pengalaman belajar lapangan chronic kidney...

61
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE Oleh: Putu Gupta Arya Gumilang (1902611065) Pembimbing: dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M. Biomed., Sp. PD DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PUSAT SANGLAH DENPASAR 2019

Upload: others

Post on 02-Sep-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh:

Putu Gupta Arya Gumilang (1902611065)

Pembimbing:

dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M. Biomed., Sp. PD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT PUSAT SANGLAH DENPASAR

2019

Page 2: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

i

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh:

Putu Gupta Arya Gumilang (1902611065)

Pembimbing:

dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M. Biomed., Sp. PD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT PUSAT SANGLAH DENPASAR

2019

Page 3: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas karunia-Nya, Responsi yang berjudul “Chronic Kidney Disease” ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Pengalaman Belajar Lapangan ini disusun

dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu

Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar.

Dalam penyusunan Pengalaman Belajar Lapangan ini, penulis banyak

memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM selaku Kepala Bagian/SMF Ilmu Penyakit

Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan sekaligus

Pembimbing kami di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar,

3. dr. I Gusti Ngurah Agung Tresna Erawan, M. Biomed., Sp. PD selaku

pembimbing.

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan

bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga

laporan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan.

Denpasar, 21 Oktober 2019

Penulis

Page 4: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4

2.1 Definisi CKD ....................................................................................................... 4

2.2 Klasifikasi CKD................................................................................................... 4

2.3 Epidemiologi CKD .............................................................................................. 6

2.4 Faktor Risiko CKD .............................................................................................. 7

2.5 Patofisiologi CKD ............................................................................................. 11

2.6 Manifestasi Klinis CKD .................................................................................... 12

2.7 Diagnosis ........................................................................................................... 13

2.8 Penatalaksanaan CKD ....................................................................................... 17

2.9 Prognosis CKD .................................................................................................. 25

BAB III LAPORAN KASUS............................................................................................ 27

BAB IV KUNJUNGAN LAPANGAN ............................................................................. 38

BAB V SIMPULAN ......................................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 53

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN ..................................................................................... 54

Page 5: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

2

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan

proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. 1,3

The

Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney

Foundation (NKF) mendefinisikan Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan

ginjal secara struktural atau fungsional yang berlangsung dalam waktu > 3 bulan,

atau tingkat penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60

mL/min/1.73 m2dalam waktu ≥3 bulan yang dengan atau tanpa kerusakan struktur

ginjal.2

Chronic Kidney Disease dipengaruhi oleh banyak faktor resiko dengan

patofisiologi yang masih belum dimengerti secara sempurna. Chronic Kidney

Disease merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular

(CVD). Semua tahapan CKD dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas

kardiovaskular, mortalitas dini, dan / atau penurunan kualitas hidup. Kebanyakan

penderita CKD tidak sampai pada tahap kegagalan ginjal, namun penderita akan

meninggal terlebih dahulu karena komplikasi dari penyakit kardiovaskular.1,3

Prevalensi CKD di negara maju mencapai 11-13% dari populasi. Di

negara barat CKD telah menjadi suatu permasalahan dengan angka peningkatan

kasus dialisis pertahun 6-8%. Dari suatu Systematic Review and Meta-Analysis

yang dilakukan oleh Oxford Univeristy didapatkan prevalensi CKD stadium 1 - 5

adalah 13,4% dan 10,6% stadium 3 – 5.3

Di Indonesia sendiri jumlah penderita

baru CKD semakin meningkat setiap tahunya. Menurut IRR, pada tahun 2014

tercatat penderita baru CKD sebanyak 17.193 dan khususnya untuk daerah Bali

sebanyak 1.258 pasien.4

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh berbagai etiologi yang

mendasari, yang menyebabkan kerusakan massa ginjal dengan sklerosis yang

menetap dan hilangnya nefron akan mengarah ke penurunan progresifitas Laju

Filtrasi Glomerulus. Dalam menghadapi cedera, ginjal memiliki kemampuan

Page 6: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

3

untuk mempertahankan Laju Filtrasi Glomerulus. Meskipun kerusakan nefron

terjadi secara progresif, Laju Filtrasi Glomerulus dipertahankan dengan

hiperfiltrasi dan kompensasi hipertrofi nefron sehat yang masih tersisa.

Kandungan toksin dalam plasma seperti urea dan kreatinin mulai menunjukkan

peningkatan yang signifikan hanya setelah total Laju Filtrasi Glomerulus

menurun hingga 50%, dimana ginjal sudah tidak mampu mengkompensasi lagi.5

Pada CKD, fungsi ekskresi dan sekresi ginjal menurun dan mengakibatkan

berbagai gejala secara sistemik. Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik

stadium 1-3 umumnya bersifat asimtomatik, sedangkan manifestasi klinis

biasanya muncul pada stadium 4-5. Manifestasi klinis yang timbul pada CKD

dapat sesuai dengan penyakit yang mendasari, karena adanya sindrom uremia,

maupun gejala dari komplikasi yang ditimbulkan.1

Modifikasi factor resiko CKD dilakukan pada hipertensi, obesitas,

sindroma metabolik, hiperkolesterolemia, anemia, dan rokok. Menurut KDIGO,

CKD dengan tanda-tanda kegagalan ginjal (serositis, gangguan keseimbangan

asam-basa atau elektrolit, pruritus), kegagalan pengontrolan volume dan tekanan

darah, gangguan status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif membutuhkan

terapi hemodialisis. Pada penderita yang sudah mencapai CKD stadium 4 juga

harus dimulai terapi hemodialisis.2

Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh.

Zat sisa yang menumpuk pada pasien CKD ditarik dengan mekanisme difusi pasif

membran semipermiabel. Perpindahan produk sisa metabolik berlangsung

mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dalam dialisa. Dengan

metode tersebut diharapkan pengeluaran albumin yang terjadi pada pasien CKD

dapat diturunkan, gejala uremia berkurang, sehingga gambaran klinis pasien juga

dapat membaik.2

Penting untuk melakukan diagnosis dini, modifikasi pola hidup, dan

pengobatan penyakit yang mendasari. Penanganan CKD memerlukan kerjasama

tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan

keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan sangat

membantu memperbaiki hasil pengobatan. Meskipun CKD merupakan penyakit

Page 7: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

4

yang ireversibel, akan tetapi dengan penangan yang baik dapat mengurangi gejala

yang muncul dan memperbaiki kualitas hidup penderitanya1

Page 8: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah

suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal

ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi

pengganti ginjal tetap, dapat berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1 Kerusakan

ginjal mengacu pada berbagai macam kelainan yang ditemukan selama

pemeriksaan, yang bisa saja bersifat non-spesifik terhadap penyakit penyebabnya

tetapi dapat mengarah pada penurunan fungsi ginjal. Fungsi ekskresi, endokrin,

dan metabolik menurun secara bersamaan pada hampir semua kasus CKD.

Adapun yang termasuk kriteria CKD menurut KDIGO 2012 adalah sebagai

berikut2:

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungional yang

dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium (albuminuria (AER ≥ 30

mg/24jam; ACR ≥ 30 mg/g [≥3 mg/mmol]), abnormalitas sedimen urin,

gangguan elektrolit atau yang lain oleh karena gangguan pada tubulus,

kelainan pada pemeriksaan histologi, kelainan struktural yang terdeteksi

melalui pemeriksaan radiologi, atau riwayat transplantasi ginjal.2

2. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG < 60 ml/menit/1,73 m2) dalam

waktu lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kelainan struktural ginjal.2

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat penyakit

dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat

atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault

sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m

2) = (140 – umur) x berat badan (kg)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Page 9: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

6

Pada perempuan, rumus tersebut dikalikan 0,85. Rumus Kockroft-Gault tidak

berlaku pada umur di bawah 18 tahun atau di atas 80 tahun, berat badan di bawah

40 kg atau di atas 100 kg, wanita hamil, pasien penderita Acute Kidney Injury

(AKI), kerusakan otot yang luas (crush syndrome, tetraparesis), atau ada anggota

tubuh yang tidak lengkap (amputasi).1 National Kidney Foundation

merekomendasikan menggunakan CKD-EPI dan MDRD yang terdiri atas

beberapa item yang harus diisi yaitu umur, jenis kelamin, ras dan serum kreatinin

kemudian akan dikalkulasikan sehingga didapatkan eGFR. 10

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dapat dilihat di tabel berikut:2

Tabel 1. Derajat Penyakit Berdasarkan LFG Dan Albumin

Kategori GFR

(ml/min/1.73m2)

Kategori Albumin Persistent

A1 A2 A3

Peningkatan

Normal

hingga sedang

Peningkatan

sedang

Peningkatan

berat

< 30 mg/g

<3mg/mmol

30-300mg/g

3-30mg/mmol

>300mg/g

>30mg/mmol

G1 Normal atau

high

>90

G2 Penurunan

ringan

60-89

G3a Penurunan

ringan samai

sedang

45-59

G3b Penurunan

sedang sampai

berat

30-44

G4 Penurunan

berat

16-29

G5 Gagal ginjal <15

Page 10: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

7

Sedangkan klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi dilihat di tabel berikut:1

Tabel 2. Klasifikasi Atas Dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik,

obat, neoplasia)

Penyakit vaskular

(penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin

/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant gromerulopathy

2.3 Epidemiologi

Chronic Kidney Diseasemerupakan penyakit yang sering dijumpai pada

praktek klinik sehari-hari. Prevalensinya di negara maju mencapai 10-13% dari

populasi. Di Australia pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 1.7 juta pasien yang

menderita Chronic Kidney Disease, atau 1 dari 10 orang di Australia mengalami

Page 11: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

8

Chronic Kidney Disease.7 Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun.1

Di Indonesia, populasi yang terdiagnosis CKD sebesar 0,2% yang lebih

rendah dari prevalensi CKD di negara-negara lain. Menurut data Indonesian

Renal Registry (IRR) tahun 2017 proporsi diagnosa utama pasien yang menjalani

hemodialisis adalah penyakit ginjal kronik (27637; 90%), gagal ginjal akut pada

gagal ginjal kronik (593; 2%) dan gagal ginjal akut (2375; 8%) .4

2.4 Faktor Resiko

Menurut data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2017, hipertensi

muncul sebagai penyebab tertinggi. Dikelompokkan pada sebab lain diantaranya

nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor

ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui. 4

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun

2017 4

Penyebab Jumlah

Penyakit ginjal hipertensi 36%

Nefropati diabetika 29%

Glomerulopati primer 12%

Pielonefritis kronis 7%

Nefropati urat 1%

Penyakit ginjal pilikistik 1%

Tidak diketahui 1%

Sebab lain 8%

2.4.1 Glomerulonefritis

Seluruh bentuk dari penyakit glomerulonephritis akut dapat menjadi

progresif dan menyebabkan perubahan menjadi glomerulonephritis kronik.

