makalah "mahabbah"

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ajaran cinta kasih ternyata tidak hanya milik agama Kristen saja. Nabi Muhammad sendiri  yang notabene pembawa agama Islam   diutus oleh Allah untuk membawa misi sebagai kasih sayang bagi alam semesta (rahmah lil ‘alamin). Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai salah satu bentuk pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah) menempati kedudukan yang tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali, menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang harus dilalui para sufi Banyak diantara kita yang terlena dengan kehidupan dunia, cinta kepada harta, istri, anak, jabatan dan lain sebagainya terkadang sangat dikedepankan oleh sebagian orang tanpa sadar bahwa semua itu hanyalah amanah dari Allah SWT semata dan cinta yang sesungguhnya hanyalah cinta kepada Allah. Oleh karena itu di sini akan dijelaskan beberapa permasalahan yang mencakup mahabah tersebut. 1.2 Rumusan Masalah 1. Definisi mahabbah 2. Apa alat untuk mencapai mahabbah 3. Siapakah tokoh yang mengembangkan mahabbah 4. Filosofis Cinta 1.3 Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini saya menggunakan metode library research (metode kepustakaan), yaitu dengan jalan mengumpulkan dan mempelajari buku-

Upload: reza-amilia

Post on 02-Jun-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 1/15

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 2/15

buku dengan tujuan untuk mengambil dan mendapatkan bahan-bahan yang ada

hubungannya dengan mahabbah

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 3/15

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 4/15

Adapun sikap orang yang mahabbah antara lain:

1. Menyukai kepatuhan kepada tuhan dan memenci sikap melawan-Nya

2.

Menyerahkan seluruh diri (jiwa dan raga) kepada yang di kasihi3. Mengosongkan hati dari segala-segalanya, kecuali dari yang di kasihi.

2.2 Alat Untuk Mencapai Mahabbah

Dapatkah manusia mencapai mahabbah seperti yang disebutkan? Para ahli

tasawuf menjawabnya dengan menggunakan pendekatan psikologis, yaitu

pendekatan yang melihat adanya potensi rohaniah yang ada dalam diri

manusia. Harun Nasution, dalam bukunya Falsafah dan Mistisis dalam Islam

mengatakan, bahawa alat untuk memperoleh ma’rifat oleh sufi disebut sir.

Dengan mengutip pendapat al-Qusyairi, Harun Nasution mengatakan, bahawa

dalam diri manusia ada tiga alat :

Pertama, al-qalbu hati sanubari, sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat

Tuhan. Sama hal nya dengan pendapat Al-Ghazali bahwa cinta yang

sesungguhnya berasal dari hati atau sering disebut dengan nama cinta insani.

Kedua, roh sebagai alat untuk mencintai Tuhan.

Ketiga, sir yaitu alat untuk melihat Tuhan. Sir lebih halus dari pada roh,

dan roh bertempat di qalb, dan sir timbul dan dapat menerima ilusi dari Allah,

kalau qalb dan roh telah suci sesuci-sucinya dan kososng sekosong-kosongnya,

tidak berisi apa pun.

Dengan keterangan tersebut, dapat diketahu bahwa alat untuk mencintai

Tuhan adalah roh, yaitu roh yang sudah dibersihkan dengan dosa dan maksiat,

serta yang dikosongkan dari kecintaan kepada segala sesuatu, melainkan hanya

diisi oleh cinta kepada Tuhan.

Roh yang digunakan untuk mencintai Allah itu telah

dianugrahkan Allah kepada manusia sejak kehidupannya dalam kandungan ketika

umur empat bulan. Dengan demikian alat untuk mahabbah itu sebenarnya telah

diberikan Allah SWT. Allah berfirman yang artinya :

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 5/15

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 6/15

Doa yang dipanjatkannya ia tak mau meminta hal-hal keadaan zuhud dan hanya

ingin berada dekat dengan Tuhan.

