pengalaman belajar lapangan chronic kidney...

48
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE ET CAUSA SUSPEK GLUMERONEPHRITIS KRONIS Mahasiswa : Christopher Vincent (1302006295) Pembimbing : dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD,MARS DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DEPARTEMEN / KSM PENYAKIT DALAM FK UNUD / RSUP SANGLAH TAHUN 2019

Upload: others

Post on 02-Sep-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE ET CAUSA SUSPEK

GLUMERONEPHRITIS KRONIS

Mahasiswa :

Christopher Vincent (1302006295)

Pembimbing :

dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD,MARS

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DEPARTEMEN / KSM PENYAKIT DALAM

FK UNUD / RSUP SANGLAH

TAHUN 2019

Page 2: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas karunia-Nya, laporan PBL yang berjudul “Chronic Kidney Disease” ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya.Laporan kasus responsiini disusun dalam rangka

mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit DalamFakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh

bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui

kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat:

1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD – KHOM selaku ketua KSM/Bagian Ilmu

Penyakit Dalam RSUP Sanglah/FK UNUD , Denpasar.

2. dr. I Made Susila Susila Utama, Sp.PD- KPTI selaku koordinator pendidikan

di KSM/Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah/FK UNUD, Denpasar.

3. dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD, MARS selaku pembimbing laporan

responsi di RSUP Sanglah/FK UNUD, Denpasar.

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan

bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah

kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, September 2019

Penulis

Page 3: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. ..1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

2.1Chronic Kideny Disease (CKD) .................................................................. 3

2.1.1 Definisi ............................................................................................ 3

2.1.2 Klasifikasi ......................................................................................... 4

2.1.3Epidemiologi...................................................................................... 6

2.1.4 Faktor Risiko .................................................................................... 7

2.1.5 Patofisiologi .................................................................................... 10

2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................................... 12

2.1.7 Diagnosis ........................................................................................ 13

2.1.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 15

2.1.9 Prognosis ........................................................................................ 23

BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................. 25

I. Identitas Pasien .......................................................................................... 25

II. Anamnesis ................................................................................................ 25

III. Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 26

IV. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 30

V. Diagnosis .................................................................................................. 35

VI. Penatalaksanaan....................................................................................... 35

BAB IV KUNJUNGAN LAPANGAN............................................................... 37

BAB V SIMPULAN .......................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

1

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai ditemui di masyarakat.

CKD dapat disebabkan oleh proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir

dengan gagal ginjal.1The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of

the National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan CKD sebagai kerusakan

ginjal secara struktural atau fungsional yang berlangsung dalam waktu > 3 bulan, atau

tingkat penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2

dalam waktu ≥3 bulan yang dengan atau tanpa kerusakan struktur ginjal.2

Chronic Kidney Diseasedipengaruhi oleh banyak faktor resiko dengan

patofisiologi yang masih belum dimengerti secara sempurna. Kebanyakan penderita

CKD tidak sampai pada tahap kegagalan ginjal, namun penderita akan meninggal

terlebih dahulu karena komplikasi dari penyakit kardiovaskular. Dewasa ini insiden

dan prevalensi CKD semakin meningkat dan menjadi masalah kesehatan global.1

Di negara barat CKD telah menjadi suatupermasalahan dengan angka

peningkatan kasus dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade

terakhir terjadi peningkatan secara progresif CKD yang memerlukan terapi pengganti

ginjal.1 Di Indonesia sendiri jumlah penderita baru CKD semakin meningkat setiap

tahunnya. Menurut IRR, pada tahun 2014 tercatat penderita baru CKD sebanyak

17.193 dan khususnya untuk daerah Bali sebanyak 1.258 pasien.3

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh berbagai etiologi yang mendasari,

yang mengakibatkan kerusakan massa ginjal dengan sklerosis ireversibel dan

hilangnya nefron akan mengarah ke penurunan progresifitas LFG. Dalam

menghadapi cedera, ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan LFG.

Meskipun kerusakan nefron terjadi secara progresif, LFG dipertahankan dengan

hiperfiltrasi dan kompensasi hipertropi nefron sehat yang tersisa. Kandungan toksin

Page 5: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

2

dalam plasma seperti urea dan kreatinin mulai menunjukkan peningkatan yang

signifikan hanya setelah total LFG menurun hingga 50%, dimana ginjal sudah tidak

mampu mengkompensasi lagi.1

Pada CKD, fungsi ekskresi dan sekresi ginjal menurun dan menyebakan

berbagai gejala secara sistemik. Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik stadium

1-3 umumnya bersifat asimtomatik, sedangkan manifestasi klinis biasanya muncul

dalam tahap 4-5. Manifestasi klinis CKD dapat sesuai dengan penyakit yang

mendasari, karena adanya sindrom uremia, maupun gejala dari komplikasi yang

ditimbulkan.1

Penting untuk melakukan diagnosis dini, modifikasi pola hidup, dan

pengobatan penyakit yang mendasari. Penanganan CKD memerlukan kerjasama tim

medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan

keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat

membantu memperbaiki hasil pengobatan. Meskipun CKD merupakan penyakit yang

ireversibel, akan tetapi dengan penangan yang baik akan dapat mengurangi gejala

yang muncul dan memperbaiki kualitas hidup penderitanya.1

Pada CKD stadium 5, mutlak dilakukan terapi pengganti ginjal. Terapi

pengganti ginjal dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis, maupun transplantasi

ginjal.1 Saat ini jumlah pasien CKD stadium 5 yang memerlukan dialisis makin

meningkat. Tidak semua pasien CKD stadium 5 mendapatkan pelayanan hemodialisis

karena keterbatasan fasilitas, kurangnya sumber daya manusia, dan mesin

hemodialisis yang mahal. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah pasien CKD yang

mengalami berulang masuk rumah sakit akibat komplikasi dari hemodialysis, baik

berupa komplikasi akut maupun komplikasi kronis.

Page 6: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

2.1.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah

suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal

ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal tetap, dapat

berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1 Kerusakan ginjal mengacu pada berbagai

macam kelainan yang ditemukan selama pemeriksaan, yang bisa saja bersifat non-

spesifik terhadap penyakit penyebabnya tetapi dapat mengarah pada penurunan fungsi

ginjal. Fungsi ekskresi, endokrin, dan metabolik menurun secara bersamaan pada

hampir semua kasus CKD. Adapun yang termasuk kriteria CKD menurut KDIGO

2012 adalah sebagai berikut:

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungional yang

dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium (albuminuria (AER ≥

30 mg/24jam; ACR ≥ 30 mg/g [≥3 mg/mmol]), abnormalitas sedimen

urin, gangguan elektrolit atau yang lain oleh karena gangguan pada

tubulus, kelainan pada pemeriksaan histologi, kelainan struktural yang

terdeteksi melalui pemeriksaan radiologi, atau riwayat transplantasi ginjal.

2. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG < 60 ml/menit/1,73 m2) dalam

waktu lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kelainan struktural ginjal.2

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat penyakit dan

atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar

LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan (kg)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Page 7: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

4

Pada perempuan, rumus tersebut dikalikan 0,85. Rumus Kockroft-Gault tidak

berlaku pada umur di bawah 18 tahun atau di atas 80 tahun, berat badan di bawah 40

kg atau di atas 100 kg, wanita hamil, pasien penderita Acute Kidney Injury (AKI),

kerusakan otot yang luas (crush syndrome, tetraparesis), atau ada anggota tubuh yang

tidak lengkap (amputasi).1

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dapat dilihat di tabel berikut:2

Tabel 1. DERAJAT PENYAKIT BERDASARKAN LFG DAN ALBUMIN

Kategori GFR ( ml/min/1.73m2)

Kategori Albumin Persistent

A1 A2 A3

Peningkatan

Normal hingga

sedang

Peningkatan

sedang

Peningkatan

berat

< 30 mg/g

<3mg/mmol

30-300mg/g

3-30mg/mmol

>300mg/g

>30mg/mmol

G1 Normal atau

high

>90

G2 Penurunan

ringan

60-89

G3a Penurunan

ringan samai

sedang

45-59

G3b Penurunan

sedang sampai

berat

30-44

G4 Penurunan

berat

16-29

G5 Gagal ginjal <15

Page 8: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

5

Sedangkan klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi dilihat di tabel berikut:2

Tabel 2. KLASIFIKASI ATAS DASAR DIAGNOSIS ETIOLOGI

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik,

obat, neoplasia)

Penyakit vaskular

(penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin

/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant gromerulopathy

Berdasarkan etiologinya, CKD juga dapat diklasifikasikan atas dasar ada atau

tidaknya penyakit sistemik yang mendasarinya dan lokasi dari kelainan anatomis atau

patologis dari ginjal. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.2

Page 9: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

6

TABEL 3. PENYAKIT SISTEMIK DAN KELAINAN GINJAL

Contoh Penyakit Sistemik

yang Mempengaruhi Ginjal

Contoh Penyakit Ginjal

Primer (tidak disertai

penyakit sistemik yang

mempengaruhi ginjal)

Penyakit glomerular Diabetes, penyakit autoimun

sistemik, infeksi sistemik,

obat, neoplasia (termasuk

amyloidosis)

Glomerulonefritis diffuse,

focal, crescentic

proliferative,

gromerulonekrosis focal

dan segmental, mefropati

membrane, minimal

change disease

Penyakit

tubulointerstitial

Infeksi sistemik, autoimun,

sarcoidosis, obat, urat, toksin

lingkungan, neoplasia

(myeloma)

Infeksi saluran kemih,

batu, obstruksi

Penyakit pembuluh

darah

Aterosklerosis, hipertensi,

iskemia, emboli kolesterol,

vaskulitis sistemik,

mikroangiopati trombotik,

sklerosis sistemik

Associated renal limited

vasculitis (ANCA),

fibromuscular dysplasia

Penyakit kistik dan

congenital

Penyakit polikistik ginjal,

Alport syndrome, Fabry

disease

Displasia renal, penyakit

kistik medulla,

podositopati

2.1.3 Epidemiologi

Chronic Kidney Disease merupakan penyakit yang sering dijumpai pada

praktek klinik sehari-hari. Prevalensinya di negara maju mencapai 10-13% dari

populasi. Di Australia pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 1.7 juta pasien yang

menderita Chronic Kidney Disease, atau 1 dari 10 orang di Australi mengalami

Chronic Kidney Disease.4 Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun.1

Page 10: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

7

Di Indonesia, populasi yang terdiagnosis CKD sebesar 0,2% yang lebih

rendah dari prevalensi CKD di negara-negara lain. Menurut Riskesdes 2013

prevalensi meningkat seiring bertambahnya umur, pada kelompok umur 35-44 tahun

dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Sebuah studi yang dilakukan

Perhimpunan Nefrologi Indonesia melaporkan sebayak 12,5% populasi di Indonesia

mengalami penurunan fungsi ginjal.4

2.1.4 Faktor Resiko

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000 mencatat penyebab

gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 4. Walaupun

menurut data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2014, hipertensi muncul sebagai

penyebab tertinggi. Dikelompokkan pada sebab lain diantaranya nefritis lupus,

nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab

yang tidak diketahui.3

Tabel 4 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia

Tahun 2000 dan Tahun 2014

Penyebab Insiden Tahun 2000 Insiden Tahun 2014

Glomerulonefritis 46,39% 10%

Diabetes mellitus 18,65% 27%

Obstruksi dan infeksi 12,85% 14%

Hipertensi 8,46% 37%

Sebab lain 13,65% 11%

2.1.4.1 Glomerulonefritis

Seluruh bentuk dari penyakit glomerulonephritis akut dapat menjadi

progresif dan menyebabkan perubahan menjadi glomerulonephritis kronik.

Kondisi ini dikarakteristikan sebagai ireversibilitas dan progresifitas

glomerulus dan fibrosis dari tubulointerstitial, yang menyebabkan terjadinya

penurunan pada laju filtrasi glomerulus (LFG) dan retensi terhadap racun

Page 11: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

8

uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera

ditangani, maka glomerulonephritis kronik dapat berubah menjadi CKD,

penyakit gagal ginjal, dan bahkan penyakit kardiovaskular.5

2.1.4.2 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita

seumur hidup. Diabetes dapat terjadi saat tubuh tidak memproduksi insulin

yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang sudah ada.

Insulin merupakan hormon yang sangat penting untuk mengatur kadar

glukosa dalam darah.6

Diabetes dapat merusak ginjal dengan memberikan gangguan pada

aliran darah yang melewati ginjal. Sistem filtrasi pada ginjal dipenuhi oleh

pembuluh darah yang sangat kecil. Seiring waktu, tingginya kadar gula dalam

darah dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut menjadi sempit dan

terhambat. Tanpa darah yang cukup, kerusakan dapat terjadi pada ginjal dan

albumin dapat melewati sistem filtrasi tersebut dan akan didapatkan pada urin,

dimana hal tersebut tidak seharusnya terjadi.6

Selain itu, sistem saraf di tubuh juga dapat terganggu. Sistem saraf

membawa pesan ke otak dan seluruh tubuh termasuk kandung kemih untuk

memberi tahu bila kandung kemih sudah penuh. Namun, apabila sistem saraf

pada kandung kemih mengalami gangguan, maka pasien tidak akan dapat

merasakan apabila kandung kemih sudah penuh. Tekanan pada kandung

kemih yang tinggi akan dapat merusak ginjal.7

Urin yang terlalu lama terdiam di kandung kemih juga akan

memberikan dampak berupa infeksi pada kandung kemih, yang disebabkan

oleh bakteri. Bakteri tersebut akan tumbuh dengan cepat pada keadaan gula

yang tinggi. Infeksi tersebut paling sering menyerang kandung kemih, namun

tidak jarang dapat menyebar hingga ke ginjal.6,7

Terdapat dua tipe dari diabetes mellitus :

