materi-14kepemimpinan

Upload: pacis-irwanto

Post on 09-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ULAMA DAN UMARA`

PAGE 8Kepemimpinan

XKEPEMIMPINAN

A. Sanad dan Hadis

Hadis tentang Kepemimpinan diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Turmudzi, Imam Malik dan Imam Ahmad bersumber dari Abdullah bin Umar ra., dengan lafazh/matan dari al-Bukhari:

.

Bersumber dari Abdullah bin Umar ra., ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW., bersabda, Setiap kamu semua adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang Imam (Kepala Negara) adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam keluarga suaminya dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinanya, seorang pembantu rumah tangga adalah pemimpin dalam mengurus harta majikannya, dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, Malik dan Ahmad).Sanad hadis dan para periwayat hadis pada jalur periwayatan Imam al-Bukhari : Sanad dan matan hadis berikut para periwayat hadis pada jalur periwayatan Muslim :

Sanad hadis dan matan hadis berikut para periwayat hadis pada jalur periwayatan Abu Dawud:

- - Sanad hadis dan matan hadis berikut para periwayat hadis pada jalur periwayatan al-Turmudzi:

. . Sanad hadis dan matan hadis berikut para periwayat hadis pada jalur periwayatan Imam Malik :

: Sanad hadis dan matan hadis berikut para periwayat hadis pada jalur periwayatan Imam Ahmad :

B. Penjelasan Status Hadis

Hadis tentang Kepemimpinan diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Turmudzi, Imam Malik dan Imam Ahmad, bersumber dari Abdullah bin Umar ra., Abu Hurairah ra., Anas bin Malik dan Abu Musa al-Asyari. Ditinjau dari segi kuantias, hadis ini dinilai sebagai hadis Ahad yang Masyhur dan tidak sampai ke tingkat Mutawatir karena jumlah periwayat yang banyak (lebih dari 4 orang) hanya pada tingkat shahabat (rawiy al-Ala) dan tidak pada semua thabaqat sebagaimana yang dikehendaki pada syarat hadis Mutawatir. . Jika ditinjau dari kualitas periwayat, hadis ini dinilai sebagai hadis shaheh menurut Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Menurut Imam al-Turmudzi dinilai sebagai hadis hasan shaheh, karena pada jalur periwayatannya, ada yang berstatus sebagai hadis shaheh dan ada yang berstatus sebagai hadis hasan, atau sebagai hadis hasan shaheh/ shaheh li dzatih.C. Syarah Hadis

1. Pengertian Pemimpin dan Tanggungjawabnya

Menurut Ibnu Hajar al-Asqalaniy, perkataan rain itu artinya pemelihara yang selalu berusaha melaksanakan kemaslahatan sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya. Dalam bahasa yang lazim digunakan, orang yang diserahi untuk mengurus, mengatur dan memelihara segala sesuatu yang menjadi bebannya disebut sebagai pemimpin, yang mencakup kepemimpinan sejak dari kelompok masyarakat terkecil sampai kepada kepemimpinan dalam kelompok masyarakat secara luas. Kepepimpinan yang dimaksud dalam konteks ini adalah sejak dari Kepala Rumah Tangga, RT, RW, Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur dan Presiden, dst. Bahkan, tidak ada seseorangpun yang tidak disebut rain, walaupun raiyah dan pertanggung jawabannya berbeda satu sama lain disebabkan perbedaan tugas. Apakah ia sebagai pemimpin umat, Kepala Negara, Panglima perang, hakim dan lain sebagainya harus berbuat baik terhadap yang dipimpinnya. Apabila seorang pemimpin dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya baik terhadap raiyahnya sendiri maupun terhadap kepada umat pada umumnya, di samping ia akan mendapatkan keridhaan dan balasan setimpal dari Allah yang Maha Pemurah. Terkait dengan kedudukan seorang pemimpin ini Rasulullah SAW bersabda :

