materi pai kelas x

20
BAB I AL-QUR’AN SURAH AL-BAQARAH, 2: 30, AL-MU’MINUN, 23: 12-14, AŻ-ŻĀRIYĀT, 51: 56, DAN AN-NAHL, 16: 78 A. SURAH AL-BAQARAH, 2: 30 TENTANG PERANAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. ‘Mereka berakat: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu, orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kemi senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau? ‘Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Salah satu isi kandungan Surah Al-Baqarah ayat 30 adalah bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Allah SWT memberitahukan kepada malaikat tentang rencana-Nya tersebut. Para malaikat merasa khawatir, bahwa umat manusia (keturunan Adam) nantinya akan berbuat kerusakan di muka bumi dan saling membunuh.Kekhawatiran para malaikat menjadi hilang setelah mendapat penjelasan dari Allah, bahwa Allah lebih mengetahui dari apa yang telah diketahui para malaikat. B. SURAH AL-MU’MINUN AYAT 12-14 TENTANG KEJADIAN MANUSIA “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” Kesimpulan isi (kandungan) Surah Al-Mu’minun ayat 12-14 adalah penegasan Allah SWT bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya yang asal kejadiannya dari saripati tanah

Upload: azurekid

Post on 30-Jun-2015

9.093 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Materi PAI Kelas X

BAB I

AL-QUR’AN SURAH AL-BAQARAH, 2: 30, AL-MU’MINUN, 23: 12-14,

AŻ-ŻĀRIYĀT, 51: 56, DAN AN-NAHL, 16: 78

A. SURAH AL-BAQARAH, 2: 30 TENTANG PERANAN MANUSIA SEBAGAI

KHALIFAH

“ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi. ‘Mereka berakat: ‘Mengapa Engkau hendak

menjadikan (khalifah) di bumi itu, orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah, padahal kemi senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

menyucikan Engkau? ‘Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui.”

Salah satu isi kandungan Surah Al-Baqarah ayat 30 adalah bahwa Allah menciptakan

manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Allah SWT memberitahukan kepada malaikat

tentang rencana-Nya tersebut. Para malaikat merasa khawatir, bahwa umat manusia (keturunan

Adam) nantinya akan berbuat kerusakan di muka bumi dan saling membunuh.Kekhawatiran para

malaikat menjadi hilang setelah mendapat penjelasan dari Allah, bahwa Allah lebih mengetahui

dari apa yang telah diketahui para malaikat.

B. SURAH AL-MU’MINUN AYAT 12-14 TENTANG KEJADIAN MANUSIA

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang (berasal) dari

tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh

(rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami

jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang

belulang itu Kami balut dengan daging. kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)

lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”

Kesimpulan isi (kandungan) Surah Al-Mu’minun ayat 12-14 adalah penegasan Allah SWT

bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya yang asal kejadiannya dari saripati tanah

Proses kejadian manusia ketika masih berada dalam kandungan adalah sebagai berikut:

a. Allah SWT menjadikan saripati tanah yang terdapat dalam tubuh manusia sebagai nutfah

(sperma), yang kemudian ditumpahkan ke dalam qarar (rahim atau kandungan).

b. Allah SWT menjadikan nutfah sebagai alaqah yang berbentuk gumpalan darah menyerupai

buah lecis atau lintah.

c. Dari Alaqah Allah SWT menjadikan sebagai mudgah, yaitu segumpal daging menyerupai

daging hancur yang sudah dikunyah

d. dari mudgah Allah SWT menjadikan sebagai idzam, yaitu tulang atau rangka

e. kemudian tulang atau rangka itu dibalut oleh daging

f. Setelah itu Allah SWT menjadikan sebagai makhluk dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk

manusia yang telah berkepala, berbadan, bertangan, dan berkaki

1

Page 2: Materi PAI Kelas X

C. SURAH AŻ-ŻĀRIYĀT, 51: 56, TENTANG TUGAS MANUSIA

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.“

Kesimpulan isi atau kandungan Al-Qur’an Surah Aż-Żāriyāt, 51: 56 adalah tentang

pemberitahuan dari Allah SWT bahwa maksud atau tujuan diciptakan jin dan manusia ialah agar

beribadah kepada-Nya.

