus hadir secara pribadi atau diwakilkan dalam

memberikan jawaban tersebut.

Apabila tergugat atau kuasanya tidak hadir dalam sidang

meskipun mengirim surat jawabannya, tetap dinilai tidak hadir dan

jawabannya itu tidak perlu diperhatikan, kecuali dalam hal jawaban yang

berupa eksepsi.

Pada tahap jawaban ada beberapa kemungkinan yang dilakukan

tergugat yaitu eksepsi, mengakui semua isi gugatan, membantah semua

isi gugatan, mengakui dengan klausul, berbelit-belit (referte) dan gugat

balik (rekonpensi).

Page 54: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

42

Eksepsi adalah sanggahan terhadap gugatan yang tidak

mengenai pokok perkara dengan maksud menghindari gugatan dengan

cara agar Majelis Hakim menetapkan gugatan tidak dapat diterima atau

ditolak.

Eksepsi dapat dilakukan dalam jawaban tergugat baik eksepsi

formil maupun eksepsi materiil. Eksepsi formil yaitu eksepsi yang

berdasarkan hukum formil yang meliputi:

a. Nebis in idem yaitu eksepsi terhadap suatu perkara tidak dapat diputus

dua kali, sehingga suatu perkara yang sama antara pihak-pihak yang

sama di pengadilan yang sama pula, tidak dapat diputus lagi.

b. Diskualifikator yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa penggugat tidak

mempunyai hak untuk mengajukan gugatan atau penggugat salah

menentukan tergugat baik tentang orangnya maupun identitasnya.

c. Obscuurlibel yaitu karena gugatan kabur, tidak jelas dan tidak dapat

dipahami, baik mengenai susunan kalimatnya, formatnya atau

hubungan satu sama lain yang tidak saling mendukung atau

bertentangan.

d. Eksepsi tidak berwenang secara absolut, yaitu Pengadilan Agama

tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh

penggugat tetapi menjadi wewenang Pengadilan lain.

e. Eksepsi tidak berwenang secara relatif, yaitu Pengadilan Agama yang

dituju tidak berwenang mengadili gugatan penggugat tetapi menjadi

wewenang Pengadilan Agama lain.

Page 55: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

43

Eksepsi materiil yaitu eksepsi berdasarkan hukum materiil yang

terdiri dari:

a. Dilatoir exceptie yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan

penggugat tidak dapat dikabulkan karena belum memenuhi syarat

secara hukum.

b. Peremtoir exceptie yaitu eksepsi yang dilakukan tergugat karena

penggugat terlambat mengajukan gugatan yang bertujuan unutk

menghalangi dikabulkannya tuntutan penggugat.

Apabila tergugat dalam jawabannya itu mengakui seluruh dalil

gugatan secara bulat, maka perkara dianggap telah terbukti dan gugatan

dapat dikabulkan seluruhnya, kecuali dalam perceraian.

Khusus dalam perceraian, meskipun tergugat mengakui, hakim

harus berusaha menemukan kebenaran materiil alasan cerai dengan alat

bukti yang cukup, sebab Undang-undang Perkawinan mempunyai prinsip

mempersulit perceraian, karena berdampak berat bagi kedua belah pihak

dan anak-anak mereka.

Namun apabila tergugat membantah semua isi gugatan, maka

pemeriksaan perkara dilanjutkan pada tahap berikutnya sampai dapat

dibuktikan atau tidaknya dalil-dalil gugat.

Pengakuan tergugat harus diterima seutuhnya dan tidak boleh

dipisahkan, apabila tergugat mengakui isi gugatan dengan syarat-syarat

(klausula) serta pemeriksaan perkara dilanjutkan sampai semua tahap

pemeriksaan dilakukan.

Page 56: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

44

Tergugat kadang-kadang dalam jawabannya berbelit-belit

(referte) atau menyerahkan kepada kebijaksanaan Majelis Hakim, pasrah

atau tidak membantah dan tidak pula membenarkan, maka pemeriksaan

dilanjutkan seperti biasa.

Ada kalanya tergugat mengajukan gugat balik (rekonpensi) yaitu

gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat bukan kuasanya

dalam sengketa antara keduanya dalam segala hal. Rekonpensi diajukan

sebagaimana disebutkan dalam pasal 132 (2) HIR dan pasal 158 (2) R.Bg

bersamaan dengan jawaban tergugat sampai sebelum tahap pembuktian.

5. Replik

Dalam tahap ini Majelis Hakim memberi kesempatan kepada

penggugat untuk menanggapi jawaban tergugat sesuai dengan

pendapatnya, apakah mempertahankan isi gugatannya, menambah

keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas dalil-dalinya, atau

mungkin penggugat merubah sikap karena adanya jawaban tersebut

dengan membenarkan atau membantahnya.

6. Duplik

Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian Majelis

Hakim memberi kesempat pula kepada tergugat untuk menanggapinya

sesuai dengan pendapatnya. Dalam tahap ini mungkin juga tergugat

bersikap seperti penggugat dalam repliknya tersebut.

Acara replik dan duplik (jawab-menjawab) dapat diulangi

sampai ada titik temu antara penggugat dan tergugat dengan maksud

Page 57: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

45

untuk mengetahui dan menentukan pokok perkara, dan atau dianggap

cukup oleh Majelis Hakim.

Apabila acara jawab-menjawab ini dianggap telah cukup namun

masih ada hal-hal yang tidak disepakati oleh penggugat dan tergugat

sehingga perlu dibuktikan kebenarannya, maka acara dilanjutkan ke

tahap pembuktian.

7. Pembuktian

Pembuktian adalah suatu tindakan atau perbuatan untuk

meyakinkan Majelis Hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang

dikemukakan oleh masing-masing pihak yang bersengketa.

Pembuktian ini bertujuan untuk menetapkan hukum diantara

para pihak berperkara yang menyangkut suatu hak, sehingga diperoleh

suatu kebenaran yang memiliki nilai keadilan. Tentang kebenaran

tersebut dalam acara perdata Peradilan Agama yang dicari adalah

kebenaran formil, yakni hakim dilarang melampaui batas yang diajukan

oleh pihak yang berperkara (pasal 178 (3) HIR, pasal 189 (3) R.Bg).

Disebabkan pembuktian itu ditujukan untuk menetapkan hukum

diantara kedua belah pihak yang bersengketa, mengacu pada pasal 163

HIR, pasal 283 R.Bg, maka setiap orang yang mendalilkan bahwa ia

mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah

suatu hak orang lain menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan

membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Dalam proses gugatan

perceraian, beban pembuktian dapat ditujukan kepada penggugat,

Page 58: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

46

tergugat, maupun pihak ketiga yang melakukan intervensi. Prinsip

dasarnya siapa yang mendalilkan maka ia wajib membuktikannya.

8. Kesimpulan

Pada tahap kesimpulan atau konklusi, baik penggugat maupun

tergugat diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat

akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan perkara selama

sidang berlangsung, menurut pandangan masing-masing.

Kesimpulan dalam hal ini adalah uraian akhir yang memaparkan

suatu konklusi dari seluruh pemeriksaan perkara dimaksudkan agar

Majelis Hakim pemeriksa perkara akan lebih mudah dalam memahami

pokok perkaranya, sebelum mengambil putusan akhir. Pembuktian

kesimpulan akhir bukanlah sesuatu yang wajib, karena hal itu lahir dari

kebiasaan disamping memang tidak ada ketentuan hukum yang

mengaturnya.

9. Musyawarah Majelis Untuk Mengambil Putusan

Musyawarah Majelis Hakim merupakan perundingan yang

dilaksanakan untuk mengambil keputusan terhadap suatu perkara yang

diajukan kepadanya dan sedang diproses dalam persidangan Pengadilan

Agama yang berwenang. Musyawarah Majelis Hakim dilaksanakan

secara rahasia, maksudnya apa yang dihasilkan dalam rapat Majelis

Hakim tersebut sampai putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum. Tujuan diadakannya musyawarah majelis ini adalah untuk

menyamakan persepsi agar terhadap perkara yang sedang diadili dapat

Page 59: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

47

dijatuhkan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku.

Musyawarah Majelis Hakim merupakan tahap akhir persidangan

yang bersifat menyimpulkan dari hasil tindakan sebelumnya, yakni acara

jawab menjawab dan pembuktian. Tujuan disamping untuk menyamakan

persepsi, juga bertujuan untuk menentukan peraturan hukum apakah yang

menguasai atau yang paling tepat atas sengketa kedua belah pihak.

Majelis Hakim dalam acara ini harus menemukan hukumnya.

Dalam mengemukakan hukumnya, yang tertuang dalam

putusan, Majelis Hakim dalam mempertimbangkan putusannya, oleh

karena jabatannya wajib menyertakan alasan-alasan hukumnya, bukan

hanya yang yang disebutkan oleh para pihak, namun Majelis Hakim juga

harus menambah dasar-dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh para

pihak berperkara, hal ini diatur dalam pasal 189 R.Bg, pasal 178, 179

HIR.

D. Hukum Acara Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian dalam arti luas adalah kemampuan penggugat atau

tergugat memanfaatkan hukum pembuktian untuk mendukung dan

membenarkan hubungan hukum dan peristiwa peristiwa yang didalilkan

atau dibantah dalam hubungan hukum yang diperkarakan. Sedangkan

dalam arti sempit, pembuktian hanya diperlukan sepanjang mengenai hal-

Page 60: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

48

hal yang dibantah atau hal-hal yang masih disengketakan atau hanya

sepanjang yang menjadi perselisihan di antara pihak yang beperkara.

Sehubungan dengan hal ini Manan (2006:227) memberi batasan

tentang pengertian pembuktian yaitu upaya para pihak yang berperkara

untuk meyakinkan hakim akan kebenaran peristiwa atau kejadian yang

diajukan oleh para pihak yang bersengketa dengan alat-alat bukti yang

telah ditetapkan oleh undang-undang.

Sedangkan R. Subekti yang dikutip Manan (2006)

mendefinisikan pembuktian adalah suatu daya upaya para pihak

berperkara untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang

dikemukakannya di dalam suatu perkara yang sedang dipersengketakan

di muka pengadilan, atau yang diperiksa oleh hakim.

Dengan demikian pembuktian artinya mempertimbangkan

secara logis kebenaran suatu fakta atau peristiwa berdasarkan alat-alat

bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku.

2. Asas-Asas Pembuktian

Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata yang terpenting ada 10

(sepuluh) macam, semuanya erat kaitannya dengan sifat khas dari

Hukum Acara Perdata selaku induk dari Hukum Pembuktian Perdata.

Oleh Karena itu asas-asas Hukum Pembuktian Perdata ini tidak bisa

dilepaskan dari asas-asas Hukum Acara Perdata pada umumnya.

Page 61: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

49

a. Asas Audi Et Alteram Partem

Asas yang paling utama dari Hukum Pembuktian adalah asas

Audi Et Alteram Partem yaitu asas kesamaan prosesuil dari para pihak

yang berperkara. Berdasarkan asas ini Majelis Hakim tidak boleh

menjatuhkan putusan sebelum memberi kesempatan untuk

mendengarkan kedua pihak. Dalam hal putusan verstek, dianggap

Majelis Hakim sudah memberi kesempatan kepada kedua pihak, tetapi

kesempatan itu tidak digunakan oleh tergugat.

b. Asas Ius Curia Novit

yaitu asas dimana hakim selalu difiksikan mengetahui akan

hukumnya dari setiap kasus yang diadilinya. Menurut asas ini, Majelis

Hakim sama sekali tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara

hingga putus dengan alasan tidak mengetahui hukumnya, atau

hukumnya belum ada. Dalam hal hukumnya jelas belum ada, Hakim

harus menggunakan metode Analog dan Argumentum A Contrario.

Oleh katrena itu maka para pihak berperkara yang wajib untuk

membuktikan peristiwanya, sedang Majelis Hakim hanya

membuktikan masalah hukumnya.

c. Asas Nemo Testis Indoneus In Propria Causa

Asas ini menganut ajaran bahwa tidak seorangpun yang dapat

menjadi saksi atas perkaranya sendiri. Sehingga berdasarkan asas ini,

baik pihak penggugat atau pun pihak tergugat tidak mungkin tampil

sebagai saksi dalam persengketaan antara mereka.

Page 62: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

50

Dengan perkataan lain, saksi harus orang lain yang akan

memberikan keterangan kesaksian tentang apa yang dilihat, didengar

dan dialaminya.

Sehubungan dengan saksi ini, ada asas khusus yang bunyinya

unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi). Dan biasanya asas

inipun diterapkan alat bukti persangkaan-persangkaan.

d. Asas Ne Ultra Petita

Yaitu asas yang membatasi hakim sehingga hakim hanya

boleh mengabulkan sesuai yang dituntut. Hakim dilarang

mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Sehubungan dengan

pembuktian, maka ini berarti hakim tidak boleh membuktikan lebih

daripada apa yang dituntut oleh penggugat.

Jika tergugat telah mengakui secara penuh dengan pengakuan

murni atas gugatan penggugat, maka sekalipun pengakuan tergugat itu

diketahui oleh Majelis Hakim sebagai tidak benar, tetapi hakim

berdasarkan asas Ne Ultra Petita harus menerima pengakuan murni

tergugat itu sebagai sesuatu yang benar.

e. Asas Nemo Plus Juris Transferre Potest Quam Ipse Habet

Asas ini menentukan bahwa tidak ada orang yang dapat

mengalihkan lebih banyak hak daripada apa yang dimilikinya.

Page 63: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

51

f. Asas Negativa Non Sunt Probanda

Asas ini menyatakan bahwa sesuatu yang bersifat negatif itu

tidak dapat dibuktikan. Yang dimaksud sebagai sesuatu yang bersifat

negatif adalah yang menggunakan perkataan tidak.

Sehubungan dengan asas ini, penulis ingin menjelaskan,

bahwa sesuatu yang bersifat negatif tidaklah berarti mustahil untuk

dibuktikan, hanya saja sulit untuk dibuktikan secara langsung. Dengan

perkataan lain, dapat dibuktikan secara tidak langsung.

g. Asas Actori Incumbit Probatio

Asas ini dikenal juga sebagai asas beban pembuktian (the

burden of proof) yang dalam Hukum Positip di Indonesia diatur dalam

pasal 163 HIR, pasal 283 R.B.g. Berdasarkan asas ini berarti bahwa

barang siapa yang mempunyai suatu hak atau menyangkal adanya hak

orang lain, harus membuktikannya. Hal ini berarti bahwa dalam hal:

1). Pembuktian yang diajukan oleh penggugat dan tergugat sama-

sama kuat, atau;

2). Pembuktian yang diajukan penggugat dan tergugat sama sekali

tidak ada, maka baik penggugat maupun tergugat ada

kemungkinan dibebani dengan pembuktian oleh Majelis Hakim.

Bagi pihak yang dibebani pembuktian, kemudian ternyata

tidak mampu untuk membuktikannya, harus dikalahkan dalam perkara

itu. Inilah yang dinamai sebagai resiko pembuktian.

Page 64: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

52

h. Asas Yang Paling Sedikit Dirugikan

Asas ini menyatakan bahwa Majelis Hakim harus membebani

pembuktian bagi pihak yang paling sedikit dirugikan jika harus

membuktikan. Asas ini jika dalam Hukum Pidana sebenarnya

merupakan perwujudan dan the presumption of innocence (praduga

tak bersalah).

i. Asas Bezitter Yang Beritikat Baik

Itikat baik selamanya harus dianggap ada pada setiap orang

yang menguasai sesuatu benda dan barang siapa menggugat akan

adanya itikat buruk bezittter itu harus membuktikannya.

Jadi dengan asas ini telah ditentukan bahwa jika penggugat

dalam gugatannya menyatakan adanya itikat buruk kepada tergugat

yang merupakan bezitter dari barang yang digugat, maka

penggugatlah yang harus dibebani dengan pembuktian.

j. Asas Yang Tidak Biasa Harus Membuktikan

Asas ini ditemui dalam putusan Mahkamah Agung, sehingga

merupakan asas yang lahir dari Yurisprudensi, bahwa barangsiapa

yang menyatakan sesuatu yang tidak biasa, harus membuktikan

sesuatu yang tidak biasa itu.

3. Tujuan Pembuktian

Tujuan pembuktian yaitu untuk memperoleh kepastian bahwa

suatu peristiwa atau fakta yang di ajukan kepada Majelis Hakim benar-

benar terjadi, guna mendapatkan putusan yang benar dan adil. Majelis

Page 65: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

53

Hakim tidak dapat menjatuhkan perkara suatu putusan sebelumnya

baginya bahwa fakta atau peristiwa yang diajukan itu benar terjadi, yakni

dibuktikan kebenarannya, sehingga nampak adanya hubungan hukum

antara para pihak.

Kebenaran yang dicari oleh Majelis Hakim adalah kebenaran

formal. Sedangkan dalam hukum pidana, kebenaran yang dicari oleh

hakim adalah kebenaran materiil. Dalam praktik peradilan, sebenarnya

seorang hakim dituntut mencari kebenaran materiil terhadap perkara

yang sedang diperiksanya.

4. Teori Pembuktian

Pada umumnya, sepanjang undang-undang tidak mengatur

sebaliknya, Majelis Hakim bebas untuk menilai pembuktian. Berhubung

Majelis Hakim dalam menilai pembuktian dapat bertindak bebas atau

terikat oleh undang-undang, sebagaimana yang dikatakan Mertokusumo

(2002:133) maka tentang hal tersebut terdapat 3 (tiga) teori pembuktian

yaitu:

a. Teori pembuktian bebas, teori ini tidak menghendaki adanya

ketentuan-ketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian

pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim.

b. Teori pembuktian negative, teori ini mengemukakan hakim terikat

dengan ketentuan-ketentuan yang bersifat negatif sehingga membatasi

hakim untuk melakukan sesuatu kecuali yang diijinkan oleh undang-

undang.

Page 66: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

54

c. Teori pembuktian positif, dalam teori ini Majelis Hakim diwajibkan

untuk melakukan segala tindakan dalam pembuktian, kecuali yang

dilarang dalam undang-undang.

