laporan praktikum biokimia

23
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOWRY I. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar protein dalam campuran albumin telur (putih telur) dan kuning telur. II. Dasar Teori Metode Lowry Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik, seperti reagen Folin-Ciocalteu telah digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951), yang kemudian dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen Folin-Ciocalteu dapat mendeteksi residu tirosin dalam protein karena kandungan fenolik dalam residu tirosin yang mampu mereduksi reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat menjadi tungstat dan molibdenum yang berwarna biru. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 1 [ ] Mo O O O 12 [ ] P HO OH OH O -3 +H 2 N C C H O OH CH 2 OH Fosfomolibdat Gugusfenolikpadaresidutirosin [M oO 2 ]+ H 2 N C C H O OH CH 2 O HO M olibdenum H 3 PW 12 O 40 [PW 12 O 40 ] -3 +H 2 N C C H O OH CH 2 OH Gugusfenolikpadaresidutirosin WO 4 -2 +H 2 N C C H O OH CH 2 OH +H 3 PO 4 Ionfosfotungstat Asam fosfotungstat Tungstat

Upload: eka-andipa-suryanada

Post on 19-Jan-2016

103 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

LOwry

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

LOWRY

I. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar protein dalam campuran

albumin telur (putih telur) dan kuning telur.

II. Dasar Teori

Metode Lowry

Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik, seperti reagen Folin-Ciocalteu telah

digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951), yang kemudian

dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen Folin-

Ciocalteu dapat mendeteksi residu tirosin dalam protein karena kandungan fenolik

dalam residu tirosin yang mampu mereduksi reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat

menjadi tungstat dan molibdenum yang berwarna biru. Adapun reaksi yang terjadi

adalah sebagai berikut:

1

[ ] Mo

O

O

O

12

[ ]P

HO OHOH

O -3

+ H2N CC

HO

OHCH2

OH

Fosfomolibdat

Gugus fenolik pada residu tirosin

[MoO 2] + H2N CC

HO

OHCH2

OHO

Molibdenum

H3PW12O40

[PW12O40]-3

+ H2N CC

HO

OHCH2

OHGugus fenolik pada residu tirosin

WO4-2 + H2N CC

HO

OHCH2

OH

+ H3PO4Ion fosfotungstat

Asam fosfotungstat

Tungstat

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat ini merupakan konstituen utama reagen Folin-

Ciocalteu. Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorpsi yang lebar pada daerah

merah dari spektrum sinar tampak (600-800 nm).

Sensitifitas reagen Folin-Ciocalteu mengalami perubahan yang cukup signifikan

apabila digabung dengan ion-ion Cu2+ (metode Biuret). Kompleks Cu-protein yang

dihasilkan oleh reagen Biuret akan menyebabkan reduksi pula pada fosfotungstat dan

fosfomolibdat dalam reagen Folin-Ciocalteu. Adapun kompleks yang terbentuk adalah

sebagai berikut:

Kira-kira 75% dari reduksi yang terjadi diakibatkan oleh adanya kompleks Cu-protein

tersebut. Sedangkan residu-residu tirosin dan triptofan akan mereduksi 25% sisanya.

Spektrofotometri

2

Gambar 01. Reaksi residu tirosin dengan reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat

Gambar 02. Kompleks Cu-protein

NH2

CH2

C O

NH

CHR2

NH

C

OH

O

C

O

R1

HR3

C

NH2

CO

R2

C

OH

O

C

O

R1

H R3

C

H2C

HN

HC

HN

Cu+2

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis instrumentasi yang

didasarkan pada interaksi energi (radiasi elektromagnetik/cahaya) dan materi

(atom/molekul). Spektrofotometri mempunyai aplikasi yang cukup luas pada analisis

secara kuantitatif. Hasil pengukuran secara kuantitatif dengan metode ini mempunyai

akurasi yang tinggi, walaupun tidak seakurat metode instrumentasi serapan atom.

Dalam mempelajari sifat kuantitatif dari adsorpsi radiasi, berkas radiasi

dikenakan pada sampel, yang kemudian intensitas radiasi yang diteruskan dan diukur

transmisinya. Radiasi yang diabsorpsi oleh sampel ditentukan dengan membandingkan

intensitas dari berkas radiasi yang diteruskan.

