materi ijtihad

25
TUGAS KELOMPOK METODE IJTIHAD Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh DISUSUN : OLEH KELOMPOK III ABDUL ROKIB SRI ASTUTI ANIVA LINA RIA M RUBIAH Dosen Pengampu : SALMAH, S.Pd.I, M.Fil.I SEKOLAH TINGI AGAMA ISLAM (STAI)

Upload: ekamisdi

Post on 20-Jun-2015

2.448 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pembahasan tentang Ijtihad

TRANSCRIPT

Page 1: Materi ijtihad

TUGAS KELOMPOK

METODE IJTIHAD

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahUshul Fiqh

DISUSUN :OLEH KELOMPOK III

ABDUL ROKIB SRI ASTUTI ANIVA LINA RIA M RUBIAH

Dosen Pengampu : SALMAH, S.Pd.I, M.Fil.I

SEKOLAH TINGI AGAMA ISLAM (STAI)AULIAURRASYIDIN

TEMBILAHAN2009

Page 2: Materi ijtihad

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kalau kita menengok sejarah masa silam, ketika pada

permulaan abad ke 4, sikap taqliq sudah mempegaruhi para ulama,

sehingga muncul pernyataan “Pintu Ijitihad telah tertutup” karena

apa yang mereka lakukan pada masa itu hanyalah meringkas dari

karanan ulama masa lankau, tetapi kemajuan yang dicapai bangsa

barat menimbulkan kembali kesadaran umat Islam akan perlunya

pemikiran kembali dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan

Keislaman.

Adapun dimasa sekarang dimana perkembangan ilmu dan

teknologi sangat pesat yang pada akhirnya membawa masalah baru

dengan cepat, untuk mengadakan Ijtihad penetapan hukum

masalah baru itu sangat diperlukan bekal yang cukup untuk

perkembangan ilmu pengetahuan yang bersifat modern pula,

sebab seandainya pada masa kini tidka diadakan ijtihad maka akan

dapat dirasakan bagaimana akibatnya, karena masalah baru,

dikalangan masyarakat selalu bermunculan, seperti bagaimana

hukum cangkok jantung, bagaimana tinjauan Islam terhadap Spiral,

Condom, donor mata, bagaimana cara sholat di luar angkasa atau

di dasar laut dan lain sebagainya yang pada belum ada

ketentuannya.

B. Rumusan masalah

Adapun ruang lingkup Pembahasan pada makalah ini meliputi :

I. Ijitihad Terdiri atas :

a. Pengertian Ijtihad dan perkembangannya

b. Dasar Hukum, macam-macam bentuk, syarat, Objek dan

hukum melakukan ijithad

1

Page 3: Materi ijtihad

c. Tingkatan Mujtahid

d. Terbuka dan tertutupnya pintu Ijtihad

II. Istihsan

a. Pengertian dan Hakekat Istihsan

b. Kehujjahan Istihsan dan bagaimana pandangan ulang tentang

hal tersebut

c. Bagaimana pengaruh Istihsan dalam masalah fiqih

C. Tujuan dan manfaat penulisan

a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih

b. Agar kita sebagai mahasiswa Islam dapat, lebih memahami

tentang Ijtihad dan bagaimana pentingnya Ijtihad pada masa

sekrang ini

c. Unutk lebih memahami Hakekat Istihsan dan bagaimana

pengaruhnya dalam masalah fiqih

2

Page 4: Materi ijtihad

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum ijtihad dapat idartikan sebagaipengerahan segala

kesanggupan sesorang faqih (pakar ilmu fiqih Islam) untuk

memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil

syara’ (agama), Ijithad telah berkembang sejak zaman Rasulullah

SAW fiqih mengandung “pengertian tentag hukum syara’ yang

berkaitan dengan perbuatan mukallaf” maka Ijtihad akan terus

berkembang perkembangan ini berkaitan dengan berbuatan

manusia yang selalu berubah-ubah baik bentuk maupun

macamnya, dalam hubungan ini, menurut Asy syahstani bahwa

keadian dan kasus dalam peribadatan dan muamalah (tindakan

manusia) secara pasti dapat diketahui bahwa tidak setiap kasus ada

nashnya apabila nashnya sudah berakhir sedangkan kejadiannya

berlansung terus tanpa batas ketika sesuatu yang tidak terbatas

maka qiyas wajib dipakai sehingga setiap kasus ada ijtihad

mengenainya.