5. Hukum Pembuktian

Dalam acara perdata pembuktian harus mengikuti Hukum

Pembuktian, maka pembuktiannya adalah:

a. Bersifat mencari kebenaran formil.

Dari setiap peristiwa yang harus dibuktikan adalah

kebenarannya. Dalam acara perdata, kebenaran yang dicari adalah

kebenaran yang bersifat formil. Mencari kebenaran formil berarti

bahwa hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh

pihak-pihak yang berperkara. Jadi jika melihat kepada bobot atau isi,

akan tatapi melihat kepada luas dari pada pemeriksaan oleh hakim.

Sehingga karenanya, hakim dilarang untuk mengajukan putusan atas

perkara yang tidak dituntut, atau meluluskan lebih dari yang dituntut.

Hal ini berbeda dengan acara pidana yang mengharuskan hakim

mencari kebenaran materiil.

b. Tidak disyaratkan adanya keyakinan hakim.

Dalam pembuktian dibedakan antara perkara pidana dan

perdata. Pembuktian dalam perkara pidana mensyaratkan adanya

keyakinan hakim, sedang dalam perkara perdata tidak secara tegas

mensyaratkan adanya keyakinan.

Page 67: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

55

c. Alat bukti harus mememiliki syarat formil dan materiil.

Hukum acara sebagai hukum formil mempunyai unsur

materiil dan unsur formil. Unsur materiil yaitu yang mengatur tentang

wewenang, misalnya ketentuan tentang hak dari pihak yang

dikalahkan, sedangkan unsur formil mengatur tentang bagaiman

caranya menggunakan wewenang tersebut.

Dalam hukum pembuktian pun, terdiri dari unsur materiil dan

unsur formiil. Hukum pembuktian materiil mengatur tentang dapat

tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu

dipersidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedang hukum

pembuktian formil mengatur cara mengadakan pembuktian.

d. Hakim wajib menerapkan hukum pembuktian.

Hakim wajib mengikuti ketentuan-ketentuan yang

mengatur hukum pembuktian, baik tentang alat bukti, menerima atau

menerim atau menolak alat bukti dalam pemeriksaan.

6. Beban Pembuktian

Pasal 163 HIR, pasal 283 R.Bg dan pasal 1865 BW.

Menyatakan bahwa barang siapa yang mengaku mempunyai sesuau hak,

atau mengemukakan suatu peristiwa (keadaan) untuk menguatkan

haknya, atau membantah hak orang lain, maka ia harus membuktikan

adanya hak atau peristiwa itu.

Rasulullah SAW bersabda :

: روي انبيهقي وانطبراوي باسىاد صحيح ان رسىل صهي اهلل عهيً وسهم قال

Page 68: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

56

(رواي انبيهقي وانطبراوي )وانيميه عهي مه اوكر انبيىت عهي انمدعي

Artinya, “Bayyinah itu diwajibkan kepada Penggugat dan sumpah itu

diwajibkan kepada orang yang mengingkari”. (H.R, Baihaqi dan

Thabarani, Sabiq, 1987:42).

Secara bahasa lafal bayyinah dalam hadits tersebut berarti hujjah

(argumentasi), atau burhan (tanda bukti). Sedangkan menurut istilah para

fuqoha, bayyinah adalah segala sesuatu yang diusahakan oleh penggugat

untuk membenarkan gugatannya dalam memperoleh keputusan yang

diharapkan, sehingga bayyinah itu merupakan syarat mutlak untuk

memperkuat suatu gugatan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka yang wajib membuktikan

atau dibebani pembuktian adalah para pihak yakni pihak yang

berkepentingan dalam suatu perkara, terutama penggugat yang

mengajukan dalil-dalil gugatannya, sedangkan tergugat hanya wajib

membuktikan bantahannya. Penggugat tidak diwajibkan membuktikan

kebenaran bantahan tergugat, demikian pula sebaliknya tergugat tidak

diwajibkan membuktikan kebenaran peristiwa yang diajukan penggugat.

Dalam hal ini Majelis Hakim yang wajib menetapkan kepada

siapa dibebankan pembuktian dengan membagi beban pembuktian

berdasarkan kesamaan kedudukan para pihak dengan pembuktian secara

seimbang dan patut. Pihak yang dibebankan wajib bukti mengandung

resiko bahwa jika tidak berhasil maka ia akan dikalahkan.

Page 69: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

57

7. Hal-hal yang Harus Dibuktikan

Yang harus dibuktikan adalah adanya peristiwa atau hak yang

menjadi sengketa dan relevan dengan pokok perkara, sehingga

diketemukan adanya hubungan hukum antara dua pihak.

Oleh karena itu tidak semua peristiwa yang dikemukakan harus

dibuktikan. Peristiwa-peristiwa itu masih disaring oleh hakim, harus

dipisahkan mana yang penting (relevant material) bagi hukum dan mana

yang tidak penting (irrelevant immaterial). Peristiwa yang relevan itulah

yang harus dibuktikan. Peristiwa atau hak yang tidak disengketakan juga

tidak perlu dibuktikan, kecuali mengenai alasan perceraian.

8. Hal-hal yang Tidak Perlu Dibuktikan

Dalam pemeriksaan perkara perdata, ada beberapa yang menurut

hukum pembuktian dalam acara perdata tidak perlu di buktikan atau di

ketahui oleh hakim, yaitu:

a. Dalam hal dijatuhkan putusan verstek.

Dalam hal dijatuhkan putusan verstek dengan tidak hadirnya

tergugat setelah dipanggil secara resmi dan patut, maka segala

peristiwa yang didalilkan oleh penggugat harus dianggap benar.

Kecuali dalam perkara perceraian, dimana hakim masih harus

membuktikan dalil-dalil gugat (alasan-alasan perceraian), sesuai

dengan Hukum Acara Islam.

Page 70: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

58

b. Dalam hal tergugat mengakui gugatan penggugat.

Pengakuan merupakan alat bukti yang menentukan, sehingga

tidak memerlukan pembuktian lain lebih lanjut kecuali dalam perkara

perceraian di mana hakim harus pula melengkapi dengan bukti-bukti

lain.

c. Telah dilakukan sumpah decissoir.

Sumpah decissoir adalah sumpah yang menentukan, oleh

karena itu jika sumpah ini telah dilaksanakan oleh salah satu pihak

yang berperkara, maka pembuktian lebih lanjut tidak perlu lagi.

Segala peristiwa dan kejadian yang menjadi pokok sengketa dianggap

telah terbukti pembuktian lain lebih lanjut.

d. Dalam hal tergugat referte.

Jika tergugat tidak mengakui dan juga tidak membantah dalil-

dalil gugat yang diajukan penggugat, atau mengakui tidak

menyanggah juga tidak, segala gugatan penggugat diserahkan

sepenuhnya kepada Majelis Hakim, maka dalam hal seperti ini tidak

perlu diadakan pembuktian lagi.

e. Hakim secara ex officio telah dianggap mengetahui atau mengenal

peristiwanya, sehingga peristiwa atau kejadian-kejadian yang menjadi

dasar gugatan tidak perlu dibuktikan lebih lanjut, misalnya fakta-fakta

yang dianggap diketahui umum, sering juga disebut pengetahuan

umum, maka tidak perlu adanya pembuktian lagi (notoir feiten).

Contoh kedua adalah pernyataan yang bersifat negatif. Suatu peristiwa

Page 71: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

59

yang negatif, pada umumnya tidak mungkin dibuktikan (negatif non

sunt probanda).

9. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya serta Dasar Hukumnya

Alat bukti yang diakui oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 R.Bg, dan Pasal

1866 KUH Perdata, sebagai berikut:

a. Alat Bukti Surat

Alat bukti surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-

tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau

untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan di pergunakan

sebagai pembuktian.

Dasar hukum penggunaan surat atau tulisan sebagai alat

bukti adalah pasal 138, 165, 167 HIR, pasal 164, 285 sampai 305

R.Bg, pasal 138 sampai 147 Rv, Stbl. 1867 No. 29, dan pasal 1867

sampai 1894 BW.

Surat sebagai alat terbuki tertulis dapat dibedakan dalam

akta dan surat bukan akta. Akta dapat dibedakan menjadi akta

autentik dan akta di bawah tangan. Dalam Hukum Pembuktian ini

dikenal paling tidak tiga jenis surat yaitu:

1). Akta autentik.

Yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat

yang diberi wewenang untuk itu, baik dengan mapun tanpa

Page 72: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

60

bantuan dari yang berkepentingan ditempat dimana pejabat

berwenang menjalankan tugasnya.

Pejabat yang dimaksud antara lain Notaris, hakim,

panitera, jurusita, pegawai pencatat sipil, pegawai pencatat

nikah, pejabat pembuat akta tanah dan lain sebagainya.

Syarat-syarat formil dan materiil akta autentik yaitu:

a). Pada prinsipnya bersifat partai, maksudnya akta tersebut

dibuat dan atas kehendak sekurang-kurangnya dua pihak.

b). Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang.

c). Memuat tanggal dan tahun pembuatan.

d). Ditandatangani yang membuat.

e). Isi yang tertuang berhubungan langsung dengan hal-hal

yang diperkarakan.

f). Isi akta tidak bertentanagan dengan hukum, kesusilaan,

agama dan ketertiban umum.

g). Pembuatan sengaja untuk dipergunakan sebagai alat bukti.

Kekuatan pembuktian akta autentik disamping

merupakan bukti yang mempunyai kekuatan lahir artinya akta

tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, juga

mempunyai kekuatan bukti formil dan materiil.

Jika satu pihak menyangkal kebenaran suatu bukti

akta autentik ini, maka Pengadilan Agama dapat mengadakan

penyelidikan tentang hal itu dan kemudian menentukan apakah

Page 73: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

61

surat itu boleh atau tidak untuk dipergunakan dalam perkara

itu.

2). Akta dibawah tangan.

Yaitu akta yang dibuat oleh para pihak dengan

sengaja untuk pembuktian, tetapi tanpa bantuan oleh seorang

pejabat.

Syarat-syarat formil dan materiil akta dibawah

tangan yaitu:

a). Besifat partai.

b). Pembuatannya tidak dihadapan pejabat yang berwenang.

c). Harus bermeterai.

d). Ditandatangani oleh kedua belah pihak.

e). Isi yang tertuang berhubungan langsung dengan hal-hal

yang diperkarakan.

f). Isi akta tidak bertentanagan dengan hukum, kesusilaan,

agama dan ketertiban umum.

g). Pembuatan sengaja untuk dipergunakan sebagai alat bukti.

Akta dibawah tangan baru mempunyai kekuatan

bukti materiil jika telah dibuktikan kekuatan formilnya, dan

kekuatan formilnya baru terjadi setelah para pihak yang

bersangkutan mengakui kebenaran isi dan cara pembuatan akta

tersebut.

Page 74: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

62

Jika terjadi bantahan dari pihak lawan yang

menyatakan bahwa akta tersebut adalah palsu, maka pihak

yang mengajukan akta dibawah tangan itu dapat meminta

Pengadilan Agama untuk memeriksa keabsahan akta tersebut

kepada Laboratorium Kriminologi dan Pusat Identifikasi

Markas Besar POLRI.

Berdasarkan pasal 154 (4) HIR Ketua Pengadilan

atau hakim yang menyidangkan perkara tersebut sama sekali

tidak perlu terikat dengan hasil tes tersebut jika terjadi

perlawanan dengan keyakinannya.

3). Surat secara sepihak. Bentuk surat ini berupa pengakuan yang

berisi pernyataan akan kewajiban sepihak dari yang membuat

surat bahwa ia akan membayar sejumlah uang atau akan

menyerahkan sesuatu atau akan melakukan sesuatu kepada

seseorang tertentu hal ini diatur dalam pasal 1875 KUH

Perdata dan pasal 291 R.Bg.

Jika akta sepihak tanda tangan dan tulisan tidak

diakui oleh pihak lawan, maka nilai kekuatan pembuktian sama

dengan bukti permulaan. Dan jika dijadikan alat bukti maka

harus ditambah dengan bukti lain.

Surat bukan akta sebagaimana yang diatur dalam pasal

294 (2) R.Bg dan pasal 1881 (2) KUH Perdata bentuknya dapat

berupa surat biasa koresponden, catatan harian dan sebagainya.

Page 75: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

63

Surat-surat tersebut tidak sengaja dibuat sebagai surat bukti atau

tidak sengaja dibuat untuk alat bukti.

Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian

hakim jika isinya mengandung fakta maka dapat dipergunakan

sebagai bukti permulaan atau sebagai surat keterangan yang

memerlukan dukungan alat bukti lain.

Berdasarkan pasal 301 R.Bg, pembuktian dari surat atau

alat bukti terletak pada keasliannya. Salinan atau fotokopi suatu

akta mempunyai kekuatan sepanjang sesuai dengan aslinya.

Dalam praktik Peradilan Agama apabila bukti tertulis yang

diserahkan kepada Majelis Hakim dalam bentuk turunan atau

fotokopi, menurut peraturan perundang-undangan uang berlaku,

hakim harus memerintahkan kepada pihak yang berperkara untuk

menunjukkan akta yang asli guna dicocokkan dengn fotokopi yang

telah diserahkan kepada hakim untuk dijadikan alat bukti.

Jika fotokopi atau salinan itu sudah sesuai dengan aslinya,

maka Hakim Ketua Majelis memberikan catatan pada lembar

fotokopi dengan kata-kata; ”setelah isi fotokopi atau salinan ini

dicocokkan dengan aslinya ternyata fotokopi ini sesuai dengan

aslinya”.

b. Alat Bukti Saksi

Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka

sidang, dengan memenuhi syarat-syrat tertentu, tentang suatu

Page 76: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

64

peristiwa atau keadaan yang dilihat, didengar dan dialami sendiri,

sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaaan tersebut.

Bukti saksi diatur dalam pasal 168 sampai 173 HIR, pasal

306 sampai 309 R.Bg. Pembuktian dengan saksi pada dasarnya

diperbolehkan dalam segala hal kecuali jika undang-undang

menentukan lain.

Tentang alat bukti saksi al-Qur‟an, surat kedua

menyebutkan:

Artinya, Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari

orang-orang lelaki (diantara kamu), jika tak ada dua oang

lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan

dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa

maka yang seorang mengingatkannya...., (Q.S, al-

Baqarah:282).

Ditinjau dari segi kejelasan lafal ayat (nash) tersebut

menerangkan tentang jumlah minimal saksi yang sah dan dapat

diterima sebagai alat bukti. Dua orang laki-laki atau seorang laki-

laki bersama dua orang perempuan adalah syarat minimal yang

diperbolehkan. Atau dengan kata lain saksi laki-laki satu kekuatan

pembuktiannya sama dengan dua orang saksi perempuan. Oleh

karena itu apabila para pihak mau mendatangkan saksi perempuan

jumlah minimal adalah 4 (empat) orang perempuan.

Page 77: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

65

Pembuktian dengan saksi diperlukan apabila bukti dengan

surat atau tulisan tidak dapat atau kurang lengkap untuk

mendukung dan menguatkan kebenaran dalil-dalil yang menjadi

dasar pendiriannya para pihak masing-masing.

Tentang keterangan saksi yang dapat dijadikan alat bukti

yang sah menurut hukum sebagaimana yang disebutkan dalam

pasal 164 HIR dan pasal 284 R.Bg harus terbatas pada peristiwa-

peristiwa yang dialami, dilihat atau didengar sendiri, dan harus pula

disertai alasan-alasan bagaimana diketahuinya peristiwa yang

diterangkan oleh saksi-saksi tersebut. Pendapat dan kesimpulan

dari buah pikiran bukan merupakan kesaksian (pasal 171 HIR dan

pasal 308 R.Bg).

Supaya saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak dapat

didengar sebagai alat bukti, maka harus memenuhi syarat-syarat

formil dan materiil. Syarat-syarat formil saksi yaitu:

1). Memberikan keterangan di depan sidang pengadilan.

2). Bukan orang yang dilarang untuk didengar sebagai saksi.

3). Mengangkat sumpah menurut agama yang dipeluknya.

4). Bagi kelompok yang berhak mengundurkan diri, menyatakan

kesediannya untuk diperiksa sebagai saksi.

5). Berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk kesaksisan

suatu peristiwa, atau dikuatkan dengan alat bukti lain (pasal

169 HIR), kecuali mengenai perzinahan.

Page 78: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

66

6). Memberikan keterangan secara lisan (pasal 147 HIR).

Adapum syarat-syarat materiil saksi yaitu:

1). Menerangkan apa yang dilihat, didengar dan dialami sendiri

(pasal 171 HIR, pasal 308 R. Bg).

2). Keterangan yang diberikan harus mempunyai sumber

pengetahuan yang jelas, bukan merupakan pendapat atau

kesimpulan saksi sendiri.

3). Keterangan yang diberikan bersesuaian satu dengan yang lain

atau alat bukti yang sah sebagaimana dijelaskan dalam pasal

172 HIR dan pasal 309 R.Bg.

Berdasarkan pasal 76 Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama, dalam perkara perceraian

berdasarkan alasan cekcok terus menerus (syiqaq) diperkenankan

membawa saksi dari keluarga. Hal ini merupakan lex spesialis dari

ketentuan umum yang dimiliki oleh Peradilan Agama.

Saksi yang tidak beragama Islam dapat diterima di

Pengadilan Agama sepanjang penyaksiannya menyangkut peristiwa

atau kejadian untuk memperjelas duduknya perkara. Hal-hal yang

disaksikan itu adalah hal yang bersifat qadhaan, bukan hal yang

bersifat diyanatan atau yang telah diatur oleh aturan agama Islam

seperti peristiwa pernikahan harus disaksikan oleh yang beragama

Islam. Jika saksi yang tidak beragama Islam kehadirannya di dalam

sidang Peradilan Agama untuk menjadi saksi dalam suatu

Page 79: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

67

peristiwa, maka saksi tersebut harus memenuhi syarat formil dan

materiil.

Apabila saksi telah mempunyai syarat formil dan materiil,

maka ia mempunyai nilai pembuktian bebas. Hakim bebas untuk

menilai kesaksian itu sesuai dengan murninya. Hakim tidak terikat

dengan keterangan saksi. Hakim dapat menyingkirkan asal

dipertimbangkan dengan cukup berdasarkan argumentasi yang

kuat.