Page 12: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

9

Kondisi ini dikarakteristikan sebagai ireversibilitas dan progresifitas glomerulus

dan fibrosis dari tubulointerstitial, yang menyebabkan terjadinya penurunan pada

laju filtrasi glomerulus (LFG) dan retensi terhadap racun uremia. Bila

progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani, maka

glomerulonephritis kronik dapat berubah menjadi CKD, penyakit gagal ginjal, dan

bahkan penyakit kardiovaskular.2

2.4.2 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita

seumur hidup. Diabetes dapat terjadi saat tubuh tidak memproduksi insulin yang

cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang sudah ada. Insulin

merupakan hormon yang sangat penting untuk mengatur kadar glukosa dalam

darah.8

Diabetes mellitus adalah epidemi yang berkembang dan merupakan

penyebab umum penyakit ginjal kronis (CKD) dan gagal ginjal. Nefropati

diabetik mempengaruhi kira-kira 20–40% orang yang menderita diabetes,

menjadikannya salah satu komplikasi diabetes paling umum. Skrining untuk

nefropati diabetik bersama dengan intervensi awal merupakan hal mendasar untuk

menunda perkembangan penyakit bersamaan dengan penyediaan yang tepat

terhadap kontrol glikemik. Mengingat pertumbuhan populasi sekarang yang

terkena diabetes semakin banyak, pengetahuan mengenai keamanan penggunaan

berbagai anti-hiperglikemik agen pada mereka dengan nefropati sangat penting.

Secara keseluruhan, diperlukan pengetahuan tentang pencegahan dan manajemen

diabetes nefropati serta perawatan yang komprehensif setiap pasien dengan

diabetes.8

Diabetes dapat merusak ginjal dengan memberikan gangguan pada aliran

darah yang melewati ginjal. Sistem filtrasi pada ginjal dipenuhi oleh pembuluh

darah yang sangat kecil. Seiring waktu, tingginya kadar gula dalam darah dapat

menyebabkan pembuluh darah tersebut menjadi sempit dan terhambat. Tanpa

darah yang cukup, kerusakan dapat terjadi pada ginjal dan albumin dapat

melewati sistem filtrasi tersebut dan akan didapatkan pada urin, dimana hal

tersebut tidak seharusnya terjadi.6

Page 13: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

10

Rekomendasi untuk skrining nefropati pada diabetes, pasien dengan

diabetes harus diskrining setiap tahun. Pada individu dengan diabetes tipe

1,skrining untuk nefropati harus dimulai 5 tahun setelahnyadiagnosis diabetes.

Biasanya dibutuhkan sekitar 5 tahun untuk terjadinya komplikasi mikrovaskular.

Pada pasien diabetestipe 2, skrining harus dimulai sejak diagnosis awal oleh

karena awitan diabetes yang tepat sering tidak diketahui. Nefropati diabetik dapat

dideteksi dengan pengukuran albumin urin atau kreatinin serum, dan keduanyates

harus dilakukan minimal setiap tahun, mereka yang memiliki level abnormal

harus melakukan tes ulanglebih cepat. Tahap pertama nefropati biasanya

timbulalbumin urin yang meningkat yang memprediksi perkembangan CKD dan

penurunan laju filtrasi glomerulus secara bertahap. Beberapa individu dengan

CKD, tidak terjadi peningkatan albumin urin meningkat diawalnya. Sehingga

penting untuk melakukan tes darah selain tes pengukuran albumin urin.

Disarankan untuk menggunakan kedua modalitas tes tersebut untuk

mengidentifikasi kasus nefropatidaripada menggunakan salah satu tes saja.8

Terdapat dua tipe dari diabetes mellitus:

2.4.2.1 Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi insulin karena proses penghancuran

sel β di pankreas oleh autoimun. Biasanya diabetes mellitus tipe 1 sudah dapat

ditemukan sejak anak-anak, namun penyakit ini juga dapat berkembang pada

dewasa dengan umur 30-40 tahun. 8

Tidak seperti pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, pasien dengan

diabetes mellitus tipe 1 biasanya tidak mengalami obesitas dan biasanya muncul

diawali dengan diabetic ketoacidosis (DKA). Karakteristik yang terlihat pada

pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 adalah, apabila pasien tersebut berhenti

menggunakan insulin, ketosis dan ketoasidosis juga akan muncul. Sehingga

pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung dan diobati dengan exogenous

insulin yang digunakan sehari-hari disertai dengan diet makanan yang sudah

direncanakan.1,8

Page 14: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

11

2.4.2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari beberapa kelainan fungsi yang

dikarakteristikkan dengan hyperglikemia dan merupakan hasil kombinasi dari

resistensi terhadap kinerja insulin, sekresi insulin yang inadekuat, dan sekresi

glukagon yang berlebihan. Diabetes mellitus tipe 2 yang tidak di tangani dengan

baik akan menyebabkan komplikasi yang melibatkan gangguan pada sistem

mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropatik.6,8

Komplikasi mikorvaskular meliputi penyakit pada retina, renal dan juga

neuropatik. Komplikasi makrovaskular yang dapat terjadi meliputi gangguan

arteri coroner dan penyakit pada pembuluh darah perifer. Sedangkan komplikasi

yang terjadi pada sistem neuropati dapat mempengaruhi sistem saraf autonomik

maupun perifer.8

2.4.3 Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi dapat dibedakan menjadi primer/esensial dan

sekunder berdasarkan penyebabnya. Hipertensi primer/esensial apabila tidak

diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder apabila diketahui penyakit pada

ginjalnya atau disebut juga hipertensi renal. Penyakit ginjal hipertensif merupakan

salah satu penyebab CKD.8

Hipertensi secara kuat terkait dengan CKD. Beberapa penelitian prospektif

besar telah dilakukan pada populasi umum ditemukan bahwa hipertensi

merupakan fakor risiko independen yang kuat untuk terjadinya CKD. 6

Hipertensi dapat menimbulkan CKD melalui dua mekanisme, yang

pertama yaitu hipertensi kronik dapat mestimulasi terjadinya iskemia pada

glomerulus sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah kapiler didalam

glomerulus dan menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus.

Pada pasien dengan CKD terjadi gangguan pada pengaturan natrium ginjal

yang menimbulkan peningkatan tekanan darah. Awalnya terjadi peningkatan

volume cairan ekstraseluler, yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah

meskipun terjadi penurunan resistensi perifer total. Pada tahap ini akan terjadi

Page 15: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

12

peningkatan curah jantung yang memediasi terjadinya peningkatan tekanan darah

yang bermanifestasi sebagai hipertensi sistolik. 8

Namun, secara bertahap, akan terjadi normalisasi volume ECF dan curah

jantung. Peningkatan resistensi perifer menimbulkan terjadinya peningkatan

tekanan darah, dimana akan meningkatkan tekann darah diastolik. Selanjutnya,

aktivasi dari sistem renin-angiotensin dapat merangsang sistem saraf simpatik dan

berkontribusi terhadap hipertensi. Selain itu,beberapa faktor lain telah diusulkan

berkontribusi terhadap peningkatan resistensi pembuluh darah pada pasien dengan

CKD. 8

2.5 Patofisiologi

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh adanya gangguan atau kerusakan

pada ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal seperti membran basal

glomerulus, sel endotel, dan sel podosit. Kerusakan komponen ini dapat

disebabkan secara langsung oleh kompleks imun, mediator inflamasi, atau toksin.

Selain itu, dapat pula disebabkan oleh mekanisme progresif yang berlangsung

dalam jangka panjang. Berbagai sitokin dan growth factor berperan dalam

menyebabkan kerusakan ginjal.9

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walapun penyakit dasarnya sudak tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan

progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron

sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β

(TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya

Page 16: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

13

progresifitas CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis

glomerulus maupun tubulointerstitial.1

Gambar 1. Patogenesis CKD1

Sumber : N Engl J Med.2004

2.6 Manifestasi Klinis

Pasien dengan CKD derajat 1 hingga 3 dengan LFG >30 mL/menit/1,73

m2 sering asimptomatik atau tidak menunjukkan gejala, yang artinya pasien belum

mengalami gejala yang terdapat pada gangguan keseimbangan air ataupun

elektrolit, atau kekacauan dari sistem endokrin dan sistem metabolik.2

Page 17: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

14

Gejala lebih sering muncul pada pasien dengan CKD derajat 4 hingga 5

dengan LFG < 30 mL/menit/1,73 m2. Pasien dengan gangguan pada

tubulointerstitial, cystic, sindroma nefrotik, dan kondisi lainnya yang sering

disebut dengan gejala positif seperti poliuri, hematuria, edema, lebih sering

memperlihatkan tanda-tanda penyakit pada derajat yang lebih awal.2

Manifestasi klinis berupa sindrom uremik pada pasien dengan CKD

derajat 5 biasanya terjadi oleh akibat dari akumulasi dari berbagai racun dengan

jenis yang belum diketahui. Asidosis metabolik pada CKD derajat 5 akan

termanifestasi sebagai malnutrisi energi dan protein, kehilangan massa tubuh, dan

kelemahan otot. Peningkatan kadar garam dan cairan yang di hadapi oleh ginjal

pada CKD dapat menyebabkan terjadinya edema perifer dan tidak jarang hingga

menjadi edema paru dan hipertensi.2

Anemia pada CKD terjadi akibat penurunan sintesis eritropoietin oleh

ginjal, yang akhirnya akan menimbulkan gejala seperti lemas, penurunan

kemampuan dalam berkegiatan, penurunan kesadaran dan fungsi imun, dan

penurunan kualitas hidup. Anemia juga berhubungan dengan munculnya penyakit

kardiovaskular, kejadian baru dari gagal jantung ataupun perburukan dari penyakit

gagal jantung, hingga peningkatan kematian yang disebabkan oleh sistem

kardiovaskular.2

Manifestasi klinis uremia lainnya yang dapat muncul pada derajat akhir

dari CKD, utamanya pada pasien yang tidak menjalani proses dialisa dengan

adekuat, diuraikan sebagai berikut: 10

- Perikarditis, yang didapatkan oleh karena komplikasi dari tamponade jantung,

yang dapat menyebabkan kematian.