Corak tasawuf Rabi’ah yang begitu menonjolkan cinta kepada Tuhan tanpa pamrih apapun merupakan suatu corak tasawuf yang baru di zamannya. Pada saat

itu, tasawuf lebih didominasi corak kehidupan zuhud (asketisme) yang

sebelumnya dikembangkan oleh Hasan al-Bashri yang mendasarkan ajarannya

pada rasa takut (khauf) kepada Allah. Corak tasawuf yang dikembangkan oleh

Rabi’ah tersebut kelak membuatnya begitu dikenal dan menduduki posisi penting

dalam dunia tasawu f.

Cinta bagi Rabi’ah bukan menginginkan kepentingan diri, melainkan lebihdari itu, ia mengharapkan keridaan Allah semata-mata.

2.4. Filosofis Cinta

Dalam mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang

cinta (mahabbah) ini, al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah

melakukannya dengan cukup bagus. Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari

tumbuhnya cinta dan bagaimana kualitasnya, yaitu sebagai berikut:

a. Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan

pengetahuan (idrak)

Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal.

Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta

merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang

telah dikenal dan diketahui dengan jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu

menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan

timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan

kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.

b. Cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan

Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang

terhadap suatu obyek, maka semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai.

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 7/15

Selanjutnya, jika semakin besar kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari

obyek yang dicintai, maka semakin besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai

tersebut.

Kenikmatan dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui

pancaindranya. Kenikmatan dan kebahagiaan seperti ini juga dirasakan oleh

binatang. Namun ada lagi kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan bukan

melalui pancaindra, namun melalui mata hati. Kenikmatan rohaniah seperti inilah

yang jauh lebih kuat daripada kenikmatan lahiriah yang dirasakan oleh

pancaindra. Dalam konteks inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud.

c. Manusia tentu mencintai dirinya

Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup adalah dirinya sendiri dan

eksistensi dirinya. Cinta kepada diri sendiri berarti kecenderungan jiwa untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menghindari hal-hal yang bisa

menghancurkan dan membinasakan kelangsungan hidupnya.

Selanjutnya al-Ghazali juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal yang

menyebabkan tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab tersebut akanmengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha

Mencintai. Sebab-sebab itu adalah sebagai berikut:

a. Cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan, dan keberlangsungan

hidup

Orang yang mengenal diri dan Tuhannya tentu ia pun mengenal bahwa

sesungguhnya ia tidak memiliki diri pribadinya. Eksistensi dan kesempurnaan

dirinya adalah tergantung kepada Tuhan yang menciptakannya. Jika seseorang

mencintai dirinya dan kelangsungan hidupnya, kemudian menyadari bahwa diri

dan hidupnya dihasilkan oleh pihak lain, maka tak pelak ia pun akan mencintai

pihak lain tersebut. Saat ia mengenal bahwa pihak lain itu adalah Tuhan Yang

Maha Pencipta, maka cinta kepada Tuhan pun akan tumbuh. Semakin dalam ia

mengenal Tuhannya, maka semakin dalam pula cintanya kepada Tuhan.

b. Cinta kepada orang yang berbuat baik

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 8/15

Pada galibnya, setiap orang yang berbuat tentu akan disukai oleh orang

lain. Hal ini merupakan watak alamiah manusia untuk menyukai kebaikan dan

membenci kejahatan. Namun pada dataran manusia dan makhluk umumnya, pada

hakikatnya kebaikan adalah sesuatu yang nisbi. Karena sesungguhnya, setiap

kebaikan yang dilaksanakan oleh seseorang hanyalah sekedar menggerakkan

motif tertentu, baik motif duniawi maupun motif ukhrawi.