D. AN-NAHL, 16: 78 TENTANG KEWAJIBAN MANUSIA UNTUK BERSYUKUR

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatu pun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

Kesimpulan isi kandungan Al-Qur’an Surah An-Nahl, 16: 78 adalah mengenai

pemberitahuan dari Allah SWT, bahwa Allah SWT telah mengeluarkan setiap manusia dari perut

ibunya dalam keadaan tidak berilmu pengetahuan. Kemudian Allah SWT memberi manusia

pendengaran, pengelihatan, akal dan hati (kalbu), sebagai bekal dan alat untuk meraih ilmu

pengetahuan. Itu semua dimaksudkan agar manusia bersyukur kepada Allh SWT.

2

Page 3: Materi PAI Kelas X

BAB II

AL-QUR’AN SURAH AL-AN’ĀM, 6: 162-163

DAN SURAH AL-BAYYINAH, 98: 5

A. SURAH AL-AN’ĀM, 6: 162-163 TENTANG KEIKHLASAN BERIBADAH

“Katakanlah: sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,

Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku

dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (Kepada Allah).”

Kesimpulan isi kandungan surat tersebut adalah :

Suruhan Allah SWT kepada setiap individu manusia (Muslim/Muslimah) untuk berkeyakinan

bahwa salatnya, hidupnya, dan matinya adalah semata-mata untuk Allah SWT.

Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya.

Suruhan Allah SWT kepada setiap individu manusia (Muslim/Muslimah) untuk berlaku ikhlas

serta menjadi orang pertama dalam kaumnya yang berserah diri kepada-Nya.

Muslim/Muslimah yang memahami dan mengamalkan kandungan Surah Al- An’ām, 6: 162-163

tentu akan bersikap serta berperilaku seperti berikut:

1. Menyerahkan hidup dan matinya kapada Allah SWT.

2. Memelihara diri dari bersikap dan berperilaku syirik .

3. Melandasi ibadah salatnya dan semua ibadah lainnya dengan niat ikhlas untuk memperoleh

rida Allah SWT semata.

B. SURAH AL-BAYYINAH, 98: 5, TENTANG KEIKHLASAN BERIBADAH

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan

ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dala (menjalankan) agama dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)

kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan

menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah, 98: 5)

Kesimpulan isi atau kandungan Surah Al-Bayyinah, 98 ayat 5 adalah suruhan Allah SWT

untuk mengamalkan ajaran agama-Nya, termasuk salat dan zakat dengan lurus yakni bersih dari

unsur kemusyrikan dan kesesatan serta dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah SWT.

3

Page 4: Materi PAI Kelas X

BAB III

IMAN KEPADA ALLAH

A. PENGERTIAN IMAN KEPADA ALLAH

Iman kepada Allah SWT adalah mempercayai akan adanya Allah SWT sebagai Tuhan

Yang Maha Esa dengan segala kemaha-sempurnaan-Nya. Kepercayaan tersebut diyakini dalam

hati sanubari, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan amal saleh.

B. SIFAT – SIFAT ALLAH SWT DALAM AL-ASMĀ’UL HUSNA

1. Pengertian Al-Asmā’ul Husnā

Menurut pengertian bahasa, Al-Asmā’ul Husnā artinaya nama – nama yang baik. menurut

istilah tauhid, Al-Asmā’ul Husnā ialah nama – nama yang baik yang hanya dimiliki oleh Allah

SWT.

2. Penjelasan Sepuluh Sifat Allah Dalam Al-Asmā’ul Husnā

a. Ar-Rahmān

Allah SWT bernama Ar-Rahmān (Yang Maha Pemurah), karena Dia melimpahkan

rahmat-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, tanpa pandang bulu.

b. Ar-Rahim

Sifat Ar-Rahim Allah SWT selalu dilimpahkan kepada seluruh hamba-Nya yang

beriman secara tetap atau bersifat kekal.

c. Al-Quddus

Allah SWT bernama Al-Quddus (Mahasuci) karena Allah SWT itu Mahatunggal, suci

bersih dari sekutu, tidak beranak dan tidak deperanakandan tidak ada yang setara dengan-Nya

d. As-Salam

Sifat ini terdapat pada nama Allah SWT “As-Salam” (Mahasejahtera). Kesejahteraan

Allah SWT itu Maha Sempurna, tidak ada kekurangannya,cacat dan celanya.

e. Al-Mu’min

Allah SWT barnama Al-Mu’min (Yang Maha Memberikankeamanan atau Yang Maha

Terpercaya).