Bersumber dari Abdullah ibn Umar ra., yang riwayatkan dari Nabi SAW., di mana beliau bersabda, Patuh dan taat itu adalah kewajiban bagi orang Islam, baik terhadap perintah-perintah yang menyenangkan maupun mencemaskan, selama ia tidak diperintahkan melaksanakan suatu kemaksiatan, maka oleh karena itu apabila ia diperintahkan untuk melaksanakan suatu kemaksiatan tidak ada kewajiban untuk mematuhinya dan mentaatinya.(HR. al-Bukhari, Muslim dan al-Turmudzi).Dalam hadis ibn Umar tersebut Nabi Muhammad SAW., mewajibkan mentaati seluruh pengaturan-pengaturan dari penguasa yang telah kita angkat atau kita akui, sejujur-jujurnya tampa memandang apkah peraturan-peraturan atau perintah itu kita senangi atau tidak adalah wajar kalau seorang pemimpin dengan jalan apa saja telah baiat sebagian pemimpin, ditaati segala perintah dan peraturannya demi memberi kepercayaan padanya atau atau berprasangka baik pada yang dipimpin. Tidak mustahil bahwa di antara peraturan-peraturan atau perintah-perintahnya ada yang tidak dapat diterima dengan baik oleh seseorang, namun ukuran yang subyektif ini tidak dapat mempengaruhi berlakunya peraturan secara umum. Allah telah memperingatkan agar kita tidak membenci sesuatu, dalam Firmannya :

Bisa jadi kamu membenci terhadap sesuatu, padahal sesuatu yang kamu benci tersebut baik bagi kamu..(QS. al-Baqarah : 216)Peraturan-peraturan dan perintah pemimpin-pemimpin itu hendaknya dilaksanakan tanpa reserve (samina wa athana). Baik sesuai denagan kemauan ataupun berlawanan dengan kemauan, baik berat maupun ringan, sepanjang peraturan atau perintah itu masih dalam lingkungan perkara yang dihalalkan oleh syara dan dibuat untuk membina kemaslahatan bersama. Salah seorang sahabat memberi teladan kepada kita dalam janji prasetia yang telah dibaiat dihadapan Rasulullah SAW. Untuk mentaati segala perintah tanpa reserve, baik di kala suka maupun duka, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Abu al-Walid Ubadah Ibn al-Shamit ra.:

- Bersumber dari Ubadah bin al-Walid bin bin al-Shamit ra., ia berkata, Kami telah berjanji setia dengan Rasulullah SAW. untuk patuh dan taat dalam keadaan sempit dan lapang dan dalam situasi suka dan duka berjanji untuk mengendalikan emosi kami, berjanji tidak akan mendongkol-dongkol penguasa yang cakap, kecuali kalau kamu ketahui kalau penguasa itu menyeleweng dengan terang-terangan yang kamu mempunyai bukti-bukti yang sesuai menurut aturan Allah, dan berjanji akan berkata dengan haq. Di mana saja kami berada dalam kebenaran Allah, kami tidak takut terhadap celaan pencari-cari cela."(HR. al-Bukhari dan Muslim). 2. Kewajiban Pemimpin Dan Pertanggung Jawaban Kepada Bawahannya

Seorang pemimpin, baik sebagai kepala negara maupun sebagai pemegang kuasa diberi kepercayaan untuk mengatur kemaslahatan rakyat yang berada dibawah kekuasaannya. Untuk ini ia harus menegakkan kebenaran dan keadilan dan memberikan hak-hak rakyat, menjamin kemerdekaan berpendapat, menjamin kemerdekaan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing, memperhatikan tuntutan hati nurani rakyat, membuka pintu kemakmuran, menolak segala malapetaka yang mengancam rakyat dan lain sebagainya yang dapat menjunjung derajat rakyat dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan, apakah tugas-tugas tersebut sudah dilaksanakan semua, sebagian atau belum dilaksanakan sama sekali.

3. Pemimpin Yang Tidak Jujur

Pemimpin yang tidak jujur yaitu pemimpin yang lalai dalam melaksanakan hak-hak rakyat, mengabaikan tuntunan hati nurani rakyat, memeras keringat rakyat untuk kepentingan pribadi dan menyelewengkan harta milik rakyat adalah pemimpin yang harus menanggung dosa umat dan dosa agama. Di dunia tidak mustahil ia berhadapan dengan hukum rakyat dan diakherat pasti ia akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana didijelaskan dalam hadis yang bersumber dari Maqil bin Yassar ra. :

Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, Tidak ada lain dari seseorang yang dinamakan oleh Tuhan mengurus rakyat yang pada suatu hari ia mati dengan menipu rakyatnya kecuali Allah mengharamkan syurga untuknya. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Lebih jauh dari itu bukan saja pemimpin yang tidak jujur dalam melaksanakan amanat penderitaan umat akan dilaknat oleh Tuhan, tetapi pemimpin yang mempersempit, mempersulit dan menunda-nunda terlaksananya amanat penderitaan umat akan dipersempit, dipersulit dan ditunda kebutuhannya oleh Tuhan di akherat kelak. Rasulullah SAW., mendoakan kepada pemimpin yang selalu mempersulit dalam melaksanakan amanat rakyatnya agar ia dipersempitnya. Dalam hadis Nabi SAW riwayat Muslim bersumber dari Abdurrahman bin Syimasah dari Aisyah ra.: Bersumber Dari Abdurrahman bin Syimasyah, ia berkata Aku datang menemui Aisyah dan aku bertanya tentang sesuatu, ia berkata : saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda di rumahku ini : Ya Allah siapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku, lalu mempersukar pada mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya. (HR.Muslim).Seorang pemimpin umat yang menunda-nunda waktu pelaksanaan amanat penderitaan amat atau menyumbat akan kebutuhan mereka. Allah juga akan menyumbat kebutuhannya sebagaimana disinyalir oleh sabda Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Imam Malik bersumber dari Abu Maryam al-Azdiy : Bahwasanya Abu Maryam al-Azadiy ra., menceritakan, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW., bersabda, Siapa yang telah dikuasai Allah suatu urusan dari urusan-urusan kaum muslimin, kemudian menutup mereka yang berhajat yang sangat membutuhkan, maka Allah akan menutupnya tanpa dihajatinya.(HR. Abu Dawud dan Malik).Abu Awwanah dalam shahihnya menegaskan bahwa pemimpin yang demikian itu akan memperoleh bala bencana dan laknat dari Allah.4. Kewajiban Suami Terhadap Keluarga

Seorang suami sebagai kepala rumah tangga adalah pemimpin keluarga. Ia dipercayakan mengurusi orang-orang yang berada di bawah pengawasannya. Ia wajib mendidik dan mengajar, baimditangani sendiri atau dikeluarkan biaya untuk itu, sehingga keluarga, anak-anak, isteri, saudara-saudara, sampai pelayan-pelayannya sekalipun menjadi manusia yang berpendidikan dan berakhlak tinggi.

Sang suami bakal diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan. Apakah istrinya diperlaukan dengan baik, diberikan hak-haknya dengan sempurna dan apakah ia tidak menyeleweng di kala isterinya sedang bepergian atau di kala ia sedang bepergian. Terhadapnya ia akan dipertanggungjawabkan tentang bagaimana pendidikan dan akhlak anaknya dan bagaimana mentasarrufkan harta anaknya yang berada dibawah perwakilannya. Tuhan telah memperingatkan kepada hambanya supaya tidak mengabaikan pendidikan keluarganya. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. al-Tahrim ayat 6 :

Hai orang-orang yang beriman ! jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah tubuh manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar lagi kuat. (QS. al-Tahrim : 6).5. Kewajiban Istri Terhadap Keluarga

Demikian juga si Istri adalah sebagai mahkota rumah tangga yang terpercaya disamping pendidik anak-anak yang baik, pengatur rumah tangga yang bijaksana juga sebagai kawan hidup yang taat dan insyaf akan kewajibannya, bukan sebagai penuntut hak yang gigih. Istri yang demikian ini adalah istri yang diridhai Allah. Di hadapan Allah ia akan diminta pertanggungjawaban apakah ia telah memenuhi kewajiban atau bahkan melalaikannya. Apabila ia telah memenuhi kewajiban ia akan mencium bau syurga yang semerbak dan sebaliknya bila ia melalaikan kewajiban bahkan ia meminta kepada suaminya untuk diceraikan tanpa alasan yang benar justeru akan dicampakkan ke dalam neraka jahanam, sebagaimana hadis : Bersumber dari Tsauban ra., ia berkata, Rasulullah SAW., bersabda, Siapa saja para isteri yang meminta kepada suaminya untuk dijatuhkan thalaq/cerai tanpa alasan yang benar, maka diharamkan baginya mencium bau wanginya syurga. (HR. Abu Dawud dan al-Turmudzi).6. Kewajiban Buruh Terhadap Harta Majikannya

Buruh sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap harta benda majikannya ia harus memelihara harta itu seolah-seolah hartanya sendiri. Harta benda itu hendaknya dikembangkan menurut kesanggupannya dan dijaganya baik-baik agar tidak hilang dan rusak.

7. Kewajiban Anak Terhadap Harta Ayahnya

Seorang anak harus bertanggungjawab terhadap harta benda ayahnya. Ia berkawajiban memelihara, mengembangkan, menggunakan seefisiennya, tidak memboroskan, menyelewengkan, menggelapkan dan tidak merusakannya. Oleh karena harta ayah itu seperti hartanya sendiri yang harus dipelihara sebaik-baiknya.Wallahu Alam.212