pbt 2012 laporan modul 1

51
RINGKASAN Ahmad Shodiqul Ma’ruf, Imam Al-Farisyi, Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo Madura, PBT 01 Pengujian kekerasan, Mei 2012. Kekerasan merupakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan (abrasi) dan penetrasi. Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara tepat, karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri-sendiri yang sesuai dengan presepsi dan keperluannya. Dalam percobaan ini pengujian dilakukan dengan Rockwell, Brinell, Mayer, Vickers dan Mickroharness Test. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pengujian dengan perlakuan panas full annealing dan tempering dapat meningkatkan angka kekerasan bahan dibandingkan dengan pengujian tanpa perlakuan panas. 1

Upload: fahim-boy-aquarius

Post on 31-Jul-2015

164 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBT 2012 Laporan Modul 1

RINGKASAN

Ahmad Shodiqul Ma’ruf, Imam Al-Farisyi, Prodi Teknik Industri, Fakultas

Teknik, Universitas Trunojoyo Madura, PBT 01 Pengujian kekerasan, Mei

2012.

Kekerasan merupakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan

(abrasi) dan penetrasi. Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit

didefinisikan secara tepat, karena setiap bidang ilmu dapat memberikan

definisinya sendiri-sendiri yang sesuai dengan presepsi dan keperluannya.

Dalam percobaan ini pengujian dilakukan dengan Rockwell, Brinell,

Mayer, Vickers dan Mickroharness Test. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan

bahwa pengujian dengan perlakuan panas full annealing dan tempering dapat

meningkatkan angka kekerasan bahan dibandingkan dengan pengujian tanpa

perlakuan panas.

1

Page 2: PBT 2012 Laporan Modul 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan saat ini, ilmu pengetahuan sangatlah penting. Salah

satunya adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan teknik. Salah satu

cabangnya adalah ilmu teknik industri. Cabang ilmu teknik industri perlu

mengenal dan memahami tentang bahan-bahan, khususnya karena bahan

tersebut dipergunakan untuk berbagai macam keperluan, salah satunya sifat

mekanik yakni kekerasan. Dengan mengetahui kadar kekerasan bahan kita

dapat menganalisa apakah bahan tersebut mampu atau tidak untuk

memenuhi kriteria kekerasan yang dibutuhkan dalam mendesain produk

ataupun untuk keperluan yang lainnya. Oleh karena itu pengujian kekerasan

sangatlah penting.

Dalam praktikum kali ini dibahas metode pengujian kekerasan.

Pengolahan data hasil praktikum dibandingkan dengan data hasil praktikum

antara bahan tanpa perlakuan panas dan dengan perlakuan panas dan

dengan perlakuan panas juga membandingkan antara bahan dengan

perlakuan panas full annelling dan tempering.

2

Page 3: PBT 2012 Laporan Modul 1

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM

Praktikum PBT 01 ini bertujuan untuk :

1. Melakukan pengujian kekerasan bahan.

2. Mengetahui angka kekerasan bahan.

3. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan barang.

3

Page 4: PBT 2012 Laporan Modul 1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengujian Kekerasan

2.1.1 Pengertian Kekerasan

Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan

material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang

lebih keras. Berdasarkan metode pengujian kekerasan, dikenal 6

metode uji kekerasan yaitu:

2.1.2 Metode Rockwell

Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan

karena simple dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan

kombinasi variasi indenter dan beban untuk bahan metal dan

campuran mulai dari bahan lunak sampai keras. Pengujian ini lebih

cepat karena nilai kekerasan langsung dapat dilihat dari meteran pada

alat ujinya. Penetrator yang digunakan biasanya dari kerucut intan

dengan sudut puncak 1200 dan bola baja berdiameter 1/16 dan 1/8

inchi, besar beban yang digunakan 60,100 dan 150 kg.

Angka kekerasan dihitung sebagai berikut:

HK = 14,229 P/l2

Dimana :

P = gaya tekan (kg).

l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang (micron).

4

Page 5: PBT 2012 Laporan Modul 1

Gambar 1.2.1 Pengujian Rockwell

Sumber: http://home.iitk.ac.in/~kamalkk/Image9.gif

Cara pengujiannyaPermukaan benda uji ditekan dengan indentor

dengan gaya 10 kg (beban awal/minor load Po) sehingga menembus

benda uji sedalam h. Selanjutnya penekanan kedua diberikan dengan

beban utama (major load P) selama beberapa saat. Kemudian

penekanan dengan beban kedua dilepas, tinggal beban awal dan

kedalaman penetrasi indentor adalah h1.Kekerasan dihitung

berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi yang tidak lain adalah

perbedaan panjang langkah gerakan indentor.Dengan cara Rockwell

dapat digunakan beberapa skala tergantung pada kombinasi jenis

indentor dan beban utama yang digunakan,Selain cara tersebut, untuk

benda kerja yang tipis dapat dipilih Suoperficial Rockwell Test yang

menggunakan beban awal 3 kg, indentor kerucut intan (diamond cone)

dan beban utama 15,30 atau 45 kg.