f. Al-‘Adlu

Al-‘Adlu, yang artinya Maha Adil , tidak ada zat selain Allah yang memiliki keadilan

sama dengan Allah SWT, apalagi melebihi-Nya.

g. Al-Gaffār

4

Page 5: Materi PAI Kelas X

Allah SWT bernama Al-Gaffār sebab Allah SWT Yang Maha Pengampun, yang

memiliki kebebasan penuh untuk memberikan ampunan dosa kepada hamba yang

dikehendaki-Nya.

h. Al-Hak m

Allah SWT bernama Al-Hak m sebab Allah SWT itu Mahabijaksana, tidak ada zat

selain Allah SWT yang memiliki kebijaksanaan sama dengan-Nya, apalagi melebihi-Nya.

i. Al-Malik

Allah SWT bernama Al-malik yang artinya Maha Merajai. Tidak ada raja yang memiliki

kedudukan dan kekuasaan yang sama dengan Allah SWT, apalagi melebihi-Nya.

j. Al-Hasíb

Allah SWT bernama Al-Hasíb artinya Maha Menjamin, yakni memberikan jaminan

kecukupan kepada seluruh hamba-Nya. Al-Hasíb juga bisa berarti Maha Memperhitungkan.

Segala amal manusia ketika di dunia, akan dihisab di alam akhirat oleh Allah SWT dengan

seteliti-telitinya dan seadil-adilnya.

C. PERILAKU ORANG BERIMAN TERHADAP 10 SIFAT ALLAH SWT DALAM

AL-ASMĀǓL HUSNĀ

1. Berusaha Selalu Berbuat Baik dan Berkasih Sayang

2. Berusaha Menjadi Mukmin yang Bertaqwa

3. Memelihara Kesucian Diri

4. Menjaga Keselamatan Diri dan Orang Lain

5. Menjadi Orang yang Terpercaya dan Dapat Memberi Rasa Aman Kepada Sesama

6. Beperilaku Adil

7. Berusaha Menjadi Orang yang Pemaaf

8. Berperilaku Bijaksana

9. Menjadi Pemimpin yang Baik

Menjalankan tugas kepemimpinannya dengan niat ikhlas karena Allah SWT

Senantiasa berperilaku terpuji yang mendatangkan manfaat

Berusaha menjadi orang yang paling bermanfaat bagi oarang banyak.

10. Ber-Muhasabah (Introspeksi Diri)

5

Page 6: Materi PAI Kelas X

BAB IV

BERPERILAKU TERPUJI

C. PENGERTIAN PERILAKU HUSNUDZAN

Husnuzan artinya berbaik sangka, lawan katanya adalah suuzan yang artinya berburuk

sangka.

D. CONTOH-CONTOH PERILAKU HUSNUZAN

1. Perilaku Terhadap Allah SWT

a. Syukur

Menurut pengertian bahasa, kata syukur berasal dari bahasa Arab yang artinya terima

kasih. Menurut istilah syukur ialah berterima kasih kepada Allah SWT dan pengakuan yang

tulus atas nikmat dan karunia-Nya, melalui ucapan sikap dan perbuatan.

b. Sabar

Setiap muslim/muslimah yang berperasangka baik kepada Allah SWT, apabila dikenai

suatu musibah seperti sakit, bencana alam dan gagal dalam suatu usaha, tentu akan bersabar

karena ia menyadari bahwa musibah-musibah itu merupakan ujian dari Allah SWT

2. Husnuzan Terhadap Diri Sendiri

a. Percaya Diri

Seseorang yang percaya diri tentu akan yakin terhadap kemampuan dirinya, sehingga ia

berani mengeluarkan pendapat dan berani pula melakukan suatu tindakan.

b. Gigih

Sikap dan perilaku gigih hendaknya diterapkan dalam hal berikut:

1. Menuntut ilmu

2. Bekerja Mencari Rezeki yang Halal

3. Berinisiatif

3. Husnuzan Terhadap Sesama Manusia.

a. Kehidupan Berkeluarga

Tujuan hidup berkeluarga yang islami adalah terbentuknya keluarga yang memperoleh

ridha dan rahmat Allah SWT, bahagia serta sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.Agar

tujuan luhur tersebut terwujud, maka suami dan istri, hendaknya saling berprasangka baik.

b. Kehidupan Bertetangga

Antara tetangga yang satu dengan lainnya hendaknya saling berprasangka baik dan

jangan saling mencurigai dengan bersikap dan berperilaku seperti berikut ini :

1. Saling Menghormati

6

Page 7: Materi PAI Kelas X

2. Berbuat Baik Kepada Tetangga

c. Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara

Sikap dan perilaku terpuji yang harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara itu, antara lain:

1) Generasi tua yang menyayangi generasi muda, antara lain dengan membimbing mereka

agar kualitas kehidupannya dalam berbagai bidang positif lebih maju dari generasi tua.