Page 12: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

9

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit kronik yang ditandai

dengan ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi insulin karena proses

penghancuran sel β di pankreas oleh autoimun. Biasanya diabetes mellitus

tipe 1 sudah dapat ditemukan sejak anak-anak, namun penyakit ini juga dapat

berkembang pada dewasa dengan umur 30-40 tahun. 8

Tidak seperti pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, pasien dengan

diabetes mellitus tipe 1 biasanya tidak mengalami obesitas dan biasanya

muncul diawali dengan diabetic ketoacidosis (DKA). Karakteristik yang

terlihat pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 adalah, apabila pasien

tersebut berhenti menggunakan insulin, ketosis dan ketoasidosis juga akan

muncul. Sehingga pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung dan

diobati dengan exogenous insulin yang digunakan sehari-hari disertai dengan

diet makanan yang sudah direncanakan.1,8

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari beberapa kelainan fungsi yang

dikarakteristikkan dengan hyperglikemia dan merupakan hasil kombinasi dari

resistensi terhadap kinerja insulin, sekresi insulin yang inadekuat, dan sekresi

glukagon yang berlebihan. Diabetes mellitus tipe 2 yang tidak di tangani

dengan baik akan menyebabkan komplikasi yang melibatkan gangguan pada

sistem mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropatik.6,8

Komplikasi mikorvaskular meliputi penyakit pada retina, renal dan juga

neuropatik. Komplikasi makrovaskular yang dapat terjadi meliputi gangguan

arteri coroner dan penyakit pada pembuluh darah perifer. Sedangkan

komplikasi yang terjadi pada sistem neuropati dapat mempengaruhi sistem saraf

autonomik maupun perifer.8

Page 13: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

10

2.1.4.3 Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg.5 Hipertensi dapat dibedakan menjadi

primer/esensial dan sekunder berdasarkan penyebabnya. Hipertensi

primer/esensial apabila tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder

apabila diketahui penyakit pada ginjalnya atau disebut juga hipertensi renal.

Penyakit ginjal hipertensif merupakan salah satu penyebab CKD.6

Faktor resiko dari CKD juga dapat dibagi berdasarkan1,6:

1. Faktor klinis yaitu diabetes, hipertensi, penyakit autoimun, infeksi

sistemik, infeksi saluran kencing, batu kandung kencing, obstruksi

saluran kencing bawah, keganasan, riwayat keluarga CKD, penurunan

massa ginjal, paparan banyak obat, serta berat lahir rendah.

- Faktor sosial demografi yaitu umur tua, etnik, terpapar banyak bahan

kimia dan kondisi lingkungan dan rendahnya pendidikan

2.1.5 Patofisiologi

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh adanya gangguan atau kerusakan

pada ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal seperti membrane basal

glomerulus, sel endotel, dan sel podosit. Kerusakan komponen ini dapat disebabkan

secara langsung oleh kompleks imun, mediator inflamasi, atau toksin. Selain itu,

dapat pula disebabkan oleh mekanisme progresif yang berlangsung dalam jangka

panjang. Berbagai sitokin dan growth factor berperan dalam menyebabkan kerusakan

ginjal.9

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih

sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional

nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang

diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini

mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler

Page 14: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

11

dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti

oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini

akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walapun penyakit

dasarnya sudak tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin-

angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya

hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-

angiotensin-aldosteron sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming

growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap

terjadinya progresifitas CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,

dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan

fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.1

Gambar 1. Patogenesis CKD1

Page 15: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

12

2.1.6 Manifestasi Klinis

Pasien dengan CKD derajat 1 hingga 3 dengan LFG >30 mL/menit/1,73 m2

sering asimptomatik atau tidak menunjukkan gejala, yang artinya pasien belum

mengalami gejala yang terdapat pada gangguan keseimbangan air ataupun elektrolit,

atau kekacauan dari sistem endokrin dansistem metabolik.2,5

Gejala lebih sering muncul pada pasien dengan CKD derajat 4 hingga 5 dengan

LFG < 30 mL/menit/1,73 m2. Pasien dengan gangguan pada tubulointerstitial, cystic,

sindroma nefrotik, dan kondisi lainnya yang sering disebut dengan gejala positif

seperti poliuri, hematuria, edema, lebih sering memperlihatkan tanda-tanda penyakit

pada derajat yang lebih awal.2,5

Manifestasi klinis berupa sindrom uremic pada pasien dengan CKD derajat 5

biasanya terjadi oleh akibat dari akumulasi dari berbagai racun dengan jenis yang

belum diketahui. Asidosis metabolic pada CKD derajat 5 akan termanifestasi sebagai

malnutrisi energi dan protein, kehilangan massa tubuh, dan kelemahan otot.

Peningkatan kadar garam dan cairan yang di hadapi oleh ginjal pada CKD dapat

menyebabkan terjadinya edema perifer dan tidak jarang hingga menjadi edema paru

dan hipertensi.2,5

Anemia pada CKD terjadi akibat penurunan sintesis eritropoietin oleh ginjal,

yang akhirnya akan menimbulkan gejala seperti lemas, penurunan kemampuan dalam

berkegiatan, penurunan kesadaran dan fungsi imun, dan penurunan kualitas hidup.

Anemia juga berhubungan dengan munculnya penyakit kardiovaskular, kejadian baru

dari gagal jantung ataupun perburukan dari penyakit gagal jantung, hingga

peningkatan kematian yang disebabkan oleh sistem kardiovaskular.2,5

Manifestasi klinis uremia lainnya yang dapat muncul pada derajat akhir dari

CKD, utamanya pada pasien yang tidak menjalani proses dialisa dengan adekuat,

diuraikan sebagai berikut: 7

Page 16: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

13

- Perikarditis, yang didapatkan oleh karena komplikasi dari tamponade jantung,

yang dapat menyebabkan kematian.

- Ensepalopati yang dapat menyebabkan koma hingga kematian

- Neuropati perifer

- Restless Leg Syndrome

- Gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, diare

- Manifestasi pada kulit seperti kulit kering, pruritus, ekimosis

- Lemas, malnutrisi

- Disfungsi ereksi, penurunan libido, amenorea

- Disfungsi platelet dengan peningkatan keumngkinan untuk perdarahan.

