lp osteoporosis

65
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS DI RUANG RAWAT JALAN ORTHOPEDI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER LAPORAN PENDAHULUAN disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) oleh Devintania Kurniasti N.H., S.Kep. NIM 112311101017

Upload: devintania-k-n-h

Post on 02-Feb-2016

98 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

saya dapatkan dari berbagai sumber rujukan

TRANSCRIPT

Page 1: LP Osteoporosis

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS DI RUANG RAWAT

JALAN ORTHOPEDI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

olehDevintania Kurniasti N.H., S.Kep.

NIM 112311101017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2015

Page 2: LP Osteoporosis

A. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Tulang

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bemtuk tubuh dan

bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem

muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot

rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang

menghubungkan struktur-struktur ini (Price & Wilson, 2005).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat

melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah

tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai

sel darah merah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan

mengatur kalsium dan fosfat (Price & Wilson, 2005).

Komposisi jaringan tulang menurut Sloane (2003) dan Price & Wilson (2005)

adalah sebagai berikut:

a. Tulang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraseluler. Sel-sel tersebut

adalah:

1) Osteosit : sel-sel yang mengisi lakuma dalam matriks, osteosit

bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui

tulang yang padat.

2) Osteoblas : menyintesis unsur-unsur organik tulang. Sel ini

bertanggungjawab untuk pembentukan tulang-tulang baru selama

pertumbuhan, perbaikan, dan membentuk kembali tulang. Osteoblas

membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan

sebagai matrik tulang atau jaringan osteoid melalui suatu poses yang

disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,

osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang

memegang peranan penting dalam mendapatkan kalsium dan fosfat ke

dalam matriks tulang.

3) Osteoklas : sel-sel yang bertanggungjawab untuk menghancurkan

tulang. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang

memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini

Page 3: LP Osteoporosis

mengandung enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan

beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dna

fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

b. Matriks Tulang

Tersusun atas serat-serat kolagen organik yang tertanam pada substansi

dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti fosfor dan kalsium.

c. Kedua Jenis jaringan Tulang

1) Tulang Cancellus (berongga) tersusun dari batang-batang tulang halus

dan ireguler yang bercabang dan saling bertumpang tindih untuk

membentuk jaring-jaring spikula tulang dengan rongga-rongga yang

mengandung sumsum.

2) Tulang Kompak adalah jaringan yang tersusun rapat terutama

ditemukan sebagai lapisan di atas jaringan tulang cancellus.

Porositasnya bergantung pada saluran mikroskopik (kanakuli) yang

mengandung pembuluh darah, yang berhubungan dengan saluran

Havers. Saluran Havers yaitu suatu saluran yang sejajar dengan sumbu

tulang, di dalam saluran terdapat pembuluh-pembuluh darah dan saraf.

Disekeliling sistem havers terdapat lamela-lamela yang konsentris dan

berlapis-lapis. Lamela adalah suatu zat interseluler yang berkapur.

Pada lamela terdapat rongga-rongga yang disebut lacuna. Di dalam

lacuna terdapat osteosit. Dari lacuna keluar menuju ke segala arah

saluran-saluran kecil yang disebut canaliculi yang berhubungan

dengan lacuna lain atau canalis Havers. Canaliculi penting dalam

nutrisi osteosit. Di antara sistem Havers terdapat lamela interstitial

yang lamella-lamelanya tidak berkaitan dengan sistem Havers.

Pembuluh darah dari periostem menembus tulang kompak melalui

saluran volkman dan berhubungan dengan pembuluh darah saluran

Havers. Kedua saluran ini arahnya saling tegak lurus. Dan tulang spons

tidak mengandung sistem Havers

Page 4: LP Osteoporosis

Gambar 1. Sel-sel dalam tulang

Osteogenesis (pertumbuhan dan perkembangan tulang) merupakan suatu

proses pembentukan tulang dalam tubuh. Jenis pembentukan tulang menurut

Sloane (2003) adalah sebagai berikut:

a. Osifikasi intramembranosa

Terjadi secara langsung dalam jaringan mesenkim janin dan melibatkan

proses penggantian membram (mesenkim) yang sudah ada. Misalnya pada

tulang pipih seperti tulang-tulang tengkorak. Penulangan ini secara

langsung tidak akan terulang lagi.

b. Osifikasi endokondral

Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim

berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu

berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang

panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini

bertanggungjawab pada pembentukan sebagian besar tulang manusia.

Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul di

Page 5: LP Osteoporosis

bagian tengah dari tulang rawan yang disbeut center osifikasi. Osteoblas

selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini tertanam

dengan kuat pada mtariks tulang.

Reorganisasi tulang yaitu tulang mempertahankan bentuk eksternalnya

selama masa pertumbuhan akibat proses reorganisasi konstan, disertai proses

pengerasan tulang (oleh osteoblas) dan proses resorpsi (oleh osteoklas) yang

terjadi pada permukaan dan di dalam tulang (Sloane, 2003).

Tulang adalah jaringan plastik yang hidup dan mengadaptasikan bentuk dan

arsitekturnya terhadap stres, aktivitas, saat pemakaian, saat tidak dipakai, dan

penyakit melalui keseimbangan kerja osteoblas dan osteoklas, yang dikendalikan

oleh faktor-faktor hormon dan nutrisi. Hormon yang mempengaruhi proses

pertumbuhan juga reorganisasi kehidupan adalah hormon pertumbuhan, hormon

tiroid, kalsitonin, hormon paratiroid, dan hormon kelamin (androgen dan

esterogen). Faktor nutrisi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

tulang yang sempurna meliputi kalsium, fosfpr, dan vitamin A dan D (Sloane,

2003).

Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah bermula

sejak umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Osifikasi dimulai

dari sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak

mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung

pembuluh darah akan membentuk kondroblas.

Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan

(kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian

tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi

osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta,

perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada

bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi

primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan

pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian

terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada

sel-sel tulang rawan ini.