Menurut al Gahzali dalam kitabnya Al Mustasfa jus I : 137 “Istihsan

adalah semua hal yang dianggap baik oleh Mujtahid menurut

Akalnya” dlam hal kehujjahannya para ulama berbeda pendapat,

ada yang menggunakan istihsan dan ada yang tidak mengakui

adanya istihsan

B. Saran

Kegunaan Istihad hakekatnya adalah untuk menunjukkan kebesaran

dan kesempurnaan Islam sebab dengan tidka adanya ijitihad berarti

hukum Islam akan terbatas pada hal-hal yang sudah ada saja,

sementara perkembangan kebudayaan masyarakat Islam

semakinmaju dan berkembang pesat, maka dalam hal ini sangat

3

Page 5: Materi ijtihad

harapkan mahasiswa Islam mampu memahami makna dan tujuan

ijtihad untuk kesejahteraan umat Islam saat ini, dengan memenuhi

syarat-syarat sebagai seorang mujtahid.

4

Page 6: Materi ijtihad

DAFTAR PUSTAKA

Syafei, Rahmat, Prof Dr, MA, lmu Ushul Fiqh, Bandung : Pustaka Setia,

2007

Siswanto, Deding Drs, Ushul Fiqih untuk kelas III MA, Bandung : Armico,

1993

Uman, Khairul A. Achyar Amirudin, Ushul Fiqh II untuk Fakultas Syariah,

Bandung : Pustaka Setia, 2001

5

Page 7: Materi ijtihad

BAB II

PEMBAHASAN

METODE IJTIHAD

A. IJTIHAD

1. Pengertian Ijtihad dan Perkembangannya

Secara etimologi, Ijtihad diambil dari kata al jahd atau al juhd

yang berarti al masyaqat (keuslitan dan kesusahan) dan ath thaqat

(kesanggupan dan kemampaun)

Kata al jahad menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari

biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.

<ت> ةB ق<ال Eش< <ى ع<ائ ضEي <ان< عنها الله ر< و>ل ك Bس ص<لVى الله ر<

<يXXه اللXXه لVم ع<ل >XXو<س Bد EXXه> ت <ج> رE فىE ي <XXع<ش< < ال رE األ EXXو<اخ > <ال مXXا

BدEه> ت <ج> غ<يرEهE فى يArtinya : Asiyah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersungguh-

sungguh dalam peribadatan pada sepuluh hari terakhir (bulan puasa)

yangberbeda dengan hari yang lainnya

Adapun definisi Ijtihad secara terminologi secara umum adalah

aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (Istinbath) hukum syara’

dari dalil terperinci dalam syariat”

Dengan kata lain ijtihad adalah pengerahan segala

kemampuanseorang faqih (pakar fiqih islam) untuk memperoleh

pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (Agama),

dlam sitilah inilah,Ijtihad lebih banyak digunakan para fuqaha yag

menegaskan bahwa ijtihad itu bisa dilakukan dibidang fiqih.

Pendapat tersebut diperkuat oleh at taftazani dan ar ruhawi

kedua ulama tersebut mengatakanbahwa Ijitiha tidak dilakukan dalam

maslah qathiyat dan masalah ushul addin (akidah), yang wajib

6

Page 8: Materi ijtihad

dipegang secara mantap, selain itu mayoritas ulama Ushul fiqih, tidak

memasukkan masalah kaidah pada lapangan ijtihad, bahkan mereka

melarang untuk berijtihad pada masalah tetsebut, mereka juga

beranggapan bahwa orang yang keliru dan salah dalam ijtihad pada

masalah akidah dipandang kafir dan fasik.

Sehubungan dengan hal tersebut, kenyataan menunjukkan

bahwa ijtihad diberlakukan dalam berbagai bidang yakni, mencakup

aqidah, muamalah (fiqh) dan falsafat.

Telah kita ketahui bahwa Ijtihad telah berkembang sejak zaman

rasul, sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara’

yang berkaitan dengan pebuatan mukallaf” maka ijtihad akan terus

berkembang perkembangan iti berkaitan dengan perbuatan manusia

yang selalu berubah-ubah baik bentuk maupun macamnya.

Setelah Rasulullah wafat dan meninggalkan risalah islamnya

yang sempurna kewajiban terdakwa berpindah pada sahabat.

