laporan praktikum mikrobiologi ii fermentasi

14
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI II FERMENTASI ASAM CUKA Oleh : Ahmad Fadli 2011 38 001 POGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2013

Upload: fadly-boiz

Post on 08-Feb-2016

609 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI II

FERMENTASI ASAM CUKA

Oleh :

Ahmad Fadli

2011 38 001

POGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PAPUA

MANOKWARI

2013

Page 2: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fermentasi merupakan proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia

untuk memperoleh produk yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat

dan asam amino secara anaerob. Pada proses fermentasi terjadi penguraian

senyawa dari kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikroorganisme

sehingga menghasilkan energi. Mikroba yang umum digunakan dalam industri

fermentasi termasuk dalam bakteri dan fungi tingkat rendah yaitu kapang dan

khamir.

Fermentasi asam cuka merupakan satu contoh fermentasi yang berlangsung

dalam keadaan aerob. Fermentasi asam cuka dapat diperoleh dari hasil oksidasi

cairan yang mengandung alkohol oleh bakteri-bakteri tertentu. Fermentasi ini

biasanya dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter) dengan substrat etanol.

Apabila cairan yang mengandung alkohol atau gula dibiarkan terbuka

(berhubungan dengan udara) maka dalam beberapa hari akan terbentuk selaput

tipis pada permukaan dan cairan akan menjadi asam. Jika diberikan oksigen yang

cukup, bakteri-bakteri ini dapat memproduksi cuka dari bermacam-macam bahan

makanan yang beralkohol. Bahan makanan yang biasa digunakan yaitu sari buah

apel, anggur, biji-bijian fermentasi, malt, beras, atau bubur kentang. Bahan-bahan

tersebut mula-mula difermentasi menjadi alkohol dan selanjutnya alkohol

dioksidasi menjadi asam cuka. Dari proses fermentasi asam cuka, energi yang

dihasilkan lima kali lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh fermentasi

alkohol.

Asam cuka atau biasa dikenal dengan asam asetat ataupun asam etanoat

adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan

aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini

seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam

cuka murni (asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan

memiliki titik beku 16.7° C, titik didih 117,90 C.

Page 3: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

2

Asam cuka merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana. Larutan

asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi

sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO

-. Asam asetat merupakan nama trivial

atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan

oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama

sistematisnya asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang

merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena

asam asetat bebas air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C.

Dalam praktikum ini akan dilakukan pengamatan untuk mengetahui aktivitas

mikrobia selama fermentasi asam cuka dengan bahan yang berbeda.

1.2 Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas mikrobia selama

fermentasi asam cuka dengan bahan dasar air kelapa dan larutan bayerinck. Selain

itu, bertujuan pula untuk mengetahui mengamati sifat gram dan morfologi

Acetobacter sp. dan aktivitasnya pada fermentasi asam cuka.

Page 4: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Prescott et.al. (2008), fermentasi adalah penggunaan piruvat atau

derivatnya sebagai aseptor elektron untuk mengoksidasi NADH menjadi NAD+

.

Sedangkan menurut Schlegel (1994), fermentasi adalah proses penguraian bahan-

bahan organik menjadi ATP dengan hidrogen sebagai akseptornya. Sedangkan

fermentasi asam cuka adalah oksidasi lanjut dari alkohol oleh semacam bakteri

(Acetobacter) yang menghasilkan asam cuka (Prescott et.al., 2008).

Cuka merupakan sebuah produk yang dihasilkan dari oksidasi cairan alkohol

menjadi asam asetat dengan bantuan bakteri spesifik. Asam cuka dapat diperoleh

dari semua bahan yang dapat difermentasikan menjadi alkohol yaitu, cairan buah,

madu, sirup, melase dan sebagainya. Fermentasi asam cuka merupakan satu

contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini biasa

dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter) dengan substrat etanol. Secara

umum proses pembuatan cuka melibatkan dua tahapan besar, yaitu pembentukan

alkohol dan pembentukan asam asetat. Sebelum terjadi pembentukan asam asetat,

gula harus diubah terlebih dahulu menjadi alkohol dengan fermentasi khamir.

