laporan biokimia amilase saliva

28
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK BASIC SCIENCE OF DIGESTIVE AND NEPHROURINARY SYSTEM PEMERIKSAAN AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA Asisten : Ismail Satrio Wibowo G1A012086 Oleh : Kelompok 3 Ziyan Bilqis Amran G1A014003 Nirmala Muflihatul K. G1A014015 Densy Nurtita F. G1A014027 Yulandita Debi W. G1A014039 Nurullia Rahmawati G1A014051 Auzan Qostholani A. K. G1A014063 Rizkia Nauvalina G1A014075 Dyah Ayu Anastasia G1A014087 Laurensia Elsa Nihita G1A014099 Nadila Nur Pratiwi G1A014111 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 1

Upload: nadilaa-nur-pratiwi

Post on 02-Oct-2015

95 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN

BLOK BASIC SCIENCE OF DIGESTIVE AND NEPHROURINARY SYSTEM

PEMERIKSAAN AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA

Asisten :

Ismail Satrio WibowoG1A012086Oleh :Kelompok 3Ziyan Bilqis Amran

G1A014003Nirmala Muflihatul K.

G1A014015Densy Nurtita F.

G1A014027Yulandita Debi W.

G1A014039Nurullia Rahmawati

G1A014051Auzan Qostholani A. K.

G1A014063Rizkia Nauvalina

G1A014075Dyah Ayu Anastasia

G1A014087Laurensia Elsa Nihita

G1A014099Nadila Nur Pratiwi

G1A014111KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO2015LEMBAR PENGESAHANPEMERIKSAAN AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVAOleh :Kelompok 3Ziyan Bilqis Amran

G1A014003Nirmala Muflihatul K.

G1A014015Densy Nurtita F.

G1A014027Yulandita Debi W.

G1A014039Nurullia Rahmawati

G1A014051

Auzan Qostholani A. K.

G1A014063Rizkia Nauvalina

G1A014075Dyah Ayu Anastasia

G1A014087Laurensia Elsa Nihita

G1A014099Nadila Nur Pratiwi

G1A014111Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia Kedokteran Blok Basic Science of Digestive and Nephrourinary System pada Jurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, PurwokertoDiterima dan disahkan

Purwokerto, Maret 2015Asisten,Ismail Satrio WibowoG1A012086I. PENDAHULUAN

A. Judul Laporan

Pemeriksaan Aktivitas Enzim Amilase SalivaB. Tanggal PraktikumKamis, 26 Maret 2015C. Tujuan

1. Mahasiswa akan dapat melakukan pemeriksaan untuk mengetahui aktivitas enzim amilase pada saliva.2. Mahasiswa akan dapat mengetahui aktivitas enzim amilase saliva dengan bantuan praktikum yang dilakukan.II. TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi enzimEnzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengatur perubahan perubahan kimia dalam sistem biologi. Zat ini dihasilkan oleh organ-organ hewan dan tanaman, yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi, seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi, adisi, transfer radikal, dan kadang-kadang pemutusan rantai karbon (Sumardjo, 2006). Enzim biasanya terdapat dalam sel dengan konsentrasi yang sangat rendah, di mana mereka dapat meningkatkan laju rekasi tanpa mengubah posisi kesetimbangan, artinya baik laju reaksi maupun laju reaksi kebalikannya ditingkatkan dengan kelipatan yang sama. Kelipatan ini biasanya di sekitar 103 sampai 1012 ( Kuchel dkk, 2006).Terdapat lebih dari 2500 reaksi biokimia yang berbeda dengan bantuan enizm spesifik yang sesuai untuk meningkatkan laju reaksinya. Masing-masing enzim dicirikan oleh spesifisitasnya untuk substrat (reaktan) yang mirip secara biologis. Molekul-molekul lain juga dapat mengatur aktivitas enzim, molekul-molekul ini isebut efektor, dan dapat bersifat sebagai activator, inhibitor, atau keduanya (Kuchel dkk, 2006). Beberapa enzim seperti pepsin, tripsin, dan kimotripsin, yang hanya terdiri atas satu rantai polipeptida disebut sebagai enzim monometrik. Enzim lain, seperti heksikinase, lakta dehydrogenase, dan piruvat kinase yang terdiri atas dua atau lebih rantai polipeptida disebut enzim oligometrik (Sumardjo, 2006).Rantai samping asam amino pada enzim mempunyai susunan tertentu yang terdapat dalam tapak aktif. Susunan tertentu inilah yang menentukn jenis molekul yang dapat diikat dan bereaksi dalam tapak tersebut. Banyak enzim mempunyai molekul nonprotein kecil yang tergabung dengan atau di dekat tapak aktif yang menentukan spesifisitas substrat. Molekul ini disebut kofaktor jika terikat secara nonkovalen dengan protein, dan disebut gugus prostetik jika terikat secara kovalen (Kuchel dkk, 2006).Seperti protein, enzim dapat mengalami denaturasi, misalnya akibat pengaruh pemanasan, gelombang radiasi dan ultraviolet, atau pengaruh penambahan asam, basa, dan pelarut irganik tertentu. Denaturasi enzim ini menyebabkan enzm menjadi tidak aktif atau tidak dapat bekerja (Sumardjo, 2006).B. Sifat kimiawi enzimEnzim adalah polimer biologis yang mengatalisis reaksi kimia yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan (Murray, 2014).1. Enzim adalah katalis yang efektif dan sangat spesifik