Upaya pencarian ketentuan hukum tertentu terhadap masalah-

masalah baru itu dilakukan pemuka sahabat dengan berbagai

tahapan, mereka harus berusaha mencari hukum itu dari Al Quran dan

apabila hukum itu telah ditemukannya, maka berpegang teguh pada

hukum tersebut, walaupun sebelumnya mereke berbeda pendapat

selanjutnya apabila masalah itu tidak ditemukan dalam al Quran

mereka mencari dalam al Hadits dengan cara menggali hadit dan

menanyakan hadit yag berkenaan dengan masalah yang tengah

dihadapinya kepada para sahabat apabila masalah itu tidak ditemukan

dalam hadits tersebut, mereka banyak melakukan ijtihad.

2. Dasar Hukum Ijitihad

7

Page 9: Materi ijtihad

Ijtihad bisa dipandang sebagai selah satu metode untuk

menggunakan sumber hukum Islam, yang menjadi landasan

dibolehkannya ijithad banyak sekali baik melalui pernyataan yang jelas

maupun berdasarkan isyarat diantaranya :

1. Firman Allah SWT

jنE Eك< فىE ا <اتm ذ<ل m الي Eق<و>م و>ن< ل Bرj <ف<ك <ت يSesungguhnya pada hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang

berfikir

2. Adanya Keterangan dari Sunnah

Dan hadtis Mu’ads jabal ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke

Yaman untuk menjadi hakim di yaman

ادm الله رسول ق<ال< >XXعBمE Eم< ل <ق>ضE : ب <ل< ؟ ت < قXXا EمXXا : ب

Eفى Eاب> Eت <ل< ك <Eن> الله. قا <م> : فا EجEد>فى ل <بE ت Eتا الله ك

<ل< ؟ <ق>ضEى قا < : أ Eما EهE ق<ض<ى ب <ل< رسول ب : الله. قXXا

Eن> <ج>د ف<ا <ص>ت < ا >ما ال< ؟ اللXXه رسXXول به ق<ض<ى فEي >XXق

BدXXه> ت ر< أج> EXXل< ب> دB أيي. قXXا <XXح<م< <ل ذEي اللXXه : ا VXXو< ال jXXو<ف

و>ل Bس EهE ر< و>ل Bس ر<Artinnya

Rasulullah SAW bertanya “dengan apa kamu menghukum ?” ia

menjawab dengan apa yahg ada dalam kitab Allah, bertanya

Rasulullah “jika kamu tidak mendapatkan dalam kitab Allah” dia

menjawab “Aku memutuskan dengan apa yang diputuskan

Rasulullah “Rasul bertanya lagi “ jika tidak mendapatkan dalam

ketetapan Rasulullah ?” berkata muadz “Aku berijtihad dengan

8

Page 10: Materi ijtihad

pendapatku “ Rasulullah bersabda “aku bersyukur kepada Allah

yang telah menyepakati utusan dari rasul-Nya”

Dan hal ini telah diikuti oleh para sahabat setelah nabi wafat,

mereka selalu berijtihad jika menemukan suatu masalah baru yang

tidak terdapat dalam al Quran dan Sunnah Rasul

3. Macam-macam Ijtihad

Dikalangan ulama, Dr. Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga

bagian yang sebagaiannya sesuai dengan pendapat asy syatibi

a. Ijtihad al batani, yaitu Ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum

syara’ dari nash

b. Ijtihad Al Qiyas yaitu Ijtihad terhadap masalah yang tidak

terdapat dalam Al Quran dan as sunnah dengan menggunakan

metode Qiyas

c. Ijtihad al istishlah yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang

tidak terdapat dalam al Quran dan AS Sunnah dengan

menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah.