Alkohol yang didapatkan harus mencapai konsenterasi 10-13%. Jika lebih dari itu

maka alkohol tidak teroksidasi sempurna menjadi asam asetat (Prescott dan Dunn,

1959).

Mikrobia yang digunakan dalam proses pembuatan fermentasi asam cuka ada

2 macam, yaitu khamir dan bakteri dari genus Acetobacter. Acetobacter

membutuhkan khamir untuk memproduksi zat yang akan dioksidasi lebih lanjut.

Khamir yang terlibat dalam proses fermentasi biasanya adalah Saccharomyces sp.

yang mampu mengubah glukosa menjadi etil alkohol dan gas CO2. Alkohol yang

dihasilkan akan dioksidasi lebih lanjut oleh Acetobacter menjadi asam cuka.

Reaksinya sebagai berikut :

aerob C6H12O6 —————> 2 C2H5OH ————————> 2 CH3COOH + H2O + 116 kal

(glukosa) (alkohol) (bakteri asam cuka) (asam cuka)

(Black, 1999)

Page 5: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

4

Cairan buah, madu, sirup, dan melase dapat difermentasikan menjadi asam

cuka. Tetapi bahan-bahan tersebut harus mengalami proses fermentasi alkohol

terlebih dahulu. Pada fermentasi alkohol diperlukan mikrobia yang dapat

memecah gula, sehingga proses fermentasi dapat berlangsung. Karena itu dalam

proses fermentasi asam cuka mikrobia yang digunakan bukan hanya Acetobacter

saja, tetapi juga mikrobia yang dapat memecah gula seperti Saccharomyces sp.

(Holf et. al., 1994). Setelah alkohol terbentuk, alokohol tersebut akan dioksidasi

oleh Acetobacter dan menjadi asam cuka.

Bakteri yang berperan dalam proses fermentasi asam cuka adalah:

a. Fermentasi aerob dibantu dengan bakteri Acetobacter aceti

b. Fermentasi anaerob dibantu dengan bakteri Clostridium thermocetium

Acetobacter mampu mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat (asam cuka).

Acetobacter adalah sebuah genus bakteri penghasil asam asetat, ditandai dengan

kemampuannya mengubah etanol (alkohol) menjadi asam asetat (asam cuka)

dengan bantuan udara. Ada beberapa bakteri dari golongan lain yang mampu

menghasilkan asam asetat dalam kondisi tertentu, namun semua anggota genus

Acetobacter dikenal memiliki kemampuan ini.

Acetobacter mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2O.

Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara

oksidasi diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri gram

negatif yang bergerak lambat dengan flagella peritrik, memiliki toleransi terhadap

asam yang tinggi, dan aktivitas peptolitik yang rendah. Fermentasi asam asetat

dilakukan oleh bakteri asam asetat terhadap larutan yamg mengandung alkohol.

Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang

memiliki ciri-ciri sebagai berikut sel berbentuk batang pendek atau bola, bakteri

gram negatif, sel bergerak dan tidak bergerak, tidak mempunyai endospora, tidak

bersifat patogen, bersifat aerob, energi diperoleh dari oksidasi etanol menjadi

asam asetat, mampu hidup dalam air, padatan, daun, buah, dan lain-lain. Bakteri

asam asetat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat

(Bergey, 1994).

Proses perubahan alkohol menjadi asam asetat disebut sebagai proses

asetifikasi (Salle, 1961). Sebuah larutan alkohol dimasukan dalam reaktor

Page 6: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

5

dehodrogenasi dan diinokulasi dengan Acetobacter sehingga dalam beberapa

bulan kemudian akan menjadi cuka. Dalam industry, proses pembuatan cuka akan

berlangsung cepat dengan meningkatkan pasokan oksigen ke bakteri.

Konsentrasi gula pada bahan sangat berpengaruh terhadap kadar hasil

fermentasi dari gula tersebut yaitu kadar alkohol dan kadar asam organik yang

terbentuk. Kadar alkohol yang terbentuk selama proses fermentasi gula jika

kadarnya terlalu banyak (lebih dari 14%-15%) justru akan menghambat

pertumbuhan bakteri. Dan kadar asam yang terbentuk akan mempengaruhi derajat

keasaman dari larutan medium, sedangan proses fermentasi asam cuka harus

dalam pH yang sesuai (Frazier, 1958).

