majalah ilmu hukum - erepo.unud.ac.id

13

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id
Page 2: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

MAJALAH ILMU HUKUM

KERTHA WICAKSANA

ISSN 0853-6422

PENANGGUNGJAWAB :

I Made Sukarsa Ni Luh Made Mahendrawati

DEWAN EDITOR:

Ida Ayu Putu Widiati (Ketua) I Ketut Kasta Arya Wijaya (Sekretaris)

Anak Agung Sagung Laksmi Dewi (Bendahara) Ni Komang Arini Styawati (Anggota) Ni Made Sukaryati Karma (Anggota)

TATAUSAHA:

Ni Made Suri Adnyani I Wayan Sumerta

Ni Nyoman Astiti Asih I Nyoman Kesumajaya

Ni Nyoman Suwirti I Nyoman Sudiana Putra

SEKRETARIAT:

Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar Jl. Terompong No. 24 Tanjung Bungkak Denpasar (80235) Telp (0361) 223858 (hunting), 7449633, Fax (0361) 263902

E-mail: [email protected]

MAJALAH ILMU HUKUM KERTHA WICAKSANA diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar

bekerjasama dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) Bali dan Perhimpunan Advokat Indonesia (pERADI) Denpasar sebagai Media Informasi

dan Pengembangan Ilmu Hukum, yang diterbitkan dua kali setahun yaitu setiap bulan Januari dan Juli.

Berdasarkan KeputusanDirektur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Nomor : 64a/DIKTIIKep./2010, Majalah Ilmu Hukum Kertha Wicaksana

dinyatakan terakreditasi sebagai Jurnal Ilmiah Nasional

Page 3: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

DAFTAR lSI·

EDITORIAL.. DAFTAR lSI

i ii

HUKUM BISNIS DAN KENOTARIATAN

AFIFAH KUSUMADARA The Role OfLaw In Indonesian Economic Development 101

SUHARININGSIH Membangun Sistem Hukum Jaminan Fidusia Dalam Persimpangan Jalan 110

I NYOMAN PUTU BUDIARTHA Politik Hukum Pemilikan Rumah Susun Di Indonesia 121

I KETUTWENTEN ARYAWANDANDESAKPUTU SUCIWATI Pengaturan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara Pada Pihak Swasta 132

HUKUMLOKAL

I GUSTIBAGUSUDAYANA Payung Hukum Pembangunan Pertanian Organik Bali 144

IKETUTSUKADANA Teori Perubahan Sosial Dalam Dimensi Perubahan Hukum 154

HUKUM PEMERINTAHAN

ANAK AGUNG GEDE OKA WISNUMURTI Relasi Kekuasaan Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah 160

DIDIK SUKRIONO Politik Hukum Pemerintahan Desa Dalam PerspektifFilosofis, Yuridis Dan Sosiologis 169

IWAYANARTHANAYA Otonomi Dalam Penyelcnggaraan Pemerintahan Daerah 178

I MADE ARYA UTAMA Perizinan Ramah Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan 187

I KETUT YADNYANA DAN IDA BAGUS SUDIKSA Pengaruh Peraturan Pajak Serta Sikap Wajib Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Koperasi Di Kota Denpasar 197

HUKUM KEPENGACARAAN

I GUSTI KETUT ARIAWAN Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 207

MADIASAABLISAR Penyelesaian Di Luar Sistem Peradilan Pidana Terhadap Perbuatan Pidana Yang Diatur Dalam Qanun Aceh 217

AA SAGUNG LAKSMI DEWI Peranan Sumpah Pcmutus Sebagai Bukti Dalam Perkara Perdata 224

INDEKS PENULIS 23] INDEKS SUBYEK 232 UCAPAN TERIMA KASIH 233 DAFTAR KEGIATAN ILMIAH 234 PETUNJUK PENULISAN

11

Page 4: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

PERIZINAN RAMAH LINGKUNGAN HIDUP UNTUKPEMBANGUNANBERKELANJUTAN

(THE ECO-LICENCING TO SUSTAINABLE DEVELOPMENT)

I Made Arya Utama

Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar Jl. Bali No.1 Denpasar, Telp. (0361) 222666, Hp. 08164729289

