referat nefropati diabetikum

26
REFERAT NEFROPATI DIABETIK PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Neofrati diabeter (ND) merupakan sebuah sindroma klinis yang ditandai dengan albuminuria persisten (> 300 mg / d atau > 200 mcg / min) yang dikonfirmasi sedikitnya 2 kali berturut-turut dalam 3-6 bulan terpisah, adanya penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG), dan peningkatan tekanan daerah arterial (Soman S. dkk 2005). Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi sesungguhnya sulit diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin antara 1 dan 2 persen jika hiperglikemi puasa merupakan kriteria diagnosis. Penyakit ini ditandai oleh kelainan metabolik dan komplikasi jangka panjang yang melibatkan mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Populasi pasien tidak homogen dan sudah didapat beberapa perbedaan sindroma diabetik yang jelas (Harisson, 2000). Pada tahun 1998, diperkirakan terdapat + 45.000 penderita diabetes mellitus (DM) di Surabaya (KMS) yang berpenduduk + 3,5 juta, minimal 3 juta penderita di Indonesia, dan + 140 juta penderita di dunia (Askandar Tjokroprawiro, 1998). Menurut laporan Askandar

Upload: caesario-adi-sukresna

Post on 26-Jun-2015

575 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Nefropati Diabetikum

REFERAT

NEFROPATI DIABETIK

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Neofrati diabeter (ND) merupakan sebuah sindroma klinis yang ditandai

dengan albuminuria persisten (> 300 mg / d atau > 200 mcg / min) yang

dikonfirmasi sedikitnya 2 kali berturut-turut dalam 3-6 bulan terpisah, adanya

penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG), dan peningkatan tekanan daerah arterial

(Soman S. dkk 2005).

Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim.

Frekuensi sesungguhnya sulit diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi

mungkin antara 1 dan 2 persen jika hiperglikemi puasa merupakan kriteria

diagnosis. Penyakit ini ditandai oleh kelainan metabolik dan komplikasi jangka

panjang yang melibatkan mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Populasi pasien

tidak homogen dan sudah didapat beberapa perbedaan sindroma diabetik yang

jelas (Harisson, 2000).

Pada tahun 1998, diperkirakan terdapat + 45.000 penderita diabetes

mellitus (DM) di Surabaya (KMS) yang berpenduduk + 3,5 juta, minimal 3 juta

penderita di Indonesia, dan + 140 juta penderita di dunia (Askandar

Tjokroprawiro, 1998). Menurut laporan Askandar Tjokroprawiro (1993) dari 2300

penderita DM rawat jalan (menurut kriteria Surabaya 1986), terdapat prevalensi

nefropati diabetik (ND) sebesar 5,7% hipertensi 12,1 %, dan penyakit jantung

koroner 10,0%.

Prevalensi nefropati diabetik di luar negeri (Deckert 1991) berkisar antara

3-16%. Pandangan baru patogenesis nefropati diabetik melibatkan 8 faktor yang

penting, yaitu hiperglikemia, hipertensi, lolosnya muatan negatif GBM, radikal

bebas, TxB2, sitokin (ET, VPFI, A-II, TGF-B, PDGF), glycated albumin, dan

plasminogen.

Nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes dan hipertensi yang

menyebabkan timbulnya penyakit ginjal kronik. Asia pada saat ini tengah dilanda

Page 2: Referat Nefropati Diabetikum

epidemik diabetes melitus tipe-2 atau Diabetes Melitus Tak Tergantrung Insulin

(DM tipe 2). Hal ini disebabkan meningkatnya populasi berusia lanjut, prevalensi

obesitas, dan perubahan gaya hidup.

Menurut Studi Prevalensi Mikroalbuminuria (MAPS) di Asia, hampir 60

persen penderita hipertensi diabetik tipe-2 menderita nefropati diabetik (dengan

18,8 persen makroalbuminuria dan 39,8 persen mikroalbuminuria). Data tersebut

dipresentasikan pada kongres ke 18 Federasi Diabetes Internasional (IDF – 26

Agustus 2003) di Paris, Perancis.

Diabetes merupakan penyakit yang memasyarakatkan. IDF mengestimasi

sekitar 177 juta orang di seluruh dunia dijangkiti penyakit ini, dan yang terbanyak

adalah tipe 2. Sedangkan, WHO menduga data tersebut masih meningkat menjadi

300 juta orang dalam 25 tahun ke depan.