2.1.3 Metode Brinell

Mengidentifikasi permukaan logam dengan bola baja dengan

tekanan tertentu, kemudian diukur diameter dari jejak penetrator

tersebut pada logam yang diuji, kekerasan ditentukan dengan

persamaan sebagai berikut:

BHN = (kg/mm2)

Dimana :

BHN = Kekerasan Brinell (kg/mm2)

F = Beban yang diberikan (kg)

D = Diameter penetrator (mm)

d = Diameter injakan penetrator (mm)

5

Page 6: PBT 2012 Laporan Modul 1

Gambar 1.2.2 Pengujian Brinell

Sumber: http://www.hardnesstesters.com/brinmethod.jpg

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk

menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan

material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan

material uji tersebut (speciment).Idealnya, pengujian Brinnel

diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai

400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan

metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinnel

(HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F)

dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas

permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter

persegi. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating

ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10

mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N

sedangkan jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang

digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N.

Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai

ketentuan, yaitu:

a. Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu

kecil maka akan mengakibatkan bekas lekukan yang terjadi

akan terlalu kecil dan mengakibatkan sukar diukur sehingga

memberikan informasi yang salah.

b. Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu

besar makan dapat mengakibatkan diameter bola pada benda

yang di uji besar (amblasnya bola) sehingga mengakibatkan

harga kekerasannya menjadi salah.

Pengujian kekerasan pada brinell ini biasa disebut BHN(brinelll

hardness number). Pada pengujian brinell akan dipengaruhi oleh

beberapa faktor berikut:

a. Kehalusan permukaan.

b. Letak benda uji pada identor.

c. Adanya pengotor pada permukaan.

6

Page 7: PBT 2012 Laporan Modul 1

Dalam praktiknya, pengujian Brinell biasa dinyatakan dalam

(contoh) : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil

pengujian dengan bola baja (Identor) berdiameter 5 mm, beban uji

adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik.

Mengenai lama pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji.

Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedangkan

untuk material bukan besi lama pengujian adalah 30 detik.

2.1.4 Metode Mayer

Prinsip kerjanya sama dengan pengujian Brinell, juga

menggunakan bola baja, tetapi kekerasan dihitung berdasarkan luas

proyeksi tapak tekan, sehingga tidak tergantung pada besar gaya

tekan. Angka kekerasannya dihitung dengan:

Dimana:

P = Beban yang diberikan (kg)

d = Diameter tapak tekan (mm)

Gambar 1.2.3 Pengujian Meyer

Sumber: http://www.npl.co.uk/upload/img/indschematic.jpg

2.1.5 Metode Vickers

Pengujian ini sama prinsipnya dengan uji kekerasan brinell,

hanya saja pada pengujian kekersan yang menggunakan metode

vikers menggunakan indentor intan yang berbentuk piramida beralas

bujur sangkar dan sudut puncak antar sisi yang berhadapan 1360.

7

Page 8: PBT 2012 Laporan Modul 1

Keterangan :

F = Gaya tekan (kg)

d = diagram tapak tekan

α = sudut puncak indentor 1360

Gambar 1.2.4 Pengujian Vickers

Sumber: http://www.twi.co.uk/twiimages/jk74f3.gif

Jejak yang dibuat dengan penekanan piramida serupa secara

geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukuranya, maka HV

tidak tergantung pada beban pada umumnya kecuali pada beban yang

sangat ringan. Beban yang biasa digunakan pada uji vicker, berkisar

antara 1 hingga 120 kg, tergantung pada kekerasan logam yang akan

diuji.

2.1.6 Metode Microhardness

Pengujian dilakukan untuk daerah yang sangat kecil (ex. pada

satu struktur mikro), dengan gaya tekan yang sangat kecil (1 – 1000

gr) dengan menggunakan mesin yang dikombinasikan dengan

mikroskop. Cara yang biasa digunakan adalah Mikro Vickers dan

Knoop.Pada Mikro Vickers caranya sama dengan cara Vickers biasa

hanya saja gaya tekan yang digunakan sangat kecil sehingga panjang

diagonal indentasi diukur dalam mikron.Pada Knoop, digunakan

indentor piramid intan dengan alas berbentuk empat belah ketupat

yang perbandingan panjang diagonalnya1 : 7.Angka kekerasan Knoop

dihitung dengan:

HK = 14,229 P/l2.

