lp combustio

71
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO) OLEH : NI KETUT AYU WIRATNI (P07120213032) JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES DENPASAR PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN

Upload: madesriwahyuni

Post on 05-Jan-2016

244 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

lp

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Combustio

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

OLEH :

NI KETUT AYU WIRATNI

(P07120213032)

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN

2015

Page 2: Lp Combustio

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN LUKA BAKAR

(COMBUSTIO)

A. Konsep Dasar Luka Bakar

1. Pengertian Luka Bakar

Menurut Aziz Alimul Hidayat, A, (2008 Hal : 130) luka bakar adalah

kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabkan oleh panas

yang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure)

berlebihan terhadap sinar matahari.

Menurut Smeltzer, dkk (2008) luka bakar (combustio) adalah kerusakan

atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti

api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Menurut Betz C, L & Sowden,

L, A (2009, Hal : 56)  luka bakar adalah kerusakan jaringan karena karena

kontak dengan agens, tremal, kimiawi, atau listrik.

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam

dan luasnya luka bakar dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.

Selain itu, faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatann

penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Luka bakar pada

daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, antara

lain karena mudah mengalami kontraktur (Clevo dan Margareth, 2012).

Luka bakar pada badan terdiri atas hal-hal seperti dibawah ini :

1. Kepala 9%

2. Anggota gerak 9%

3. Dada atau punggung 9%

4. Perut atau punggung 9%

5. Paha 9%

6. Anggota gerak bawah 9%

2. Etiologi Luka bakar

Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara

langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak

terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari

Page 3: Lp Combustio

matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.

Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

1. Paparan api

Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan

menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar

pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki

kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh

atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.

Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami

kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat

seperti solder besi atau peralatan masak.

2. Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin

lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan.

Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan

pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan

pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan

pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan

ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai

permukaan cairan.

3. Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator

mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang

tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi

inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas

distal di paru.

4. Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan

oklusi jalan nafas akibat edema.

5. Aliran listrik

Page 4: Lp Combustio

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.

Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang

menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka

bakar tambahan.

6. Zat kimia (asam atau basa)

7. Radiasi

8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

3. Patofisiologi Luka Bakar

Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak

baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan

suhu tinggi, maka pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitar, dan area yang

jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat.

Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema

dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar

akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan

penguapan.

Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan

intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme

kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas

(lebih dari 20%) dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas,

seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah

menurun, serta produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan,

maksimal terjadi setelah delapan jam.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitas

meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi

anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah

dapat terjadi kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas,

takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat

juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida

sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu

Page 5: Lp Combustio

mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, pusing,

mual dan muntah.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh

darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak

steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk

pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi

karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami

trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau

antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit

penderita sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran napas atas dan

kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya

sangat berbahaya karena kumanya banyak yang sudah resisten terhadap

berbagai antibiotik.

Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang

berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi

invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat

menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal

sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat

dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi

enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan

granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng

yang mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai

dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mula-

mula sehat menjadi nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat

dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada

pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat

sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai

dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel

basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam

Page 6: Lp Combustio

mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara

ekstetik sangat jelek. Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh

sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi

dapat berkurang atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah

splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya

tukak di mukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan

gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress

ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa.

Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung.

Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang

tampil sebagai hematemisis dan melena.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena

eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan

dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang

diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari

otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan

berat badan menurun. Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama

bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat

akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut

schizophrenia post burn. (Sjamsuhidajat, dkk, 2010).

Page 8: Lp Combustio

Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar :

a. Berdasarkan kedalamannya, luka bakar diklasifikasikan menjadi :

1) Luka bakar derajat I

Luka bakar derajat I merusak bagian kulit yaitu epidermis, ini biasa

dikarenakan akibat terjemur matahari. Pada awalnya terasa nyeri karena

ujung-ujung saraf sensorik teriritasi dan kemudian gatal akibat stimulasi

reseptor sensoris dan biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa

meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama adalah setiap

luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan

jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah

yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang

ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh

darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.

Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya

sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak

sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas

setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

Luka bakar derajat I :

1) Disebut juga luka bakar superficial

2) Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai

daerah dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn

3) Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.

4) Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling).

2) Luka bakar derajat II

Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa

reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka

berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit

normal, nyeri karena ujung_ujung saraf teriritasi. luka bakar dibedakan

menjadi 2, yaitu :

a) Derajat II dangkal (superficial)

Page 9: Lp Combustio

mengenai bagian superficial dari dermis. Organ-organ kulit seperti

folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.

Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.

b) Derajat II dalam (deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ

kulit seperti olikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea

sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,

tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lenih

dari sebulan.

Luka bakar derajat II :

1) Superficial partial thickness:

a) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis

b) Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat

daripada luka bakar grade I

c) Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena

luka

d) Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda

yang basah

e) Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena

tekanan

f) Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak

terkena infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama seperti

sebelumnya.

2) Deep partial thickness

a) Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis

b) disertai juga dengan bula

c) permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi

dari

d) vaskularisasi pembuluh darah( bagian yang putih punya hanya

sedikit pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai

beberapa aliran darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.

Page 10: Lp Combustio

3) Luka bakar derajat III

Yang terkena dalam luka bakar derajat III adalah seluruh bagian dermis

dan bagian lapisan lemak. Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar

keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Luka akan tampak

berwarna putih , coklat, merah atau hitam. Luka ini tidak akan

menimbulkan rasa nyeri karena semua reseptor sensoris telah

mengalami kerusakan total. Kerusakan meliputi seluruh ketebalan

dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel

rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan,

kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah

dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan

epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama

karena tidak ada proses epitelisasi spontan

Luka bakar derajat III :

1) Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen

2) Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan

pembuluh darah sudah hancur.

3) Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan

tulang.

4) Luka bakar grade IV

Berwarna hitam

b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka, menurut American Bum Association

terdiri dari :

1) Luka Bakar Mayor

Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih

dari 20% pada anak-anak.

Luka bakar fullthickness lebih dari 20%

Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan

perineum

2) Luka Bakar Moderat

Page 11: Lp Combustio

Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20%

pada anak-anak

Luka bakar fullthickness kurang dari 10%

Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,

dan perineum

3) Luka Bakar Minor

Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan

kurang dari 10% pada anak-anak

Luka bakar fullthickness kurang dari 2%

Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, dan kaki

Luka tidak sirkumfer

Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga

tingkatan fase, yaitu : (dalam Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC)

a. Fase akut

Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas

karena adanya cidera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi

gangguan keseimbagan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis

bersifat sistemik. Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal

penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas),

breathing (mekanisme bernapas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan

airway tidak hanya dapat terjadi segera  atau beberapa saat setelah

terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernapasan akibat

cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah

penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering

terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal

yang berdampak sistemik.

b. Fase sub akut

Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat

kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan

Page 12: Lp Combustio

masalah inflamasi, sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai

panas/energi. Fase berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai

terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka

bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah

kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.

Luka yang terjadi menyebabkan :

a. Proses inflamasi dan infeksi

b. Problem penutupan luka

c. Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka

dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada

fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan

pigmentasi, deformitas, dan kontraktur.

Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of

nine) yang diprovokasi oleh Wallace, yaitu :

1. Kepala dan leher : 9%

2. Lengan masing-masing 9% : 18%

3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

4. Tungkai masing-masing 18% : 36%

5. Genitatalia/perineum : 1%

Total : 100%

Pada anak-anak menggunakan tabel dari lund atau Browder yang mengacu pada

ukuran bagian tubuh terbesar pada seorang bayi/anak (yaitu kepala) (Moenadjat,

2009).

Usia (tahun) 0 1 5 10 15 Dws

A-kepala (muka –

belakang)

9 ½ 8 ½ 6 ½ 5 ½ 4 ½ 3 ½

B-1 paha (muka belakang) 2 ¾ 3 ¼ 4 4 ¼ 4 ½ 4 ¾

Page 13: Lp Combustio

C-1 kakai (muka

belakang)

2 ½ 2 ½ 2 ¾ 3 3 ¼ 3 ½

Menurut Kahan dan Raves (2011) :

DerajatLokasi yang

TerlibatKarakteristik Perkembangan Klinis Terapi

Derajat 1 atau

ketebalan

partial

superficial.

Epidermis. Eritema dan nyeri. Sembuh dalam waktu 3-4

hari tanpa pembentukan

jaringan parut. Sel-sel

epidermis yang mati

mengalami deskuamasi

(mengelupas).

Lotion dan obat

anti imflamasi

non steroid.

Derajat 2 atau

ketebalan

partial

superficial

dalam.

Melewati

epidermis

dan sampai

ke dermis.

Merah muda/ merah/

mengeluarkan

cairan,

pembengkakan dan

kepuh, sangat nyeri.

Luka bakar dermis

superficial sembuh dalam

waktu 1 minggu tanpa

pembentukan jaringan parut

atau gangguan fungsional.

Luka bakar dermis yang

dapat sembuh dalam waktu

3-8 minggu tetapi disertai

dengan pembentukan

jaringan parut yang berat

dan gangguan fungsi.

Dilakukan eksisi

dan graft pada

luka bakar

dermis yang

dalam.

Derajat 3 atau

ketebalan

penuh.

Semua

lapisan

melewati

dermis.

Putih atau hitam ,

seperti beludru,

seperti lilin, tidak

nyeri

Luka bakar hanya dapat

sembuh dengan cara migrasi

epitel dari perifer dan

kontraksi. Kecuali luka

bakar berukuran kecil, luka

bakar ini memerlukan

tindakan graft.

Dilakukan eksisi

dan graft.

Page 14: Lp Combustio

5. Manifestasi Klinis Luka Bakar

Menurut Corwin Elizabeth, J. (2009, Hal : 131) manifestasi klinis pada klien

dengan luka bakar ialah sebagai berikut.

a. Luka bakar derajat pertama superfisial ditandai oleh kemerahan dan nyeri.

Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin

terkelupas.

b. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial superfisial ditandai oleh

terjadinya lepuh ( dalam beberapa  menit) dan nyeri hebat.

c. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam ditandai oleh lepuh, atau

jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian

terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.

d. Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh tampak datar, tipis, dan kering.

Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungin tampak putih,

merah atau hitam dan kasar.

e. Luka bakar listrik mungkin mirip dengan luka bakar panas, atau mungkin

tampak sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung. Luka bakar

listrik biasanya timbul dititik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka

bakar listrik mungkin jauh lebih parah daripada luka yang tampak dibagian

luar.

Luka bakar memiliki tanda dan gejala tergantung derajat keparahan dari luka

bakar tersebut, yaitu :

a. Derajat I  : Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi pembengkakan

hanya pada lapisan atas kulit ari (Stratum Corneum), terasa sakit, merah

dan bengkak.

b. Derajat II  : Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada lapisan kulit

ari, luka nyeri, edema, terdapat gelembung berisi cairan kuning bersih

(eksudat).

c. Derajat III : Luka tampak hitam keputih-putihan (Escarotica), kulit terbuka

dengan lemak yang terlihat, edema, tidak mumcat dengan tekanan, tidak

nyeri, folikel rambut dan kelenjar keringat rusak.