Page 6: LP Osteoporosis

Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan

pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan

masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk

sumsum tulang.

Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise

sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan

demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting

dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang

disebut dengan cakram epifise.

Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus

membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah

diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan

tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah

rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar,

dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan

tulang baru di daerah permukaan.

B. OSTEOPOROSIS

1. Definisi

Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau

dalam istilah populer adalah tulang keropos. Zat kapur, kalsium adalah mineral

terbanyak dalam tubuh kurang lebih 98% kalsium dalam tubuh terdapat di dalam

tulang. Osteoporosis adalah penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah

patah dimana biasanya yang sering mengalami kerusakan adalah pinggul, tulang

belakang, dan pergelangan tangan (National Institute of Arthritis and

Musculoskeletal and Skin Disease, 2014). Keadaan tersebut tidak memberikan

keluhan klinis kecuali apabila telah terjadi fraktur (Thief in the night).

Osteoporosis adalah hilangnya massa tulang dan bukan perubahan

kandungan-kandungannya. Keadaan ini ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur

akibat kerapuhan tulang (Rubenstein et al, 2007). Osteoporosis adalah densitas

Page 7: LP Osteoporosis

tulang 2,5 standar deviasi di bawah rata-rata bagi wanita dewasa kulit putih

(WHO dalam Rubenstein et al, 2007).

Osteoporosis adalah hal yang sering dijumpai dan menjadi predisposisi untuk

terjadinya fraktur tulang akibat adanya penurunan kuantitatif dan kedua

komponen matriks tulang yaitu osteoid dan hidroksipati (Davey, 2005).

Osteoporosis adalah penurunan massa tulang disebabkan karena peningkatan

resorbsi tulang yang melebihi yang melebihi pembentukan tulang (Price &

Wilson, 2005).

Definisi osteoporosis dapat disimpulkan dari beberapa definisi tersebut adalah

penyakit hilangnya massa tulang akibat adanya penurunan kuantitatif dan kedua

matriks tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah dan meningkatnya

risiko terjadi fraktur.

Gambar 3. Sebelah kiri adalah Gambar tulang normal dan sebelah kanan adalah gambar tulang dengan osteoporosis

2. Faktor Risiko

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor yang berisiko

terkena osteoporosis, antara lain:

Page 8: LP Osteoporosis

a. Riwayat Keluarga

Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita

osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh pada ukuran dan

densitas tulang. Wanita yang mempunyai ibu pernah mengalami patah

tulang panggul, dalam usia tua akan dua kali lebih mudah terkena patah

tulang yang sama. Disamping itu keluarga juga berpengaruh dalam hal

kebiasaan makan dan aktifitas fisik.

b. Jenis Kelamin

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan

pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh

sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang

dapat terjadi pada usia 45 tahun. Pada wanita postmenopause kerapuhan

tulang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pembentukkan tulang.

c. Usia

Kehilangan masa tulang meningkat seiring dengan meningkatnya usia.

Semakin bertambah usia, semakin besar risiko mengalami osteoporosis

karena tulang menjadi berkurang kekuatan dan kepadatannya.

Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia antara 30 sampai

35 tahun. Patah tulang meningkat pada wanita usia >45 tahun, sedangkan

pada laki-laki patah tulang baru meningkat pada usia >75 tahun.

Penyusutan massa tulang sampai 3-6% pertahun terjadi pada 5-10 tahun

pertama pascamenopause. Pada usia lanjut penyusutan terjadi sebanyak

1% per tahun. Namun, pada wanita yang memiliki faktor risiko

penyusutan dapat terjadi hingga 3% per tahun. Selain itu, pada usia lanjut

juga terjadi penurunan kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh

kurangnya masukan vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D,

dan berkurangnya vitamin D dalam kulit.

d. Aktifitas Fisik

Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi dan

pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik yang terlalu

berat pada usia menjelang menopause justru dapat menyebabkan

Page 9: LP Osteoporosis

penyusutan tulang. Kurang berolahraga juga dapat menghambat proses

pembentukan tulang sehingga kepadatan massa tulang akan berkurang.

Semakin banyak bergerak dan olah raga, maka otot akan memacu tulang

untuk membentuk massa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

akivitas fisik seperti berjalan kaki pada dasarnya memberikan pengaruh

melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi tulang karena

pertambahan umur. Hasil penelitian Recker et.al dalam Groff dan

Gropper (2000), membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan

penambahan kepadatan tulang spinal[19,20]. Aktivitas fisik harus

mempunyai unsur pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan

penekanan pada aksis tulang untuk meningkatkan respon osteogenik dari

estrogen.

e. Status Gizi

Zat gizi dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi tulang, meskipun hal

ini mungkin lebih berhubungan dengan variabel luar seperti zat gizi dan

aktifitas fisik yang tidak teratur. Perawakan kurus cenderung memiliki

bobot tubuh cenderung ringan merupakan faktor risiko terjadinya

kepadatan tulang yang rendah. Hubungan positif terjadi bila berat badan

meningkat dan kepadatan tulang juga meningkat.

f. Kebiasaan Konsumsi Asupan Kalsium

Kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg) merupakan komponen

utama pembentuk tulang. Sebagai mineral terbanyak, berat Ca yang

terdapat pada kerangka tulang orang dewasa kurang lebih 1 kilogram.

Penyimpanan mineral dalam tulang akan mencapai puncaknya (Peak

Bone Mass atau PBM) sekitar umur 20-30 tahun. Pada priode PBM ini

jika massa tulang tercapai dengan kondisi maksimal akan dapat

menghindari terjadinya osteoporosis pada usia berikutnya. Pencapaian

PBM menjadi rendah jika individu kurang berolahraga, konsumsi Ca

rendah, merokok, dan minum alkohol. Kalsium dan vitamin D

dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang kuat. Kalsium juga sangat

penting untuk mengatur kerja jantung, otot, dan fungsi saraf. Semakin

Page 10: LP Osteoporosis

bertambahnya usia, tubuh akan semakin berkurang pula kemampuan

menyerap kalsium dan zat gizi lain. Oleh karena itu, pria dan wanita

lanjut usia membutuhkan konsumsi kalsium yang lebih banyak.