Manfaat asam cuka bagi kehidupan:

Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat,

selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.

Pengatur keasaman pada industri makanan

Pelunak air dalam rumah tangga

Minuman fungsional misal: cuka apel

Sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan kimia lain, seperti Vinil asetat,

Selulosa asetat, Asetat Anhidrit, Ester Asetat, dan Garam Asetat.

Page 7: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

6

BAB III

METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Fermentasi Asam Cuka ini dilaksanakan pada tanggal 22 – 29

Oktober 2013 yang bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat :

1. Erlenmeyer 7. Pipet tetes

2. Gelas ukur 8. Mikroskop

3. Gelas piala 9. Kaca Objek

4. Buret 10. Lampu bunsen

5. Statif 11. Ose bulat

6. Alumunium foil 12. Indikator pH Universal

3.2.2 Bahan :

1. Air kelapa muda

2. Larutan Bayerinck :

a. Air ledeng 100 ml

b. Alkohol 96% 3ml

c. (NH4)2PO4 0,05 gram

d. KCl 0,01 gram

3. Aduadest

4. Larutan pengecatan Gram (Gram A, B, C, dan D)

5. Phenolphetalin 1 %

6. NaOH 0,1 N

3.3 Cara Kerja

A. Pengamatan Aktivitas Mikrobia Selama Fermentasi Asam Cuka

1. Mengambil 50 ml air kelapa, memasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu

ditutup dengan kertas alumunium foil yang dilubangi kecil untuk aerasi.

Page 8: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

7

2. Perlakuan yang sama dilakukan pada larutan bayerinck.

3. Menginkubasi pada temperatur kamar selama 7 hari.

4. Pada hari ke-0, ke-3, dan ke-6, bahan-bahan tersebut di atas diukur pHnya

dengan kertas indikator universal dan diukur jumlah asam totalnya secara

titrasi (pengambilan contoh secara aseptic).

5. Pada akhir inkubasi membuat preparat dengan pengecatan gram dan

preparat tetes bergantung dari selaput yang terdapat pada permukaan

cairan, selanjutnya mengamati dengan mikroskop.

6. Pada pengamatan preparat dengan pengecatan gram, mencatat bentuk-

bentuk mikrobia yang tampak dan sifat-sifatnya.

7. Pada pengamatan preparat tetes bergantung catat bentuk-bentuk mikrobia

yang tampak dan adanya gerakan-gerakan mikrobia.

B. Penentuan Kadar Asam Total

1. Mengambil 5 ml bahan secara aseptic dan memasukkan ke dalam tabung

Erlenmeyer

2. Mengencerkan dengan 10 ml akuades netral, menambahkan 2 - 3 tetes

larutan indicator phenolphetalin 1%.

3. Mentitrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu (rose).

4. Mencatat pemakaian NaOH dan hitung jumlah asam yang ada, semuanya

dinyatakan sebagai asam cuka :

Page 9: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

A. Penentuan Kadar Asam Total

Bahan Hari

ke-

Jumlah

NaOH 0,1 N pH

Kadar Asam

Cuka (%)

Air Kelapa 0 3 ml 5 0,36 %

Bayerinck 0 1,3 ml 7 0,156 %

Air Kelapa 3 20 ml 4 2,4 %

Bayerinck 3 2 ml 6 0,24 %

Air Kelapa 6 26,5 ml 3 3,18 %

Bayerinck 6 1,8 ml 6 0,216 %

B. Pengamatan Morfologi dan Sifat Mikrobia

Bahan Gambar Bentuk Sifat Gram

Air Kelapa

Batang panjang

dan batang

pendek; warna

merah muda

Gram

negatif (-)

(Pengamatan

motilitas)

Bentuk bulat

dan batang

pendek

Bayerinck

Bentuk bulat

kecil-kecil dan

batang pendek;

warna merah

muda

Gram

negatif (-)

(Pengamatan

motilitas)

Bentuk bulat

kecil-kecil dan

batang pendek

Page 10: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

9

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami telah melakukan fermentasi asam cuka, dengan

alat dan bahan yang digunakan adalah air kelapa sebagai media karena

mengandung glukosa cukup tinggi yang dapat memicu terjadinya fermentasi.