Di mana:

P = Gaya tekan (kg)

l =Panjang diagonal tapak tekan yang panjang (mm)

8

Page 9: PBT 2012 Laporan Modul 1

Gambar 1.2.5 Pengujian Microhardness

Sumber: http://www.ccsi-inc.com/images/common/hvdiagram.jpg

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan

2.2.1 Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan

Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan

merupakan sifat mekanik yang dimiliki baja. Penambahan kadar

karbon sangat mempengaruhi kekerasan, dimana dengan

meningkatnya kadar karbon maka kekerasannya semakin meningkat

pula.

2.2.2 Unsur paduan

Unsur paduan merupakan sistem yang terdiri dari beberapa

paduan dengan komposisinya masing-masing paduan terdiri dari:

Campuran bahan yang sifat-sifatnya logam

Terdiri dari dua atau lebih komponen unsur

Sedikitnya satu komponen utamanya logam

Unsur paduan yang pada umumnya dapat bersenyawa dengan

baja antara lain:

Nikel untuk meningkatkan :

Kekuatan dan kekerasan baja.

Ketahanan terhadap korosi.

Keuletan dan tahan gesek.

Chromium untuk :

Menambah kekerasan.

Membentuk karbida.

9

Page 10: PBT 2012 Laporan Modul 1

Mangan untuk :

Meningkatkan kekerasan.

Meningkatkan ketahanan terhadap suhu tinggi.

2.3 Diagram Fe-Fe3C

Diagram ini menyatakan hubungan antara kandungan kadar karbon,

perubahan suhu dan perubahan fase struktur dari besi karbon (Fe3C).

Diagram ini disebut juga diagram fase atau diagram keseimbangan.

Pada diagram ini terdapat dua macam keadaan besi, yaitu daerah

cair total (fase cair), daerah cair dan beku (fase cair dan padat) dan darah

padat total (fase padat).

Gambar 1.2.6 : Diagram Keseimbangan Fe–Fe3C

(Sumber : Tata surdia dan shinroku saito 1999.hal 70)

Titik-titik yang penting dalam diagram fase:

A : Titik cair besi merupakan titik penting dalam pencairan besi.

Ao : Titik transformasi magnetik untuk cementit.

A2 : Titik transformasi magnetik untuk ferit.

B : Titik pada cairan yang ada hubunganya dengan peritektik.

10

Page 11: PBT 2012 Laporan Modul 1

C : Titik eutektik,selama pendinginan fase j dengan komposit

dan cementit pada komposisi f (6,67% )terbentuk dari cairan

pada komposisi c,fase eutektik ini disebut ledeburit.

E : Titik menyatakan fase j ada hubungan dengan reaksi

eutektik kelarutan maksimum dari karbon 2,14%.Paduan

besi karbon sampai pada posisi ini disebut juga baja.

E2 : Garis yang membentuk hubungan antara temperatur dari

komposisi, dimana mulai terbentuk sementit dan austenit.

G : Titik transformasi besi. Titik transformasi besi α α titik

transformasi A3 untuk besi.

G9 : Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan

komposisi dimana mulai terbentuk ferrit dan austenit garis

ini dinamakan garis A3.

H : Larutan padat yang ada hubungannya dengan reaksi

peritektik pelarutan karbon maksimum adalah 0,10%.

J : Titik peritektik selama pendinginan austenit pada komposisi

H dan cairan pada komposisi B.

N : Titik transformasi dari besi ,titik transformasi A dari besi

murni.

P : Titik yang menyatakan ferrit, fase α ada hubungan dengan

reaksi eutektoid ke larutan maksimum dari karbon kira-kira

0,02%.

S : Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposis P

dan cementit pada komposisis K terbentuk simultan pada

austenit pada komposisi S. Reaksi eutektoid ini dinamakan

Transfomasi A1 dan fase eutektoid ini disebut pearlit.

Baja yang berkadar karbon sama dengan posisi eutektoid dinamakan

baja eutektoid yang berkadar karbon kurang dari komposisi eutektoid disebut

baja hipoeutektoid dan yang berkadar karbon lebih dari komposisi eutektoid

disebut juga baja hypereutektoid.Pada gambar diagram fase struktur mikro

baja apabila baja didinginkan perlahan-lahan dari 50-100ºC diatas garis E

atau A dan garis Se Acm.

11

Page 12: PBT 2012 Laporan Modul 1

Pada eutektoid transformasi terjadi pada titik tetap, struktur yang

disebut pearlit pada baja hipoeutektoid terbentuk dari fase ferrit mendekati

besi murni yang komposisinya sama dengan pearlit.Sedangkan pada

hypereutektoid terbentuk pearlit dan cementit pada batas butir.