Konsumsi Ca yang dianjurkan National Osteoporosis Foundation (NOF)

adalah 1000 mg untuk usia 19-50 th dan 1200mg untuk usia 50th keatas.

Sumber - sumber kalsium terdapat pada susu, keju, mentega, es krim,

yoghurt dan lain – lain.

g. Kebiasaan Merokok

Wanita yang mempunyai kebiasaan merokok sangat rentan terkena

osteoporosis karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan

tulang dan juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam

tubuh berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam

menghadapi proses pembentukan tulang.

h. Penyakit Diabetes Mellitus

Orang yang mengidap DM lebih mudah mengalami osteoporosis.

Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang

sehingga meningkatkan pembentukkan kolagen tulang, akibatnya orang

yang kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena

osteoporosis. Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat

metabolisme vitamin D dan osteoporosis.

3. Etiologi

Menurut etiologinya osteoporosis dapat dikelompokkan dalam osteoporosis

primer dan osteoporosis sekunder (Rubenstein, 2007). Osteoporosis primer terjadi

akibat kekurangan massa tulang yang terjadi karena faktor usia secara alami.

Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian:

1. Tipe I (Post Menopausal)

Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun). Ditandai oleh

fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’fracture, dan berkurangnya gigi

geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat

Page 11: LP Osteoporosis

tersebut, dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi

estrogen.

2. Tipe II (Senile)

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul

dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar

terjadi pada usia tersebut.

3. Osteoporosis sekunder dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang

disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat

pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Contoh

penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis,

hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme

(kelebihan horman gondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks),

multiple mieloma, malnutrisi, faktor genetik, dan obat-obatan.

4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang

penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa

muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin

yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang

( Junaidi, 2007).

4. Stadium Osteoporosis

Ada beberapa stadium osteoporosis menurut Waluyo (2009) diantaranya:

a. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak

dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada

usia 30-35 tahun.

b. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai

turun (osteopenia).

c. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan

sentuhan atau benturan ringan.

Page 12: LP Osteoporosis

d. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul

akibat patah tulang. Klien tidak bisa bekerja, bergerak, bahkan mengalami

stres dan depresi

5. Manifestasi Klinik

Tanda khas dari osteoporosis adalah fraktur yang terjadi akibat trauma ringan

(pada tulang radius distal, fraktur colles, atau kolum femur) atau bahkan tanpa

trauma sama sekali, misalnya fraktur (baji atau crush) pada vertebra daerah

torakal, menyebabkan berkurangnya tinggi badan, kifosis tulang punggung yang

berlebih (punuk janda), dan nyeri (Davey, 2005).

Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau

gejala sebagai berikut:

1. Tinggi badan berkurang

2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

3. Patah tulang

4. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

6. Patofisiologi

Tulang tidak hanya berfungsi sebagai stabilitator, tetapi juga sebagai

cadangan kalsium, fosfat, magnesium, natrium, kalium, laktat, dan sitrat. Kalsium

merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh. Bila terjadi kekurangan

kalsium tubuh, kadar kalsium dapat dipertahankan stabil melalui mobilisasi

kalsium dari tulang (Price & Wilson, 2005).

Tulang mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang

disebut sebagai remodelling tulang. Proses remodelling tulang merupakan proses

mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi atau

penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi atau pembentukan

tulang oleh osteoblas.

Page 13: LP Osteoporosis

Proses remodelling diawali dengan pengaktifan osteoklast oleh sitokin

tertentu. Sitokin yang berasal dari monosit-monosit dan yang berasal sel-sel

osteoblast (sel induk) itu sendiri sangat berperan pada aktivitas osteoklas.

Estrogen mengurangi aktivitas osteoklas, sedangkan bila kekurangan estrogen

meningkatkan aktivitas osteoklas. Enzim proteolitik, seperti kolagen membantu

osteoklas dalam proses pembentukkan tulang (Guyton, 20007).

Pada tahap resorpsi, osteoklas bekerja mengkikis permukaan daerah tulang

yang perlu diganti. Proses resorpsi ini ditandai dengan pelepasan berbagai

metabolit yang sebagian dapat dipergunakan sebagai pertanda (marker) untuk

menasah tingkat proses dinamisasi tulang. Pada proses pembentukkan osteoblast

mulai bekerja. Sel yang berasal dari sel mesenhim ini menyusun diri pada daerah

permukaan berongga dan membentuk matriks baru (osteosid) yang kelak akan

mengalami proses mineralisasi melalui pembentukkan kalsium hidroksiapetit dan

jaringan matrik kolagen (Rubenstein, 2007).

Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat penting adalah

koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-sel endotel. Selama

sistem ini berada dalam keseimbangan, pembentukkan dan penghancuran tulang

akan selalu seimbang. Pada usia reproduksi, di mana fungsi ovarium masih baik,

terdapat keseimbangan antara proses pembentukkan tulang (osteoblas) dan proses

laju pergantian tulang (osteoklas) sehingga tidak timbul pengeroposan tulang.

Namun, ketika memasuki usia klimakterium, keseimbangan antara osteoklas dan

osteobals mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas mulai menurun dan

pembentukkan tulang baru pun berkurang, sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif

dan dengan sendirinya penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high

turnover). Aktivitas osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran

hidroksiprolin dan piridinolincrosslink melalui kencing, serta asam fosfat dalam

plasma. Hormon paratiroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 mengaktifkan osteoklas

sedangkan kalsitonin dan estradiol menghambat kerja osteoklas. Resopsi tulang

menyebabkan mobilisasi kalsium dan hal ini menyebabkan berkurangnya sekresi

Page 14: LP Osteoporosis

hormon paratiroid akibatnya pembentukkan 1,25 (OH)2 vitamin D3 serta resorpsi

kalsium oleh usus berkurang (Guyton, 2007).