Jika kesaksian itu terdiri dari beberapa orang, tentang

beberapa kejadian dapat menguatkan satu perkara yang tertentu

oleh karena kesaksian itu bersesuaian dan dan saling berhubungan,

maka diserahkan pada pertimbangan hakim (pasal 170 HIR).

c. Alat Bukti Persangkaan

Persangkan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari

suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang

terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain

yang dibuktikan juga telah terjadi.

Tentang alat bukti persangkaan diatur dalam Pasal 1915

KUH Perdata, pasal 173 HIR dan Pasal 310 R.Bg, namun tidak

diterangkan secara rinci. Pasal-pasal ini hanya memberikan

petunjuk bagi hakim tentang tatacara menggunakan persangkaan.

Bukti persangkaan masih diperselisihkan oleh para ahli

hukum tentang bukti atau bukan. Sebagian dari mereka mengatakan

Page 80: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

68

bahwa persangkaan itu bukan alat bukti, tetapi merupakan

kesimpulan belaka, dalam hal ini yang dipakai sebagai alat bukti

sebenarnya buka persangkaan itu, melainkan alat-alat bukti lain,

misalnya alat bukti persaksian, surat-surat pengakuan satu pihak

demikian dikatakan R. Subekti yang dikutip Manan (2006).

Sebagian yang lain mengatakan bahwa persangkaan

adalah alat bukti yang bersifat tidak langsung, misalnya

pembuktian daripada ketidakhadiran seseorang pada suatu waktu

ditempat tertentu dengan membuktikan kejadiannya pada waktu

yang sama di tempat lain. Dengan demikian, maka setiap alat bukti

dapat menjadi persangkaan. Bahkan hakim dapat menggunakan

peristiwa prosesuil mapun peristiwa notoir sebagai persangkaan

(Manan, 2006).

Berdasarkan pasal 1915 KUH Perdata, ada 2 (dua) macam

persangkaan yaitu:

1). Persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang, yaitu

persangkaan oleh undang-undang dihubungkan dengan

perbuatan-perbuatan tertentu, atau peristiwa-peristiwa tertentu

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1916 KUH Perdata,

misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa rumah yang

berturut-turut. Menurut undang-undang menimbulkan suatu

persangkaan, bahwa uang sewa untuk waktu yang sebelumnya

juga telah dibayar olehnya.

Page 81: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

69

2). Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim, yaitu kesimpulan

yang ditarik oleh hakim berdasarkan peristiwa atau kejadian

tertentu yang terungkap melalui bukti-bukti yang diajukan oleh

para pihak.

Kekuatan bukti persangkaan hakim berdasarkan

kenyataannya kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada

pertimbangan hakim. Sedangkan kekuatan bukti persangkaan

berdasarkan undang-undang kekuatan pembuktiannya bersifat

memaksa, hakim terikat pada ketentuan undang-undang, kecauali

jika dilumpuhkan oleh bukti pihak lawan.

d. Alat Bukti Pengakuan

Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu

pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui apa-apa yang

dikemukakan oleh pihak lawan.

Sebagai alat bukti, Pengakuan mempunyai dasar hukum

sebagaimana diatur dalam pasal 174,175 dan 176 HIR, pasal

311,312 dan 313 R.Bg dan pasal 1923-1928 BW.

Pengakuan masih diperselisihkan oleh para ahli hukum

sebagai alat bukti. R. Subekti yang dikutip Manan (2006)

mengatakan bahwa tidak tepat memasukkan pengakuan sebagai

alat bukti, karena justru apabila dalil-dalil yang dikemukakan oleh

pihak lain, maka yang mengemukakan dalil itu dibebaskan dari

pembuktian, sedangkan Prof. Schoeten dan Load Enggens

Page 82: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

70

berpendapat bahwa pengakuan sebagai alat bukti merupakan hal

yang tepat, karena suatu pengakuan di muka hakim bersifat suatu

pernyataan oleh salah satu pihak yang berperkara dalam proses

persidangan. Pengakuan merupakan pernyataan kehendak

(wisverlaring) dari salah satu pihak yang berperkara.

Dengan demikian semua pernyataan hakim merupakan

suatu perbuatan hukum dan setiap perlawanan hukum itu

merupakan suatu hal yang bersifat menentukan secara mutlak.

Demikian juga dengan pengakuan yang diucapkan oleh salah satu

pihak dalam persidangan, misalnya terhadap hal-hal kebendaan

dilakukan sendiri olehnya.

Pengakuan sebagai alat bukti dibagi dalam tiga bentuk

sebagai berikut:

1). Pengakuan murni dan bulat (aveu pur et simple).

Yaitu pengakuan yang sesungguhnya terhadap

semua dalil gugat yang diajukan oleh penggugat. Murni artinya

sunguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,

sedangkan bulat artinya pengakuan yang tidak disertai dengan

keterangan tambahan yang membebaskan.

2). Pengakuan berkualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu

qualifie).

Pengakuan berkualifikasi adalah pengakuan

terhadap dalil gugat yang dibarengi dengan syarat. Jadi pada

Page 83: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

71

pengakuan berkualifikasi pihak yang mengakui menambahkan

sesuatu terhadap inti persoalan yang diakuinya berupa syarat.

3). Pengakuan berklausula (geclausuleerde bekentenis, aveu

complexe).

Yaitu pengakuan yang disertai dengan keterangan

tambahan yang bersifat membebaskan. Dengan kata lain

pengakuan merupakan pengakuan tentang hal pokok yang

diajukan penggugat, namun diiringi dengan bantahan terhadap

gugatan yang diajukan oleh penggugat.

Permulaan salah satu pihak yang berperkara dapat

dijadikan alat bukti, maka harus memenuhi syarat-syarat formil dan

materil yaitu:

1). Syarat formil pengakuan:

a. Pengakuan disampaikan dalam proses pemeriksaan

persidangan. Pengakuan diluar sidang tidak bernilai

sebagai alat bukti.

b. Pengakuan diberikan oleh pihak materil atau kuasanya.

Pengakuan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk lisan

atau bisa dituangkan secara tertulis dalam replik, duplik

atau kesimpulan. Namun apabila disampaikan oleh kuasa

harus dengan surat kuasa khusus yang dibuat untuk

keperluan tersebut.

Page 84: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

72

2). Syarat materiil pengakuan:

a. Pengakuan yang diberikan tersebut langsung berhubungan

dengan pokok perkara.

b. Pengakuan tidak merupakan kebohongan atau kepalsuan

yang nyata dan terang.

c. Pengakuan tidak bertentangan dengan hukum, susila,

agama dan ketertiban umum.

Nilai pembuktian pengakuan murni dan bulat dalam

persidangan mengandung nilai pembuktian yang sempurna (tidak

memerlukan bukti tambahan), mengikat (pembuktian antara para

pihak bahwa pada tanggal dan waktu tersebut di dalam akta yang

bersangkutan telah menghadap kepada pegawai dan menerangkan

apa yang telah tertulis di dalam akta tersebut), dan menentukan

atau memaksa. Oleh karena itu, alat bukti pengakuan murni dan

bulat, dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti, dan tidak

memerlukan tambahan atau dukungnan dari alat bukti yang lain.

Nilai pembuktian pengakuan bersyarat tidak mempunyai

nilai yang sempurna, mengikat dan menentukan, tidak dapat berdiri

sendiri, harus dibantu sekurang-kurangnya dengan salah satu alat

bukti yang lain. Maka nilai kekuatan pembuktiannya menjadi

bersifat pembuktian bebas.

Page 85: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

73

e. Alat Bukti Sumpah

Alat bukti sumpah diatur dalam pasal 177 HIR, pasal 182

sampai 185 dan pasal 314 R.Bg dan pasal 1929 sampai 1945 KUH

Perdata.

Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat yang

diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau

keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa Tuhan, dan

percaya siapa yang memberi keterangan atau janji akan dihukum

oleh-Nya.

Dalam praktik Peradilan Agama dikenal beberapa macam

sumpah sebagai alat bukti, yaitu:

1). Sumpah pelengkap (suppletoireed).

Yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena

jabatannya kepada salah satu pihak yang berperkara untuk

melengkapi pembuktian peristiwa atau hak yang menjadi

sengketa sebagai dasar putusannya. Jenis sumpah ini diatur

dalam pasal 155 HIR, pasal 182 R.Bg dan pasal 1945 KUH

Perdata.

Dari ketentuan-ketentuan pasal tersebut bahwa

sumpah tambahan dapat dibebankan dalam hal salah satu pihak

telah mempunyai bukti permulaan, namun belum mencukupi

serta tidak terdapat alat bukti lainnya. Terhadap pihak yang

oleh hakim tidak diperintahkan untuk bersumpah pelengkap,

Page 86: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

74

maka ia tidak boleh mengembalikan sumpah pelengkap

tersebut kepada pihak lawan.

Agar sumpah pelengkap dapat dijadikan alat bukti,

maka harus memenuhi syarat-syarat formil dan materiil

sebagai berikut:

a). Sumpah tersebut untuk melengkapi atau menguatkan

pembuktian yang sudah ada, tetapi belum mencapai batas

minimal pembuktian.

b). Bukti yang sudah ada baru bernilai bukti permulaan.

c). Para pihak sudah tidak mampu lagi menambah alat bukti

yang ada dengan alat bukti yang lain.

d). Sumpah yang dibebankan atas perintah hakim dan

diucapkan di depan sidang Majelis Hakim secara

langsung.

e). Isi lafal sumpah harus mengenai perbuatan yang dilakukan

sendiri oleh pihak yang berperkara.

f). Isi sumpah harus berkaitan langsung dengan pokok

perkara dan tidak bertentangan dengan agama, moral dan

kesusilaan.

Kekuatan pembuktian sumpah pelengkap bersifat

menyelesaikan perkara, memiliki kekuatan pembuktian

sempurna, masih memungkinkan adanya bukti lawan, dapat

dibatalkan oleh putusan hakim yang lebih tinggi, apabila

Page 87: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

75

sumpah itu terbukti palsu, maka dapat dijadikan alasan mohon

peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

2). Sumpah pemutus (decissoireed).

Yaitu sumpah yang dibebankan atas permintaan salah

satu pihak berperkara kepada lawannya. Sumpah pemutus atau

yang juga disebut sumpah yang menentukan diatur dalam pasal

156 HIR, pasal 183 R.Bg dan pasal 1930 KUH Perdata.

Pihak yang meminta lawannya mengucapkan sumpah

disebut defferent sedangkan pihak yang diminta untuk

mengucapkan sumpah disebut delaat. Jika pihak lawan

tersebut mengembalikan sumpah kepada pihak yang meminta

sumpah pihak semula disebut relaat.

Pembebanan sumpah pemutus ini atas inisiatif dari

salah satu pihak kepada pihak lain dan sumpah dapat dilakukan

selama pemeriksaan perkara sedang berjalan. Sumpah ini dapat

diperintahkan untuk segala persengketaan, kecuali atas hal-hal

yang oleh para pihak tidak berkuasa mengadakan perdamaian,

atau dimana pengakuan mereka tidak akan diperhatikan.

Sebagaimana dalam sumpah pelengkap, sumpah

pemutus apabila akan dijadikan alat bukti maka harus dipenuhi

syarat-syarat formil dan materiil yaitu:

a). Berperkara apabila sama sekali tidak ada bukti-bukti yang

diajukan oleh kedua belah pihak, dalam hal proses

Page 88: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

76

pemeriksaan hanya berupa replik-duplik tanpa disertai alat

bukti lain.

b). Pembebanan sumpah pemutus harus atas permintaan salah

satu pihak yang berperkara.

c). Sumpah pemutus diucapkan di depan sidang Majelis

Hakim secara in person atau oleh kuasanya dengan surat

kuasa istimewa.

d). Isi sumpah harus mengenai perbuatan yang dilakukan

sendiri atau yang dilakukan bersama-sama oleh kedua

belah pihak yang bersengketa.

e). Isi sumpah harus mempunyai hubungan langsung dengan

pokok perkara yang sedang disengketakan.

Tujuan dari pelaksanaan sumpah pemutus adalah

untuk menyelesaikan perkara, oleh karena itu pihak yang telah

mengucapkan sumpah tidak boleh lagi diperintahkan

memberikan bukti-bukti lagi untuk membenarkan apa yang

dinyatakan dengan sumpahnya itu.

Jika sumpah pemutus telah dilaksanakan dan pihak

lawan menyangkal dan menyatakan sumpah itu palsu, maka

sanggahan itu tidak lagi mempengaruhi kekuatan pembuktian

sumpah pemutus yang telah dilakukan itu.

Page 89: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

77

3). Sumpah penaksir (aestimatoir, schattingseed).

Yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena

jabatannya kepada penggugat untuk menentukan uang ganti

kerugian. Dasar pengaturan sumpah penaksir pasal 155 (2)

HIR, pasal 182 R.Bg dan pasal 1940 KUH Perdata.

Sumpah ini dibebankan oleh hakim kepada penggugat

dan hanya dalam perkara ganti kerugian saja. Sebelum hakim

menetapkan beban sumpah penaksir, penggugat harus terlebih

dahulu membuktikan bahwa ia telah mempunyai hak atas ganti

kerugian dari suatu yang dituntut.

Nilai pembuktian sumpah penaksir adalah sama

dengan sumpah pemutus dan sumpah penambah. Nilai

pembuktiannya sangat kuat dan mutlak yaitu sempurna,

mengikat dan menentukan.

4). Sumpah li‟an.

Li‟an merupakan acara khusus di Pengadilan Agama

yang diatur dalam pasal 87 sampai 88 Undang-undang Nomor

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kemudian pasal 43,

70, 101, 125, 126, 127, 128, 155, 162, 163 Kompilasi Hukum

Islam.

f. Pemeriksaan Setempat (Descente)

Pemeriksaan setempat atau descente yaitu pemeriksaan

mengenai perkara, oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di

Page 90: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

78

luar tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat

sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi

kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang menjadi sengketa.

Ketentuan mengenai pemeriksaan setempat diatur dalam

pasal 153 HIR, pasal 180 R.Bg, pasal 211 Rv. Dalam peraturan ini

dikemukakan bahwa apabila Ketua Majelis Hakim menganggap

perlu dapat mengangkat seorang atau dua orang hakim dari majelis

tersebut dengan bantuan panitera pengadilan yang akan melihat

langsung keadaan setempat dan melakukan pemeriksaan yang

dapat memberikan keterangan kepada hakim. Adapun inisiatif

untuk mengadakan pemeriksaan setempat dapat timbul dari para

pihak yang berkepentingan atau atas inisiatif hakim karena

jabatannya.

Meskipun pemeriksaan setempat tidak dimuat dalam pasal

164 HIR, 184 R.Bg dan pasal 1866 KUH Perdata sebagai alat

bukti, tetapi oleh karena tujuan pemeriksaan setempat adalah agar

hakim memperoleh gambaran yang jelas tentang peristiwa yang

menjadi sengketa, maka fungsi pemeriksaan setempat pada

hakekatnya sebagai alat bukti. Tentang kekuatan pembuktiannya

diserahkan kepada pertimbangan hakim.

Page 91: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

79

g. Keterangan Ahli (Expertise)

Keterangan ahli atau expertise yaitu keterangan pihak

ketiga yang obyektif yang bertujuan untuk membantu hakim dalam

pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri.

Keterangan ahli juga sering disebut saksi ahli yang diatur

dalam pasal 154 HIR, pasal 181 R.Bg, dan pasal 215 Rv. Dalam

peraturan perundang-undangan tersebut ditentukan bahwa

pengadilan dalam perkara yang sedang diperiksa dapat dijelaskan

oleh seorang ahli, maka atas permintaan salah atu pihak atau hakim

karena jabatannya, dapat mengangkat seorang ahli untuk didengar

keterangannya, pengangkatan itu berlaku hanya pada saat

pemeriksaan pemeriksaan sidang.

Dalam praktik Peradilan Agama, apabila Majelis Hakim

memutuskan perkara berdasarkan keterangan seorang ahli, maka

keterangan itu sama kekuatannya dengan pembuktian saksi, jadi

kedudukannya sama sebagai alat bukti.

Suatu hal yang harus diketahui dalam saksi ahli adalah

sebagaimana yang tersebut dalam pasal 154 HIR tidak disebutkan

sebenarnya yang disebut ahli itu. Sehubungan dengan hal ini ahli

tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh pengetahuannya atau

keahliannya yang khusus, tetapi sangat ditentukan oleh

pengangkatannya berdasarkan oleh penunjukan Majelis Hakim,

Page 92: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

80

para pihak tidak ada kewajiban secara mutlak menerima atau

memenuhi penunjukan oleh Majelis Hakim tersebut.

E. Putusan

1. Pengertian Putusan

Setelah pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan

gugatan penggugat, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat,

pembuktian dan kesimpulan yang diajukan baik oleh penggugat maupun

oleh tergugat selesai dan pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada

lagi yang ingin dikemukakan, maka hakim akan menjatuhkan putusan

terhadap perkara tersebut.

Penjelasan pasal 60 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

bahwa, “putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara gugatan

berdasarkan adanya suatu sengketa”. Sedangkan Manan (2006:292)

mengatakan, “putusan ialah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat

negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan dalam

persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk

menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak yang

berperkara”.

Dari dua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan putusan

adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan

diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil

dari pemeriksaan perkara gugatan.

Page 93: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

81

2. Asas-Asas Putusan

Asas sebuah putusan pengadilan harus memenuhi hal-hal

sebagaimana dalam pasal 178 HIR, pasal 189 R.Bg dan Undang-undang

Nomor 4 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

a. Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci.

Menurut asas ini, putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan

pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi

ketentuan ini dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan

(onvoldoende gemotiveerd). Alasan-alasan hukum yang menjadi dasar

pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan pasal 25 Undang-undang

Nomor 4 Tahun 2004 dan pasal 178 (1) HIR, pasal-pasal tertentu

peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi dan

doktrin hukum.

b. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan.