Langkah-langkah umum dalam analisis spektrofotometri, terutama pada daerah

tampak adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap cahaya pada daerah UV atau tampak.

Apabila senyawa tersebut sudah menyerap pada daerah kerja dengan intensitas yang

cukup, maka langkah ini tidak diperlukan.

2. Pembuatan spektrum dan pemilihan panjang gelombang.

3. Pembuatan kurva kalibrasi.

4. Pengukuran absorbansi cuplikan.

Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV atau tampak harus dilakukan

pada senyawa awal (yang dianalisis) yang tidak meyerap di daerah tersebut. Oleh

karena itu, senyawa tersebut harus diubah menjadi senyawa lain, yang menyerap di

daerah UV atau tampak menjadi senyawa berwarna. Dalam hal ini, pembentukan

senyawa kompleks sering dilakukan.

Hubungan antara kadar zat penyerap dan dasar adsorpsi radiasi dirumuskan

dalam hukum Lambert-Beer (1989). Hukum Lambert-Beer menjabarkan pengurangan

eksponensial intensitas radiasi yang diteruskan karena peningkatan aritmatik dari kadar

zat sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

log It/Io = -ε . b . C

dimana, C adalah konsentrasi larutan dalam molar, ε adalah absorptivitas molar yang

nilainya tergantung pada panjang gelombang serta jenis zat, dan b adalah tebal medium

penyerap, yang biasanya dinyatakan dalam centimeter. Jika konsentrasi larutan dalam

bentuk gram/liter maka rumus diatas akan menjadi:

log It/Io = -a . b . C

3

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

C

Gambar 03. Kurva Hukum Lambert-Beer (kurva kalibrasi)

A

dimana It/Io disebut transmitan (T), maka:

log T = -a. b. C atau –log T = a.b.C.

Harga log T = adsorben (A), sehingga:

A = a. b. C

Keterangan:

Io = intensitas cahaya datang C = konsentrasi

A = Absorbansi b = tebal kuvet

a = absorptivitas

ε = absorptivitas molar

Pada saat penentuan konsentrasi protein pada sampel, harus dilakukan pula

pengukuran terhadap beberapa larutan protein standar yang memiliki rentang

konsentrasi tertentu, dimana konsentrasi sampel protein berada di dalam rentang

tersebut. Protein dimasukkan pertama kali ke dalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan air. Seluruh tabung harus mempunyai volume akhir yang sama dan

dilakukan pengadukan atau pencampuran yang baik setelah penambahan zat atau

reagen. Reagen penghasil warna selalu ditambahkan terakhir dan biasanya diperlukan

selang waktu tertentu untuk terjadinya reaksi yang sempurna. Selanjutnya larutan

sampel diukur absorbansinya dengan spektrofotometri. Hasil yang diperoleh diplot ke

dalam kurva kalibrasi/kurva standar, sehingga diperoleh konsentrasi sampel.

Berdasarkan kurva kalibrasi, konsentrasi larutan sampel dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan regresi, yaitu sebagai berikut:

4

(Sumber: Khopkar, 2003)

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

y = ax + b

dimana, nilai b dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

b =∑ xy−

∑ x . ∑ y

n

∑ x2−(∑ x )2

n

Keterangan:

y = absorbansi sampel

a = tan α

x = konsentrasi sampel

b = titik potong terhadap sumbu y (intersep)

III. Alat dan Bahan

ALAT JUMLAH BAHAN JUMLAHSpektronik 20+ 1 buah Na2CO3 2%Gelas kimia 3 buah NaOH 0,1 NBatang pengaduk 1 buah CuSO4.5H2O 0,5 %Gelas ukur 5 mL 2 buah Na-tartaratPipet tetes 2 buah Reagen folin-ciocelteluPipet volume 5 mL 1 buah Larutan albumin telurTabung reaksi 1 rak

Labu ukur 100 mL 1 buah

IV. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan

1 Reagen biuret dibuat dengan

mencampurkan reagen A sebanyak 50 mL

dan reagen B sebanyak 1 mL

Reagen A dibuat dengan

menambahkan 2% Na2CO3 dalam

0,1 N larutan NaOH

Reagen B dibuat dengan

menambahkan 5% CuSO4.5H2O

dalam 1 % larutan Na-tartarat

Reagen biuret dibuat dengan

menambahkan 50 mL reagen A

dalam 1 mL reagen B. reagen

biuret berwarna bening tak

berwarna.