- Ensepalopati yang dapat menyebabkan koma hingga kematian

- Neuropati perifer

- Restless Leg Syndrome

- Gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, diare

- Manifestasi pada kulit seperti kulit kering, pruritus, ekimosis

- Lemas, malnutrisi

- Disfungsi ereksi, penurunan libido, amenorea

Page 18: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

15

- Disfungsi platelet dengan peningkatan kemungkinan untuk perdarahan.

2.7 Diagnosis

Diagnosis pasti sering memerlukan biopsi ginjal yang meskipun sangat

jarang dilakukan karena dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, biopsi

ginjal dilakukan pada pasien tertentu yang diagnosis pastinya hanya dapat

ditegakkan dengan biopsi ginjal atau jika diagnosis pasti tersebut akan merubah

baik pengobatan maupun prognosis. Pada sebagian pasien diagnosis ditegakkan

berdasarkan gambaran klinik yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari

evaluasi klinik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan

pencitraan ginjal.1

2.7.1 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien CKD meliputi:1

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi

traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus

Eritematosus Sistemik dan lain sebagainya.

2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payah jantung, asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, klorida).

2.7.2 Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium CKD meliputi:1

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan

untuk memperkirakan fungsi ginjal.

3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper

atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.

Page 19: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

16

4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast,

isostenuria.

2.7.3 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis CKD meliputi:1

1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh

toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

kalsifikasi

5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.7.4 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan

ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive

tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui

etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah

diberikan. Kontra indikasi biopsi ginjal pada keadaan dimana ukuran ginjal sudah

mengecil (cintracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,

infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CKD meliputi1:

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Page 20: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

17

Perencanaan tatalaksana (action plan) CKD sesuai dengan derajatnya dapat dilihat

pada tabel berikut.1

Tabel 4. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai dengan Derajatnya1

Derajat LFG(mL/menit/1,73 m2) Rencana Tatalaksana

1

≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progression)

fungsi ginjal, memperkecil risiko

kardiovaskular

2 60-89 Menghambat pemburukan (progression)

fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Dialisis atau terapi pengganti ginjal

2.8.1 Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada

ukuran ginjal yang masih normal secara USG, biopsy, dan pemeriksaan

histopatologi ginjal dapat menetukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.

Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap

penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.1,2

2.8.2 Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali mengikuti kecepatan penurunan LFG pada pasien CKD. Hal

ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.

Page 21: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

18

Faktor komorbid tersebut antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi

yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan

radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.1,2

2.8.3 Memperlambat Perburukan (Progression) Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah hiperfiltrasi

glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:1

2.8.3.1 Restriksi Protein.

Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG< 60 ml/mnt, sedangkan

diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Pada

penderita CKD konsumsi protein yang direkomendasikan adalah 0,8 gr/kgBB/hari

(50% protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi) dengan kalori 30-

35 kkal/kgBB/hari. Sebab kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi

dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain yang terutama diekskresikan

melalui ginjal. Oleh karena itu, diet tinggi protein pada pasien CKD akan

mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anoganik lain dan

mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Selain itu,

asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal

berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan

meningkatkan perburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga

berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu

berasal dari sumber yang sama. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap

status nutrisi pasien. Jika terjadi malnutrisi, jumlah asupan protein dan kalori

dapat ditingkatkan.1

Pada pasien dengan terapi hemodialisis (HD), untuk mempertahankan

keadaan klinik stabil, protein yang dianjurkan adalah 1.2 gr/kgBB/hari karena

pada pasien HD kronik sering mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HD

kronik disebabkan oleh intake protein yang tidak adekuat, proses inflamasi kronik

dalam proses dialisis, dialysis reuse, adanya penyakit komorbid, gangguan

Page 22: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

19

gastrointestinal, post dialysis fatigue, dialisis yang tidak adekuat, overhidrasi

interdialitik.1

2.8.3.2 Terapi Farmakologis

Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil

risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat perburukan

kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi

glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan

derajat proteinuria. Proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya perburukan

fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama penghambat enzim yang

merubah angiotensin (ACE inhibitor) melalui berbagai studi dapat memperlambat

proses perburukan fungsi ginjal lewat mekanismenya sebagai antihipertensi dan

antiproteinuria.1

2.8.3.3 Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit

kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,

hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan

elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

CKD secara keseluruhan.1

a. Diabetes Mellitus

Pada pasien DM, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan

obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk pasien

diabetes mellitus adalah 7% untuk mencegah atau memperlambat komplikasi

mikrovaksular. Tidak direkomendasikan untuk target HbA1c <7% pada pasien

dengan risiko hiperglikemia.2

b. Hipertensi

Pasien dengan diabetes maupun non-diabetes dengan CKD dan albumin

excretion rate (AER) <30 mg/24 jam dengan tekanan darah sistolik >140 mm Hg

dan diastolik >90 mm Hg direkomendasikan untuk target tekanan darah adalah

<140/90mmHg. Pada pasien dengan albumin excretion rate >30mg/24 jam

dengan tekanan darah >130/80mmHg direkomendasikan untuk menurunkan

Page 23: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

20

tekanan darah dengan target ≤130/80mmHg. Penghambat perubahan enzim

angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor) atau antagonis

reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat

peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.2

Penghambat kalsium, diuretic, beberapa obat antihipertensi, terutama

penghambat enzim converting angotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin

reseptor bloker melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses

perburukan fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai

antihipertensi dan antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau terjadi efek

samping terhadap obat-obat tersebut dapat diberikan calcium channel bloker,

seperti verapamil dan diltiazem.1

c. Dislipidemia

Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan

statin.1

d. Anemia

Koreksi anemia dengan target Hb 11-12 g/dl. Anemia pada CKD terutama

disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam

terjadinya anemia, yaitu defisiensi asam besi, kehilangan darah (perdarahan

saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis,

defisiensi asam folat, penekanan pada sumsum tulang, proses inflamasi akut

maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kada Hb ≤ 10 g/dL atau

Hct ≤ 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan,

morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis. Pemberian transfusi pada

CKD harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan

pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat

dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan pemburukan

fungsi ginjal.1

e. Hiperfosfatenemia

Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien CKD secara

umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam, karena fosfat

sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan, seperti susu dan

telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang

Page 24: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

21

terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk mencegah terjadinya malnutrisi. Pemberian

pengikat fosfat dapat pula diberikan pada pasien CKD dengan hiperfosfatemia.

Pengikat fosfat yang banyak dipakai, adalah garam kalium, aluminium hidroksida,

garam magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat

absorbs fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai

adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat. Pemberian bahan kalsium

mimetic (calcium mimetic agent). Akhir-akhir ini dikembangkan sejenis obat yang

dapat menghambat reseptor Ca pada kalenjar paratiroid, dengan nama sevelamer

hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium mimetic agent.1

f. Kelebihan Cairan

Pembatasan cairan dan elektrolit bertujuan mencegah terjadinya edema

dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang

dengan air yang keluar dengan asumsi bahwa air keluar melalui insensible water

loss antara 500- 800 ml/hari, maka air yang dianjurkan masuk 500-800 ml

ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi adalah Na dan K sebab

hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal dan hipernatremia

dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Oleh karena itu pemberian obat-

obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium seperti sayur

dan buah harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3.5-5.5 mEq/lt .1

g. Keseimbangan Asam Basa

Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada CKD adalah hyperkalemia

dan asidosis. Hiperkalemia dapat tetap asimptomatis walaupun telah mengancam

jiwa. Perubahan gambaran EKG kadang baru terlihat setelah hyperkalemia

membahayakan jiwa. Pencegahan meliputi:1

- Diet rendah kalium, menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta sayuran

rendah kalium;

- Menghindari pemakaian diuretika K-sparring.

Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya, yaitu:1,2

- Gluconas calcicus IV (10 - 20 ml 10% Ca gluconate)

- Glukosa IV (25-50 ml glukosa 50%)

- Insulin-dextrose IV dengan dosis 2-4 unit aktrapid tiap 10 gram glukosa

Page 25: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

22

- Natrium bikarbonat IV (25-100 ml 8,4% NaHCO3)

h. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l

Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, air hunger dan drowsiness.

Pengobatan intravena dengan NaHCO3 hanya diberikan pada asidosis berat,

sedangkan jika tidak gawat dapat diberikan secara peroral.5

2.8.4 Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi

2.8.4.1 Anemia

Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien CKD adalah penurunan

produksi eritropoetin oleh ginjal. Disamping itu faktor non renal yang juga ikut

berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup sel darah merah yang

pendek pada CKD dan faktor yang berpotensi menurunkan fungsi sumsum tulang

seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat dan toksisitas aluminium. Selain itu

adanya perdarahan saluran cerna tersembunyi dan malnutrisi dapat menambah

beratnya keadaan anemia.1

Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan dan status

besi harus diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.

Tujuan pemberian EPO adalah untuk mengoreksi anemia renal sampai target Hb =

10g/dL. Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL. Pemberian

transfusi darah pada pasien CKD harus hati-hati dan hanya diberikan pada

keadaan khusus yaitu:1

- Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik

- Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO

- Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik

Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram dengan EPO ataupun

yang telah mendapat EPO namun respon tidak adekuat, diberi preparat besi

intravena.1

Page 26: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

23

2.8.4.2 Osteodistrofi Renal

Merupakan istilah yang menggambarkan secara umum semua kelainan

tulang akibat gangguan metabolisme Ca karena terjadinya penurunan fungsi

ginjal. Penatalaksanaannya dilakukan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan

pemberian hormon kalsitriol. Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan asupan

fosfat 600-800mg/hari, pemberian pengikat fosfat seperti kalsium karbonat

(CaCO3) dan kalsium asetat serta pemberian bahan kalsium mimetik yang dapat

menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid dengan nama sevelamer

hidroklorida. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga

berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.1,6

Pemberian kalsitriol dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah

normal dan kadar hormon PTH > 2,5 kali normal karena pemakaian kalsitriol

pada kadar fosfat darah yang tinggi dapat menyebabkan terbentuk garam fosfat

yang mengendap di jaringan lunak dan dinding pembuluh darah (kalsifikasi

metastatik).1,6

Selain itu pemberian kalsitriol juga dapat mengakibatkan penekanan

berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.1,6

2.8.5 Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi Ginjal

Dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt.