Asas ini diatur dalam pasal 178 (2) HIR, pasal 189 (2) R.Bg

dan Pasal 50 Rv. Menurut ketentuan ini, putusan yang dijatuhkan

pengadilan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan

mengadili setiap gugatan yang diajukan. Majelis Hakim tidak boleh

hanya memeriksa dan memutus sebagian saja, dan mengabaikan

gugatan selebihnya.

c. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan.

Pasal 178 (3) HIR, Pasal 189 (3) R.Bg dan Pasal 50 Rv.

memberi ketentuan, putusan yang dijatuhkan pengadilan tidak boleh

Page 94: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

82

mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan

(ultra petitum partium). Hakim yang memutus melebihi tuntutan

merupakan tindakan melampaui batas kewenangan (beyond the

powers of this authority), sehingga putusannya cacat hukum.

Larangan hakim menjatuhkan putusan melampaui batas

wewenangnya ditegaskan juga dalam Surat Keputusan MA Nomor

1001 K/Sip/1972. Dalam putusan mengatakan bahwa hakim dilarang

mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi dari apa yang

diminta.

d. Diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

Menurut Pasal 20 UU Nomor 4 Tahun 2004, semua putusan

pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila

diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Tujuan dari ketentuan

ini untuk menghindari putusan pengadilan yang anfair trial. Selain itu,

menurut SEMA Nomor 04 Tahun 1974, pemeriksaan dan pengucapan

putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan

dalam sidang pengadilan.

3. Susunan dan Isi Putusan Pengadilan

Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan

uraian mengenai asas yang mesti ditegakkan, agar putusan yang

dijatuhkan tidak mengandung cacat. Asas tersebut dijelaskan dalam pasal

178 HIR, Pasal 189 R.Bg, dan pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004. Menurut

Page 95: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

83

ketentuan undang-undang ini, setiap putusan harus memuat hal-hal

sebagai berikut :

a. Judul dan nomor putusan.

SEMA NO. 32/TUADA – AB/III/-UM/IX/93 tanggal 11

September 1993 menyebutkan bahwa setiap putusan produk Peradilan

Agama memuat judul dan nomor putusan.

b. Tanggal putusan.

Yaitu saat hari dan tanggal pengucapan putusan dalam sidang

yang dinyatakan pada akhir putusan.

c. Nama dan tingkat peradilan yang memutus perkara.

d. Kepala putusan.

Suatu putusan harus mempunyai kepala pada bagian atas

putusan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 57 (1,2) Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 berbunyi” Bismillahirrahmanirrahim

diikuti dengan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”. Kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan

apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan

putusan tersebut.

e. Identitas pihak yang berperkara.

Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama,

umur, pekerjaan, pendidikan, alamat tempat tinggal, dan nama dari

kuasanya kalau para pihak menguasakan kepada orang lain.

Page 96: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

84

f. Pertimbangan atau alasan-alasan.

Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua

bagian yaitu pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan

tentang hukumnya. Pasal 184 HIR, pasal 195 R.Bg, pasal 23 Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1970 menentukan bahwa setiap putusan

dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban

dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak

tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak

yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.

g. Amar atau diktum putusan.

Dalam amar putusan dimuat suatu pernyataan hukum,

penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi

putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu. Dalam

diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau

pokok perselisihan.

h. Mencantumkan biaya perkara.

Pencantuman biaya perkara dalam putusan diatur dalam pasal

184 (1) HIR dan pasal 187 R.Bg, bahkan dalam 183 (1) HIR dan pasal

194 R.Bg. dinyatakan bahwa banyaknya biaya perkara yang

dijatuhkan kepada pihak yang berperkara harus dicantumkan dalam

amar putusan.

Page 97: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

85

4. Macam-Macam Putusan Hakim

Dilihat dari segi fungsinya dalam mengakhiri suatu perkara

putusan hakim dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu:

a. Putusan sela (tussen vonnis).

Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum

putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau

mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.

Dalam hukum acara Peradata dikenal macam putusan sela

yaitu:

1). Putusan praeparatoir.

Yaitu putusan persiapan mengenai jalannya

pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna

mengadakan putusan akhir.

2). Putusan interlocutoir.

Yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian

karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini

akan mempengaruhi putusan akhir.

3). Putusan incidentiel.

Yaitu putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu

peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.

4). Putusan provisional.

Yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu

permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan yang

Page 98: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

86

pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum

putusan akhir dijatuhkan.

b. Putusan akhir.

Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada

tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama,

pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.

Macam-macam putusan akhir yaitu:

1). Putusan condemnatior.

Yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang

kalah untuk memenuhi prestasi.

2). Putusan declaratoir.

Yaitu putusan yang amarnya menyatakan suatu keadaan

sebagai keadaan yang sah menurut hukum.

3). Putusan konstitutif.

Yaitu putusan yang amarnya menciptakan suatu

keadaan baru. Dari ketiga sifat putusan diatas maka putusan

yang memerlukan pelaksanaan (eksekusi) hanya yang bersifat

condemnatior.

Dilihat dari segi isi putusan atau perkaranya dibagi menjadi 4

(empat) macam, yaitu:

a. Putusan tidak menerima gugatan penggugat.

Yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak

menerima gugatan penggugat karena gugatan tidak memenuhi syarat

Page 99: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

87

hukum, baik syarat secara formil maupun materiil.

b. Putusan menolak gugatan penggugat seluruhnya.

Yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh

semua tahap pemeriksaan, dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak

terbukti. Dalam memeriksa pokok gugatan (dalil gugatan) maka

Majelis Hakim harus terlebih dahulu memeriksa apakah syarat-syarat

gugat telah terpenuhi, agar pokok gugatan dapat diperiksa dan diadili.

c. Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak

selebihnya.

Putusan ini merupakan putusan akhir, dalil gugat yang

dikemukakan ada yang terbukti dan ada yang tidak terbukti atau

memenuhi syarat-syarat.

d. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.

Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah

terpenuhi dan seluruh dalil-dalil gugat yang mendukung petitum

ternyata terbukti.

Dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak berperkara mulai dari

awal pemeriksaan sampai kepada pembacaan putusan dibagi 3 (tiga)

macam yaitu:

a. Putusan gugur.

Yaitu putusan yang menyatakan bahwa gugatan gugur karena

penggugat tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil secara resmi

dan patut, sedang tergugat hadir dan mohon putusan.

Page 100: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

88

b. Putusan verstek.

Yaitu putusan yang dijatuhkan karena tergugat tidak pernah

hadir meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, sedang

penggugat hadir dan mohon putusan.

c. Putusan kontradiktoir.

Yaitu putusan akhir yang saat dijatuhkan dalam sidang tidak

dihadiri salah satu pihak atau para pihak.

5. Kekuatan Putusan Hakim

Pasal 1917 dan 1918 KUH Perdata menyebutkan kekuatan suatu

putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga diatur

dalam pasal 21 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 adanya putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap adalah putusan yang menurut undang-undang tidak ada kesempatan

lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu.

Macam-macam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap yaitu:

a. Kekuatan pembuktian mengikat.

Putusan ini sebagai dokumen yang merupakan suatu akta

autentik menurut pengertian undang-undang sehingga tidak hanya

mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara pihak yang

berperkara, tetapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara

pihak-pihak yang disebut dalam putusan itu.

Page 101: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

89

b. Putusan eksekutorial.

Yaitu kekuatannya untuk dapat dipaksakan dengan bantuan

aparat keamanan terhadap pihak yang tidak menaatinya dengan

sukarela

c. Kekuatan mengajukan eksepsi.

Yaitu kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru

mengenai hal yag sudah pernah diputus atau mengenai hal-hal yang

sama berdasarkan asas nebis inidem (tidak boleh dijatuhkan putusan

lagi dalam perkara yag sama).

Page 102: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

90

BAB III

PRAKTIK PELAKSANAAN HUKUM ACARA PERDATA

PERADILAN AGAMA DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM

MEMERIKSA DAN MENGADILI PERKARA GUGATAN PERCERAIAN

A. Profil Pengadilan Agama Salatiga

1. Sejarah

a. Masa Sebelum Penjajah Masuk di Indonesia

Peradilan Agama, setidaknya telah hadir dan eksis sejak

Islam menginjak bumi Indonesia (nusantara). Peradilan Agama telah

tumbuh dan melembaga di Indonesia sejak agama Islam dianut oleh

penduduk, tumbuh dan berkembangnya Peradilan Agama karena

kebutuhan dan kesadaran hukum sesuai dengan keyakinan. Hal ini

dapat dipahami mengingat jabatan dan fungsi hakim atau qadli

merupakan alat kelengkapan dalam pelaksanaan syara‟.

Ketika kelompok-kelompok masyarakat muslim mulai

berkembang, fungsi hakim atau qadli semakin dibutuhkan. Bahkan

dalam keadaan tidak ada qadli, proses penyelesaian suatu sengketa

yang terjadi di kalangan umat Islam, dilakukan secara tahkim yakni

penyerahan kedua belah pihak yang berselisih kepada pihak ketiga

(muhakkam) untuk memutus perkaranya.

Penyelesaian perkara secara sederhana melalui tahkim yang

dilakukan oleh muhakkam berlangsung selama beberapa waktu hingga

Page 103: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

91

mengambil bentuk yang lebih teratur dan sistematis pada masa

kesultanan Islam, seperti kesultanan Malaka, Aceh, Banten dan

Mataram. Tradisi hukum Islam, termasuk tradisi tahkim, mengalami

institusionalisasi dalam bentuk pranata-pranata sosial. Salah satu dari

pranata itu adalah Peradilan Agama.

Peradilan Agama Salatiga merupakan salah satu lembaga

qadli yang ada di Salatiga yang tumbuh karena adanya tradisi tahkim

yang ada bersama dengan perkembangan kelompok masyarakat yang

beragama Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang. Para qadli yang

ada di Salatiga diangkat oleh sultan atau raja, yang kekuasaannya

merupakan tauliyah dari waliyul amri yakni penguasa tertinggi. Qadli

yang diangkat oleh sultan adalah alim ulama yang ahli di bidang

agama Islam.

b. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Pada saat penjajah Belanda masuk ke pulau Jawa khususnya

di Salatiga, masyarakatnya sudah memeluk agama Islam dan

menjalankan syari'atnya, termasuk di dalamnya melaksanakan

syari‟at agama tentang peradilan Islam. Untuk menyelesaikan

berbagai persoalan yang berhubungan dengan syari‟at Islam, mereka

menyerahkan keputusannya kepada para ulama, sehingga sulit bagi

Belanda menghilangkan atau menghapuskan persoalan ini. Oleh

karena pemerintah Kolonial Belanda kesulitan untuk menghapus

pegangan hidup masyarakat Islam yang sudah mendarah daging di

Page 104: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

92

Indonesia pada umumnya dan khususnya di Salatiga, maka kemudian

pemerintah Kolonial Belanda menerbitkan sebuah peraturan yaitu

Raad Agama atau IS (Indische Staatsregaling) pasal 134 ayat 2

sebagai landasan formil untuk mengawasi kehidupan masyarakat

Islam di bidang peradilan. Disamping itu pemerintah Kolonial

Belanda menginstruksikan kepada para Bupati yang termuat dalam

Staatblad tahun 1820 Nomor 22 yang menyatakan bahwa perselisihan

mengenai pembagian warisan di kalangan rakyat hendaknya

diserahkan kepada ulama.

Perkembangan Peradilan Agama Salatiga terus berjalan

sampai pada tahun 1940, kantor yang ditempati masih menggunakan

serambi masjid al-Atiiq, Kauman, Salatiga dengan ketua dan hakim

anggotanya diambil dari para ulama. Pegawai yang ada pada waktu

itu 4 (empat) orang yaitu Kyai Salim sebagai ketua dan Kyai Abdul

Mukti sebagai hakim anggota dan Sidiq sebagai sekretaris merangkap

bendahara dan seorang pesuruh.

Perkara yang ditangani dan diselesaikan Peradilan Agama

Salatiga yaitu perkara waris, perkara gono-gini, gugat nafkah dan

cerai gugat.

Pada masa penjajahan Jepang keadaan Peradilan Agama

Salatiga atau Raad Agama Salatiga belum ada perubahan yang berarti

ketua beserta stafnya juga masih sama, hal ini terjadi mulai tahun

Page 105: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

93

1942 sampai dengan tahun 1945 karena pemerintahan Jepang hanya

sebentar dan dihadapkan dengan berbagai pertempuran.

c. Masa Kemerdekaan

Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya pada tanggal 17

Agustus 1945. Peradilan Agama Salatiga tetap ada dan berjalan

sebagaimana biasa. Pada tahun 1949 jabatan ketua Pengadilan Agama

Salatiga diganti oleh Kyai Irsyam yang dibantu oleh 7 (tujuh) orang

pegawai. Kantor yang ditempati masih menggunakan serambi masjid

al-Atiiq, Kauman, Salatiga dan bersebelahan dengan Kantor Urusan

Agama Kecamatan Salatiga yang sama-sama mengunakan serambi

masjid sebagai kantor. Oleh karena keadaan di masjid al-Atiiq

Kauman, Salatiga sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditempati

sebagai kantor maka para pegawai Pengadilan Agama Salatiga

berusaha mencari kantor sendiri. Dengan mengajukan permohonan

kepada Kodim Salatiga yang pada saat itu Kodim menguasai

bangunan-bangunan peninggalan pemerintahan Kolonial Belanda.

Kodim memberikan ijin kepada Pengadilan Agama Salatiga untuk

menempati gedung peninggalan Belanda yang berada di Jl.

Diponegoro No. 72 Salatiga.

Akhirnya pada tahun 1951 kantor Pengadilan Agama

Salatiga yang semula di serambi masjid al-Atiiq, Kauman, Salatiga

pindah ke gedung baru peninggalan Kolonial Belanda yang berlokasi

di Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga.

Page 106: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

94

d. Masa Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Mulai berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, maka kedudukan dan posisi Peradilan Agama

semakin jelas dan mandiri termasuk Pengadilan Agama Salatiga,

namun umat Islam Indonesia masih harus berjuang karena belum

mempunyai undang-undang yang mengatur tentang keluarga muslim.

Melalu proses kehadirannya pada akhir tahun 1973 membawa

suhu politik naik. Para ulama dan umat Islam di Salatiga juga

berjuang ikut berpartisipasi, akan terwujudnya undang-undang

perkawinan, maka akhirnya terbitlah Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974.

Efektif berlakunya undang-undang tersebut setelah terbitnya

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Pengadilan Agama

Salatiga dilihat dari fisiknya masih tetap seperti dalam keadaan

sebelumnya, namun fungsi dan peranannya semakin mantap karena

banyak perkara yang harus ditangani oleh Peradilan Agama.

Volume perkara yang naik yaitu perkara Cerai Talak

disamping Cerai Gugat dan juga banyak masuk perkara Isbat Nikah

(pengesahan nikah), karena di Pengadilan Agama Salatiga yang

wilayahnya sangat luas yaitu meliputi daerah Kota Salatiga dan

Kabupaten Semarang yaitu: Kecamatan Sidorejo, Kecamatan

Sidomukti, Kecamatan Argomulyo, Kecamatan Tingkir, Kecamatan

Page 107: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

95

Bringin, Kecamatan Bancak, Kecamatan Tuntang, Kecamatan

Getasan

Kecamatan Tengaran, Kecamatan Susukan, Kecamatan Suruh,

Kecamatan Pabelan, Kecamatan Kaliwungu.

e. Masa Berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

Sejak Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama disahkan, posisi Pengadilan Agama Salatiga

semakin kuat, Peradilan Agama berwenang menjalankan

keputusannya sendiri tidak perlu lagi melalui Peradilan Umum, selain

itu hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama sama dengan

hukum acara yang berlaku di Peradilan Umum. Untuk melaksanakan

tugas pemanggilan dan pemberitahuan, sudah ada petugas Jurusita.

Untuk menyesuaikan dengan Undang-undang Peradilan

Agama ini, Pengadilan Agama Salatiga mendapatkan bimbingan dan

pembinaan dari Departemen Agama RI dan secara teknis yustisial

mendapatkan pembinaan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia

dan Pengadilan Tinggi Agama. Struktur organisasi Peradilan Agama

juga disesuaikan dengan Peradilan Umum dan peradilan lainnya,

sehingga status kedudukannya menjadi sederajat dengan Peradilan

lain yang ada di Indonesia, dari segi fisik dan jumlah personil

Pengadilan Agama Salatiga masih ketinggalan dari Peradilan Umum,

hal ini disebabkan karena dana yang tersedia untuk sarana fisik kurang

Page 108: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

96

memadai, namun kwalitas sumber daya manusia, Pegawai Pengadilan

Agama Salatiga sama dan sejajar dengan Peradilan Umum.

Sejak Peradilan Agama mendapatkan pembinaan dari

Mahkamah Agung Republik Indonesia mulai diadakan pemisahan

jabatan antara pejabat Kepaniteraan dan dan pejabat Kesekretariatan

begitu juga rangkap jabatan antara Jurusita dan Panitera Pengganti,

bagi para hakim juga diberi tugas pengawasan bidang-bidang. Upaya

pembenahan di Pengadilan Agama Salatiga selalu ditingkatkan.

f. Masa Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004

Sebelum Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004

diberlakukan, Peradilan Agama secara administratif dan finansial

berada di bawah Departemen Agama. Akan tetapi sejak undang-

undang tersebut diberlakukan, Peradilan Agama mendapatkan

pembinaan langsung dari Mahkamah Agung Republik Indonesia baik

secara administratife maupun secara finansial dan yudisial. Maka

sesuai dengan petunjuk Mahkamah Agung, mulai diadakan pemisahan

jabatan antara kepaniteraan dan kesekretariatan begitu juga rangkap

jabatan antara jurusita dan panitera pengganti, hakim juga diberi

tugas pengawasan bidang-bidang.

g. Masa Berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

Page 109: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

97

Berdasarkan UUD 1945 pasal 24 (2) “bahwa Peradilan

Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di

bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya”.

Di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan

Peradilan Militer, Peradilan Agama merupakan salah satu badan

peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk memnyelenggarakan

penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat percari keadilan dalam

perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang

perkawinan, waris, hibah, wakaf, infaq, shadaqah, dan ekonomi

syari‟ah.