Selain itu juga digunakan larutan Bayerinck yang diperlakukan sama seperti air

kelapa yang berfungsi sebagai kontrol untuk membandingkan fermentasi cuka air

kelapa. Larutan Bayerinck merupakan larutan yang merupakan pencampuran

antara 100 ml air ledeng, alkohol 96 % 3 ml, (NH4)2PO4 0,05 gram dan KCl 0,01

gram. Erlenmeyer sebagai tempat larutan untuk titrasi dan inkubasi. Kertas

alumunium foil yang dilubangi sebagai penutup erlenmeyer untuk perlakuan

aerasi, NaOH 0,1 N untuk titrasi sebagai penentu kadar asam cuka, indikator PP

sebagai indikator titrasi dengan NaOH.

Dalam praktikum mengenai fermentasi asam cuka ini, hal yang pertama kali

dilakukan adalah masing-masing 50 ml air kelapa dituang kedalam erlenmeyer.

Pada erlenmeyer yang lain dituangkan pula 50 ml larutan Bayerinck. Erlenmeyer

yang berisi air kelapa dan yang berisi larutan Bayerinck lalu ditutup dengan kertas

alumunium foil lalu dilubangi sebagai aerasi. Agar mikrobia dapat melakukan

fermentasi maka medium yang sudah diinokulasi tersebut kemudian diinkubasi

pada suhu kamar. Sebelum dilakukan inkubasi pH dan kadar asam cuka pada

medium tersebut diukur, dan dijadikan sebagai data hari ke-0. Setelah diinkubasi

pH dan kadar asam cuka kembali diukur kembali pada hari ke-3 dan ke-6.

Kemudian pada hari ke-7 dilakukan pengamatan terhadap sifat dan morfologi

mikrobia yang terlibat dalam fermentasi asam cuka tersebut.

Pada proses fermentasi asam cuka, terdapat 2 proses yaitu fermentasi alkohol

dan fermentasi asam cuka. Tahap awal merupakan proses fermentasi gula berupa

fruktosa oleh khamir (umumnya Saccharomyces cerevisiae) menjadi alkohol dan

asam organik serta terbentuk gas karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah

alkohol yang dihasilkan kemudian difermentasikan oleh Acetobacter menjadi

asam cuka. Alkohol tersebut dioksidasi oleh oksigen dan menghasilkan

asetaldehid dan air. Asetaldehid kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dan

menjadi asam asetat atau asam cuka. Proses fermentasi asam cuka terjadi dalam

kondisi aerob karena membutuhkan oksigen sebagai oksidator.

Page 11: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

10

C2H5OH + ½ O2 CH3CHO + H2O

(Ethanol) (Asetaldehid)

CH3CHO + ½ O2 CH3COOH

(Asetaldehid) (Asam asetat)

Hasil pengukuran pH dan kadar asam cuka pada hari ke-0 untuk air kelapa

yaitu pH 5 dan kadar asam cukanya 0,36%, sedangkan larutan Bayerinck

(pembanding) didapat pH 7 dan kadar asam cukanya 0,156%. Pada hari ke-3,

untuk air kelapa didapat pH 4 dan kadar asam cukanya 2,4%, sedangkan pada

larutan Bayerinck nilai pH 6 dan kadar asam cukanya 0,24%. Pada hari ke-6

untuk air kelapa didapat pH 3 dan kadar asam cukanya 3,18%, sedangkan pada

larutan Bayerinck nilai pH tetap 6 dan kadar asam cukanya turun menjadi 0,216%.