5

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

2 Larutan albumin telur dibuat dengan

melarutkan 10 mL albumin telur ke dalam

90 mL aquades. Kemudian 10 mL dari

campuran ini diencerkan lagi sebanyak 10

kali (pengenceran menjadi 100 kali)

Larutan albumin telur dibuat dengan

melarutkan 10 mL putih telur ke

dalam 90 mL aquades. Kemudian

dilakukan pengenceran kembali

sebanyak 10 kali hingga menjadi 100

kali. Larutan albumin telur berwarna

putih kekuingan.

Larutan albumin telur

3 Larutan protein standar (digunakan

larutan albumin telur) dengan air hingga

volumenya menjadi 1,0 mL. melakukan

hal yang sama pada larutan sampel

larutan albumin telur dimasukan ke

dalam tabung reaksi dan

ditambhakan air hingga volumrnya 1

mL

4 Sebanyak 5 mL reagen buret dimasukan

ke dalam masing-masing tabung yang

berisi larutan standar dan sampel.

Kemudian campuran diinkubasi selama

10 menit pada suhu kamar

Kedalam masing-masing tabung

reaksi yang berisi larutan abumin

dan larutan sampel ditambahkan

reagen biuret sebanyak 5 mL warna

larutan tetap bening kekuningan.

Kemudian dilakukan inkubasi

selama 10 menit pada suhu kamar

tidak terjadi perubahan warna pada

larutan yaitu tetap bening

kenuningan.

5 Sebanyak 0,5 mL reagen fenol (fenolik-

ciocelteu) ditambahkan ke dalam

masing-masing tabung reaksi

Kedalam masing-masing tabung

reaksi titambahkan larutan fenol

dan dikocok, terjadi perubahan

warna pada larutan dari larutan 6

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

kemudian dikocok

Masing-masing tabung reaksi dinkubasi

selama 30 menit pada suhu kamar

(waktu inkubasi dimulai setelah

penambahan reagen fenolik ciocelteu

ke dalam tabung terakhir

berwarna bening kekuningan

menjadi berwarna biru tua.

Kemudian dilakukan inkubasi

pada larutan selama 30 menit

warna larutan tidak berubah tetap

berwarna biru

Larutan ketika diinkubasi

6 Absorbansi dari masing-masing larutan

dengan spektronik 20+ dengan panjang

gelombang 700 nm (langkah pelaksanaan

praktikum dapat disederhanakan seperti

pada tabel)*

Dilakukan pengukuran absorbansi

pada masing-masing tabung

sehingga didapatkan hasil sesuai

dengan tabel dibawah.

Spektronik 20+

Tabel. Langkah-langkah Penentuan Kadar Protein secara Lowry

PENAMBAHAN (mL) NOMOR TABUNG

1 2 3 4 5 6 7 8

Larutan albumin telur - 0,1 0.2 0,4 0,6 0,8 1,0 -

Sampel protein - - - - - - - X

H2O 1 0,9 0,8 0,6 0,4 0,2 - 1-X

7

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Reagen biuret 5 5 5 5 5 5 5 5

Aduk hingga tercampur merata. Inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar

Reagen fenol 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Aduk segera hingga tercampur merata. Inkubasi selama 30 menit pada suhu kama. Baca

dengan menggunakan spektrofotometri pada 700 nm dengan menggunakan tabung 1

sebagai blanko

% T700 nm 88 55,5 18,

5

16 8 6 4 30,5

A700 nm 0,0

5

0,255 0,7

4

0,8 1,1 1,2

5

1,4 0,52

µg/aliquot (µg/ tabung)

V. Pembahasan

Dalam percobaan ini dilakukan analisis kadar protein dalam sampel larutan putih

telur dengan menggunakan metode Lowry. Pada metode ini digunakan spektronik 20+

untuk menganalisis absorbansi larutan sampel dan larutan standar. Agar dapat

diabsorbansi radiasinya, larutan yang dianalisis harus menunjukkan warna tertentu

sehingga dapat menyerap cahaya pada daerah UV-tampak (visible). Untuk keperluan ini

digunakan reagen Folin-Ciocalteu yang dapat mendeteksi gugus fenolik yang terdapat

pada residu protein. Salah satu residu dari asam amino yang memiliki gugus fenolik

adalah asam amino tirosin dan triptopan. Gugus fenolik yang terdapat pada asam amino

ini dapat mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terkandung dalam reagen

Folin-Ciocalteu menjadi tungstat dan molibdenum yang berwarna biru sehingga

konsentrasi protein dapat diketahui. Adapun reaksi yang terjadi dalam asam amino

terhadap reagen Folin-Ciocalteu adalah sebagai berikut.