7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang

Pengukuran densitas tulang merupakan kriteria utama untuk menegakkan

diagnosis dan monitoring osteoporosis dengan densitometri, computed

tomography scan (CT Scan), atau ultrasound. Diagnosis osteoporosis dapat

dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada saat ini bakuan untuk diagnosis osteoporosis diperoleh dengan menggunakan

teknik Dual Energy X-ray Absorpsiometry (DXA) yang mengukur kepadatan

tulang sentral. kelangkaan dan mahalnya DXA untuk sementara dapat digantikan

dengan alat Ultrasound Densitometry atau Quantitative Ultrasound (QUS) yang

lebih murah, mudah dipindahkan dan tidak terdapat efek radiasi tetapi tidak dapat

mengukur secara langsung BMD[2].

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral

tulang adalah sebagai berikut :

a. Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar–X

berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan

pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan

jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang

mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-x

yang melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk

mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2%

mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat cepat

dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi lebih

mahal dibandingkan dengan metode ultrasounds. Satuan : gr/cm2.

Page 15: LP Osteoporosis

Gambar 4. Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA)

Gambar 5. Figure 1 menunjukkan tes densitas tulang pada wanita tua yang sehat, dimana angka pada grafik menunjukkan di zona hijau (normal), sedangkan Figure 2 menunjukkan

tes densitas tulang pada wanita tua dengan oseteoporosis, dimana angka pada grafik menunjukkan di zona merah (osteoporosis)

Pemeriksaan DEXA dianjurkan pada menurut Rachman 92006) dan Setyohadi

(2006) adalah:

1. Wanita lebih dari 65 tahun dengan faktor risiko.

Page 16: LP Osteoporosis

2. Pascamenopause dan usia < 65 tahun dengan minimal 1 faktor risiko

disamping menopause atau dengan fraktur.

3. Wanita pascamenopause yang kurus (Indek Massa Tubuh < 19 kg/m2).

4. Ada riwayat keluarga dengan fraktur osteoporosis.

5. Mengkonsumsi obat-obatan yang mempercepat timbulnya osteoporosis.

5. Menopause yang cepat (premature menopause).

6. Amenorrhoea sekunder > 1 tahun.

7. Kelainan yang menyebabkan osteoporosis seperti:

a) Anorexia nervosa

b) Malabsorpsi

c) Primary hyperparathyroid

d) Post-transplantasi

e) Penyakit ginjal kronis

f) Hyperthyroid

g) Immobilisasi yang lama

h) Cushing syndrom

9. Berkurangnya tinggi badan, atau tampak kiphosis.

b. Peripheral Dual-Energy X-ray Absorptiometry (P-DEXA), merupakan

hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota

badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan

tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal

paha. Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka

pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah

dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis yang sangat kecil dan

hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA. Satuan :

gr/cm2.

Page 17: LP Osteoporosis

Gambar 6. Peripheral Energy X-ray Absorptiometry (P-DEXA)

c. Dual Photon Absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk

menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang

dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang

sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. Satuan : gr/cm2.

d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika

hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka

dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan

gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya

pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui

udara dan sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya

cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu

kelemahan ultrasounds adalah tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral

tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan

ultrasounds juga lebih terbatas dibadingkan DEXA. Satuan : gr/cm2.

Page 18: LP Osteoporosis

Gambar 7. Ultrasound

e. Quantitative Computed Tomography (QCT), adalah suatu model dari CT-

scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model

dari QCT disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur

kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada

umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat

mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi dan kurang akurat

dibandingkan dengan DEXA, P-DEXA atau DPA. Satuan : gr/cm2.

Page 19: LP Osteoporosis

Gambar 8. Quantitative Computed Tomography (QCT)

Hasil pengukuran kepadatan tulang dapat disajikan dalam beberapa bentuk,

yaitu :

a. T-score

T-score hasil pengukuran kepadatan tulang dibandingkan dengan nilai rata-

rata kepadatan tulang sehat pada umur 30 tahun. Nilai kepadatan mineral tulang

selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok yang

direferensikan.

1. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat

pada usia 30 tahun.

2. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat

pada usia 30 tahun.

Tabel 1 menunjukkan kepadatan tulang berdasarkan T-score menurut World

Health Organization (WHO).

Tabel 1. Kepadatan Tulang Berdasar T-ScoreKategori Nilai T-Score

Normal -1 ≤ SD < 2,5

Page 20: LP Osteoporosis

Osteopenia -2,5 ≤ SD < -1Osteoporosis < -2,5Osteoporosis parah < -2,5 dan adanya satu atau lebih fraktur

b. Z-score.

Z-score menilai kepadatan tulang yang diperoleh dibandingkan dengan hasil

yang lain dari kelompok orang yang mempunyai umur, jenis kelamin dan ras yang

sama. Nilai Z-score hasil pengukuran kepadatan tulang diberikan dalam standar

deviasi (SD) dari nilai rata-rata kelompoknya. Nilai kepadatan mineral tulang

selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok yang

direferensikan.

1. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang lain

dalam kelompoknya.

2. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang

lain dalam kelompoknya.

Z-score direkomendasikan bagi pria dan wanita yang berusia muda serta anak-

anak. Penilaian kepadatan tulang dengan menggunakan Z-score disajikan menurut

International Society for Clinical Densitometry (ISCD) sebagaimana pada tabel 2.

Tabel 2. Kepadatan Tulang Berdasar Z-ScoreKategori Nilai T-Score

Normal ≥ -2 SDKepadatan tulang rendah < -2 SD

8. Pengobatan

Farmakologi

Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja

osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-

obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat

Page 21: LP Osteoporosis

antiresorpsi misalnya: estrogen, kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium

dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang,

tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses

pembentukan tulang oleh sel osteoblas (Setiyohadi, 2006).