ABSTRAK

Pembangunan berkelanjutan telah menjadi tuntutan masyarakat untuk dapat diwujudkan, namun demikian fungsi perizinan saat ini masih diarahkan untuk menjadi instrumen sumber pendapatan daerah dibandingkan untuk kepentingan perlindungan lingkungan hidup dan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, persoalan kewenangan Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup melalui instrumen perizinan dalam rangka mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan menjadi menarik untuk diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah berwenang mengatur dan menetapkan perizinan yang ramah lingkungan (Eco­Licencing). Perizinan dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup bilamana hasil studi kelayakan terhadap lingkungan hidup (seperti AMDAL atau UKLIUPL) diintegrasikan persyaratan penerbitan suatu perizinan dan dijadikan bagian dari perizinan yang ditetapkan serta menjadikan perizinan sebagai sarana pembaharuan masyarakat maupun aparat pemerintahan (law as a tool of social and bureaucracy engineering).

Kata Kunci : Perlindungan, Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah, Perizinan.

ABSTRACT

The Sustainable Development had come to society demand, but the necessity ofeach sectoral institutions which managing the licencing to local finance more importance than to give social service and environmental protection. Therefore, about the competences carried out by the Local Government to environmental protection and the lega.! of licencing which able to give protection to necessity of environment and supporting the sustainable development in concern area. The result of the research showed that the Local Government was competence in regulate and decide the eco-licencing. The licencing was able to give protection to the environment if in its application conditions ofan activity licencing had integration the result of the environment feasibility study (such as AMDAL or UKLI UPL) and be developed to as a tool of social and bureaucrary engineering.

Keywords: Protection, Environment, Local Government, Licencing

PENDAHULUAN dapat meningkatkan mutu serta kelestarian Lingkungan Hidup beserta fungsinya, juga

Proses pembangunan yang esensinya adalah mengandung potensi yang dapat mencemarkan perubahan terhadap sumber daya akan maupun merusakan Lingkungan Hidup itu membawa segi-segi positif maupun negatif sendiri. Dalam kaitan itu, diperlukan berbagai

instrumen untuk mencegah dampak negatifdanberupa terhadap Lingkungan Hidup. mengembangkan dampak positifpembangunanPembangunan dapat meningkatkan tarafhidup dengan pendekatan multi dan/atau interdan kesejahteraan seluruh rakyat ataupun disipliner. Secara normatif, salah satu instrumensebaliknya menimbulkan kesengsaraan sebagai yang startegis untuk dikembangkan adalahakibat rusak dan/atau tercemarnya Lingkungan melalui instrumen perizinan. Instrumen iniHidup yang dikelola untuk pembangunan. Hal merupakan bagian dari produk hukum sebagai

tersebut menunjukkan antara pembangunan wujud tindakan pemerintah berdasarkan

dengan Lingkungan Hidup mempunyai hukum (rechtelijke bestuurhandeling) denganhubunganyang sangat erat serta dapat bersifat karakter instrumental serta sebagai norma"ambivalen" (I Made Arya Utama, 2007: 57). penutup yang individual konkret dalam Pembangunan yang mengelola dan kerangka penjabaran norma-norma lainnyamemanfaatkan Lingkungan Hidup, disamping yang bersifat urn urn.

187

Page 5: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Arya Utama : Perizinan Ramah Lingkungan Hidup untuk Pembangunan