Enzim yang mengatalisis perubahan satu atau lebih senyawa (substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain (produk) meningkatkan laju reaksi setidaknya 106 kali dibangdingkan jika tidak dikatalis. Selain sangat efisien, enzim juga merupakan katalis yang sangat selektif. Tidak seperti kebanyakan katalis yang digunakan dalam bidang kimia sintetik, enzim bersifat spesifik baik bagi tipe reaksi yang dikatalisis maupun satu substrat atau sekelompok kecil substrat yang berhubungsn erat. Enzim juga merupakan katalis stereospesifik dan biasanya mengatalisis reaksi dari hanya satu stereoisomer suatu senyawa, misalnya D-gula, tetapi bukan L-gula, asam L-amino, tetapi bukan asam D-amino. Karena berikatan dengan substrat melalui sedikitnya tiga titik perlekatan, enzim bahkan dapat mengubah substrat nonchiral menjadi produk chiral.2. Enzim menurunkan energi aktivasi

Semua enzim mempercepat laju rekasi dengan menurunkan energi aktivasi untuk mencapai pembentukan transisi. Namu, enzim-enzim mungkin berbeda dalm mencapai hal ini. Sementara mekanisme atau rangkaian tahapan kimiawi di bagian aktif enzim pada hakikatnya sama seperti rekasi yang berlangsugn tanpa katalis, lingkungan di bagian aktif enzim menurunkan energi aktivasi dengan menstabilkan zat-zat antara keadaan transisi. Dengan kata lain, enzim dapat dianggap berikatan dengan zat antara keadaan transisi lebih kuat daripada ikatan enzim dengan substrat atau produk.

3. Enzim dipengaruhi suhu.

Peningkatan suhu akan meningkatkan laju baik reaksi yang tidak dikatalisis maupun yang dikatalisis enzim dengan meningkatkan energy kinetic dan frekuensi tumbukan molekul-molekul yang bereaksi. Namun, energi panas juga dapat meningkatkan energi kinetic enzim hingga ke suatu titik yang melebihi hambatan energi untuk merusak iteraksi nonkovalen yang mempertahankan struktur tiga-dimensi enzim. Rantai polipeptida enzim kemudian mulai terurai, atau mengalami denaturasi, disertai hilangnya kemampuan katalitik enzim.