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi

ginjal.5

Pembuatan akses vaskular sebaiknya sudah dikerjakan sebelum klirens

kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses vaskular jika klirens

kreatinin telah dibawah 20 ml/menit. 5

Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat

toksis lainnya melalui mebran semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan

cairan dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis) yang sengaja dibuat dalam

dialiser. Di dalam mesin dialiser darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui

proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat, lalu dialirkan kembali dalam tubuh.

Proses hemodialisa dilakukan 1-3 kali seminggi dirumah sakit dan setiap kalinya

Page 27: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

24

membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam. Tujuan dilakukannya hemodialisis adalah

membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat,

membuang kelebihan air, mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer

tubuh, mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh, memperbaiki

status kesehatan penderita.2

Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency

atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis

dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat,

overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50

ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5

mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150

mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis

uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan

akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.11

Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan

berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis,

dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15

ml/mnt tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika

dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala

uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi

atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan

cairan, 5) komplikasi metabolik yang refrakter. 11

Tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup

pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat

menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang

menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya

menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat

hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani

hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan

darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau

intradialytic hypertension. Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang

Page 28: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

25

terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi

diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit

dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil. Komplikasi kronik yang

terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit jantung, malnutrisi,

hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy, Neurophaty,disfungsi

reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis,

dan Acquired cystic kidney disease. 11

2.8.6 Terapi nutrisi pada Pasien Chronic Kidney Disease

Seperti telah dibahas pada CKD dikelompokkan menurut stadium, yaitu

stadium I, II, III, dan IV. Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal

yang berat tetapi belum menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi

pre dialisis. Umumnya pasien diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi

diet dan medikamentosa dengan tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal yang

secara perlahan akan masuk ke stadium V atau fase gagal ginjal. Status gizi

kurang masih banyak dialami pasien dengan CKD.12

Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang

kurang sebagai akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah. Untuk mencegah

penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring

dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada

dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli

gizi serta petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada

pasien optimal. Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas

normal, menjaga keseimbangn cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya

mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.12

Terapi Nutrisi pada Pasien CKD:12

1. Pengaturan asupan protein : 0,8 mg/kgBB (pasien non hemodialisis), 1,2

mg/kgBB (pasien hemodialisis).

Page 29: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

26

2. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

5. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

6. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

7. Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

8. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

9. Besi: 10-18mg/hari

10. Magnesium: 200-300 mg/hari

11. Asam folat pasien HD: 5mg

12. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

2.9 Prognosis

Pasien dengan CKD secara keseluruhan memiliki kemungkinan untuk

mengalami kerusakan yang progresif dari fungsi ginjal, dan menjadi faktor risiko

untuk menjadi derajat akhir dari penyakit ginjal. Tingkat progresifitas tersebut

bergantung pada umur, penyebab dasar, dan kesuksesan implementasi pada

pencegahan sekunder dan individu dari pasien itu sendiri. Pengobatan yang

dilakukan pada CKD pada umumnya adalah untuk mencegah terjadinya

komplikasi akibat uremia yang dapat menyebabkan morbiditas dan kematian. 6,10

Secara garis besar prognosis dari CKD yang tidak ditangani adalah buruk.

Mortality rate untuk pasien yang menjalani dialisis adalah sebesar 20%. Apalagi

jika disertai dengan gangguan kardiovaskular, mortality rate dapat meningkat

30%. Prediksi prognosis dapat dilihat melalui beberapa parameter seperti

penyebab CKD, kategori LFG, kategori albuminuria dan faktor resiko serta

komplikasi yang sudah terjadi.2

Prognosis berdasarkan LFG dan kategori albuminurianya sebagai berikut.

Page 30: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

27

Pasien dengan CKD lebih banyak akan meninggal dengan komplikasi

penyakit kardiovaskuler, infeksi, atau jika dialisis tidak tersedia maka akan terjadi

sindrom uremia yang progresif (hiperkalemia, asidosis, malnutrisi, perubahan

fungsi mental). Diantara pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal, penyakit

kardiovaskuler merupakan penyebab mortalitas tersering kira-kira 40% dari

populasi. Volume ekstraseluler yang overload dan hipertensi diketahui sebagai

faktor prediktor terjadinya hipertropi ventrikular kiri dan peningkatan risiko

mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler di populasi. Setelah disesuaikan dengan

umur, ras, jenis kelamin, dan etnik, dan keberadaan diabetes, risiko penyakit

kardiovaskuler tetap menjadi penyebab kematian tertinggi terutama pada pasien

muda.2

Page 31: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

28

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : INW

b. Jenis Kelamin : Laki - laki

c. Umur : 56 tahun

d. Alamat : Jalan Gunung Andakasa Gg. Melati no. 1

Denpasar

e. Pekerjaan : Guru

f. Pendidikan : S1

g. Status Perkawinan : Menikah

h. Agama : Hindu

i. Suku/ Bangsa : Bali

j. No. Rekam Medis : 01134661

k. Tanggal Kunjungan : 26 September 2019

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Sanglah hari Kamis tanggal 29

Agustus 2019 pukul 18.00 WITA dengan diantar oleh keluarganya dengan

keluhan sesak napas. Sesak napas mulai dikeluhkan sejak pagi hari

sebelum masuk rumah sakit. Sesak dikatakan sampai menggangu aktivitas

pasien, tanpa suara ngik-ngik atau grok-grok. Sesak dikatakan tidak

membaik dengan istirahat. Selain sesak, pasien juga mengeluhkan batuk,

batuk dikatakan muncul sejak timbulnya sesak dan hilang-timbul. Batuk

disertai dengan dahak berwarna putih tanpa adanya darah. Pasien juga

mengeluh mual, mual dikatakan timbul sejak kemarin malam sebelum

masuk rumah sakit, mual dikatakan sampai pasien muntah, muntah berisi

Page 32: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

29

makanan dan minuman yang telah dikonsumsi dengan volume kurang

lebih 100 ml. Pasien juga

Page 33: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

30

mengeluh bengkak pada kaki sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit.

Pasien mengatakan belum mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi

keluhannya

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat terdapat batu pada kedua ginjalnya pada

saat pasien muda. Pasien mengaku hanya melakukan pengobatan

konvensional yaitu ‘diurut’ saja. Setelah diurut beberapa kali dikatakan

batu tersebut keluar bersamaan dengan kencing namun hanya 1 batu yang

keluar. Pasien mengatakan keluhannya berkurang namun beberapa hari

kemudian keluhan kembali muncul dan pasien tidak membawa ke dokter.

Pasien memiliki riwayat Penyakit Ginjal Kronik yang sudah tegak

sejak tahun 2008. Pasien mengatakan bahwa saat itu pasien datang ke

RSUD Wangaya dengan keluhan mual dan muntah dan dirujuk ke RSUP

Sanglah untuk cuci darah. Pasien melakukan cuci darah sebanyak 3 kali.

Pasien tidak pernah melakukan cuci darah selama 4 tahun sejak

tahun 2008 tersebut. Pada tahun 2012, pasien mengeluhkan sesak napas

yang disertai dengan mual dan muntah. Pada saat dilakukan pemeriksaan,

batu pada ginjal pasien semakin banyak sehingga dilanjutkan dengan

CAPD selama 6 tahun sejak tahun 2012. Pada tahun 2018 pasien tidak lagi

menjalani CAPD dan kembali ke hemodialisa.

Pasien memiliki riwayat operasi hernia pada perutnya tahun 2017.

Pasien memliki riwayat hipertensi sejak tahun 2008. Selama ini pasien

telah mengkonsumsi obat untuk mengontrol penyakitnya, namun tidak

teratur. Pasien mengatakan jenuh mengkonsumsi obat dalam jumlah

banyak.

Riwayat Keluarga

Keluarga pasien yaitu ayah, dan saudara kandung pasien memiliki

riwayat batu pada ginjal. Ayah pasien telah menjalani operasi

pengangkatan 1 ginjal, sedangkan saudara kandung pasien tidak

Page 34: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

31

melakukan operasi pengangkatan atau laser batu. Riwayat penyakit

jantung, diabetes mellitus, hipertensi disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan

Pasien tinggal bersama istri dan anak angkat di Jalan Gunung

Andakasa Gg. Melati no. 1 Denpasar. Keseharian pasien sebelum sakit

adalah mengajar mata pelajaran Agama Hindu di sebuah SD di

Kerobokan. Istri pasien juga seorang Guru yang mengajar di SD 1

Padangsambian, sedangkan anak pasien merupakan seorang guru honorer

di salah satu sekolah. Pada saat ini, pasien cuti dari pekerjaannya.

Kegiatan pasien di rumah hanya istirahat, berbaring di kasur. Pasien

tinggal di rumah permanen dengan ventilasi yang cukup baaik. Pasien

tidak memiliki riwayat merokok maupun alcohol. Saat ini pasien masih

dapat berkomunikasi dengan baik, penglihatan dan pendengarannya masih

baik.

Kepatuhan pasien untuk berobat sangat kurang, istri pasien dalam

hal ini mendukung pasien untuk berobat namun pasien sendiri yang

menolak dan sering bersikap emosional. Anak pasien dikatakan kurang

peduli dengan pengobatan pasien.

