makalah isi.docx

49
Tinjauan Pustaka MULTIPLE MYELOMA Oleh: Adhitya Fajar Prasetya, S. Ked NIM. I1A006072 Pembimbing: dr. Muhammad Darwin Prenggono, SpPD K-HOM BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

Upload: yantari-tiyora

Post on 30-Nov-2015

121 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah ISI.docx

Tinjauan Pustaka

MULTIPLE MYELOMA

Oleh:

Adhitya Fajar Prasetya, S. Ked

NIM. I1A006072

Pembimbing:

dr. Muhammad Darwin Prenggono, SpPD K-HOM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Februari, 2012

Page 2: Makalah ISI.docx

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

DAFTAR TABEL....................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5

1.1. Latar belakang...........................................................................................5

1.2. Tujuan........................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8

2.1. Definisi......................................................................................................8

2.2. Epidemiologi.............................................................................................8

2.3. Etiologi......................................................................................................9

2.4. Patogenesis................................................................................................9

2.4.1. Asal-usul sel plasma ganas................................................................9

2.4.2. Meningkatnya ketidakstabilan kariotipe..........................................11

2.4.3. Lingkungan mikro sumsum tulang pada mieloma...........................11

2.4.4. Gangguan fungsi ginjal....................................................................13

2.4.3. Anemia.............................................................................................14

2.5. Manifestasi klinis....................................................................................16

2.5.1. Anamnesis........................................................................................16

2

Page 3: Makalah ISI.docx

2.5.2. Pemeriksaan fisik.............................................................................19

2.6. Pemeriksaan penunjang...........................................................................21

2.6.1. Laboratorium....................................................................................22

2.6.2. Radiologis........................................................................................22

2.7. Penatalaksanaan.......................................................................................25

2.8. Prognosis.................................................................................................27

BAB III PENUTUP...............................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: Makalah ISI.docx

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1. Faktor risiko terjadinya multiple myeloma................................................9

Gambar I. Amiloidosis yang menginfiltrasi lidah pada multiple myeloma...........21

4

Page 5: Makalah ISI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Multiple myeloma, dikenal pula dengan nama mieloma sel plasma atau

penyakit Kahler, merupakan kanker sel plasma, sejenis sel darah putih yang

normalnya bertanggung jawab untuk produksi antibodi. Kumpulan sel abnormal

tertumpuk di tulang, dan menyebabkan lesi tulang (daerah jaringan abnormal) dan

di sumsum tulang, yang di situ sel-sel tersebut mengganggu produksi sel darah

normal. Sebagian besar kasus myeloma juga memperlihatkan produksi

paraprotein, antibodi abnormal yang dapat menyebabkan masalah ginjal dan

mengganggu produksi antibodi normal yang menyebabkan imunodefisiensi.

Hiperkalsemia (peningkatan kadar kalsium) juga terjadi.1

Di seluruh dunia, multiple myeloma terjadi pada sekitar ±0,8% dari semua

diagnosis kanker dan ±0,9% kematian akibat kanker pada tahun. Insidensi

penyakit ini lebih besar pada pria dibandingkan wanita, dan lebih tinggi di antara

orang Afrika Amerika. Tingkat kejadian pada di antara orang kulit putih Amerika

Serikat, Kanada, dan di sebagian besar negara Eropa hampir sama, sementara di

negara-negara Asia dan orang-orang Tionghoa yang tinggal di Los Angeles dan

Hawaii cenderung lebih rendah daripada penduduk Eropa dan/atau Kaukasia,

kecuali Israel.2-4

Multiple myeloma seringkali didahului oleh masa tanpa keluhan

(asimtomatik). Keluhan yang sering muncul berupa gejala-gejala yang

5

Page 6: Makalah ISI.docx

berhubungan dengan anemia, nyeri tulang, dan infeksi. Nyeri tulang yang timbul

dapatg disebabkan oleh gejala-gejala akibat kerusakan pada rangka tulang tubuh,

berupa pembengkakan, nyeri setempat, nyeri hebat yang terus-menerus, dan

fraktur patologis yang dapat terjadi di tulang-tulang tengkorak, vertebra, sternum,

iga, ileum, sakrum, dan pangkal sendi bahu dan panggul, Nyeri bersifat hilang-

timbul, berpindah-pindah, dan menyerupai reumatik, paling sering pada tulang

punggung. Fraktur patologis di tulang punggung menyerupai nyeri pada pleuritis,

gangguan neurologis, deformitas dinding dada, dan berkurangnya tinggi badan

bila kerusakan terjadi pada tulang punggung bagian pinggang, dada, serta bawah.

Dalam perjalanan penyakit yang lanjut, dapat terjadi gagal ginjal kronik. Kadang-

kadang pasien didiagnosis multiple myeloma karena penemuan laboratorium yang

menunjukkan hiperkalsemia, proteinuria, peningkatan kecepatan sedimentasi, atau

abnormalitas pada elektroforesis serum.5

Multiple myeloma didiagnosis dengan tes darah (elektroforesis protein,

hapusan darah tepi), pemeriksaan mikroskopis sumsun tulang (biopsi), dan foto

tulang yang umum terlibat. Multiple myeloma umumnya dianggap tak dapat

disembuhkan, namun pemulihan dapat terjadi dengan steroid, kemoterapi,

talidomid dan pencangkokan stem cell. Obat-obatan baru seperti lenalidomid dan

bortezomib sering digunakan pada multiple myeloma yang mencapai stadium

lanjut. Radioterapi terkadang digunakan untuk menangani lesi tulang yang

menimbulkan gejala.

6

Page 7: Makalah ISI.docx

1.2. Tujuan

Makalah tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menjelaskan tentang definisi,

klasifikasi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,

penatalaksanaan dan prognosis multiple myeloma.