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis pasti sering memerlukan biopsi ginjal yang meskipun sangat jarang

dilakukan karena dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, biopsi ginjal

dilakukan pada pasien tertentu yang diagnosis pastinya hanya dapat ditegakkan

dengan biopsi ginjal atau jika diagnosis pasti tersebut akan merubah baik pengobatan

maupun prognosis. Pada sebagian pasien diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran

klinik yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pencitraan ginjal.5

2.1.7.1 Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien CKD meliputi:1

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus

urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritematosus

Sistemik dan lain sebagainya.

2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

Page 17: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

14

3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,

kalium, klorida).

2.1.7.2 Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium CKD meliputi:1

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,

dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.

Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi

ginjal.

3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan

kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.

4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.

2.1.7.3 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis CKD meliputi:1

1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati

filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh

kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.1.7.4 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran

ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak

Page 18: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

15

bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,

menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.

Biopsi ginjal indikasi – kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal sudah

mengecil (cintracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,

infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1,5

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CKD meliputi1:

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

c. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

d. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

e. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Perencanaan tatalaksana (action plan) CKD sesuai dengan derajatnya

dapat dilihat pada tabel berikut.1

Derajat LFG(mL/menit/1,73 m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progression)

fungsi ginjal, memperkecil risiko

kardiovaskular

2 60-89 Menghambat pemburukan (progression)

fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Tabel 5. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai dengan Derajatnya1

2.1.8.1 Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada

ukuran ginjal yang masih normal secara USG, biopsy, dan pemeriksaan histopatologi

Page 19: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

16

ginjal dapat menetukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila

LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar

sudah tidak banyak bermanfaat.1,2

2.1.8.2 Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali mengikuti kecepatan penurunan LFG pada pasien CKD. Hal ini

untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.

Faktor komorbid

tersebut antara lain

gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-

obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.1,2

2.1.8.3 Memperlambat Perburukan (Progression) Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah hiperfiltrasi

glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:1

1. Restriksi Protein.

Pembatasan asupan protein dan fosfat pada CKD dapat dilihat pada tabel

berikut:1Tabel 6.Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada CKD

LFG

mL/menit

Asupan Protein g/kh/hari Fosfat

g/kg/hari

Page 20: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

17

Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG< 60 ml/mnt, sedangkan

diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Pada

penderita CKD konsumsi protein yang direkomendasikan adalah 0,6-0,8

gr/kgBB/hari (50% protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi)

dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari. Sebab kelebihan protein tidak disimpan

dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain yang

terutama diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, diet tinggi protein pada

pasien CKD akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion

anoganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut

uremia. Selain itu, asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan

hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan

intraglomerulus yang akan meningkatkan perburukan fungsi ginjal. Pembatasan

asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein

dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Dibutuhkan pemantauan yang

teratur terhadap status nutrisi pasien. Jika terjadi malnutrisi, jumlah asupan

protein dan kalori dapat ditingkatkan.1,5

Pada pasien dengan terapi hemodialisis (HD), untuk mempertahankan

keadaan klinik stabil, protein yang dianjurkan adalah 1.2 gr/kgBB/hari karena

pada pasien HD kronik sering mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada pasien

>60 Tidak dianjurkan Tidak

dibatasi

25-60 0,6-0,8/kg/hari ≤ 10 g

5-25 0,6-0,8/kg/hari atau

tambahan 0,3 g asamamino

esensial atau asam keton

≤ 10 g

<60

(Sindrom

Nefrotik)

0,8/kg/hari(=1 gr protein /g

proteinuria atau

0,3 g/kg tambahan asam

amino esensialatau asam

keton

≤ 9 g

Page 21: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

18

HD kronik disebabkan oleh intake protein yang tidak adekuat, proses inflamasi

kronik dalam proses dialisis, dialysis reuse, adanya penyakit komorbid,

gangguan gastrointestinal, post dialysis fatigue, dialisis yang tidak adekuat,

overhidrasi interdialitik.7

2. Terapi Farmakologis

Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk

memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat

perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus

dan hipertrofi glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat

terkait dengan derajat proteinuria. Proteinuria merupakan faktor resiko

terjadinya perburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama

penghambat enzim yang merubah angiotensin (ACE inhibitor) melalui

berbagai studi dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal lewat

mekanismenya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.1

3. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit

kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,

hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi

terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.1

1. Diabetes Mellitus

Pada pasien DM, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan

obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk

DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.8

2. Hipertensi

Penghambat perubahan enzim angiotensin (Angiotensin Converting

Enzyme/ ACE inhibitor) atau antagonis reseptor Angiotensin II kemudian

Page 22: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

19

dilakukan evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan

kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.1,2

Penghambat kalsium, diuretic, beberapa obat antihipertensi, terutama

penghambat enzim converting angotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin

reseptor bloker melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat

proses perburukan fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya

sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau

terjadi efek samping terhadap obat-obat tersebut dapat diberikan calcium

channel bloker, seperti verapamil dan diltiazem.1,2

3. Dislipidemia

Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan

statin.1

4. Anemia

Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl. Anemia pada CKD

terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut

berperan dalam terjadinya anemia, yaitu defisiensi asam besi, kehilangan

darah (perdarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang

pendek akibat hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan pada sumsum

tulang, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia

dimulai saat kada Hb ≤ 10 g% atau Hct ≤ 30%, meliputi evaluasi terhadap

status besi, mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan

adanya hemolisis. Pemberian transfuse pada CKD harus dilakukan secara

hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat.

Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan

kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan pemburukan fungsi ginjal.1,2

5. Hiperfosfatenemia

Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien CKD secara

umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam, karena

fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan, seperti

susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg.hari. Pembatasan

Page 23: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

20

asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk mencegah

terjadinya malnutrisi. Pemberian pengikat fosfat dapat pula diberikan

pada pasien CKD dengan hiperfosfatemia. Pengikat fosfat yang banyak

dipakai, adalah garam kalium, aluminium hidroksida, garam magnesium.

Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat absorbs fosfat

yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah

kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat. Pemberian bahan kalsium

mimetic (calcium mimetic agent). Akhir-akhir ini dikembangkan sejenis

obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kalenjar paratiroid,

dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium

mimetic agent.1,2

6. Kelebihan Cairan

Pembatasan cairan dan elektrolit bertujuan mencegah terjadinya edema

dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat

seimbang dengan air yang keluar dengan asumsi bahwa air keluar melalui

insensible water loss antara 500- 800 ml/hari, maka air yang dianjurkan

masuk 500-800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi

adalah Na dan K sebab hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia

jantung yang fatal dan hipernatremia dapat mengakibatkan hipertensi dan

edema. Oleh karena itu pemberian obat-obatan yang mengandung kalium

dan makanan yang tinggi kalium seperti sayur dan buah harus dibatasi.