Page 15: Lp Combustio

d. Derajat IV  : Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau lebih dari

kulit ari dan kulit jangat sudah terbakar.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Luka Bakar

1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya

pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%

mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat

menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi

sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap

pembuluh darah.

2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau

inflamasi.

3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera

inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan

karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.

4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan

cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin

menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi

ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.

5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan

cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.

6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan

cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.

7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.

8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema

cairan.

9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau

fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek

atau luasnya cedera.

11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.

12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka

bakar.

Page 16: Lp Combustio

7. Penatalaksanaan Medis Luka Bakar

1. Penatalaksanaan luka bakar

a. Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat, dkk. (2010)

1) Luka bakar suhu atau thermal

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh,

misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar

dengan kain basah. Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan

berguling-guling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas.

Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya

dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menyelup-kan diri ke

air dingin atau melepas baju yang tersiram air panas.

Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah

merendam daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurang-

kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini dan upaya

mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan

proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang

akan terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi

tetap meluas.

2) Luka bakar kimia

Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering

mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka

karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan,

padahal daya rusak masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam.

Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia

secara masif, yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir

dan kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis.

Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu

untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat

menambah kerusakan jaringan.

Page 17: Lp Combustio

Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan

keadaan umum, serta pemberian cairan dan elektrolit.

Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat

10% dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor

menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor

akan terikat menjadi kalsium fluorida yang tidak larut. Jika ada  luka

dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusul skin grafting dan

rekonstruksi. Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat

segera berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9%

secara terus menerus sampai penderita ditangani di rumah sakit.

3) Luka bakar arus listrik

Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung

muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian

kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus

diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang

diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang luka

bakar di kulit luar tampak ringan,  tetapi kerusakan jaringan ternyata

lebih dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna

gelap karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini

mengharuskan pengeluaran urin 75-100 ml per jam. Selain itu, urin

harus diubah menjadi basa dengan natrium bikarbonat intravena yang

menghalangi pengenda-pan mioglobulin. Bila urin tidak segera bening

atau pengeluaran urin tetap rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah

besar cairan, maka harus diberikan diuretik yang kuat bersama manitol.

Pada penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5 gram per

dosis) mungkin diperlukan selama 12-24 jam. Pasien yang gagal

berespon terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi

anggota gerak gawat darurat atau pembersihan jaringan nonviabel.

Otot jantung juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram (EKG)

harus dilakukan untuk menge-tahui adanya kerusakan jantung dan

pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis

dan merawat aritmia. Kerusakan neurologi juga sering terjadi, terutama

Page 18: Lp Combustio

pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila dilakukan tes

elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu dilakukan pada

tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas

peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.

4) Luka bakar radiasi

Pada  kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari

kontaminan sehingga harus mengguna-kan pelindung. Prinsip penolong

penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker,

baju pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus

dicari dan dihentikan serta benda yang terkontaminasi dibersihkan

dengan air sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di

tempat aman.

Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan.

Selain itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia,

trombositopenia, dan kerenta-nan terhadap infeksi. Sedapat mungkin

tidak digunakan obat-obatan yang menekan fungsi sumsum tulang.

2. Penatalaksanaan ABC (airway, breathing, circulation)

a. Airway

Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan napas dari sumbatan

yang terbentuk akibat edema mukosa jalan napas ditambah sekret yang

diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada

luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa

endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada

kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan napas yang dapat

menyebabkan distres pernapasan. Pada luka bakar akut dengan

kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal,

endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa

menunggu adanya distres napas. Baik pemasangan nasofaringeal,

intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan

jalan napas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi

yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun

Page 19: Lp Combustio

pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan

indikasi dan pilihan.

Pemasangan pipa Nasofaringeal

Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi

nares, nasofaring dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau

kedua nares sehingga ujungnya mencapai tepat di atas epiglotis. Pipa

nasal mempunyai keuntungan karena bisa dipasang pada penderita yang

masih mempunyai reflek muntah tanpa menyebabkan muntah.

b. Breathing

Menurut Moenadjat (2009), pastikan pernapasan adekuat dengan :

1) Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak

dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi,

penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input)

oksigen karena patologi jalan napas, bukan karena kekurangan

oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan

tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang

diikuti terjadinya stres oksidatif.

2) Humidifikasi

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah

untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan

meredam proses inflamasi mukosa.

3) Terapi inhalasi

Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan

melalui pipa endotrakea atau krikotiroidek-tomi. Prosedur ini

dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa

pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa.

Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial

terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan

pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut

menggunakan steroid.

4) Lavase bronkoalveolar

Page 20: Lp Combustio

Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk

mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa jalan napas

dibandingkan tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh

sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan.

Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik (bronkos-

kopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan terapeutik,

tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan

evaluasi jalan napas.

5) Rehabilitasi pernapasan

Proses rehabilitasi sistem pernapasan dimulai seawal mungkin.

Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut

antara lain :

a) Pengaturan posisi

b) Melatih reflek batuk

c) Melatih otot-otot pernapasan.

Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan

secara aktif saat hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih

kooperatif.

6) Penggunaan ventilator

Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan

distresparpernapasan secara bermakna memperbaiki fungsi sistem

pernapasan dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan

volume kontrol.

c. Circulation

Penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan

kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk

mempertahankan volume sirkulasi.

Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan

jarum atau kateter yang besar minimal no. 18, Hal ini penting untuk

keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP.

CVP (Central Venous Pressure) merupakan perangkat untuk

memasukkan cairan, nutrisi parenteral, dan merupakan parameter dalam

Page 21: Lp Combustio

menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi.

Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia.

Nilai CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan

dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas

kapiler membaik, pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan

cairan yang berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan

menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya

peningkatan CVP.

3. Melepaskan penghalang

Tujuan melakukan penilaian serta mencegah terjadinya konstriksi

sekunder akibat edema

4. Resusitasi cairan

Pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan

diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektro-lit) dari

intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya

hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan

hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal

terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ.

Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang

hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan

interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intra-

vaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan

proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan

sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk

mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara

nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.

Pemberian Cairan dengan menggunakan Rumus Baxter

Rehidrasi dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :(2)

4cc/kgBB/%lukabakar/24 jam.

Separuhnya diberikan dalam 8 jam pertama dan separuhnya

lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Page 22: Lp Combustio

Rumus inipun tidak mutlak tepat karena banyak faktor tidak

diperhitungkan, misalnya luka bakar yang dalam.

Contoh :

Korban gawat darurat dengan BB 50kg, luas luka bakar 20%. Maka

korban gawat darurat akan mendapat 50 x 20 x 4 cc / 24 jam = 4000 cc /

24 jam. Separuhnya 2000 cc (4 kolf) dalam 8 jam pertama.

Catatan : 2000cc x 20 (tetes infus set) = ± 80 tetes / menit.

4 (jam) x 60 (menit)

Rumus ini hanya merupakan patokan awal, dan menilai cukupnya cairan

yang diberikan lebih tepat dengan menilai reproduksi urin setiap jam, yaitu

30 – 50 cc setiap jam pada orang dewasa. Atau dapat menggunakan ukuran

1-1,5 cc / kgBB / jam. Contohnya, korban yang Bbnya 50 kg, maka

produksi urin normalnya antara 50 – 70 cc / jam.

Bila masa pra – rumah sakit hanya singkat, maka tidak perlu pemasangan

kateter uretra ( pemasangan DC, Dauer Catheter). Namun dalam keadaan

khusu dimana masa pra-rumah sakit yang lama ( transportasi yang sangat

lama ), maka perlu pemasangan DC sehingga dapat di lakukan monituring

produksi urin.

5. Fluid Creep Phenomena

Dalam dekade terakhir, resusitasi cairan pada pasien luka bakar telah

dilakukan sebagai proses yang rutin. Kebanyakan dari klinisi

menggunakan rumus Parkland dalam 24 jam pertama untuk menyesuaikan

volume cairan yang diberikan. Sesuai dengan variasi situasi pada pasien

luka bakar, penggunaan volume cairan yang berlebih cenderung terjadi

untuk meningkatkan pengeluaran urin. Pemberian cairan yang berlebihan

dapat mengakibatkan komplikasi edema yang dikenal dengan fenomena

"fluid creep". Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk optimasi

titrasi dan jenis cairan yang digunakan, seperti pemakaian koloid atau

larutan garam hipertonik. Tujuannya adalah untuk menurunkan kebutuhan

volume cairan dan terjadinya edema. Penelitian saat ini tentang resusitasi

cairan pasien luka bakar berkonsentrasi pada pendekatan untuk

Page 23: Lp Combustio

meminimalisir fenomena "fluid creep" dengan memperketat kontrol cairan

intravena. Formula Parkland sebaiknya hanya digunakan sebagai panduan

dalam pemberian cairan. selanjutnya harus dilakukan penyesuaian pada

volume dan kecepatan cairan intravena sesuai dengan respon pasien.

Banyak penelitian menunjukkan perbandingan antara pemakaian kristaloid

dan koloid pada 24 jam pertama setelah kejadian luka bakar. Saat ini,

masih terdapat perdebatan penentuan waktu yang tepat untuk pemakaian

cairan koloid untuk resusitasi. Bagaimanapun, penggunaan albumin 5%

dalam 24 jam kedua dapat dipertimbangkan sebagai alternatif yang bisa

diterima (Septrisa, 2012).

6. Penatalaksanaan pencegahan infeksi

Menurut Hudak dan Gallo (2000), ketika kestabilan hemodinamik dan

pulmonal telah tercapai, perhatian ditujukan pada perawatan awal luka

bakar.

Menurut Moenadjat (2009), infeksi luka yang berkembang menjadi sepsis

menjadi topik yang banyak dibahas dan merupakan penyebab kematian

pada luka bakar. Konsekuensinya penggunaan antibiotika dalam

penatalaksanaan luka bakar menjadi sesuatu kebutuhan yang mutlak.

Tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi terdiri

dari beberapa rangkaian, yaitu :

a. Tindakan aseptik

Yang dimaksud dengan tindakan aseptik adalah serangkaian

perlakuan yang diterapkan dan mencerminkan upaya mencegah infeksi,

dengan cara : Mengupayakan ruang perawatan dalam kondisi aseptik.

Hal ini diupayakan melalui beberapa cara termasuk desain ruangan

yang memungkinkan ventilasi laminar berlangsung layaknya sebuah

ruang operasi, penerapan sistem “positive air preasure air filter”,

termasuk perawatan yang bertalian dengan proses desinfeksi ruangan,

dll.