3.3. Pemeriksaan fisik (26 September 2019)

Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

Tekanan darah : 120/70 mmHg (Riwayat 100/60 mmHg saat di

IGD)

Laju nadi : 83 kali/menit, reguler, isi cukup (Riwayat 90 kali/

menit saat di IGD)

Laju napas : 20 kali/menit, (Riwayat 20x/menit saat di IGD)

Saturasi oksigen : 98% udara ruangan

Suhu aksila : 36,3°C

Skala nyeri VAS : 0/10

Berat badan : 53 kg

Page 35: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

32

Estimasi tinggi badan : 170 cm

Indeks Massa Tubuh : 18,30 kg/m2

Status General

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek pupil

+/+ 2/2mm isokor, Edema palpebra -/-

Telinga : Daun telinga N/N, Sekret (-), Pendengaran normal

Hidung : Napas cuping hidung (-), Epistaksis (-)

Mulut : Sianosis (-)

Leher : JVP PR+0 cmH2O, pembesaran kelenjar getah

bening (-)

Thoraks

Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas kanan jantung: parasternal line dekstra

Batas kiri jantung: anterior axillary line sinistra

ICSVI

Batas atas jantung: setinggi ICS II

Batas bawah jantung: setinggi ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo

Inspeksi : Asimetris saat statis dan dinamis, retraksi (-/-)

Palpasi : vokal fremitus normal

Perkusi : sonor | sonor

sonor | sonor

sonor | sonor

Riwayat redup di basal paru bilateral

Auskultasi : vesikuler , ronki , wheezing

Abdomen

Page 36: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

33

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani (+), nyeri ketok CVA (-)

Extremitas : akral hangat + | + , edema - | - , CRT < 2

detik

+ | + + | +

Kulit : sianosis (-), turgor kembali cepat

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah Lengkap

Parameter Hasil

29/09/19

Hasil

03/09/19

Satuan Nilai

Rujukan

Keterangan

WBC 9,17 6,26 103/µL 4.1`-11.0

Neu% 73,05 64,57 % 47 – 80

Ly% 15.94 15,07 % 13 – 40

Mo% 7,18 13,35 % 2.0 – 11.0 Tinggi

Eo% 2,21 5,02 % 0.0 – 5.0 Tinggi

Ba% 1,61 2,00 % 0.0 – 2.0

Neu# 6,70 4,04 103/µL 2.50 –

7.50

Ly# 1.46 0,94 103/µL 1.00 –

4.00

Rendah

Mo# 0,66 0,84 103/µL 0.10 –

1.20

Page 37: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

34

Eo# 0.20 0,31 103/µL 0.00 –

0.50

Ba# 0.15 0,13 103/µL 0.0 – 0.1 Tinggi

RBC 3,35 3,15 103/µL 4.5 – 5.9 Rendah

HGB 9,96 9,38 106/µL 13.5 –

17.5

Rendah

HCT 31,88 29,92 g/dL 41.0 –

53.0

Rendah

MCV 95,31 94,90 % 80 – 100.0

MCH 29,78 29,75 Pg 26.0 –

34.0

MCHC 31,24 31,34 fL 31 – 36

RDW 14,32 15,00 pg 11.6 –

14.8

Tinggi

PLT 268,30 218,30 g/dL 150 – 440

MPV 7,19 6,79 % 6.80 –

10.0

Rendah

b. Kimia Darah, Analisis Gas Darah dan Elektrolit

Paramete

r

Hasil

29/08/1

9

Hasil

1/09/1

9

Hasil

3/09/1

9

Hasil

4/09/1

9

Satua

n

Nilai

Rujuka

n

Keteranga

n

SGOT 20,1 - - - U/L 11,00 –

33,00

SGPT 17,00 - - - U/L 11,00 –

50,00

BS Acak 85 - - - mg/dL 70 - 140

Page 38: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

35

BUN 99,00 49,10 38,70 31,40 mg/dL 8.00 –

23.00

Tinggi

Kreatinin 14,56 7,78 6,92 6,02 mg/dL 0.70 –

1.20

Tinggi

e- LFG 3,29 7,01 8,08 9,56 >= 90 Rendah

pH 7,46 7,45 7,49 - 7,35 –

7,45

Rendah

pCO2 24,4 38,7 33,8 - mmHg 35,00 –

45,00

Tinggi

pO2 147,30 91,90 104,30 - mmHg 80,00 –

100,00

Rendah

BEecf -6,8 2,0 2,0 - mmol/

L

-2 – 2

HCO3- 17,00 26,00 25,30 - mmol/

L

22,00 –

26,00

Tinggi

SO2C 99,0 97,3 98,2 - % 95% -

100%

TCO2 17,70 27,20 26,40 - mmol/

L

24,00 –

30,00

Tinggi

Kalium 4,86 3,67 3,78 3,88 mmol/

L

3.50 –

5.10

Natrium 136 136 140 141 mmol/

L

136 -

145

Klorida 103 103 108 - mmol/

L

96 - 108

Albumin 3,40 - - - g/dL 3,40 –

4,80

Page 39: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

36

LFG (29 September 2019) yang dihitung dengan mempergunakan rumus

Kockroft-Gault sebagai berikut:

c. EKG (29 Agustus 2019)

d. Foto Thorax

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan (kg)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Page 40: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

37

Foto Thorax PA (29 Agustus 2019)

Hasil :

Cor : tampak membesar CTR 77% dengan kalsifikasi aortc knob (+)

Pulmo : tampak infiltrate pada suprahilar kiri dan parahilar kanan.

Corakan bronkovaskulaer meningkat, cephalisasi (+)

Sinus pleura kanan tajam, kiri tumpul

Diafragma kanan dan kiri normal

Tulang – tulang : tampak osteotyphyte pada corpus vertebrae thoracalis

Kesan:

Cardiomegaly dengan aortosklerosis (ASHD)

Congestif pulmonum

Suspek Pneumonia

Efusi pleura kiri minimal

Spondylosis thoracalis

3.5. DIAGNOSIS

a. Choric Kidney Disease Stage V Suspek PNC on HD Reguler 3

kali/ minggu + CAPD

Page 41: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

38

i. Edema paru (membaik)

ii. Hiperurisemia

iii. Anemia ringan

b. CHF functional class III et causa CAD

i. Complete RBBB

ii. Hipertensi tidak terkontrol

c. HAP late onset

3.6. TATALAKSANA

IVFD 0,9% 8 tpm

Diet CKD 2000 kkal + 68,4 gram protein/hari

Hemodialisa 3x/ minggu

Valsartan 160mg tiap 24 jam oral

Allopurinol 100mg tiap 24 jam oral

Asam folat 2 mg tiap 12 jam oral

Cefoperazone 1 gram tiap 12 jam intravena (selama 7 hari)

Ciprofloxacin 400mg tiap 12 jam intravena (selama 7 hari)

Monitoring

Keluhan

Tanda Vital

3.7. PROGNOSIS

a. Ad vitam : dubious ad bonam

b. Ad functionam : dubious ad bonam

c. Ad sanationam : dubious ad bonam

3.8. KIE

a. Memberikan informasi tentang penyakit dan kondisi pasien pada

pasien dan keluarganya secara lengkap.

b. Memberikan edukasi tentang obat yang diminum kepada pasien

dan keluarga pasien.

Page 42: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

39

c. Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga higienitas pasien dan

lingkungan rumah.

d. Mengedukasi keluarga untuk terus memberi semangat dan kasih

sayang kepada pasien sehingga terus berjuang menghadapi

penyakitnya.

e. Mengingatkan pasien untuk senantiasa berdoa untuk menjaga

kesehatan pikiran dan memberi motivasi pada pasien untuk

menghadapi penyakitnya dengan ikhlas.

Page 43: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

40

BAB IV

KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1. ALUR KUNJUNGAN LAPANGAN

Kunjungan pasien dilakukan pada Hari Rabu, 11 September 2019 pukul

18.00 WITA ke rumah pasien yang beralamat di Jalan Gunung Andakasa Gang

Melati III No. I Penamparan Padangsambian, Denpasar Barat. Kedatangan kami

disambut baik oleh pasien beserta keluarganya.

Dalam penatalaksanaan pasien dengan CKD, tidak cukup hanya pada

pemberian terapi farmakologis saja, tetapi diperlukan juga terapi non-

farmakologis berupa pendekatan lain yaitu pendekatan bio-psiko-sosial. Oleh

karena itu, tujuan dari dilakukannya kunjungan lapangan ini adalah untuk

mengidentifikasi masalah dengan pengamatan langsung ke rumah pasien

mengenai kondisi pasien, kemudian menemukan permasalahan yang ada, dan

mencari solusi dari permasalahan tersebut. Kunjungan lapangan ini juga bertujuan

untuk memberikan edukasi mengenai penyakit pasien, pengendalian faktor risiko

penyakit, serta motivasi kepada keluarga pasien dalam melakukan pendampingan

kepada pasien selama masa pengobatan. Adapun intervensi yang dilakukan yaitu:

1. Edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga

serta pasien mengenai CKD.

2. Edukasi kepada keluarga dan pasien untuk selalu berperilaku hidup

sehat, dengan menjaga asupan nutrisi, istirahat yang cukup,

beraktivitas sesuai kebutuhan, dan senantiasa untuk kontrol kesehatan

rutin ke faskes terdekat atau faskes rujukan sesuai dengan anjuran

dokter.

4.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Selama melakukan kunjungan ke rumah pasien, kami dapatkan sejumlah

permasalahan di beberapa bidang yang masih menjadi kendala pasien dalam

menghadapi penyakitnya:

1. Ekonomi

Page 44: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

41

Pasien dalam menjalani terapi untuk penyakit ginjal yang

dideritanya sejak tahun 2008, baik itu saat rawat inap, kebutuhan

cairan dialisat untuk CAPD maupun hemodialisis regular ditanggung

dengan BPJS. Hanya saja terkadang saat pasien mengeluhkan keluhan

baru, keluarga sering mengajak pasien langsung ke praktek pribadi

dokter spesialis dengan jalur umum, dengan alasan agar cepat

mendapatkan penanganan. Saat melakukan pemeriksaan ke prakter

pribadi dokter spesialis, istri pasien mengatakan sekali periksa

menghabiskan minimal Rp.400.000 sudah termasuk dengan obat.

Jumlah itu dikatakan cukup memberatkan terlebih pasien sering

mengeluhkan keluhan baru akhir-akhir ini.