Dalam pada itu, pelayanan perizinan yang PEMBAHASAN terkait dengan Lingkungan Hidup di daerah saat ini belumlah mengarah pada terwujudnya Kewenangan Pemerintah Daerah kesatuan sistem perizinan yang ramah Mengelola Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup (Eco-Licencing). Paling tidak Kewenangan Pemerintah Daerah dalam ada 2 (dua) persoalan mendasar yang relatif sulit penyelenggaraan urusan pemerintahan diatur diselesaikan berkenaan dengan soal perizinan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dikaitkan dengan Lingkungan Hidup. Pertama, tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran masih kuatnya "Ego Sektoral" yang bertalian Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor dengan kewenangan mengeluarkan perizinan, 125, Tambahan Lembaran Negara Republik dalam artian adanya Pemerintah Daerah atau Indonesia Nomor 4437). Melalui rumusan satuan kerja perangkat Pemerintah Daerah negatif, pada PasallO ayat (1) UU No. 32 Tahun yang tetap bersikukuh atau tidak mau tunduk 2004 ditetapkan "Pemerintahan daerah pada upaya pemangkasan/penyederhanaan menyelenggara·kan urusan pemerintahan yang perizinan. Dalam hal ini, upaya untuk menjadi kewenangannya, kecuali urusan membangun satu sistem hukum perizinan yang pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini efektif dan efisien (lebih-Iebih yang ditentukan menj adi urusan Pemerintah". mengintegrasikan Lingkungan Hidup) akan Adapun kewenangan Pemerinbh Pusat dihadapkan pada kekukuhan ego sektoral. menurut Pasall0 ayat (3) meliputi urusan di Kedua, pemerintah pusat dan terlebih lagi bidang politik luar negeri, pertahanan, daerah dengan euforianya memandang perizinan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional secara distorsif. Dalam beberapa hal, perzinan serta urusan di bidang agama. Pemerintah bukan dipandang sebagai instrumen (hukum) Pusat dalam menyelenggarakan urusan pengendali atau pengarah kegiatan, namun pemerintahan yang menjadi kewenL.ngannya lebih dipandang sebagai instrumen penggali dan! dilakukan dengan menyelenggarakan sendiri atau sumber pendapatan. Dengan demikian, atau dapat melimpahkan sebagian urusan menjadi suatu kajian yang menarik untuk pemerintahan kepada perangkat Pemerintah kemanfaatan masyarakat maupun pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat daerah terkait dengan upaya mensinergikan menugaskan kepada pemerintahan daerah dan! antara instrumen perizinan dengan persoalan atau pemerintahan desa. Dalam kaitannya Lingkungan Hidup. Dalam kaitan itu, kajian dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan ini ingin mencari jawaban tentang makna yang menyangkut hubungan kewenangan strategis perizinan untuk memberikan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah perlindungan terhadap kepentingan provinsi, kabupaten dan kota atau antaRp. Lingkungan Hidup yang menunjang emerintahan daerah yang saling terkait, pelaksanaan pembangunan daerah yang tergantung, dan sinergis, maka pembagiannya berkelanjutan. didasarkan pada kiteria eksternalitas,

Penelitian ini dikualifikasikan sebagai akuntabilitas dan efisiensi dengan penelitian hukum normatif dengan metode memperhatikan keserasian hubungan antar pendekatan konseptual (conceptual approach) susunan pemerintahan. dan pendekatan perundang-undangan (statute Dalam pada itu, mengenai urusan approach). Sebagai penelitian hukum normatif, pemerintahan yang menjadi wewenang maka sumber bahan hukum penelitian ini Pemerintah Daerah Provinsi dijumpai Pasal13 berasal dari hasil penelitian kepustakaan ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004. Pada ketentuan terhadap bahan-bahan hukum primer, tersebut ditetapkan urusan wajib yang menjadi sekunder, dan tersieryang dikumpulkan melalui kewenangan pemerintah daerah provinsi sistem kartu dan tehnik bola salju. Bahan-bahan merupakan urusan dalam skala provinsi yang hukum yang telah diperoleh dan terkumpul meliputi: selanjutnya dianalisis melalui langkah-Iangkah Perencanaan dan pngendalian pembangunan; deskripsi, sistematisasi, argumentasi dan Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan evaluasi untuk mendapatkan kesimpulannya. tataruang;

188

Page 6: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Kertha Wicaksana Vol. 17 No. 2 Juli 2011

-Penyelenggaraan ketertiban urn urn dan ketentraman masyarakat; Penyedian sarana dan prasarana urnurn; Penanganan bidang kesehatan; Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; Penanggulangan masalah sosial lintas kabupatenlkota; Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupatenlkota; Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupatenlkota; Pengendalian Lingkungan Hidup; Pelayanan peternakan termasuk lintas kabupatenJkota; Pelayanan kependudukan dan catatan sipil; Pelayanan administrasi urnurn pemerintahan; Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupatenlkota; Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupatenlkota; Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/ kota. Pada Pasal14 ayat (1) ditetapkan urusan Pemerintah Kabupaten/Kota yang pada hakikatnya sarna dengan kewenangan pemerintah rrrovinsi sesuai Pasal13. Perbedaan dijumpai pada huruf f yang tidak terdapat kalimat alokasi sumber daya manusia potensial dan hUl'uf g, h, I , j, k, n dan 0 kalimat lintas kabupatenJkota tidak ada. Hal itu menunjukkan ada bagian urusan pemerintahan yang bersifat concurrent yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah danJatau antar Pemerintah Daerah. Dengan demikian, urusan yang bersifat concurrent akan dijumpai bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang mehputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.