1. Estrogen

Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel

osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian

terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal

sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi

melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen

meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat

badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang dapat

meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut

penggunaan estrogen adalah:

kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium,

perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik,

karsinoma ovarium, dan penyakit haid yang berat.

2. Bisfosfonat

Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan

osteoporosis. Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2

asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat

dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara

berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas

dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah

osteoklas.

3. Monoklonal antibodi RANK-Ligand

Seperti diketahu terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas

sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler

RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor

Page 22: LP Osteoporosis

RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks, yang

lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas

osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah

monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan:

denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6

bulan.

Latihan pembebanan (olahraga)

Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan maupun

pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis

sangat

berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan

tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari.48 Jenis

olahraga yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah latihanlatihan

kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-

masing. Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat,

sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan gangguan pola haid

yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga sebagai bagian

dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang,

membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran

secara umum untuk mengurangi risiko jatuh.

9. Pencegahan

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda

maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,

yaitu:

a. Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan

dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin

D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya

yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi

kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000

Page 23: LP Osteoporosis

mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan

kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti

ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.

Berikut adalah rekomendasi nutrisi kalsium dan vitamin D untuk

dikonsumsi setiap hari menurut National Academy of Sciences (2010) dalam

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease (2014) :

b. Paparan sinar matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang

dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah

dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur

dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar

matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh

tubuh dalam pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008).

c. Melakukan olahraga dengan beban

Page 24: LP Osteoporosis

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat

berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.

Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.

Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.

Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,

kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya

dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita

osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.

Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah

sebagai berikut:

1) Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan

pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah

tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu

menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik

dan joging.

2) Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepan

dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat

mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan

sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.

3) Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki

kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko

patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.

Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis:

Low Impact

1) Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam

selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk

mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan

bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.

2) Aerobik ringan

3) Elips (jalan kaki menggunakan alat)

4) Naik tangga

Page 25: LP Osteoporosis

5) Thai chi

6) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbble”

kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.

7) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

8) Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan

dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat

menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,

mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.

High Impact

1) Jogging atau berlari

2) Menari aerobik

3) Memanjat

4) Lompat tali

5) Menaiki tangga

Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan

fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai

risiko tinggi terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam

segera sesudah makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum

mulai dan sesudah senam. Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali

seminggu, minimal 20 menit dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam

dikombinasikan dengan olahraga jalan secara bergantian, misalnya hari

pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga senam, hari keempat jalan

kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh istirahat. Jalan kaki

merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman, serta sangat

bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah satu

kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30

menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari

biasa, disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus diawali dengan

pemanasan untuk:

1) Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap

sehingg mencegah terjadinya cedera.

Page 26: LP Osteoporosis

2) Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi

sedikit.

3) Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak

dan

4) Menimbulkan rasa santai.

Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu, siku

dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama

kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5

menit. Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan

kemudahan gerakan sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan

bertahap, jangan sampai menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan

peregangan otot-otot lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta

otot-otot kaki Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak

yang bersifat ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai

latihan yang bermanfaat. Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada

daerah tulang yang sering mengalami osteoporosis, yaitu tulang punggung,

tulang paha, tulang panggul dan tulang pergelangan tangan. Kemudian

lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan bantal pasir, dumbble,

atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram untuk 1

tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi 1000

gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup memdai

dengan beban dari tubuh itu sendiri.

Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan

peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas

atau ambil napas dan buang napas secara teratur. Jika masih

memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit. Latihan ini

merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi. Lakukan

dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rileks dan napas yang

teratur (Santoso, 2009).

Page 27: LP Osteoporosis

d. Hindari rokok dan minuman beralkohol

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam

mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum

alkohol juga bisa merusak tulang.

e. Deteksi dini osteoporosis

Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali

dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan

mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui

apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari

pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.

Page 28: LP Osteoporosis

Clinical Pathway

Menopause Diet Ca yang buruk

Merokok Diabetes MelitusUsia

FSH menurun

Esterogen menurun

Osteoklas meningkat

Pengikisan permukaan daerah tulang meningkat

Fungsi osteoblas menurun

Pembentukan tulang baru berkurang

Menurunkan densitas tulang

Rangsangan sekresi PTH

Aktivasi osteoklas

Reabsorbsi Ca tulang meningkat

Nikotin

Esterogen menurun

Penurunan insulin

Pengambilan asam amino

Pembentukan kolagen tulang

OsteoporosisRisiko Cedera

Penurunan tonus otot

Trauma

Cedera

Terputusnya jaringan kulit

Spasme otot

Pelepasan mediator nyeri

SSP

Reseptor nyeri

Nyeri

Penurunan tonus otot

Kerusakan mobilitas fisik

bedrest

konstipasi

Perubahan bentuk tulang

Perubahan body image

Ketidakefektifan koping individu

Perubahan tulang punggung

Spasme otot

Nyeri punggung

Disfungsi seksual

Kurang terpapar informasi

Kurang pengetahuan mengenai osteoporosis

Ketakutan akan fraktur Ansietas

Page 29: LP Osteoporosis

Asuhan Keperawatan

Pengkajian Umum

a. Identitas klien

Nama: mengetahui identitas klien

Umur dan tanggal lahir: meningkat seiring bertambahnya usia, kepadatan

tulang menurun mulai usia 30 sampai 35 tahun. Patah tulang meningkat

pada wanita usia >45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang baru

meningkat pada usia >75 tahun.

Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan dan meningkat

pada perempuan.

Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa

Pekerjaan: osteoporosis meningkat pada orang dengan pekerjaan yang

kurang melakukan aktivitas fisik.

Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses

penyakit

Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses

penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri.