Kadar kalium darah dianjurkan 3.5-5.5 mEq/lt .1,2

7. Keseimbangan Asam Basa

Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada CKD adalah hyperkalemia

dan asidosis. Hiperkalemia dapat tetap asimptomatis walaupun telah

mengancam jiwa. Perubahan gambaran EKG kadang baru terlihat setelah

hyperkalemia membahayakan jiwa. Pencegahan meliputi:1

Diet rendah kalium, menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta

sayuran rendah kalium;

Menghindari pemakaian diuretika K-sparring.

Page 24: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

21

Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya, yaitu: 1,2

Gluconas calcicus IV (10 - 20 ml 10% Ca gluconate)

Glukosa IV (25-50 ml glukosa 50%)

Insulin-dextrose IV dengan dosis 2-4 unit aktrapid tiap 10 gram

glukosa

Natrium bikarbonat IV (25-100 ml 8,4% NaHCO3)

8. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l

Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, air hunger dan drowsiness.

Pengobatan intravena dengan NaHCO3 hanya diberikan pada asidosis

berat, sedangkan jika tidak gawat dapat diberikan secara peroral.

2.1.8.4 Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi

1. Anemia

Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien CKD adalah penurunan

produksi eritropoetin oleh ginjal. Disamping itu faktor non renal yang juga

ikut berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup sel darah

merahyang pendek pada CKD dan faktor yang berpotensi menurunkan fungsi

sumsum tulang seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat dan toksisitas

aluminium. Selain itu adanya perdarahan saluran cerna tersembunyi dan

malnutrisi dapat menambah beratnya keadaan anemia.1

Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan dan status

besi harus diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme

kerjanya. Tujuan pemberian EPO adalah untuk mengoreksi anemia renal

sampai target Hb = 10g/dL. Target pencapaian Hb dengan transfusi darah

adalah 7-9g/dL. Pemberian transfusi darah pada pasien CKD harus hati-hati

dan hanya diberikan pada keadaan khusus yaitu:1

Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik

Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO

Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik

Page 25: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

22

Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram dengan EPO

ataupun yang telah mendapat EPO namun respon tidak adekuat, diberi

preparat besi intravena. 1

2. Osteodistrofi Renal

Osteofdistrofi adala istilah yang menggambarkan secara umum semua

kelainan tulang akibat gangguan metabolisme Kalsium karena terjadinya

penurunan fungsi ginjal. Penatalaksanaannya dilakukan dengan cara

mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol. Hiperfosfatemia

diatasi dengan pembatasan asupan fosfat 600-800mg/hari, pemberian pengikat

fosfat seperti kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat serta pemberian

bahan kalsium mimetik yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar

paratiroid dengan nama sevelamer hidroklorida. Dialisis yang dilakukan pada

pasien dengan gagal ginjal juga berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.1,6

Pemberian kalsitriol dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah

normal dan kadar hormon PTH > 2,5 kali normal karena pemakaian kalsitriol

pada kadar fosfat darah yang tinggi dapat menyebabkan terbentuk garam

fosfat yang mengendap di jaringan lunak dan dinding pembuluh darah

(kalsifikasi metastatik).1,6

Selain itu pemberian kalsitriol juga dapat mengakibatkan penekanan

berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.1,6

2.1.8.5 Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi Ginjal

Dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt.

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

Pembuatan akses vaskular sebaiknya sudah dikerjakan sebelum klirens

kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses vaskular jika klirens

kreatinin telah dibawah 20 ml/menit.

2.1.8.6 Terapi nutrisi pada Pasien Chronic Kidney Diseas

Page 26: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

23

Seperti telah dibahas pada CKD dikelompokkan menurut stadium, yaitu

stadium I, II, III, dan IV. Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal

yang berat tetapi belum menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre

dialisis. Umumnya pasien diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan

medikamentosa dengan tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara

perlahan akan masuk ke stadium V atau fase gagal ginjal. Status gizi kurang masih

banyak dialami pasien dengan CKD.5,10

Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang kurang

sebagai akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah. Untuk mencegah penurunan

dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring dan evaluasi

status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya pelayanan

dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas

kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan

gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai

status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangn cairan

dan elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.5,10

Terapi Nutrisi pada Pasien CKD:5,10

1. Pengaturan asupan protein.

2. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

5. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

6. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

7. Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

8. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

9. Besi: 10-18mg/hari

10. Magnesium: 200-300 mg/hari

11. Asam folat pasien HD: 5mg

Page 27: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

24

12. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

2.1.9 Prognosis

Pasien dengan CKD secara keseluruhan memiliki kemungkinan untuk

mengalami kerusakan yang progresif dari fungsi ginjal, dan menjadi faktor risiko

untuk menjadi derajat akhir dari penyakit ginjal. Tingkat progresifitas tersebut

bergantung pada umur, penyebab dasar, dan kesuksesan implementasi pada

pencegahan sekunderm dan individu dari pasien itu sendiri. Pengobatan yang

dilakukan pada CKD pada umumnya adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi

akibat uremia yang dapat menyebabkan morbiditas dan kematian. 6,7

Secara garis besar prognosis dari CKD yang tidak ditangani adalah buruk.

Mortality rate untuk pasien yang menjalani dialisis adalah sebesar 20%. Apalagi jika

disertai dengan gangguan kardiovaskular, mortality rate dapat meningkat 30%.

Prediksi prognosis dapat dilihat melalui beberapa parameter seperti penyebab CKD,

kategori LFG, kategori albuminuria dan faktor resiko serta komplikasi yang sudah

terjadi.2

Prognosis berdasarkan LFG dan kategori albuminurianya sebagai berikut.

Page 28: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

25

Gambar 2. Prognosis CKD Berdasaran LFG dan Kategori Albuminuria

Kebanyakan pasien dengan CKD akan meninggal dengan komplikasi penyakit

kardiovaskuler, infeksi, atau jika dialisis tidak tersedia maka akan terjadi sindrom

uremia yang progresif (hiperkalemia, asidosis, malnutrisi, perubahan fungsi mental).

Diantara pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal, penyakit kardiovaskuler

merupakan penyebab mortalitas tersering kira-kira 40% dari populasi. Volume

ekstraseluler yang overload dan hipertensi diketahui sebagai faktor prediktor

terjadinya hipertropi ventrikular kiri dan peningkatan risiko mortalitas akibat penyakit

kardiovaskuler di populasi. Setelah disesuaikan dengan umur, ras, jenis kelamin, dan

etnik, dan keberadaan diabetes, risiko penyakit kardiovaskuler tetap menjadi

penyebab kematian tertinggi terutama pada pasien muda.2

Page 29: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

26

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : YS

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Pulau Kae Selatan, Denpasar

Agama : Kristen

Bangsa/Suku : Indonesia/

Pekerjaan : Swasta

Status Perkawinan : Belum Menikah

Tanggal MRS : 4 November 2018

Tanggal Pemeriksaan : 5 November 2018

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 4 November 2018 diantar

oleh keluarga dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dikeluhkan sejak 3 hari yang

lalu dan membaik dengan posisi duduk. Keluhan sesak dirasakan semakin memberat

setiap harinya sehingga mengganggu aktifitas pasien. Pasien juga mengeluhkan batuk

hilang timbul dan dahak sulit untuk dikeluarkan. Batuk bercampur darah disangkal.