4. Enzim dipengaruhi pH

Laju hampir semua reaksi yang dikatalisis oleh enzim memperlihatkan ketergantungan signifikan pada konsentrasi ion hydrogen. Sebagian besar enzim intrasel memperlihatkan aktivitas optimal pada nilai pH antara 5 dan 9. Hubungan aktivitas dengan konsentrasi ion hydrogen mencerminkan keseimbangan antara denaturasi enzim pada pH tinggi atau rendah dan efek pada keadaan bermuatan dari enzim, substrat, atau keduanya. C. Mekanisme kerja enzimSubstrat akan berikatan dengan sisi aktif suatu enzim melalui beberapa bentuk ikatan kimia yang lemah (misalnya interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, dan interaksi hidrofobik). Setelah berikatan dengan bagian sisi aktif enzim, substrat bersama-sama enzim kemudian membentuk suatu kompleks enzim-substrat, selanjutnya terjadi proses katalisis oleh enzim untuk membentuk produk. Ketika produk sudah terbentuk enzim menjadi bebas kembali untuk selanjutnya bereaksi kembali dengan substrat (Suhara, 2009).Ada dua teori yag menjelaskan mengenai cara kerja enzim yaitu:

1. Lock and key theory (Teori Gembok dan Kunci) Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil dan dapat mengikat substrat. Bagian enzim yang dapat berikatan dengan substrat disebut sisi aktif. Substrat diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif enzim. Cara kerja enzim menurut Teori Lock and Key sebagai berikut.

Gambar 2.1. Lock and key theory (Suhara, 2009)

Selain sisi aktif, pada enzim juga ditemukan adanya sisi alosterik. Sisi alosterik dapat diibaratkan sebagai sakelar yang dapat menyebabkan kerja enzim meningkat maupun menurun. Apabila sisi alosterik berikatan dengan penghambat (inhibitor), konfigurasi enzim akan berubah sehingga aktivitasnya berkurang. Namun, jika sisi alosterik ini berikatan dengan activator (zat penggiat) maka enzim menjadi lebih aktif kembali.2. Induced fit theory (Teori Ketepatan Induksi) Teori berikutnya yang mencoba menjelaskan cara kerja enzim adalah teori Induce Fit (ketepatan induksi). Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk meyesuaikan bentuk substrat.Gambaran teori tersebut dijelaskan pula melalui gambar di bawah ini.

Gambar 2.2. Induced fit theory (Suhara, 2009)

D. Active side enzimKarakteristik active side enzim adalah sebagai berikut (Murray, 2006)1. Merupakan bagian kecil dari enzim yang mencerminkan spesifitas substrat yang ekstrem dan efisiensi katlitik enzim yang tinggi

2. Umumnya berbentuk celah atau kantung

3. Bersifat 3 dimensi untuk melidungi substrat dari pelarut dan mempermudah katalisis

4. Mengikat dan mengarahkan kofaktor atau gugus prostetikModel dari active side adalah sebagai berikut :

1. Catalitic sideSisi aktif diidentifikasi sebagai katalis karena asam amino yang dikandung enzim diketahui ikut berpartisipasi dalam reaksi kimia yang dikatalisis (mempercepat reaksi) oleh enzim itu sendiri. Rantai asam dan basa adalah penanda yang dapat diandalkan dalam sisi aktif katalitik (Jimenez-Morales, 2012).2. Binding side

Enzim mengkatalisis reaksi dengan mengikat substrat mereka. Namun, meskipun enzim sering didefinisikan oleh situs aktif, yang mengikat substrat, beberapa situs lain di enzim secara langsung mempengaruhi fungsi enzim. Situs-situs lain dapat dibagi menjadi dua kategori: situs alosterik dan situs interaksi protein-protein. Situs alosterik yang mana molekul yang menghambat fungsi enzim dapat mengikat dan menyebabkan perubahan bentuk enzim. Di lokasi interaksi protein-protein, enzim berikatan dengan enzim lain atau protein. Interaksi protein-protein dapat berfungsi untuk mengaktifkan enzim. Semua situs-situs tersebut memiliki bentuk khusus yang hanya cocok molekul dengan bentuk yang sesuai (Jimnez-Moralez, 2012).E. Inhibitor enzimEnzim umumnya adalah protein sederhana dengan beberapa diantaranya hanya berfungsi maksimal jika adanya ion metalik tertentu. Kadang-kadang ion metalik ini melekat tidak erat dan mudah terlepas dari struktur protein, yang disebut sebagai kofaktor. Selain itu, zat tertentu dapat mengurangi efektivitas kerja enzim dengan berikatan pada gugus aktif enzim ataupun bukan pada gugus aktif enzim. Zat ini dinamakan sebagai inhibitor (Seager & Slabaugh, 2014).1. Inhibitor reversibleInhibitor reversible adalah senyawa yang tidak berikatan secara kovalen dengan enzim dan dapat terlepas dari enzim dengan kecepatan yang bermakna. Sifat inhibitor reversible bisa kompetitif, nonkompetitif dan uncompetitive (Lemke et al., 2013).a. Inhibisi kompetitif