Muhammad Taqiyu al Hakim, mengemukakan Ijtihad itu dapat di

bagi menjadi dua bagian saja yaitu

a. Ijitihad al aqli, yaitu ijihad yabg hujjahnya didasarkan pada akal,

tidak menggunakan dalil syara’ mujtahid dibebaskan untuk

befikir, dengan mengikuti kaidah yang pasti misalnya, menjaga

kemudaratan hukuman itu jelek bila tidak disertai penjelasan

b. Ijtihad Syari yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’ termasuk

dalam pembagian ini adalah ijma’ qiyas, istihsan, istishlah, ‘urf

istishhab dan lain-lain

4. Syarat-syarat Ijtihad

Secara umum persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan

sebagai berikut :

a. Mengusai dan mengetahui arti ayat-ayat yang tedapat dalam Al

Quran baik menurut bahasa maupun syariah, akan tetapi tidak

9

Page 11: Materi ijtihad

diisyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui

letak-letaknya saja, sehingga memudahkan baginya apabila ia

membutuhkan.

b. Mengusai dan mengetahui hadis tentang hukum baik menurut

bahasa maupun syariat

c. Mengetahui naskh dan mansukh dari al Quran dan As Sunnah

supa tidak salah salah menetapkan hukum namun tidak

disyaratkan harus mengahapalnya

d. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma

ulama, sehingga ijtihad-Nya tidak bertentangan dengan ijma

e. Mengetahui Qiyas dan berbagai persyaratannya serta

mengistinbatkannya karena qiyas merupakan kaidah dalam

berijtihad

f. Mengetahui bahasa arab dan berbagai disiplin ilmu yang

berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya.

g. Mengetahui ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.

h. Mengetahui muqashidu asy syariah (tujuan syariat) secara

umum, karena bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan

muqashidu asy syariah atau rahasia disyaraiatkan suatu hukum

5. Objek Ijtihad

Menurut AL Ghazali, objek Ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang

tidak memiliki dalil yang qathii, dari pendapatnya itu, diketahui ada

permasalahan yang tidak bisa dijadikan objek ijtihad.

Dengan demikian syariat Islam dalam dalam kaitannya dengan

ijtihad terbagi dalam dua bagian

1. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijitihad yaitu hukum

yang telah dimaklumi sbagai landasan pokok Islam, yang

berdasarkan pada dalil-dalil yang qathi, seperti kewajiban

melaksanakan shalat, zakat, puasa, ibadah haji, atau haramnya

melakukan zina, mencuri dan lain-lain, semua itu telah

ditetapkan hukumnya di dalam al Quran dan As Sunnah.

10

Page 12: Materi ijtihad

2. Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijithad yaitu hukum yang

didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni, baik maksudnya

pertunjukkan atau esksitensi serta hukum yang belum ada

nashnya dan ijma’ pada ulama.

Apabila ada nash yang keberadaannya masih zhanni, hadits

ahad misalnya, maka yang menjadi lapangan ijtihad diantaranya,

adalah meneliti bagaimana sadadnya, derajat para parawinya,

dan lain-lain.

Dan nash yang pertunjuknya masih zhunni, maka yang menjadi

lapangan ijihad, antara lain bagaimana maksud dari nash

tersebut.

Sedangkan terhadap permasalahan yang tidak ada nash maka

yang menjadi lapangan ijtihad adalah dengan cara

menggunakan kaidah yang bersumbe dari akal, seperti qiyas,

istihsan, masalah marsalah, dan lain-lain.

6. Hukum melakukan ijtihad

Ada lima hukum yang bisa dikenakan pada orang berkenaan

dengan ijtihad yaitu :

a. orang tersebut dihukumi fardu ain untuk berijtihad apabila ada

permasalahan yang menimpa dirinya, dan harus mengamalkan

hasil dari ijtihadnya dan tidak boleh taqlid kepada orang lain.

Karena hukum ijtihad itu sama dengan hukum Allah terhadap

permasalahan yang ia yakini bahwa hal itu termasuk hukum

Allah

b. fardu ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang

belum ada hukumnya, karena jika tidak segera menjawab,

dikhawatirkan akan terjadi kesalahan dalam melaksanakan

hukum tersebut atau habis waktunya dalam mengetahui

kejadian tersebut.

11

Page 13: Materi ijtihad

c. Dihukumi fardu kifayuah jika permasalahan yang diajukan

kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya aau ada

orang lain selain dirinya yang sama-sama memenuhi syarat

sebagai seorang mujtahid.

d. Dihukumi Sunnah apabila berijtihad terhadap pemasalahan yang

baru baik ditanya ataupun tidak

e. Dihukumi haram apabila berijtihad terhadap permasalahannya

yang sudah ditetapkan secara qathi, sehingga hasil ijtihadnya itu

bertentangan dengan dalil syara’

7. Tingkatan mujtahid

Adapun tingkatan para mujtahid, menurut para ulama diantaranya

menurut imam nawawi ibnu shalah dan lain-lain terbagi dalam lima

tingkatan :

1. Mujtahid mustaqil

Adalah seorang mujtahid yang bebas menggunakan kaidah yang

ia buat sendir dia menyusun fiqihnya sendiri yang berbeda

dengan madzhab yang ada.