8

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Gambar 2. Reaksi Fosfomolibdenum dan Fosfotungstat

Dalam reaksi di atas, diketahui bahwa fosfotungstat dan fosfomolibdat bertindak

sebagai agen pereduksi gugus fenolik yang terdapat pada larutan yang dianalisis,

dimana gugus fenolik itu sendiri bertindak sebagai oksidator yang mengoksidasi

fosfotungstat dan fosfomolibdat menjadi tungstat dan molibdenum yang merupakan

kompleks yang berwarna biru. Tungstat dan molibdenum yang dihasilkan dari reaksi

menunjukkan puncak absorpsi lebar pada daerah merah dan spektrum sinar tampak pada

panjang gelombang 600-800 nm.

Karena yang bertindak sebagai agen pengoksidasi dalam reaksi di atas adalah

residu tirosin yang jumlahnya relatif sedikit dalam larutan uji diperlukan penambahan

konstituen lain yang dapat meningkatkan sensitifitas reagen Folin-Ciocalteu. Dalam

praktikum ini dilakukan penambahan reagen biuret. Penambahan reagen biuret pada

tabung 1-7 (berisi larutan standar) menyebabkan larutan menjadi berwarna biru bening.

Penambahan reagen biuret ini ke dalam larutan bertujuan untuk meningkatkan

sensitifitas reagen Folin-Ciocalteu dimana dalam penambahan reagen biuret akan

terbentuk kompleks Cu2+ dengan residu asam amino yang terdapat pada larutan uji

menghasilkan kompleks Cu-protein. Kompleks yang terbentuk adalah sebagai berikut.

9

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Gambar 3. Kompleks Cu-protein

Kompleks Cu-protein yang yang dihasilkan oleh reagen biuret akan

menyebabkan juga reduksi pada fosfotungstat dan fosfomolibdat dimana kira-kira 75%

dari reduksi yang terjadi diakibatkan oleh adanya kompleks Cu-protein, sementara

residu-residu tirosin dan triptopan mereduksi 25% sisanya. Dengan adanya penambahan

reagen tersebut maka sensitifitas warna yang dihasilkan akan meningkat dan

pengukuran absorbansi dan transmitansi menjadi lebih akurat.

Sebelum melakukan pengukuran absorbansi sampel, perlu dilakukan pembuatan

kurva kalibrasi sampel atau standar. Larutan standar protein yang digunakan dalam

praktikum ini adalah Larutan albumin telur. Larutan induk yang dibuat dengan

konsentrasi 10 ppm. Larutan induk ini selanjutnya dibuat dengan konsentrasi yang

berbeda-beda melalui pengenceran.

Tujuan dari pembuatan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda

bertujuan untuk mempermudah pembuatan kurva kalibrasi. Selanjutnya ke dalam

larutan standar tersebut ditambahkan reagen biuret yang berfungsi untuk membentuk

kompleks Cu-protein sehingga terjadi produksi tungstat dan molibdenum dari reagen

Folin-Ciocalteu. Hasil yang diperoleh setelah larutan standar 1-7 ditambahkan dengan

reagen Folin-Ciocalteu adalah larutan menjadi berwarna biru bening yang kepekatannya

meningkat dari tabung 1-7. Warna biru yang terbentuk mengindikasikan terbentuknya

tungstat dan molibdenum dalam pencampuran tersebut.

Untuk tabung 8 yang berisi larutan sampel (albumin telur dan kuning telur), oleh

karena warna yang dihasilkan sangat pekat (hijau jambrud), maka dilakukan

pengenceran sebanyak dua kali. Dimana larutan tersebut diambil sebanyak 5 mL dan

ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 10 mL.

10

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Untuk memperoleh data yang lebih akurat dalam pembuatan kurva kalibrasi,

maka nilai %T yang diperoleh dari hasil pengukuran dikonversi menjadi absorbansi.