2.4 Diagram TTT

Diagram TTT sering disebut juga diagram c atau diagram s, karena

bentuknya seperti huruf c atau huruf s.Kurva ini memperlihatkan permulaan

dan akhir dari suatu transformasi akibat proses pendinginan.Misalnya gerak

dari transformasi austenit menjadi campuran ferrit dan sementit

(pearlite),sesuai dengan tingkat pendinginnya.Untuk itu,contoh sederhana

yaitu pemanasan baja sampai temperatur dimana austenit dalam keadaan

stabil (diatas titik kritis) dan kemudian didinginkan dengan cepat sampai

suhunya mencapai 700ºC,600ºC,500ºC dan lain-lain.Hasil dari penyelidikan

dipetakan sebagai kurva yang menunjukkan besarnya dekomposisi austenit

terhadap waktu yang diperlukan dari awal proses.

Perhatikan gambar(a) dimana pada gambar (a) terlihat bahwa periode

awal dari waktu,tidak terjadi dekomposisi. Keadaan ini disebut periode

inkubasi.Selanjutnya austenit akan mulai mengalami dekomposisi menjadi

campuran sementit dan ferrrit.Pada saat awal,jumlah dekomposisi berjalan

sangat cepat, tetapi secara perlahan melambat dan akhirnya berhenti

setelah mencapai periode tertentu (F1,F2,F3,F4). Kurva ini dapat digunakan

sebagai dasar dalam menyusun kurva TTT.Untuk itu,panjang dari waktu,dari

proses (S1,S2,S3,S4) sampai akhir proses,dipindahkan ke diagram pada

skala waktu,yang dibuat sepanjang skala obsisnya,sedangkan ordinatnya

sebagai tempat temperaturnya. Pada diagram ini, kurva (a) menunjukkan

awal dekomposisi ausenit, sedang kurva (b) menunjukkan akhir proses

penguraian austenit:

12

Page 13: PBT 2012 Laporan Modul 1

Diagram 1.2.7 Diagram TTT

Sumber :

http://www.azom.com/work/pAkmxBcSVBfns037Q0LN_files/image004.gif

2.5 Perlakuan Panas

Perlakuan panas pada baja terdapat tiga tahap pelaksanaan yang

utama, yaitu pemanasan (heating), holding dan pendinginan (cooling) yang

akan mengakibatkan perubahan logam ( struktur logam ) tersebut.

Sedangkan macam-macam proses perlakuan panas antara lain :

2.5.1 Hardening

Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum

pada baja. Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (20-30)ºC.

Untuk baja eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)ºC diatas Ac1.

Selanjutnya ditahan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu

dan didinginkan cepat didalam air atau oli, tergantung pada

komposisi kimia, bentuk dan dimensinya.Kecepatan pendinginan

harus sesuai supaya transformasi yang sempurna dari austenit

menjadi martensit. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah

proses hardening sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi

kadar karbon, semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang

dicapai.

13

Page 14: PBT 2012 Laporan Modul 1

2.5.2 Annealing

Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan

tegangan dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan

meningkatkan sifat mampu mesin.Prosesnya adalah dengan

memanaskan baja pada temperatur tertentu, kemudian holding

beberapa saat, kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur

pemanas atau media terisolasi.

2.5.3 Normalizing

Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran yang

mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam

dan memperbaiki sifat meknik. Prosesnya dengan pemanasan

sampai(30-50)ºC diatas AC3an didingingkan pada udara sampai

temperatur ruang. Pendinginan disini lebih cepat dari pada annealing,

sehingga pearlite yang terjadi menjadi lebih halus sehingga

menjadikan kekerasan (lebih keras) dan lebih kuat dibanding yang

diperolah dengan annealing.

2.5.4 Quenching SAE 40

Quenching SAE 40 adalah suatu proses pendinginan langsung,

pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu austenitik dan

dipertahankan beberapa lama sehingga struktur seragam. Setelah itu

didinginkan dengan mengatur laju pendinginnya untuk mendapatkan

sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan temperatur media

pendingin dan laju pendinginan pada proses Quenching sangat

penting sebab apabila temperatur terlalu tinggi pendinginnya terlalu

besar maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak.

2.6 Benda kerja

2.6.1 Pengertian benda kerja st-60

Baja st-60 merupakan baja karbon menengah dengan unsur-

unsur kadar C,kekuatan tarik: ±62,15 Kgf/mm2 dan termasuk baja

tanpa campuran.Dapat dikeraskan dan dibuat melalui proses martin

(baja ini sering disebut sebagai baja mesin), biasa digunakan dalam

konstruksi mesin [dalam failala (2005:26), hasil uji komposisi dan uji

kekuatan tarik.