Pengelolaan dan perlindungan Lingkungan Hidup merupakan salah satu urusan

ISSN : 0853-U22

pemerintahan yang bersifat concurrent. Hal ini dapat disimak pada Bab IX Pasal63 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup «Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia NomoI' 5059) terkait dengan Tugas dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Ketentuan Pasal 63 bersangkutan menetapkan sebagai berikut:

Dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang: a. menetapkan kebijakan nasional; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RP. PLH nasional; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS; e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; f. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional dan emisi gas rumah kaca; g. mengembangkan standar kerja sama; h. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemar-an danJatau kerusakan Lingkungan Hidup; i. menetapkan dan melaksanak-an kebijakan mengenai sumber daya alam hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa genetik; j. menetapkan dan melaksana-kan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan

, '. . f- ',.. ' iklim dan perlindungan lapisan ozon; k. menetapkan dan melaksanakan kebija-kan mengenai B3, limbah, serta limbah B3; 1. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai perlindungan lingkungan laut; m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup lintas batas negara; n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah; o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha daniatau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang­undangan; p. mengembangkan dan menerapkan instrumen Lingkungan Hidup; q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sarna dan penyelesaian perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa; 1'. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan masyarakat; s. menetapkan standar pelayanan minimal; t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan

189

Page 7: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Arya Utama : Perizinan Ramah Lingkungan Hidup untuk Pembangunan ....

masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup; u. mengelola informasi Lingkungan Hidup nasional; v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan mensosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah Lingkungan Hidup; w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; x. mengembangkan sarana dan standar laboratorium Lingkungan Hidup; y. menerbitkan izin lingkungan; z. menetapkan wilayah ekoregion; dan aa.melakukan penegakan hukum Lingkungan Hidup.

Dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah provinsi bertugas dan berwenang: a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RP. PLH provinsi; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; g. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran danlatau kerusakan Lingkungan Hidup lintas kabupatenlkota; h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupatenl kota; i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha danlatau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup; j. mengembangkan dan menerapkan instrumen Lingkungan Hidup; k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antarkabupatenl antarkota serta penyelesaian sengketa; 1. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan; m. melaksanakan standar pelayanan minimal; n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup pada tingkat provinsi; o. mengelola informasi Lingkungan Hidup tingkat provinsi; p. mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah Lingkungan Hidup; q. memberikan

pendidikan: pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; r. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi; dan s. melakukan penegakan hukum Lingkungan Hidup pada tingkat provinsi.

Dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah kabupatenlkota bertugas dan berwenang: a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RP. PLH kabupaten/kota; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; g. mengembangkan dan menerapkan instrumen Lingkungan Hidup; h. memfasilitasi penyelesaian sengketa; i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha danlatau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang­undangan; j. melaksanakan standar pelayanan minimal; k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup pada tingkat kabupatenlkota; 1. mengelola informasi Lingkungan Hidup tingkat kabupaten/kota; m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi Lingkungan Hidup tingkat kabupatenlkota; n. memberikanpendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupatenlkota; dan p. melakukan penegakan hukum Lingkungan Hidup pada tingkat kabupatenlkota.

Pengelolaan dan perlindungan Lingkungan Hidup sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi Lingkungan Hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup melalui 6 (enam) kegiatan yakni perencanaan, pemanfaatan, pengendaliatL pemeliharaan, pengawasan, dan penegak.D hukum, dapat disimak sebagai kew yang diselenggarakan secara con.curn!lllllllt" Pemerintah Pusat, Pemerintah P11O'1'1l_id atau Pemerintah KabupatenIKota. p_lain, pembagian kewenangan di menunjukkan UU No. 32 Tahun