Dengan penegasan kewenangan Peradilan Agama tersebut

dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum kepada Peradilan

Agama dalam menyelesaikan perkara tertentu. Termasuk

penyelenggaraan atas Undang-undang Perkawinan, dan peraturan

pelaksanaannya serta memperkuat landasan hukum Mahkamah

Syar’iyah dalam melaksanakan kewenangannya di bidang jinayat.

Dengan undang-undang ini kewenangan Peradilan Agama

diperluas. Dalam hal ini sesuai dengan perkembangan hukum dan

kebutuhan hukum masyarakat, khusunya masyarakat muslim.

Perluasan tersebut meliputi ekonomi syari‟ah. Dalam kaitannya

perubahan undang-undang ini pula, kalimat yang terdapat dalam

penjelasan umum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama yang menyatakan “para pihak sebelum berperkara

Page 110: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

98

dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang akan

digunakan dalam pembagian warisan” dinyatakan dihapus.

Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang

merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum, telah

dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Sebagaimana telah diganti

menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman. Demikian pula harus dilakukan perubahan Nomor 14

Tahun 1985 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Visi dan Misi

a. Visi

Mewujudkan Pengadilan Agama Salatiga sebagai salah satu

pelaku kekuasaan kehakiman yang mandiri, bersih, bermartabat, dan

berwibawa.

b. Misi

1) Mewujudkan rasa keadilan masayarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan jujur sesuai dengan hati

nurani.

2) Mewujudkan Peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari

campur tangan pihak lain.

Page 111: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

99

3) Meningkatkan pelayanan di bidang peradian kepada masyarakat

sehingga tercapai peradilan yang sederhana,cepat dan biaya

ringan.

4) Meningkatkan kwalitas sumber daya manusia aparat peradilan

sehingga dapat melakukan tugas dan kewajiban secara profesional

dan proposional.

5) Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien dan

bermartabat dalam melaksanakan tugas.

3. Susunan Organisasi

Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim,

Panitera Sekretaris dan Jurusita. Pimpinan Pengadilan Agama terdiri dari

seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua. Hakim adalah pejabat yang

melaksanakan kekuasaan kehakiman (pasal 9, 10 dan 11 Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989).

Tugas dan tanggung jawab serta tata kerja Kepaniteraan

Pengadilan Agama Salatiga diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung,

atau dengan dengan kata lain pembinaan tehnis peradilan, organisasi,

administrasi dan finansial Pengadilan Agama Salatiga dilakukan

langsung oleh Mahkamah Agung (pasal 5 (1) Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006).

Page 112: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

100

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga

Ketua

Drs.H.Umar Mukhlis

Wakil Ketua

HM. Ali Syarifuddin.M.Lc,SH

Panitera

Drs. H. Jamali

Wakl Sekretaris

HM.Nur Agus A. SH

Wakil Panitera

Hj. Robikah. M, SH

Hakim

Drs. Nur Hadi. MH

Drs. Jaenuri

Drs.H.Macmud, SH

Dra..Hj.Farida, MH

H. Suyanto, SH, MH

Muhsin, SH

Kaur Kepegawaian

Mir‟atul Hidayah, SHI

Panmud Hukum

Dra. Widad

Kaur Keuangan

Siti Hindunyati

Panmud Gugatan

Mamnuhin, SH

Kaur Umum

M. Azim Rozi. MS

Panmud Permohonan

Handayani, SH

Panitera Pengganti

H. Fadlan Hasyim S.Ag

Miftah Jauhhara SH

Imam Yaskur BA

Hj. Wasilatun SH

Fitri Ambarawati SH

Mir‟atul Hidayah,SHI

Jurusita Pengganti

M. Nawal Annaji

Jurusita Pengganti

Danang. PN

Page 113: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

101

B. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga

Tugas pokok dan fungsi dari Peradilan Agama Salatiga adalah

melaksanakan peraturan perundangan yang sudah ditentukan dalam pasal

2 dan pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

Peradilan Agama dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.

Peradilan Agama yang dulunya di bawah payung Departemen

Agama, sekarang sudah berubah menjadi satu atap dengan peradilan-

peradilan yang lain di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Kewenangan Pengadilan Agama dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Kewenangan Absolut

Kewenangan absolut adalah suatu wewenang yang berkaitan

dengan pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan.

Kewenangan absolut meliputi perkara-perkara yang menjadi

tanggungjawab Pengadilan Agama Salatiga yaitu:

a. Perkawinan

b. Waris

c. Wasiat

d. Hibah

e. Wakaf

f. Zakat

g. Infaq

Page 114: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

102

h. Shadaqah

i. Ekonomi Syari'ah

Perkara perkawinan adalah hal-hal yang diatur berdasarkan

undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan

menurut syari'ah Islam, antara lain:

a. Izin beristri lebih dari seorang.

b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia

21 tahun.

c. Dispensasi Kawin.

d. Pencegahan Perkawinan.

e. Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

f. Pembatalan Perkawinan.

g. Gugatan Kelalaian atas Kewajiban Suami dan Istri.

h. Perceraian karena Talak.

i. Gugatan Perceraian.

j. Penyelesaian Harta Bersama.

k. Penguasaan Anak.

l. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak

bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak

mematuhinya.

m. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami

kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.

n. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak.

Page 115: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

103

o. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.

p. Pencabutan kekuasaan wali.

q. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam

hal kekuasaan seorang wali dicabut.

r. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup

umur 18 tahun yang ditinggal kedua orang tuanya.

s. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak

yang ada di bawah kekuasaannya.

t. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anu

v. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan

untuk melakukan perkawinan campuran.

w. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum

Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

dijalankan menurut peraturan yang lain.

Waris adalah penentuan siapa yang berhak menjadi ahli waris,

penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-

masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta

peninggalan tersebut, serta Penetapan Pengadilan Agama atas

permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli

waris, penentuan bagian masing- masing ahli waris.

Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda

atau manfaat kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum, yang

berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.

Page 116: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

104

Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan

tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain

atau badan hukum untuk dimiliki.

Wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok

orang (wakif) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian

harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk

jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna

keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang

muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai

dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya.

Infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu

kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa

makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia),

atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa

ikhlas dan karena Allah SWT.

Shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan

sesuatu kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum secara

spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu

dengan mengharap ridha Allah SWT dan pahala semata.

Ekonomi Syari'ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang

dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:

Page 117: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

105

a. Bank Syari'ah.

b. Lembaga Keuangan Mikro Syari'ah.

c. Asuransi Syari'ah.

d. Reasuransi Syari'ah.

e. Reksa Dana Syari'ah.

f. Obligasi Syari'ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari'ah.

g. Sekuritas Syari'ah.

h. Pembiayaan Syari'ah.

i. Pegadaian Syari'ah.

j. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari'ah.

k. Bisnis Syari'ah.

2. Kewenangan Relatif

Kewenangan relatif adalah kewenangan pengadilan menyangkut

tempat terjadinya suatu perkara. Dalam hal ini setiap perkara yanag

terjadi di wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga menjadi wewenang

dan tanggungjawab Pengadilan Agama Salatiga untuk menyelesaikannya.

Adapun wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga adalah

sebagai berikut:

a. Seluruh wilayah Kota Salatiga yang terdiri dari 4 (empat) kecamatan,

sebagai berikut:

1) Kecamatan Sidorejo.

2) Kecamatan Argomulyo.

3) Kecamatan Tingkir.

4) Kelurahan Sidomukti.

Page 118: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

106

b. Sebagian wilayah Kabupaten Semarang, yang terdiri dari 9 (sembilan)

kecamatan, sebagai berikut:

1) Kecamatan Bringin.

2) Kecamatan Bancak.

3) Kecamatan Suruh.

4) Kecamatan Tuntang.

5) Kecamatan Getasan.

6) Kecamatan Pabelan.

7) Kecamatan Tengaran.

8) Kecamatan Susukan.

9) Kecamatan Kaliwungu.

C. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga

1. Administrasi Perkara pada Peradilan Tingkat Pertama

Administrasi Peradilan Agama adalah suatu proses

penyelenggaraan oleh seorang administratur secara teratur dan diatur

guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk

mencapai tujuan pokok.

Sedangkan yang dimaksud dengan diatur adalah seluruh

kegiatan itu harus disusun dan disesuaikan satu sarana lainnya supaya

terdapat keharmonisan dan kesinambungan tugas. Adapun yang

dimaksud dengan teratur adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan yang di1aksanakan secara terus menerus dan terarah

sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dalam melaksanakan

Page 119: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

107

tugas, sehingga akan mencapai penyelesaian tugas pokok secara

maksimal. Peradilan Agama, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, adalah salah satu pelaku

kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam

mengenai perkara tertentu.

Untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman tersebut, Panitera

adalah yang melaksanakan tugas-tugas administrasi dalam rangka

mencapai tugas pokok tersebut, sebagaimana tercantum dalam pasal 26

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006.

Sehubungan dengan peraturan perundangan tersebut, penulis

melakukan wawancara terhadap Widad, Panitera Muda Hukum

Pengadilan Agama Salatiga pada tanggal 13-8-2012 dan memberikan

beberapa penjelasan mengenai administrasi berkperkara di Pengadilan

Agama Salatiga.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Informan bahwa Panitera

sebagai pelaksana kegiatan administrasi pengadilan memiliki 3 (tiga)

macam tugas:

a) Pelaksana administrasi perkara Pola Bindalmin.

b) Pendamping hakim dalam persidangan.

c) Pelaksana putusan atau penetapan.

Da1am rangka untuk melaksanakan tugas pokok pengadilan,

Panitera menerima perkara yang diajukan kepada Peradilan Agama untuk

Page 120: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

108

diproses lebih lanjut. Prosedur penerimaan perkara di Peradilan Agama

melalui beberapa meja, yaitu meja I, meja II dan meja III.

Pengertian meja tersebut adalah merupakan kelompok pelaksana

teknis yang harus dilalui oleh suatu perkara di Peradilan Agama, mulai

dari penerimaan sampai perkara tersebut di selesaikan.

a. Meja I

Meja I mempunyai tugas:

1) Menerima gugatan, permohonan, perlawanan (verzet), pernyataan

banding, kasasi, permohonan peninjauan kembali, eksekusi,

penjelasan dan penaksiran biaya perkara dan biaya eksekusi.

2) Membuat surat kuasa untuk membayar (SKUM) rangkap tiga dan

menyerahkan SKUM tersebut kepada calon penggugat.

3) Menyerahkan kembali surat gugatan kepada calon penggugat.

4) Menaksir biaya perkara sebagaimana ditetapkan dalam pasal 121

HIR yang kemudian dinyatakan dalam SKUM.

5) Penerimaan perkara perlawanan (verzet) hendaknya dibedakan

antara perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek dengan

perlawanan pihak ketiga (darden verzet).

6) Penerimaan verzet terhadap putusan verstek tidak diberi nomor

baru, sedang perlawanan pihak ketiga (darden verzet) dicatat

sebagai perkara baru dan mendapat nomor baru sebagai perkara

gugatan.

Page 121: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

109

7) Dengan demikian penerimaan perkara oleh Meja I secara

keseluruhan meliputi: perkara permohonan, perkara gugatan,

perkara banding, perkara kasasi, perkara peninjauan kembali,

perkara eksekusi.

Selain tugas-tugas penerimaan perkara seperti tersebut

di atas, Meja I juga berkewajiban memberi penjelasan-penjelasan

yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan.

8) Menerima berkas perkara banding.

9) Menerima memori, kontra memori banding yang langsung

dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama, yang disampaikan oleh

pembanding atau terbanding.

Pemegang Kas merupakan bagian dari Meja I yang menerima

pembayaran uang panjar perkara sebagaimana tersebut dalam SKUM

melakukan penerimaan uang panjar perkara atau biaya eksekusi dan

membukukan dalam buku jumal yang terdiri dari:

1) KI. PA. l/p untuk perkara permohonan.

2) KI. PA. l/g untuk perkara gugatan.

3) KI. PA. 2 untuk perkara banding.

4) KI. PA. 3 untuk perkara kasasi.

5) KI. PA. 4 untuk perkara peninjauan kembali.

6) KI. PA. 5 untuk permohonan eksekusi.

Seluruh kegiatan pengeluaran biaya perkara harus melalui

Pemegang Kas dan dicatat secara tertib dalam Buku Induk yang

Page 122: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

110

bersangkutan. Dengan demikian pada Pemegang Kas harus tersedia

uang kontan dan materai putusan.

Untuk pengeluaran biaya materai dan redaksi dicatat dalam

Buku Jurnal sesuai dengan tanggal diputusnya perkara tersebut.

Khusus bagi pengadilan Tinggi Agama, Buku Jurnal terdiri atas

sebuah buku jurnal, yaitu KII. PAl dan membukukan uang panjar

perkara banding yang diterima dari Pengadilan Agama hanya

dilakukan apabila berkas perkara banding yang bersangkutan sudah

diterima oleh Pengadilan Tinggi Agama.

Disamping itu Pemegang Kas menandatangani SKUM,

penerimaan perkara dalam SKUM dan dalam surat gugatan

sebagaimana tersebut dalam buku jurnal yang berkaitan dengan

perkara yang diajukan.

Mengembalikan asli serta tindasan pertama SKUM beserta

surat gugatan kepada calon penggugat. Terhadap perkara prodeo

tetap dibuatkan SKUM sebesar Rp.0,- (nol rupiah) dan SKUM

tersebut didaftarkan pada Pemegang Kas sebagaimana tersebut di

atas.

b. Meja II

Meja II mempunyai tugas:

1) Menerima surat gugatan atau perlawanan dari calon pengggat atau

pelawan dalam rangkap sebanyak jumlah tergugat atau terlawan

ditambah 2 (dua) rangkap.

Page 123: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

111

2) Menerima tindasan pertama SKUM dari calon penggugat atau

pelawan.

3) Mendaftar surat gugatan dalam register yang bersangkutan serta

memberi nomor register pada surat gugatan tersebut.

4) Nomor register diambil dan nomor pendaftaran yang diberikan

oleh Pemegang Kas (kasir).

5) Menyerahkan kembali satu rangkap surat gugatan yang telah

diberi nomor register kepada penggugat.

6) Surat gugatan yang asli dimasukkan dalam sebuah map khusus

dengan melampirkan tindasan pertama SKUM dan surat-surat

yang berhubungan dengan gugatan, disampaikan kepada wakil

panitera, untuk selanjutnya berkas gugatan tersebut disampaikan

kepada Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera.

7) Mendaftar putusan Pengadilan Agama atau Pengadilan Tinggi

Agama atau Mahkamah Agung dalam semua buku register yang

bersangkutan.

Kepaniteraan gugatan mempelajari kelengkapan persyaratan

dan mencatat semua data-data perkara, yang baru diterimanya dalam

buku penerimaan tentang perkara, kemudian menyampaikannya

kepada Panitera dengan melampirkan semua formulir-formulir yang

berhubungan dengan pemeriksaan perkara.

Panitera sebelum meneruskan berkas-berkas yang baru

diterimanya itu kepada Ketua Pengadilan Agama, terlebih dahulu

Page 124: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

112

menyuruh petugas yang bersangkutan untuk mencatatnya dalam buku

register perkara yang nomornya diambil dari SKUM. Paling lambat

pada hari kedua setelah surat gugatan diterima di bagian Kepaniteraan

Pengadilan, Panitera harus sudah menyerahkan kepada Ketua

Pengadilan Agama yang selanjutnya Ketua Pengadilan Agama

mencatat dalam buku ekspedisi yang ada padanya dan

mempelajarinya, kemudian menyampaikan kembali berkas perkara

tersebut kepada Panitera dengan disertai penetapan Penunjukan

Majelis Hakim (PMH) yang harus dilakukannya dalam waktu

selambat-lambatnya 10 (sepuluh hari) sejak gugatan didaftarkan.

Panitera menyerahkan berkas perkara yang diterimanya dari

Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Agama kepada Majelis Hakim

yang bersangkutan, kemudian menunjuk seorang atau lebih Panitera

Pengganti untuk membantu kepada Majelis Hakim yang bersangkutan.

Setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara tersebut, maka Ketua

Majelis Hakim harus membuat Penetapan Hari Sidang (PHS).

Setelah Majelis Hakim membuat Penetapan Hari Sidang

(PHS) kemudian Ketua Majelis Hakim memerintahkan kepada

Jurusita atau Jurusita Pengganti untuk melaksanakan pemanggilan

dalam wilayah yurisdiksi dilaksanakan secara resmi dan patut.

c. Meja III

Meja III mempunyai tugas:

Page 125: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

113

1) Menyerahkan salinan putusan Pengadilan Agama atau Pengadilan

Tinggi Agama atau Mahkamah Agung kepada yang

berkepentingan.

2) Menyerahkan salinan penetapan Pengadilan Agama atau kepada

pihak yang berkepentingan.

3) Menerima memori atau kontra memori banding, memori atau

kontra memori kasasi, jawaban atau tanggapan peninjauan

kembali dan lain-lain.

4) Menyusun dan mempersiapkan berkas.

2. Administrasi Perkara Banding

a. Prosedur Pengajuan Banding

Bagi para pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan

Pengadilan Agama dapat mengajukan permohonan banding ke

Pengadilan Tinggi Agama melalui Panitera Pengadilan Agama yang

memutuskan perkara. Batas waktu pengajuan banding tersebut adalah

14 (empat belas) hari setelah putusan Pengadilan Agama diumumkan

atau diberitahukan secara sah kepada para pihak yang tidak hadir

ketika putusan itu diucapkan.

Terhadap permohonan banding yang diajukan melewati

batas waktu 14 (empat belas) hari Panitera wajib pula menerima dan

mencatatnya dan tidak diperkenankan kepadanya untuk menolak

permohonan banding itu dengan alasan waktu banding itu telah lewat

sebelum permohonan banding dicatat, pemohonan banding harus

Page 126: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

114

sudah melunasi panjar biaya banding yang dibuktikannya dengan

SKUM yang dibuat oleh kasir. Tidak diperkenankan pembayaran

banding ini dengan sistem cicilan.