14

Page 15: PBT 2012 Laporan Modul 1

2.6.2 Komposisi kimia st-60

1. Baja karbon (carbon steel ) kadar 0,05 % - 0,30 % C terbagi

menjadi 3 yaitu:

a. Baja karbon rendah (low carbon steel)

Sifatnya mudah ditempa dan mudah di

mesin.Penggunaannya : 0,05%-0,20% C : automobile

bodies, buildings, pipes, chains, rivers, screws and nails.

b. Baja karbon menengah (medium carbon steel)

Kekuatan logam lebih tinggi daripada baja karbon rendah,

sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas dan dipotong.

Penggunaan: 0,30%-0,40%C : Connecting rods, crank pins

and axles.

0,40%-0,50%C : car axles, crankshafts, rails, boilers.

0,50% - 0,60%C : hammers and sledges.

2. Baja karbon tinggi (high carbon steel).

3. Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60

%-1,50% C penggunaan Screw drivers, blacksmiths hummers

and tables knives.

15

Page 16: PBT 2012 Laporan Modul 1

BAB III

BAHAN DAN PERALATAN

3.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum modul PBT 01 ini adalah :

1. Baja st-60.

2. Batu hijau.

3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum modul PBT 01 ini adalah :

1. Kertas gosok.

2. Portable Hardness Tester.

16

Page 17: PBT 2012 Laporan Modul 1

A.

BAB IV

METODOLOGI

4.1 Prosedur pelaksaan praktikum modul PBT 01 ini adalah :

1. Perataan permukaan spesimen yang akan diuji dengan menggunakan

kertas gosok sampai rata dan halus.

2. Pengujian dengan menggunakan portable hardness tester.

3. Pengujian terhadap spesimen dengan pengulangan pada 10 titik yang

berbeda.

4. Pencatatan terhadap angka kekerasan dari masing-masing

penggulangan.

17

Page 18: PBT 2012 Laporan Modul 1

4.2 Flowchart Pelaksanaan Praktikum PBT 01

N

Y

18

MULAI

Baja st-60

Gosok permukaannya dengan kertas gosok

sampai rata dan halus

Uji dengan portable hardness tester

Pada 10 titik

berbeda

Pencatatan hasil pengulangan

selesai

Page 19: PBT 2012 Laporan Modul 1

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data

5.1.1 Lembar Data Angka Kekerasan Bahan

Bahan : Baja st-60

Perlakuan Panas : Tempering

Suhu Pemanasan : 600oC

Waktu Pemanasan : 10 menit

Media Pendingin : Oli Penetrant

Metode Pengukuran : Brinell

Alat yang digunakan : Universal Hardness Tester

19

Page 20: PBT 2012 Laporan Modul 1

Bahan : Baja st-60

Perlakuan Panas : Quenching SAE 40

Suhu Pemanasan : 830oC

Waktu Pemanasan : 10 menit

Media Pendingin : Oli Penetrant

Metode Pengukuran : Brinell

Alat yang digunakan : Universal Hardness Tester

5.2 Pengolahan Data

5.2.1 Pengujian kekerasan Tanpa Perlakuan Panas Tempering

5.2.1.1 Tabel pengujian kekerasan Tanpa Perlakuan Panas

Tempering

20

Page 21: PBT 2012 Laporan Modul 1

5.2.1.2 Standart Deviasi

Keterangan : = 38,4 , rata-rata dari hasil pengukuran baja

st-60 tanpa perlakuan panas tempering

n = banyak data = 10

= standart deviasi

5.2.1.3 Standart deviasi rata-rata

1=

=

=

= 0.653197264

21

Page 22: PBT 2012 Laporan Modul 1

Keterangan : = standart deviasi rata-rata

n = banyak data = 10

5.2.1.4 Kesalahan Rata-Rata

Kr₁ =

Kr₁ =

Kr₁ = 0.006317188247

Keterangan : = standart deviasi rata-rata

=rata-rata hasil ukur tanpa perlakuan panas

tempering

5.2.1.5 Interval Penduga Kesalahan

Diket : = 5%

Db=n-1

t

t .10-1)

t

Ketetapan ± 2.262

5.2.1.6 IntervalKekerasan tanpa Perlakuan Panas

- (t ( 2.db) ) < 1 < + (t( /2.db) )

103.4 – (0.225 * 0.653197264) < 1< 103.4 + (0.225*0.653197264)

22

Page 23: PBT 2012 Laporan Modul 1

101.9224678< 1< 104.8775322

Jadi kekerasan tanpa perlakuan panas Tempering

berada pada interval 101.9224678 dan 104.8775322 dengan

tingkat keyakinan kebenaran sebesar 95%.