190

Page 8: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Kertha Wicaksana Vol. 17 No.2 Juli 2011

memberikan kewenangan yang sangat luas kepada Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup di daerah masing-masing yang tidak dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Perizinan Sebagai Instrmnen PeIDerintah Daerah Mengelola dan Melindungi Lingkungan Hidup

Pemerintahan Daerah pada hakikatnya berkaitan dengan hak dan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga/diri sendiri. Hal itu merupakan perwujudan dari asas desentralisasi yang dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu lapisan atau pihak Pemerintah Pusat saja. Dengan kata lain, sistem pemerintahan yang berdasarkan asas desentralisasi mengandung makna adanya pengakuan dari Pemerintah Pusat terhadap potensi dan kemampuan daerah dengan melibatkan wakil-wakil rakyat di daerah-daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya. Oleh karena itu, pBrlU disadari bahwa dalam negara kesatuan yang terdesentralisasi (gedecentraliseerde eenheidsstaat; decentralized unitary state) akan selalu terdapat berbagai urusan.pemerintahan yang diselenggarakan sepenuhnya oleh Pemerintah secara sentralisasi, misalnya: pertahanan, politik luar negeri, moneter. Sebaliknya, tidak mungkin terdapat suatu urusan pemerintahan pun dalam negara kesatuan yang secara utuh diselenggrakan s~1{ara desentralisasi. Dengan demikian, di luar urusan-urusanpemerintahanyangoleh undang­undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat maka akan dijumpai urusan pemerintahan yang diselenggarakan menurut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Adapun bagian-bagian urusan pemerintahan yang dilimpahkan danl atau didistribusikan kepada aparat Pemerintahan di Daerah berdasarkan asas-asas tersebut pada dasarnya merupakan bagian­bagian dari urusan pemerintahan yang tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan lokalitas baik dalam kaitan dengan masyarakat beserta aktifitasnya, sumber daya alam, maupun kebudayaan dan/atau kearifan-kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang.

Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dibedakan menjadi urusan

191

ISSN: 0853-6422

wajib dan urusan pilihan. Dalam kaitan itu, pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan menjadi salah satu urusan wajib Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah KabupatenlKota. Hal itu berarti, urusan pengelolaan Lingkungan Hidup dikualifikasikan memenuhi indikator-indikator urusan wajib yang ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004. Adapun indikator urusan pemerintahan wajib pada dasarnya berkaitan dengan pelayanan dasar, sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.

Sehubungan dengan Lingkungan Hidup, pengertiannya secara normatif dijumpai pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lingkungan hidup pada ketentuan tersebut diartikan sebagai "kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain". Konsep ini lebih luas dibandingkan dengan konsep Lingkungan Hidup pada undang­undang sebelumnya. Lingkungan hidup dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 32 Tahun 2009 telah menginternalisasikan kepentingan alam itu sendiri sebagai bagian yang diakui hak­haknya untuk mendapatkan pengelolaan dan perlindungan. Dengan kata lain, kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri dikualifikasikan sebagai Lingkungan Hidup. Perluasan konsep tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan adanya pembangunan berkelanjutanyakni "upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek Lingkungan Hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan Lingkungan Hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan".

Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan maka UU No.32 Tahun 2009 telah mengembangkan berbagai instrumen pengendalian dalam rangka pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Pengaturan hal ini dapat dijumpai pada Pasal 13 sampai dengan Pasa156 yang dibedakan atas 3 (tiga) klasifikasi, yakni dalam kerangka pencegahan, penanggulangan, danpemulihan. Khusus terkait dengan upaya pencegahan dalam

Page 9: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Arya Utama : Perizinan Ramah Lingkungan Hidup untuk Pembangunan ....

kerangka pengendalian terjadinya pencemaran danJatau kerusakan Lingkungan Hidup, salah satu instrumen yang dikembangkan menurut Pasal14 huruf g adalah instrumen perizinan.