Alamat: mengetahui identitas klien

Tanggal MRS: mengetahui identitas klien

Diagnosa medis: Osteoporosis

b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis

kelamin, alamat.

c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan sejak kapan pasien

merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa

saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi

informasi mengenai keluhan.

e. Riwayat penyakit dahulu: penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),

diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),

ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang

Page 30: LP Osteoporosis

baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik,

pascaoperasi (Jeremy, 2007; Misnadirly, 2008).

f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien

ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga

ada yang mengalami penyakit degeneratif.

g. Pola pemeliharaan kesehatan

Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya :

1. Kebiasaan minum alkohol

2. Kebiasaan merokok

3. Menggunakan obat-obatan

4. Aktifitas  atau olahraga

5. Stress 

Pengkajian Fisik (B1-B6)

Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan

focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan

keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa

TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan (Muttaqin, 2008).

B1 Breathing

Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki

B2 Blood

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan

pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh

darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.

Page 31: LP Osteoporosis

B3 Brain

Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat

mengeluh pusing dan gelisah.

B4 Bladder

Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem

perkemihan

B5 Bowel

Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji

juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.

B6 Bone

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis

sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan

tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length

inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra

torakalis 8 dan lumbalis 3.

Diagnosis Keperawatan

1. Resiko cedera : fraktur yang berhubungan dengan tulang oestoporotik

2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot

3. Nyeri berhubungan dengan spasme otot

4. Kurangnya pengetahuan mengenai osteoporosis dan proses terapi

5. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan fraktur

6. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi atau ileus

7. Ketidak efektifan koping individu berhubungan dengan body image

Page 32: LP Osteoporosis

Rencana tindakan keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional1 Risiko cedera : fraktur

yang berhubungan

dengan tulang

oestoporotik

Tujuan : Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 1x15 menit,

diharapkan pasien tidak mengalami

cedera dengan criteria hasil :

a. NOC Label >> Risk control

1) Monitor factor risiko

lingkungan secara konsisten

2) Monitor factor risiko personal

behavior secara konsisten

3) Mengembangkan strategi

efektif mengontrol risiko

4) Berkomitmen terhadap

strategi control risiko

5) Menghindari eksposure yang

mengancam kesehatan secara

konsisten

6) Pasien berpartisipasi dalam

memantau yang berhubungan

dengan masalah kesehatan

NIC Label >> Environmental

management

1. Ciptakan lingkungan yang seaman

mungkin untuk pasien

2. Identifikasi kebutuhan akan keamanan

pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik

dan kognitif dan riwayat atau

kebiasaan

3. Singkirkan lingkungan yang

berbahaya,benda-benda yang

berbahaya dari lingkungan

4. Amankan dengan side-rails/ lapisan

side-rail

5. Sediakan tempat tidur ketinggian

rendah dan alat-alat adaptive

6. Tempatkan benda yang sering

digunakan dalam jangkauan

7. Sediakan tempat tidur dan lingkungan

yang nyaman dan bersih

1. Ciptakan lingkungan yang

seaman mungkin untuk pasien

2. Identifikasi kebutuhan akan

keamanan pasien berdasarkan

tingkat fungsi fisik dan kognitif

dan riwayat atau kebiasaan

3. Singkirkan lingkungan yang

berbahaya,benda-benda yang

berbahaya dari lingkungan

4. Amankan dengan side-rails/

lapisan side-rail

5. Sediakan tempat tidur ketinggian

rendah dan alat-alat adaptive

6. Tempatkan benda yang sering

digunakan dalam jangkauan

7. Sediakan tempat tidur dan

lingkungan yang nyaman dan

Page 33: LP Osteoporosis

7) Menyadari perubahan status

kesehatan secara konsisten

b. NOC Label >> Seizure

control

1) Menjelaskan factor pencetus

serangan secara konsisten

2) Secara konsisten

menunjukkan melapor pada

petugas kesehatan ketika efek

samping pengobatan muncul

3) Secara konsisten

menunjukkan menghindari

factor risiko serangan

4) Secara konsisten

menunjukkan menggunakan

teknik pereduksi stress yang

efektif untuk menurunkan

aktivitas serangan

5) Secara konsisten

menunjukkan

mempertahankan pola tidur-

8. Tempatkan tombol pengatur tempat

tidur dalam jangkauan

9. Singkirkan material yang digunakan

saat mengganti pakaian dan eliminasi,

serta bahan-bahan residual lainnya

ketika kunjungan dan waktu makan

10. Kurangi stimulus lingkungan

11. Hindari pajanan yang tidak diperlukan

12. Manipulasi cahaya untuk keuntungan

terapi

13. Tingkatkan keamanan kebakaran

14. Kontrol lingkungan hama

bersih

8. Tempatkan tombol pengatur

tempat tidur dalam jangkauan

9. Singkirkan material yang

digunakan saat mengganti

pakaian dan eliminasi, serta

bahan-bahan residual lainnya

ketika kunjungan dan waktu

makan

10. Kurangi stimulus lingkungan

11. Hindari pajanan yang tidak

diperlukan

12. Manipulasi cahaya untuk

keuntungan terapi

13. Tingkatkan keamanan kebakaran

14. Kontrol lingkungan hama

Page 34: LP Osteoporosis

bangun

6) Secara konsisten

menunjukkan mengikuti

program latihan fisik yang

ditentukan

7) Secara konsisten

menunjukkan implementasi

praktek yang aman di

lingkungan

2 Kerusakan mobilisasi

fisik berhubungan

dengan penurunan tonus

otot

NOC :

Joint Movement : Active

Mobility Level

Self care : ADLs

Transfer performance

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama….gangguan

mobilitas fisik teratasi dengan

kriteria hasil:

Klien meningkat dalam

aktivitas fisik

Mengerti tujuan dari

NIC :