Selain itu pasien mengeluhkan tubuh terasa lemas sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit bersamaan dengan sesak yang dialaminya dan makin memberat hingga

pasien lebih banyak beristirahat. Keluhan lemas awalnya mulai dirasakan sejak 1

minggu namun masih terasa ringan. Keluhan tersebut awalnya membaik dengan

Page 30: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

27

istirahat, namun dalam 3 hari terakhir keluhan tersebut menetap. BAB dikatakan

normal, 1 kali sehari. BAK dikatakan ± 500-700 ml/hari. Keluhan nyeri perut dan

demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 bulan yang lalu. Setelah itu pasien

juga di periksa, dan didiagnosis dengan CKD std IV. Pasien diberi obat untuk CKD

dan hipertensi dan telah routine minum obatnya.

Riwayat penyakit jantung, penyakit hati, diabetes mellitus disangkal oleh

pasien. Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Orang tuapasien dikatakan memiliki riwayat hipertensi, dan bapak pasien

meninggal karena penyakit jantung. Riwayat penyakit sistemik pada anggota keluarga

lain seperti diabetes mellitus, asma, ginjal maupun kelainan jantung di dalam

keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial

Pasien merupakan seorang pekerja swasta namun sudah berhenti karena

penyakit yang dideritanya. Riwayat merokokdan minuman alkohol ada namun sudah

berhenti sejak sakit.Konsumsi obat-obatan terlarang disangkal pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Status Present

Tensi : 160/90 mmHg

Page 31: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

28

Nadi : 88 x/mnt reguler, kuat angkat

Respirasi : 23 x/mnt

Suhu aksila : 36,5o C

Berat badan : 60 kg

Tinggi badan : 170 cm

BMI : 20,76 kg/m2

Status General

Kepala : Normochepali

Mata : Konjungtiva anemis +/+, Ikterus -/-, Reflek pupil

+/+ 3/3mm isokor, Edema palpebra -/-

Telinga : Daun telinga N/N, Sekret (-), Pendengaran normal

Hidung : Napas cuping hidung (-), Epistaksis (-)

Mulut :Sianosis (-), Ginggiva pucat(-),Ginggiva

hipertrofi(-)

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, Faring hiperemi (-)

Leher : JVP 0cm H2O, Pembesaran KGB (-)

Thorax : Simetris statis dinamis

COR

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Page 32: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

29

Perkusi :

Batas kanan : Parastrenal line (D)

Batas kiri : Mid clavicula line (S)

Auskultasi : S1S2 Normal, regular, murmur (-)

Pulmo :

Inspeksi : Simetris, statis dinamis

Palpasi : Tactile fremitus N/N, Pergerakan simetris

Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Auskultasi : Vesikuler + + Rhonki - -

+ + + +

+ + + +

Wheezing - -

- -

- -

Abdomen

Inspeksi :Distensi (-), scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri

tekan (-)

Perkusi : Timpani(+), ascites (-), nyeri ketok CVA(-)

Inguinal : Pembesaran kelenjar (-)

Page 33: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

30

Genitalia : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Hangat + / + Edema - / -

+ / + + / +

Page 34: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

31

PEMERIKSAANPENUNJANG

Darah Lengkap (4/11/2018)

Parameter Hasil Satuan Nilai

Rujukan

Keterangan

WBC 6,06 103/µL 4,1 - 11,0

NEU% 68,69 % 47,0 - 80,0

LYM% 20,69 % 13,0 - 40,0

MONO% 5,58 % 2,0 - 11,0

EOS% 4,16 % 0,0 - 5,0

BASO% 0,88 % 0,0 - 2,0

NEU# 4,16 103/µL 2,50 - 7,50

LYM# 1,25 103/µL 1,00 - 4,00

MONO# 0,34 103/µL 0,10 - 1,20

EOS# 0,25 103/µL 0,00 - 0,50

BASO# 0,05 103/µL 0,00 - 0,10

RBC 1,83 106/µL 4,00 - 5,20 Rendah

HGB 4,38 g/dL 12,0 - 16,0 Rendah

HCT 14,99 % 36,0 - 46,0 Rendah

MCV 81,94 fL 80,0 - 100,0

MCH 23,94 Pg 26,0 - 34,0 Rendah

MCHC 29,22 g/dL 31,0 - 36,0 Rendah

PLT 135,20 103/µL 140 – 440 Rendah

RDW 12,74 % 11,6 - 14,8

MPV 5,71 fL 6,80 – 10,0 Rendah

Page 35: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

32

Kimia Klinik (4/11/2018)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

SGOT 22,10 U/L 11,00 – 27,00

SGPT 14,50 U/L 11,00 – 34,00 Rendah

BUN 141.00 mg/dL 8,00 - 23,00 Tinggi

Kreatinin 22,71 mg/dL 0,50 – 0,90 Tinggi

Asam Urat 10,0 mg/dL 2,00 - 5,70 Tinggi

Glukosa Sewaktu 93 mg/dL 70-140 Tinggi

Albumin 3,70 g/dL 3,40 – 4,80

GFR = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatinin serum

= (140-25)x60= 6900 = 4,22

72x22,71 1635

Analisis Gas Darah (4/11/2018)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

Ph 7,27 7,35 – 7,45 Rendah

pCO2 25,7 mmHg 35,00 – 45,00 Rendah

pO2 166,00 mmHg 80,00 - 100,00 Tinggi

HCO3- 11,60 mmol/L 22,00 – 26,00 Rendah

TCO2 12,30 mmol/L 24,00 – 30,00 Rendah

SO2c 98,9 % 95 - 100

BEecf -15,30 mmol/L -2 - 2 Rendah

Page 36: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

33

Elektrolit (4/11/2018)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

Natrium (Na) 135 mmol/L 136 – 145 Rendah

Kalium (K) 5,86 mmol/L 3,50 – 5,10 Tinggi

Clorida (Cl) 90 mmol/L 96 - 108 Rendah

Urinalisis (4/11/2018)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

Berat Jenis 1,005 1,003-1,035

Nitrit Negatif Negatif

Protein (3+)300 negatif

Keton Negatif Negatif

Glukosa (3+)300 Normal

Urubilinogen Normal Normal

Leukosit Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Warna Colour less p.yellow-yellow

Darah (1+) Negatif

pH 6,00 4,5-8

Eritrosit Sedimen 5 LPB <5 Tinggi

Leukosit Sedimen 4 LPB <7 Tinggi

Bakteri +

Page 37: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

34

Foto Thorax AP (4/11/2018)