2. Lingkungan

Pasien dan keluarga tinggal di tanah seluas 1,5 are dengan

bangunan rumah yang berukuran 6m x 10m yang terdiri dari 1 ruang

tamu, 1 ruang keluarga, dan 3 kamar tidur, bangunan 2m x 4m yang

terdiri dari 1 dapur, 2 kamar mandi luar, serta 4m x 4m sebagai area

pura keluarga. Pasien tinggal bersama istri dan 1 orang anak. Kondisi

rumah termasuk dalam kategori cukup rapi. Kotak-kotak tempat

cairan dialisat yang dulunya digunakan untuk CAPD tersusun rapi di

sekitar ruang tamu dan ruang keluarga. Kamar pasien beukuran 3m x

3m terkesan cukup rapi dan bersih, namun ada masih ada beberapa

pakaian dan selimut yang terlipat dan tersimpan kurang rapi. Dapur

dan kamar mandi yang berada diluar bangunan utama mempersulit

pasien dalam melakukan aktivitas rutin seperti makan, mandi, BAB,

dan BAK secara mandiri, sehingga harus ditemani oleh istri pasien

atau semua kegiatan tersebut dilakukan di dalam kamar tidur. Didepan

bangunan kamar mandi dan dapur diperuntukkan sebagai tempat

menjemur pakaian basah, hal ini sedikit banyak mengurangi akses

pasien untuk ke kamar mandi dari bangunan utama. Sehari-hari

pasien menggunakan PDAM sebagai sumber air untuk kegiatan

sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian, dan keperluan air minum.

3. Akses ke Layanan Kesehatan

Page 45: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

42

Pasien kontrol dan berobat rutin ke RSUP Sanglah dan praktek

pribadi dokter spesialis. Jarak terdekat rumah pasien dengan faskes

yang rutin dikunjungi adalah 3km, sedangkan jarak terjauh yaitu ke

RSUP Sanglah yaitu 15km. Pasien biasanya diantar oleh keluarga

untuk periksa ke dokter bila ada keluhan baru maupun untuk

hemodialisis yang dilakukan 2 kali seminggu setiap Hari Rabu dan

Sabtu yang berlangsung selama 4-5 jam.

4. Aktivitas Fisik

Pasien sehari-hari berprofesi sebagai guru agama yang mengajar

di sekolah dasar. Kelas yang diajar oleh pasien dikatakan dominan

berada di lantai 3. Sehari-hari pasien berangkat ke sekolah awalnya

bisa berangkat sendiri, namun beberapa bulan terakhir pasien selalu

diantar istri atau anak pasien untuk berangkat ke sekolah. Sejak

beberapa bulan terakhir, pasien sudah jarang pergi ke sekolah untuk

mengajar. Pasien mengatakan akhir-akhir ini pasien sangat mudah

lelah. Pasien mengalami kesulitan berjalan selain karena lemas, tetapi

juga karena kaki yang terkadang bengkak. Untuk BAB dan mandi

pasien masih bisa sendiri hanya terkadang perlu ditemani. Untuk BAK

pasien terkadang menggunakan pispot jika pasien merasa sangat lemas

untuk berjalan ke kamar mandi, mengingat kamar mandi pasien

berada di luar bangunan utama. Keluhan utama pasien saat ini adalah

lemas, yang disertai dengan penurunan nafsu makan dan bengkak

pada kaki.

5. Nutrisi

Pasien mengalami penurunan nafsu makan yang dirasakan

beberapa bulan terakhir, terutama saat sebelum rawat inap terakhir dan

setelah rawat inap terakhir. Menu makanan pasien sehari-hari adalah

makanan yang dimasak oleh istri pasien setiap harinya. Menu

makanan pasien tersering adalah nasi dengan tahu tempe rebus dan

sayur sup. Terkadang pasien makan bubur jika pasien merasakan

mual. Pasien hanya minum sedikit sesuai anjuran dokter mengingat

pasien memiliki penyakit ginjal kronis. Dilihat dari status gizi, pasien

Page 46: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

43

termasuk ke dalam status gizi kurang dengan indeks massa tubuh

18,30 kg/m2.

6. Kepatuhan Pengobatan

Saat ini pasien rutin dalam menjalani hemodialsis dan kontrol

berkala ke rumah sakit atau prakter dokter pribadi ditemani oleh istri

pasien. Hanya saja yang menjadi masalah adalah pasien tidak teratur

minum obat di rumah yang diberikan oleh dokter. Istri dan anak

pasien juga jarang dalam mengingatkan jadwal minum obat. Untuk

keteraturan minum obat pasien, istri pasien mengatakan bahwa

sepenuhnya diserahkan ke pasien karena pada akhir-akhir ini pasien

dirasakan sangat keras kepala dan tidak mau minum obat teratur.

7. Spriritual

Semenjak sakit dan mengalami keterbatasan dalam beraktivitas,

pasien dikatakan sudah jarang untuk sembahyang. Sudah beberapa

tahun terakhir pasien sudah tidak pulang kampung untuk melakukan

persembahyangan pada hari-hari besar keagamaan. Pasien hanya

mampu sesekali sembahyang ke pura keluarga yang di ada di

rumahnya.

8. Sosial/Psikologis

Pasien merasakan sudah sangat jenuh dan bosan menjalani

semua rangkaian pengobatan untuk penyakit yang dideritanya sejak

tahun 2008. Terlihat dari pasien mulai malas untuk minum obat teratur

akhir-akhir ini. Pasien sekarang menjadi lebih pasif dibandingkan

sebelum sakit atau pada tahun awal pasien divonis sakit ginjal. Pasien

yang dulunya sering jalan-jalan pagi sambil bertegur sapa dengan

tetangga sekitar rumah pasien, namun saat ini sudah tidak pernah

seperti itu karena keterbatasan pasien yang sulit untuk berjalan.

Pasien memiliki satu anak, anak pasien sangat jarang ada di

rumah. Dikatakan anak pasien sangat jarang memperhatikan pasien.

Hanya istri pasien yang senantiasa mengantarkan pasien kontrol

Page 47: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

44

kesehatan dan membantu berbagai kegiatan sehari-hari pasien seperti

membantu berjalan saat ingin BAK, BAB, dan mandi.

4.3. ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN

a. Kebutuhan Fisik-Biomedik

1. Kecukupan Gizi

Sehari-hari makanan pasien disiapkan oleh istri pasien. Istri pasien

senantiasa menanyakan kepada pasien sehari sebelumnya untuk

dimasakkan apa pada keesokan harinya. Istri pasien selalu

memasakkan makanan sesuai yang diinginkan pasien, namun tetap

memperhatikan apa yang menjadi pantangan pasien berkaitan dengan

penyakit ginjal yang dialami pasien. Menu paling sering yang pasien

makan adalah nasi dengan tahu tempe rebus dan sayur sup, sesekali

pasien makan daging ayam rebus sebagai lauk makan. Jika pasien

mual, nasi digantikan dengan bubur. Semua makanan yang disajikan

untuk pasien tanpa garam. Pasien juga terkadang diberikan buah-

buahan yang paling sering adalah buah papaya. Makanan yang sehari-

hari pasien dapat masih belum mencukupi kebutuhan nutrisi yang

seharusnya didapatkan. Pasien memerlukan lebih banyak asupan

kalori dalam makanan, namun tetap mengurangi diet yang banyak

mengandung kolesterol, lemak jenuh, dan garam.

Akhir-akhir ini pasien mengalami penurunan nafsu makan. Pasien

mengatakan sudah sangat bosan dengan menu makan yang itu-itu saja.

Pasien juga mengatakan sangat jenuh dengan semua pantangan yang

harus dia jalani karena sakitnya. Dari hal tersebut dapat kami lihat

bahwa pasien memerlukan semangat dari keluarga dan orang sekitar

agar pasien tetap kuat dan disiplin dengan semua anjuran dokter

terutama untuk masalah asupan nutrisi sehari-hari pasien.

Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien:

a. Berat badan ideal = (TB cm – 100) x 90%

Page 48: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

45

= (170 – 100) x 90%

= 70 x 0,9

= 63 kg

b. Jumlah kebutuhan kalori per hari

Kebutuhan kalori basal

= BB ideal x 30 kalori (laki-laki)

= 63 x 30

= 1890 kalori

Kebutuhan kalori aktivitas ringan

= 20% x kebutuhan kalori basal

= 378 kalori

Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita adalah 1890 +

378 = 2268 kalori

Distribusi makanan:

- Karbohidrat 65% = 65% x 2268 = 1474,2 kalori dari

karbohidrat.

- Protein 15% = 15% x 2268 = 340,2 kalori dari protein

- Lemak 20% = 20% x 2268 = 453,6 kalori dari lemak

2. Kegiatan Fisik

Pasien adalah guru agama pada sekolah dasar yang kesehariannya

aktif mengajar di sekolah. Namun beberapa bulan terakhir pasien

jarang pergi mengajar karena rasa lemas dan kesulitan berjalan akibat

bengkak pada kaki yang hilang timbul. Sehingga sehari-hari pasien

hanya menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam rumah. Pasien

lebih banyak ada di dalam kamar. Pasien hanya keluar saat ingin

makan, mandi, BAK, BAB, dan sesekali menonton TV jika pasien

sudah bosan di dalam kamar. Saat ini pasien disarankan untuk lebih

sering beraktivitas ringan diluar rumah seperti jalan-jalan jika tidak

ada keluhan, guna mencegah hilangnya massa otot, mengkompensasi

pengeroposan tulang, dan menjaga kekuatan tulang. Namun tetap

Page 49: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

46

untuk tidak memaksakan diri agar terhindar dari kelelahan, risiko

jatuh, dan perburukan kondisi berkaitan dengan sakitnya.

3. Akses ke Tempat Pelayanan Kesehatan.

Tempat pelayanan kesehatan terdekat dari rumah pasien adalah

Klinik Rama. Jarak klinik dari rumah pasien kurang lebih 1 km.

Namun pasien lebih sering datang kontrol ke praktek dokter pribadi

yang telah merawat pasien sejak awal berkaitan dengan sakit

ginjalnya. Jarak rumah dengan tempat praktek dokter sekitar 2 km.

Pasien biasanya kontrol jika ada keluhan baru. Dalam keadaan darurat

atau hemodialisis rutin, pasien dibawa ke RSUP Sanglah. Jarak

rumah pasien dengan RSUP Sanglah kurang lebih 15km dengan jarak

tempuh menggunakan mobil selama 45 menit.