Penjelasan lebih lanjut terhadap keberadaan instrumen perizinan termasuk akibat hukum atas pelanggaranya dapat dijumpai pada beberapa ketentuan UU No. 32 Tahun 2009 sebagai berikut : Pasal 1 angka 11 menetapkan "Analisis mengenai dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha danJatau kegiatan yang direncanakan pada Lingkungan Hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha danJ atau kegiatan". Pasall angka 35 menetapkan "Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha danJatau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha danJatau kegiatan". Pasall angka 36 menetapkan "Izin usaha danJ atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/

~ atau kegiatan". Pasal 20 ayat (3) menetapkan setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media Lingkungan Hidup dengan persyaratan: a. memenuhi baku mutu Lingkungan Hidup; dan b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Paragraf 7 tentang Perizinan mulai Pasal 36 sampai dengan Pasa141 yang menetapkan sebagai berikut : Pasa136 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL- UPL. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan Lingkungan Hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupatil walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasa137 Menteri, gubernur, atau bupatilwalikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal

192

atau UKL-UPL. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila: persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran danJatau pemalsuan data, dokumen, danJatau informasi; penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan Lingkungan Hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Pasa138 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara. Pasa139 Menteri, gubernur, atau bupatilwalikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat. Pasa140 Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha danJatau kegiatan. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. Dalam hal usaha danJatau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha danJatau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan. Pasa141 Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 43 ayat (3) huruf d menetapkan insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal42 ayat (2) hurufcantara lain diterapkan dalam bentuk: d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah danJatau emisi. Pasal 55 ayat (1) menetapkan "Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup". Pasal 59 ayat (4) menetapkan "Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenal').gannya" .

Page 10: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Kertha Wicaksana Vol. 17 No.2 Juli 2011

Pasal 59 ayat (5) menetapkan "Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan Lingkungan Hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin". Pasal 59 ayat (6) menetapkan "Keputusan pemberianizin wajib diumumkan". Pasal 60 menetapkan "Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media Lingkungan Hidup tanpa izin". Pasal 60 ayat (1) menetapkan "Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasa160 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya" . Pasal63 ayat (1) huruf 0 menetapkan "Dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang: melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan" . Pasal 63 ayat (1) huruf y menetapkan "menerbitkan izin lingkungan". Pasal 63 ayat (2) huruf i menetapkan "Dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah provinsi bertugas dan berwenang: melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup". Pasal 63 ayat (3) huruf i menetapkan "Dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah kabupaten/kota bertugas dan berwenang: melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan" Pasal 63 ayat (3) huruf 0 menetapkan "menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupatenlkota" . Pasal 72 menetapkan "Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan". Pasal 73 menetapkan "Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan

ISSN : 0IJ53..lU22

dan pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 76 ayat (1) menetapkan "Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratifkepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatanjika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan". Pasal93 ayat (1) menetapkan setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila: a. badan ataupejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal; b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKLUPL; dan/atau c. badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Pasal 101 menetapkan "Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media Lingkungan Hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 102 menetapkan "Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasa159 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". Pasal 104 menetapkan "Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media Lingkungan Hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". Pasal 109 menetapkan "Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar

193

Page 11: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Arya Utama : Perizinan Ramah Lingkungan Hidup untuk Pembangunan

rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". Pasal121 menetapkan sebagai berikut: Pada saat berlakunya Undang- Undang ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen amdal wajib menyelesaikan audit Lingkungan Hidup.

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL wajib membuat dokumen pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 123 menetapkan "Segala izin di bidang pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang­Undang ini ditetapkan".

Uraian di atas menunjukkan instrumen perizinan didayagunakan secara maksimal oleh Pemerintah Daerah sebagai upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak Lingkungan Hidup. Penguatan instrumen perizinan untuk pencegahan pencemaran danl atau kerusakan Lingkungan Hidup, dikembangkan seiring dengan pengembangan instrumen preventif lainnya seperti kajian Lingkungan Hidup strategis (KLHS), tata ruang, baku mutu Lingkungan Hidup, kriteria baku kerusakan Lingkungan Hidup, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), upaya pengelolaan Lingkungan Hidup dan upaya pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Perizinan sebagai keputusan pemerintah yang memperkenankan suatu pihak untuk melakukan suatu kegiatan dan/atau usaha setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dalam UU No. 32 Tahun 2009 diakui berkarakter jamak. Izin dengan demikian dibedakan dengan perizinan meskipun sama­sarna merupakan bagian dari produk hukum sebagai hasil perbuatan pemerintah berdasarkan hukum publik bersegi satu yang memuat hak dan kewajiban. Mengenai bentuk perizinan yang diselenggarakan di lingkungan Pemerintah di daerah saat ini ditemukan masih beraneka ragam, antara lain berupa izin (Izin Usaha, 1MB), Izin Prinsip Izin Prinsip Usaha Rumah Makan), Rekomendasi (Rekomendasi pendirian bengkel karoseri) Rekomendasi Izin