Linen dan bahan lain yang steril. Penggunaan perangkat khusus

seperti baju (piyama), skort, topi, masker, alas-kaki, pencucian tangan,

Page 24: Lp Combustio

penggunaan sarung tangan, dll. Hal ini mencerminkan perilaku petugas

sebagai digariskan dalam general precaution upaya mencegah infeksi.

b. Pencucian luka

Pencucian luka dilakukan menggunakan air yang disterilkan.

Prinsip dilution is the best solution for pollution diterapkan.

Pencucian luka dikerjakan saat penderita masuk ke unit luka bakar

(dalam delapan jam pertama) dan dilakukan satu sampai dua kali dalam

sehari sebelum dilakukan nekrotomi dan debridement.

Tindakan nekrotomi dan debridement dilakukan bertujuan

membuang eskar atau jaringan nekrosis maupun debris yang memicu

respon inflamasi dan menghalangi proses penyembuhan luka karena

berpotensi besar untuk berkembang menjadi fokus infeksi. Tindakan ini

dilakukan seawal mungkin dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai

kebutuhan. Yang dimaksud tindakan awal adalah dalam 3-4 hari

pertama pasca trauma, saat konsistensi eskar masih padat dan belum

mengalami lisis, eskar yang mengalami lisis memicu respon inflamasi

sangat kuat dan sulit dilakukan. Pada prosedur ini, luka dicuci

menggunakan larutan steril.

Perawatan untuk pasca nekrotomi dan debridement, luka dicuci

setiap kali penggantian balutan.

c. Eskarotomi

Meskipun peninggian ekstrimitas dapat menurunkan edema, namun

eskarotomi sering diperlukan. Eskarotomi adalah insisi pada jaringan

parut yang menebal sehingga memungkinkan jaringan edematosa yang

hidup di bawahnya melebar. Dengan demikian memulihkan perfusi

jaringan yang adekuat. Eskarotomi dibuat pada garis midlateral atau

midmedial ekstrimitas yang terkait. Prosedur dilakukan di tempat tidur,

dan tidak memerlukan anestesi lokal. Tempat eskarotomi ditutupi

dengan agen topikal karena karena jaringan hidup terpajan, dan

dipasang balutan tipis. Biasanya prosedur ini diperlukan hanya pada

cedera yang terjadi lingkungan arus listrik bertegangan tinggi atau

cedera hancur (Hudak dan Gallo, 1996).

Page 25: Lp Combustio

d. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik secara umum dibedakan atas dua jenis, yaitu

antibiotik profilaksis dan terapeutik.

1) Antibiotikaprofilaksis pada luka bakar

Secara umum yang dimaksud dengan pemberian antibiotik

profilaksis adalah pemberian antibiotik sistemik bertujuan

mencegah berkembangnya infeksi sebelum melakukan sayatan

tindakan pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Antibiotik

diberikan melalui jalur intravena 30 menit sebelum tindakan untuk

satu kali pemberian (single dose). Jenis antibiotik yang diberikan

didasari atas pola bakteri yang didasari atas pola bakteri yang

paling sering menimbulkan infeksi di rumah sakit pada kurun

waktu tertentu.

2) Antibiotik teraupetik pada luka bakar

Pemberian antibiotik sistemik yang ditujukan mengatasi infeksi

yang timbul. Pemilihan jenis antibiotik dilakukan berdasarkan hasil

kultur mikroorganisme penyebab infeksi dan memiliki sensitivitas

terhadap mikroorganisme penye-bab. Pemberiannya diberikan

sesuai dosis lazim.

7. Amputasi

Menurut Hudak dan Gallo (1996), indikasi amputasi apabila

terdapat :

a. Cedera otot masif akibat elektric injury disertai mioglobin pada

urin yang gagal berespon terhadap resusitasi cairan dan pemberian

diuretik kuat serta manitol.

b. Keropeng dengan perlemahan status vaskuler dengan nekrosis

iskemik.

c. Infeksi yang meluas hingga mengenai sebagian besar anggota

gerak.

8. Perawatan Luka Pada Luka Bakar

Terdapat 2 jenis perawatan luka pada luka bakar, yaitu :

1) Perawatan luka bakar terbuka (exposure method)

Page 26: Lp Combustio

Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka

yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit

berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya mitras-

argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang

enak karena melihat luka yang tampak kotor. Perawatan terbuka ini

memerlukan ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan

luka harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk

merawat LB yang dangkal. Untuk LB III dengan eksudasi dan

pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk

menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh

sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara

bertahap dilakukan eksisi eskar atau debridement.

2) Perawatan luka bakar tertutup (occlusive dressing method)

Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang

dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi.

Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi

penderita. Hanya diperlukan tenaga dan biaya yang lebih karena

dipakainya banyak pembalut dan antiseptik. Untuk menghindari

kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka

ditutup kasa penyerap (tole) setelah dibubuhi dan dikompres dengan

antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari. Pada waktu

penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan terangkat,

sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk LB luas debridement harus

lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar.

9. Tindakan Bedah

Tindakan bedah selanjutnya pada penderita LB yang dapat melewati fase

aktif adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin

menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat hipermetabolisme

yang sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh

jaringan nekrotik dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam.

Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah :

1. Keadaan umum cepat membaik.

Page 27: Lp Combustio

2. Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.

3. Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.

4. Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.

5. Sensitivitas lebih baik.

8. Komplikasi Luka Bakar

1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal

2. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses

terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang

dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume

darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka

bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf

pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga

terjadi iskemia.

3. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi

jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa

pasien.

4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising

usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi

lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang

terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam

lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi

muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus

curling.

5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan

hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.

Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status

respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah

janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.

6. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan

resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau

mioglobin terdektis dalam urine.

Page 28: Lp Combustio

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar

1. Pengkajian Keperawatan

Data Subyektif

a. Identitas diri klien, riwayat keluarga, riwayat lingkungan, aspek

psikososial.

b. Kaji luas, kedalaman luka bakar.

c. Asupan dan keluaran cairan.

d. Berat badan, riwayat berat pra-luka bakar, alergi, imunisasi tetanus,

masalah medik serta bedah pada masa lalu, penyakit sekarang, dan

penggunaan obatstatus fisiologik, tingkat nyeri, serta kecemasan dan

perilaku klien.

Data Obyektif

a. Pemeriksaan fisik

1) Vital Sign

a) Tekanan darah

b) Suhu

c) Nadi

d) Pernafasan

2) Kesadaran

a) GCS

b) Eye

c) Motorik

d) Verbal

3) Keadaan umum

a) Sakit/ nyeri : 1. ringan 2. sedang 3. berat

b) Status gizi : 1. gemuk 2. normal 3. kurus

c) Sikap : 1. tenang 2. gelisah 3. menahan

nyeri

d) Personal hygiene : 1. bersih 2. kotor 3. lain-lain

e) Orientasi waktu/ tempat/ orang : 1. baik 2. Terganggu

Page 29: Lp Combustio

4) Pemeriksaan fisik head to toe

a) Kepala : bentuk, lesi/luka

b) Rambut : warna, kelainan

c) Mata : penglihatan, sclera, konjungtiva, pupil, kelainan

d) Hidung : penciuman, secret/darah/polip, tarikan cuping

hidung

e) Telinga : pendengaran, secret/cairan/darah

f) Mulut dan gigi

(1) Bibir :

1. lembab 2. kering 3. cianosis 4. pecah-pecah

(2) Mulut dan tenggorokan :

1. normal 2. lesi 3. Stomatitis

(3) Gigi :

1. penuh/normal 2. ompong 3. lain-lain

g) Leher : pembesaran tyroid, lesi, nadi karotis, pembesaran

limfoid

h) Thorax : Jantung, paru-paru, retraksi dada

i) Abdomen : peristaltic usus, kembung, nyeri tekan, ascites

j) Genetalia : pimosis, alat bantu, kelainan

k) Kulit : turgor, laserasi, warna kulit

l) Ekstermitas : kekuatan otot, ROM, hemiplegic, akral, CRT,

edema

b. Pemeriksaan diagnostik

1) Sinar X

Melihat gambaran terakhir atau mendekati struktur luka bakar

2) Venogram

Menggambarkan arus vaskularisasi

3) Konduksi saraf dan elektromiogram

Mendeteksi cidera saraf

4) Angiografi

Berhubungan dengan pembuluh darah

Page 30: Lp Combustio

5) Antrotropi

Mendeteksi keterlibatan sendi

6) Radiografi

Menentukan integritas tulang

7) CT-Scan

Memperlihatkan luka bakar atau mendeteksi struktur luka bakar

8) Pemeriksaan urine

Berat jenis urine, warna urine, pH, kadar glukosa, aseton, protein

serta nilai haemoglobin

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia, radiasi, dan luka

bakar terbuka.

d. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit, pertahanan

primer tidak adekuat.

e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit.

f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan.

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan amputasi atau tindakan

bedah.

2. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan

Kriteria Hasil

Intervensi

1. Kekurangan volume

cairan b.d kehilangan

cairan aktif.

NOC :

Fluid Balance

Hydration

Nutritional Status :

Food and Fluid

Intake

Kriteria Hasil :

NIC:

Fluid Management

a. Timbang

popok/pembalut jika

diperlukan

b. Pertahankan catatan

intake dan output yang

Page 31: Lp Combustio

a. Mempertahanka

n urine output

sesuai dengan

usia dan BB, BJ

urine normal,

HT normal

b. Tekanan darah,

nadi, suhu tubuh

dalam batas

normal

c. Tidak ada tanda-

tanda dehidrasi,

elastisitas turgor

kulit baik,

membrane

mukosa lembab,

tidak ada rasa

haus yang

berlebihan

akurat

c. Monitor status hidrasi

(kelembaban

membrane mukosa,

nadi adekuat, tekanan

darah ortostatik), jika

diperlukan

d. Monitor vital sign

e. Monitor masukan

makanan/cairan dan

hitung intake kalori

harian

f. Kolaborasikan

pemberian cairan IV

g. Monitor status nutrisi

h. Berikan cairan IV

pada suhu ruangan

i. Dorong masukan oral

j. Berikan penggantian

nesogatrik sesuai

output

k. Dorong keluarga

untuk membantu

pasien makan

l. Tawarkan snack (jus

buah, buah segar)

m. Kolaborasi dengan

dokter

n. Atur kemungkinan

tranfusi

o. Persiapan untuk

tranfusi

Page 32: Lp Combustio

Hypovolemia

Management

a. Monitor status cairan

termasuk intake dan

output cairan

b. Pelihara IV line

c. Monitor tingkat Hb

dan Hematokrit

d. Monitor tanda vital

e. Monitor respon pasien

terhadap penambahan

cairan

f. Monitor berat badan

g. Dorong pasien untuk

menambah intake oral

h. Pemberian cairan IV

monitor adanya tanda

dan gejala kelebihan

volume cairan

i. Monitor adanya tanda

gagal ginjal

2. Nyeri akut

berhubungan dengan

agen cidera.