4. Lingkungan

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk yang beralamat di

Jalan Gunung Andakasa, Gang Melati III No. I Penamparan

Padangsambian, Denpasar Barat. Pasien tinggal di rumah dengan luas

60 m2 diatas tanah seluas 1,5 are. Pasien tinggal dengan istri dan

anaknya. Dalam lingkungan rumah, terdiri dari 3 bangunan. Bangunan

utama terdiri dari 1 ruang tamu dengan kondisi yang cukup rapi

dengan susunan kursi tamu yang berjumlah 2 buah berjejer, 1 buah

meja di didepannya, 1 buah lemari yang digunakan untuk menyimpan

perabotan keluarga, dan 1 buah TV yang ada di atas lemari. Dalam

ruang keluarga berisi banyak kotak dus tersusun rapi yang berisi

cairan dialisat untuk keperluan CAPD pasien dari tahun 2012 sampai

dengan tahun 2018. Ruang keluarga ini dalam keadaan tersekat

sehingga berbentuk seperti ruangan yang tidak tembus langsung dari

ruang tamu. Ruang keluarga ini disekat karena dulunya ruang keluarga

dipergunakan sebagai ruangan untuk melakukan penggantian cairan

dialisat CAPD pasien setiap harinya. Dalam 3 kamar tidur terdiri dari

kamar pasien beserta istri, kamar anak, dan kamar yang diperuntukkan

untuk tamu. Setiap kamar tidur berukuran 3m x 3m dilengkapi dengan

1 pintu masuk dan jendela. Secara umum keadaan kamar pasien cukup

Page 50: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

47

rapi yang terdiri dari 1 buah tempat tidur berukuran 160cm x 200 cm,

1 buah meja, dan 2 buah lemari yang digunakan untuk menyimpan

pakaian dan beberapa perabotan keluarga lainnya. Bangunan kedua

terdiri dari dapur yang sehari-hari dipergunakan sebagai tempat

memasak, berisikan wastafel, tempat menaruh peralatan dapur,

kompor gas serta tabung gas LPG. Dapur terkesan rapi dan bersih,

barang-barang tersusun rapi dan tidak ada sudut ruangan yang

terkesan lembab. Bangunan kedua juga terdapat kamar mandi

sebanyak 2 kamar. Kamar mandi terletak di samping dapur. Di dalam

kamar mandi menggunakan kloset jongkok dengan bak mandi yang

menggunakan ember. Secara umum kamar mandi terkesan cukup

bersih. Jarak kamar mandi dari bangunan utama terutama kamar

pasien yang cukup jauh menyebabkan pasien rawan jatuh mengingat

saat ini pasien memiliki keterbatasan dalam berjalan. Di depan

bangunan kedua terdapat sumur namun sudah tidak digunakan lagi

sebagai sumber air sehari-hari. Dan bangunan terakhir adalah area

pura keluarga.

Seluruh ruangan pada bangunan rumah pasien beralaskan keramik,

dengan tembok tersusun dari bata yang diplester dan dilapisi dengan

cat, serta atap yang berbahan genteng. Sirkulasi udara dan ventilasi di

rumah pasien sudah baik. Pada pagi hingga sore hari semua jendela

dan pintu rumah pasien dibiarkan dalam kondisi terbuka yang

memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang sangat baik dan tidak

ada sudut rumah yang gelap dan terkesan lembab. Saat ini pasien

menggunakan sumber air dari PDAM untuk semua keperluan sehari-

hari seperti minum, masak, mandi, mencuci, menyiram, dan

sebagainya. Pasien tinggal di wilayah pemukiman yang cukup padat,

warga sekitar rumah pasien cukup ramah, namun karena sakit pasien

akhir-akhir ini menjadi jarang berinteraksi dengan tetangganya.

b. Kebutuhan Bio-Psikosial

1. Lingkungan Biologis

Page 51: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

48

Kondisi rumah pasien dari segi kerapian, kebersihan, dan

kecukupan ventilasi sudah sangat layak ditempati. Keluarga pasien

yang terdiri dari istri dan seorang anak memiliki hubungan yang

cukup dekat. Hanya saja anak pasien adalah anak yang sangat cuek

dengan kesehatan orang tuanya. Selama ini yang memperhatikan

pasien hanyalah istri pasien. Anak pasien sering tidak ada di rumah,

selain karena bekerja pada pagi hingga sore hari, pada malam hari

anak pasien sering pergi keluar rumah bersama teman-temannya dan

pulang larut malam. Bila pasien kontrol kesehatan atau cuci darah ke

rumah sakit, anak pasien sangat jarang untuk mau mengantarkan

pasien, sehingga istri pasien lebih sering meminta tolong dengan

keponakan pasien yang tinggal tidak jauh dari rumah pasien untuk

mengantarkan pasien. Pasien tinggal di kawasan pemukiman padat

penduduk. Hubungan pasien dengan tetangga baik, namun akhir-akhir

ini jarang berinteraksi karena sakit.

Di dalam lingkungan biologis, keluarga pasien yang terdiri dari

istri dan seorang anak tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan

pasien. Namun, saudara-saudara pasien yang terdiri dari kakak dan

adik pasien namun tidak tinggal serumah dengan pasien saat ini,

memiliki riwayat batu ginjal sejak muda. Pada saat kunjungan, pasien

dalam kondisi tidur dan saat dibangunkan oleh istri pasien kemudian

bangun dari tempat tidur, pasien terlihat lemas dengan susah saat

berjalan dan kedua kaki pasien dalam keadaan bengkak. Sejak muda

pasien memiliki riwayat batu ginjal tanpa mendapat terapi medis

sampai akhirnya menjalani hemodialisis untuk pertama kalinya pada

tahun 2008.

2. Spiritual

Pasien dalam beberapa tahun ini sudah tidak pernah lagi bisa

pulang kampung bila ada upacara besar keagamaan. Menurut istri

pasien, pasien dikatakan mudah lelah bila bepergian jauh dan sangat

mudah jatuh sakit bila sudah dalam kondisi yang sangat lelah. Akhir-

akhir ini pasien juga kesulitan untuk sembahyang di pura keluarga

Page 52: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

49

yang ada di rumahnya karena kesulitan berjalan. Sehingga pasien

lebih banyak sembahyang dari dalam kamar. Pendekatan spiritual

sangatlah penting untuk proses pengobatan, agar pasien dapat

mendekatkan diri kepada Tuhan dan untuk lebih mudah mendapatkan

ketenangan hati dan pikiran sehingga proses pengobatan lebih mudah

dijalani.

3. Faktor Psikososial

Pasien yang dalam kondisi sakit lama sangat membutuhkan

dukungan dan peran serta keluarga dalam membantu pasien untuk

menjalani terapi jangka panjang yang mungkin dalam perjalanannya

akan minimbulkan rasa bosan, jenuh, perasaan sia-sia, dan putus asa

dari dalam diri pasien. Saat ini pasien sangat beruntung memiliki istri

yang sangat sabar dan setia dalam mendukung segala bentuk

pengobatan pasien baik dari kontrol kesehatan rutin, penggantian

cairan dialisat CAPD, hingga hemodialisis rutin yang dilakukan 2 kali

seminggu. Istri pasien sangat memperhatikan perkembangan kondisi

pasien, mengingatkan keteraturan minum obat walaupun pada

beberapa bulan terakhir pasien dikatakan sangat keras kepala dan

berubah menjadi pemalas untuk konsumsi obat rutin setiap harinya.

Keluarga pasien sangat terbuka menerima kunjungan kami karena

mereka mengerti bahwa kunjungan ini adalah salah satu bentuk

dukungan tenaga kesehatan untuk pemberian edukasi serta solusi dari

masalah-masalah yang ada berkaitan dengan pemulihan kondisi dan

peningkatan kualitas hidup pasien.

Menurut istri pasien, saat ini pasien sudah merasa bosan dan sangat

jenuh menjalani semua bentuk terapi pengobatan untuk penyakitnya,

terlihat dari ketidakmauan pasien untuk mengonsumsi obat rutin

akhir-akhir ini. Pasien sangat membutuhkan perhatian dan dukungan

keluarga agar senantiasa mengingatkan dan mengawasi kondisi

kesehatan pasien, kedisiplinan terapi, pola makan dan minum, serta

menghindari faktor-faktor yang memperburuk kondisi kesehatan

pasien.

Page 53: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

50

4.4. PEMECAHAN MASALAH, SARAN, DAN KIE

Dari beberapa permasalahan yang kami dapat selama melakukan

kunjungan, kami mengusulkan solusi pemecahan dari masalah tersebut

sebagai berikut:

1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien.

Pasien beserta keluarga terutama istri pasien dijelaskan mengenai apa

itu penyakit CKD yang diderita pasien, mulai dari pengertiannya yaitu

suatu penyakit ginjal kronik dan progresif akibat dari adanya gangguan

struktur dan fungsi ginjal untuk eksresi zat sisa metabolik yang tidak

dapat kembali menjadi normal. Pasien dan keluarga juga diedukasi

mengenai faktor risiko yang harus dihindari untuk mencegah perburukan

penyakit, kekambuhan (eksaserbasi akut) seperti hipertensi yang tidak

terkontrol (tidak rutin minum obat) dan minum air yang berlebih.

Sehingga pasien kami sarankan untuk disiplin dalam minum obat

antihipertensi secara rutin, pihak keluarga terutama istri juga diharapkan

senantiasa mengingatkan pasien untuk minum obat teratur, bila perlu

disediakan catatan khusus yang berisi daftar obat serta jadwal minum obat

pasien. Dengan begitu akan mempermudah pasien dan dokter yang

merawat dalam merencanakan terapi lanjutin berkaitan dengan penyakit

ginjal pasien. Istri pasien juga diharapkan ikut mengontrol jumlah cairan

yang masuk melalui minum pasien, mengingat pasien sering merasakan

haus agar jumlah air yang masuk tidak berlebihan. Menyarankan pasien

dan keluarga agar segera membawa pasien ke fasilitas kesehatan untuk

berkonsultasi bila ada keluhan kesehatan muncul, sehingga komplikasi

yang lebih lanjut dapat dihindari. Pasien dan keluarganya juga diedukasi

bahwa dalam pengendalian penyakit ginjal yang diderita pasien,

diperlukan kombinasi dari berbagai hal seperti medis, gizi, serta

psikologis. Pasien juga disarankan untuk lebih aktif bergerak jika keluhan

sakit pada kaki sudah tidak ada, guna menjaga massa otot. Namun tentu

aktivitas yang tidak berlebihan dan tidak dipaksakan agar tidak

memperburuk kondisi dan mengurangi risiko jatuh dari pasien.