Untuk motif duniawi, hal itu adalah jelas bahwa kebaikan yang dilakukan

tidaklah ikhlas. Namun untuk motif ukhrawi, maka kebaikan yang dilakukan juga

tidak ikhlas, karena masih mengharapkan pahala, surga, dan seterusnya. Pada

hakikatnya, ketika seseorang memiliki motif ukhrawi atau agama, maka hal itu

juga akan mengantarkan kepada pemahaman bahwa Allah jugalah yang berkuasa

menanamkan ketaatan dan pengertian dalam diri dan hatinya untuk melakukan

kebaikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dengan kata lain, orang yang

berbuat baik tersebut pada hakikatnya juga terpaksa, bukan betul-betul mandiri,

karena masih berdasarkan perintah Allah.

Ketika kesadaran bahwa semua kebaikan berujung kepada Allah, maka

cinta kepada kebaikan pun berujung kepada Allah. Hanya Allah yang memberikankebaikan kepada makhluk-Nya tanpa pamrih apapun. Allah berbuat baik kepada

makhluk-Nya bukan agar Ia disembah. Allah Maha Kuasa dan Maha Suci dari

berbagai pamrih. Bahkan meskipun seluruh makhluk menentang-Nya, kebaikan

Allah kepada para makhluk tetap diberikan. Kebaikan-kebaikan Allah kepada

makhluk-Nya itu sangat banyak dan tidak akan mampu oleh siapa pun. Karena

itulah, pada gilirannya bagi orang yang betul-betul arif, akan timbul cinta kepada

Allah sebagai Dzat Yang Maha Baik, yang memberikan berbagai kebaikan dankenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.

c. Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak

dirasakan

Mencintai kebaikan juga merupakan watak dasar manusia. Ketika

seseorang mengetahui bahwa ada orang yang berbuat baik, maka ia pun akan

menyukai orang yang berbuat baik tersebut, meskipun kebaikannya tidak

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 9/15

dirasakannya langsung. Seorang penguasa yang baik dan adil, tentu akan disukai

rakyatnya, meskipun si rakyat jelata tidak pernah menerima langsung kebaikan

sang penguasa. Sebaiknya, seorang pejabat yang lalim dan korup, tentu akan

dibenci oleh rakyat, meski sang rakyat tidak mengalami langsung kedzaliman dan

korupsi sang pejabat.

Hal ini pun pada gilirannya akan mengantar kepada cinta terhadap Allah.

Karena bagaimanapun, hanya karena kebaikan Allah tercipta alam semesta ini.

Meski seseorang mungkin tidak langsung merasakannya, kebaikan Allah yang

menciptakan seluruh alam semesta ini menunjukkan bahwa Allah memang pantas

untuk dicintai. Kebaikan Allah yang menciptakan artis Dian Sastrowardoyo nan

cantik jelita namun tinggal di Jakarta, misalnya, adalah kebaikan yang tidak

langsung dirasakan seorang mahasiswa yang tinggal di Bandung.

d. Cinta kepada setiap keindahan

Segala yang indah tentu disukai, baik yang bersifat lahiriah maupun

batiniah. Lagu yang indah dirasakan oleh telinga. Wajah yang cantik diserap oleh

mata. Namun keindahan sifat dan perilaku serta kedalaman ilmu, juga membuat

seorang Imam Syafi’i, misalnya, dicintai oleh banyak orang. Meskipun mereka

tidak tahu apakah w ajah dan penampilan Imam Syafi’i betul -betul menarik atau

tidak. Keindahan yang terakhir inilah yang merupakan keindahan batiniah.

Keindahan yang bersifat batiniah inilah yang lebih kuat daripada keindahan yang

bersifat lahiriah. Keindahan fisik dan lahiriah bisa rusak dan sirna, namun

keindahan batiniah relatif lebih kekal.