2) Sesama anggota masyarakat atau sesama warga negara hendaknya saling menolong

dalam kebaikan.

E. MEMBIASAKAN DIRI BERPERILAKU HUSNUZAN

Seorang Muslim/Muslimah yang berperilaku Husnuzan terhadap Allah SWT, tentu akan

senantiasa bertaqwa kepada-Nya, di manapun dan kapan pun dia berada. Seorang

Muslim/Muslimah yang berperilaku Husnuzan terhadap dirinya sendiri tentu akan membiasakan

diri dengan bersikap dan berperilaku terpuji dan bermanfaat bagi dirinya, seperti percaya diri,

gigih, dan banyak berinisiatif yang positif.

Demikian juga, setiap Muslim/Muslimah handaknya membiasakn diri untuk berperilaku

Husnuzan terhadap sesama manusia, baik dalam kehidupan berkeluarga dan bertetangga, maupun

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

7

Page 8: Materi PAI Kelas X

BAB V

SUMBER HUKUM ISLAM, HUKUM TAKLIFI DAN HUKUM WAD’I

A. SUMBER HUKUM ISLAM

1. Pengertian Hukum dan Sumber Hukum Islam

Menurut istilah ahli usul fikih, Hukum adalah khitab atau perintah Allah SWT, yang

menuntut mukalaf untuk memilih antara mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan

sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal, rukhsah

(kemudahan), dan azimah. Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan aturan yang

mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi

yang tegas dan nyata. Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang

dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam, ulama fikih sependapat bahwa sumber

utama hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadis.

2. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi Al-Qur’an

a. Pengertian

Secara harfiah, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang artinya bacaan atau himpunan.

Menurut istilah, Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman-firman Allah SWT

yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada rasul/nabi terakhir Nabi Muhammad SAW, yang

apabila membacanya adalah ibadah.

b. Kedudukan

Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan

utama dari seluruh ajaran agama Islam.

c. Fungsi

Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat

3. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi Hadis

a. Pengertian

Menurut istilah ahli hadis yang dimaksud dengan hadis adalah segala kategori berita

yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW, berupa ucapan, perbuatan, dan takrir serta

penjelasan sifat-sifat Nabi SAW.

Hadis Nabi SAW, dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Hadis Qauliyah, yaitu hadis yang didasarkan atas segala perkataan dan ucapan Nabi SAW.

2. Hadis/SunahFi’liyah, yaitu hadis/sunah yang didasarkan atas segenap perilaku dan

perbuatan Nabi SAW.

3. Hadis/Sunah Takriyah, yaitu hadis yang disandarkan pada persetujuan Nabi SAW atas apa

yang dilakukan para sahabatnya

b. Kedudukan

8

Page 9: Materi PAI Kelas X

Para ulama Islam berpendapat bahwa hadis menempati kedudukan pada tingkat kedua

sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an.

c. Fungsi

Fungsi atau peranan Hadis (Sunah) di samping Al-Qur’anul Karim adalah:

a. Mempertegas atau memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an

b. Menjelaskan, menafsirkan, dan merinci ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum dan

samar

c. Mewujudkan suatu Hukum atau ajaran tidak tercantum dalam Al-Qur’an.

4. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi Ijtihad

1. Pengertian

Menurut pengertian kebahasaan kata ijtihad berasal dari bahasa Arab, yang berarti kata

kerjanya “jahada”, yang artinya berusaha dengan sungguh-sungguh. Menurut istilah dalam

ilmu fikih, ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk

menyelediki dan mengistinbatkan hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan

Hadis dengan syarat-syarat tertentu. Muslim yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.Yusuf

al-Qardawi (ahli usul dan fikih), menjelaskan bahwa persyaratan pokok untuk menjadi

mujtahid adalah:

1. Memahmi Al-Qur’an

2. Memahami hadis dan sebab-sebab wurudnya serta memahami hadis-hadis nasikh

dan mansukh

3. Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab

4. Mengetahui tempat-tempat ijmak

5. Mengetahui usul fikih

6. Mengetahui maksud-maksud syariat

7. Memahami masyarakat dan adat istiadatnya

8. Bersifat adil dan taqwa

Selain delapan syarat tersebut bebrapa ulama menambahkan tiga syarat lagi yaitu:

Mendalami ilmu ushuludin (ilmu tentang akidah islam)

Memahami ilmu mantik (logika)

Mengetahui cabang-cabang fikih

2. Kedudukan

Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan

Hadis. Dalilnya adalah Al-Qur’an dan hadis.