Page 54: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

51

2. Edukasi pasien dan keluarga tentang kontrol kesehatan

Pasien dan keluarga diharapkan untuk selalu kontrol kesehatan rutin

bila terdapat keluhan baru berkaitan dengan penyakitnya. Pasien juga

disarankan untuk selalu disiplin mengenai jadwal hemodialisis yang

dilakukan 2 kali seminggu, jangan sampai terlambat. Keluarga pasien

terutama istri pasien kami sarankan untuk membuat catatan khusus untuk

pasien mengenai daftar obat, jadwal minum obat, serta jadwal kontrol

yang harus dijalani pasien. Catatan itu dikira perlu mengingat pasien yang

akhir-akhir ini sangat keras kepala saat diingatkan untuk minum obat dan

kesibukan istri juga yang harus mengajar ke sekolah sebagai guru di

sekolah dasar, jadi untuk menghindari lupa terutama mengenai jadwal

minum obat pasien.

3. Dukungan Keluarga

Keluarga pasien, baik istri ataupun anak pasien diharapkan untuk

senantiasa memberikan dukungan moril kepada pasien dan selalu setia

menemani terapi yang dijalani pasien. Hal ini sangat penting mengingat

pasien yang akhir-akhir ini sudah merasa sangat jenuh dengan segala

bentuk pengobatan yang diterimanya sejak tahun 2008 silam. Dukungan

emosional dari istri dan anak pasien juga sangat dibutuhkan, terutama

anak pasien yang sangat jarang ada disamping pasien dalam menjalani

sakitnya. Diusahakan agar pasien tidak merasa kesepian karena hal

tersebut sangat berpengaruh kepada semangat pasien itu sendiri dalam

menjalani terapi.

Pasien juga disarankan untuk selalu terbuka mengenai apa yang

menjadi keluhannya sehari-hari. Dengan begitu keluarga akan bisa

mencatat dan segera dibawa ke dokter untuk kontrol kesehatan. Pasien

akan terbuka dengan orang-orang disekitarnya jika pasien merasa

mendapat dukungan penuh untuk berobat dan sembuh dari sakitnya.

4. Pola makan dengan gizi seimbang

Pasien diberikan edukasi mengenai pola makan yang baik berkaitan

dengan kondisi pasien ini. Asupan yang didapat pasien harus seimbang

dari karbohidrat, lemak, dan protein. Menu makan yang disajikan oleh

Page 55: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

52

istri pasien boleh divariasikan namun harus tetap rendah kolesterol, asam

lemak jenuh, dan garam. Asupan protein bisa ditingkatkan karena pasien

dengan CKD stage V dapat kehilangan protein setiap kali hemodialisis.

Kebutuhan cairan juga harus dikontrol ketat, dengan cairan masuk tidak

berlebihan agar tidak terjadi bengkak akibat kelebihan cairan atau keluhan

lain yang berkaitan dengan fungsi ginjal pasien. Asupan buah dan sayur

juga sangat penting bagi pasien untuk kebutuhan vitamin dan mineralnya,

namun pasien harus menghindari buah dan sayur yang tinggi kalium

seperti pisang karena pasien dengan CKD biasanya kadar kalium dalam

darah sudah tinggi. Bila pasien merasa mual, diberikan pola makan sedikit

namun sering untuk menjaga nutrisi pasien tetap tercukupi, mengingat

status gizi pasien masuk dalam kategori gizi kurang.

Menu makan setiap harinya diharapkan dibuat di rumah oleh istri

pasien agar lebih terkontrol, karena makan pasien harus terhindar dari

bahan pengawet, rendah kolesterol, dan menghindari penggunaan garam

yang berlebih. Pengaturan diet tiap harinya sangat penting untuk

membantu keberhasilan terapi pasien dan mempertahankan kondisi

optimal dari pasien sehingga mengurangi risiko eksaserbasi akut dan

komplikasi berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Pihak keluarga harus

selalu memperhatikan gizi pasien, mengingat status gizi pasien masuk

dalam kategori kurang dan berat badan pasien dikatakan semakin turun

sejak beberapa bulan terkahir.

5. Lingkungan rumah

Rumah pasien secara umum termasuk rumah yang bersih dan sangat

layak huni. Yang menjadi masalah adalah letak kamar mandi yang berada

di luar bangunan utama, bagi pasien jarak kamar mandi dari kamar tidur

pasien cukup jauh yang menyulitkan pasien untuk beraktivitas seperti

mandi, BAB, dan BAK secara mandiri. Sehingga kami menyarankan agar

keluarga terutama istri pasien untuk selalu menemani pasien jika ingin ke

kamar mandi, atau jika pasien hanya sendiri di rumah disarankan untuk

menyediakan pispot di dalam kamar untuk BAK pasien. Lantai di kamar

mandi juga agar selalu dijaga kebersihannya agar tidak licin, tempat

Page 56: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

53

menjemur pakaian yang biasanya di taruh di depan bangunan kamar

mandi dan dapur agar diletakkan lebih pinggir untuk memperlebar akses

jalan ke kamar mandi, hal itu dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh

dari pasien mengingat pasien akhir-akhir ini sering lemas dan kesulitan

dalam berjalan.

6. Optimis dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan

Selalu berpikir positif dan optimis dalam setiap terapi yang dijalani

berkaitan dengan penyakit diderita adalah salah satu cara untuk

mempermudah keberhasilan terapi. Tidak pernah bersosialisasi atau

bahkan menarik diri dari kehidupan sosial bukanlah cara yang tepat untuk

dilakukan ditengah sakit yang dialami. Memberikan edukasi kepada

pasien untuk menghindari rasa khawatir yang berlebih dengan cara

senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan rutin

beribadah sesuai dengan keyakinan yang dianutnya, niscaya akan

memberikan ketenangan emosional yang tentunya akan mempermudah

keberhasil terapi. Pihak keluarga harus selalu membangkitkan semangat

pasien dalam menjalani hari-harinya dengan selalu berada di dekat pasien

dan berusaha untuk selalu ada saat pasien membutuhkan bantuan dalam

menjalani suatu aktivitas, dengan begitu pasien akan merasa tidak sendiri

dan selalu diperhatikan oleh orang-orang terkasih.

4.5. DENAH RUMAH PASIEN

1

2

3

5

8

6

9

4

7 7

Utara

Page 57: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

54

Keterangan:

1: kamar tidur anak

2: tempat menjemur pakaian

3: kamar tidur pasien dan istri

4: ruang keluarga

5: ruang tamu

6: dapur

7: kamar mandi

8: area pura keluarga

9: gerbang masuk

Page 58: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

55

SIMPULAN

Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan

penyakit ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3

bulan yang dengan atau tanpa penurunan GFR < 60 mL/min/1,73m2 yang

bersifat progresif dan irreversible.

Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah edema, hipertensi dan

anemia. Berdasarkan derajat penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage yang

dinilai dari GFR. Gejala klinis CKD meliputi gejala penyakit dasar, gejala

sindrom uremikum serta gejala komplikasi CKD. Penatalaksanaan CKD

disesuaikan dengan derajat kerusakan fungsi ginjal.

Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD stage V,

sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal

berupa hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi

penunjang lainnya yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul.

Dalam penatalaksanaan pasien dengan CKD, tidak cukup hanya pada pemberian

terapi farmakologis saja, tetapi diperlukan juga terapi non-farmakologis berupa

pendekatan lain yaitu pendekatan bio-psiko-sosial.

Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat,

serta perubahan pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan dapat

membantu mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas

hidup pasien.

Page 59: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

56

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2159. 2014.

2. KDIGO CKD Work Group. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the

evaluation and management of chronic kidney disease. Kidney Int Suppl

2013; 3: 1–150.

3. Nathan R. H, Samuel T. F, Jason L. O, Jennifer A. H, ChristopherA. O’C,

Daniel S. L. Global Prevalence of Chronic Kidney Disease – A Systematic

Review and Meta-Analysis. Oxford Biomedical Research Centre. 2016 (6).

4. Indonesian Renal Registry (IRR). 10th Report Of Indonesian Renal Registry.

2017. Terdapat di: http://www.indonesianrenalregistry.org/

5. Mardiana N dan Aditiawardana. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi II. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR;

2015. 486.

6. Kerr M, Bray B, Medcalf J. Chronic Kidney Disease in Adults: Assestment

and Management. England: National Institute for Health and Care Excellence;

2014. hal 1-63.

7. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik, suatu epidemiologi global baru: protect

your kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI);

2010.

8. Abraham G dkk. Management of Hypertension in Chronic Kidney Disease:

Consensus Statement by an Expert Panel of Indian Nephrologists. 2017.

9. Wheeler DC. Clinical evaluation and management of chronic kidney disease.

Dalam: Feehaly J, Floege J, Johnson RJ, penyunting. Comprehensice clinical

nephrology. St. Loius: Elsevier Saunders; 2010

10. National Kidney Foundation. Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 5.

New York. 2012.Terdapat di: www.kidney.org

11. Bieber, S.D. & Himmelfarb, J. Hemodialysis. In : Schrier’s Disease of the

Kidney. 9th

edition. Coffman, T.M, Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C.,

Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia: 2013, hal

2473-505.

Page 60: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

57

12. Wheeler DC. Clinical evaluation and management of chronic kidney disease.

Dalam: Feehaly J, Floege J, Johnson RJ. Comprehensice clinical nephrology.

St. Loius: Elsevier Saunders; 2010.

Page 61: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33438/1/c050914d98d8d8887116f...Pielonefritis kronis 7% Nefropati urat 1% Penyakit ginjal pilikistik 1% Tidak

58

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN

Tempat menjemur pakaian

Foto bersama Dapur

Kamar tidur Area depan kamar mandi

Kamar mandi