Pada gilirannya, segala keindahan itu pun akan berujung pada keindahan

Tuhan yang sempurna. Namun keindahan Tuhan adalah keindahan rohaniah yang

hanya dapat dirasakan oleh mata hati dan cahaya batin. Orang yang betul-betul

menyadari betapa Tuhan Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan segala sifat

kesempurnaan melekat dalam Zat-Nya, maka tak ayal ia pun akan menyadari

betapa indahnya Tuhan, sehingga sangat pantas Tuhan untuk dicintai.

e. Kesesuaian dan keserasian

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 10/15

Jika sesuatu menyerupai sesuatu yang lain, maka akan timbul ketertarikan

antara keduanya. Seorang anak kecil cenderung lebih bisa akrab bergaul dengan

sesama anak kecil. Seorang dosen tentu akan mudah berteman dengan sesama

dosen daripada dengan seorang tukang becak. Ketika dua orang sudah saling

mengenal dengan baik, maka tentu terdapat kesesuaian antara keduanya.

Berangkat dari kesesuaian dan keserasian inilah akhirnya muncul cinta.

Sebaliknya, jika dua orang tidak saling mengenal, kemungkinan besar karena

memang terdapat perbedaan dan ketidakcocokan antara keduanya. Karena

ketidakcocokan dan perbedaan pula akan muncul tidak suka atau bahkan benci.

Dalam konteks kesesuaian dan keserasian inilah, cinta kepada Tuhan akan

muncul. Meski demikian, kesesuaian yang dimaksud ini bukanlah bersifat lahiriah

seperti yang diuraikan di atas, namun kesesuaian batiniah. Sebagian hal tentang

kesesuaian batiniah ini merupakan misteri dalam dunia tasawuf yang menurut al-

Ghazali tidak boleh diungkapkan secara terbuka. Sedangkan sebagian lagi boleh

diungkapkan, seperti bahwa seorang hamba boleh mendekatkan diri kepada Tuhan

dengan meniru sifat-sifat Tuhan yang mulia, misalnya ilmu, kebenaran, kebaikan,

dan lain-lain.

Terkait dengan sebab keserasian dan kecocokan ini, satu hal yang perlu

digarisbawahi adalah bahwa Allah tidak akan pernah ada yang mampu

menandingi atau menyerupainya.Keserasian yang terdapat dalam jiwa orang-

orang tertentu yang dipilih oleh Allah, sehingga ia mampu mencintai Allah

dengan sepenuh hati, hanyalah dalam arti metaforis (majazi). Keserasian tersebut

adalah wilayah misteri yang hanya diketahui oleh orang-orang yang betul-betul

mengalami cinta ilahiah.Doktrin-doktrin Mahabbah

A Makna Cinta di Kalangan Sufi

Dalam tasawuf, konsep cinta (mahabbah) lebih dimaksudkan sebagai bentuk

cinta kepada Tuhan . Meski demikian, cinta kepada Tuhan juga akan melahirkan bentuk

kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada seluruh alam semesta. Hal ini bisa dilacak

pada dalil- dalil syara’, baik dal am Alquran maupun hadis yang menunjukkan tentang

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 11/15

persoalan cinta. Sebagian dalil tersebut telah disebutkan pada bagian sebelumnya dalam

makalah ini.

Secara terminologis, sebagaimana dikatakan al-Ghazali, cinta adalah suatu

kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat. Apabila kecenderungan

itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan rindu. Sedangkan sebaliknya, benci

adalah kecenderungan untuk menghindari sesuatu yang menyakiti. Apabila

kecenderungan untuk menghindari itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan

denda m.

Menurut Abu Yazid al-Busthami mengatakan bahwa cinta adalah menganggap

sedikit milikmu yang sedikit dan menganggap banyak milik Dzat yang kau cintai.Sementara Sahl bin Abdullah al-Tustari menyatakan bahwa cinta adalah melakukan

tindak-tanduk ketaatan dan menghindari tindak-tanduk kedurhakaan. Bagi al-Junaid,

cinta adalah kecenderungan hati. Artinya, kecenderungan hati seseorang kepada Allah

dan segala milik-Nya tanpa rasa beban.