7

Page 8: Makalah ISI.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Multiple myeloma adalah penyakit yang timbul karena transformasi ganas

bentuk terminal limfosit B, yaitu sel plasma. Meskipun tergolong tumor ganas

(hanya 1% dari seluruh keganasan, atau 10% dari seluruh keganasan

hematologis), multiple myeloma merupakan keganasan hematologis kedua setelah

limfoma non-Hodgkin.6

2.2. Epidemiologi

Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari

keganasan hematologis. Multiple myeloma merupakan keganasan hematologis

paling sering kedua di Amerika Serikat. Umur rata-rata pasien berkisar pada 65

tahun, meskipun kadang-kadang multiple myeloma terjadi pada umur dekade

kedua. Penyakit ini menyebabkan kematian rata-rata 12.000 orang/tahun di

Amerika Serikat. Di Inggris, terdapat angka kematian tahunan rata-rata 9

orang/100 juta penduduk. Kejadian multiple myeloma adalah 2/3 lebih tinggi pada

pria kulit hitam daripada perempuan kulit hitam, dengan kejadian yang lebih

tinggi secara signifikan pada laki-laki pada setiap populasi di Amerika Serikat. Di

Poliklinik Hematologi-Onkologi RSCM Jakarta, usia pasien rata-rata 52 tahun,

berkisar dari 15 hingga 72 tahun, yang pada kasus ini pria lebih sering daripada

wanita.7

8

Page 9: Makalah ISI.docx

2.3. Etiologi

Etiologi multiple myeloma tidak diketahui. Pajanan radiologis

meningkatkan risiko, seperti yang dibuktikan dengan lebih tingginya tingkat

kesakitan daripada yang diperkirakan pada orang-orang yang selamat dari bom

atom, pekerja radiasi, dan pasien-pasien pasca-iradiasi dengan spondilitis

ankilosa. Asal mula sel plasma ganas itu masih misteri. Data dari studi kloning

dan sekuensi gen mengesankan dengan kuat bahwa pada klon ganas, multiple

myeloma muncul dari sel akhir pada perkembangan sel B.8

Tabel 1. Faktor risiko terjadinya multiple myeloma7

Ras Afrika-AmerikaLaki-lakiUsia tuaMonoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS)Rangsangan imun kronisPaparan radiasiPaparan dari pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida, industri cat, metal,

kayu, kulit, tekstil, asbes, bensin, dan pelarutPredisposisi genetik

2.4. Patogenesis

2.4.1. Asal usul sel plasma ganas

Sel mieloma merupakan sel plasma berumur panjang, yang terpajan pada

antigen yang mengalami proses maturasi sel B. Maturasi prekursor sel B normal

menjadi sel plasma matang melibatkan penyusunan kembali gen Ig dengan mutasi

somatik region variabel berikutnya. Sel mieloma adalah sel plasma pusat pasca-

germinal, yang telah mengalami rekombinasi gen imunoglobulin, pertukaran

kelas, hipermutasi somatik, dan tempat beradanya sumsum tulang. Analisis

9

Page 10: Makalah ISI.docx

molekuler sel mononuklir darah tepi pada meloma telah menunjukkan adanya sel

B klonal yang beredar dengan penyusunan kembali gen imunoglobulin yang sama

dan dengan hipermutasi somatik yang sama seperti sel plasma ganas sumsum

tulang. Sel-sel mieloma berproliferasi dengan kecepatan rendah. Indeks label sel

plasma biasanya mendeteksi <1% sel tumor yang mensintesis DNA secara aktif

hingga akhir perjalanan penyakit, dan menjadi indikator prognosis yang lebih baik

daripada infiltrasi sel plasma di sumsum tulang.9,10

2.4.2. Meningkatnya ketidakstabilan kariotipe

Semakin banyak bukti yang mengesankan bahwa perkembangan mieloma

merupakan proses multilangkah yang termasuk berbagai kejadian perubahan

kromosom struktural yang progresif. Kariotipe mieloma lebih mirip tumor epitel

dan fase blast leukemia myeloid kronis daripada keganasan hemopoietik lainnya.

Akan tetapi, jumlah translokasi yang tak seimbang [translokasi yang

memunculkan kromosom derivat yang kehilangan sekuens dari kromosom yang

terlibat] banyak meningkat pada mieloma dibandingkan dengan tumor epitel,

seperti yang diungkapkan oleh hibridisasi genomik komparatif. Sehingga,

beberapa subtype penyakit itu telah diidentifikasi pada tingkatan genetik dan

molekuler. Subtipe genetik tersebut dihubungkan dengan manifestasi

klinikopatologis yang unik dan hasil yang tak serupa. Pada tingkatan teratas,

mieloma dapat dibagi menjadi subtype hiperdiploid dan non-hiperdiploid. Yang

terakhir terutama terdiri atas kasus-kasus yang mengandung translokasi IgH, yang

umumnya dikaitkan dengan manifestasi klinis dan tingkat kesembuhan yang lebih

pendek with. 3 translokasi IgH utama pada mieloma adalah t(11;14)(q13;q32),

10

Page 11: Makalah ISI.docx

t(4;14)(p16;q32) dan t(14;16)(q32;q23). Trisomi dan bentuk penyakit yang lebih

lambat memiliki ciri mieloma hiperdiploid. Sejumlah faktor progresi genetik telah

dikenali, termasuk delesi kromosom 13 dan 17 serta abnormalitas kromosom 1

(delesi 1p dan amplifikasi 1q). Translokasi t(4;14), t(14;16) dan del 17p yang

dideteksi dengan hibridisasi in situ fluoresens (FISH), dan hipodiploidi dan del

13q yang dideteksi oleh sitogenetika konvensional dianggap sebagai faktor risiko

sampingan dan menandakan multiple myeloma yang berisiko tinggi. Penggerak

penting lain dari kelangsungan hidup dan proliferasi sel juga telah diidentifikasi