Pengajuan permohonan banding bagi orang yang tidak

mampu (prodeo), Pengadilan Agama terlebih dahulu memeriksa

ketidakmampuan orang tersebut dan selanjutnya berita acara

pemeriksaan dan berkas bendel A dikirim ke Pengadilan Tinggi

Agama untuk diperiksa dan diputus tentang prodeonya.

Selanjutnya apabila Pengadilan Tinggi Agama telah selesai

memeriksanya, membuat penetapan yang mengabulkan atau menolak

prodeonya, berkas dikirim kembali ke Pengadilan Agama. Sekiranya

prodeo ditolak maka pemohon banding diwajibkan membayar ongkos

perkara, sebaliknya apabila dikabulkan maka diproses secara prodeo.

Permohonan Banding yang telah memenuhi syarat

administrasi harus pula dibuatkan akta permohonan banding. Dalam

waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima, kepada

pihak lawan harus diberitahukan adanya permohonan banding itu,

yang dinyatakan dengan akta pemberitahuan permohonan banding.

Apabila para pihak membuat memori banding atau kontra

memori banding harus dicatat tanggal penerimaannya, dan selanjutnya

salinannya disampaikan kepada pihak lawannya masing-masing yang

dinyatakan dengan akta penyerahan atau pemberitahuan memori atau

kontra memori banding.

Page 127: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

115

Sebelum berkas banding itu dikirim ke Pengadilan Tinggi

Agama, kepada kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk

membaca atau mempelajari (inzage) berkas perkara yang akan

dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama.

Dalarn waktu satu bulan sejak permohanan banding diterima,

berkas perkara banding harus sudah dikirim kepada Pengadilan Tinggi

Agama. Berkas perkara banding yang dikirim melalui pos dikirim

dengan pos tercatat, sedangkan yang diantar langsung ke Pengadilan

Tinggi Agama harus disampaikan dengan ekspedisi atau tanda bukti

penerimaan, untuk menghindari hilangnya berkas perkara.

Biaya pemeriksaan perkara banding ke Pengadilan Tinggi

Agama harus disampaikan melalui Bank Pemerintah atau Wesel Pos

bersamaan dengan pengiriman berkas perkara.

Berkas perkara banding yang dikirirn ke Pengadilan Tinggi

Agama dijilid atau disusun dengan baik. dalam bentuk dan urutan

bendel A dan bendel B.

b. Tertib Berkas Perkara Banding

Bendel A (Arsip Pengadilan Agama) terdiri dari:

1) Surat gugatan penggugat atau surat perrnohonan pemohon.

2) Penetapan Penunjukan Majelis Hakim (PMH).

3) Penetapan Hari Sidang (PHS).

4) Relaas-relaas panggilan.

Page 128: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

116

5) Berita Acara Sidang (jawaban, replik, duplik, pihak-pihak

dimasukkan dalarn kesatuan berita acara).

6) Surat Kuasa dari kedua belah pihak (bila memakai kuasa).

7) Penetapan Sita Conservotoir atau Revendicatoir (bila ada).

8) Berita Acara Sita Conservatoir atau Revindicatoir (bila ada).

9) Lampiran-lampiran surat-surat yang diajukan oleh kedua belah

pihak bila ada.

10) Surat-surat bukti penggugat, surat-surat bukti tergugat.

11) Tanggapan bukti-bukti tergugat dari penggugat (bila ada),

tanggapan bukti-bukti dari tergugat (bila ada).

12) Berita Acara Pemeriksaan Setempat (bila ada).

13) Gambar situasi (bila ada).

14) Surat-surat lainnya (bila ada).

Sedangkan Bendel B (untuk arsip Pengadilan Tinggi Agama)

terdiri dari :

1) Salinan Resmi Putusan Pengadilan Agama.

2) Akta Permohonan Banding.

3) Akta Pemberitahuan Banding.

4) Akta Pemberitahuan memori banding atau kontra memori

banding.

5) Akta Pemberitahuan memberi kesempatan pihak-pihak untuk

melihat, membaca dan memeriksa (inzage) berkas perkara, Surat

Kuasa Khusus (kalau ada).

6) Tanda bukti ongkos perkara banding.

Page 129: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

117

3. Administrasi Perkara Kasasi

a. Prosedur Kasasi

Kasasi adalah upaya hukum para pihak berperkara karena

merasa tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat banding yang

diajukan ke Mahkamah Agung yang melalui Kepaniteraan peradilan

tingkat pertama, diberi kesempatan waktu selama 14 (empat belas)

hari untuk menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung Republik

Indonesia dihitung setelah para pihak yang berperkara menerima

pemberitahuan putusan dari Pengadilan Tinggi Agama.

Apabila diantara pihak akan menyatakan kasasi, maka kepada

pemohon kasasi membayar biaya kasasi sesuai dengan keputusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: KMA

l017/SK/VI/1992 Tanggal 10 Juni 1992.

Panitera yang menangani perkara kasasi, barn menerima

perkara tersebut apabila masih dalam tenggang waktu 14 hari dan

telah melunasi biaya perkara kasasi. Selanjutnya Panitera

memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan selambat-

lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan kasasi

tersebut.

Pihak pemohon kasasi membuat memori kasasi sebanyak tiga

rangkap dalam tenggang waktu 14 (empat belas hari) sejak

permohonan kasasi dicatat dan didaftar. Panitera membuat tanda

terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan

Page 130: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

118

memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam waktu paling

lambat 30 (tiga puluh hari) dengan membuat tanda terima penyerahan.

Pihak lawan diberi kesempatan untuk membuat jawaban

(konta memori kasasi) dalam waktu 14 (empat belas hari) sejak

diterimanya memori kasasi tersebut.

Panitera menerima kontra memori kasasi dengan bukti tanda

terima. Selanjutnya Panitera mengirimkan berkas pemohonan kasasi

ke Mahkamah Agung selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

Adapun berkas yang dikirim tersebut terdiri dari bundel A dan B.

b. Tertib Berkas Perkara Kasasi

Bendel A (untuk arsip Pengadilan Agama) Susunan dan

aturan bendel A ini adalah sama dengan susunan dan aturan pada

bendel A permohonan banding. Bendel B (untuk arsip Mahkamah

Agung Republik Indonesia) terdiri dari:

1) Relas-relas pemberitahun ini putusan banding kepada kedua belah

pihak.

2) Akte permohonan kasasi.

3) Surat kuasa khusus dari pemohon kasasi (bila ada).

4) Memori kasasi (bila ada) atau surat keterangan apabila pemohon

kasasi tidak mengajukan memori kasasi.

5) Tanda terima memori kasasi.

6) Relas pemberitahuan kasasi kepada pihak lawan.

Page 131: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

119

7) Relas pemberitahun memori kasasi kepada pihak lawan dan

kontra memori kasasi (bila ada).

8) Relas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan,

relaas memberikan kesempatan pihak-pihak, membaca dan

memeriksa berkas (inzage).

9) Salinan resmi putusan Pengadilan Agama. Salinan resmi putusan

Pengadila Tinggi Agama. Tanda bukti setoran biaya yang sah dari

bank. Surat-surat lain yang sekiranya ada.

4. Administrasi Perkara Peninjauan Kembali

a. Prosedur Peninjauan Kembali

Permononan peninjauan kembali atas suatu putusan

Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

hanya dapat diajukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia

berdasarkan alasan sebagaimana diatur dalam pasal 67 Undang-

undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh

para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya

yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Apabila selama proses

peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut

dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya yang masih hidup.

Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu

kali saja. Permohonan peninjauan kembali dalam waktu 180 hari

Page 132: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

120

setelah putusan atau penetapan mempunyai kekuatan hukum tetap,

atau sejak ditemukan bukti-bukti baru atau bukti-bukti adanya

penipuan.

Pemohon peninjauan kembali harus membayar biaya kepada

Panitera Pengadilan Agama sesuai dengan Keputusan Ketua

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: K-lA/017/SK/VI/l992

Tanggal 10 Juni 1992 dan selanjutnya Panitera mengirimkannya ke

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Panitera setelah menerima

peninjauan kembali beserta biayanya maka kemudian membuat akta

peninjauan kembali serta memasukkan dalam buku register.

Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari

Panitera memberitahukan tentang permohonan peninjauan kembali

kepada pihak lawan dengan mengirimkan salinan permohonan

peninjauan kembali serta alasan-alasannya kepada pihak lawan. Pihak

lawan dapat mengajukan jawabannya dalam tenggang waktu 30 hari

setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali

tersebut.

Setelah jawaban diterima oleh Pengadilan Agama Panitera

wajib membubuhi stempel, tanggal, hari diterimanya jawaban

peninjauan kembali tersebut diatas surat jawaban.

Berkas perkara peninjauan kembali dan bukti pembayaran

biayanya oleh Panitera dikirim ke Mahkamah Agung Republik

Indonesia dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. Berkas perkara

Page 133: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

121

peninjauan kembali yang disampaikan ke Mahkamah Agung Republik

Indonesia disusun dengan baik, dalam bentuk bendel A dan bendel B.

b. Tertib Berkas Peninjauan Kembali

Bendel A (untuk arsip Pengadilan Agama Salatiga), susunan

dan aturan bendel A adalah sama dengan susunan dan aturan pada

bendel A permohonan banding dan kasasi. Bendel B (untuk arsip

Mahkamah Agung Republik Indonesia) terdiri dari:

1) Relas pemberitahuan isi putusan Mahkamah Agung (terutama

kepada pemohon peninjauan kembali) atau relaas pemberitahuan

isi putusan banding.

2) Permohonan peninjauan kembali diajukan atas putusan

Pengadilan Tinggi Agama yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap dalam hal putusan diucapkan diluar hadir pihak

berperkara.

3) Akta peninjauan kembali.

4) Surat permohonan peninjauan kembali yang dilampiri dengan

surat bukti.

5) Tanda terima surat permohonan peninjauan kembali dan surat

kuasa khusus bila ada.

6) Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan permohonan

peninjauan kembali kepada pihak lawan.

7) Jawaban surat permohonan peninjauan kembali.

Page 134: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

122

8) Salinan resmi Putusan Pengadilan Agama atau fotokopi yang

dilegalisir oleh Panitera.

9) Salinan resmi Putusan Pengadilan Tinggi Agama atau foto copi

yang dilegalisir oleh Panitera.

10) Salinan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia atau

fotokopi yang dilegalisir oleh Panitera.

11) Tanda bukti setoran biaya dari bank.

12) Surat-surat lain yang mungkin ada.

D. Proses Pemeriksaan pada Perkara Gugatan Perceraian

1. Kelengkapan Berkas

Penulis melakukan penelitian terhadap berkas perkara yang akan

diperiksa melalui persidangkan dengan nomor perkara:

666/Pdt.G/2011/PA.Sal tanggal 8 September 2011. Dalam penelitian

tersebut ada beberapa hal yang harus dipenuhi atau hal-hal yang harus

ada dalam berkas sebelum berkas tersebut diperiksa.

Hal-hal yang berkaitan dengan berkas tersebut harus dilakukan

baik oleh para pihak perkara, maupun oleh Kepaniteraan Pengadilan

Agama Salatiga. Dalam berkas tersebut pihak sudah membuat surat

gugatan perceraian dan tidak menggunakan jasa Advokat ataupun Kuasa

Insidentil yang kemudian oleh pihak sendiri pula surat gugatan

perceraian tersebut diajukan ke Kepaniteraan Pengadilan Agama

Salatiga. Oleh Meja I diberi penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu

berkenaan dengan perkara yang diajukan dan dibuatkan Surat Kuasa

Page 135: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

123

Untuk Membayar (SKUM) rangkap tiga dan menyerahkan SKUM

tersebut kepada calon penggugat.

Dalam SKUM tersebut tercantum nomor perkara, nama pihak

penggugat, jumlah biaya, tanggal pembayaran, tanda tangan Pemegang

Kas, stempel Pengadilan Agama Salatiga dan stempel tanda lunas.

Dengan SKUM ini pula para pihak membayar biaya perkaranya langsung

melalui Bank BNI Cabang Salatiga, hal ini sesuai dengan pasal 89

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.

Setelah adanya bukti para pihak membayar perkaranya,

kemudian Ketua Pengadilan Agama Salatiga membuat surat Penetapan

Majelis Hakim (PMH) sebagaimana yang tercantum dalam pasal 11

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

dan pasal 93 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Dengan dasar PMH

ini kemudian Ketua Majelis Hakim membuat surat Penetapan Hari

Sidang (PHS) dan Panitera Pengadilan Agama Salatiga membuat surat

Penunjukan Panitera Sidang.

Ketua Majelis Hakim setelah membuat PHS kemudian

memerintahkan Jurusita atau Jurusita Pengganti untuk menyampaikan

surat panggilan (relaas) kepada para pihak baik penggugat maupun

tergugat.

Dengan demikian hal-hal yang harus ada dalam berkas sebelum

berkas tersebut diperiksa sebagaimana yang ditemukan Penulis yaitu

surat gugatan perceraian, SKUM dan Kwitansi dari Bank BNI Cabang

Page 136: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

124

Salatiga, PMH, PHS, Penunjukan Panitera Sidang dan Surat Panggilan

(relaas).

2. Pemeriksaan dalam Persidangan

a. Pemeriksaan Perkara Gugatan Perceraian

Disamping melakukan penelitian terhadap kelengkapan

berkas sebelum perkara tersebut diperiksa di persidangan, penulis

juga melakukan penelitian terhadap berkas perkara selama proses

persidangan berlangsung, mulai dari persidangan pertama sampai

Majelis Hakim mengambil suatu keputusan, dimana selama proses

persidangan tersebut dicatat oleh Panitera Sidang dan dibendel dalam

satu berkas Berita Acara Persidangan (BAP). BAP merupakan

gambaran semua proses pemeriksaan perkara gugatan perceraian

dilaksanakan.

Pemeriksaan persidangan pertama Pengadilan Agama

Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara perdata gugatan

perceraian dengan Nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal pertama kali

dilaksanakan pada tanggal 28 September 2012. Dalam persidangan

tersebut Penggugat datang sendiri menghadap di persidangan, dan

Tergugat tidak datang menghadap ataupun menyuruh orang lain untuk

hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan

patut sebagaimana yang tercantum dalam surat panggilan.

Pemeriksaan diawali dengan memeriksa identitas Penggugat

dan Tergugat yang ada dalam surat gugatan perceraian, dan Penggugat

Page 137: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

125

membenarkan identitas tersebut. Disamping itu Penggugat juga

menerangkan kepada Ketua Majelis Hakim bahwa Tergugat sekarang

berada di Lembaga Pemasyarakatan Salatiga karena kasus Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT). Oleh karena Tergugat tidak hadir,

maka pemeriksaan persidangan ditunda untuk memanggil Tergugat

kembali.

Persidangan lanjutan dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober

2011. Penggugat datang sendiri menghadap di persidangan, sedangkan

Tergugat tidak hadir dan tidak menyuruh orang lain untuk hadir dalam

persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut

sebagaimana yang tercantum dalam surat panggilan.

Oleh karena Tergugat tidak hadir 2 (dua) kali berturut-turut,

maka Ketua Majelis Hakim menyatakan antara Penggugat dan

Tergugat tidak dapat dimediasi, dan mediasi dianggap gagal.

Kemudian Majelis Hakim melanjutkan persidangan dengan

membacakan surat gugatan perceraian Penggugat, setelah sebelumnya

Ketua Majelis Hakim menasehati kepada Penggugat untuk tidak

bercerai.

Atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim Penggugat

membenarkan bahwa surat gugatan perceraian yang dibacakan dalam

persidangan adalah gugatan Penggugat, dan Penggugat tidak akan

merubah gugatan tersebut dan tetap mempertahankan isinya.

Page 138: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

126

Selanjutnya Ketua Majelis Hakim menunda pemeriksaan gugatan

perceraian untuk mendengar jawaban Tergugat.

Persidangan berikutnya dilaksanakan pada tanggal 9

Nopember 2011. Pada tahap persidangan ini Penggugat datang sendiri

menghadap di persidangan, sedangkan Tergugat tidak hadir dan tidak

menyuruh orang lain untuk hadir dalam persidangan meskipun telah

dipanggil secara resmi dan patut sebagaimana yang tercantum dalam

surat panggilan.

Ketua Majelis Hakim dalam persidangan ini tetap

memberikan nasehat kepada Penggugat supaya tidak bercerai dengan

Tergugat, namun Penggugat tetap bersikukuh untuk bercerai. Oleh

karena Tergugat tidak hadir di persidangan yang sedianya untuk

mendengar jawabannya, kemudian Ketua Majelis melanjutkan

persidangan dengan acara pembuktian.

Dalam persidangan ini Penggugat mengajukan alat bukti

yaitu alat bukti saksi, alat bukti surat berupa fotokopi putusan

Pengadilan Negeri Salatiga Nomor: 45/Pid.Sus/2011/PN.Sal yang

amar putusannya berbunyi:

a. Menyatakan Terdakwa Bambang Triyono bin Ngadiyono telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Kekerasan Fisik dalam Rumah Tangga yang tidak

menimbulkan halangan untuk menjalankan pekerjaan mata

pencaharian”.

b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan

Pidana Penjara Selama : 1 (satu) bulan dan 15 (lima belas)

hari.

c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Page 139: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

127

d. Memerintahkan agar Terdakwa tetap dalam tahanan.

e. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.

1.000,00 (seribu rupiah).

Kemudian fotokopi KTP Penggugat Nomor: 33733046508780002,

fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor: 240/231/VIII/1996. Alat-alat

bukti tersebut setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya.