Hasil pengukuran pH dari hari ke-0 sampai hari ke-6 pada kedua larutan

mengalami penurunan, kecuali larutan Bayerinck yang pHnya tetap 6 dari hari ke-

3 sampai hari ke 6. Namun secara umum, pH air kelapa lebih rendah (asam) jika

dibandingkan kadar pH Bayerinck, dan kadar asam cuka air kelapa lebih tinggi

jika dibandingkan kadar asam cuka Bayerinck. Perubahan sifat larutan yang

menjadi lebih asam terutama pada air kelapa merupakan akibat bahwa aktifitas

fermentasi asam cuka telah terjadi. Dari hasil tersebut juga dapat dibuktikan

bahwa air kelapa lebih efektif sebagai bahan baku pembuatan asam cuka.

Asam cuka yang umum dikenal juga sebagai asam asetat merupakan suatu

senyawa yang dibuat dari berbagai bahan yang mengandung gula atau pati melalui

fermentasi alkohol kemudian dilanjutkan dengan fermentasi asetat. Proses

fermentasi cuka ini berlangsung dengan cepat dengan adanya oksigen. Adanya

oksigen akan mengoksidasi etanol menjadi asam asetat.

Menurut Weiser (1971), pembuatan cuka tidak bisa dilakukan oleh satu jenis

organisme. Ada khamir dan bakteri yang mempunyai hubungan komensalisme.

Acetobacter sp. mengandalkan khamir untuk memproduksi zat yang dapat

dioksidasi. Khamir yang biasa dipakai adalah Saccharomyces cerevisae yang

mampu mengubah glukosa menjadi etil alkohol dan CO2. Baru kemudian

Acetobacter sp. mengoksidasi alkohol menjadi cuka. Proses perubahan alkohol

menjadi asam asetat disebut sebagai proses asetifikasi.

Page 12: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

11

Pengamatan morfologi sel dari Acetobacter sp. dilakukan dengan pewarnaan

gram. Pewarnaan gram ini dilakukan dengan menambahkan larutan gram A

(Crystal Violet), gram B (iodin) dan gram C (etanol 90%) serta gram D (safranin).

Pewarnaan gram ini untuk mengetahui apakah bakteri tersebut termasuk gram

negatif atau positif dengan memberikan beberapa perlakuan yaitu memberikan

Cristal Violet (CV) agar seluruh bakteri terwarnai baik sel vegetatif maupun

endospora, lugol’s iodine untuk memperkuat ikatan dengan CV, ethanol untuk

melunturkan warna ungu pada sel vegetatif, safranin berwarna merah untuk gram

negatif dan saat bakteri gram positif terdeteksi maka akan berwarna ungu (Lay,

1994). Hasil yang diperoleh dari pewarnaan gram ini adalah isolat berwarna

merah yang menunjukan bahwa bakteri tersebut termasuk dalam gram negatif (-).

Hal ini sesuai dengan pustaka karena Acetobacter bersifat gram negatif. Bakteri

gram negatif akan kehilangan zat pewarna kristal violet setelah dicuci dengan

etanol 96%, dan sewaktu diberi zat pewarna tandingannya yaitu dengan zat

pewarna air fuchsin atau safranin akan tampak berwarna merah (Bergey, 1994).

Pada saat dicium air kelapa memilki bau alkohol yang lebih menyengat

dengan warna lebih putih keruh jika dibandingkan dengan Bayerinck. Hal ini

dikarenakan alkohol pada air kelapa dioksidasi oleh Acetobacter menjadi

acetaldehid kemudian acetaldehid dioksidasi menjadi asam asetat atau asam cuka.

Asam cuka yang dihasilkan menyebabkan pH air kelapa turun menjadi lebih

asam. Fermentasi alkohol menjadi asam cuka ini terjadi secara aerob karena

terjadi oksidasi alkohol yang membutuhkan oksigen (Talaro and Talaro, 2002).

Pengukuran kadar asam cuka dilakukan dengan metode titrasi. Titran yang

digunakan adalah NaOH 0,1N yang akan menetralkan asam asetat sehingga

diasumsikan jumlah titran yang digunakan adalah sama dengan jumlah ion H+.