seperti mutasi aktivasi faktor nuklear jB (NF-jB) dan faktor deregulasi lain untuk

regulator jalur yang bergantung siklin.11

2.4.3. Lingkungan mikro sumsum tulang pada mieloma

Patogenesis multiple myeloma amat kompleks dan termasuk interaksi

bersama yang mempengaruhi jumlah dan fungsi sel ganas dan sel stroma sumsum

tulang normal (BMSCs). Kejadian sel mieloma memasuki sumsum tulang

nampaknya melibatkan adhesi selektif pada sel endotel sumsum tulang, migrasi

trans-endotel, dan adhesi pada sel stroma melalui produksi faktor turunan stroma

1 (SDF-1) dan faktor pertumbuhan mirip insulin 1 (IGF-1), yang disekresikan

oleh sel endotel sumsum tulang dan stroma dan berefek kemoatraktan pada sel

mieloma. Adhesi sel mieloma pada BMSCs, melalui interaksi integrin a4b1–

molekul adhesi sel vaskular 1 (VCAM-1), menyebabkan sekresi parakrin sitokin

seperti interleukin-6 (IL-6), IL-1b, IL-11, faktor nekrosis tumor (TNFs),

transforming growth factor-b (TGF-b) dan aktivator reseptor ligan NF-κB

(RANKL) oleh BMSCs. Produksi IL-6 oleh BMSCs, yang terjadi melalui aktivasi

11

Page 12: Makalah ISI.docx

NF-jB, menyebabkan proliferasi sel mieloma, dan melindunginya dari apoptosis

yang disebabkan oleh deksametason. Aktivasi NF-jB, yang merupakan faktor

transkripsional, bertanggung jawab untuk produksi faktor pertumbuhan lain dan

molekul adhesi, seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), VCAM-1

dan selektin-E, oleh BMSCs dan sel mieloma.9

Angiogenesis juga meningkat pada mieloma dan berhubungan dengan

aktivitas dan kesembuhan penyakit. VEGF yang disekresikan dari sel mieloma

berinteraksi dengan reseptor di sel endotel untuk meningkatkan migrasi dan

proliferasinya. Faktor tambahan, seperti faktor pertumbuhan fibroblast dasar

(bFGF), yang diproduksi oleh mieloma maupun sel stroma, juga menyebabkan

angiogenesis. Pada mieloma juga didapatkan penghambatan fungsi limfosit T

melalui mekanisme yang tidak jelas namun bisa juga termasuk produksi molekul

inhibitor, seperti interferon-a (IFN-a) pada konsentrasi tinggi, dan reduksi IFN-c12.

Destruksi tulang adalah ciri khas multiple myeloma. Hal tersebut

berhubungan dengan meningkatnya akvitias osteoklas, yang tidak diimbangi

dengan peningkatan pembentukan osteoblas. Pembuangan resorpsi dan formasi itu

menimbulkan kehilangan tulang yang cepat, osteoporosis, lesi litik dan fraktur.

Sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan yang diproduksi baik oleh sel mieloma

maupun BMSCs menimbulkan peningkatan dan akvitas pembentukan osteoklas

pada mieloma. Sitokin tersebut IL-6, IL-1b, IL-11, TNF-a, TNF-b, bFGF, IGF

dan, yang baru-baru ini dilaporkan, protein inflamasi makrofag-1a (MIP-1α),

faktor pertumbuhan hepatosit dan yang lebih penting lagi jalur RANKL. Sel

mieloma juga memproduksi inhibitor diferensiasi osteoblas yang dimediasi oleh

12

Page 13: Makalah ISI.docx

Wnt yang menyebabkan berkurangnya pembentukan tulang, seperti dickkopf-1

dan soluble frizzled-related protein-213,14.

Akibat peningkatan resorpsi tulang osteoklastik yang disebabkan oleh

sitokin poten yang diekspresikan atau disekresikan secara lokal oleh sel-sel

mieloma (RANKL, MIP-1α, dan TNF) maupun yang mengalami over-ekspresi

pada sel lain pada lingkungan mikro setempat, akan terjadi resorpsi tulang,

sehingga pada gilirannya akan mengakibatkan efluks kalsium ke cairan

ekstraselular, dan akan mengakibatkan hiperkalsemia. Patogenesis hiperkalsemia

pada penderita multiple myeloma diduga lebih kompleks daripada yang dijelaskan

di atas, karena tidak semua pasien yang menderita penyakit tulang mieloma

menjadi hiperkalsemia, dan pada pasien yang menunjukkan hiperkalsemia secara

nyata, fenomena tersebut sering muncul pada akhir perjalanan penyakitnya.15,16

2.4.4. Gangguan fungsi ginjal

Cast nephropathy merupakan komplikasi ginjal yang khas ditemukan pada

pasien mieloma. Diketahui bahwa bahwa protein rantai ringan bebas memainkan

peranan penting dalam menyebabkan kerusakan ginjal seperti itu. Studi

eksperimental pada tikus telah menunjukkan bahwa penginfusan rantai ringan

yang dibersihkan dari pasien dengan gagal ginjal dapat menyebabkan cast

nephropathy pada tubulus. Insidensi kerusakan ginjal itu lebih rendah pada hewan

yang diterapi dengan rantai ringan dari pasien yang tak terbukti mengidap

penyakit ginjal. Hal ini menandakan bahwa sifat fisiko-kimiawi rantai ringan

cukup berbeda. Dalam hal ini, beberapa rantai ringan yang menyebabkan sindrom

Franconi dapat dicerna oleh katepsin B. Sebaliknya, bentuk lain rantai ringan

13

Page 14: Makalah ISI.docx

yang membentuk cast obstruktif di tubulus distalis resisten pada proteolisis oleh

tripsin dan pepsin. Beberapa rantai ringan nefrotoksik terlihat bisa mengalami

agregasi membentuk polimer besar dalam kondisi fisiologis yang ditemukan di

tubulus distalis.17

Pada pasien mieloma, kapasitas sel tubulus proksimal untuk mereabsorsi

dan mengkatabolisasi rantai ringan meningkat drastis. Sebagai akibatnya, rantai

ringan yang tidak direabsorbsi di tubulus proksimalis mencapai bagian distal

nefron dan di situ bergabung dengan mukoprotein Tamm-Horsfall lalu

menyebabkan pembentukan cast obstruktif. Obstruksi tubulus distalis seperti itu

menimbulkan kebocoran muatan tubulus ke interstisium dan menimbulkan

gambaran klasik cast tubulus dan mieloma ginjal.17

Dehidrasi yang kadang-kadang disebabkan oleh diuretik mengurangi laju

filtrasi glomerulus dan menimbulkan peningkatan konsentrasi rantai ringan dalam

plasma yang kemudian meningkatan kapasitas untuk reabsorbsi dan katabolisme

rantai ringan di tubulus proksimal. Hiperkalsemia dapat menyebabkan

vasokonstriksi yang diikuti dengan penurunan LFG. Beberapa obat, khususnya

anti-inflamasi non-steroid, mengurangi aliran darah ginjal.17

2.4.5. Anemia

Seperti pada umumnya keganasan, anemia pada multiple myeloma

berbentuk anemia penyakit kronis, yang merupakan kondisi multi-faktor, yang

sebagian besar disebabkan oleh produksi sitokin dengan efek merusak produksi

sel darah merah. Sitokin tersebut bersifat inflamatorik dan paramaligna, serta

mensupresi kecepatan produksi eritropoietin serta proliferasi dan diferensiasi pada

14

Page 15: Makalah ISI.docx

kompartemen eritroblastik sumsum tulang. Lebih lanjut, terdapat efek penting

pada metabolisme besi.18-20

Sitokin inflamatorik termasuk ekspresi dari regulator distribusi besi

terpenting (hepsidin), yang pada gilirannya meningkatkan degradasi feroportin,

satu-satunya pengangkut besi dari dalam sel ke kompartemen plasma. Hal ini

menyebabkan penurunan transpor besi sepanjang brush border usus juga dari

makrofag ke plasma. Sebagian besar besi yang dilepaskan ke plasma dari

makrofag berasal dari pemecahan sel darah merah tua. Ketika pelepasan besi

makrofag ini menurun, saturasi transferin plasma menurun, dan eritroblas pada

sumsum tulang memerlukan besi. Secara serentak, besi tertumpuk di makrofag,

hal ini menjelaskan mengapa kadar s-feritin pada pasien itu normal atau sedikit

meningkat. Pergantian normal besi dari makrofag ke eritroblas sumsum tulang

terdiri atas 30 mg besi atau 15–20 kali absorpsi harian, menandakan betapa

pentingnya penggunaan kembali besi dibandingkan dengan ambilan harian.21,22

Gangguan pergantian besi yang disebabkan oleh hepsidin ini disebut sebagai

defisiensi besi fungsional dan nampak menjadi masalah utama pada anemia

kanker. Masalah dengan dukungan besi pada eritropoiesis pada anemia penyakit

kronis menjadi lebih nyata selama perawatan dengan stimulan eritropoietin,

karena menghalangi respon pada banyak pasien secara efektif. Lebih lanjut, jika

terapi stimulan eritropoietin berhasil menstimulasi proliferasi sel darah merah,

lebih banyak besi yang diperlukan. Hitung retikulosit yang naik 2 kali lipat sering

terjadi, dan hal ini juga berarti kenaikan besi yang diperlukan sebanyak 2 kali

lipat, atau sekitar 60 mg besi per hari yang diangkut plasma. Dalam keadaan lain,

15

Page 16: Makalah ISI.docx

seperti pada terapi anemia defisiensi B12, hal ini tidak masalah, namun pada

penyakit kronis, interaksi hepsidin-feroportin menurunkan kemungkinan

tersedianya besi di sumsum tulang.23,24

Faktor lain yang menyebabkan anemia penyakit kronis adalah rentang hidup

sel darah merah yang memendek, kekurangan gizi, dan disfungsi ginjal.18

2.5. Manifestasi klinis

2.5.1. Anamnesis

Gejala yang ada pada multiple myeloma antara lain nyeri tulang, fraktur

patologis, kelemahan, anemia, infeksi (sering disebabkan oleh Pneumococcus),

hiperkalsemia, kompresi medulla spinalis, maupun gagal ginjal. Diagnosis bersifat

insidental pada 30% kasus. MM sering ditemukan melalui skrining darah rutin

ketika pasien dievaluasi untuk masalah yang tak berhubungan. Biasanya,

perbedaan jauh antara kadar protein total dan kadar albumin yang dapat dilihat

pada panel kimia otomatis menandakan ada masalah (yakni, protein minus

albumin sama dengan globulin).25

Sepertiga pasien multiple myeloma didiagnosis setelah terjadi fraktur

patologis; fraktur demikian sering terjadi pada tulang aksial. Dua pertiga pasien

mengeluhkan nyeri tulang, umumnya dengan nyeri punggung bawah. Nyeri tulang

itu sering dirasakan di punggung, tulang panjang, tengkorak, dan/atau pelvis.25

Pasien juga dapat mengeluhkan gejala penyerta non-spesifik yang terkait

pada hiperviskositas dan hiperkalsemia.25

16

Page 17: Makalah ISI.docx

a. Nyeri tulang, merupakan gejala yang umum terdapat pada multiple

myeloma. Sebagian besar rangkaian laporan kasus melaporkan bahwa

pada 70% pasien didapatkan nyeri tulang. Vertebra lumbalis merupakan

tempat predileksi utama nyeri.

b. Fraktur patologis dan lesi tulang. Fraktur patologis sangat umum pada

multiple myeloma. Pada 93% pasien ada lebih dari 1 tulang yang terlibat.

Keluhan tersebut sering berakibat parah.

c. Kompresi medula spinalis. Gejala yang harus diperhatikan dokter untuk

dipikirkan adanya kompresi medula spinalis adalah nyeri punggung,

kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Karena kompresi

medula spinalis terjadi pada berbagai tingkat, evaluasi menyeluruh atas

tulang belakang sangat diperlukan. Pasien yang masih bisa berjalan saat

terapi dimulai memiliki kesempatan sembuh yang besar dan berkurangnya

risiko paralisis.

d. Perdarahan. Pasien kadang-kadang memerlukan perhatian medis karena

perdarahan yang diakibatkan oleh trombositopenia. Protein monoklonal

dapat menyerap faktor pembekuan dan menyebabkan pembekuan,

meskipun jarang.

e. Hiperkalsemia. Kebingungan, somnolen, nyeri tulang, konstipasi, mual,

dan kehausan adalah gejala hiperkalsemia. Komplikasi ini dapat hadir

pada 30% pasien multiple myeloma. Pada sebagian besar keganasan padat,

hiperkalsemia membawa prognosis yang tak menyenangkan, namun pada

multiple myeloma, kejadiannya tidak mempengaruhi tingkat kesembuhan.

17

Page 18: Makalah ISI.docx

f. Infeksi. Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat

menimbulkan infeksi. Organisme seperti Pneumococcus umum terlibat,

namun cacar monyet (herpes zoster) dan infeksi Hæmophilus juga umum

pada pasien multiple myeloma.

g. Hiperviskositas, dapat dikaitkan dengan sejumlah gejala, termasuk malaise

generalisata, infeksi, demam, parestesia, memar, dan kehilangan sensasi

sensorik. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan somnolen, dan mudah

memar serta pandangan kabur. Pasien multiple myeloma biasa mengalami

gejala tersebut jika viskositas serumnya lebih tinggi 4 kali daripada

normal. Epistaksis juga muncul sebagai gejala, dengan volume tumor yang

besar. Kadang-kadang pada pasien dapat mengandung kadar protein

monoklonal yang begitu tinggi sehingga viskositas darahnya meningkat,

menyebabkan komplikasi seperti stroke, iskemia maupun infark miokard.

h. Gejala neurologis. Carpal tunnel syndrome merupakan komplikasi

mieloma yang paling umum. Meningitis (khususnya yang disebabkan oleh

infeksi Pneumococcus maupun Meningococcus) lebih umum pada pasien

multiple myeloma. Beberapa neuropati perifer dikaitkan dengan multiple

myeloma. Fungsi neurologis jangka panjang berhubungan erat dengan

kecepatan diagnosis dan penyusunan terapi yang tepat untuk multiple

myeloma.

i. Anemia, merupakan penyebab kelemahan paling umum pada pasien

multiple myeloma.

2.5.2. Pemeriksaan fisik

18

Page 19: Makalah ISI.docx

Pada pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan, mata

dapat menunjukkan pelepasan makular yang eksudatif, perdarahan retina, maupun

titik kapas. Pucat akibat anemia juga dapat ditemui. Ekimoses atau purpura akibat

trombositopenia juga ditemukan.25

Pelunakan tulang bukan hal yang tidak umum pada multiple myeloma. Hal

ini disebabkan oleh lesi tulang destruktif lisis fokal maupun fraktur patologis.

Yang khas adalah nyeri tanpa pelunakan. Fraktur patologis dapat ditemukan.

Umumnya, lesi nyeri yang melibatkan setidaknya 50% dari diameter korteks

tulang panjang atau lesi yang mengenai kolumna femoris maupun calcar femorale

berisiko tinggi (50%) untuk mengalami fraktur patologis. Risiko fraktur lebih

rendah pada lesi di ekstremitas atas daripada ekstremitas bawah. Malahan, defek

korteks kecil dapat mengurangi kekuatan berputar sebanyak 60% (stress riser

effect). 25

Pemeriksaan neurologis dapat menemukan perubahan tingkat sensorik (mis.

hilangnya sensasi di bawah dermatom yang mengalami kompresi medula

spinalis), neuropati, miopati, tanda Tinel, atau tanda Phalen akibat kompresi

carpal tunnel sebagai akibat sekunder deposisi amiloid.25

Plasmasitoma ekstramedular, yang terdiri atas massa jaringan lunak dari sel

plasma, bukanlah hal yang tidak umum. Meskipun traktur ærodigestivus menjadi

tempat predileksi paling umum, laporan yang ada juga menjelaskan lesi orbita,

saluran telinga, kutan, gaster, rektum, prostat, dan retroperitoneal.25

19

Page 20: Makalah ISI.docx

Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan hepatosplenomegali.

Pemeriksaan sistem kardiovaskular dapat menemukan kardiomegali sebagai

akibat sekunder deposisi imunoglobulin.25

Amiloidosis dapat terjadi pada beberapa pasien multiple myeloma.

Pemeriksaan fisik khas yang menunjukkan amiloidosis adalah sebagai berikut:

1. Shoulder pad sign

2. Makroglosia

3. Lesi kulit yang khas

4. Purpura peripalpebra post-protoskopi

Shoulder pad sign didefinisikan sebagai pembengkakan bilateral sendi

bahu sebagai akibat sekunder deposisi amiloid. Dokter menjelaskan

pembengkakan itu keras dan elastis. Amiloidosis dapat juga dikaitkan dengan

carpal tunnel syndrome dan nodul subkutan.25

Makroglosia dapat terjadi sebagai akibat sekunder deposisi amiloid pada

lidah dan umum pada pasien dengan amiloidosis.25

Gambar 1. Amiloidosis yang menginfiltrasi lidah pada multiple myeloma.

20

Page 21: Makalah ISI.docx

Lesi kulit yang disebutkan sebagai papul atau nodul seperti lilin dapat

terjadi pada batang badan, telinga, maupun bibir.25

Purpura peripalpebra post-protoskopi menegaskan amiloidosis. Pada pasien

dapat muncul raccoonlike dark circles di sekeliling matanya setelah prosedur yang

bersamaan dengan maneuver Valsava yang diperpanjang. Fragilitas kapiler yang

dikaitkan dengan amiloidosis dapat menyebabkan hal ini. Dahulu, hubungan ini

dilihat ketika pasien mengalami biopsi rectal untuk menegakkan diagnosis.25

2.6. Pemeriksaan penunjang

Terdapat kriteria mayor dan minor untuk diagnosis multiple myeloma

menurut Durie dan Salmon berdasarkan klinis dan laboratoris:26

a. Mayor: (1) plasmasitoma pada biopsi jaringan; (2) plasmasitosis pada

sumsum tulang dengan sel plasma >30%; (3) monoclonal globulin spike

pada elektroforesis serum: IgG>35 g/l, IgA>20 g/l, ekskresi light chain

pada elektroforesis urin 1 g/24 jam tanpa amiloidosis.

b. Minor: (1) plasmasitosis pada sumsum tulang dengan 10-30% sel

plasma; (2) monoclonal globulin spike yang kadarnya kurang dari yang

mayor; (3) lytic bone lesion; dan (4) normal IgM<500 mg/l, IgA<1 g/l

atau IgG<6 g/l.

Diagnosis mieloma memerlukan minimal 1 kriteria mayor dan 1 kriteria

minor, dan harus termasuk kriteria minor (1) + (2).27

2.6.1. Laboratorium

21

Page 22: Makalah ISI.docx

Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah

leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien

yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai

5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux

ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien saat

didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan

mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria,

sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan

imunoelektroforesis atau imunofiksasi.28

2.6.2. Radiologis

a. Foto polos sinar X

Gambaran foto sinar X dari multipel mieloma berupa multilesi, berbatas

tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi

terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di

rongga medula dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai

tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami

demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus

pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah

mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:28

1. Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekula tulang, terutama

tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan

mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda

22

Page 23: Makalah ISI.docx

radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering

dijumpai.

2. Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan

osteoprosis senilis.

3. Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi

yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.

4. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa

jaringan lunak.

Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada

suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus: kolumna vertebra 66%, iga 44%,

tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavikula 10% dan skapula 10%.28

b. CT-scan

CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun,

kegunaan alat ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT-scan tidak dibutuhkan

lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan

lesi yang dapat dideteksi oleh CT-scan.28

c. MRI

MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik

untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit

mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,

yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.28

23

Page 24: Makalah ISI.docx

Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola

menyerupai mieloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun

tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti

pengukuran nilai gamaglobulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk

menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosea, MRI dapat berguna

untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.28

d. Radiologi nuklir

Mieloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada

osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik

(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif

skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple mieloma tinggi. Scan dapat positif

pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.28

e. Angiografi

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari

peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk

mendiagnosis multipel mieloma.28

2.7. Penatalaksanaan

Ada beberapa terapi untuk multiple myeloma. Tiap terapi punya morbiditas

masing-masing. Beberapa pasien multiple myeloma mengalami penyakit yang

indolen dalam perjalanannya, sehingga dibutuhkan bukti progresivitas atau gejala

dari penyakti itu untuk memulai kemoterapi. Tanpa kemoterapi, pasien yang

menunjukkan gejala hanya bisa bertahan hidup tidak sampai 1 tahun.29

24

Page 25: Makalah ISI.docx

Penanganan utama (primer):

- Multiple myeloma bersifat radiosensitf dan kemosensitif.

- Keputusan awal pada pasien yang baru didiagnosis multiple myeloma

adalah apakah ia memerlukan terapi atau tidak.

- Kemoterapi merupakan pilihan pada pasien multiple myeloma dengan

hiperkalsemia, multiple myeloma yang menginduksi disfungsi ginjal,

anemia berat, dan infeksi brulang dengan hipogamaglobulinemia.

- Pasien dengan multilesi tulang harus menerima terapi sistemik sebelum

terapi radiasi.

- Pasien dengan multiple myeloma asimtomatik atau jika diagnosis pasti

masih belum tegak harus difollow-up secara ketat.

- Lesi soliter dapat diterapi dengan radiasi.

- Respon klinis multiple myeloma biasa ditandai dengan perbaikan pada

nyeri tulang, anemia, dan hiperkalsemia.

- Kadar protein biasanya turun meskipun lambat dan butuh beberapa

bulan karena waktu paruh yang panjang dari beberapa sub-kelas Ig.

- Respon dinyatakan komplit jika ditemukan sel plasma <5% pada biopsi

sumsum tulang dan tidak adanya Ig monoklonal pada

imunoelektroforesis.

Kemoterapi dosis konvensional biasanya sudah memberikan respon yang

komplit. Respon parsial terjadi jika ada 50-75% reduksi pada protein monoklonal.

Yang dapat diberikan pada kemoterapi adalah:30

a. Agen tunggal

25

Page 26: Makalah ISI.docx

- Melphalan. Merupakan agen alkilasi yang sering digunakan. Obat ini

diberikan selama 4 hari berturut-turut setiap 4-6 minggu dengan dosis 10

mg. Kombinasi dengan prednison akan menggandakan tingkat respon

pada 50-60% pasien, namun hanya sedikit dampaknya terhadap

keselamatan hidup penderita. Prednison biasanya diberikan 1-2

mg/kgBB/hari.

- Siklofosfamid. Obat ini dapat diberikan intravena maupun per oral

secara intermiten, dan sangat bermanfaat pada pasien-pasien yang

mengalami trombositopenia. Pada pasien semacam itu, siklofosfamid

dapat diberikan dengan dosis 500 mg/m2/iv setiap 2 minggu bersama

dengan prednisone.

b. Terapi kombinasi. Manfaat kombinasi kemoterapi masih kontroversial.

Pada pasien dengan tumor yang besar dan kadar kreatinin yang tinggi,

pemberian kombinasi memberikan banyak keuntungan. Resimen yang

diberikan adalah vinkristin 1,2 mg/m2/iv pada hari pertama (dosis

maksimal 2 mg); karmustin 20 mg/m2/iv hari pertama, dan

siklofosfamid 400 mg/m2 per oral pada hari 1-7. Terapi kombinasi dapat

diberikan pada mieloma yang resisten yang ditandai dengan tidak

adanya sitoreduksi tumor >75%, protein mieloma serum >50%, dan/atau

proteinuria Bence-Jones >90%.

Terapi radiasi dapat diterapkan pada penderita multiple myeloma. Selain

bermanfaat sebagai kombinasi terapi, radiasi juga bermanfaat pada:30

26

Page 27: Makalah ISI.docx

a. terapi primer pada pasien dengan plasmasitoma primer dari tulang atau

tempat-tempat ekstramedular yang terisolasi.

b. sebagai terapi paliatif pada lesi dengan nyeri yang tidak lagi berespon

dengan kemoterapi.

c. sebagai terapi gawat darurat untuk pasien dengan kompresi medula

spinalis atau akar syaraf.

d. mencegah fraktur patologis pada tulang penyangga berat.

e. sebagai iradiasi tubuh total, terutama sewaktu direncanakan transplantasi

sumsum tulang.

2.8. Prognosis

Multiple myeloma merupakan penyakit heterogen, dengan tingkat

keselamatan hidup yang berkisar dari 1 tahun hingga lebih dari 10 tahun. Tingkat

kesembuhan rata-rata pada pasien multiple myeloma yang dipilih secara acak

adalah 3 tahun. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun berkisar sekitar 45%, dan

lebih tinggi pada orang-orang muda dan lebih rendah pada orang tua.

Diperkirakan sekitar 10.580 orang AS (5.640 pria dan 4.940 wanita) meninggal

akibat multiple myeloma pada tahun 2008.25

Beban tumor dan kecepatan prolifrasi adalah 2 indikator kunci untuk

prognosis pada pasien multiple myelma. Banyak skema yang telah diterbitkan

untuk membantu menentukan prognosis. Skema berikut menggunakan protein

reaktif C (CRP) dan imunoglobulin beta-2 (yang merupakan ekspresi beban

tumor) untuk memperkirakan tingkat kelangsungan hidup:25

27

Page 28: Makalah ISI.docx

a. Jika kadar kedua protein itu kurang dari 6 mg/L, tingkat kelangsungan

hidup adalah 54 bulan.

b. Jika kadar salah satu komponen itu kurang dari 6 mg/L, tingkat

kelangsungan hidup adalah 27 bulan.

c. Jika kadar kedua protein itu lebih besar dari 6 mg/L, tingkat

kelangsungan hidup adalah 6 bulan.

Faktor prognostik yang buruk adalah sebagai berikut:25

a. Massa tumor

b. Hiperkalsemia

c. Proteinemia Bence Jones

d. Kerusakan ginjal (yakni penyakit stadium B disease atau kadar kreatinin

>2 mg/dL pada penegakan diagnosis)

Prognosis menurut terapi adalah sebagai berikut:25

a. Terapi konvensional: Tingkat kelangsungan hidup rata-rata adalah sekitar

3 tahun, dan kelangsungan hidup bebas dari penyakit kurang dari 2 tahun.

b. Kemoterapi dosis tinggi dengan transplantasi sel punca: tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun lebih tinggi dari 50%.

c. Retensi amiloid P serum: lebih dari 50% pasien memiliki tingkat

kelangsungan hidup sekitar 11 bulan. Tingkat kelangsungan hidup rata-

rata adalah 24 bulan.

Infeksi bakteri adalah penyebab utama kematian pada pasien mieloma.25

Sebuah studi yang dilakukan oleh Larsen dkk. menemukan bahwa

penurunan signifikan pada proliferasi sel plasma pada pasien yang baru

28

Page 29: Makalah ISI.docx

didiagnosis multiple myeloma adalah prediktor penting untuk kelangsungan

hidup.31

29

Page 30: Makalah ISI.docx

BAB III

PENUTUP

Dari paparan makalah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Multiple myeloma adalah penyakit yang timbul karena transformasi ganas

bentuk terminal limfosit B, yaitu sel plasma.

2. Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari

keganasan hematologis. Penyakit ini menyebabkan kematian rata-rata

12.000 orang/tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, terdapat angka

kematian tahunan rata-rata 9 orang/100 juta penduduk.

3. Terdapat sejumlah faktor risiko multiple myeloma, yakni ras Afrika-

Amerika, laki-laki, usia tua, monoclonal gammopathy of undetermined

significance (MGUS), rangsangan imun kronis, predisposisi genetik,

paparan radiasi dan pekerjaan.

4. Patogenesis multiple myeloma amat kompleks dan termasuk interaksi

bersama yang mempengaruhi jumlah dan fungsi sel ganas dan sel stroma

sumsum tulang normal (BMSCs).

5. Gejala yang ada pada multiple myeloma antara lain nyeri tulang, fraktur

patologis, kelemahan, anemia, infeksi (sering disebabkan oleh

Pneumococcus), hiperkalsemia, kompresi medulla spinalis, maupun gagal

ginjal. Diagnosis bersifat insidental pada 30% kasus.

6. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan pelepasan makular yang

eksudatif, perdarahan retina, maupun titik kapas pada mata, wajah pucat,

30

Page 31: Makalah ISI.docx

ekimosis maupun purpura pada kulit, pelunakan tulang, kehilangan sensasi

sensorik, hepatosplenomegali, kardiomegali, dan makroglosia.

7. Terdapat kriteria mayor dan minor untuk diagnosis multiple myeloma

menurut Durie dan Salmon berdasarkan klinis dan laboratoris. Diagnosis

mieloma memerlukan minimal 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor.

8. Ada beberapa terapi untuk multiple myeloma. Tiap terapi punya

morbiditas masing-masing. Beberapa pasien multiple myeloma mengalami

penyakit yang indolen dalam perjalanannya, sehingga dibutuhkan bukti

progresivitas atau gejala dari penyakti itu untuk memulai kemoterapi.

Tanpa kemoterapi, pasien yang menunjukkan gejala hanya bisa bertahan

hidup tidak sampai 1 tahun.

9. Multiple myeloma merupakan penyakit heterogen, dengan tingkat

keselamatan hidup yang berkisar dari 1 tahun hingga lebih dari 10 tahun.

31

Page 32: Makalah ISI.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Raab MS, Podar K, Breitkreutz I, Richardson PG, Anderson KC. Multiple myeloma. Lancet 2009; 324-29.

2. Alexander DD, Mink PJ, Adami H-O, et al. Multiple myeloma: a review of the epidemiologic literature. Int J Cancer 2007; 120: 41-67.

3. Parkin DM, Bray F, Ferlay J, Pisani P. Global cancer statistics 2002. CA Cancer J Clin 2005; 55-74-108.

4. Parkin DM, Whelan SL, Ferlay J, Teppo L, Thomas DB. 2002. Cancer in Five Continents Vol. II. Lyon: IARC.

5. Mansjoer A, Triyanti K. Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

6. Bakta IM. Mieloma multipel tipe IgA: laporan lima kasus. J Peny Dalam 2009; 10 (2): 128-35.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI.

8. Angtuaco EJC, Fassas ABT, Walker R, Sethi R, Barlogie B. Multiple myeloma: clinical review and diagnostic imaging. Radiol 2004; 231: 11-23.

9. Dimopoulos MA, Terpos E. Multiple myeloma. Ann Oncol 2010; 21 (supp. 7): vii143-50.

10. O’Connor BP, Gleson MW, Noelle RJ et al. The rise and fall of long-lived humoral immunity: terminal differentiation of plasma cells in health and disease. Immunol Rev 2003; 194: 61-76.

11. Fonseca R, Bergsagel PL, Drach J et al. International Myeloma Working Group molecular classification of multiple myeloma: spotlight review. Leukemia 2009; 23: 2210-21.

12. Podar K, Chauhan D, Anderson KC. Bone marrow microenvironment and the identification of new targets for myeloma therapy. Leukemia 2009; 23: 10-24.

13. Terpos E, Sezer O, Croucher P et al. Myeloma bone disease and proteasome inhibition therapies. Blood 2007; 110: 1098–1104.

14. Terpos E, Dimopoulos MA. Myeloma bone disease: pathophysiology and management. Ann Oncol 2005; 16: 1223–1231.

15. Gahrton G, Durie BGM, Samson DS. 2004. Multiple Myeloma and Related Disorders. London: Arnold.

16. Oyajobi BO. Multiple myeloma/hypercalcemia. Arth Res Ther 2007; 9 (suppl. 1): S4.

17. Goldschmidt H, Lannert H, Bommer J, Ho AD. Multiple myeloma and renal failure. Nephrol Dial Transplant 2000; 15: 301-4.

18. Birgegård G. Managing anemia in lymphoma and multiple myeloma. Clin Risk Manag 2008; 4 (2): 527-39.

32

Page 33: Makalah ISI.docx

19. Mercadente S, Gebbia V, Marrazzo A et al. Anemia in cancer: pathophysiology and treatment. Cancer Treat Rev 2000; 25: 303–11.

20. Nowrousian MR. 2002. Recombinant Human Erythropoietin (rhEPO) in Clinical Oncology. New York: Springer Medicine.

21. Roy CN, Andrews NC. Anemia of inflammation: the hepcidin link. Curr Opin Haematol 2005; 12: 107–11.

22. Nemeth E, Ganz T. Regulation of iron metabolism by hepcidin. Ann Rev Nutr 2006; 26: 323–42.

23. Cavill I, Auerbach M, Bailie GR et al. Iron and the anemia of chronic disease. Curr Med Res Opin 2006; 22: 731–37.

24. Hedenus M, Birgegård G, Näsman P et al. Addition of intravenous iron to epoetin beta increases hemoglobin response and decreases epoetin dose requirement in anemic patients with lymphoproliferative malignancies: a randomized multicenter study. Leukemia 2007; 21: 627–32.

25. http://emedicine.medscape.com 26. Dewi J, Budiman H. Light chain myeloma. Dexa Media 2007; 20 (2): 74-6.27. Lee GR, Foerster J, Lukens J, Paraskevas F, Greer JP, Rodgers GM. 1999.

Wintrobe’s Clinical Hematology 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

28. http://aangjoen.wordpress.com 29. http://www.webmd.com 30. Palumbo A, Anderson K. Multiple myeloma. New Engl J Med 2011; 364:

1046-60.31. Larsen JT, Chee CE, Lust JA, Greipp PR, Rajkumar SV. Reduction in plasma

cell proliferation after initial therapy in newly diagnosed multiple myeloma measures treatment response and predicts improved survival. Blood 2011; 118 (10): 2702-7.

33