Inhibitor kompetitif berkompetisi dengan substrat untuk menempati tempat pengikatan substrat. Bentuk inhibitor ini biasanya sama dengan substrat yang disaingi. Peningkatan konsentrasi substrat dapat mengatasi gangguan inhibitor kompetitif karena tidak ada lagi molekul inhibitor yang dapat terikat (Lemke et al., 2013).

Gambar 2.3. Inhibitor kompetitif (Lemke et al, 2013)

Efek inhibitor kompetitif dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Umumnya, pada inhibisi kompetitif ini, inhibitor (I) berikatan dengan bagian dari tempat aktif yang mengikat-substrat dan menghambat akses ke substrat. Oleh karena itu, struktur kebanyakan inhibitor kompetitif klasik cenderung mirip dengan struktur substrat, dan karenanya dinamai analog substrat. Inhibisi enzim suksinat dehidrogenase oleh malonat menggambarkan inhibisi kompetitif oleh analog substrat. Suksinat dehidrogenase mengatalisis pengeluaran satu atom hidrogen dari setiap dua karbon metiien dari suksinat. Baik suksinat maupun analog strukturalnya malonat (OOC-CHr-COOI dapat mengikat bagian aktif suksinat dehidrogenase, masing-masing membentuk suatu kompleks ES atau EI. Namun, karena hanya memiliki satu karbon metilen, malonat tidak dapat mengalami dehidrogenasi (Murray, 2009).b. Inhibisi non-kompetitif

Inhibitor ini tidak bersaing untuk melekat pada tempat yang sama yang ditempati enzim. Inhibitor dapat berikatan dengan enzim tanpa adanya substrat dan peningkatan konsentrasi substrat tidak mencegah pengikatan inhibitor. Inhibitor ini mengakibatkan penurunan konsentrasi enzim aktif (Lemke et al., 2013).

Gambar 2.4. Inhibitor non-kompetitif (Lemke et al, 2013)

c. Inhibisi uncompetitive

Suatu inhibitor bersifat uncompetitive jika dikaitkan dengan substrat pada reaksi multisubstrat dimana enzim hanya berikatan dengan kompleks enzim-substrat. Inhibisi jenis ini sering terjadi pada enzim yang memiliki urutan pengikatan substrat yang teratur. Jadi, substrat pertama akan menyebabkan perubahan bentuk enzim yang akan menjadi tempat pengikatan kedua bagi kosubstrat inhibitor (Lemke et al., 2013). Gambar 2.4. Inhibisi uncompetitive (Lemke et al, 2013)