Alat bukti saksi adalah orang tua kandung Penggugat yang

memberikan kesaksian dalam persidangan dan memberikan

keterangan dalam beberapa hal yaitu:

a. Bahwa Setelah menikah Penggugat dan Tergugat tinggal di rumah

orang tua Tergugat di Klaseman Salatiga selama 15 (lima belas)

tahun.

b. Bahwa Penggugat dikembalikan kepada orang tuanya dan telah

berpisah rumah selama 4 (empat) bulan. Adapun alasan

dikembalikannya Penggugat kepada orang tuanya karena mereka

sering bertengkar sampai Tergugat menyakiti badan jasmani

Penggugat.

c. Bahwa Tergugat pernah dilaporkan ke Polisi karena kasus KDRT,

sehingga Tergugat sempat dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan

Salatiga.

d. Bahwa selama pisah Tergugat tidak pernah memberi ataupun

mengirim sesuatu apapun sebagai nafkah kepada Penggugat.

e. Bahwa orang tua Penggugat sudah tidak sanggup lagi

mendamaikan keduanya dan lebih baik mereka diceraikan saja.

Page 140: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

128

Selanjutnya Ketua Majelis Hakim menunda pemeriksaan

gugatan perceraian untuk pembuktian lanjutan.

Pelaksanaan sidang lanjutan dilaksanakan pada tanggal 23

Nopember 2011. Penggugat datang sendiri menghadap di persidangan,

sedangkan Tergugat tidak hadir dan tidak menyuruh orang lain untuk

hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan

patut sebagaimana yang tercantum dalam surat panggilan.

Ketua Majelis Hakim dalam persidangan untuk pembuktian

lanjutan masih memberi nasehat kepada Penggugat untuk tidak

bercerai dengan Tergugat, namun Penggugat tetap bersikukuh untuk

bercerai dengan Tergugat. Atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim

perihal kesiapan Penggugat untuk mengajukan alat bukti saksi yang

lain, Penggugat menyatakan belum siap mengajukan alat bukti saksi

yang lain.

Oleh karena persidangan pada tanggal 23 Nopember 2011

dianggap cukup maka Ketua Majelis menunda kembali persidangan

untuk pembuktian lanjutan.

Persidangan dibuka kembali pada tanggal 7 Desember 2011.

Dalam persidangan ini Penggugat datang sendiri menghadap di

persidangan, sedangkan Tergugat tidak hadir dan tidak menyuruh

orang lain untuk hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil

secara resmi dan patut sebagaimana yang tercantum dalam surat

panggilan.

Page 141: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

129

Sebagaimana sidang-sidang sebelumnya Ketua Majelis

Hakim masih tetap memberi nasehat kepada Penggugat untuk tidak

bercerai dengan Tergugat, namun Penggugat tidak mau dan tetap

bersikukuh dengan pendiriannya untuk bercerai dengan Tergugat.

Ketua Majelis Hakim kemudian memberikan pertanyaan

perihal kesiapan Penggugat untuk mengajukan alat bukti saksi yang

lain selain orang tuanya. Atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim ini,

Penggugat menyatakan tidak akan menambah alat bukti lain baik alat

bukti surat maupun saksi-saksi dan mohon kepada Ketua Majelis

Hakim untuk segera menjatuhkan putusan.

Oleh Ketua Majelis Hakim persidangan diskors untuk

musyawarah Majelis Hakim dan Penggugat diperintahkan untuk

meninggalkan ruang persidangan.

Setelah Majelis Hakim selesai bermusyawarah, kemudian

Ketua Majelis Hakim menyatakan sidang dibuka kembali dan terbuka

untuk umum dan memerintahkan Penggugat untuk memasuki

persidangan kembali, selanjutnya Ketua Majelis Hakim membacakan

putusan perkara gugatan perceraian ini yang amar putusannya sebagai

berikut:

a. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil dengan resmi dan

patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir.

b. Menolak gugatan Penggugat.

c. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp. 441.000,00 (empat ratus empat puluh satu ribu

rupiah).

Page 142: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

130

b. Putusan

1) Pertimbangan Hukum dalam Putusan

Putusan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam

bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka

untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan atau

kontensius.

Dalam setiap putusan terdapat pertimbangan atau alasan

putusan hakim yang terdiri dari pertimbangan tentang duduk

perkara dan pertimbangan tentang hukumnya. Perkara nomor:

666/Pdt.G/2011 PA.Sal pertimbangan tentang duduk perkaranya

menyatakan sebagai berikut:

Bahwa Penggugat telah melaksanakan pernikahan

dengan Tergugat pada tanggal 11 Agustus 1996 di hadapan

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) KUA Kecamatan Suruh,

Kabupaten Semarang sebagaimana ternyata dalam Kutipan

Akta Nikah nomor: 240/VIII/1996 tertanggal 12 Agustus 1996.

Bahwa setelah pernikahan tersebut Penggugat dan

Tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri

dengan baik, telah berhubungan badan (ba‟da dukhul) dan

keduanya bertempat tinggal bersama di rumah orang tua

Penggugat di Suruh selama 3 bulan, terakhir bertempat tinggal

di rumah pemberian orang tua Tergugat di Salatiga selama 14

tahun 7 bulan, dan sudah diakruniai 3 orang anak masing-

masing bernama Andika Gilang Pangestu (lahir 7 Agustus

1997), Bramantya Restu Putra (lahir 7 Juni 2003), dan

Cassanova Satria Pamungkas (lahir 1 Juni 2007).

Bahwa kehidupan rumah tangga Penggugat dan

Tergugat mulai goyah dan terjadi perslisihan dan pertengkaran

secara terus menerus yang sulit diatasi sejak bulan Agustus

1998.

Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan dan

pertengkaran tersebut karena Tergugat sering menganiaya

Penggugat hingga memar, misalnya dipukul dan ditampar.

Bahwa karena Penggugat sudah tidak kuat lagi

dengan sikap Tergugat, kemudian pada tanggal 9 Juni 2010,

Page 143: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

131

antara Penggugat an Tergugat berpisah tempat tinggal yang

sampai saat ini sudah selama 3 bulan, karena Tergugat

mengusir Penggugat.

Bahwa saat ini Penggugat dan Tergugt berpisah

tempat tinggal, yaitu Penggugat bertempat tinggal di rumah

orang tuanya di Jl. Soekarno Hatta, dan Tergugat bertempat

tinggal di rumah orang tunya di Jl. Cendrawasih.

Bahwa selama pisah rumah tersebut, Tergugat tidak

pernah memberi nafkah kepada Penggugat bahkan Tergugat

sudah mengembalikan Penggugat ke rumah orang tua

Penggugat.

Bahwa berdasrkan sebab-sebab tersebut di atas,

maka Penggugat merasa rumah tangga antara Penggugat dan

Tergugat tidak dapat dipertahankan lagi, karena perselisihan

dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan

dan sulit di atasi dan tidak ada harapan untuk rukun lagi, telah

sesuai dengan pasal 9 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal

116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas,

Penggugat mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama

Salatiga c.q Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang

amarnya berbunyi sebagai berikut:

Primer:

Mengabulkan gugatan Penggugat.

Menjatuhkan talak satu ba‟in sughra Tergugat terhadap

Penggugat.

Membebankan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Subsider:

Dan atau jika pengadilan berpendapat lain, mohon putusan

yang seadil-adilnya.

Menimbang bahwa pada hari sidang yang telah

ditetapkan Penggugat datang menghadap sendiri sedangkan

Tergugat tidak pernah datang menghadap di persidangan

meskipun telah dipanggil secara resmi dan patuat.

Menimbang bahwa Majelis tidak bisa

mengupayakan mediasi maupun mendamaikan Penggugat dan

Tergugat, karena Tergugat tidak datang di persidangan,

selanjutnya dibacakan gugatan Penggugat yang isinya tetap

dipertahankan oleh Penggugat.

Menimbang bahwa untuk meneguhkan dali-dalil

gugatannya, Penggugat mengajukan bukti berupa:

Bukti Surat fotokopi KTP Penggugat Nomor:

33733046508780002, tanggal 25 Agustus 2011 yang diberi

tanda P.1, fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor:

240/231/VIII/1996 tanggal 12 Agustus 1996 yang dikeluarkan

Page 144: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

132

oleh KUA Kecamatan Suruh, yang diberi tanda P.2, fotokopi

salinan putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor:

45/Pid.Sus/2011/PN.Sal, tanggal 12 Oktober 2012 yang

bermeterai cukup dan setelah dicocokkan ternyata sesuai

dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P.3.

Bukti Saksi yang bernama Kasmin bin Marto Kasmin yang

memberikan keterangan:

a. Bahwa Setelah menikah Penggugat dan Tergugat tinggal di

rumah orang tua Tergugat di Klaseman Salatiga selama 15

(lima belas) tahun.

b. Bahwa Penggugat dikembalikan kepada orang tuanya dan telah

berpisah rumah selama 4 (empat) bulan. Adapun alasan

dikembalikannya Penggugat kepada orang tuanya karena

mereka sering bertengkar sampai Tergugat menyakiti badan

jasmani Penggugat.

c. Bahwa Tergugat pernah dilaporkan ke Polisi karena kasus

KDRT, sehingga Tergugat sempat dipenjara di Lembaga

Pemasyarakatan Salatiga.

d. Bahwa selama pisah Tergugat tidak pernah memberi ataupun

mengirim sesuatu apapun sebagai nafkah kepada Penggugat.

e. Bahwa orang tua Penggugat sudah tidak sanggup lagi

mendamaikan keduanya dan lebih baik mereka diceraikan saja.

Menimbang bahwa selanjutnya Penggugat tidak

mengajukan apapun lagi dan Pengadilan Agama Salatiga

segera menjatuhkan putusan.

Sedangkan dalam pertimbangan tentang hukumnya

menyatakan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat

adalah sebagaimana telah diuraikan diatas.

Menimbang, bahwa Penggugat datang menghadap

sendiri di persidangan, sedangkan Tergugat tidak hadir sendiri

di persidangan dan tidak menyuruh orang lain sebagai

wakilnya.

Menimbang, bahwa Majelis tidak dapat

mengupayakan mediasi maupun mendamaikan Penggugat

dengan Tergugat, karena Tergugat tidak datang di persidangan.

Menimbang, bahwa untuk meneguhkan gugatannya,

Penggugat telah mengajukan bukti surat berupa fotokopi KTP

dan Kutipan Akta Nikah dan Salinan Putusan Pengadilan

Negeri Salatiga, oleh karena dibuat oleh pejabat yang

berwenang serta bermeterai cukup, maka telah diterima

sebagai alat bukti yang sah.

Page 145: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

133

Menimbang, bahwa salinan putusan Pengadilan

Negeri Salatiga, meskipun telah bermeterai cukup, namun

karena tidak dicantumkan tentang berkekuatan hukumnya,

maka salinan putusan tersebut dianggap tidak bernilai.

Menimbang, bahwa bukti saksi yang diajukan

Penggugat terdiri dari Kasmin bin Marto Kasmin dan tidak ada

yang lain, dan Penggugat tidak akan mengajukan saksinya lagi,

maka oleh Majelis Hakim saksi yang hanya satu, tidak

dianggap sebagai saksi.

Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 (1)

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diubah lagi

dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang

Peradilan Agama, maka kepada Penggugat dihukum untuk

membayar biaya perkara.

Dengan pertimbangan hukum tersebut kemudian Majelis

Hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut:

mengadili

a. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil dengan resmi

dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir.

b. Menolak gugatan Penggugat.

c. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp. 441.000,00 (empat ratus empat puluh satu

ribu rupiah).

Setiap putusan pengadilan harus memuat dasar alasan

yang jelas dan rinci. Menurut asas ini, putusan yang dijatuhkan

harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan

yang tidak memenuhi ketentuan ini dikategorikan putusan yang

tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd). Alasan-

alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari

ketentuan pasal 25 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 dan pasal

Page 146: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

134

178 (1) HIR, pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan,

hukum kebiasaan, yurisprudensi dan doktrin hukum.

Pasal 184 HIR, pasal 195 R.Bg, pasal 23 Undang-undang

Nomor 14 Tahun 1970 menentukan bahwa setiap putusan dalam

perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban

dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum

tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya

pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.

Berhubungan dengan hal-hal tersebut diatas setelah

meneliti dengan seksama putusan nomor: 0666/Pdt.G/2011/PA.Sal,

penulis hanya menemukan dasar pertimbangan hukum Majelis

Hakim yaitu pasal 89 (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

Tentang Peradilan Agama, maka kepada Penggugat dihukum untuk

membayar biaya perkara.

Adapun dasar hukum tentang pertimbangan hukum yang

lain tidak disebutkan dalam putusan tersebut misalnya dasar hukum

alat bukti yang sah, dasar hukum alat bukti putusan pengadilan

yang sah dijadikan sebagai alat bukti, dasar hukum mediasi, dasar

hukum tentang satu saksi bukan saksi.

Page 147: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

135

2) Asas Membantu Para Pihak

Asas ini diatur dalam pasal 5 (2) Undang-undang Nomor

14 Tahun 1970 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 pasal 4 (2), dan pasal 119 HIR. Pemberian bantuan

tersebut harus dalam hal-hal yang dianjurkan oleh hukum acara

perdata salah satunya adalah memberi penjelasan tentang alat bukti

yang sah.

Penjelasan yang diberikan oleh Majelis Hakim tersebut

hanya sebatas prosedur alat bukti yang sah dan hanya yang bersifat

formilnya saja, adapun penjelasan tentang materil alat bukti tidak

diperkenankan karena hal ini sudah dianggap sebagai intervensi

Majelis Hakim terhadap perkara yang sedang diperiksanya

(wawancara dengan HM. Ali Syarifuddin. M, Hakim Pengadilan

Agama Salatiga, tanggal 13-8-2012).

Peraturan ini ditujukan bagi orang-orang yang mencari

keadilan yang tidak mempunyai pengetahuan tentang hukum dan

tidak mengetahui tentang pemeriksaan perkara perdatanya dan juga

tidak mampu untuk membayar kepada penasehat hukum.

Baik dalam BAP maupun putusan tersebut Penulis tidak

menemukan adanya usaha Majelis Hakim memberi petunjuk

kepada Penggugat untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan

dalam persidangan untuk dapat tercapainya peradilan yang

sederhana, cepat dan biaya ringan.

Page 148: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

136

E. Sikap Hakim Terhadap Alat-alat Bukti Gugatan Penggugat

Penulis pada tanggal 13-8-2012 melakukan wawancara sehubungan

dengan putusan perkara gugatan perceraian Nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal

terhadap H. Noerhadi salah satu anggota Majelis Hakim yang memeriksa dan

mengadili perkara tersebut.

Dalam wawancara tersebut Informan memberikan penjelasan

mengenai sikap Majelis Hakim terhadap alat-alat bukti gugatan Penggugat

dalam pemeriksaan persidangan sebagai berikut:

Pertama bahwa Penggugat diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk

mendatangkan satu saksi lagi perihal tentang penganiayaan Tergugat terhadap

Penggugat, Penggugat tidak bersedia mendatangkan saksi lagi, karena

penganiayaannya yang harus dibuktikan.

Kedua bahwa alat bukti yang diajukan oleh Penggugat berupa salinan

putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor: 45/Pid.Sus/2011/PN.Sal diterima

oleh Majelis Hakim sebagai alat bukti yang sah namun dianggap tidak bernilai

karena dalam salinan putusan tersebut tidak menyebutkan tulisan yang

menerangkan bahwa salinan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

Ketiga bahwa Penggugat diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk

mendatangkan alat bukti lain di persidangan, tidak mendatangkan alat bukti

lain tersebut.

Dengan alasan-alasan tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat

bahwa dalil-dalil gugatan yang diajukan oleh Penggugat di persidangan tidak

terbukti, maka gugatan Penggugat harus ditolak.

Page 149: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

137

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA

YANG MENOLAK GUGATAN PERCERAIAN DENGAN ALASAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. Proses Pemeriksaan Perkara

Sebagaimana telah dibahas oleh penulis pada bab II bahwa Hukum

Acara Perdata Peradilan Agama adalah peraturan hukum yang mengatur

bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil Peradilan

Agama dengan perantaraan hakim Peradilan Agama.

Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama menyebutkan bahwa Hukum Acara Perdata yang berlaku di

Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada peradilan

dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus.

Gugatan perceraian merupakan salah satu perkara yang diatur

secara khusus oleh undang-undang, oleh karena itu untuk memeriksa dan

mengadili perkaranya juga diatur secara khusus pula. Proses pemeriksaan

perkara gugatan perceraian tersebut dilakukan melalui tahap-tahap yang

harus dilalui dalam persidangan.

Pada bab III penulis memaparkan bagaimana Majelis Hakim dalam

memeriksa dan mengadili perkara gugatan perceraian Nomor:

666/Pdt.G/2011/PA.Sal. Proses pemeriksaan gugatan tersebut dilakukan

melalui tahapan-tahapan yang telah diatur dalam Hukum Acara

Page 150: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

138

Pemeriksaan Perkara Perdata, mulai dari tahap pembacaan gugatan sampai

kepada tahap putusan hakim. Namun dalam proses pemeriksaannya penulis

menemukan beberapa hal yang tidak diperhatikan dan tidak dilakukan oleh

Majelis Hakim, pertama, Majelis Hakim tidak berusaha memberi petunjuk

kepada pihak untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan dalam

persidangan supaya dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan

biaya ringan sebagaimana diatur dalam pasal 5 (2) Undang-undang Nomor

14 Tahun 1970 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 48 Tahun

2009 pasal 4 (2) dan pasal 119 HIR.

Pasal 132 HIR menyebutkan “Ketua Fihak, memberi penerangan

kepada kedua fihak dan akan menunjukkan supaya hukum dan keterangan

yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu, supaya perkara

berjalan baik dan teratur”. Pasal ini mengatur tentang penjelasan alat bukti

yang sah kepada para pihak.

Kedua, alat bukti saksi orang tua kandung Penggugat dan alat bukti

surat yang diajukan Penggugat berupa fotokopi putusan Pengadilan Negeri

Salatiga Nomor: 45/Pid.Sus/2011/PN.Sal, fotokopi KTP Penggugat Nomor:

33733046508780002, fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor:

240/231/VIII/1996. Alat-alat bukti surat tersebut setelah dicocokkan sesuai

dengan aslinya. Alat bukti berupa fotokopi putusan Pengadilan Negeri

Salatiga Nomor: 45/Pid.Sus/2011/PN.Sal, oleh Majelis Hakim dianggap alat

bukti yang sah namun tidak bernilai.