5.2.2 Pengujian kekerasan dengan Perlakuan Panas Tempering

5.2.2.1 Tabel Pengujian kekerasan dengan Perlakuan Panas

Tempering

5.2.2.2 StandartDeviasi

23

Page 24: PBT 2012 Laporan Modul 1

Keterangan :

= 38,4 , rata-rata dari hasil pengukuran baja st-60

dengan perlakuan panas tempering

n = banyak data = 10

= standart deviasi

5.2.2.3 Standart deviasi rata-rata

1 =

=

24

Page 25: PBT 2012 Laporan Modul 1

=

= 0.653197264

Keterangan : = standart deviasi rata-rata

n = banyak data = 10

5.2.2.4 Kesalahan Rata-rata

Kr₁ =

Keterangan : = standart deviasi rata-rata

=rata-rata hasil ukur dengan perlakuan

panas tempering

5.2.2.5 IntervalPenduga Kesalahan

Diket : α = 5%

db = n – 1

t ± ( %. db)

t ± ( % . 10 – 1)

t ± 0.225

Ketetapan : ± 2.262

25

Page 26: PBT 2012 Laporan Modul 1

5.2.2.6 Interval Kekerasan dengan Perlakuan Panas

- (t ( 2.db) ) < 1 < + (t( /2.db) )

103.4 – (0.225 * 0.653197264) < 1< 103.4 + (0.225 *0.653197264)

113.8224678< 1< 116.7775322

Jadi kekerasan dengan perlakuan panas Tempering

berada pada 113.8224678 dan 116.7775322 dengan

ketingkatan kebenaran sebesar 95%

5.2.3 Pengujian kekerasanTanpa Perlakuan Panas Quenching SAE 40

5.2.3.1 Tabel Pengujian Tanpa Perlakuan Panas Quenching SAE40

5.2.3.2 Standart Deviasi

26

Page 27: PBT 2012 Laporan Modul 1

5.2.3.3 Standart deviasi rata-rata

1 =

=

=

= 0.653197264

5.2.3.4 KesalahanRata-rata

Kr₁ =

5.2.3.5 IntervalPenduga Kesalahan

Diket : α = 5%

db = n – 1

t ± ( %. db)

t ± ( % . 10 – 1)

t ± 0.225

27

Page 28: PBT 2012 Laporan Modul 1

Ketetapan : ± 2.262

5.2.3.6 Interval Kekerasan tanpa Perlakuan Panas

- (t ( 2.db) ) < 1 < + (t( /2.db) )

103.4 – (0.225 * 0.653197264) < 1< 103.4 + (0.225*0.653197264)

101.9224678< 1< 104.8775322

Jadi kekerasan tanpa perlakuan panas Quencing SAE

40 berada pada interval 101.9224678 dan 104.8775322 dengan

tingkat keyakinan kebenaran sebesar 95%

5.2.4 Pengujian kekerasan Dengan Perlakuan Panas Quenching SAE40

5.2.4.1 Tabel Pengujian Dengan Perlakuan Panas Quenching

SAE40

5.2.4.2 StandartDeviasi

28

Page 29: PBT 2012 Laporan Modul 1

5.2.4.3 Standart deviasi rata-rata

1 =

=

=

= 0.653197264

5.2.4.4 KesalahanRata-rata

Kr₁ =

5.2.4.5 IntervalPenduga Kesalahan

Diket : α = 5%

db = n – 1

t ± ( %. db)

29

Page 30: PBT 2012 Laporan Modul 1

t ± ( % . 10 – 1)

t ± 0.225

Ketetapan : ± 2.262

5.2.4.6 Interval Kekerasan dengan Perlakuan Panas

- (t ( 2.db) ) < 1 < + (t( /2.db) )

103.4 – (0.225 * 0.653197264) < 1< 103.4 + (0.225*0.653197264)

119.4224678 < 1< 122.3775322

Jadi kekerasan dengan perlakuan panas Quencing SAE

40berada pada interval 119.4224678 dan 122.3775322 dengan

tingkat keyakinan kebenaran sebesar 95%

5.2.5 Perbandingan Nilai Pengujian kekerasan antara tanpa perlakuan

panas dan dengan perlakuan panas Tempering

Berdasarkan dua hasil pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas

tempering dan dengan perlakuan panastempering, maka didapatkan

hipotesis sebagai berikut

Perhitungan pengujian

H0 = μ1 =μ2

H0 = μ1 ≠ μ2

Db = n1 + n2 – 2 (Ket : n = Banyaknya data)

30

Page 31: PBT 2012 Laporan Modul 1

=10 + 10 – 2

= 18

Untuk t ± (α%/2.db)

t±(5%/2. 18)

t± 0.025 2.101 (Ketetapan dari table distribusi t)

t hitung =

=

=

31

Page 32: PBT 2012 Laporan Modul 1

=

= - 12.88212789

keterangan :

= nilai rata-rata pengujian kekerasan tanpa perlakuan

panas tempering.