Foto Thorax AP :

Cor : kesan prominen, CTR 59%. Tampak kalsifikasi aortic knob

Pulmo : tampak infiltrate pada paracardial kanan. Coracan bronchovaskuler

normal

Sinus pleura kanan kiri tumpul

Diaphragma kanan kiri tertutup perselubungan

Tulang-tulang : tidak tampak kelainan

Tampak terpasang double lumen dengan tip terproyeksi setinggi costae 9 posterior

kanan, tak tampak komplikasi pemasangan

Kesan:

Cor prominen dengan aortosklerosis

Pneumonia,

Efusi pleura bilateral, dominan kiri

Terpasangan double lumen dengan tip terproyeksi setinggi costae 8 posterior kanan

Page 38: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

35

USG Abdomen atas bawah (5/11/2018)

Hasil USG Abdomen atas bawah:

Hepar : ukuran tidak membesar, permukaan licin, sudut tajam, tepi rata, system

vaskuler dan bilier tampak normal, echoparenckin normal, tak tampak

massa/nodul/kista

GB : ukuran normal, dinding tidak menebal, tak tampak batu

Lien : ukuran normal, ekoparenkin normal, tak tampak SOL

Ginjal kanan : ukuran normal, ekokorteks meningkat, medulla prominent, batas sinus

korteks mengabur, pelviocalyceal system tidak melebar, tampak kista pada pole

tengah ginjal kanan dengan pnp terukur 3.01 x 3.14cm dengan kalsifikasi di

dindingnya

Ginjal kiri : ukuran normal, ekokorteks meningkat, medulla prominent, batas sinus

konteks mengabur peliviocalyceal system tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista.

Buli : terisi urine cukup, dinding buli tak tampak menebal, tak tampak batu/massa.

Prostat : ukuram membesar ringan dengan bolume 27.20cc, parenchym normal, tak

tampak kalsifikasi

Page 39: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

36

Kesan:

Diffuse parenchymal renal disease bilateral dengan simple cyst pada pole tengah

ginjal kanan

Hypertrophy prostat ringan

DIAGNOSIS

- CKD Stage V ec susp glomerulonephritis kronis

Anemia berat normo-normo on CKD

Hiperkalemia

Hipertensi gr II

PENATALAKSANAAN

Terapi :

O2 2-4 lpm nasal canul

Infus NaCL 0.9% 8 tpm

Diet CKD 35 kkal/kgBB/hari

Furosemide 40mg @24 jam PO

Amlodipine 5mg @ 24 jam PO

Captopril 25mg @ 12 jam PO

Kalsium Karbonat 500mg @ 8 jam PO

HD elektif

Monitoring

Keluhan

Vital Sign

Page 40: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

37

BAB IV

KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1 Alur Kunjungan Lapangan

Kunjungan lapangan dilakukan pada tanggal 13 November 2018, bertempat di

rumah pasien Jl. Pulau Kae Selatan Denpasar. Kunjungan kami mendapat sambutan

baik dari pasien. Tujuan diadakannya kunjungan lapangan ini adalah untuk mengenal

lebih dekat kehidupan pasien serta mengidentifikasi masalah dan faktor risiko yang

ada pada pasien. Selain itu kunjungan ini juga bertujuan untuk memberikan edukasi

tentang penyakit yang dimiliki oleh pasien.

4.2 Identifikasi Masalah

Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal

menghadapi penyakitnya adalah:

1. Pasien dan keluarga belum mengerti tentang penyakitnya beserta komplikasi

yang mungkin muncul.

2. Pasien masih belum bisa untuk menerapkan pola hidup sehat dan bersih, salah

satunya adalah tempat tinggal, sanitasi, serta makanan yang kurang sehat dan

bersih.

3. Pasien merasakan sulitnya membagi waktu antara aktivitas sehari-hari dan

kebutuhan untuk menjaga kesehatannya serta untuk kontrol ke rumah sakit,

sehingga dapat menjadi penyebab kemungkinan ketidaktahuan pasien akan risiko

penyebab penyakit ginjal kronisnya.

3.3 Analisis Kebutuhan Pasien

a. Kebutuhan Fisik-Biomedis

Kecukupan Gizi

Page 41: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

38

Pasien sehari-hari memakan makanan rumah yang dimasakkan oleh istri pasien.

Porsi makan pasien terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasien. Porsi

nasi yang dimakan pasien terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasien,

satu porsi yang dimakan pasien biasanya dengan lauk-pauk seperti daging

ayam, sayuran, dan tempe.

Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien :

Berat badan ideal = (TB cm-100) – 10% BB = (170-100) – (10% 60 kg) =

64 kg

Status gizi = BMI = 20,76 kg/m2 =cukup

Jumlah kebutuhan kalori per hari =

o Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 35 kalori (laki-laki) = 64x 35 =

2.240 kalori

o Kebutuhan aktivitas (ringan) = +20% x Kebutuhan kalori basal = 20%

x 2.240 kalori = +448 kalori

Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita adalah 2.688kalori.

Distribusi makanan:

1. Karbohidrat 60% = 60% x 2688 kalori = 1612,8 kalori dari karbohidrat.

2. Protein 20% = 20% x 2688 kalori = 537,6 kalori dari protein.

3. Lemak 20% = 20% x 2688 kalori = 537,6 kalori dari lemak.

Waktu Jumlah Jenis

Makan Pagi ± 20% dari total

asupan harian

(537,6kalori)

- Nasi putih (100 gr)

- Tempe dan tahu (20 gr)

Selingan Pagi ± 10% dari total

asupan harian

(268,8 kalori)

- Risoles / kue (50 gr)

Makan Siang ± 30% dari total

asupan harian

- Nasi putih (120 gr)

- Pepes ayam/ikan laut (10 gr)

Page 42: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

39

(806,4 kalori) - Tempe 2 potong (10 gr)

- Sup/ sayur (25 gr)

Selingan Siang ± 15% dari total

asupan harian

(403,2 kalori)

- Buah rendah serat (50 gr)

- Kue (25 gr)

Makan malam ± 25% dari total

asupan harian

(672 kalori)

- Nasi putih (100 gr)

- Ikan / daging (10 gr)

- Tahu (10 gr)

- Buah rendah serat (25 gr)

Kegiatan Fisik

Pasien saat ini hanya beraktivitas di rumah yaitu istirahat dan menjaga

keponakan serta membantu pekerjaan ringan sehari - hari di rumah.

Akses ke Tempat Pelayanan Kesehatan

Rumah pasien berada dekat dengan RSUP Sanglahyang jarak

tempuhnya kurang lebih 5 menit menggunakan motor.

Lingkungan

Pasien tinggal bersama ibu, kedua kakaknya, dan keponakan nya yang

ditinggalinya sudah lebih dari 20 tahun. Atap rumah pasien terbuat dari genteng

berbahan tanah liat, dinding rumah pasien terbuat dari batako yang dicat, dan

lantai rumah terbuat dari keramik.