(Rekomendasi Izin Penggunaan F'rekuensi Radio), Rekomendasi Perizinan (Rekomendasi perizinan alat radiologi), Surat Persetujuan (Surat Persetujuan Penanaman Modal), Surat Izin (SIPD). Jenis-jenis perizinandi atas dikaji dari aspek karakternya, maka pada dasarnya dapat dikualifikasikan kedalam 2 (dua) kelompok, yakni perizinan yang berkarakter Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dan perizinan yang termasuk keputusan (beschikking) persyaratan. Bentuk perizinan yang berkarakter KTUN karena telah sebagai penetapan tertulis, bersifat konkret, individual, final, dan menimbulkan riklbat hukum adalah yang berbentuk Izin, Surat Izin, dan Surat Persetujuan. Selanjutnya keputusan berupa rekomendasi, surat keterangail, dan izin prinsip pada umumnya adalah perizinan yang ditetapkan sebagai petsyaratan lahirnya suatu perizinan operasional seperti izin, sehingga tidak berkarakter KTUN.

Sementara itu, wujud perizinan yang dikembangkan dalam pengelolaan dan perlindungan Lingkungan Hidup dapat diklasifikasikan atas perizinan yang berkarakter persyaratan dan periiinan yang berkarakter operasional. Salah satu wujud perizinan yang berkarakter persyaratan adalah izin lingkungan. Izin lingkungan adalah perizinan yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha daniatau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan wujud perizinan yang berkarakter operasional antara lain berupa izin usaha daniatau kegiatan, izin operasi dan izin konstruksi. Izin usaha dan/atau kegiatan merupakan perizinan yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha danlatau kegiatan.

Dalam kaitan pengelolaan dan perlindungan Lingkungan Hidup, mengadopsi Teori Hukum Pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja, adapun fungsi hukum pada umumnya dan perizinan pada khususnya dapat sebagai "sarana pembaharuan masyarakat" (Mochtar Kusumaatmadja, 1995: 13). Pemikiran ini dalam beberapa perundang-undangan telah dikembangan lebih luas yakni hukum tidak semata-mata sebagai sarana pembaharuan masyarakat namun juga sebagai sarana pembaharuan aparat pemerintahan (law as a tool ofsocial and bureaucracy engineering). Fungsi hukum yang dikembangkan untuk

194

Page 12: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Kertha Wicaksana Vol. 17 No.2 Juli 2011

mengarahkan prilaku aparat pemerintah dapat dijumpai dalam Pasal 111 dan Pasal 112 UU No. 32 Tahun 2009 maupun Pasal 73 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 111 UU No. 32 Tahun 2009 menetapkan sebagai berikut: Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana diIllaksud dalam Pasal40 ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling lama 3 (tiga) tt-lnun dan denda paling banyak Rp.. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). .

Terkait dengan kewajiban Pemerintah Daerah dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan izin lingkungan suatu usaha danl atau kegiatan, Pasal112 UU No. 32 Tahun 2009 menetapkan sebagai berikut : Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang­undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Selanjutnya dalam kerangka penataan ruang yang juga terkait dengan tujuan pengelolaan dan perlindungan Lingkungan Hidup, Pasal 73 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menetapkan sebagai berikut : Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat darijabatannya.

ISSN : 0853-6422

Dengan demikian dapat disimak bahwa perizinan sebagai salah satu wujud keputusan pemerintah pada hakikatnya dipergunakan untuk mempengaruhi dan mengendalikan tindakan masyarakat dan/atau pemerintah sendiri, termasuk di bidang perlindungan Lingkungan Hidup (N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, 1993 : 2). Perizinan selain dalam fungsinya yang klasik untuk pengendalian dan ketertiban, juga diharapkan dapat berfungsi sebagai pengarah dalam membangun dan membentuk prilaku masyarakat yang menunjang pembangunan daerah. Perizinan gapat dijadikan instrumen untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta membatasi aktifitas masyarakat agar tidak merugikan orang lain. Dalam kaitan ini, perizinan sebagai bagian dari hukum tidak hanya dipandang sebagai suatu perangkat kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi akan mencakup pula lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan. Dalam kaitan dengan perlindungan Lingkungan Hidup, maka perizinanjuga dapat menjadi instrumen pengintegrasi kepentingan pelestarian Lingkungan Hidup beserta fungsinya dalam proses pembangunan menuju pembangunan (daerah) yang berkelanjutan melalui penetapan perizinan yang berwawasan Lingkungan Hidup (Mas Achmad Santosa, 1996: 8).