Page 151: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

139

Cukup atau tidaknya alat bukti yang diajukan Penggugat memang

terserah Penggugat, karena Penggugatlah yang membuktikan perihal

gugatannya, karena hakim bersifat pasif. Hakim tidak dibenarkan membantu

pihak manapun untuk melakukan sesuatu kecuali sepanjang hal yang

ditentukan oleh undang-undang. Namun dalam pasal 139 HIR Hakim

karena jabatannya (ex officio) dapat memerintahkan kepada jurusita untuk

memanggil saksi-saksi apabila saksi yang bersangkutan relevan, sedangkan

Penggugat tidak dapat menghadirkan sendiri saksi tersebut secara sukarela.

Harahap (2005:500), mengatakan “Hakim bukan aantreanenimes

(tidak berjiwa) yang tidak mempunyai hati nurani dan kesadaran moral”.

Oleh karena itu pasif bukan hanya sekedar menerima apa-apa yang

diajukan para pihak, tetapi tetap berperan dan berwenang di dalam

persidangan.

Ketiga, alat bukti surat berupa fotokopi putusan Pengadilan Negeri

Salatiga Nomor: 45/Pid.Sus/2011/PN.Sal yang dianggap Majelis Hakim

sebagai alat bukti yang sah namun tidak bernilai, secara materiil merupakan

bukti permulaan bahwa dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah

tidak ada keharmonisan lagi, karena salah satu penyebabnya adalah adanya

tindakan kekerasan yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat yang tidak

sesuai dengan tujuan perkawinan yang diamanatkan dalam Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Alat bukti surat tersebut dikuatkan dengan alat bukti saksi yang

memberikan penjelasan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah

Page 152: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

140

tidak harmonis lagi dan lebih baik diceraikan saja untuk mencegah

terjadinya kerusakan dan kemadharatan yang lebih berat sebagaimana dalam

kaidah ushul fiqh درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

(mencegah kerusakan didahulukan daripada mencari kemaslahatan)

(A.Rahman, 1976:57).

Dari kedua alat bukti tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak mungkin diteruskan dan

dipertahankan lagi dan ini merupakan bukti permulaan yang dapat

dijadikan dasar Majelis Hakim untuk mengangkat sumpah pelengkap

(suppletoireed).

Berkaitan dengan hal tersebut, pasal 155 HIR menyatakan sebagai

berikut,

Jika kebenaran gugatan atau kebenaran pembelaan atas itu

tidak cukup terang, akan tetapi ada juga kebenarannya, dan sekali-kali

tidak ada jalan lagi akan menguatkannya dengan upaya keterangan-

keterangan yang lain, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat karena

jabatannya menyuruh salah satu fihak bersumpah, baik oleh karena itu

untuk memutuskan perkara itu atau untuk menentukan jumlah uang

yang akan diperkenankan.

Berdasarkan pasal tersebut Hakim karena jabatannya (ex officio)

dapat memerintahkan kepada Penggugat untuk mengangkat sumpah

pelengkap karena alat bukti yang disampaikan Penggugat belum mencukupi

batas minimal alat bukti yang sah serta tidak terdapat alat bukti lainnya.

Keempat, Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut

sebanyak 5 (lima) kali berturut-turut untuk menghadap di persidangan tidak

hadir, dan tidak pula menyuruh orang lain untuk mewakilinya serta

Page 153: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

141

Tergugat tidak mengemukakan alasan ketidakhadirannya. Majelis Hakim

tidak dapat menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat (verstek) dalam

perkara perdata perceraian. Khusus perkara perceraian hanya dapat

dijatuhkan putusan apabila dalil-dalil gugat telah dibuktikan dalam

persidangan, dan menunda atau mengundurkan persidangan.

Dalam pasal 125 HIR menyebutkan bahwa Majelis Hakim dapat

memutus tanpa hadirnya Tergugat (verstek) setelah dipanggil secara sah dan

patut, akan tetapi berdasarkan pertimbangan prinsip fair trial sesuai dengan

audi alteram pertem, jika Tergugat tidak hadir memenuhi pemeriksaan

sidang pertama maka kurang layak langsung menghukumnya dengan

putusan verstek.

Sedangkan pasal 126 HIR menyebutkan bahwa Majelis Hakim

dapat menunda atau mengundurkan persidangan. Pasal tersebut tidak

mengatur batas toleransi atau batas kebolehan pengunduran sidang apabila

Tergugat tidak hadir. Jika semata-mata bertitik tolak dari ketentuan pasal ini

maka dapat dianggap bercorak anarkis dan sewenang-wenang terhadap

Penggugat, juga bertentangan dengan asas peradilan sederhana, cepat dan

biaya ringan (pasal 4 (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004).

Sebagaimana yang disampaikan Harahap (2005:390), secara moral

pengunduran sidang batas minimalnya adalah 2 (dua) kali dan batas

maksimalnya adalah 3 (tiga) kali, memberikan toleransi beberapa kali

pengunduran dianggap terlalu memanjakan dan memihak serta mengandung

sikap parsialitas terhadap Tergugat.

Page 154: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

142

Bertitik tolak dari patokan pembatasan tersebut, sifat fakultatif

yang digariskan pasal 125 (1) juga pasal 126 HIR, diubah menjadi imperatif,

sehingga Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan verstek, apabila pada

pengunduran yang ketiga, Tergugat tetap tidak datang menghadiri sidang

tanpa alasan yang sah. Apabila Majelis Hakim tidak berani menerapkan

acara verstek dalam kasus yang demikian, dianggap tidak peka menjawab

panggilan rasa keadilan.

B. Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Putusan

Putusan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk

tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka untuk umum,

sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan atau kontensius.

Putusan Hakim yang baik yaitu putusan yang memenuhi 3 (tiga)

unsur atau aspek sekaligus secara berimbang, yaitu memberikan:

1. Kepastian hukum.

2. Rasa keadilan.

3. Manfaat bagi para pihak dan masyarakat.

Untuk memenuhi ketiga unsur tersebut Majelis Hakim dalam

mengambil keputusan harus memperhatikan etika dan kaidah-kaidah yang

sudah digariskan dalam undang-undang dan peraturan lainnya, karena salah

satu tugas yustisial hakim adalah memberikan pengayoman kepada

masyarakat pencari keadilan.

Ada beberapa asas yang harus dipenuhi dalam sebuah putusan,

salah satu asas putusan adalah harus memuat dasar alasan yang jelas dan

Page 155: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

143

rinci. Putusan yang tidak memenuhi ketentuan ini dikategorikan putusan

yang tidak cukup pertimbangan.

Alasan-alasan yang menjadi pertimbangan bertitik tolak dari

ketentuan pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan, hukum

kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum.

Hal ini diatur dalam pasal 25 (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun

2004 yang menyatakan” Segala putusan pengadilan selain harus memuat

alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis

yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Dan pasal 178 (1) HIR yang

menyatakan”Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarah wajib

mencukupkan segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua

belah fihak”.

Kemudian dalam pasal 28 (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun

2004 yang menyatakan”Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Pasal ini

menjelaskan bahwa hakim berperan dan bertindak sebagai perumus dan

penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat.

Hakim tidak hanya berfungsi dan berperan memimpin jalannya

persidangan yang telah digariskan dalam hukum acara, tetapi hakim juga

berfungsi dan bahkan berkewajiban mencari dan menemukan hukum

objektif atau materiil yang akan diterapkan dalam memutus perkara.

Page 156: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

144

Disamping itu hakim juga dianggap mengetahui semua hukum atau

curia novit jus. Prinsip ini diatur dalam pasal 14 (1) Undang-undang Nomor

14 Tahun 1970 menyatakan”Pengadilan tidak boleh menolak untuk

memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa

hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa atau

mengadilinya”.

Hakim dalam menjatuhkan putusan, upaya mencari dan

menemukan hukum obyektif yang hendak diterapkan harus berasal dari

sumber hukum yang dibenarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian terdapat kelemahan dari sistem ini, karena kalau

hanya statute law sytem yang dianut, maka perilaku hukum menjadi kaku,

statis, dan cenderung bersifat konservatif, sebab hukum selalu berubah

sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat. Hakim seakan-akan menjadi

makhluk yang tidak berjiwa, dan sekedar cerobong undang-undang dan

pertanggungjawaban penegakan keadilan hanya dipikulkan kepada pembuat

undang-undang.

Dengan demikian fungsi dan kewenangan pengadilan hanya

sekedar menegakkan hukum berdasarkan undang-undang, bukan

berdasarkan kebenaran dan keadilan, padahal tujuan utama lembaga

peradilan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, yang erat kaitannya dengan

analisis putusan Nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal, tanggal 7-12-2011 dimana

dalam pertimbangan hukumnya hanya mencantumkan pasal 89 (1) Undang-

Page 157: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

145

undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan dengan Undang-undang

Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama yang menyatakan “Biaya

perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau

pemohon”, maka putusan tersebut tidak cukup dalam pertimbangan

hukumnya yang merupakan jiwa dan intisari putusan.

Page 158: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

146

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembahasan mengenai penolakan pengadilan terhadap gugatan

perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga telah penulis

uraikan mulai dari bab I sampai dengan bab IV, maka penulis mengambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Majelis Hakim menilai bahwa alat bukti yang diajukan Penggugat berupa

salinan putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor:

45/Pid.Sus/2011/PN.Sal tidak memenuhi syarat formil, karena alat bukti

tersebut tidak menerangkan secara tertulis dari lembaga terkait tentang

berkekuatan hukum tetapnya, sehingga walaupun alat bukti tersebut

dianggap sebagai alat bukti yang sah namun tidak bernilai. Disamping itu

Penggugat hanya mengajukan alat bukti lain di persidangan berupa satu

orang saksi saja, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan

Penggugat tidak terbukti. Padahal dalam pasal 5 (2) Undang-undang

Nomor 14 Tahun 1970 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 pasal 4 (2) Tentang Kekuasaan Kehakiman dan pasal 119

HIR yang menjelaskan bahwa Majelis Hakim berusaha memberi

petunjuk untuk mengatasi segala rintangan dalam persidangan, supaya

dapat tercapai peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan,

kemudian pasal 155 HIR menjelaskan bahwa Hakim karena jabatannya

dapat memerintahkan kepada Penggugat untuk mengangkat sumpah

Page 159: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

147

pelengkap (suppletoiret) karena alat bukti yang diajukan Penggugat

belum memenuhi batas minimal, kemudian pasal 132 HIR yang

mengatur tentang penjelasan alat bukti yang sah kepada para pihak,

kemudian dalam kaidah ushul fiqh درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

(mencegah kerusakan didahulukan daripada mencari kemaslahatan) yang

selama ini kaidah tersebut sering dijadikan dasar pertimbangan hakim

dalam mengambil putusan. Dengan demikian seharusnya Majelis Hakim

dalam memeriksa perkara nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal, harus

memperhatikan dan melakukan hal-hal yang telah diatur dalam Hukum

Acara Perdata Peradilan Agama tersebut. Sehingga Majelis Hakim terlalu

dini dalam mengambil keputusan menolak gugatan Penggugat dengan

alasan kekerasan dalam rumah tangga, dan belum memenuhi rasa

keadilan dan kebenaran.

2. Dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan yang menolak

gugatan Penggugat dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga tidak

mencantumkan sama sekali pasal-pasal tertentu peraturan perundang-

undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum. Padahal

dalam pasal 25 (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menjelaskan

bahwa segala putusan pengadilan harus memuat segala alasan dan dasar

putusan, memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan perundangan, atau

sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili,

kemudian pasal 28 (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang

Page 160: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

148

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menjelaskan

bahwa hakim wajib menggali nilai-nilai hukum yang berkembang di

masyarakat, kemudian prinsip curia novit jus (hakim dianggap

mengetahui semua hukum) yang diatur dalam pasal 14 (1) Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman. Dengan demikian seharusnya Majelis Hakim

dalam pertimbangan hukumnya harus mencantukan pasal-pasal tertentu

peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau

doktrin hukum dalam mengadili. Oleh karena itu putusan nomor:

666/Pdt.G/2011/PA.Sal dimana tidak mencantumkan sama sekali

pertimbangan hukumnya, merupakan putusan yang cacat yuridis,

sehingga putusan tersebut dapat dibatalkan pada tingkat banding atau

kasasi.

B. Saran

Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, penulis akan

memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pengadilan Agama hendaknya selalu meningkatkan kualitas sumber daya

manusia aparat peradilan, sehingga dapat melakukan tugas dan

kewajibannya secara profesional dan proporsional. Dengan demikian

diharapkan akan mewujudkan lembaga Peradilan Agama sebagai salah

satu pelaku kekuasaan kehakiman yang mandiri, bersih, bermartabat, dan

berwibawa.

Page 161: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

149

2. Mahkamah Agung sebagai salah satu Lembaga Kekuasaan Kehakiman

tingkat pusat hendaknya selalu mengadakan bimbingan dan pengawasan

langsung terhadap lembaga-lembaga yang berada di bawahnya, dengan

adanya bimbingan dan pengawasan langsung tersebut diharapkan mampu

menjadikan lembaga peradilan tingkat pertama sebagai ujung tombak

dari Lembaga Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mampu mewujudkan

rasa keadilan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku jujur sesuai dengan hati nurani dan mampu mewujudkan

peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur tangan pihak

lain.

3. Pemerintah dan lembaga terkait memberikan penyuluhan hukum kepada

masyarakat luas, sehingga dengan adanya penyuluhan hukum ini

masyarakat akan mengetahui dan memahami bagaimana beracara dengan

baik dan benar di lembaga peradilan khusunya di lembaga Peradilan

Agama.

Page 162: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

i

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Leila. 2005. Wanita & Gender Dalam Islam. Jakarta: Lentera.

Arto, H.A. Mukti. 2007. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Awwalin, Fithri. 2005. Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga (Studi

Komparatif Terhadap Hukum Islam dengan Undang-undang No. 23

Tahun 2004). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari‟ah STAIN

Salatiga.

Departemen Agama RI. 1971. Al-Qur’an dan Terjemahnya.

Departemen Agama RI. 1995. Buku Nikah.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.

Dewan Riset Daerah Jawa Tengah. UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak dan UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Semarang.

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. 2001. Himpunan Peraturan

Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta:

Departemen Agama RI.

Faqih, Mansur. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Habibah, Neneng. 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamami, Taufiq. 2003. Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama Dalam

Sistem Tata Hukum di Indonesia. Bandung: Alumni.

Harahap, Yahya. 2005a. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

_____________. 2007b. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama

UU No. 7 Tahun 1989. Jakarta: Sinar Grafika.

Haryono, Wiwien Tri. 2006. Khulu’ Sebagai Penyebab Putusnya Perkawinan

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga 2004-2005). Skripsi tidak

diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga.

Page 163: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

ii

M. Fauzan. 2005. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan

Mahkamah Syar’iyah di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Mahkamah Agung RI. 2010. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang

Peradilan Agama, Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama

Mahkamah Agung RI. 2010. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi

Peradilan Agama Buku II. Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan

Agama.

Makarao, Moh.Taufik. 2004. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Manan, Abdul. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan

Agama. Jakarta: Kencana.

Manan, Bagir. 2004. Hukum Positif Indonesia (Satu Kajian Teoritik). Yogyakarta:

FH UII Press.

Mardani. 2009. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah.

Jakarta: Sinar Grafika.

Masykuroh, Umi. 2006. Pelanggaran Sighot Taklik Talak dalam Pernikahan

Sebagai Alasan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga

Tahun 2002-2004). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari‟ah

STAIN Salatiga.

Merokusumo, Sudikno. 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:

Liberty.

Mono, Henny. 2007. Praktik Berperkara Perdata. Malang: Bayumedia.

Mu‟in, Asymuni Rahman, Tolchah Mansur, Kamal Muchtar, Marzuki Rasyid &

Dahwan. 1986. Ushul Fiqh Qaidh-Qaidah Istinbath dan Ijtihad (Metode

Penggalian Hukum Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.

Nakiyah, Siti. 2002. Kekerasan terhadap Isteri Dalam Rumah Tangga Sebagai

Alasan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun

1999-2001). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari‟ah STAIN

Salatiga.

Nawawi, Hadari. & Martin Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial.

Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Page 164: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

iii

Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah

Mada University.

R.Soesilo. 1978. RIB/HIR dengan Penjelasan. Bogor: Politeia.

Rahardjo, Satjipto. 2007. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Kompas.

Rahman, Asjmuni. A. 1976. Qa’idah-qa’idah Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang.

Rahman, Fatchur. 2005. Hadits-hadits Tentang Peradilan Agama. Jakarta: Bulan

Bintang.

Rasyid, Chatib & Syaifuddin. 2009. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan

Praktik Pada Peradilan Agama.Yogyakarta: UII Press.

Rasyid, Roihan. A. 2010. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada.

Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah. Terjemahan oleh Mahyudin Syaf Bandung:

PT. Al-Ma‟arif.

Soimin, Soedaryo. 2007. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Grafika.

Supramono, Gatot. 1993. Hukum Pembuktian di Pengadilan Agama. Bandung:

Alumni.

Sutantio, Retnowulan & Iskandar Oeripkartawinata. 1997. Hukum Acara Perdata

dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.

Tresna, Mr.R. 2005. Komentar HIR. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Page 165: PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3113/1/Skripsi Khalim Mudrik M.pdf · bab iv analisis terhadap putusan pengadilan agama salatiga yang

iv

RIWAYAT HIDUP

Khalim Mudrik Masruhan, lahir di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran,

Kabupaten Semarang, 6 Juli 1977 anak kelima dari enam bersaudara, pasangan

dari Abdul Rosyad dan Khuzaemah, yang sekarang bertempat tinggal di Kaliwaru

RT. 27, RW. V, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

Setelah menyelesaikan Madrasah Ibtidaiyah Tengaran pada tahun 1990

kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Susukan tamat tahun 1993, dan

meneruskan ke Madrasah Aliyah Negeri Salatiga lulus tahun 1996.

Kemudian menempuh Sarjana lengkap (S1) di Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada jurusan Syari‟ah dan meraih gelar Sarjana

Hukum Islam pada tahun 2012.