B. Cinta Sejati adalah Cinta kepada Allah

Bagi al-Ghazali, orang yang mencintai selain Allah, tapi cintanya tidak

disandarkan kepada Allah, maka hal itu karena kebodohan dan kepicikan orang tersebut

dalam mengenal Allah. Cinta kepada Rasulullah SAW, misalnya, adalah sesuatu yang

terpuji karena cinta tersebut merupakan manifestasi cinta kepada Allah. Hal itu karena

Rasulullah adalah orang yang dicintai Allah. Dengan demikian, mencintai orang yang

dicintai oleh Allah, berarti juga mencintai Allah itu sendiri. Begitu pula semua bentuk

cinta yang ada. Semuanya berpulang kepada cinta terhadap Allah.

Jika sudah dipahami dan disadari dengan baik lima sebab timbulnya cinta yang

telah diuraikan al-Ghazali sebelumnya, maka juga bisa disadari bahwa hanya Allah yang

mampu mengumpulkan sekaligus kelima faktor penyebab cinta tersebut. Kelima faktor

penyebab tersebut terjadi pada diri manusia hanyalah bersifat metaforis (majazi), dan

bukanlah hakiki. Hanya Allah Yang Maha Sempurna. Ia tidak bergantung kepada apapun

dan siapa pun. Kesempurnaan itulah yang akan mengantarkan seseorang kepada cinta

sejati, yaitu cinta terhadap Allah.

C. Mahabbah: antara Maqam dan Hal

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 12/15

Sebagaimana diketahui, dalam terminologi tasawuf ada istilah maqam

(tingkatan) dan hal (keadaan, kondisi kejiwaan) . Menurut as-Sarraj ath-Thusi dalam

kitabnya al- Luma’ , maqam merujuk kepada tingkatan seorang hamba di depan Tuhan

pada suatu tingkat yang ia ditempatkan di dalamnya, berupa ibadah, mujahadah ,

riyadhah , dan keterputusan (inqitha’) kepada Allah. Sedangkan hal adalah apa yang

terdapat di dalam jiwa atau sesuatu keadaan yang ditempati oleh hati. Sementara

menurut al-Junaid, hal adalah suatu “tempat” yang berada di dalam jiwa dan tidak

statis.

Menurut al-Ghazali, Cinta kepada Allah (mahabbah) merupakan tingkatan

(maqam) puncak dari rangkaian tingkatan dalam tasawuf. Tak ada lagi tingkatan setelah

mahabbah selain hanya sekedar efek sampingnya saja, seperti rindu (syauq), mesra

(uns), rela (ridla), dan sifat-sifat lain yang serupa. Di samping itu, tidak ada satu

tingkatan pun sebelum mahabbah selain hanya sekedar pendahuluan atau pengantar

menuju ke arah mahabbah, seperti taubat, sabar, zuhud, dan lain-lain. Cinta sebagai

maqam ini juga diamini oleh Ibn Arabi. Menurutnya, cinta merupakan maqam ilahi.

Berbeda dengan al-Ghazali, menurut al-Qusyairi, mahabbah merupakan

termasuk hal. Bagi al-Qusyairi, cinta kepada Tuhan (mahabbah) merupakan suatu

keadaan yang mulia saat Tuhan bersaksi untuk sang hamba atas keadaannya tersebut.

Tuhan memberitahukan tentang cinta-Nya kepada sang hamba. Dengan demikian,

Tuhan disifati sebagai yang mencintai sang hamba. Selanjutnya, sang hamba pun disifati

sebagai yang mencintai Tuhan .

D. Tingkatan Cinta

Dilihat dari segi orangnya, menurut Abu Nashr ath-Thusi, cinta kepada Tuhan

terbagi menjadi tiga macam cinta. Pertama, cinta orang-orang awam. Cina seperti ini

muncul karena kebaikan dan kasih sayang Tuhan kepada mereka. Ciri-ciri cinta ini adalah

ketulusan dan keteringatan (zikir) yang terus-menerus. Karena jika orang mencintai

sesuatu, maka ia pun akan sering mengingat dan menyebutnya. Kedua, cinta orang-

orang yang shadiq dan mutahaqqiq. Cinta mereka ini timbul karena penglihatan mata

hati mereka terhadap kekayaan, keagungan, kebesaran, pengetahuan dan kekuasaan

Tuhan. Ciri- ciri cinta ini adalah “terkoyaknya tabir” dan “tersingkapnya rahasia” Tuhan.