3. Fungsi

Fungsi ijtihad ialah untuk menetapkan hukum sesuatu yang tidak ditemukan dalil

hukumnya secara pasti di dalam AlQur’an dan hadis.

Bentuk-bentuk ijtihad antara lain:

9

Page 10: Materi PAI Kelas X

Ijma’, adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu

masalah yang berkaitan dengan syariat.

Qiyas, yaitu menetapkan hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya,

berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan memperhatikan

kesamaan antara kedua hal itu.

Istihab yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan yang telah ditetapkan

karena adanya suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum

tersebut.

Mashlahah Mursalah, yaitu kemaslahatan atau kebaikan yang tidak disinggung-

singgung syara’ untuk mengerjakan atau meninggalkannya.

‘Urf, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang baik

dalam kata-kata atau perbuatan.

B. HUKUM TALFIKI DAN HUKUM WAD’I

1. Pengertian Hukum Talfiki Dan Hukum Wad’i, Kedudukan Dan Fungsinya

A. Pengertian

Hukum talfiki menurut kebahasaan adalah hukum pemberian beban. Sedangkan menurut

istilah ialah ketentuan Allah SWT yang menuntut mukalaf (baliq dan berakal sehat) untuk

melakukan atau meninggalkan perbuatan , atau berbentuk pilihan untuk tidak melakukan

suatu perbuatan. Pengertian hukum wad’i ialah ketentuan Allah SWT yang mengandung

pengertian bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab syarat, atau penghalang bagi adanya

suatu hukum. Misalnya salat, menjadi sebab adanya kewajiban berwudu terlebih dahulu (Q.S

Al-Maidah, 5: 6).

B. Kedudukan dan fungsi

Kedudukan dan fungsi hukum talfiki menempati posisi yang utama dalam ajaran Islam.

Macam-macam hukum talfiki dan bentuknya itu sebagai berikut:

Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan, tidak boleh

ditinggalkan. Perbuatan fardu ditinjau dari segi orang yang melakukannya, dapat dibagi

menjadi dua macam, yaitu:

- Fardu’ain yaitu perbuatan yang harus dikerjakan oleh setiap muslim.

- Fardu kifayah yaitu perbuatan yang harus dilakukan oleh salah seorang anggota

masyarakat,jika perbuatan terseut dikerjakan oleh minimal seorang anggota

masyarakat, maka anggota-anggota masyarakatnya tidak dikenai kewajiban.

An-Nadb, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuatan, yang apabila

dikerjakan pelakunya akan mendapat pahala tetapi apabila ditinggalkan tidak mendapat

siksa. Perbuatan sunah dibagi mnejadi dua, yaitu:

1) Sunnah ‘ain yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu.

2) Sunnah kifayah, yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh seorang atau

beberapa orang dari golongan atau masyarakat.

10

Page 11: Materi PAI Kelas X

Al-Karahah ialah sesuatu yang dituntut syar’i kpada mukalaf untuk meninggalkan

dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti. Bentuk hukum dari al-karahah disebut

makruh.

At-Tahrim, yaitu tuntutan syar’i untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan

tuntutan yang pasti. Apabila dikerjakan dianggap berdosa, tetapi apabila ditinggalkan

pelakunya akan mendapat pahala.

Al-Ibahah, yaitu firman Allah SWT yangmengandung pilihan untuk melakukan suatu

perbuatan atau meninggalkannya. Bentuk hukum dari al-ibahah ialah mubah, yaitu

perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan.