2. Mujtahid mutlaq ghairu mustaqil

Adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustaqil

namun dia tidak menciptakan sendiri kaidah tetapi mengikuti

metode salah satu imam madzhab.

3. Mujtahid muqayyad mujtahid takhrij

Adalah mujtahid yang terikat terikat oleh mazhab imamnya,

memang dia diberi kebebasan dalam menentukan berbagai

landasannya bedasarkan dalil tetapi tidak boleh keluar dari

kaidah yang telah dipakai imamnya.

4. Mujtahid Tarjih

Adalah mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid

takhrij, tetapi menurut imam nawawi dalam kitab majmu’

miujtahid ini sangat faqih, hafal kaidah imamnya mengetahui

12

Page 14: Materi ijtihad

dalilnya cara memtusukan hukumnya dia juga mengetahui

bagaimana cara mencari dalil yang lebih kuat dan lain-lain.

5. Mujtahid Fatwa

Adalah orang yang hapal dan paham terhadao kaidah imam

mazhab mampu mengusai permasalahan yang sudah jelas atau

yang sulit, namun dia masih lemah dalam menetapkan suatu

putusan berdasarkan dalil serta lemah dalam menetapkan qiyas

8. Terbuka dan tertutupnya pintu ijtihat

Pada abad 4 H, daulah islamiyah terbagi kepada beberapa

negara, hal menyebabkan lemahnya kekuatan umat islam, karena

hubungan diantara negara tersebut menjadi terputus, selain itu,

perkembangan keilmuan dan kebebebasan berfikir pun menjadi

lemah hal itu menyebabkan timbulnya sikap loyal (ta’asub) dan

fanatik yang sangat berlebihan para ulama oara saat itu terhadap

mazhab mereka dan menjadikan mereka kurang percaya diri

terhadap kemampuan mereka sendiri, selain itu, diantara mereka

pun sering terjadi perdebatan dan perpecahan sehingga

menyebabkan tidak tuntasnya berbagai permasalahannya yang

dihadapkan keapda mereka, dan mereka disibukan dengan upaya

menyusun berbagai kitab mazhab, bahkan merasa cukup dengan

membuat berbagai ringkasan dari kitab imam mazhab mereka, dan

yang lebih parah lagi, mereka terlalu khawatir menyalahi berbagai

ketetapan yang telah ditetapkan oleh imam mazhab semua itu

menyebabkan mereka berpendirian bahwa pintu ijtihad telah

tertutup dan merasa bahwa mereka bukan hali ijtihad.

Para ulama dari golongan syiah berpendapat bahwa

pernyataan tentang tertutupnya pintu ijtihad dan adanya

pembatasan dalam berfikir pada abad keempat adalah kesalahan

besar, padahal tig abad sebelumnya pintu ijtihad selalu terbuka,

yang menyebabkan berkembangnya keilmuan dan semakin

13

Page 15: Materi ijtihad

menyebarkan syariat dengan demikian di kalangan syiah pintu

ijtihad selalu terbuka bagi mereka yang ahli.

Menurut al baghawi dan asy syahrastani, di hukumi dosa jika

tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang mempelajari fatwa

para ulama terdahulu, hal itu dianggap meremehkan hukum syara’

disamping semakin berkembangnya permasalan yang tidak sama

dengan waktu tertentu, yang sudah pasti memerlukan ijtihad untuk

memecahkannya.

B. ISTIHSAN

1. Pengertian Dan Hakekat Istihsan

Secara harfiah istihsan diartikakan meminta berbuat

kebaikan, yakni menghitung-hitung sesuatu dan menganggapnya

kebaikan (kamus lisan Al Arab)

1. Menurut Istilah ualam ushul istishan adlah sebagai berikut ini

Menurut AL ghazali dalam kitabnya AL Mustasfha I : 137 “

Istihsan adalah semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid

menurut akalnya”

2.