NOC :

Pain level

Pain control

Comfort level

Kriteria Hasil

a. Mampu

mengontrol

nyeri (tahu

penyebab nyeri,

mampu

menggunakan

NIC:

Pain management

a. Lakukan pengkajian

nyeri secara

komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan

faktor presipitasi

b. Observasi reaksi

nonverbal dari

Page 33: Lp Combustio

tehnik

nonfarmakologi

untuk

mengurangi

nyeri, mencari

bantuan)

b. Melaporkan

bahwa nyeri

berkurang

dengan

menggunakan

managemen

nyeri

c. Mampu

mengenali nyeri

(skala,

intensitas,

frekuensi dan

tanda nyeri)

d. Menyatakan rasa

nyaman setelah

nyeri berkurang

ketidaknyamanan

c. Gunakan tehnik

komunikasi terapeutik

untuk mengetahui

pengalaman nyeri

pasien

d. Kaji kultur yang

mempengaruhi respon

nyeri

e. Evaluasi pengalaman

nyeri masa lampau

f. Evaluasi bersama

pasien dan tim

kesehatan lain tentang

ketidakefektifan

control nyeri masa

lampau

g. Bantu pasien dan

keluarga untuk

mencari dan

menemukan dukungan

h. Control lingkungan

yang dapat

mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

i. Kurangi factor

presipitasi nyeri

j. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi,

Page 34: Lp Combustio

nonfarmakologi dan

interpersonal)

k. Kaji tipe dan sumber

nyeri untuk

menentukan intervensi

l. Ajarkan tentang teknik

nonfarmakologi

m. Berikan analgetik

untuk mengurangi

nyeri

n. Evaluasi keefektifan

kontrol nyeri

o. Tingkatkan istrihat

p. Kolaborasikan dengan

dokter jika ada

keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil

q. Monitor penerimaan

pasien tentang

manajemen nyeri

Analgesic administration

a. Tentukan lokasi,

karakter, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum

pemberian obat

b. Cek intruksi dokter

tentang jenis obat,

dosi, dan frekuensi

c. Cek riwayat alergi

d. Pilih analgesic yang

diperlukan atau

kombinasi dari

Page 35: Lp Combustio

analgesic ketika

pemberian lebih dari

satu

e. Tentukan pilihan

analgesic tergantung

tipe dan beratnya nyeri

f. Tentukan analgesic

pilihan, rute

pemberian, dan dosis

optimal

g. Pilih rute pemberian

secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri

secara teratur

h. Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian anlgesik

pertama kali

i. Berikan analgesic

tepat waktu terutama

saat nyeri hebat

j. Evalusi efektivitas

analgesic, tanda dan

gejala

3. Kerusakan integritas

kulit b.d zat kimia,

radiasi

NOC

Tissue integrity :

skin and mucous

membranes

Hemodyalisis akses

Kriteria hasil

a. Integritas kulit

yang baik bias

NIC

Pressure management

a. Anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian

yang longgar

b. Hindari kerutan pada

tempat tidur

c. Jaga kebersihan kulit

Page 36: Lp Combustio

dipertahankan

(sensai,

elastisitas,

temperature,

hidrasi,

pigmentasi)

b. Tidak ada

luka/lesi pada

kulit

c. Perfusi jaringan

baik

d. Menunjukkan

pemahaman

dalam proses

perbaikan kulit

dan mencegah

terjadinya cedera

berulang

e. Mampu

melindungi kulit

dan

mempertahankan

kelembaban kulit

perawatan alami

agar tetap bersih dan

kering

d. Mobilisasi pasien

(ubah posisi pasien)

setiap dua jam sekali

e. Monitor kulit akan

adanya kemerahan

f. Oleskan lotion atau

minyak/baby oil pada

daerah yang tertekan

g. Monitor aktivitas dan

mobilisasi pasien

h. Monitor status nutrisi

pasien

i. Memandikan pasien

dengan sabun dan air

hangat

Insision site care

a. Membersihkan,

memantau dan

meningkatkanproses

penyembuhan pada

luka yang ditutup

dengan jahitan, klip

atau straples

b. Monitor proses

kesembuhan area

insisi

c. Monitor tanda dan

gejala infeksi pada

area insisi

d. Bersihkan area sekitar

Page 37: Lp Combustio

jahitan atau straples,

emnggunakan lidi

kapas steril

e. Gunakan preparat

antiseptic sesuai

program

f. Ganti balutan pada

interval waktu yang

sesuai atau biarkan

luka tetap terbuka

(tidak dibalut) sesuai

program

Dialysis acces

maintenance

4. Risiko infeksi. NOC

Immune status

Knowledge :