= nilai rata-rata pengujian kekerasan dengan

perlakuan panas tempering.

n = banyaknya data = 10.

σ1 = nilai standart deviasi dari pengujian kekerasan

tanpa perlakuan panas tempering.

σ2 = nilai standart deviasi dari pengujian kekerasan

dengan perlakuan panas tempering.

Diagram dua sisi, untuk perbandingan nilai pengujian kekerasan

tanpa perlakuan panas temperingdan dengan perlakuan panas

tempering.

-2.101 0 +2.101

Keterangan :

32

- 12.88212789

Page 33: PBT 2012 Laporan Modul 1

= Daerah Penerimaan

= Daerah Penolakan

Kesimpulan = tolak H0yang berarti perbandingan pengujian

kekerasan tanpa perlakuan panas tempering dan pengujian

kekerasan dengan perlakuan panas tempering berbeda secara

signifikan.

5.2.6 Perbandingan Nilai Pengujian Kekeraan tanpa perlakuan panas

dan dengan perlakuan panasQuenching SAE 40

Berdasarkan dua hasil pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas

Quenching SAE 40dan dengan perlakuan panasQuenching SAE 40,

maka didapatkan hipotesis sebagai berikut

Perhitungan uji T

Ho =µ1 = µ2

H1 =µ1 ≠ µ2

db = n1 + n2 - 2 ( ket : n = banyaknya data )

= 10 + 10 – 2

= 18

Untuk = t ± ( α %/12 . db )

= t ± ( 5 %/12 . 18 )

= t ± 0,025 2,101( ketetapan dari table distribusi t )

t hitung =

33

Page 34: PBT 2012 Laporan Modul 1

keterangan :

= nilai rata-rata pengujian kekerasan tanpa perlakuan

panas Quenching SAE 40.

= nilai rata-rata pengujian kekerasan dengan

perlakuan panas Quenching SAE 40.

N = banyaknya data = 10.

σ1 = nilai standart deviasi dari pengujian kekerasan

tanpa perlakuan panas Quenching SAE 40.

σ2 = nilai standart deviasi dari pengujian kekerasan

dengan perlakuan panas Quenching SAE 40.

Diagram dua sisi, untuk perbandingan nilai pengujian kekerasan

tanpa perlakuan panas Quenching SAE 40dan dengan perlakuan

panas Quenching SAE 40.

34

Page 35: PBT 2012 Laporan Modul 1

-2.101 0 +2.101

Keterangan :

= Daerah Penerimaan

= Daerah Penolakan

Kesimpulan = tolak H0yang berarti perbandingan pengujian

kekerasan tanpa perlakuan panas Quenching SAE 40dan pengujian

kekerasan dengan perlakuan panas Quenching SAE 40berbeda

secara signifikan.

5.2.7 Perbandingannilaipengujian kekerasan dengan perlakuan panas

tempering dan dengan perlakuan panas QuenchingSAE 40.

Berdasarkan dua hasil pengujian kekerasan dengan perlakuan

panas tempering dan dengan perlakuan panas QuenchingSAE 40,

maka didapatkan hipotesis sebagai berikut :

Perhitungan uji T

Ho =µ1 = µ2

H1 =µ1 ≠ µ2

db = n1 + n2 - 2 ( ket : n = banyaknya data )

= 10 + 10 – 2

= 18

Untuk = t ± ( α %/12 . db )

35

-18,94430572

Page 36: PBT 2012 Laporan Modul 1

= t ± ( 5 %/12 . 18 )

= t ± 0,025 2,101( ketetapan dari table distribusi t )

t hitung =

=

=

=

=

36

Page 37: PBT 2012 Laporan Modul 1

=

=

= -6,062177831

keterangan :

= nilai rata-rata pengujian kekerasan dengan

perlakuan panas tempering.

= nilai rata-rata pengujian kekerasan dengan

perlakuan panas Quenching SAE 40.

N = banyaknya data = 10.

σ1 = nilai standart deviasi dari pengujian kekerasan

dengan perlakuan panas tempering.

σ2 = nilai standart deviasi dari pengujian kekerasan

dengan perlakuan panas Quenching SAE 40.

Diagram dua sisi, untuk perbandingan nilai pengujian kekerasan

dengan perlakuan panas tempering dan dengan perlakuan panas

Quenching SAE 40.

-2.101 0 +2.101

Keterangan :

= Daerah Penerimaan

37

-6,062177831

Page 38: PBT 2012 Laporan Modul 1

= Daerah Penolakan

Kesimpulan = tolak H0yang berarti perbandingan pengujian

kekerasan dengan perlakuan panas tempering dan pengujian

kekerasan dengan perlakuan panas Quenching SAE 40berbeda

secara signifikan.