2. Operasional Qiyas

Operasional penggunaan qiyas dimulai dengan mengeluarkan

hukum yang terdapat pada kasus yang memiiki nash cara ini

memerlukan kerja nalar yang luar biasa dan tidak cukup hanya

dengan pemahaman makna Lafazh saja.

3. Rukun Qiyas

Dari pengertian qiyas yang dikemukakan diatas dapat

disimpulkan bahwa unsur pokok (rukun) qiyas terdiri atas 4 unsur

yaitu

14

Page 16: Materi ijtihad

a. Ashl (pokok) yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-Nya

yang dijadikan tempat mengqiyaskan ini berdasarkan pengertian

ashl menurut fuqaha sedangkan ashl mernutu hukumteologi

adalah suatu nash syara’ yang menunjukkan ketentuan hukum,

dengan kata lain, suatu nash yang menjadi dasar hukum.

b. Far’u (Cabang) yaitu pristiwa yang tidak ada nashnya

c. Hukum ashl, yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu

nash

d. Illat, yaitu suatu sifat yang tedapat pada ashl

4. Qiyas sebagai sandaran Ijma’

Para ulama berbeda pendapat tentang qiyas apabila dijadikan

sandaran ijma’ diantara mereka ada yang mengatakan bahwa qiyas

itu tidak sah dijadikan dasar ijma’ dengan demikian bahwa Ijma itu

qath’I, sedangkan dalil qiyas adalah zhunni, menurut kaidah, yang

qath’, itu tidak sah didasarkan pada yang zhunni

Pada ulama yang menyatakan bahwa qiyas sah dijadikan sandaran

ijma’ beragumen bahwa hal itu telah sesuai dengan pendapat

sebagian besar ulama, juga dikarenakan qiyasitu termasuk salah

satu dalil syara’ maka sah dijadikan sandaran ijma’

5. Kehujaahan Qiyas dan pendapat para Ulama

Telah terjadi perbedaan pendapat dalma berhujjah dengan

qiyas, ada yang membolehkannya ada yang melarangnya, diantara

contohnya adalha kifarat bagi yang berbuka puasa dengan sengaja

di bulan ramadhan.

Bagi mereka yang sengaja berbuka puasa pada bulan

ramadhan apakah diwajibkan kifarat sebagaimana diwajibkan

kifarat bagi yang sengaja berbuka puasa dengan Ijma’

15

Page 17: Materi ijtihad

Menurut perndapa malik, abu Hanifah dan para penganut

keduanya, tsuri, serta sebagian jemaah, bahwa perbuatan tersebut

wajib diganti dengan qadha dan kifarat.

Imam syafii telah membahasnya dalam kitab al umm “ tidak

wajib berkifarat bagi mereka yang sengaja berbuka puasa selain

karena dengan berjima’, baik itu minum, makan, dan sebagainya.

16

Page 18: Materi ijtihad

DAFTAR PUSTAKA

Syafi’I, Rahmat. 1999, Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia : Bandung

17

Page 19: Materi ijtihad

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI.........................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................. 1

B. Rumusan Maslah............................................................... 1

C. Tujuan Dan Manfaat.......................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. IJTIHAD

1.1. Pengertian Ijtihad dan Perkembangan ......................

1.2. Dasar Hukum Ijtihad .................................................

1.3. Macam-macam..........................................................

1.4. syarat-syarat Ijtihad...................................................

1.5. Objek Ijtihad..............................................................

1.6. Hukum Melakuan Ijtihad............................................

1.7. Tingkatan Mujtahid....................................................

1.8. Terbuka Dan tertutupnya pintu ijtihad......................

B. ISTIHSAN

2.1. Pengertian dan Hakekat Istihsan..............................

2.2. Kehujjahan Istihsan dan Pandangan Para ulama.......

2.3. Pengaruh Istihsan dalam Masalah fitih......................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 20: Materi ijtihad

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena berkat, Rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan

makalah sederhana yang berjudul “Meode Ijtihad” ini guna memenuhi

tugas mata kuliah “Uhsul Fiqih”.

Penulis menyadari kalau dklat ini banyak terdapat kekurangan

serta kelemahannya, oleh sebab itu dengan terbuka penulis

mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya konstruktif demi

perbaikan dan penyempurnaannya. Pada kesempatan ini pula penulis

mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak ushul figh yang telah memberikan pengarahan

sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua amin …..

Tembilahan, 28 Oktober

2009

TIM PENULIS

Kelompok

19