Perizinan daerah sebagai sub sistem peraturan perundang-undangan pada hakikatnya juga diperlukan untuk mengarahkan dan mengendalikan prilaku warga masyarakat maupun pejabat pemerintah di daerah agar sesuai dengan yang ditetapkan dalam hukum perizinan bersangkutan. Selanjutnya agar urgensi direktif ini dap3t terlaksana, maka penormaan tindakan pemerintahan yang diformulasikan dalam produk hukum perizinan daerah harus dilakukan secara jelas dan tidak terjadi konflik norma baik secara vertikal maupun horizontal. Norma hukum yang termuat dalam hukum perizinan juga tidak boleh kabur dan harus jelas klasifikasi norma hukumnya. Demikian pula tujuan dari penetapan norma hukum dalam suatu perizinan dikaitkan dengan upaya perlindungan Lingkungan Hidup harus jelas dan pasti. Di Belanda, kepastian tujuan norma perizinan itu dikemukakan sebagai penjabaran dari asas spesialitas (Specialiteits beginsel) yang

195

Page 13: MAJALAH ILMU HUKUM - erepo.unud.ac.id

Arya Utama : Perizinan Ramah Lingkungan Hidup untuk Pembangunan

menjadi sumber kewenangan pemerintah dalam bertindak menetapkan suatu perizinan.

SIMPULAN

Mendasarkan uraian pembahasan yang telah dilakukan, adapun kesimpulan yang diperoleh adalah :

Pemerintah Daerah dalam kerangka implementasi pembangunan berkelanjut-an dan ketentuan Pasal13 maupun Pasal14 angka 10 UU No. 32 Tahun 2004 jis. Pasal 14 huruf g, Pasa163 ayat (2) hurufr dan Pasa163 ayat (2) huruf 0 UU No. 32 Tahun 2009 berwenang menetapkan perizinan berwawasan Lingkungan Hidup sebagai instrumen preventif dalam mencegah terjadinya perusakan dan/atau pencemaran Lingkungan Hidup di wilayahnya.

Perizinan Daerah sebagai wujud tindakan Pemerintah Daerah berdasar-kan kekuasaan istimewa untuk dapat mencegah terjadinya pencemaran dan!atau perusakan Lingkungan Hidup maka wajib menginternalisasikan hasil studi kelayakan Lingkungan Hidup dalam penetapnya, mengembangkan prosedur yang sederhana serta transparan dalam pelayanannya, serta menjadikan perizinan sarana pembaharuan masyarakat maupun aparat pemerintahan (law as a tool ofsocial and bureaucracy engineering).

DAFTAR PUSTAKA

Arya Utama, I Made, 2007. Hulmm Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berl~elanjut-an.Jakarta: Pustaka Sutra.

Mas Achmad Santosa, 2001. Good Governance & Hukum Lingkungan. Jakarta: Penerbit Indonesian Center For Environmental Law (lCEL)

Mochtar Kusumaatmadja, tanpa tahun. Fungsi dan Perl~embangan Hukum dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit Bina Cipta.

-----, 1995. Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional. Bandung: Binacipta.

Philipus M. Hadjon, dkk., 1993. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Administrative Law). Cet. ke-1. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press

Sjachran Basah, 1993. Sekilas Lintas Perizinan sebagai Ujung Tombak Instrumen Hulmm Penyelenggaraan Pemerintahan. Surabaya: Univ. Airlangga.

Spelt, N.M. dan J.B.J.M. ten Berge, 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Disunting oleh Philipus M. Hadjon, Cet. I. Surabaya: Yuridika.

Utrecht, E., 1960. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet. ke­4. Bandung: Penerbit FHPM Univ. Negeri Padjadjaran

196