b. Inhibitor reversibleInhibisi ireversibel terjadi ketika terbentuk sebuah ikatan kovalen dengan struktur fungsional enzyme yang membuat enzim tidak aktif. Kebanyakan inhibitor ireversibel adalah racun, contohnya adalah sianida (Seager & Slabaugh, 2014).F. Faktor yang mempengaruhi kerja enzimAktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan umum, seperti suhu dan pH, dan juga oleh faktor kimiawi tertentu yang secara khusus mempengaruhi enzim itu (Campbell, 2010).Di sisi lain, pH menunjukkan pengaruh yang kuat dan signifikan pada aktivitas enzim untuk semua rangkaian yang diteliti (Honorato, dkk. 2011).Enzim tersebut memiliki aktivitas paling optimal pada pH 7,8 dan temperatur 40 oC (Zhang, dkk. 2008).Banyak enzim-enzim yang memerlukann bantuan dari komponen non-protein untuk aktivitas katalitiknya. Komponen ini, yang disebut kofaktor, dapat berikatan kuat dengan tempat aktif secara permanen, atau dapat berikatan secara lemah dan reversible bersama-sama dengan substrat (Campbell, 2010).Senyawa kimia tertentu secara selektif menghambat (menginhibisi) kerja enzim spesifik. Jika inhibitor berikatan dengan enzim melalui ikatan kovalen, inhibisi yang terjadi umumnya bersifat ireversibel. Akan tetapi, akan menjadi dapat balik atau reversible jika inhibitor itu berikatan melalui ikatan lemah (Campbell, 2010).G. Kofaktor enzimSenyawa kofaktor atau ion logam berpotensi meningkatkan aktivitas kerja suatu enzim yang disebut sebagai activator enzim , sedangkan ion logam yang menghambat aktivitas enzim disebut inhibitor enzim (Sumardjo , 2006).Kofaktor memiliki fungsi serupa dengan gugus prostetik , tetapi berikatan secara transien dan mudah terlepas dengan enzim atau substrat , misalnya ATP. Tidak seperti gugus prostetik yang terikat secar stabil , kofaktor harus terdapat dalam medium di sekitar enzim agar katalisis dapat terjadi. Kofaktor yang paling umum juga adalah ion logam. Enzim yang memerlukan kofaktor ion logam disebut enzim yang diaktifkan oleh logam (metal-actived enzymes) untuk membedakannya dari metaloenzim dengan ion logam berfungsi sebagai gugus prostetik (Murray, 2014).III. METODE PRAKTIKUMA. Alat dan Bahan

1) Alata. Gelas kimia 50ml 2 buah

b. Cawan petri

c. Pipet tetes

d. Tabung reaksi

e. Penjepit tabung reaksi

f. Bunsen

g. Kertas saring2) Bahana. Salivab. Larutan NaCl 0,2%c. Larutan amilum 1%

d. Larutan iodium 0,01N

B. Cara KerjaKumur dengan NaCl 0,2% (2 menit)Saring dengan kertas saring ke bekker glass

2,5 cc 2,5 cc

Panaskan

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil1. Probandusa. Nama

: Auzan Qostholanib. Usia

: 19 tahun

c. Jenis kelamin: Pria

2. Hasil yang didapatkan pada saliva yang dipanaskan terlebih dahulu warna tidak berubah menjadi jernih setelah diteteskan amilum serta iodium.

3. Pada saliva yang tidak dipanaskan dan langsung ditetesi amilum serta iodium, ada perubahan warna menjadi jernih.B. PembahasanSaliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut salivia (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.

Ludah diproduksi secara berkala dan susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari 99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain : protein, lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur anorganik yang menyusun saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Khloride, Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium. Yang memiliki konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan Natrium. Pada hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa enzim saliva tidak akan bekerja pada suhu tinggi yaitu ketika saliva dipanaskan terlebih dahulu. Ini disebabkan karena enzim menagalami denaturasi.C. Aplikasi Klinis1. Parotitis

Gambar 4. Parotitis

Peradangan kelenjar parotis (Parotitis) akibat gondongan atau penyebab lain dapat menyebabkan pelepasan amylase ke dalam sirkulasi. Baru-baru ini ditemukan bahwa amylase liur meningkat dalam serum setelah pajanan ke radiasi pengion dosis tinggi (misal : kecelakaan reactor nuklir, ablasi sumsum tulang sebelum transplantasi).

Pada kasus kasus peningkatan amylase serum tanpa jelas ada pancreatitis atau parotitis, Pengukuran lipase serum dapat membantu dalam diagnosis karena lipase juga dibebaskan dari pancreas, tetapi tidak dari organ lain yang mengeluarkan amylase (Sacher., 2004).2. Parotitis Pascabedah

Parotitis pascabedah ditemukan terutama pada penderita yang menggunakan pipa trakea atau pipa lambung lebih dari satu hari dan yang pantang makan. Penderita demikian tidak menggunakan otot pengunyak dan kelenjar liurnya sehingga mudah terjadi infeksi menaik melalui duktus parotideus. Karena pemasangan berbagai pipa itu diperlukan, hygiene mulut harus dipertahankan sebaik mungkin. Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan pemberian permen karet sejauh penderita dapat mengunyah.