Exercise therapy : ambulation

1. Monitoring vital sign

sebelum/sesudah latihan dan lihat

respon pasien saat latihan

2. Konsultasikan dengan terapi fisik

tentang rencana ambulasi sesuai

dengan kebutuhan

3. Bantu klien untuk menggunakan

tongkat saat berjalan dan cegah

terhadap cedera

1. Mengetahui kondisi tubuh klien

saat melakukan ativitas fisik

2. Menyesuaikan dengan kondisi

klien untuk melakukan aktifitas

fisik

3. Menghindari terjadinya fraktur

yang lain

4. Membantu mempercepat proses

Page 35: LP Osteoporosis

peningkatan mobilitas

Memverbalisasikan perasaan

dalam meningkatkan kekuatan

dan kemampuan berpindah

Memperagakan penggunaan

alat Bantu untuk mobilisasi

(walker)

4. Ajarkan pasien atau tenaga

kesehatan lain tentang teknik

ambulasi

5. Kaji kemampuan pasien dalam

mobilisasi

6. Latih pasien dalam pemenuhan

kebutuhan ADLs secara mandiri

sesuai kemampuan

7. Dampingi dan Bantu pasien saat

mobilisasi dan bantu penuhi

kebutuhan ADLs ps.

8. Berikan alat Bantu jika klien

memerlukan.

9. Ajarkan pasien bagaimana merubah

posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan

penyembuhan

5. Mengetahui kemampuan klien

menentukan teknik terapi

selanjutnya

6. Melatih klien untuk mandiri

7. Membantu klien melatih

kemampuan diri

8. Membantu klien melakukan

aktivitas

9. Membantu mengawali latihan

3 Nyeri berhubungan

dengan spasme otot

NOC :

- Pain Level,

- pain control,

- comfort level

Setelah dilakukan tinfakan

NIC:

Pain Management

1. Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi,

1. Mengetahui gambaran klinis nyeri

yang dirasakan

2. Memvalidasi ketidaknyamanan

Page 36: LP Osteoporosis

keperawatan selama 2 x 24 jam

Pasien tidak mengalami nyeri,

dengan kriteria hasil:

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu

penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri, mencari

bantuan)

b. Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan manajemen nyeri

c. Mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

d. Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

e. Tanda vital dalam rentang

normal

f. Tidak mengalami gangguan

tidur

kualitas dan faktor presipitasi

2. Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan

3. Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari dan menemukan dukungan

4. Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan

5. Kurangi faktor presipitasi nyeri

6. Kaji tipe dan sumber nyeri

7. Ajarkan tentang teknik non

farmakologi: napas dada, relaksasi,

distraksi, kompres hangat/ dingin

8. Berikan analgetik untuk mengurangi

nyeri: ……...

9. Tingkatkan istirahat

10. Berikan informasi tentang nyeri

seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan berkurang dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur

klien melalui subjektif dan

objektif

3. Dukungan untuk kesembuhan

klien

4. Memberikan kenyamanan klien

agar tidak fokus pada nyeri

5. Menghindari timbulnya nyeri

6. Untuk menentukan intervensi

7. Memberikan kenyamanan klien

agar tidak fokus pada nyeri

8. Bantuan farmakologis dasar

9. Mengurangi timbulnya nyeri

Meningkatkan koping diri klien

Page 37: LP Osteoporosis

4 Kurangnya pengetahuan

mengenai osteoporosis

dan proses terapi

NOC:

Kowlwdge : disease process

Kowledge : health Behavior

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama …. pasien

menunjukkan pengetahuan tentang

proses penyakit dengan kriteria

hasil:

Pasien dan keluarga

menyatakan pemahaman

tentang penyakit, kondisi,

prognosis dan program

pengobatan

Pasien dan keluarga mampu

melaksanakan prosedur yang

dijelaskan secara benar

Pasien dan keluarga mampu

menjelaskan kembali apa yang

dijelaskan perawat/tim

kesehatan lainnya

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan

keluarga

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit

dan bagaimana hal ini berhubungan

dengan anatomi dan fisiologi, dengan

cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang

biasa muncul pada penyakit, dengan

cara yang tepat

4. Gambarkan proses penyakit, dengan

cara yang tepat

5. Identifikasi kemungkinan penyebab,

dengan cara yang tepat

6. Sediakan informasi pada pasien

tentang kondisi, dengan cara yang

tepat

7. Sediakan bagi keluarga informasi

tentang kemajuan pasien dengan cara

yang tepat

8. Diskusikan pilihan terapi atau

penanganan

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien

dan keluarga

2. Jelaskan patofisiologi dari

penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi dan

fisiologi, dengan cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang

biasa muncul pada penyakit,

dengan cara yang tepat

4. Gambarkan proses penyakit,

dengan cara yang tepat

5. Identifikasi kemungkinan

penyebab, dengan cara yang tepat

6. Sediakan informasi pada pasien

tentang kondisi, dengan cara yang

tepat

7. Sediakan bagi keluarga informasi

tentang kemajuan pasien dengan

cara yang tepat

8. Diskusikan pilihan terapi atau

Page 38: LP Osteoporosis

9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi

atau mendapatkan second opinion

dengan cara yang tepat atau

diindikasikan

10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau

dukungan, dengan cara yang tepat

penanganan

9. Dukung pasien untuk

mengeksplorasi atau

mendapatkan second opinion

dengan cara yang tepat atau

diindikasikan

10. Eksplorasi kemungkinan sumber

atau dukungan, dengan cara yang

tepat

5 Ansietas berhubungan

dengan ketakutan akan

fraktur

NOC :

- Kontrol kecemasan

- Koping

Setelah dilakukan asuhan selama

……………klien kecemasan

teratasi dgn kriteria hasil:

Klien mampu mengidentifikasi

dan mengungkapkan gejala

cemas

Mengidentifikasi,

mengungkapkan dan

menunjukkan tehnik untuk

NIC :

Anxiety Reduction (penurunan

kecemasan)

