lp hcu1
DESCRIPTION
hcTRANSCRIPT
Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
A. Konsep Dasar Penyakit1. Pengertian Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung mengandung sejumlah kecil cairan (5-15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smletzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura (Price dan wilson, 2006).Efusi pleura dibagi menjadi 2 menurut Morton (2012):a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dyalisis peritonium.
b. Efusi pleura eksudatHal ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh darah kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura atau kedalam paru terdekat. Kriteria efusi pleura eksudat adalah :1. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,52. Rasio cairan pleura dengan dehidregenase laktat (LDH) lebih dari 0,63. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
2. EtiologiMenurut Morton (2012) efusi pleura adalah akumulasi cairan
pleura akibat peningkatan kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya. Hal ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatikb. Peningkatan permeabilitas kapilerc. Penurunan tekanan osmotik koloid darahd. Peningkatan tekanan negatif intrapleurae. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebabnya :Infeksi:
- Tuberkulosis- Pneumonitis- Abses paru- Perforasi esophagus- Abses subfrenik
Noninfeksi : - Karsinoma paru- Karsinoma pleura : primer, sekunder- Karsinoma mediastinum- Tumor ovarium- Gagal jantung, perikarditis konstriktiva- Gagal hati- Gagal ginjal- Hipotiroidisme- Kilotoraks- Emboli paru
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi
menjadi transudat, eksudat dan hemoragis
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif
(gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis
hepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan
sebagainya,tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor,
trauma,infark paru, tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi
menjadi unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak
mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit yaitu:
kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark
paru, SLE, tumor dan tuberculosis.
3. Manisfestasi Klinis
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan,setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila
cairan banyak, penderitaakan mengalami sesak napas
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeridada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang
sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,
dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung.
e. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup,
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-
Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut
terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis
serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut
mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di
produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut
dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan
antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic
koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil
Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local)
dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening
akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura
akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek
atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju
rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan
pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening.
Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik.
Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara
500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel –sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat
sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi
bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat
adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik
antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan
meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal
diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk
dan berat badan menurun.
Kegagalan jantung Hemoragis
Peng. Drainase Limfastik
↑ Tekanan Hidrostatik
↑ Tekanan Kapiler Paru
Peradangan Permukaan
↓ Permeabilitas
Tek. Osmotik koloid plasma
Transudasi cairan
Edema
Infeksi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam
menentukan faktor penyebabnya.
Di bawah ini beberapa pemeriksaan radiologis yang lazim
dilakukan :
1. Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah
pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang
hasilnya menunjukkan adanya cairan. Efusi pleura didiagnosis
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi
lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga
pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi
AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak
Transudasi
Efusi Pleura
Edema pleura
Penump. Cairan dalam rongga
↓ Ekspansi Dx:
Ketidakefektifan
Sesak Nafas
Nyeri dada
Dx :Gang. Pola tidur
Penekanan diafragma
Mual, muntah dan anoreksia
Dx: Ketidakseimbanga
n nutrisi kuran
Dx: Intoleransi Aktivitas
300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya
sudut costophreicus yang tidak tajam.
2. CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru
dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses
paru atau tumor.
3. USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari
pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa
dilakukan pengeluaran cairan.
b.Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
c. Analisa Cairan Pleura
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus
diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, yaitu
melalui thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan
pemeriksaan seperti:
1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glucose
2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk
mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri
3. Pemeriksaan hitung sel
4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
d.Biopsi
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak
dapat ditentukan. Biopsi pleura perlu dipikirkan setelah hasil
pemeriksaan sitologik ternyata negatif. Diagnosis keganasan
dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada 60%
penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang
dilakukan berulang (dua sampai empat kali) dapat meningkatkan
diagnosis sebesar 24%. Biopsi pleura dapat dilakukan dengan
jarum.
1. Penatalaksanaan
a. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi
plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan.
Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi
atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan
pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi
ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan
nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah
cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan
penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi
:
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat
mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping
merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan
pneumothorak.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh
penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat
punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur
mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkat
menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur
semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan
pada hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang
lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1. Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer
yang dapat menyebabkan anemia, hipoprotein, air dan berbagai
gangguan elektrolit dalam tubuh
2. Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura
yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan
cairan pleura yang lebih banyak
3. Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
b. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD
ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
c. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain
hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini
disebabkan pembentukan cairan karena malignancy adalah karena
erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic
misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan
penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc
poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak
menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura
dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi
thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya
yaitu :
d.Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40
mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
1. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi
cairan dalam rongga plera.
2. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
3. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc,
karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam
jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai
dengan batuk dan sesak.
e. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen
sehingga dispneu akan semakin meningkat pula.
f. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan
obat (tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis
untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali.
B. Pemeriksaan Keperawatan
1.Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
2. Keluhan Utama
o Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
o Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik
akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan
adanya tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa
berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab
effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
6. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap
tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
7. Pengkajian Pola Fungsi
o Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
o Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
8. Pola nutrisi dan metabolisme
o Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien,
o Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
o Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
9. Pola eliminasi
o Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
o Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
10. Pola aktivitas dan latihan
o Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi
o Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
o Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
o Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantuoleh perawat dan keluarganya.
11. Pola tidur dan istirahat
o Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan
istitahat
o Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
2.Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secaraumum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien.
b. Sistem Respirasi
o Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke
arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
o Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
o Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
o Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya
ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan.
c. Sistem Cardiovasculer
o Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
o Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
o Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
o Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung sertaadakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
o Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
o Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35kali per menit.
o Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakahmassa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
o Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis
o Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma
o Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
o Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran,
o penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
o Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
o Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
o Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem Integumen
o Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya
akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport
O2.
o Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-
kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2002. Buku Ajar
Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol.
1. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1
dan 2., FK. UI, Media AES Culapius, Jakarta.
Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 dan 2
Edisi 8. EGC , Jakarta
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta
Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. EGC, Jakarta
T. Heather Herdman. Ph D, RN. Nanda Internasional Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC. Jakarta