Bentuk hukum wad’i adalah merupakan ketentuan-ketentuan Allah SWT yang mengatur

tentang sebab, syarat, māni’ (penghalang), batal (fasid), azimah dan rukhsah dalam hukum

Islam.

a. Sebab

Menurut istilah syara’ adalah suatu keadaan atau peristiwa yang dijadikan sebagai

sebab adanya hukum, dan tidak adanya keadaan atau peristiwa itu, menyebabkan

tidak adanya hukum.

b. Syarat

Syarat ialah sesuatu yang dijadikan syari’ (hukum Islam), sebagai pelengkap

terhadap perintah syari’, tidak sah pelaksanaan suatu perintah syari’, kecuali dengan

adanya hukum tersebut.

c. Māni’ (penghalang)

Māni adalah suatu keadaan atau peristiwa yang ditetapkan syar’i menjadi

penghalang bagi adanya hukum atau membatalkan hukum

d. Azimah dan Ruksah

Azimah ialah peraturan Allah SWT yang asli dan tersurat pada nas (Al-Qur’an dan

Hadis) dan berlaku umum.Rukhsah ialah ketentuan yang disyariatkan oleh Allah

SWT sebagai keringanan yang diberikan kepada muklaf dalam keadaan-keadaan

khusus

2. Penerapan Hukum Talfiki dan Hukum Wad’i Dalam Kehiduan Sehari-hari

Seorang Muslim/Muslimah yang menerapkan hukum talfiki dalam kehiupan sehari-hari akan

senantiasa melaksanakan perintah Allah SWT yang hukumnya wajib meninggalkan segala

larangan Allah SWT yang hukumnya haram, dan lebih baik lagi kalau mengerjakan anjuran Allah

dan rasul-Nya yang hukumnya sunah dan meninggalkan larangan yang hukumnya

makruh.Seorang Muslim/Muslimah yang menerapkan hukum wad’i tentu akan senantiasa

menghambakan diri (beribadah) kepada Allah SWT dengan dilandasi niat ikhlas karena Allah

SWT dan sesuai dengan ketentuan syara’, yakni terpenuhi syarat-syarat sahnya, rukun-rukunnya,

dan terpelihara dari hal-hal yang membatalkannya.

11

Page 12: Materi PAI Kelas X

BAB VIKETELADANAN RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH

1. SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH

a. Masyarakat Arab Jahiliah Periode Mekah

Dalam bidang agama, masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama

Tauhid, yang telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau

agama penyembah berhala. Selain itu adapula sebagian masyarakat Arab jahiliah yang

menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah Matahari,

bulan, dan jin yang diperbuat oleh sebagian masyarakat diluar kota Mekah. Dalam bidang moral,

masyarakat Arab jahiliah telah menempuh cara-cara yang sesat, seperti:

1) Bila terjadi peperangan antarkabilah, maka kabilah yang kalah perang akan dijadikan

budak oleh kabilah yang menang perang.

2) Menempatkan perempuan pada kedudukan yang rendah.

3) Memiliki kebiasaan buruk, yakni berjudi dan meminum minuman keras..

Namun perlu diketahui bahwa tidak semua perilaku masyarakat Arab jahiliyah itu buruk ,

tetapi ada pula yang baiknya, seperti: memiliki keberanian dan kepahlawanan ,suka menghormati

tamu,murah hati, dan mempunyai harga diri.

b. Pengangkatan Nabi Muhamad SAW sebagai Rasul

Pengangkatan Muhamad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17

Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahanus di Gua Hira, waktu

itu beliau genab berusia 40 tahun. Muhammad diangkat oleh Allah SWT, sebagai nabi atau rasul

– Nya ditandai dengan turunnya Malaikat Jibril pada tanggal 17 Ramadhan 610 M, untuk

menyampaikan wahyu yang pertama yakni Al – Qur’an Surah Al – ‘Alaq, 96 : 1 – 5. Turunnya

ayat al – Qur’an tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul Al – Qur’an.

c. Ajaran Islam Periode Mekah

1. Keesaan Allah SWT

2. Hari Kiamat Sebagai Hari Pembalasan

3. Kesucian Jiwa

4. Persaudaraan dan Persatuan

2. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH

Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun

Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk

Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat

dekatnya. Orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah:

Khadijah binti Khuwailid

Ali bin Abu Thalib

Zaid bin Haritsah

12

Page 13: Materi PAI Kelas X

Abu Bakar Ash-Shidiq

Ummu Aiman

Abu Bakar Ash-shidiq telah meneladani Rasulullah SAW, yakni berdakwah secara

sembunyi-sembunyi.Usaha dakwah Abu Bakar Ash-shidiq berhasil karena ternyata beberapa

orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:

a. Abdul Umar dari Bani Zuhrah, kemudian nama itu diganti oleh Rasulullah SAW menjadi

Abdurrahman bin Auf, yang artinya hamba Allah SWT, Yang Maha Pengasih

b. Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris

c. Ustman bin Affan

d. Zubair bin Awam

e. Sa’ad bin Abu Waqqas

f. Thalha bin Ubaidillah

Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang

namanya sudah disebutkan di atas disebut Assabiqunal awwalun (pemeluk Islam generasi

pertama)

Dakwah Secara Terang-terangan

Dakwa secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah

turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-

terangan. Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebagai

berikut:

Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim dan mengajak mereka masuk

Islam.

Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah untuk berkumpul di Bukit

Shafa. Rasulullah memberi peringatan agar segera meninggalkan penyembahan terhadap

berhala-berhala dan hanya menyembah kepada Allah SWT.Pada periode dakwah secara

terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dua orang kuat dari kaum kafir

Quraisy, yaitu Hamzah bin abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab.

Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota

Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara

lain:

a. Abu Zar Al Giffari

b. Tufail bin Amr ad-Dausi

c. Penduduk Yatsrib (Madinah).

Reaksi Kaum Quraisy terhadap dakwah Rasulullah SAW

Prof. Dr. A. Shalaby dalambukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-

sebab kaum kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:

Rasulullah SAW mengajarkan mulia tidaknya seseorang tergantung ketaqwaannya kepada

Allah SWT. Orang miskin yang bertaqwa, dihadapan Allah SWT lebih mulia dari pada

13

Page 14: Materi PAI Kelas X

orang kaya yang durhaka. Kaum kafir Quraisy, mempertahankan tradisi hidup berkasta-

kasta dalam masyarakat. Mereka ingin mempertahankann perbudakan, sedangkan ajaran

rasulullah SAW (Islam) melarangnya.

Islam mengajarkan manusia yang ketika di dunianya bertaqwa, maka di alam kuburnya

akan memperoleh kenikmatan dan dialam akhiratnya akan masuk surga. Sedangkan

manusia yang ketika di dunianya durhaka, maka di alam kuburnya akan disiksa , dan di

alam akhiratnya akan masuk neraka.Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran

Islam tersebut, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.

Kaum kafir Quraisy menolak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan

agama dan tradisi hidup bermasyarakat warisan leluhur mereka.

Islam melarang menyembah berhala, memperjualbelikan berhala-berhala, dan melarang

penduduk Mekah dan luar Mekah berziarah memuja berhala, padahal itu semua

mendatangkan keuntungan dibidang ekonomi terhadap kaum kafir Quraisy.

Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah

Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain:

1) Para budak telah masuk Islam, disiksa oleh para pemiliknya atau tuannya di luar

batas perikemanusiaan.

2) Kaum kafir Quraisy diharuskan menyiksa anggota keluarganya yang telah masuk

Islam, sehingga ia kembali menganut agama keluarganya (agama Watsani).

3) Nabi Muhammad SAW dilempari kotoran oleh Ummu Jamil (Istri Abu Lahab) dan

dilempari isi perut kambing oleh Abu Jalal.

4) Kaum kafir Quraisy meminta Abu Thalib, paman dan pelindung Rasulullah SAW,

agar Rasulullah SAW menghentikan dakwahnya.

Pada tahun ke-10 dari kenabisan (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan

pelindungnya wafat dalam usia 87 Tahun. Empat hari setelah itu istri tercintanya Khadijah

juga wafat dalam usia 65 tahun. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan

Khadijah disebut ‘amul husni (tahun duka cita).Wafatnya Abu Thalib sebagai pemimpin

Bani Hasyim, menyebabkan Abu Lahab menggantikan kedudukan Abu Thalib sebagai

pemimpin. Semenjak itu Rasulullah SAW tidak lagi memperoleh perlindungan dari kaum

kerabatnya yakni Bani Hasyim.

Allah SWT senantiasa melindungi Nabi Muhammad SAW dari berbagai malapetaka.

Tidak lama setelah Bani Hasyim dipimpin Abu Lahab, Mut’im bin Adi pemimpin kaum

Naufal menyatakan perlindungannya terhadap Nabi SAW. Bahkan menjelang peristiwa

hijrah tahun 622 M, umat Islam Yatsrib telah bersumpah setia akan melindungi Rasulullah

SAW beserta pengikutnya.

14