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 13/15

Selain itu, ciri lain adalah lenyapnya kehendak serta hilangnya semua sifat (kemanusiaan

dan keinginan duniawi). Ketiga, cinta orang-orang shiddiq dan arif. Cinta macam ini

timbul dari penglihatan dan pengenalan mereka terhadap ke- qadim -an Cinta Tuhan

tanpa sebab (illat) apapun. Menurut Zunnun al-Mishri, sifat cinta ini adalah terputusnya

cinta dari hati dan tubuh sehingga cinta tidak lagi bersemayam di dalamnya, namun

yang bersemayam hanyalah segala sesuatu dengan dan untuk Allah. Sedangkan menurut

Abu Ya’qub as -Susi, cirinya alah berpaling dari cinta menuju kepada Yang Dicintai.

Sementara al-Junaid menambahkan bahwa ciri cinta macam ini adalah meleburnya sifat-

sifat Yang Dicintai kepada yang mencintai sebagai pengganti sifat-sifatnya.

Mahabbah dalam Al- qur’an dan al -hadist

Paham mahabbah sebagaimana disebutkan diatas mendapatkan tempat di dalam

al-qur’an. Banyak ayat -ayat dalam al- qur’an yang menggambarkna bahwa antara

manusia dengan tuhan dapat saling bercinta. Misalnya ayat yang berbunyi :

“jika kamu cinta Allah, maka turutlah aku dan Allah akan mencintai kamu...”

(QS. Ali imran: 30)

“All ah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-nya yang mencintai- nya..”

(QS. Al maidah : 54)

Kedua ayat di atas memberikan petunjuk bahwa manusia dan tuhan dapat saling

mencintai, karena alat untuk mencintai tuhan, yaitu roh adalah berasal dari roh

tuhan. Roh tuhan dan roh yang ada pada manusia sebagai anugerah tuhan bersatu

dan terjadilah mahabbah. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa pada saat terjadi

mahabbah diri yang dicintai telah menyatu dengan yang mencintai yangdigambarkan dalam telinga, mata dan tangan tuhan. Dan untuk mencintai keadaan

tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 14/15

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Cinta kepada Allah (mahabbah) merupakan tingkatan (maqam) puncak

dari rangkaian tingkatan dalam tasawuf. Tak ada lagi tingkatan

setelah mahabbah selain hanya sekedar efek sampingnya saja, seperti

rindu (syauq), mesra (uns), rela (ridla), dan sifat-sifat lain yang serupa. Di

samping itu, tidak ada satu tingkatan pun sebelum mahabbah selain hanya sekedar pendahuluan atau pengantar menuju ke arah mahabbah, seperti taubat, sabar,

zuhud, dan lain-lain.

8/11/2019 makalah "Mahabbah"

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-mahabbah 15/15

DAFTAR PUSTAKA

Ridha, Abdurrasyid Memasuki Makna Cinta, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

al-Taftazani, Abu al-Wafa al-Ghanimi, Sufi dari Zaman ke Zaman, Suatu

Pengantar tentang Tasawuf, terj. Ahmad Rofi’ Utsmani, Bandung: Pustaka, 1985.

al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulumiddin, Beirut, Dar

al-Ma’rifah.

al- Luma’, Abu Nashr as-Sarraj ath-Thusi, Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah, 1960

Al-Hujwairi, Kasyful Mahjub, terj. Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi WM,

Bandung: Mizan, 1993

Nata, Abudin.. Akhlak Tasawuf . Jakarta 2009

Asmaran, As. pengantar studi akhlak . Jakarta. 1996

Mujib, Abdul. 2004. Risalah Cinta . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada