lp hcu1

20
Laporan Pendahuluan Efusi Pleura A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Efusi Pleura Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung mengandung sejumlah kecil cairan (5-15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smletzer C Suzanne, 2002). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura (Price dan wilson, 2006). Efusi pleura dibagi menjadi 2 menurut Morton (2012): a. Efusi pleura transudat Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dyalisis peritonium. b. Efusi pleura eksudat Hal ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh darah kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura atau kedalam paru terdekat. Kriteria efusi pleura eksudat adalah : 1. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5 2. Rasio cairan pleura dengan dehidregenase laktat (LDH) lebih dari 0,6 3. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum

Upload: iyan

Post on 29-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hc

TRANSCRIPT

Page 1: LP HCU1

Laporan Pendahuluan Efusi Pleura

A. Konsep Dasar Penyakit1. Pengertian Efusi Pleura

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung mengandung sejumlah kecil cairan (5-15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smletzer C Suzanne, 2002).

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura (Price dan wilson, 2006).Efusi pleura dibagi menjadi 2 menurut Morton (2012):a. Efusi pleura transudat

Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dyalisis peritonium.

b. Efusi pleura eksudatHal ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh darah kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura atau kedalam paru terdekat. Kriteria efusi pleura eksudat adalah :1. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,52. Rasio cairan pleura dengan dehidregenase laktat (LDH) lebih dari 0,63. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum

2. EtiologiMenurut Morton (2012) efusi pleura adalah akumulasi cairan

pleura akibat peningkatan kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya. Hal ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut :

a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatikb. Peningkatan permeabilitas kapilerc. Penurunan tekanan osmotik koloid darahd. Peningkatan tekanan negatif intrapleurae. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

Penyebabnya :Infeksi:

Page 2: LP HCU1

- Tuberkulosis- Pneumonitis- Abses paru- Perforasi esophagus- Abses subfrenik

Noninfeksi : - Karsinoma paru- Karsinoma pleura : primer, sekunder- Karsinoma mediastinum- Tumor ovarium- Gagal jantung, perikarditis konstriktiva- Gagal hati- Gagal ginjal- Hipotiroidisme- Kilotoraks- Emboli paru

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi

menjadi transudat, eksudat dan hemoragis

a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif

(gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis

hepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.

b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan

sebagainya,tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

c. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor,

trauma,infark paru, tuberkulosis.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi

menjadi unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak

mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya

akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit yaitu:

kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark

paru, SLE, tumor dan tuberculosis.

3. Manisfestasi Klinis

Page 3: LP HCU1

a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena

pergesekan,setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila

cairan banyak, penderitaakan mengalami sesak napas

b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeridada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril

(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk riak.

c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika

terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan

berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang

sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus

melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,

dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis

melengkung.

e. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup,

timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-

Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong

mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati

vesikuler melemah dengan ronki.

f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

4. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura

parietalis dan pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut

terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis

serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini

merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut

mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di

produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut

dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura

parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan

kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian

kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang

Page 4: LP HCU1

memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah

terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah

cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan

antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena

adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic

koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat

terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi

tuberkulosa paru.

Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil

Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju

alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul

peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local)

dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus

(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening

akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran

akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi

cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura

akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek

atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari

robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju

rongga pleura, iga atau columna vetebralis.

Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah

merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan

pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening.

Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik.

Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara

500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel –sel

polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat

sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi

bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat

adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik

antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan

meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih

Page 5: LP HCU1

cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal

diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang

diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk

dan berat badan menurun.

Kegagalan jantung Hemoragis

Peng. Drainase Limfastik

↑ Tekanan Hidrostatik

↑ Tekanan Kapiler Paru

Peradangan Permukaan

↓ Permeabilitas

Tek. Osmotik koloid plasma

Transudasi cairan

Edema

Infeksi

Page 6: LP HCU1

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam

menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam

menentukan faktor penyebabnya.

Di bawah ini beberapa pemeriksaan radiologis yang lazim

dilakukan :

1. Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah

pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang

hasilnya menunjukkan adanya cairan. Efusi pleura didiagnosis

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di

konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi

lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga

pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi

AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak

Transudasi

Efusi Pleura

Edema pleura

Penump. Cairan dalam rongga

↓ Ekspansi Dx:

Ketidakefektifan

Sesak Nafas

Nyeri dada

Dx :Gang. Pola tidur

Penekanan diafragma

Mual, muntah dan anoreksia

Dx: Ketidakseimbanga

n nutrisi kuran

Dx: Intoleransi Aktivitas

Page 7: LP HCU1

300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya

sudut costophreicus yang tidak tajam.

2. CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru

dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses

paru atau tumor.

3. USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari

pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa

dilakukan pengeluaran cairan.

b.Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui

dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang

diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui

sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga

dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

c. Analisa Cairan Pleura

Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus

diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, yaitu

melalui thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan

pemeriksaan seperti:

1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),

albumin, amylase, pH, dan glucose

2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk

mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri

3. Pemeriksaan hitung sel

4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

d.Biopsi

Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan

pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak

dapat ditentukan. Biopsi pleura perlu dipikirkan setelah hasil

pemeriksaan sitologik ternyata negatif. Diagnosis keganasan

dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada 60%

penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang

dilakukan berulang (dua sampai empat kali) dapat meningkatkan

Page 8: LP HCU1

diagnosis sebesar 24%. Biopsi pleura dapat dilakukan dengan

jarum.

1. Penatalaksanaan

a. Aspirasi cairan pleura

Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi

plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan.

Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi

atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan

pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi

ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan

nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah

cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan

penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi

:

a. Trauma

Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat

mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping

merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan

pneumothorak.

b. Mediastinal Displacement

Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh

penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat

punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur

mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkat

menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur

semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan

perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan

pada hemodinamik.

c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan

hipoproteinemia.

Page 9: LP HCU1

Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang

lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :

1. Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer

yang dapat menyebabkan anemia, hipoprotein, air dan berbagai

gangguan elektrolit dalam tubuh

2. Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura

yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan

cairan pleura yang lebih banyak

3. Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.

b. Water Seal Drainage

Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD

ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

c. Penggunaan Obat-obatan

Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain

hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini

disebabkan pembentukan cairan karena malignancy adalah karena

erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic

misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan

penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc

poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak

menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura

dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi

thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya

yaitu :

d.Thoracosintesis

Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan

dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40

mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :

1. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi

cairan dalam rongga plera.

2. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.

3. Bila terjadi reakumulasi cairan.

Page 10: LP HCU1

Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc,

karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam

jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai

dengan batuk dan sesak.

e. Tirah baring

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen

karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen

sehingga dispneu akan semakin meningkat pula.

f. Pleurodesis

Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan

obat (tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis

untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan

terakumulasi kembali.

B. Pemeriksaan Keperawatan

1.Pengkajian

1. Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,

jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku

bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan

pasien.

2. Keluhan Utama

o Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong

pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.

o Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan

berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik

akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir

terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non

produktif.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan

adanya tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa

berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Page 11: LP HCU1

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit

seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan

sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan

adanya faktor predisposisi.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang

menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab

effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya

6. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana

cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap

tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

7. Pengkajian Pola Fungsi

o Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi

kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap

pemeliharaan kesehatan.

o Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum

alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor

predisposisi timbulnya penyakit.

8. Pola nutrisi dan metabolisme

o Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk

mengetahui status nutrisi pasien,

o Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan

selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami

penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan

pada struktur abdomen.

o Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.

pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.

9. Pola eliminasi

Page 12: LP HCU1

o Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.

o Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih

banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain

akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan

penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

10. Pola aktivitas dan latihan

o Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang

terpenuhi

o Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

o Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat

adanya nyeri dada.

o Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan

pasien dibantuoleh perawat dan keluarganya.

11. Pola tidur dan istirahat

o Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh

akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan

istitahat

o Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan

rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak

orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

2.Pemeriksaan Fisik

a. Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan

pasien secaraumum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan

anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,

bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan

ketegangan pasien.

b. Sistem Respirasi

o Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit

mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,

pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke

arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi

Page 13: LP HCU1

trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien

biasanya dyspneu.

o Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang

jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga

ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada

yang sakit.

o Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.

Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan

terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung

lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini

disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian

depan dada, kurang jelas di punggung.

o Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada

posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya

ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja

akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis

kompresi di sekitar batas atas cairan.

c. Sistem Cardiovasculer

o Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal

berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1

cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

pembesaran jantung.

o Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan

harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut

jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran

ictuscordis.

o Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah

jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan

adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

o Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal

atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan

gejala payah jantung sertaadakah murmur yang menunjukkan

adanya peningkatan arus turbulensi darah.

Page 14: LP HCU1

d. Sistem Pencernaan

o Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit

atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol

atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya

benjolan-benjolan atau massa.

o Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana

nilai normalnya 5-35kali per menit.

o Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan

abdomen, adakahmassa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk

mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.

o Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau

cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,

vesikaurinarta, tumor).

e. Sistem Neurologis

o Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga

diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau

somnolen atau comma

o Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.

o Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti

pendengaran,

o penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

f. Sistem Muskuloskeletal

o Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial

o Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat

perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.

o Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan

otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

g. Sistem Integumen

Page 15: LP HCU1

o Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada

tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya

akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport

O2.

o Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit

(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-

kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi

seseorang

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2002. Buku Ajar

Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol.

1. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1

dan 2., FK. UI, Media AES Culapius, Jakarta.

Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 dan 2

Edisi 8. EGC , Jakarta

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta

Page 16: LP HCU1

Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6 Volume 1. EGC, Jakarta

T. Heather Herdman. Ph D, RN. Nanda Internasional Diagnosis

Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC. Jakarta