Studi MAPS yang disponsori oleh Sanofi – Synthelabo menemukan 6.801

pasien dewasa penderita diabetes hipertensi tipe 2 di 103 rumah sakit dan pusat

pelayanan diabetes dan nefrologi. Temuan itu ada di 10 negara Asia, yaitu China,

Hongkong, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Philipines, Singapore, Korea Selatan,

Taiwan dan Thailand.

Hiperglikemia dan hipertensi merupakan 2 faktor penyebab utama

nefropati diabetik. Oleh karena itu, regulasi diabetes dan obat hipotensif akan

memegang peranan yang sangat penting dalam terapi nefropati diabetik. Dari 8

faktor tersebut, hiperglikemia dan hipertensi merupakan 2 faktor utama. Selain itu,

banyak dilaporkan bahwa regulasi DM dan ACE-1 juga memegang peranan

penting pada patogenesis nefropati diabetik.

Obat hipotensif, selain menurunkan tekanan darah ternyata juga

menurunkan albuminuria, menurunkan ekskresi NAG (N-Acetyl-β-D-

Glycosaminidase), meningkatkan GFR, dan menekan pembentukan peroksida

lipid (Uehara et al, 1992).

nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes dan hipertensi yang

menyebabkan timbulnya penyakit ginjal atau Cronic Renal Disease (CRD).

Nefropati diabetik ini ditandai dengan protenuria. Dari deteksi protenuria tahap

awal (mikroalbuminuria) hingga nefropati diabetik, berlangsung dari bulanan

Page 3: Referat Nefropati Diabetikum

hingga tahunan. Karena itu, deteksi dini mikroalbuminuria dilakukan untuk

mempertahankan fungsi ginjal atau menghambat penurunan fungsi ginjal lebih

lanjut (Noer Sjaifoellah, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput

penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit pemyaring

(glomerolus). Setiap unit penyaring memiliki membran / selaput penyaring. Kadar

gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini.

II.2. Patogenesis

Perubahan utama pada golmerulopati diabetes adalah peningkatan material

ekstraseluler. Abnormalitas nefrologik paling awal pada ND adalah adanya

penebalan dari membran basalis glomerolus (MBG) dan perluasan dari

mesangium akibat penumpukan dari matriks ekstraseluler. Mikroskop cahaya

menunjukkan adanya peningkatan ruang solid dari lempeng, sering diketahui

sebagai percabangan kasar dari material padat (reaksi positif dari periodic – acid

Schiff) yang juga disebut dengan glomerolupati diabetes difus. Penumpukan

aseluler yang banyak diketahui juga pada daerah tersebut. pada daerah tersebut

juga terdapat bagian sirkular yang diketahui sebagai lesi atau nodul Kimmelstiel –

Wilson.

Ukuran glomerolus dan ginjal pada awalnya normal atau meningkat, hal

tersebut inilah yang membedakan antara ND dengan kebanyakan bentuk efisiensi

renal lainnya. Dimana ukuran ginjal berkurang (kecuali amilodisis ginjal dan

penyakit ginjal polikistik). Mikroskop imunoflueresen mungkin bisa menemukan

deposisi dari imunoglobin G disekitar MBG dalam pola yang linear, tetapi hal ini

tidak mempunyai nilai diagnostik maupun imunopatogenik. Deposit imun tidak

dapat diketahui. Secara khas ditemukannya adanya bukti adanya atherosklerosis

pembuluh darah ginjal, dan biasanya disertai hiperlipidemia dan arteriosklerosis

hipertensi.

Page 4: Referat Nefropati Diabetikum

Mikroskop elektron dapat menyediakan definisi secara lebih detail dari

struktur-struktur yang terlibat. Daerah mesangial menempati proporsi yang lebih

besar dari lempeng jika penyakit berkembang lebih lanjut, dimana isinya adalah

matriks yang prominen. Lebih lanjut, membran basalis pada dinding kapiler

(misalnya pada membran basalis perifer) menjadi lebih tebal dari normal. Derajat

keparahan dari ND dapat dipredeksi dari ketebalan membran basalis perifer dan

mesangium serta matriks yang digambarkan sebagai fraksi dari ruang yang sesuai

(misalnya fraksi volume dari mesangium / glomerolus, matriks / mesangium atau

matriks / glomerulus).

Tiga perubahan histologik utama terjadi dalam golmerulus seseorang

dengan ND. Pertama, perluasan mesangial secara langsung dipicu oleh adanya

hiperglikemia, mungkin melalui peningkatan produksi matriks atau glikosilasi dari

protein matriks. Kedua, adanya penebalan MBG. Ketiga, sklerosis glomerular

yang disebabkan oleh hipertensi intraglomerulus (dipicu oleh vasoldilatasi renal

atau dari injuri ikshemik yang dipicu oleh penyempitan hialin dari pembuluh

darah yang mensuplai darah ke glomerulus). Perbedaan pola histologis tersebut

secara signifikan tampak mempunyai nilai prognosis yang sama.

Bukti ilmiah dari penyebab ND belum diketahui, tetapi dari beberapa

postulasi diduga mekanismenya berasal dari hiperglikemia (menyebabkan

hiperfiltrasi dan injuri renal), terus dihasilkannya produk glikosilasi, dan aktivasi

sitokin. Hipergilkemia meningkatkan transformasi growth factor – beta (TGF

beta) dalam glomerulus dan protein matriks yang secara khusus dipicu oleh sitkon

ini. TGF-beta mungkin juga berperan terhadap adanya hipertrofi seluler maupun

berlanjutnya sintesis kolagen yang diketahui pada seseorang dengan ND.

Hiperglikemia mungkin juga dapat mengaktivasi protein kinase C, yang

dapat berperan terhadap penyakit ginjal dan komplikasi vaskular lainnya.

Selanjutnya adanya penurunan hemodinamik ginjal, pasien-pasien dengan ND

(proteinuria dispictipositive dan penurunan LFG) secara umum berlanjut menjadi

hipertensi sistemik. Hipertensi merupakan efek samping yang merugikan pada

hampir semua penyakit ginjal progesif dan terutama pada ND. Efek merusak dari

hipertensi secara langsung adalah pada vaskular dan mikrovaskular. Keturunan

Page 5: Referat Nefropati Diabetikum

atau mungkin faktor genetik dapat juga berperan. Pada kelompok etnik tertentu,

terutama Afro-Amerika, keturunan spanyol (hispanic), dan suku India,

mempunyai predisposisi untuk menderita penyakit ginjal akibat komplikasi dari

diabetes (Soman, S.dkk. 2005).

II.3. Manifestasi Klinis Nefropati Diabetik

Pada DM tipe 1, stadium awal dan stadium nefropatik insipien pasien

dalam keadaan asimtomatik. Bila fungsi ginjal memburuk pasien akan mengalami

bermacam-macam gejala yang disebabkan oleh beberapa organ. Hampir semua

organ tubuh akan menderita akibat akumulasi sisa-sisa metabolik di dalam darah.

Kondisi toksik ini biasanya disebut uremia. Gejala-gejala gastrointestinal yang

disebabkan oleh uremia adalah anoreksia, nausea, hiccup dan muntah. Retensi

cairan pada mulanya akan menyebabkan berat badan bertambah dan bilamana

tidak diobati akan menyebabkan gagal jantung kongestif dan edema paru.

Gangguan neurovaskular sering didapat, seperti gangguan konsentrasi, gangguan

kesadaran dan perilaku dan yang lebih berat dapat mengalami kejang dan koma.

Ketidak mampuan ginjal untuk mensitesa eritropoetin dapat menyebabkan anemia

dan kelelahan. Nefropati diabetik yang sebenarnya, sering juga terjadi pada DM

tipe 2 tetapi sebelum stadium ini terjadi, pasien lebih sering sudah meninggal

karena gangguan kardiovaskuler, sebelum mencapai gagal ginjal terminal

(Soegondo, Sidartawan, dkk. 1995).

II.4. Prediktor Nefropati Diabetik

Selama dekade ini banyak usaha dilakukan untuk melakukan identifikasi

kelompok pasien yang dikemudian hari akan mengalami nefropati diabetik dan

akan mendapat manfaat bila dilakukan terapi dini.

Prediktor yang sampai saat ini telah diteliti adalah : Mikroalbuminuria,

hiperfiltrasi, hipertensi dan kontrol glukosa darah yang buruk. Prediktor ini masih

belum baku dan masih memerlukan banyak penelitian lanjutan. Penelitian yang

dilakukan terhadap prediktor ini sebagian besar dilakukan pada diabetes tipe I,

dan sedikit sekali pada diabetes tipe II. Kombinasi dari beberapa faktor prediksi

Page 6: Referat Nefropati Diabetikum

terjadinya nefropati akan lebih prediktif daripada satu faktor prediksi tunggal

(Askandar Tjokroprawiro, 1999).

II.4.1 Mikroalbuminuria

Mikroalbuminuria adalah prediktor yang paling banyak diteliti dan

merupakan kelainan klinis yang terjadi paling dini (kecepatan eskresi albumin

antara 30 – 300 mg / 24 jam atau 20 – 200 mikrogram / menit)

Pada DM tipe 1, mikroalbuminuria merupakan prediktor yang sangat

penting bagi progresifitas nefropati diabetik. Terdapat beberapa bukti bahwa

mikroalbuminuria memprediksi proteinuria klinis dan peningkatan angka

kematian pada DM tipe 2, walaupun korelasi belum terbukti benar sehingga masih

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memantapkan reabilitas mikroalbuminuria

sebagai petanda tunggal untuk nefropati diabetik klinis bagi DM tipe 2.

Mikroalbuminuria telah dilaporkan sebagai prediktor terjadinya proteinuria klinis

pada 22% pasien DM tipe 2, dibandingkan dengan 87,5% pada DM tipe 1. Pada

DM tipe 2, proteinuria walaupun pada stadium mikroalbuminuria pun sudah

merupakan prediktor mortalitas yang kuat. “Survival rate” 10 tahun untuk pasien

dengan mikroalbuminuria pada saat penelitian dilaksanakan adalah 22,4%,

sedangkan 57,3% dari pasien yang tidak terdapat mikroalbuminuria masih hidup

pada saat itu. Sebagian besar kematian disebabkan oleh kelainan kardiovaskuler

dan hanya 5% yang meninggal karena uremia. Mikroalbuminuria pada DM tipe 2

sudah dapat ditemukan pada saat diagnosis ditegakkan, sedangkan pada DM tipe 1

baru sesudah 10 – 15 tahun kemudian.

Mogensen, memakai kombinasi mikroalbuminuria dengan peningkatan

GFR (lebih dari 150 ml / menit) dan hipertensi (tekanan diastolik lebih dari 90

mmHg) sebagai indeks prediktif bagi pasien DM tipe 2.

II.4.2. Hiperfiltrasi

Hiperfiltrasi biasanya banyak didapat pada waktu diagnosis ditegakkan

dan mempunyai pengaruh yang penting pada patogenesis nefropati diabetik.

Tetapi, tidak semua pasien dengan hiperfiltrasi berkembang menjadi nefropati

diabetik sehingga prediktor ini jangan digunakan sendiri. Selby, menyatakan

Page 7: Referat Nefropati Diabetikum

bahwa nilai prediktif pada pasien DM tipe 2 tidak meyakinkan karena terutama

pada orang tua dengan DM tipe 2 ekskresi albumin abnormal melalui urin dapat

terjadi tanpa diabetes sehingga skrining pada pasien seperti ini tidak dianjurkan.

II.4.3. Hipertensi

Pada DM tipe 2 tekanan darah sering sudah meningkat pada waktu

diagnosis ditegakkan. Hipertensi yang sudah terjadi pada saat ini tidak merupakan

suatu prediktor untuk terjadinya nefropati seperti yang didapat pada penelitian

cohort pada DM tipe 2 di Rochester, tetapi sebaliknya penelitian pada suku Indian

Pima hipertensi dilaporkan, dapat merupakan faktor prediksi terjadinya nefropati.

Setelah terjadi mikro-albuminuria tingginya tekanan darah dan kecepatan ekskresi

albumin untuk DM tipe 1 dan DM tipe 2 hampir sama. Tingginya tekanan darah

merupakan prediktor progresivitas terjadinya nefropati klinis pada pasien DM tipe

1 dengan menurunkan tekanan darah mikroalbuminuria juga akan mengalami

penurunan secara nyata. Pada seseorang dengan diabetes yang sebelumnya

normotensif dan kemudian menderita hipertensi, dapat merupakan tanda

permulaan kelainan ginjal padanya. Penurunan tekanan darah sesudah keadaan ini

merupakan usaha yang terpenting untuk mencegah terjadinya kemunduran fungsi

ginjal. Pada pasien dengan tekanan diastolik 90 mmHg didapat proteinuria yang

persisten 2,5 kali lebih sering daripada mereka dengan tekanan diastolik 70

mmHg.

II.4.4. Hiperglikemi

Hipergilkemia juga merupakan faktor risiko terjadinya nefropati diabetik

pada DM tipe 1 yang terbukti dengan penelitian-penelitian, sedang pad DM tipe 2

bukti-bukti penelitian sangat sedikit. Dalam penelitian epidemiologi secara

longitudinal kontrol kadar glukosa darah yang buruk merupakan prediktor

terjadinya nefropati diabetik secara klinis baik pada DM tipe 2 maupun DM tipe

1. Bila sudah terjadi nefropati diabetik secara klinis kontrol glukosa darah tidak

akan efektif memperbaiki albuminuria atau mencegah penurunan GFR menjadi

gagal ginjal terminal.

Page 8: Referat Nefropati Diabetikum

Pada Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) yang dilakukan di

Amerika utara selama 10 tahun sejak 1982 pada 1441 pasien DM tipe 1, berumur

antara 13 dan 39 tahun, dengan lama penelitian antara 3-9 tahun, baru selesai

dilaporkan pada bulan Juni 1993, telah dibuktikan bahwa kontrol glukosa darah

yang baik akan mencegah dan mengurangi komplikasi diabetes, termasuk

nefropati (35 – 50%). Penelitian ini dilakukan khusus pada pasien dengan DM

tipe 1 sehingga perlu penyesuaian khusus untuk pasien DM tipe 2 karena rasio

benefit-risiko tidak sebaik bila dibandingkan DM tipe 1.

II.5. Diagnosis

Setiap pasien diabetes dengan proteinuria dan peningkatan kreatinin serum

harus dilakukan evaluasi yang teliti untuk mengeliminasi sebab lain terjadinya

gagal ginjal. Nefropati diabetes tidak akan terjadi tanpa retinopati. Jadi bila pada

pemeriksaan oleh dokter spesialis mata tidak ditemui adanya kelainan ini, maka

perlu dicari sebab lain dari gagal ginjal. Demikian pula dengan proteinuria, tanpa

keberadaannya, diagnosis tidak dapat dibuat.

Terdapat beberapa cara untuk melakukan penyaringan mikro-albuminuria.

Cara yang mudah dan dapat dipertanggung jawabkan adalah dengan memeriksa

albumin dalam urin pertama pada pagi hari. Kadar albumin pada keadaan ini

cukup menggambarkan kecepatan eksresi seperti pada ekskresi semalam

(overnight). Tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa rasio albumin dan

kreatinin lebih baik daripada pemeriksaan urin pagi hari. Memang pemeriksaan

rasio akan mengurangi faktor jumlah urin, tetapi biasanya jumlah urin malam hari

tidak banyak dan biasanya konstan.

Seseorang dikatakan sebagai proteinuria positif bila kadar protein dalam

urin adalah lebih dari 300 mg/hari dan dikatakan sebagai mikroalbuminuria positif

bila kadar protein / albumin 30-300 mg/24 jam atau 20-200 ug/menit.

II.6. Klasifikasi

Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes melitus lebih

banyak dipelajari pada diabetes melitus tipe 1 daripada tipe 2, dan oleh Mogensen

Page 9: Referat Nefropati Diabetikum

dibagi menjadi 5 tahapan (Soman, S. dkk. 2005).

Tahap 1

Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi

glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat.

Tahap 2

Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerulus tetap

meningkat, eksresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat

perubahan histologis awal berupa penebalan membran basalis yang tidak spesifik.

Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional (dengan peningkatan

matriks mesangium).

Tahap 3

Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipen. Laju filtrasi

glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju eksresi

albumin dalam urin adalah 20-200 ig/menit (30-300 mg/24 jam). Tekanan darah

mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membran

basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.

Tahap 4

Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas,

juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering

ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10

ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya

tekanan darah.

Tahap 5

Timbulnya gagal ginjal terminal.

Page 10: Referat Nefropati Diabetikum
Page 11: Referat Nefropati Diabetikum

Natural History of Diabetic Nephropathy

Designation CharateristicsGPR

(ml/min)Albumin Excretion

Blood Pressure

Stage 1Hyperfunctio

n and Hypertrophy

Glomenular Hyperfiltration

Icreased in Type 1 and

Type 2

May be increased

Type 1 normal Type 2 normal hypertension

Stage 2

“Silent” stage Thickened BM Expanded

Mesangium

Normal Type 2 normal Type 3 may

be < 30 – 300 mh/24 hr

Type 1 normal Type 2 normal hypertension

Stage 3

Incipient Diabetes

Microalbuminuria

GPR begins to fall

30 – 300 mg/24 hr

Type 1 increased

Type 2 normal hypertension

Stage 4Overt

Diabetic Nephropathy

Macroalbuminuria

GPR below NI

> 300 mg/24 hr

Hypertension

Stage 5 Uremia ESRD 0 – 10 Decreasing Hypertension

II.7. Pemeriksaan Laboratorium :

Uniralisis

Pemeriksaan urinalis rutin dianjurkan untuk skrining mikroalbuminuria.

Secara khas, proteinuria hasil pemeriksaan urinalisis dari seorang

pasien dengan ND berkisar dari 150 mg/dL sampai lebih besar dari 300

mg/dL, glukosuria, dan kadang-kadang benda hialin.

Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai eksresi albumin lebih dari 20

mcg/min. Fase ini menunjukkan ND insiepien dan perlu

penatalaksanaan agresif, di mana pada stage ini penyakit ini masih

reversibel.

Pemeriksaan urin tampung 24 jam untuk ureum, kreatinin, dan protein

secara signifikan sangat berguna untuk mengukur jumlah kehilangan

protein dan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG).

Pemeriksaan urin secara mikrokopis dapat membantu menyingkirkan

gambaran nefritis, yang dapat digunakan juga untuk mengingkirkan

golmerulopathi primer yang lain, terutama pada penurunan fungsi ginjal yang

Page 12: Referat Nefropati Diabetikum

cepat (misalnya pada rapidly progressive glomerulonephritis).

II.8. Pemeriksaan Radiologis :

USG ginjal

Untuk mengetahui ukuran ginjal, yang biasanya normal sampai

meningkat pada stage awal dan lanjut, menurun atau menyusut pada

penyakit ginjal kronis.

Untuk menyingkirkan adanya sumbatan.

Memungkinkan dilakukannya pemeriksaan ekhogenisitas untuk

penyakit ginjal kronis.

II.9. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan nefropati diabetik adalah yang pertama, regulasi gula

darah dapat menggunakan obat oral diabetik atau obat hipoglikemi oral dan juga

pilihan menggunakan insulin (Soegondo, Sidartawan, dkk. 1995).

Pengendalian glukosa darah

Baik pada penderita diabetes tipe 1 maupun tipe 2, hiperglikemia telah

diketahui sebagai faktor utama dari progresivitas ND. Bukti terbaik

dilaporkan pada diabetes melitus tipe 1.

telah diketahui bahwa terapi intensif secara parsial dapat mencegah

hipertrofi dan hiperfiltrasi glomerulus, menunda berlanjutnya

mikroalbuminuria, dan menstabilkan bahkan menurunkan kadar

protein pada pasien-pasien dengan mikroalbuminuria.

Hasil dari resipien transplantasi pankreas di mana euglikemia

sesungguhnya tercapai menunjukkan bahwa kontrol metabolik dan

kontrol gula darah secara ketat dapat memperlambat tingkat

progresivitas injuri ginjal meskipun pada hasil pemeriksaan proteinuria

secara dipstik masih positif.

Pada penderita diabetes tipe 2, berkurangnya komplikasi

mikrovaskular pada pasien-pasien yang menerima terapi insulin secara

intensif adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan pasien-pasien

dengan diabetes tipe 1 dalam penelitian Kontrol dan Komplikasi

Page 13: Referat Nefropati Diabetikum

Diabetes. Pada sebuah analisis outcome dan cost-effective dari United

Kingdom Prospective Diabetes Study, peneliti menyimpulkan bahwa

pengendalian kadar glukosa darah secara intensif pada pasien-pasien

diabetes tipe 2 secara signifikan berakibat pada peningkatan biaya

tetapi secara substansial menurunkan biaya akibat komplikasi dan

bertambahnya waktu terbebas dari komplikasi yang ditimbulkan.

Pengobatan dengan obat antihipertensi

Dilaporkan oleh Mogensen bahwa pengobatan dengan obat

antihipertensi dapat mengurangi tingkat penurunan fungsi ginjal pada

pasien-pasien dengan diabetes tipe 1, hipertensi, dan proteinuria.

Secara signifikan terutama bila penurunan tekanan darah sistemik

diikuti dengan penurunan tekanan kapiler glomerulus.

Pada umumnya, terapi dengan obat antihipertensi, merupakan obat

yang diharapkan dapat memperlambat berkembangnya glomerulopathi

diabetic, meskipun demikian, ACE inhibitor diketahui lebih superior

dalam memberi proteksi jangka lama meski dibandingkan dengan

tripel terapi dengan reserpin, hidralazin, dan HCT atau CCB

(nifedipine). Selanjutnya keuntungan efek kardiovaskuler, ACE

inhibitor juga diketahui mempunyai efek menguntungkan yang

signifikan terhadap retinopathi diabetic dan perkembangan dari

retinopathi proliferatif.

ACE inhibitor diketahui dapat menunda perkembangan nefropati

diabetic. Pada panelitian terhadap ACE inhibitor, hanya 7% pasien

dengan mikroalbuminuria yang berlanjut menjadi nefropati. Efek

menguntungkan dari ACE inhibitor diabetic terhadap pencegahan

progresivitas mikroalbuminuria pada nefropati diabetic adalah

berlangsung selama 8 tahun dan berhubungan dengan preservasi LFG

yang normal.

Dampak ACE inhibitor pada pasien dengan mikroalbuminuria pada

diabetes tipe 2 juga diteliti. Pengobatan dengan ACE inhibitor selama

12 bulan secara signifikan dapat menurunkan MAP dan jumlah eksresi

Page 14: Referat Nefropati Diabetikum

albumin lewat urin pada pasien diabetes tipe 2 dengan

mikroalbuminuria.

Pasien diabetes tipe 2 normotensi dengan mikroalbuminuria yang

mendapat enalapril atau placebo selama 5 tahun. Dari pasien, 12%

pasien yang sedang dalam pengobatan aktif diketahui mengalami

nefropathi diabetes, dengan tingkat poenurunan fungsi ginjal 13% dan

pasien yang menerima placebo diketahui 42% menderita nefropathi.

Obat – obat Angiotensin receptor blocking (ARB) juga dipercaya

mempunyai efek menguntungkan yang sama dengan ACE inhibitor.

Pengobatan jangka lama dengan ACE inhibitor, biasanya dikombinasi

dengan diuretic, emnurunkan tekanan darah dan albuminura dan

menjaga fungsi ginjal pada pasien – pasien dengan hipertensi, IIDM,

dan nefropathi. Efek menguntungkan pada fungsi ginjal juga

dilaporkan pada pasien dengan normotensi, IDDM, dan nefropathi.

Sebuah penelitian meta analisi melaporkan bahwa ACE inhibitor lebih

superior dibandingkan dengan beta blocker, diuretic, dan CCB dalam

menurunkan askresi albumin urin pada pasien normotensi dan

hipertensi baik pada pasien diabetes tipe 1 maupun tipe 2.

Intake diit protein : sebuah penelitian meta analisi meneliti efek

pembatasan proein (0,5 – 0,85 gram/KgBB/hari) pada pasien diabetes

diduga mempunyai egek menguntungkan terhadap LFG, kliren kreatinin,

dan albuminura. Walaupun, masih perlu dilakukan pnelitian prospekif

lebih lanjut dalam jangka waktu lama untuk mengetahui keamanan

(safety), efikasi, dan pengaruhnya dengan pembatasan protein pada pasien

dengan netropati.

Terapi spesifik : termasuk modifikasi atau pengobatan factor risiko seperti

hiperlipidmia, rokok dan hiprertensi.

Terapi pengganti ginjal (rena replacement therapies) seperti hemodialisa,

diaokisa, peritoneal, transplantasi ginjal, atau kombinasi transplantasi

ginjal – pankreas. Secara prisnsip, pasien – pasien dibtes memrlukan terapi

Page 15: Referat Nefropati Diabetikum

pengganti mempunyai 4 pilihan terapi sebagai berikut, yaitu :

1. Pengehentian pengobatan uremia lebih lanjut, akiba tpenurunan

kesehatan umum secara progresif dan bahkan berakibat pada

kematian.

2. Dialysis peritoneal

3. Hemodialisa

4. Transplantasi ginjal

Pengobatan Bedah

Terapi bedah pada pasien ND biasanya terbatas pada penanganan yang

berhubungan dengan komplikasi seperti ulkus diabetes atau penyakit

vaskuler perifer.

Sebuah kreasi dini tekhnik pembedahan fitsula arteriovenosa atau graft

juga menjadi bagian penting pengobatan untuk penyakit ginjal terminal

yang berhubungan dengan ND, seperti halnya pada kebanyakan

penyakit ginjal.

Diet :

American Diabetic Association (ADA) menyarankan makanan dengan

intake kalori yang beragam (nilai kalori), tergantung pada pasien.