Dengan mengetahui kadar ion H+ maka dapat diketahui kadar asam cuka. Pada

titrasi ini digunakan indikator Phenolphetalin 1% yang memiliki range antara 8-10

dan pada saat larutan yang asam akan bening sedangkan pada larutan yang basa

akan berwarna merah muda (Pelczar and Chan, 1986). Berdasarkan hasil

perhitungan kadar asam cuka, secara keseluruhan rata-rata kadar alkohol pada air

kelapa lebih tinggi daripada larutaan Bayerinck.

Page 13: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

12

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Proses fermentasi asam cuka, terdapat 2 proses yaitu fermentasi alkohol dan

fermentasi asam cuka. Pada tahap awal terjadi proses fermentasi gula oleh

Saccharomyces cerevisiae menjadi alkohol dan asam organik serta terbentuk gas

karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah alkohol yang dihasilkan kemudian

difermentasikan oleh Acetobacter menjadi asam cuka. Alkohol tersebut dioksidasi

oleh oksigen dan menghasilkan asetaldehid dan air. Asetaldehid kemudian

mengalami oksidasi lebih lanjut dan menjadi asam cuka. Proses fermentasi asam

cuka terjadi dalam kondisi aerob karena membutuhkan oksigen sebagai oksidator.

Proses fermentasi cuka ini berlangsung dengan cepat dengan adanya oksigen.

Secara umum, pH air kelapa lebih rendah (asam) jika dibandingkan kadar pH

Bayerinck, dan kadar asam cuka air kelapa lebih tinggi jika dibandingkan kadar

asam cuka Bayerinck. Hal ini dikarenakan pada Bayerinck tidak terjadi aktivitas

mikrobia (fermentasi). Perubahan sifat larutan yang menjadi lebih asam terutama

pada air kelapa merupakan akibat bahwa aktifitas fermentasi asam cuka telah

terjadi. Dari hasil tersebut juga dapat dibuktikan bahwa air kelapa lebih efektif

sebagai bahan baku pembuatan asam cuka.

Bakteri Acetobacter termasuk bakteri gram negatif yang memiliki sel

berbentuk batang pendek atau bola, bergerak flagella peritrik, tidak mempunyai

endospora, tidak bersifat patogen, bersifat aerob, dan energinya diperoleh dari

oksidasi etanol menjadi asam asetat.

5.2 Saran

1. Dianjurkan menggunakan bahan baku air kelapa dalam industri pembuatan

asam cuka.

2. Lubang aerasi perlu diperhatikan ukuranya, karena apabila terlalu besar

maka lalat buah dapat masuk dan mencemari asam cuka yang dibuat.

3. Proses titrasi harus dilakukan secara hati-hati agar didapatkan hasil yang

sesuai.

Page 14: Laporan Praktikum Mikrobiologi II Fermentasi

13

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. G. 1999. Microbiology Principles and Exploration. New Jersey: Hall

International Inc.

Bergey, David H., John G. Holt, Noel R. Krieg, Peter H. A. Sneath. (1994).

Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. 9th

ed. Lippincott:

Williams & Wilkins.

Desroisier, N. W. 1980. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: UI-Press.

Frazier, W.C. 1958. Food Microbiology. 2nd

ed. New York: Tata Mc Graw Hill

Publishing Company, LTD.

Holf, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley and S. T. Williams. 1994.

Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology. 9th

ed. Philadelphia:

Lippincott Williams and Wilkons.

Pelczar, M. J. and R. D. Chan. 1986. Microbiology. New-York: McGraw-Hill

Book Company Inc.

Prescott, L.M., J .P. Harley, D.A. Klein. 2008. Microbiology.7t h

Edition. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Rahayu, K. K dan Sudarmadji, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: Pusat

antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.

Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. New York: McGraw-

Hill Book Company, Inc.

Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi keenam. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Soetarto, E.S, T.T. Suharni, S.Y. Nastiti, L.Sembiring. 2013. Petunjuk Praktikum

Mikrobiologi. Laboratorium. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Talaro, K. P and A. Talaro. 2002. Foundation of Microbiology. New York:

McGraw Hill Book Company, Inc.

Weiser, H. H., G. J. Mountney, and W. A. Gould. 1971. Practical Food

Microbiology and Technology. 2nd

ed. Connecticut: The AVI Publ

Company.