Rumah pasien sendiri terdiri dari 1 kamar tamu, 3 kamar tidur, 1

dapur, dan 1 kamar mandi. Ukuran kamar tidur berukuran 4x 4 m dan 3x4 m.

Pasien menggunakan sumber air PAM untuk MCK, dan mencuci. Pasien

mengkonsumsi air minum isi ulang untuk keperluan minumnya.

b. Kebutuhan Bio-Psikososial

Page 43: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

40

Lingkungan biologis

Karena keadaan pasien yang berisiko terkena infeksi, maka sangat

diperlukan kontrol kebersihan tempat tinggal dan makanan maupun minuman

serta pengobatan yang teratur, dan mawas pada kondisi badan pasien agar tidak

terjadi perburukan yang berat. Pasien kami sarankan untuk lebih sering

mengkomsumsi air putih. Disarankan untuk membuat makanan dan minuman

sendiri untuk kesehariannya. Pasien juga kami sarankan untuk tetap menjaga

kebersihan lingkungan, dan menjaga kebersihan diri. Pasien juga disarankan

untuk dapat mengatur antara jam untuk beraktivitas dan jam istirahat.

Faktor Psikologi

Pasien adalah anak ketiga keluarga. Selama keadaan sakit dan menjalani terapi

pasien mendapat dukungan sepenuhnya dari keluarga pasien. Ibu, kedua

kakaknya dan keponakan pasien selalu mendampingi pasien dari sejak awal

pasien masuk rumah sakit hingga satu minggu keluar rumah sakit. Ibu dan

kedua kakak pasien selalu mengingatkan untuk rutin minum obat serta makan

makanan yang bergizi dan teratur.

Faktor Sosial dan kultural

Pasien tinggal di rumah yang ditinggali bersama ibu, kedua kakak, dan

keponakan pasien. Pasien sebelum sakit bekerja sebagai pegawai swasta di

Denpasar. Tidak ada anggapan negatif tentang penyakit yang diderita oleh

pasien. Pasien mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Kerabat pasien juga

menjenguk selama pasien dirawat di RSUP Sanglah.

Faktor Spiritual

Keluarga pasien sebaiknya mengajak pasien untuk terus mendekatkan diri

dengan Tuhan yang Maha Esa, karena dengan begitu dapat menjauhkan pasien

dari pikiran-pikiran negatif tentang penyakitnya.

Page 44: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

41

4.4 Penyelesaian Masalah

Sehubungan dengan beberapa masalah yang dijelaskan sebelumnya, kami

mengusulkan penyelesaian masalah yaitu sebagai berikut:

1. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dimilikinya serta

penanganan yang dilakukan, dan komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh

karena itu, sangat penting bagi pasien untuk tetap mengkonsumsi obat pulang

yang diberikan oleh dokter dan datang untuk control sebelum obat benar-

benar habis agar pengobatan tidak terputus. Hal lainnya yang perlu

diperhatikan adalah perawatan double lumen, agar tidak menimbulkan

komplikasi seperti infeksi.

2. Edukasi pasien dan keluarga serta pentingnya pasien untuk dapat mengajak

tetangga di sekitar kos maupun lingkungan tempat kerja pasien untuk

melakukan pencegahan terjadi maupun terulangnya kembali penyakit yang

diderita oleh pasien dengan cara menyadari dan mempraktikkan langsung

pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, makanan dan kebersihan tempat

atau sarana yang dipakai. Disarankan pasien untuk memperhatikan kebersihan

sumber air minum, memasak sendiri air minum dan menanak sendiri makanan

dibantu oleh keluarga selama masa penyembuhan. Disarankan untuk

memperbanyak minum air putih.

3. Menyarankan kepada pasien agar dapat membagi diri dan waktu untuk

pekerjaan dan kesehatan. Menyarankan kepada pasien agar beristirahat dahulu

dari aktivitas sehari-harinya sementara waktu untuk proses penyembuhan,

tetap kontrol ke dokter sesuai dengan arahan dari dokter sebelumnya.

Page 45: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

42

4.5 Denah Rumah

Keterangan:

1. Halaman rumah

2. Kamar tidur

3. Toilet

4. Kamar Tamu

5. Dapur

U

2 2

2

4

1

5 3

Page 46: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

43

4.6 Foto Kunjungan

Page 47: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

44

BAB V

SIMPULAN

Dalam pengalaman belajar lapangan ini, pasien adalah seorang laki-laki

berusia 25 tahun dengan diagnosis CKD stage V ec susp glumeronephritis kronis

disertai dengan anemia berat normokromik normositer on CKD, dan hipertensi gr II.

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang telah sesuai dengan literature yang ada. Dari hasil kunjungan rumah,

didapatkan bahwa faktor risiko yang mungkin mendasari terjadinya penyakit adalah

riwayat hipertensi dan riwayat hipertensikeluarga. Dengan pemberian informasi dan

edukasi baik kepada pasien maupun keluarganya, diharapkan faktor risiko tersebut

dapat lebih terkontrol dan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi di

kemudian hari.

Page 48: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN CHRONIC KIDNEY ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/33471/1/d34e6c2fc9128031fe...uremia. Bila progresifitas dari glomerulonephritis kronik tidak segera ditangani,

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

1035-1040.

2. Eknoyan G, Lameire N, Kasiske BL, dkk. Official Journal of The international

Society Of Nephrology. KDIGO 2012 clinical practice guideline for evaluation

and management of CKD. 2013;3(1).

3. Indonesian Renal Registry (IRR). 7th Report Of Indonesian Renal Registry. 2014.

Terdapat di: http://www.indonesianrenalregistry.org/

4. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik, suatu epidemiologi global baru: protect your

kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI); 2010.

5. Johnson CA, Levey AS, Coresh J. Clinical Practices Guidelines for Chronic

Kidney Disease in Adults. Carolina: American Family Physician; 2004. Hal 870-

876.

6. Kerr M, Bray B, Medcalf J. Chronic Kidney Disease in Adults: Assestment and

Management. England: National Institute for Health and Care Excellence; 2014.

hal 1-63.

7. National Kidney Foundation. Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 5. New

York. 2012. Terdapat di: www.kidney.org

8. Guideline American Diabetes Association. Standards of Medical Care in

Diabetes-2016:Abridged for Primary Care Providers. Clinical Diabetes.2016

9. Wheeler DC. Clinical evaluation and management of chronic kidney disease.

Dalam: Feehaly J, Floege J, Johnson RJ, penyunting. Comprehensice clinical

nephrology. St. Loius: Elsevier Saunders; 2010

10. Kresnawan, T, Ferina. Penatalaksanaan Diet Pada Nefropati Diabetik. Surabaya:

Gizi Indonesia; 2004.