Dengan berlanjutnya penyakit ginjal, pembatasan protein sebanyak 0,8

– 1 gram/KgBB/hari dapat memperlambat progresivitas netropahti.

Ketika nefropathi berlanjut, diit harus menggambarkan kebutuhan

fosfor dan pembatasan natrium, dengan menggunakan pengikat fosfat.

Aktifitas : Tidak diperlukan pembatasan aktivitas bagi pasien dengan ND,

kecuali jika terdapat komplikasi diabetes sperti dihubungkan dengan

penyakit koroner atau penyakit vaskuler perifer.

Page 16: Referat Nefropati Diabetikum

DAFTAR PUSTAKA

Askandar Tjokroprawiro (1993). Gigulochips (Sindrome – 110: Faktor – faktor Penentu Kualitas Pembuluh Darah (Aspek Klinik Resistensi Insulin). Pada : Simposium Cardiology Update III. Jakarta, 14 – 15 Mei 1993

Aslkandar Tjokroprawiro (1993). Diabetes Mellitus : Perkembangan Mutakhir (DM – Tipe X – LADA - “DM Tipe 11/2 – Regulasi Cepat – TKOI, GIGULOCHIPS,dll)”. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VIII Surabaya, 11 Spetember 1993, hlm 1.

Askandar Tjokroprawiro (1993). Dislipidemia – Lipid Triad (Pengelolaan Masa Kini). Simposium Dislipidemia. Surabaya, 4 Desember 1993.

Askandar Tjokroprawiro (1994), Diabetic Nephropathy. A rowing Health Care Problem. Symposium on Diabetic Nephropathy : Could we Improve the Clinical Outcomes, Surabaya, 9 May, 1994.

Askandar Tjokroprawiro (1995). penyakit Kardiovaskur – Metabolik (Peran Sindroma – 23 : Nefropati Diabetik). KOPAPDI – X Padang 23 – 27 Juni 1995.

Askandar Tjokroprawiro, Soewanto (1994). Update in Diabetic Nephropathy (Clinical Experimences in Surabaya). Symposium : The Paradigsm of Diabetic Nephropathy and Nephrocardiology in NIDDM. Bandung, 9 – 10 November 1996

Askandar Tjokroprawiro (19960. Diabetes Upadate 1996 A & B. Kapita Slekta dan Topik Khusus : Nefropati Diabrtik. SDU – I (Surabaya Diabetes Update – I). surabaya 16-17 November 1996

Askandar Tjokroprawiro (1997). GULOCH-CISAR : SYNDROME – 10. (Ten Guidindes for Healthy Life). Symposium : Challenge in the Management of Hypercholesterolemia. Surabaya, 9 March 1997.

Askandar Tjokroprawiro (1998). Obat Anti Agregasi Trombosit : Apek Klinik (Peran Cilostozal). Simposium Komlpikasi Vaskuler Diabetik Medan, 22 Maret 1998.

Askandar Tjokroprawiro (1999). Diabetes Update – 1999. Presented

Page 17: Referat Nefropati Diabetikum

at : Surabaya Diabetes Update – VI. Surabaya, 13-14 November 1999.

Anonim, Nefropathi Diabetik, www.menicastore.com/info_penyakit/detil_peny.htm,Diakses pada 1 November 2006

Bates Barbara, A Guide to Physical Examination and History Taking, Six Edition. J. B. Lippincott Company. Philadelphia. 1995.

Foster, Daniel W. Daniel W. Diabetes Mellitus dalam Harisson prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13. Vol 5. EGC. Jakarta. 2000.

Guntur, Pedoman Diagnosis dan Terapi Protap IPD FK UNS RSUD dr. Moerwadi, SMF Ilmu Pnyakit Dalam. 2004.

Mubin Halim, Panduan Praktis Ilmu penyakit Dalam Diagnosis dan Terpai. Penerbit EGC. Jakarta. 2001.

Mansjoer Arif Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Edisi Ketiga, Penerbit Media Aesculapsius FK UI, Jakarta, 2001.

Noer Sjaifoellah, Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1996.

Soman S, Soman A, Brosius F, et al : Diabetic nephropathy. Http // www.eMedicine.Com. 2005.

Soegondo, Sidartawan Et all. Diabetes Mellitus Penatalaksaan Terpadu. Pusat Diabetes dan Lipid RSCM FK UI. Penerbit FK UI. Jakarta. 1995.