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

A = - log T

Jadi nilai absorbansi (A) untuk masing-masing tabung reaksi dapat dihitung sebagai

berikut:

Tabung 1

%T = 88%; T = 0,88

A = - log T

= - log 0,88 = 0,055

Tabung 2

%T = 55,5%; T = 0,555

A = - log T

= - log 0,555 = 0,255

Tabung 3

%T = 18,5%; T = 0,185

A = - log T

= - log 0,185 = 0,732

Tabung 4

%T = 16%; T = 0,16

A = - log T

= - log 0,16 = 0,796

Tabung 5

%T = 8%; T = 0,08

A = - log T

= - log 0,08 = 1,097

Tabung 6

%T = 6%; T = 0,06

A = - log T

= - log 0,06 = 1,222

Tabung 7

%T = 4%; T = 0,04

11

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

A = - log T

= - log 0,04 = 1,398

Tabung 8

%T = 30,5%; T = 0,305

A = - log T

= - log 0,305 = 0,516

Tabel 4. Data hasil pengamatan

Tabung %T Konsentrasi (%) Absorbansi1 88 0 0,0552 55,5 10 0,2553 18,5 20 0,7324 16 40 0,7965 8 60 1,0976 6 80 1,2227 4 100 1,3988 30,5 X 0,516

Dengan demikian dapat dibuat kurva hubungan antara konsentrasi terhadap

absorbansinya pada larutan standar albumin, yaitu sebagai berikut:

12

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1100

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

f(x) = 0.0127102389078498 x + 0.230689419795222R² = 0.913603879619651

Kurva Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi

konsentrasi (%)

abso

rban

si (A

)

Berdasarkan kurva di atas, dapat ditentukan konsentrasi sampel (albumin telur) dengan

menggunakan persamaan regresi, yaitu:

y = ax + b

dimana, y = absorbansi sampel

a = tan α

x = konsentrasi sampel (μg/mL)

b = intersep (titik potong terhadap sumbu y)

x (Konsentrasi) y (Absorbansi) x2 x . y

0 0,055 0 010 0,255 100 2,5520 0,732 400 14,6440 0,796 1.600 31,8460 1,097 3.600 65,8280 1,222 6.400 97,76100 1,398 10.000 139,8

∑x = 310 ∑y = 5,555 ∑x2 = 22.100 ∑xy = 352,41

Nilai a (kemiringan) ini diperoleh dengan rumus: a =

n (∑ xy )−(∑ x ) (∑ y )n (∑ x2)−(∑ x )2

13

Gambar 4. Kurva Hubungan Antara Konsentrasi Terhadap Absorbansi pada Larutan Standar Albumin

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

=

n (∑ xy )−(∑ x ) (∑ y )n (∑ x2)−(∑ x )2

a =

7 (352, 41 )−(310 ) (5 , 555 )7 (22 .100 )−(310 )2

a =

2. 466 ,87 − 1 .722, 05154 . 700 − 96 . 100

a =

744 ,8258 . 600

a = 0,01271

Nilai b dapat dicari dengan rumus : b =

(∑ y ) (∑ x2)−(∑ x ) (∑ xy )n (∑ x2)−(∑ x )2 ;

Perhitungan rumus tersebut dapat dibantu dengan tabel di atas yaitu sebagai berikut:

b =

(∑ y ) (∑ x2)−(∑ x ) (∑ xy )n (∑ x2)−(∑ x )2

=(5,555 ) (22 .100 )−(310 ) (352,41 )

7 (22.100 )−(310 )2

=(122 .765 , 5− 109.247 , 1 )

(154 .700 − 96.100 )

=13 . 518 , 458 . 600 = 0,2307

Jadi hasil perhitungan akan diperoleh nilai a adalah 0,01271 dan nilai b adalah 0,2307

sehingga persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

y = ax + b

y = 0,01271x + 0,2307

Setelah dilakukan pengukuran larutan sampel (campuran albumin telur dan kuning

telur) dengan spektronik 20+, diperoleh nilai T = 30,5% atau 0,305. Jadi nilai

absorbansinya dapat dihitung sebagai berikut:

A = - log T

= - log 0,305 = 0,516

Dengan demikian dapat ditentukan konsentrasi larutan sampel (campuran albumin telur

dan kuning telur) sebagai berikut:

0,516 = 0,01271x + 0,2307

14

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

x =

0 ,516 − 0 ,23070 ,01271

x = 22,45 %

Pengenceran dilakukan beberapa kali terhadap sampel (campuran albumin telur dan

kuning telur), dengan tahapannya sebagai berikut:

1. Pengenceran sebanyak 2 kali pada saat sebelum dilakukan pengukuran dengan

spektronik 20+, dimana 5 mL larutan hijau jambrud ditambahkan aquades sehingga

volumenya menjadi 10 mL. Sehingga kadar protein dalam albumin telur adalah

sebagai berikut:

Kadar protein = 22,45 % x 2 = 44,9 %

2. Pengenceran sebanyak 10 kali pada saat 0,1 larutan albumin ditambahkan aquades

hingga volumenya mencapai 1,0 mL. Sehingga kadar protein dalam albumin telur

adalah sebagai berikut:

Kadar protein = 44,9 % x 10 = 449 %

3. Pengenceran 6 kali pada saat 1 mL albumin telur ditambahkan aquades sebanyak 5

mL. Jadi kadar protein dalam albumin telur akhir adalah sebagai berikut:

Kadar protein = 449 % x 6 = 2.694 %

Berdasarkan data hasil percobaan, diperoleh kurva yang tidak berupa garis lurus.

Adanya penyimpangan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Kurang tepatnya konsentrasi dari larutan standar, sehingga mempengaruhi

konsentrasi pada masing-masing tabung reaksi.

2. Ketidaktelitian dalam pengukuran komposisi reagen pada masing-masing tabung

reaksi sehingga mempengaruhi hasil pengukuran.

3. Larutan standar tiap- tiap tabung dikerjakan oleh beberapa orang, sehingga

kemungkinan besar perlakuan yang diberikan pada masing- masing tabung tidak

sama.

4. Beberapa zat yang mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini

diantaranya yaitu buffer, asam nukleat, dan gula/karbohidrat, deterjen, gliserol,

Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam

urat, guanin, xanthine, magnesium dan kalsium.

VI. Simpulan

15

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Berdasarkan hasil percobaan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa kadar protein dalam larutan sampel (albumin telur dan kuning telur)

dapat diketahui secara Lowry, dimana kadar protein pada albumin telur adalah 2.694 %.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M. 1990. Basic Concepts of Analytical Chemistry. Terj. Saptoraharjo, A.

Konsep Dasar Kimia Analitk. Jakarta: UI-Press.

Kirna, I Made. 2006. Buku Ajar Kimia Analisis Instrumen. Singaraja: Jurusan Pendidikan Kimia, IKIP Negeri Singaraja.

Kirna, I Made. 2007. Dasar-Dasar Spektroskopi. Singaraja: UNDIKSHA.

Muderawan, I Wayan. 2007. Buku Ajar Analisis Instrumen. Singaraja : Undiksha

Poedjadi, Anna dan Titin Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Redhana, I Wayan. 2004. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta: Universitas

Negeri Yogyakarta.

Sudarmadji, S, Haryono, B, Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.

Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Tika, I Nyoman. 2007. Penuntun Praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha.

Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.

VIII. JAWABAN PERTANYAAN

1. Kurva hubungan konsentrasi protein dalam larutan samel adalah

16

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1100

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

f(x) = 0.0127102389078498 x + 0.230689419795222R² = 0.913603879619651

Kurva Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi

konsentrasi (%)

abso

rban

si (A

)

2. Kebaikan dan keburukan metode Lowry adalah

Kebaikan :

Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta sensitive terhadap

protein dengan konsentrasi rendah.

Keburkan :

Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan jernih,serta tidak

mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau memantulkan cahaya

pada panjang gelombang di mana protein akan dianalisis. Karena diperlukan larutan

jernih, maka makanan harus mengalami sejumlah tahap preparasi sampel sebelum

dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat

menyita waktu dan tenaga. Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif

mengekstraksi protein dari jenis makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah

mengalami proses dimana protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan

senyawa lain. Kelemahan lainadalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena

protein yang berbeda mempunyaisekuens/urutan asam amino yang berbeda pula).

3. Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi protein secara

spektrofotometri adalah metode Biuret, metode Bradford dan metode Kjeldahl

17