38

Page 39: PBT 2012 Laporan Modul 1

BAB VI

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

6.1 Analisa Hasil Pengujian Kekerasan st-60 pada kondisi :

a. Tanpa perlakuan panas tempering

Dengan bahan atau benda uji st-60 dilakukan uji kekerasan yang

menggunakan metode brinelltanpa adanya perlakuan panas tempering,

didapatkan standart deviasi sebesar 2,065591118 dan interval

kekerasan tanpa perlakuan panas tempering sebesar 101,9224678 <

µ1< 104,8775322 belum ada perubahan yang signifikan pada pengujian

kekerasan tanpa perlakukuan panas tempering.

b. Dengan perlakuan panas tempering

Dengan bahan atau benda uji st-60 dilakukan uji kekerasan yang

menggunakan metode brinelldengan adanya perlakuan panas

tempering, didapatkan standart deviasi sebesar 2,065591118 dan

interval kekerasan dengan perlakuan panas tempering sebesar

133,8224678 < µ1< 166,7775322.

c. Tanpa perlakuan panas Quenching SAE 40

Dengan bahan atau benda uji st-60 dilakukan uji kekerasan yang

menggunakan metode brinelltanpa adanya perlakuan panas Quenching

SAE 40, didapatkan standart deviasi sebesar 2,065591118 dan interval

kekerasan tanpa perlakuan panas Quenching SAE 40 sebesar

101,9224678< µ1< 104,8775322 belum ada perubahan yang signifikan

pada pengujian kekerasan tanpa perlakukuan panas Quenching SAE

40.

d. Denganperlakuan panas Quenching SAE 40

Dengan bahan atau benda uji st-60 dilakukan uji kekerasan yang

menggunakan metode brinelldengan adanya perlakuan panas

Quenching SAE 40, didapatkan standart deviasi sebesar 2,065591118

dan interval kekerasan perlakuan panas Quenching SAE 40 sebesar

101,9224678< µ1< 104,8775322.

39

Page 40: PBT 2012 Laporan Modul 1

6.2 Analisa Uji T

a. Perbandingan pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas tempering

dan pengujian kekerasan dengan perlakuan panas tempering.

Berdasarkan perhitungan uji T yang dilakukan pada baja st-60 hasil

yang didapatkan untuk baja st-60 tanpa dan dengan perlakuan panas

tempering adalah -12,88212789.

b. Perbandingan pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas Quenching

SAE 40 dan pengujian kekerasan dengan perlakuan panas Quenching

SAE 40.

Berdasarkan perhitungan uji T yang dilakukan pada baja st-60 hasil

yang didapatkan untuk baja st-60 tanpa dan dengan perlakuan panas

Quenching SAE 40 adalah -18,94430572.

c. Perbandingan pengujian kekerasan dengan perlakuan panas tempering

dan pengujian kekerasan dengan perlakuan panas Quenching SAE 40

Berdasarkan perhitungan uji T yang dilakukan pada baja st-60 hasil

yang didapatkan untuk baja st-60 dengan perlakuan panas tempering

dan dengan perlakuan panas Quenching SAE 40 adalah -6,062177831.

40

Page 41: PBT 2012 Laporan Modul 1

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum uji kekerasan yang telah kami lakukan

didapatkan bahwa nilai pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas

tempering dan tanpa perlakuan panas Quenching SAE 40 memiliki nilai yang

sama karena tidak terjadi perubahan kekerasan. Sedangkan pada pengujian

kekerasan dengan perlakuan panas tempering dan perlakuan panas

QuenchingSAE40 didapatkan data yang berbeda yang signifikan.

7.2 Saran

Untuk anggota kelompok, harap tepat waktu saat proses pengerjaan

laporan.

Setiap anggota kelompok harap mampu bekerjasama dengan baik tidak

mementingkan ego diri sendiri.

41

Page 42: PBT 2012 Laporan Modul 1

DAFTAR PUSTAKA

http://home.iitk.ac.in/~kamalkk/Image9.gif diakses tanggal 22 jam 19.30

http://www.hardnesstesters.com/brinmethod.jpg diakses tanggal 22 jam 20.00

http://www.npl.co.uk/upload/img/indschematic.jpg diakses tanggal 22 jam 20.30

http://www.twi.co.uk/twiimages/jk74f3.gif diakses tanggal 22 jam 19.30

Tata,Surdia dan shinroku,Saito. 1999.“Diagram Keseimbangan Fe–Fe3C”.hal 70

http://www.azom.com/work/pAkmxBcSVBfns037Q0LN_files/image004.gifdiakses

tanggal 22 jam 19.30

42