1. Gunakan pendekatan yang

menenangkan

2. Nyatakan dengan jelas harapan

terhadap pelaku pasien

3. Jelaskan semua prosedur dan apa

yang dirasakan selama prosedur

4. Temani pasien untuk memberikan

keamanan dan mengurangi takut

5. Berikan informasi faktual mengenai

1. Menenangkan klien

2. Mempermudah memberikan

pemahaman kepada klien

3. Mengurangi kecemasan klien

4. untuk memberikan keamanan dan

mengurangi takut

5. memberikan harapan kesembuhan

bagi klien

6. pendampingan klien memberikan

Page 39: LP Osteoporosis

mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah,

bahasa tubuh dan tingkat

aktivitas menunjukkan

berkurangnya kecemasan

diagnosis, tindakan prognosis

6. Libatkan keluarga untuk

mendampingi klien

7. Instruksikan pada pasien untuk

menggunakan tehnik relaksasi

8. Dengarkan dengan penuh perhatian

9. Identifikasi tingkat kecemasan

10. Bantu pasien mengenal situasi yang

menimbulkan kecemasan

11. Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan, ketakutan,

persepsi

12. Kelola pemberian obat anti cemas

klien kekuatan

7. Instruksikan pada pasien untuk

menggunakan tehnik relaksasi

8. Dengarkan dengan penuh

perhatian

9. Identifikasi tingkat kecemasan

10. Mengurangi penyebab cemas

11. untuk mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi

12. membantu mengurangi cemas

dengan teknik farmakologi

6 Konstipasi berhubungan

dengan imobilisasi atau

ileus

NOC:

Bowl Elimination

Hidration

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama …. konstipasi

pasien teratasi dengan kriteria hasil:

Pola BAB dalam batas normal

NIC :

1. Manajemen konstipasi

2. Identifikasi faktor-faktor yang

menyebabkan konstipasi

3. Monitor tanda-tanda ruptur

bowel/peritonitis

4. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi

1. Identifikasi faktor-faktor yang

menyebabkan konstipasi

2. Monitor tanda-tanda ruptur

bowel/peritonitis

3. Jelaskan penyebab dan

rasionalisasi tindakan pada pasien

4. Konsultasikan dengan dokter

tentang peningkatan dan

Page 40: LP Osteoporosis

Feses lunak

Cairan dan serat adekuat

Aktivitas adekuat

Hidrasi adekuat

tindakan pada pasien

5. Konsultasikan dengan dokter tentang

peningkatan dan penurunan bising

usus

6. Kolaburasi jika ada tanda dan gejala

konstipasi yang menetap

7. Jelaskan pada pasien manfaat diet

(cairan dan serat) terhadap eliminasi

8. Jelaskan pada klien konsekuensi

menggunakan laxative dalam waktu

yang lama

9. Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi

serat dan cairan

10. Dorong peningkatan aktivitas yang

optimal

11. Sediakan privacy dan keamanan

selama BAB

penurunan bising usus

5. Kolaburasi jika ada tanda dan

gejala konstipasi yang menetap

6. Jelaskan pada pasien manfaat diet

(cairan dan serat) terhadap

eliminasi

7. Jelaskan pada klien konsekuensi

menggunakan laxative dalam

waktu yang lama

8. Kolaburasi dengan ahli gizi diet

tinggi serat dan cairan

9. Dorong peningkatan aktivitas

yang optimal

10. Sediakan privacy dan keamanan

selama BAB

7 Ketidak efektifan koping

individu berhubungan

dengan body image

NOC:

Body image

Self esteem

Setelah dilakukan tindakan

NIC :

Body image enhancement

1. Kaji secara verbal dan nonverbal 1. Menilai gambaran diri klien

2. Menilai seberapa besar gangguan

Page 41: LP Osteoporosis

keperawatan selama …. gangguan

body image

pasien teratasi dengan kriteria hasil:

Body image positif

Mampu mengidentifikasi

kekuatan personal

Mendiskripsikan secara faktual

perubahan fungsi tubuh

Mempertahankan interaksi

sosial

respon klien terhadap tubuhnya

2. Monitor frekuensi mengkritik

dirinya

3. Jelaskan tentang pengobatan,

perawatan, kemajuan dan prognosis

penyakit

4. Dorong klien mengungkapkan

perasaannya

5. Identifikasi arti pengurangan melalui

pemakaian alat bantu

6. Fasilitasi kontak dengan individu

lain dalam kelompok kecil

yang terjadi

3. Meningkatkan kepercayaan diri

klien

4. Membantu mengungkapkan apa

yang dirasakan

5. Memberikan pengertian kepada

klien

6. Membangun kepercayaan diri klien

Page 42: LP Osteoporosis

Discharge Planning (NIC: 150)

a. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS

b. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan

lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah

c. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau

petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien

d. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu

hindari penyebab kambuhnya pneumonia, cara penularan, dan

pencegahan kekambuhan, melakukan gaya hidup sehat.

e. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang

f. Dokumentasikan perencanaan pulang

g. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

Page 43: LP Osteoporosis

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates of America: Elsevier.

Davey, P. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates

of America: Elsevier.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and skin Disease. 2014. What is Osteoporosis?. [serial online] http://www.niams.nih.gov/health_info/bone/osteo porosis/osteoporosis_ff.pdf [05 November 2015].

Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Price, A & Wilson, L. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Rachman IA. 2006. Osteoporosis primer (post menopause osteoporosis). Osteoporosis. Edisi 1. Jakarta: Perhimpunan Osteoporosis Indonesia - CV Infomedika;.

Rubenstein, et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta: Erlangga.

Setiyohadi, B. 2006. Perkembangan terbaru dalam penatalaksanaan osteoporosis. Osteoporosis. Edisi 1. Jakarta: Perhimpunan Osteoporosis Indonesia – CV Infomedika;

Soemantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. 2014. Pneumonia. [serial online] http://www.who.int/mediacentre /factsheets/fs331/en/ [18 Oktober 2015]