infection control

Risk control

Kriteria hasil

a. Klien bebas dari

tanda dan gejala

infeksi

b. Mendeskripsikan

proses

penularann

penyakit, factor

yang

mempengaruhi

penularan serta

penatalaksanaan

nya

NIC

Infection Control

a. Bersihkan lingkungan

setelah dipakai pasien

lain

b. Pertahankan teknik

isolasi

c. Batasi pengunjung bila

perlu

d. Instruksikan pada

pengunjung untuk

mencuci tangan saat

berkunjung

meninggalkan pasien

e. Gunakan sabun

antimikroba untuk

cuci tangan

f. Cuci tangan setiap

Page 38: Lp Combustio

c. Menunjukkan

kemampuan

untuk mencegah

timbulnya

infeksi

d. Jumlah leukosit

dalam batas

normal

e. Menunjukkan

perilaku hidup

sehat

sebelum dan sesudah

tindakan keperawatan

g. Gunakan baju, sarung

tangan sebagai alat

penlindung

h. Pertahankan lingkunan

aseptic selama

pemasangan alat

i. Ganti letak IV perifer

dan line central dan

dressing sesuai dengan

petunjuk umum

j. Gunakan kateter

intermiten untuk

menurunkan infeksi

kandung kencing

k. Tingkatkan intake

nutrisi

l. Berikan terapi

antibiotic bila perlu

Infection protection

a. Monitor tanda dan

gejala infeksi sistemik

dan local

b. Monitor hitung

granulosit, WBC

c. Monitor kerentanan

terhadap infeksi

d. Batasi pengunjung

e. Pertahankan teknik

aspesis pada pasien

Page 39: Lp Combustio

yang beresiko

f. Pertahankan teknik

isolasi k/p

g. Berikan perawatan

kulit pada area

epidema

h. Inspeksi kulit dan

membrane mukosa

i. Terhadap kemerahan,

panas, dan drainase

j. Inspeksi kondisi

luka/insisi bedah

k. Dorong masukkan

nutrisi yang cukup

l. Dorong masukan

cairan

m. Dorong istirahat

n. Instruksikan pasien

untuk minum

antibiotic sesuai resep

o. Ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan

gejala infeksi

p. Ajarkan cara

menghindari infeksi

q. Laporkan kecurigaan

infeksi

r. Laporkan kultur

positif

5. Gangguan rasa

nyaman b.d gejala

terkait penyakit.

NOC

Ansiety

Fear level

NIC

Anxiety reduction

a. gunakan pendekatan

Page 40: Lp Combustio

Sleep deprivation

Comfort,readiness

for enchanced

Kriteria hasil

a. mampu

mengontrol

kecemasan

b. status

lingkungan yang

nyaman

c. mengontrol nyeri

d. kualitas tidur

dann istirahat

adekuat

e. agresi

pengendalian diri

f. respon terhadap

pengobatan

g. kontrol gejala

h. status

kenyamanan

meningkat

i. dapat

mengontrol

ketakutan

j. support social

yang menenangkan

b. jelaskan semua

prosedur dan apa yang

dirasakan selama

prosedur

c. pahami perspektif

pasien terhadap situasi

stres

d. instruksikan pasien

menggunakan teknik

relaksasi

e. identifikasi tingkat

kecemasan

6. Defisiensi

pengetahuan b.d

kurang pajanan.

NOC:

Kowledge : disease

process.

Kowledge : health

Behavior

NIC :

Teaching : disease

process

a. Berikan penilaian

tentang tingkat

Page 41: Lp Combustio

Kriteria Hasil :

a. Pasien dan

keluarga

menyatakan

pemahaman

tentang

penyakit,

kondisi,

prognosis dan

program

pengobatan.

b. Pasien dan

keluarga mampu

melaksanakan

prosedur yang

dijelaskan

secara benar.

c. Pasien dan

keluarga mampu

menjelaskan

kembali apa

yang dijelaskan

perawat/tim

kesehatan

lainnya

pengetatuhan pasien

tentang proses penyakit

yang spesifik

b. Jelaskan patofiiologi

dari penyakit dan

bagaimana hal ini

berhubungan dengan

anatomi dan fisiologi,

dengan cara yang tepat

c. Gambarkan tanda dan

gejala yangbiasa

muncul pada penyakit,

dengan cara yang tepat

d. Gambarkan proses

penyakit dengan cara

yang tepat

e. Identifikasi

kemungkinan

penyebab, dengan cara

yang tepat

f. Sediakan informasi

pada pasien,tentang

kondisi dengan cara

yang tepat

g. Hindari jaminan yang

kosong

h. Sediakan bagi keluarga

atau SO informasi

tentang kemajuan

pasien dengan cara

yang tepat

i. Diskusikan perubahan

Page 42: Lp Combustio

gaya hidup yang

mungkin diperlukan

untuk mencegah

komplikasi di masa

yang akan dating dan

atau proses

pengontrolan penyakit

j. Diskusikan pilihan

terapi atau penanganan

k. Dukung pasien untuk

mengeksplorasi atau

mendapatkan second

opinion dengan cara

yang tepat atau

diindikasikan

l. Rujuk pasien pada

grup atau agensi di

komunitas local,

dengan cara yang tepat

m. Instruksikan pasien

mengenai tanda dan

gejala untuk

melaporkan pada

pemberi perawatan

kesehatan, dengan cara

yang tepat.

7. Gangguan citra tubuh NOC :

Body image

Self esteem

- Body image

positif

- Mampu

NIC :

Body Image

Enhancement

- Kaji secara verbal dan

non verbal respon klien

terhadap tubuhnya

Page 43: Lp Combustio

mengidentifikasi

kekuatan

personal

- Mendiskripsikan

secara faktual

perubahan

fungsi tubuh

- Mempertahanka

n interaksi sosial

- Monitor frekuensi

mengkritik dirinya

- Jelaskan tentang

pengobatan,

perawatan, kemajuan,

dan prognosis penyakit

- Dorong klien

mengungkapkan

perasaannya

- Identifikasi arti

pengurangan melalui

pemakaian alat bantu

- Fasilitasi kontak

dengan individu lain

dalam kelompok kecil

Page 44: Lp Combustio

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat.(2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta : Salemba Mardika.

Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5. Jakarta : EGC

Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC

Effendi, C. 2005. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC

Herdman, Heater. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012-2014. Jakarta : EGC

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2008. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Page 45: Lp Combustio

Denpasar, 26 September 2015

Pembimbing/CI Mahasiswa

............................................ .............................................

NIP. NIM.

Pembimbing/CT

................................................

NIP.