Parotitis pascabedah merupakan radang piogenik. Penderita mengeluh nyeri sekali karena fasia parotis bersifat kaku sehingga tekanan di dalamnya meninggi. Pada permulaan tidak terdapat fluktuasi walaupun pus sudah ada. Antibiotic yang tepat dan insisi untuk mengeluarkan nanah merupakan tindakan yang dianjurkan. (De Jong., 2010).

Gambar 5. Post Parotidectomy

3. CA Parotis

Gambar 6. CA Parotis

CA parotis terbagi menjadi dua jenis, yaitu jinak dan ganas. Kebanyakan tumor parotis (90%) bersifat jinak. Penderita laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan. Dapat mengenai semua umur, paling sering usia dewasa muda dan tua.

CA Parotis jinak paling sering di kelenjar parotis adalah pleomorphic adenoma. Hal ini karena terdiri dari berbagai macam jaringan (pleomorphic), ada jaringan lemak, miksoid, mucin, dan tulang rawan. Struktur terbanyak yang terlihat dibawah mikroskop adalah bentuk kelenjar yang hiperplastis (adenoma). Sehingga disebut pleomorphic adenoma.

V. KESIMPULAN1. Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis.2. Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama, yaitu sekresi serosa dan sekresi mucus yang mengandung musin..3. Pada percobaan kali ini ditemukan saliva normal pada probandus

4. Aplikasi klinis dari amylase saliva adalah Parotitis, Parotitis Pascabedah, CA Parotis.

DAFTAR PUSTAKACampbell, Neil A; Reece; Mitchell. 2010. Student Study Guide for Biology. Jakarta: ErlanggaDe Jong, Wim. R Sjamsuhidajat. 2010. Metode yang Digunakan di Lapangan Bedah. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGCHonorato, Talita L.; Da Silva, Luis C. A.; Cavalcante, Rosane S.; Franco, Telma T.; Rodrigues, Suell. 2011. Effect of pH and Temperature on Enzyme Activity of Chitosanase Produced Under Solid Stated Fermentation by Trichoderma spp. Indian Microbiol. 52(1):60-65.

Jun Cao, Zhang; Zhang, Qi; Kai Wei, Dong; Chen, Li; Wang, Ji; Zhang, Xing Qun; Hua Zhou, Mei. 2009. Characterization of a Novel Stenotrophomonas Isolate with High Keratinase Activity and Purification of the Enzyme. Microbial Biotechnol. 36:181-188.

Kuchel, Philip, dan Gregory Ralston. 2006. Biokimia Schaums Easy Outlines. Jakarta: Erlangga.

Lemke, T.L., Williams, D.A., Roche, V.F., & Zito, S.W. 2013. Foye's Principles of Medicinal Chemistry. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Murray K. Robert., Deryl K. Dranner., Victor, D.Rodwell. 2006. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCMurray, K Robert., Daryl K , Granner., Victor W, Rodwell. 2009. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Murray, R. K., Bender, D. A., Botham, K. M., Kennelly, P. J., Rodwell, V. W., Weil, P. A. 2014. Biokimia Harper edisi 29. Jakarta: EGC.

Sacher, Ronald A. Richard, McPherson A. 2004. Enzim Lain yang Bermanfaat dalam Diagnosis Klinis. Dalam Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta : EGCSeager, S., Slabaugh, M. 2014. Chemistry for Today: General, Organic, and Biochemistry. Massachusetts: Cengage Learning.

Suhara. 2009. Dasar- Dasar Biokimia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.Jimenez-Morales, David., Liang, Jie., Eisenberg, Bob. 2012. Ionizable Side Chains at Catalytic Active Sites of Enzymes. Eur Biophys J. 2012 May ; 41(5): 449460.1 tetes saliva

+

1 tetes amilum 1%

+

1 tetes iodium 0,01 N

1 tetes saliva

+

1 tetes amilum 1%

+

1 tetes iodium 0,01 N

Amilum +iodium diberi 1tetes pada saliva yang tidak dipanaskan smapai berwarna jernih

Amilum +iodium diberi 1tetes, warna tetap biru

21